bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Alasan Pemilihan Judul
Penulis memilih judul “Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Transaksi
Bisnis Internasional” mengingat judul seperti itu menarik untuk dikaji lebih
dalam khususnya dalam memberikan perlindungan kepada pemegang saham
minoritas yang posisinya memang jauh lebih lemah karena nilai saham yang
begitu kecil dibandingkan dengan nilai pemegang saham mayoritas yang secara
ekonomis nilai pemegang saham minoritas tersebut dapat berdampak besar pada
kerugian apabila hak-haknya dirampas dan menjadi tumbal di dalam kepentingan
para pemegang saham mayoritas. Hak pemegang saham minoritas atau golongan
minority interests, terutama dalam konteks penelitian dan penulisan ini adalah hak
seorang pemegang saham minoritas dalam penanam modal asing dalam suatu
bisnis Perseroan Terbatas di Indonesia, dapat dikatakan sebagai suatu bisnis atau
transaksi perdagangan internasional apabila memenuhi kharakteristik atau
memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat perdagangan Internasional.
2
Sifat-sifat perdagangan internasional dalam transaksi bisnis dimaksud
dapat dikenali dengan cara: “(1) memperhatikan apakah ada perpindahan barang
dan atau jasa dari suatu negara atan rezim hukum ke negara atau rezim hukum
lainnya; (2) demikian pula dapat diidentifikasi dengan memperhatikan apakah
tempat kedudukan dari para pihak dalam suatu transaksi itu berada di negara atau
rezim hukum yang berbeda satu dengan yang lainnya; (3) dapat pula dikenali
dengan cara memperhatikan mungkin saja dalam transaksi tersebut terdapat
percampuran (hybrid) dari kedua unsur yang ada dalam unsur pertama dan kedua
tersebut.1”.
Di dalam satu putusan yang diangkat Penulis menjadi satuan amatan hak
pemegang saham minoritas (minority interests) serta perlindungan kepada
golongan pemegang saham seperti itu (protection of minority shareholders) dalam
Skripsi (Penelitian) ini, yaitu suatu Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap, in kracht van gewijde (BHT), si pemegang saham minoritas dalam
kasus yang masuk di dalam Putusan 137/Pdt.G/2004.PN.SMG2 adalah Livio
Tarantino3. Livio
4 yang adalah pemegang saham 10% di PT. Antik Dimensi,
suatu Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang berinvestasi di Indonesia,
tepatnya pernah berlokasi di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Livio adalah
1 Karya ilmiah mendalam tentang “Hakikat Pembiayaan sebagai Transaksi yang Berkharakteristik
Internasional” lihat penelitian individual Dr. Jeferson Kameo, SH., LLM., yang dilakukan di
Glasgow (Tahun 2001 sampai-dengan 2005) penelitian tidak dipublisikan. Lihat pula R. Fisher and
W. Ury, Getting to Yes (Century Business, 1982).
2 Selanjutnya Penulis menyingkat Livio dan penyebutan Putusan 137/Pdt.G/2004.PN.SMG
disingkat dengan Putusan 137 saja.
3 Pihak ini dalam Putusan 137 bertindak sebagai Penggugat (the Plaintif).
4 Disingkat Livio.
3
pekerja Swasta, berkebangsaan Italia dan ketika kasus itu berlangsung hingga
tulisan ini dibuat, yang bersangkutan berdomisili di Italia.
