bab i. pendahuluan - bandungkab.go.id filepedesaan, membuka kesempatan kerja dan perbaikan...
TRANSCRIPT
IKHTISAR EKSEKUTIF
Penerapan perjanjian Free Trade dalam pembangunan ekonomi wilayah serta peluncuran target MDGs 2015 dalam upaya pengentasan kemiskinan, besar ataupun kecil, akan memberikan dampak terhadap arah kebijakan pembangunan di segala strata dan sektor sampai ke tingkat yang paling bawah, termasuk di dalamnya pembangunan pertanian di daerah. Disamping itu, perubahan struktur dan tuntutan kemasyarakatan akan produk yang berkualitas dan berwawasan lingkungan juga telah berimbas terhadap akuntabilitas arah pembangunan pertanian dan kehutanan. Selain itu, sektor pertanian merupakan sektor strategis yang harus didukung keberlagsungannya sebagai faktor pendorong percepatan pembangunan wilayah pedesaan dan juga merupakan sektor yang memperkuat ketahanan pangan, sebagai bahan baku pengolahan untuk agroindustri
pedesaan, membuka kesempatan kerja dan perbaikan pendapatan petani. Jika dilihat dari fungsi, sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Bandung.
Menurut World Bank (2008), lima karakteristik yang harus dipenuhi untuk pembangunan pertanian berkelanjutan dalam pembangunan wilayah adalah (1) Established Preconditions; (2) Comprehensive; (3) Differentiated dan kemitraan
yang solid; (4) berkelanjutan, sinergitas antara ekonomi, sosial, dan lingkungan; dan (5) Feasible dalam manajemen data, penganggaran, program, kebijakan, dan dampak. Karakteristik tersebut harus menjadi agenda khusus dari hirarki kepemerintahan. Pada tahun 2012, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan yang merupakan lembaga teknis di Kabupaten Bandung diarahkan untuk
mengkolaborasikan partisipasi masyarakat tani lokal, hirarki kepemerintahan, dan stakeholder pendukung lainnya (seperti lembaga penelitian/ universitas sebagai mediator dan fasilitator transfer teknologi, lembaga financial, dan lembaga lainnya) untuk membentuk manajemen kemitraan dan manajemen rantai pasok.
Arah pembangunan pertanian tersebut dirumuskan dalam bentuk visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut yang dijabarkan dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan yang perlu dilaksanakan secara bertahap pada periode tahun 2011 sampai dengan 2015. Dalam rangka mengantisipasi kecenderungan perubahan-perubahan yang terus berlangsung pada lingkungan strategis pembangunan pertanian, Dinas
Pertanian harus menetapkan visi yang ingin diwujudkan melalui pelaksanaan pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung tahun 2011-2015 dan untuk mewujudkan visi tersebut, perlu disusun misi yang akan ditempuh. Visi pembangunan pertanian dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung adalah “Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan agribisnis berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal menuju keunggulan bersaing global, maju, mandiri, dan berwawasan lingkungan”.
Adapun komposisi APBD Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012, meliputi;
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
2
a. Anggaran Pendapatan.
Pada tahun 2012, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten Bandung ditargetkan untuk menghasilkan pendapatan sebesar
Rp. 177.320.000,- (Seratus Tujuh Puluh Tujuh Juta Tiga Ratus Dua Puluh
Ribu Rupiah) dari hasil pengelolaan balai-balai benih. Sampai dengan
bulan Desember 2012, realisasi pendapatan dari 3 balai benih/kebun bibit
tersebut mencapai Rp. 177.985.000,- (Seratus Tujuh Puluh Tujuh Juta
Sembilan Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah) atau 100,38% dari
target pendapatan yang ditetapkan atau peningkatan 0,38% serta bila
dibandingkan dengan Tahun 2011 terdapat kenaikan Rp15.085.000,-
(Lima Belas Juta Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah) atau 9,26%.
b. Anggaran Belanja.
Berdasarkan target sebesar Rp. 16.468.261.603,- anggaran Belanja Aparatur Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Tahun 2012 mendapatkan alokasi anggaran Belanja sebesar Rp19.896.529.063,- (Sembilan Belas Miliar Delapan Ratus Sembilan Puluh Enam Juta Lima
Ratus Dua Puluh Sembilan Ribu Enam Puluh Tiga Rupiah), yang terdiri dari belanja tidak langsung Rp4.621.660.309,- dan belanja langsung Rp15.274.868.754,-.
Anggaran belanja langsung pilihan Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012 adalah sebesar Rp14.344.536.754,- yang dialokasikan untuk membiayai sebanyak 8 program dan 21 kegiatan. Anggaran tersebut bersumber dari APBD Kabupaten Bandung Tahun 2012 sebesar Rp12.474.591.849,-; Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Kehutanan sebesar Rp1.310.920.000,-, dan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau APBN 2012 sebesar Rp559.024.905,-. Total realisasi anggaran Belanja Langsung Pilihan
sebesar Rp13.632.044.669,- dan terdapat sisa anggaran sebesar Rp712.492.085,-.