Dengan kedudukan Livio sebagai pihak yang berkebangsaan Italia dan
terutama tidak berdomisili di Indonesia, maka hal itu berarti bahwa di dalam
aktivitas bisnis dalam PT. Antik Dimensi, perusahaan (orang bukan manusia
karena berbadan hukum) yang didirikan dengan hukum Indonesia dan berdomisili
serta menjalankan kegiatan usaha di Indonesia, ada pergerakan barang dari satu
negara ke negara yang lain; dalam hal ini pergerakan barang dari Italia ke
Indoneisa. Sekalipun uang tidak terlalu tepat disebut sebagai barang, namun hak
atas uang yang diinvestasikan oleh pihak Livio di dalam PT. Antik Dimensi itu
merupakan barang yang berpindah dari Italia ke Indonesia itu adalah barang tidak
berwujud (incorporeal property) berupa hak Livio atas uang yang dibawa dari
Italia dan kemudian dikonversikan ke dalam mata uang rupiah, dimasukan ke
dalam saham ditaruh dalam bisnis PT. Antik Dimensi sebagai modal dasar. Hal itu
menunjukkan bahwa menurut pendapat Penulis ada dimensi Hukum Bisnis atau
perdagagnan internasional di dalam Putusan 137 di atas.
Setelah memperhatikan karakteristik transaksi bisnis Internasional
sebagaimana digambarkan dalam buku “Pembiayaan dalam Perdagangan
Internasional”, dan mencermati fakta yang telah Penulis ungkapkan di atas bahwa
jumlah saham yang dikuasai oleh Livio adalah sebanyak 10%, maka Penulis
berpendapat bahwa hak Livio atas saham di PT. Antik Dimensi adalah hak dari
seorang pemegang saham minoritas (minority interests), adalah merupakan suatu
4
permasalahan yang dapat dikaji dari sudut pandang hukum yang mengatur sebuah
bisnis Internasional atau hukum perdagangan internasional.
Penulis memilih judul ini untuk menggambarkan temuan hukum yang
dilakukan oleh Hakim, khususnya yang berhubungan dengan bagaimana
melindungi seseorang pemegang saham minoritas (minority interests) yang
berkebangsaan asing). Cara pengkajian seperti ini, yaitu mengkaji bisnis
internasional hak pemegang saham minoritas yang akan dijelaskan secara ringkas
dalam latar belakang permasalahan di bawah ini.
1.2. Latar Belakang Masalah
Urgensi jaminan Hukum Bisnis Internasional juga wajib diketahui oleh
Penyelenggara Negara, termasuk dalam hal ini adalah para hakim yang diyakini
sudah mengetahui hal seperti itu, dalam melindungi bisnis internasional, dalam
hal ini perlindungan hukum terhadap hak pemegang saham minoritas dalam
perseroan terbatas (PT) yang didirikan dengan hukum Indonesia, berdomisili dan
menjalankan aktivitas bisnisnya di Indonesia.
Menurut pemahaman yang berlaku umum, saham adalah bagian dari
pemegang saham di perusahaan, yang dinyatakan dengan angka dan bilangan
tertulis pada surat saham yang dikeluarkan oleh perseroan.5 Di Indonesia saham
suatu perusahaan diatur dalam UU No. 40 tahun 2007. Bukti bahwa seseorang
memiliki saham adalah sertifikat saham yang diterbitkan oleh perseroan. Dengan
menjadi pemegang saham (share holder atau stock holder) maka yang
5I. G. Ray Widjaja, SH., Hukum Perusahaan, Megapoin, Jakarta, 2000, hlm.., 193.
5
bersangkutan menjadi bagian pemilik perusahaan, kepemilikan saham tidak
memberikan hak kepada pemegangnya untuk ikut campur tangan dalam
pengelolaan Perseroan.
Namun demikian, kepemilikan saham secara umum memberikan hak
kepada pemiliknya atas bagian keuntungan Perseroan (deviden), memberikan
suara dalam pengambilan keputusan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) dan mendapatkan sisa hasil kekayaan pada saat likuidasi Perseroan6.
Pemegang saham minoritas secara posisi jauh lebih lemah apabila dibandingkan
dengan pemegang saham mayoritas, terutama dalam konspirasi pemegang saham
mayoritas Direksi dan Dewan Komisaris.