1. Peningkatan Kesejahteraan Petani 2. Peningkatan Ketahanan Pangan Pertanian/Perkebunan; 3. Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/Perkebunan;
4. Penerapan Teknologi Pertanian/Perkebunan; 5. Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan; 6. Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan 7. Rehabilitasi Hutan dan Lahan. 8. Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Hutan
Secara umum permasalahan yang menghadang pelaksanaan program/kegiatan adalah (1) kondisi iklim yang kurang menentu beberapa waktu belakangan ini; dan (2) kedekatan wilayah Bandung dengan Kota mendorong tingginya alih fungsi lahan. Meskipun demikian, secara keseluruhan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung pada tahun 2012 dapat dikatakan telah berhasil mencapai sasaran kinerja yang telah ditetapkan, baik dilihat dari indikator input, output, outcome, benefit maupun impact. Evaluasi terhadap pelaksanaan 21 kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
3
pada tahun 2012 bahkan mampu menghasilkan efisiensi dari aspek penggunaan anggaran tanpa mengurangi nilai fungsional substansi kegiatan. Keberhasilan pada tingkat kegiatan tersebut tentunya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran dari program dan kebijaksanaan pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung pada tahun 2012, baik dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pertanian, pengembangan agribisnis terpadu, dan pengendalian ketersediaan pangan dalam rangka ketahanan pangan. Meningkatnya geliat usaha agribisnis dan berkembangnya diferensiasi usaha berbasis agribisnis melalui pendekatan kemitraan usaha dalam pembentukan collective efficiency merupakan salah satu dampak positif pembangunan pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang secara makro ekonomi dapat dilihat dari adanya peningkatan PDRB sektor pertanian di Kabupaten Bandung. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup melalui konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan menunjukan arah yang lebih baik dan terintegrasi dalam pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan.
Pembangunan pertanian merupakan aktivitas pembangunan masyarakat seutuhnya yang multistakeholder, maka dari itu peran serta aktif berbagai stakeholder sangat dibutuhkan dalam menunjang pelaksanaan pembangunan pertanian, baik dari instansi pemerintah lain maupun masyarakat itu sendiri.
DAFTAR ISI
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
4
KATA PENGANTAR .................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................. ii
IKHTISAR EKSEKUTIF ……………………………………………………… iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kegiatan ......................................................... 2
1.2. Dasar-dasar Penyusunan Laporan ........................................... 3
1.3. Gambaran Umum SKPD .......................................................... 5
1.3.1. Susunan Organisasi....................................................... 5
1.3.2. Bidang Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi ................... 9
1.4. Sumberdaya Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan ........ 12
1.5. Permasalahan Utama............................................................... 13
1.5.1. Identifikasi Masalah ...................................................... 13
1.5.2. Isu-isu Strategis ............................................................ 20
BAB II. RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA
2.1. Rencana Strategis .................................................................. 23
2.1. Visi Misi Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan ....... 23
2.1.2. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah .................. 24
2.1.3. Strategi, Kebijakan dan Penetapan Renja Tahunan 25
2.1.4. Kerangka Kebijakan, Strategis dan Penetapan
Kinerja Tahunan Pembangunan Pertanian dan
Kehutanan Tahun 2012.......................................... 33
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Gambaran Umum Target dan Realisasi Anggaran .................... 50
3.1.1. Anggaran Pendapatan ................................................... 50
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
5
3.1.2. Anggaran Belanja.......................................................... 50
3.2. Analisis Pengukuran Kinerja .................................................... 55
3.2.1. Analisa Pencapaian kinerja Saaran Tahun 2012 ............. 55
3.2.2. Analisa Pencapaian Struktur Ekonomi Tahun 2012 ......... 85
3.2.3. Analisa Pencapaian Struktur Ekonomi Tahun 2012 ......... 93
BAB IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan ............................................................................ 118
4.2. Saran ..................................................................................... 119
DAFTAR TABEL
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
6
No Judul Halaman
3.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan ....………………................. 19
4.1. Komoditas Unggulan Kabupaten bandung dan Nasional 20
4.2. Sasaran Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura 2011-2015
……………………………………………………….
21
4.3. Sasaran Produksi Komoditas perkebunan Rakyat ....…. 21
4.4 Daftar Pengumpul Data Statistik Tanaman Pangan dan
Hortikultura ……………………....……………….................
31
4.5. Nama Tanaman dan bentuk Hasil Tan. Pangan ............ 32
4.6. Nama Tanaman dan bentuk Hasil Tan.Hortikultura ….. 32
4.7. Faktor Konversi Bahan Makanan Yang Dipakai Untuk
perhitungan Produksi ………………………………………...
43
4.8. Konversi Luas Bersih dari Luas Kotor Bidang Sawah Menurut
Golongan Luas Sawah (%) ....…………………….
46
DAFTAR GAMBAR
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
7
No Judul Halaman
1.
2.
3.
Kontribusi Sektor pertanian dalam Pembangunan Wilayah
Lima Target Utama Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan
periode 2011-2015 …………….…………….…..
Fungsi Data Statistik dan Informasi bagi Lembaga Pemerintah ……
3
9
10
4. Aliran Data dalam Organisasi Dinas Pertanian .............. 10
DAFTAR LAMPIRAN
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
8
No Judul
1.
2.
3.
4.
5.