Ada pendapat sehubungan dengan persoalan atau isu hukum saham
minoritas (minority interests) ini sebagai berikut:
“Prinsip hak suara yang dianut dalam UU PT adalah satu saham
satu suara (one share one vote). Prinsip inilah yang seringkali
disebut sebagai demokrasi perusahaan atau demokrasi
kapitalisme. Apabila dilihat dari sejarah perkembangannya,
demokrasi perusahaan atau demokrasi kapitalisme ini mengadopsi
demokrasi politik yang berbasiskan pada orang (one man one
vote). Tetapi dalam demokrasi perusahaan, basis orang (one man
one vote) dimodifikasi menjadi basis uang (one share one vote)
yang terpresentasikan dalam bentuk share (stock). Dari aspek ini,
mempersamakan (satuan) orang dengan (satuan) uang sejatinya
merupakan bentuk dehumanisasi. Demokrasi perusahaan, telah
melahirkan tirani mayoritas yang berada di tangan pemegang
6 Dr. Tri Budiono, SH., M.Hum. Hukum Perusahaan, Griya Media, Salatiga, 2011, hlm., 89.
6
saham mayoritas. Satu orang pemegang saham yang memiliki
saham Perseroan 51% dapat mengalahkan 1000 orang yang
apabila dikalkulasi jumlah saham yang dimilikinya hanya 49%.
Kondisi demikian sejatinya telah melahirkan kesempatan
penyalahgunaan posisi –khususnya yang dapat dilakukan oleh
pemegang saham mayoritas- yang dapat merugikan pemegang
saham minoritas. Kondisi ini masih diperparah oleh peran yang
dilakukan oleh pengurus Perseroan (Direksi) dan Dewan
Komisaris yang cenderung berfihak pada pemegang saham
mayoritas. Pemegang saham minoritas yang secara posisional
jauh lebih lemah apabila dibandingkan dengan pemegang saham
mayoritas, sangat sulit ketika mereka harus berhadapan dengan
konspirasi pemegang saham mayoritas Direksi dan Dewan
Komisaris. Hal lain yang turut memperlemah kedudukan
pemegang saham minoritas adalah prinsip persona standi in
judicio (capacity standing in court or in judgement), yaitu hak
untuk mewakili Perseroan baik di depan maupun di luar
pengadilan. Secara normatif, posisi ini hanya terbuka pada
pemegang saham mayoritas.7
Meskipun kutipan di atas tampak menyesali keadaan tirani mayoritas
dalam suatu perseroan terbatas, namun penulis yang pandangannya Penulis kutip
itu, mungkin secara sengaja menyembunyikan kaedah hukum bisnis internasional
yang dapat dirujuk untuk memberikan perlindungan kepada pemegang saham
minoritas yang berinvestasi dalam suatu perseroan terbatas. Sementara itu, orang
lainnya juga mengemukakan pandangannya mengenai bagaimana Indonesia yang
didikte oleh hukum memikirkan cara yang terbaik dalam rangka menanggapi
7 Dr. Tri Budiyono, SH. M.Hum., Ibid., hlm., 97-98.
7
persoalan atau legal isu kepentingan dari pemegang saham minoritas (minority
interests) tersebut mengemukakan keluhan yang sama dengan kaedah yang dia
pinjam dari Belanda yang dinamakan dengan enqueterech dalam memberikan
perlindungan dimaksud sebagai berikut:
“Dalam penjelasan umum undang-undang Perseroan Terbatas,
berkali-kali dijelaskan bahwa, dalam menyusun undang-undang
ini sangat diperhatikan untuk memberikan perlindungan kepada
pemegang saham minoritas. Sebagaimana kita ketahui, dalam
setiap pengambilan keputusan dalam PT berlaku asas pemungutan
suara (vooting). Dalam hubungan ini maka akan menjadi sangat
lebih kedudukan seorang pemegang saham yang prosentase dari
saham yang dimilikinya lebih kecil dari presentase pemegang
saham lainnya. Dalam hubungan inilah memang diperlukan
adanya mekanisme yang melindungi kepentingan pemegang
saham minoritas yang bisa tertindas itu. Saya melihat memang
telah dirasakan perlu sekali adanya perlindungan terhadap
pemegang saham minoritas8 tersebut. Terlebih-lebih manakala
kita melihat praktek go-public PT-PT yang ada di Indonesia, rata-
rata atas saham yang listing dan dijual memasuki bursa tersebut
keseluruhannya tidak lebih dari 30% dari seluruh saham yang
ditempatkan. Tujuh puluh prosen dari saham yang ada masih tetap
dikuasai dan dipegang oleh para pendiri atau yang dinamakan
pula “pemegang saham utama”. Pada hal para pemegang saham
minoritas sebersar 20% tersebut tersebar luas di antara publik.