Pencapaian Luas Tanam Padi Palawija 2011/2012 Terhadap sasaran MT
2011/2012 Jawa Barat
Pencapaian Produksi Sayuran (Tomat, Cabe, Cabe Rawit, Bawang Merah,
Kubis, Kentang) Jawa barat Tahun 2012
Sasaran Tanam (2012/2013), Panen dan Produksi Komoditas Padi dan
Palawija Kabupaten Bandung Tahun 2012
Sasaran Produksi dan Produktivitas komoditas Perkebunan Utama (Cengkeh,
Kopi, Teh, Tembakau) Tahun 2011-2015
Realisasi Tanam (2011/2012), Panen dan Produksi Padi Palawija Kabupaten
Bandung tahun 2012
6. Realisasi Tanam, Panen dan Produksi komoditas Hortikultura (Tomat, Cabe
Besar, Bawang Merah, Kubis, Kentang, Tan. Buah-buahan, Tan. Hias dan tan.
Obat-obatan) Kabupaten Bandung tahun 2012
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
9
BAB I. PENDAHULUAN
DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN, DAN KEHUTANAN
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelaksanaan kegiatan tahun 2012 diarahkan menjaring kerjasama
dan kemitraan di antara para pelaku yang terlibat dalam pembangunan
pertanian perkebunan, dan kehutanan. Bahwa sebagai salah satu upaya
mengevaluasi kinerja pelaksanaan pembangunan dan dalam rangka
meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdayaguna,
berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, dan untuk memantapkan
pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud
pertanggungjawaban dalam mencapai misi dan tujuan instansi
pemerintah, serta dalam rangka perwujudan good governance yang
merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan
aspirasi masyarakat dan untuk mencapai tujuan serta cita-cita berbangsa
dan bernegara.
Disamping itu, sesuai yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Surat Edaran
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Penyampaian Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2011, bahwa Laporan akuntabilitas kinerja merupakan kewajiban dari setiap instansi pemerintahan pada akhir tahun berlaku sebagai laporan pertanggungjawaban secara sistematik dan
melembaga. Laporan tersebut untuk mengukur seberapa jauh tingkat kinerja dan keberhasilan pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dan tertuang dalam Rencana Kerja Tahunan Instansi Pemerintahan.
Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi. Sedangkan kinerja itu sendiri merupakan hal mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi
dan visi organisasi. Oleh sebab itu, Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan organisasi.
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
11
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Dinas Pertanian, Perkebunan,
dan Kehutanan Kabupaten Bandung menyusun laporan akuntabilitas
kinerja (LAKIP) tahun 2012, sebagai upaya pertanggungjawaban
keuangan dan kinerja dinas untuk menilai tingkat keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan organisasi yang terkait dengan pembangunan
pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang tertuang dalam Rencana
Strategis Tahun 2010-2015 dan Renja tahun 2012. Diharapkan Laporan
Akuntabilitas Kinerja tersebut dapat digunakan sebagai barometer Dinas
Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan dalam memprediksi, memproyeksi,
dan conjectures program/kegiatan di tahun-tahun berikutnya, secara
efektif, efisien dan responsif.
1.2. Dasar-dasar Penyusunan Laporan
Penyusunan Laporan Akuntabilitasi Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) Tahun 2012 mempertimbangkan landasan hukum, sebagai berikut:
a. Landasan Idiil Pancasila
b. Landasan Konstitusional Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
c. Landasan Operasional :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286).
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara.
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400).
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional;
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437).
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
12
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438).
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
8. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan
Penylenggaraan Pemerintahan Daerah, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4124
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004
tentang Rencana Kerja Pemerintah;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2004
tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian
Negara/Lembaga;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2005 Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 – 2009.
13. Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014.
14. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah;
15. Kepmendagri Nomor 050-188/Kep/Bangda/2007 tentang Pedoman
Penilaian Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah/RPJMD).
16. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan
Nomor 28 Tahun 2010; Nomor 0199/M PPN/04/2010; Nomor PMK
95/PMK 07/2010, tentang Penyelarasan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.
17. Peraturan menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja
dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
18. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011
tentang Penyampaian Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2011;
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
13
19. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 6 Tahun 2004
tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan
Pemerintah di Kabupaten Bandung.
20. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No. 8 Tahun 2005 tentang
Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunaan Daerah.
21. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 2 Tahun 2006
tentang Alokasi Dana Perimbangan Desa di Kabupaten Bandung
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Bandung Nomor 24 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kabupaten Bandung Nomor 2 Tahun 2006 tentang Alokasi
Dana Perimbangan Desa di Kabupaten Bandung.
22. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 3 Tahun 2006
tentang Pedoman Kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten
Bandung.
23. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 2 Tahun 2007
tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
24. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 17 Tahun 2007
tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Bandung.
25. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 11 tahun 2011
tentang Rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Kabupaten Bandung Tahun 2011-2015.
26. Peraturan Bupati Bandung Nomor 41 Tahun 2011 tentang Rencana
Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Bandung Tahun
2012 beserta perubahannya Nomor 26 Tahun 2012.
27. Surat Edaran Bupati Bandung Nomor 130.04/22/Org tentang
Penetapan Kinerja dan Penyusunan LAKIP SKPD.
1.3. Gambaran Umum SKPD
1.3.1. Susunan Organisasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 20 tahun 2007 tanggal 17 Desember 2007 tentang “Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Bandung” dibentuk Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan yang dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II dengan susunan unit kerja eselon III terdiri dari : Sekretaris Dinas, Bidang Pertanian Tanaman Pangan, Bidang Hortikultura, Bidang Perkebunan dan Bidang Kehutanan. Selain itu terdapat 3 UPTD eselon IV
Lap
ora
n A
kun
tab
ilita
s K
iner
ja 2
012
14
yaitu UPTD Alat Mesin Pertanian dan Proteksi Tanaman, UPTD Benih Tanaman dan UPTD Pengembangan Usaha Tani, seperti terlihat pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
20
12
15
KEPALA
DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN, DAN
KEHUTANAN
SEKRETARIS DINAS
SUB BAGIAN
PENYUSUNAN PROGRAM
SUB BAGIAN
UMUM DAN KEPEGAWAIAN
SUB BAGIAN
KEUANGAN
BIDANG TANAMAN PANGAN
PERTANIAN
BIDANG
HORTIKULTURA
BIDANG
PERKEBUNAN
BIDANG
KEHUTANAN
SEKSI
SARANA DAN PRASARANA
SEKSI
PENGEMBANGAN PRODUKSI
SERELIA, KACANG-KACANGAN,
DAN UMBI-UMBIAN
SEKSI
PASCA PANEN, PENGOLAHAN,
DAN PEMASARAN HASIL
SEKSI
PENGEMBANGAN PRODUKSI
SAYURAN
SEKSI
PENGEMBANGAN PRODUKSI
TAN. HIAS, TAN. BUAH, DAN
TAN. OBAT
SEKSI
PASCA PANEN, PENGOLAHAN,
DAN PEMASARAN HASIL
SEKSI
PENGEMBANGAN PRODUKSI
PERKEBUNAN
SEKSI
PASCA PANEN, PENGOLAHAN,
DAN PEMASARAN HASIL
SEKSI
PENGENDALIAN
SEKSI
PENGEMBANGAN DAN
PEMANFAATAN SD HUTAN
SEKSI
REHABILITASI LAHAN DAN
KONSERVASI TANAH
SEKSI
PERLINDUNGAN DAN
PENGENDALIAN HUTAN
UPTD
JAFUNG
Gambar 1.1 struktur organisasi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
20
12
16
KEPALA
DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN, DAN
KEHUTANAN
KEPALA UPTD
ALSINTAN DAN PENGENDALIAN OPT
KEPALA UPTD
PENGEMBANGAN BENIH
KEPALA UPTD
PENGEMBANGAN USAHA
KEPALA SUB BAGIAN
TATA USAHA
KEPALA SUB BAGIAN
TATA USAHA
KEPALA SUB BAGIAN
TATA USAHA
JAFUNG
Gambar 1.2 struktur organisasi UPTD Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
1.3.2. Bidang Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Tugas pokok Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan berdasarkan Perda Kab. Bandung No. 20 tahun 2007 adalah merumuskan kebijakan teknis operasional di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan yang meliputi pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan kehutanan serta melaksanakan ketatausahaan Dinas.
Menindaklanjuti Perda tersebut, maka pada tanggal 26 Februari 2008 terbentuk Peraturan Bupati Bandung tahun 5 tahun 2008 tentang “Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Daerah kabupaten Bandung”. Berdasarkan Peraturan Bupati tersebut, tugas pokok kepala dinas pertanian,
perkebunan dan kehutanan adalah memimpin, merumuskan, mengatur, membina, mengendalikan, mengkoordinasikan dan mempertanggung-jawabkan kebijakan teknis pelaksanaan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan sebagian bidang pertanian dan ketahanan pangan serta bidang kehutanan.
Adapun tugas pokok dan Fungsi Kesekretariatan: memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pengelolaan pelayanan kesekretariatan yang meliputi pengkoordinasian penyusunan program, pengelolaan umum dan kepegawaian serta pengelolaan keuangan:
a. penetapan penyusunan rencana dan program kerja pengelolaan
pelayanan kesekretariatan;
b. penetapan rumusan kebijakan koordinasi penyusunan program dan
penyelenggaraan tugas-tugas Bidang secara terpadu;
c. penetapan rumusan kebijakan pelayanan administratif Dinas;
d. penetapan rumusan kebijakan pengelolaan administrasi umum dan
kerumahtanggaan;
e. penetapan rumusan kebijakan pengelolaan kelembagaan dan
ketatalaksanaan serta hubungan masyarakat;
f. penetapan rumusan kebijakan pengelolaan administrasi kepegawaian;
g. penetapan rumusan kebijakan administrasi pengelolaan keuangan;
h. penetapan rumusan kebijakan pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan
pelaporan pelaksanaan tugas Dinas;
i. penetapan rumusan kebijakan pengkoordinasian publikasi pelaksanaan
tugas Dinas;
j. penetapan rumusan kebijakan pengkoordinasian penyusunan dan
penyampaian bahan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Dinas;
k. pelaporan pelaksanaan tugas pengelolaan pelayanan kesekretariatan;
l. evaluasi pelaksanaan tugas pengelolaan pelayanan kesekretariatan;
m. pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas dan
fungsinya;
n. pelaksanaan koordinasi/kerja sama dan kemitraan dengan unit
kerja/instansi/ lembaga atau pihak ketiga di bidang pengelolaan
pelayanan kesekretariatan.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
20
Sedangkan, tugas pokok dan fungsi Bidang-bidang dalam Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan:
1. Bidang Pertanian Tanaman Pangan
Tugas pokok Kepala Bidang Pertanian Tanaman Pangan adalah
memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di
bidang pengelolaan pertanian tanaman pangan yang meliputi sarana
dan prasarana, pengembangan produksi serealia, kacang-kacangan
dan umbi-umbian serta pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil.