8 Hal ini di dalam Literatur di Inggris disebut dengan isu protection of minority interests. Hasil
penelitian individual yang dilakukan oleh Jeferson Kameo SH., LL.M., Ph.D dalam suatu kasus
yang sangat terkenal yaitu Foss v Harbottle yang diputus dalam tahun 1843 di Inggris
membuktikan bahwa apa yang dikemukakan oleh Dr. Parsetyo di atas itu sudah dipikirkan di
Inggris dengan istilah protection of minority interests. Prinsip itu dibangun sebagai pengecualian
atas “kemutlakan” majority rule yang mendapat ekspresi dalam Foss v Harbottle (1843) 2 Hare
461., dirujuk dari penelitian individuil di atas yang tidak dipublikasikan.
8
Telah lama melalui berbagai tulisan saya, telah saya ingatkan
perlu adanya suatu lembaga yang memberikan perlindungan
terhadap pemegang saham minoritas dari kekalahannya dalam
pemungutan suara dalam RUPS, seperti yang di negara Belanda
dinamakan enqueterech. Adapun pada intinya, lembaga ini
memberikan hak kepada pemegang saham minoritas untuk
memohon melalui Pengadilan untuk dilakukannya pemeriksaan
pada perseroan berhubung terdapat dugaan adanya kecurangan-
kecurangan atau hal-hal yang disembunyikan oleh pemegang
saham mayoritas. Mengapa melalui pengadilan? Dipikirkan, di
satu pihak perlu diberikannya perlindungan terhadap pemegang
saham minoritas, tetapi di lain pihak kemungkinan dapat
disalahgunakan oleh para competitor (pesaing dagang), yang
dengan sengaja membeli sejumlah saham kecil semata-mata untuk
mengetahui rahasia perusahaan. Dengan permohonan melalui
hakim, dapat diharapkan hakim akan berperan untuk menapis,
sampai sejauh mana memang beralasan permintaan pemeriksaan
pemegang saham bersangkutan”9.
Seperti ungkapan dalam kutipan di atas, satu hal yang memperlemah
posisi dari pemegang saham minoritas yaitu prinsip persona standi in judicio
(capacity standing in court or in judgement), yaitu hak untuk mewakili Perseroan
baik di depan maupun di luar pengadilan, dimana secara normatif, posisi tersebut
hanya terbuka pada pemegang saham mayoritas. Disamping hal-hal seperti yang
telah Penulis kemukakan di atas, khusus mengenai bagaimana hukum
memberikan perindungan terhadap hak pemegang saham minoritas yang
berdimensi hukum perdagangan internasional, termasuk di dalamnya persona
9 Prof. Dr. Rudhi Prasetya, S.H., Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm., 229-231.
9
standi in judicio, terungkap dari kutipan di atas, terkesan belum diperhatikan
secara serius dalam sistem hukum pada umumnya, apalagi oleh sistem hukum
positif Indonesia. Itulah sebabnya Skripsi ini disusun oleh Penulis dengan maksud
membahas dan menemukan cara yang ada di balik kaedah hukum perdagangan
internasional yang sudah dikenal dalam rangka memberikan perlindungan kepada
pemegang saham minoritas dalam suatu perseroan terbatas, dalam hal ini
khususnya dalam memberikan perlindungan kepada pemegang saha minotiras
dalam suatu bisnis atau transaksi/perdagagnan internasional.