Fungsi Bidang Pertanian Tanaman Pangan adalah :
a) menetapkan penyusunan dan program kerja pengelolaan pertanian
tanaman pangan,
b) menyelenggarakan pelamkasanaan tugas di bidang pengelolaan
pertanian tanaman pangan,
c) mengkoordinasikan perencanaan teknis di bidang pengelolaan
tanaman pangan,
d) merumuskan sasaran pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan
pertanian tanaman pangan,
e) membina dan mengarahkan pelaksanaan tugas di bidang
pengelolaan pertanian tanaman pangan,
f) melaporkan pelaksanaan tugas pengelolaan pertanian tanaman
pangan,
g) mengevaluasi pelaksanaan tugas pengelolaan pertanian tanaman
pangan, melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang
tugas da fungsinya serta
h) melaksanakan koordinasi/kerjasama dan kemitraan dengan unit
kerja/instansi/lembaga atau pihak ketiga di bidang pengelolaan
pertanian tanaman pangan.
2. Bidang Hortikultura
Tugas pokok Kepala Bidang Hortikultura adalah memimpin,
mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang
pengelolaan hortikultura yang meliputi pengemangan produksi
sayuran, tanaman hias, buah-buahan dan obat-obatan serta pasca
panen, pengolahan dan pemasaran hasil.
Fungsi Bidang Hortikultura adalah :
a) menetapkan penyusunan dan program kerja pengelolaan
hortikultura
b) menyelenggarakan pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan
hortikultura
c) mengkoordinasikan perencanaan teknis di bidang pengelolaan
hortikultura
d) merumuskan sasaran pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan
hortikultura
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
21
e) melaporkan pelaksanaan tugas pengelolaan hortikultura
f) mengevaluasi pelaksanaan tugas pengelolaan hortikultura
g) melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas da
fungsinya serta
i) melaksanakan koordinasi/kerjasama dan kemitraan dengan unit
kerja/instansi/lembaga atau pihak ketiga di bidang pengelolaan
hortikultura
3. Bidang Perkebunan
Tugas pokok Kepala Bidang Perkebunan adalah memimpin,
mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang
pengelolaan perkebunan yang meliputi pengembangan produksi
perkebunan, pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil serta
pengendalian.
Fungsi Bidang Perkebunan adalah :
a) menetapkan penyusunan dan program kerja pengelolaan
perkebunan
b) menyelenggarakan pelamkasanaan tugas di bidang pengelolaan
perkebunan
c) mengkoordinasikan perencanaan teknis di bidang pengelolaan
perkebunan
d) merumuskan sasaran pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan
perkebunan
e) membina dan mengarahkan pelaksanaan tugas di bidang
pengelolaan perkebunan
f) melaporkan pelaksanaan tugas pengelolaan perkebunan
g) mengevaluasi pelaksanaan tugas pengelolaan perkebunan
h) melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas da
fungsinya serta
j) melaksanakan koordinasi/kerjasama dan kemitraan dengan unit
kerja/instansi/lembaga atau pihak ketiga di bidang pengelolaan
perkebunan
4. Bidang Kehutanan
Tugas pokok Kepala Bidang Kehutanan adalah memimpin,
mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang
pengelolaan kehutanan yang meliputi pengembangan dan
pemanfaatan sumberdaya kehutanan, rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah serta perlindungan dan pengendalian hutan.
Fungsi Bidang Kehutanan adalah :
a) menetapkan penyusunan dan program kerja pengelolaan
kehutanan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
22
b) menyelenggarakan pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan
kehutanan
c) mengkoordinasikan perencanaan teknis di bidang pengelolaan
kehutanan
d) merumuskan sasaran pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan
kehutanan
e) membina dan mengarahkan pelaksanaan tugas di bidang
pengelolaan kehutanan
f) melaporkan pelaksanaan tugas pengelolaan kehutanan
g) mengevaluasi pelaksanaan tugas pengelolaan kehutanan
h) melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugas da
fungsinya serta
i) melaksanakan koordinasi/kerjasama dan kemitraan dengan unit
kerja/instansi/lembaga atau pihak ketiga di bidang kehutanan.
1.4. Sumberdaya Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
Sumberdaya manusia setiap instansi harus cakap dan memiliki sikap mental dan moral yang baik. Tahun 2011, jumlah personil di Dinas Pertanian, perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung berjumlah 81 orang dengan perincian pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sumber daya Aparatur/Petugas Pertanian
No Klasifikasi
berdasarkan Uraian Jumlah Keterangan
1 Tingkat Pendidikan Formal Yang Ditamatkan
S2 10 S1 24 3 CPNS
D3 6 SLTA 32
SLTP 3
2 Pangkat/Jabatan
IV.c
IV.b
1
-
IV.a 6
III.d 10
III.c 6
III.b 19
III.a 13 3 CPNS
II.d 3
II.c 4
II.b II.a
I.b
5 6
1 I.c 1
3 Berdasarkan Jabatan Eselon II.b 1
eselon III.a 1
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
23
No Klasifikasi
berdasarkan Uraian Jumlah Keterangan
Eselon III.b 4
Eselon IV.a 18
Eselon IV.b 3
POPT 26 Pegawai Propinsi yg
diperbantukan
1.5. Permasalahan Utama (Strategic Issued) yang Dihadapi
1.5.1. Identifikasi Masalah
a. Keterbatasan dan Penurunan Kapasitas Sumberdaya Pertanian
Pembangunan pertanian dihadapkan kepada permasalahan permintaan
produk pertanian terutama pangan yang semakin meningkat sejalan dengan
meningkatnya pertambahan penduduk, sementara kapasitas sumberdaya
alam pertanian terutama lahan dan air terbatas dan bahkan semakin
menurun. Luas baku lahan pertanian semakin menurun karena pembukaan
lahan pertanian baru sangat lambat sementara konversi lahan pertanian terus
meningkat. Masalah konversi lahan cukup berat.
Sumber air untuk pertanian semakin langka akibat kerusakan alam,
terutama di daerah aliran sungai (DAS). Sementara itu, kompetisi
pemanfaatan air juga semakin ketat dengan meningkatnya penggunaan air
untuk rumah tangga dan industri. Besarnya tekanan penambahan penduduk
terhadap lahan berakibat pemilikan dan penggarapan semakin terfragmentasi,
sehingga jumlah petani gurem meningkat dengan rataan pemilikan lahan
yang semakin kecil.
Tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan masyarakat yang terlibat
pertanian menurun drastis; yang juga berarti bahwa pangsa penduduk yang
tinggal di wilayah pedesaan akan cenderung semakin kecil. Implikasinya
adalah masyarakat yang membutuhkan pangan akan berjumlah lebih banyak
dibandingkan dengan masyarakat yang memproduksi pangan. Hasilnya
adalah tuntutan terhadap ketersediaan dan kontinuitas produksi pangan. Hal
ini dapat menjustifikasi lebih cepatnya laju pertumbuhan industri agro
dibandingkan dengan sektor pertanian. Selain itu, pergeseran pola demografis
menyebabkan munculnya sektor-sektor ekonomi baru dalam rantai pasok
pangan; seperti pada lembaga-lembaga dalam rantai tersebut.
b. Sistem Alih Teknologi Masih Lemah dan Kurang Tepat Sasaran
Sistem adopsi atau alih teknlogi dinilai masih lemah karena lambatnya
diseminasi teknologi baru (invention) dan pengembangan teknologi yang
sudah ada (innovation) di tingkat petani. Rendahnya diseminasi teknologi
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
24
disebabkan oleh beberapa hal. Sebelum diberlakukannya kebijakan otonomi
daerah, sistem penyampaian hasil teknologi dilakukan oleh penyuluh melalui
proses aplikasi teknologi di area percontohan. Pada era desentralisasi,
kegiatan penyuluhan menjadi kewenangan pemerintah daerah dan
permasalahan pada sistem penyampaian teknologi menjadi lebih kompleks
akibat dorongan fungsi penyuluhan di tingkat lapangan masih kurang
c. Kualitas, Mentalitas, dan Keterampilan Sumberdaya Petani
Rendah
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia merupakan kendala yang
serius dalam pembangunan pertanian. Tingkat pendidikan dan keterampilan
rendah. Selama 10 tahun terakhir kemajuan pendidikan berjalan lambat.
Tahun 1992, 50 persen tenaga kerja di sektor pertanian tidak tamat SD, 39
persen tamat SD, sedangkan yang tamat SLTP hanya 8 persen (BPS, 1993).
Tahun 2002, yang tidak tamat SD menjadi 35 persen tamat SD 46 persen dan
tamat SLTP 13 persen (BPS, 2003). Rendahnya mentalitas petani antara lain
dicirikan oleh usaha pertanian yang berorientasi jangka pendek, mengejar
keuntungan sesaat, serta belum memiliki wawasan bisnis luas. Selain itu
banyak petani menjadi sangat tergantung pada bantuan/pemberian
pemerintah. Keterampilan petani yang rendah terkait dengan rendahnya
pendidikan dan kurang dikembangkannya kearifan lokal (indigenous
knowledge).
Selama ini masalah di atas diatasi melalui peningkatkan kemampuan
SDM petani dan aparat melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, dan
penyuluhan. Untuk mendukung kegiatan tersebut sarana yang digunakan
adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di Daerah seperti Balai
Diklat, Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, dan Sekolah Pembangunan
Pertanian.
Ketertinggalan petani dalam hal pendidikan diatasi dengan pendekatan
penyetaraan pendidikan yang selanjutnya dikaitkan dengan pelatihan
keterampilan berusahatani. Disamping itu, berbagai upaya penguatan
kapasitas petani juga perlu dilakukan terutama dalam hal pengembangan
sikap kewirausahaan, kemampuan dalam pemasaran dan manajemen usaha.
Hal ini juga menimbulkan ketergantungan yang sangat besar dari petani
terhadap lembaga-lembaga donor, termasuk institusi pemerintahan.
d. Lemahnya Koordinasi Antar Lembaga Terkait Dan Birokrasi
Kinerja pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh keterpaduan
diantara subsistem pendukungnya, yaitu mulai dari subsistem hulu (industri
agro-input, agro-kimia, agro-otomotif), subsistem budidaya usahatani (on-
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
25
farm), subsistem hilir (pengolahan dan pemasaran) dan subsistem pendukung
(keuangan, pendidikan, dan transportasi). Keterkaitan antar subsistem sangat
erat namun penanganannya terkait dengan kebijakan berbagai sektor.