Sebelum aspek hukum perlindungan terhadap pemegang saham minoritas
yang berdimensi perdagangan internasional itu dibahas lebih lanjut, berikut di
bawah ini perlu Penulis kemukakan ciri-ciri dari suatu Transaksi Bisnis
Internasional yang sudah Penulis singgung sedikit di atas. Ciri-ciri perdagangan
atau bisnis internasional tersebut yaitu: Menitikberatkan kepada perpindahan
barang, tempat kedudukan para pihak dalam suatu transaksi dan hibrida.
Cara yang pertama adalah penggunaan standard atau alat pengukur
(yardstick) yaitu hanya dengan melihat apakah dalam transaksi yang diadakan
tersebut melibatkan pergerakan barang ataupun pergerakan jasa yang berpindah
dari suatu negara ke negara yang lain. Cara yang kedua dalam menentukan
kharakteristik perdagangan internasional adalah mempertimbangkan bukan lagi
pergerakan barang, tetapi memperhatikan tempat berusaha (the places of business)
dari masing-masing pihak yang ada dalam transaksi. Cara ketiga, yang umum
10
dipergunakan oleh banyak pihak adalah menentukan kharakteristik perdagangan
internasional adalah dengan memerhatikan jual-beli eksport (eksport sales).10
Dalam penelitian ini Penulis akan membahas hak pemegang saham
minoritas suatu Bisnis Internasional dalam hal ini penanaman modal di suatu
perseroan terbatas dengan status penanaman modal asing. Meskipun anggaran
dasar minoritas dibolehkan dan dilindungi oleh hukum namun ada pihak yang
mencoba-coba mengesampingkan hak tersebut. Pemegang saham minoritas
merasa dikesampingkan oleh perbuatan pengesampingan tersebut. Dia kemudian
menggugat di pengadilan. Hakim mengabulkan gugatan pemegang saham
minoritas dan putusan hukum tersebut kemudian berkekuatan hukum tetap. Hal
ini sudah tentu berbeda dengan anggapan di atas bahwa ada hal yang
memperlemah posisi dari pemegang saham minoritas yaitu prinsip persona standi
in judicio (capacity standing in court or in judgement) dimana hak untuk
mewakili Perseroan baik di depan maupun di luar pengadilan secara normatif
posisi tersebut hanya terbuka pada pemegang saham mayoritas.
Bagaimana perlindungan terhadap pemegang saham minoritas di Indonesia
yang dijalankan oleh hakim melalui Putusan 137, dimana capacity standing in
court or in judgement diberikan juga kepada pemegang saham minoritas,
diperoleh dasarnya dalam Pasal 11 Ayat (4) Anggaran Dasar Perseroan (AD-
ART) yang di dalamnya dinyatakan bahwa:
10
Jeferson Kameo, SH., LL. M., Ph.D., Penelitian Hukum Tidak dipublikasikan, Op. Cit.
11
“perbuatan hukum untuk mengalihkan melepaskan hak atau
menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar harta
kekayaan perseroan, dalam satu tahun buku baik dalam satu
transaksi atau beberapa transaksi yang berdiri sendiri ataupun
yang berkaitan satu sama lain harus mendapat persetujuan rapat
umum pemegang saham (RUPS)”.