Sementara itu, Departemen Pertanian hanya memiliki kewenangan dalam
aspek budidaya/usahatani. Berbagai kebijakan yang terkait dengan produk
pertanian sering tidak harmonis dari hulu hingga ke hilir, seperti kasus
penanganan impor produk pertanian (paha ayam, daging illegal, benih kapas
transgenik).
Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya kesamaan persepsi
dan komitmen tentang peranan sektor pertanian dalam pembangunan
nasional. Apabila disepakati bahwa sektor pertanian merupakan penggerak
utama ekonomi nasioanal maka koordinasi antar instansi menjadi hal yang
sangat penting dalam menyusun kebijakan maupun implementasinya. Untuk
itu perlu perbaikan menejemen pembangunan pertanian dengan mengacu
pada UU dan Peraturan Pemerintah.
e. Kebijakan Makro Ekonomi Yang Belum Berpihak Kepada Petani
Salah satu faktor penting yang menentukan kelanjutan dan
kemampuan dayasaing usaha pertanian adalah adanya kebijakan makro yang
kondusif. Saat ini kebijakan makro ekonomi baik fiskal, moneter,
perdagangan, maupun prioritas dalam pengembangan ekonomi nasional
dinilai belum kondusif bagi keberlanjutan dan kemampuan dayasaing usaha
pertanian.
Kebijakan pemerintah yang belum memihak sektor petanian antara
lain: (1) penerapan pajak ekspor komoditas pertanian yang bertujuan untuk
mendorong industri pengolahan produk pertanian dalam negeri; (2) kredit
perbankan yang disediakan pemerintah, porsi terbesar diserap oleh
pengusaha konglomerat, sisanya adalah untuk koperasi, usaha kecil
menengah termasuk petani; (3) alokasi dana APBD untuk pembangunan
sektor pertanian kurang memadai; (4) beberapa daerah menarik biaya
retribusi yang tinggi termasuk pada komoditas pertanian sehingga
mengurangi dayasaing dan menjadi penghambat dalam investasi di sektor
pertanian; (5) pembangunan sarana dan prasarana lebih besar di perkotaan
dibanding dengan perdesaan; dan (6) liberalisasi perdagangan telah
menyebabkan membanjirnya produk pertanian yang disubsidi berlebih oleh
negara maju membuat petani kita tidak mampu bersaing. Untuk itu
diperlukan: (a) advokasi kebijakan dengan instansi terkait, dan (b) dukungan
legislatif dan stakeholders lainnya.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
26
f. Pesatnya Pertumbuhan Industri Ritel Modern
Laju pertumbuhan industri ritel modern tidak terlepas dari pola perubahan struktur demografis; terutama di negara berkembang. Beberapa alasan yang mendasari pertumbuhan tersebut adalah; (1) Urbanisasi, yang merupakan stimulan utama pertumbuhan; (2) pergeseran pola konsumsi masyarakat pada pangan olahan dan (3) lebih rendahnya harga komoditas
pertanian di ritel modern dibandingkan dengan pasar tradisonal (harga riil). Pada masa 10 tahun mendatang, supermarket diprediksi dapat menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar komoditas ritel; terutama di negara-negara berkembang. Proyeksi ini dilakukan berdasarkan kecenderungan yang terjadi
di negara-negara Amerika Latin dan Asia yang memiliki angka pertumbuhan sampai dengan 30 persen per tahun. Faktor utama lainnya sebagai pendorong pertumbuhan industri ritel modern tersebut adalah integrasi perdagangan dunia; terutama flow keuangan dunia (FDI). Semakin terbuka pasar sebuah negara maka semakin besar peluang pertumbuhan ritel modern
ini.
Beberapa tren perubahan fundamental pada sektor pertanian yang disebabkan oleh pertumbuhan supermarket ini adalah; (1) sistem rantai pasok untuk komoditas pertanian yang tersentralisasi ditandai dengan meningkatnya peran teknologi informasi dan manajemen rantai pasok; (2) hilangnya
ketergantungan dan keberadaan spot market ditandai dengan semakin terspesialisasinya pelaku-pelaku dalam sistim rantai pasok pertanian; (3) inovasi bersifat institusional yang bersumber dari top leader firm di dalam industri tersebut; dan (4) standarisasi kualitas dan keamanan produk pertanian yang selalu dinamis.
g. Pergeseran Pola Permintaan Pangan
Pada konteks global, tren perubahan pada pola konsumsi pangan diindikasikan akan dan sedang membawa perubahan di dalam pasar produk-produk pertanian yang memberikan peluang kepada Indonesia beserta wilayah sentra pertaniannya. Salah satu perubahan yang dapat diamati secara empiris ditunjukkan oleh fakta bahwa sektor agro-industri memiliki laju
pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian; sektor pertanian menghasilkan bahan baku pangan (unprocessed food) sementara industri agro menghasilkan pangan olahan (processed food). Kondisi ini dapat dijustifikasi dengan melihat bahwa selalu terdapat kecenderungan laju peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Implikasinya adalah belanja
pangan masyarakat juga mengalami peningkatan. Namun, proporsi laju peningkatan per kapita diindikasikan lebih cepat dibandingkan dengan proporsi belanja pangan sehingga terjadi pergeseran pola belanja pangan; dari staple food yang merupakan sumber kalori paling murah ke arah pangan
yang harganya lebih mahal per unit kalori; seperti pada pangan sumber protein serta buah-buahan dan sayuran.