Sementara itu, dengan mempertimbangkan bahwa apa yang diatur di
dalam Pasal 22 Ayat (8) AD-ART Perseroan PT. Antik Dimensi, para pemegang
saham mayoritas berargumen juga dengan mendasarkan diri kepada AD-ART
perseroan yang mengakui bahwa:
“Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang sah
tanpa megadakan rapat umum pemegang saham dengan ketentuan
semua pemegang saham telah diberi tahu secara tertulis dan
semua pemegang saham memberikan persetujuan mengenai usul
yang diajukan secara tertulis serta menandatangani persetujuan
tersebut, keputusan yang diambil dengan cara demikian
mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan yang diambil
dengan sah dalam rapat umum pemegang saham”.
Mempertimbangkan apa yang diatur dalam AD-ART tersebut di atas,
hakim dalam Putusan 137 berpendapat bahwa hal itu adalah mengikat dan adalah
kaedah atau sesuatu yang harus dilaksanakan oleh pemegang saham mayoritas,
dalam hal ini Ny. Naning dan MR. Tarantino, juga oleh pihak Livio sebagai
Penggugat. Oleh sebab itu, si pemegang saham minoritas yang telah memperoleh
standing atau dihargai hak-haknya sekalipun hanya memegang saham minoritas,
kemudian mempertimbangkan bahwa terhadap perbuatan hukum yang pernah
12
dibuat oleh PT. Antik Dimensi, dalam hal ini yang direkam dalam akta notaris
Nomor 1 tanggal 30 Januari 200111
yang tidak pernah diadakan perubahan
apapun; ditambah dengan dibuatnya akta Nomor 12 dan 13 tanggal 14 Desember
2001 di hadapan Subiyanto Putro, SH., Notaris di Semarang oleh para pemegan
saham mayoritas yaitu Ny. Naning dan Mr. Tarantino,12
maka menurut
pemegang saham minoritas (Livio) hal itu adalah bertentangan dengan AD-ART
PT. Antik Dimensi sebagaimana dimaksudkan di atas. Livio berpendapat bahwa
apa yang dilakukan tersebut tertera dalam Putusan 137 sebagai sesuatu yang
menurut hukum dapat dikwalifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum
(PMH).
Menurut Penulis, dengan mempertimbangkan bahwa akta notaris Nomor
12 dan 13 tanggal 14 Desember 2001 yang dibaut oleh para pemegang saham
mayoritas tersebut di atas telah dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum, maka
dengan demikian, para Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Semarang pada waktu
itu memandang bahwa tuntutan Livio mengenai hal itu dapat dikabulkan.Itu
berarti bahwa dalam Putusan 137 ada tanda-tanda semangat hakim untuk
memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas (minority
interests). Dalam kaitan dengan itu, majelis Hakim juga sempat
mempertimbangkan apakah akta Perjanjian, akta Notaris Nomor 1 tanggal 01
Feberuari 200113
beralasan hukum untuk dinyatakan sah atau tidak. Menurut para
11
Bukti P-1 / T I-II-1.
12
Bukti P-2 dan P-3/T I-II-2 dan T I-II-3.
13
Bukti TI - II - 4.
13
Majelis Hakim, akta perjanjian dimaksud adalah merupakan perjanjian antara Ny.
Naning dan Mr. Tarantino yang isinya antara lain menyangkut keberadaan dan
kepentingan perseroan PT. Antik Dimensi yang juga berarti kepentingannya si
Livio sebagai pemegang saham minoritas.
Dengan demikian, menurut majelis hakim, bila dihubungkan dengan
keberadaban bukti-bukti yang diajukan ke hadapan Persidangan maka secara
hukum menimbulkan hak dan kepentingan penggugat, si pemegang saham
minoritas yang mengikat dan harus dilindungi. Oleh karenanya adalah beralasan
apabila berdasarkan hukum, akta perjanjian, akta notaris Nomor 1 tanggal 01
Februari 200114
tersebut dinyatakan sah.
Majelis hakim mengabulkan tuntutan pihak Livio dan selanjutnya tuntutan
pihak Livio mengenai ganti rugi, majelis hakim mempertimbangkan bahwa
walaupun suatu kerugian yang timbul karena keberadaan suatu perkara aquo dan
tidak dapat dimintakan kepada pihak lawan, namun secara kasuitis tuntutan ganti
kerugian dimaksud dapat dinilai dari sisi kepatutan dan kewajaran.
Pertimbangan hakim selanjutnya dalam Perkara 137 dipertimbangkan ada
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Ny. Naning dan Mr. Tarantino
dalam hal ini para pemegang saham mayoritas.
Atas dasar itu maka sebagai kompensasi hukum atas perbuatan melawan
hukum yang dilakukan dihubungkan dengan tuntutan ganti kerugian yang dituntut
14
Ibid.
14
oleh pihak Livio Majelis Hakim melihat atau menilai adalah sesuatu yang patut
dan wajar dan karenanya beralasan untuk dikabulkan. Dalam Putusan 137 itu
Majelis Hakim kemudian menghukum Ny. Naning dan Mr. Tarantino untuk
membayar ganti rugi kepada penggugat sebesar lima puluh juta rupiah. Terdiri
dari kerugian immaterial sebesar dua puluh lima juta rupiah dan materiil sebesar
dua puluh lima juta rupiah.
Majelis Hakim juga menghukum Ny. Naning dan Mr. Tarantino untuk
membayar ongkos biaya perkaea sebesar dua ratus enam puluh Sembilan ribu
rupiah, selebihnya, Majelis Hakim menolak gugatan pihak Livio untuk selain dan
selebihnya itulah latar belakang dari penelitian dan penulisan karya tulis
kesarjanaan/skripsi yang perumusan masalahnya akan dikemukakan berikut di
bawah ini.
15
1.3. Rumusan Masalah
Atas dasar uraian latar belakang permasalahan sebagaimana dikemukakan
diatas maka Penulis merumuskan masalah penelitian untuk karya tulis ilmiah ini
sebagai berikut: Bagaimana hak pemegang saham minoritas dalam hal ini terkait
pertimbangan hakim dalam putusan-putusan perkara transaksi bisnis?
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana Hak Pemegang Saham Minoritas dalam
suatu Bisnis Internasional. Termasuk di dalamnya rumusan kata bagaimana Hak
Pemegang Saham Minoritas dalam Hukum Transaksi Bisnis Internasional itu
adalah kaedah, asas-asas yang dikenal oleh hukum untuk melindungi hak
pemegang saham minoritas dalam suatu bisnis Internasional. Terutama bagaimana
Hakim dalam petimbangkan hukumnya mengakui Hak Pemegang Saham
Minoritas dalam bisnis Internasional.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat secara substansi dari penelitian ini adalah Penulis dapat belajar
lebih dalam untuk mengetahui dan memahami secara ilmiah bagaimana hukum
melalui hakim dapat menjawab permasalahan pemegang saham minoritas yang
hak-haknya dirugikan.
1.6. Metodologi Penelitian
Metodologi penilitian yang dipergunakan disini adalah tidak lain,
metodologi penelitian hukum. Maksud dari metodologi penelitian hukum adalah
mencari kembali dan menemukan asas-asas atau kaedah-kaedah dan prinsip-
16
prinsip hukum yang mengatur mengenai Hak Pemegang Saham Minoritas dalam
suatu bisnis terlebih lagi dalam kasus Bisnis Internasional.
Adapun satuan amatan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-
undangan, keputusan pengadilan dan dokumen terkait adapun peraturan
perundang-undangan yang dimaksud Undang Undang No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
Sedangkan putusan pengadilan yang juga menjadi satuan amatan dalam
penelitian ini adalah Putusan Perkara No. 137/Pdt.G/PN.Smg; Juga penelitian
individuil yang memfokuskan perhatiannya pada aspek atau isu hukum minority
interests ini. Satuan analisis dalam penelitian ini adalah bagaimana Hak Pemegang
saham minoritas (minority interest) menurut bisnis internasional yang ada dalam
kepustakaan.