Sebagai bagian dari pergeseran ini, masyarakat akan mengkonsumsi lebih banyak pangan olahan dengan beberapa alasan: (1) rasio pendapatan masyarakat dan biaya pangan menjadi lebih besar karena pangan yang
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
27
unprocessed dapat diderivasi menjadi beragam jenis pangan sehingga secara riil menjadi lebih murah; (2) pangan olahan cenderung memiliki kualitas yang seragam dan lebih tahan lama sehingga dapat menghasilkan opportunity cost yang lebih rendah.
h. Tuntutan Keamanan Pangan
Sejalan dengan pergeseran produk pertanian segar kepada produk olahan maka fakta menunjukkan bahwa sisi konsumsi telah memberikan perhatian lebih terhadap proses industrialisasi pertanian terutama di negara berkembang. Konsumen pangan cenderung lebih memprioritaskan kualitas
dan keamanan pangan. Hal ini berkaitan dengan semakin tingginya kesadaran konsumen terhadap potensi gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh pangan yang dikonsumsi dan kandungan pestisida dalam pangan; dimana proses produksi komoditas olahan berkaitan erat dengan tuntutan efisiensi pada industri yang berimplikasi pada penggunaan input-input modern,
teknologi dan rekayasa biologis; yang diindikasikan akan menimbulkan resiko teknis dalam penggunaanya (technological risks). Tuntutan konsumen atas keamanan pangan sangat jelas terlihat dari fenomena semakin tingginya permintaan pangan yang bersifat organik dan ”bersih”. Selain itu, lembaga-lembaga pemberi sertifikasi tingkat dunia semakin banyak terberntuk dan
keikutsertaan suatu negara dalam perdagangan internasional komoditas pertanian ditentukan oleh lembaga-lembaga tersebut.
i. Prioritas terhadap Lingkungan dan Hutan
(a). Sampah dan Limbah Pertanian
Salah satu komponen yang sangat terkait dengan sektor pertanian di masa depan adalah sampah (organik). Selain menghasilkan manfaat ekonomi, sektor pertanian diindikasikan merupakan sektor yang memiliki kontribusi yang tidak sedikit dalam konteks permasalahan persampahan yang dihadapi oleh banyak wilayah terutama kota besar.
(b). Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan
Hutan menjadi salah isu yang paling penting dalam konteks permasalahan lingkungan global. Kecenderungan terjadinya bencana alam; terutama banjir dan kekeringan, memberikan indikasi tidak lagi berfungsinya hutan sebagai penyangga ekosistem. Paradigma hutan sebagai penghasil
devisa tampaknya tidak lagi menjadi kerangka utama negara-negara penghasil produk hutan mengingat nilai kerusakan infrastruktur dan tingginya biaya mitigasi bencana akibat tidak berfungsinya hutan. Adanya pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah sebagai daerah otonom
dalam pelaksanaan pengelolaan hutan menyebabkan terjadinya distorsi kebijakan di tingkat daerah.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
28
j. Kemunculan Industri Biofarmaka
Peran komoditas tanaman obat cenderung semakin meningkat dalam perdagangan local dan internasional. WHO telah secara eksplisit memberikan berbagai advokasi mengenai pemanfaatan tanaman obat dalam program-program kesehatan di Negara-negara berkembang. Fakta menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50 ribu spesies tanaman yang diindikasikan
bermanfaat sebagai tanaman penghasil obat-obatan namun baru sekitar 1000 spesies yang dapat dimanfaatkan secara penuh. Kondisi ini berimplikasi pada sangat besarnya potensi pasar komoditas tanaman obat. Karakteristik produk dan nilai transaksi industri tanaman obat dipaparkan berikut ini.
Pertama (1) adalah fitofarmaka; berupa isolat aktif yang berasal dari tanaman obat. Nilai transaksi jenis produk ini diestimasi mencapai 13.5 milyar dolar dengan pertumbuhan sebesar 6.3 persen per tahun. (2) Ekstrak botani atau herbal; merupakan jenis produk tanaman obat non ekstrak. Beberapa negara tujuan ekspor utama adalah AS, Jerman, Perancis dan negara-negara
Eropa lainnya. Nilai transaksi produk tersebut diestimasi sebesar 35 milyar dolar dengan laju pertumbuhan sebesar 20 persen per tahun. (3) Nutrasetikal; berupa produk suplemen pada pangan dengan nilai transaksi sebesar 5.5 milyar dolar. (4) Bahan mentah (raw) tanaman obat dengan nilai transaksi mendekati 30 milyar dolar per tahunnya.
Berkaitan dengan karakter industri tanaman obat tersebut, pertumbuhan diciptakan melalui berbagai bentuk bio-partnerships antara industri dan petani. Hubungan ini lebih bersifat sebagai suatu perpaduan yang strategis antara ilmu farmasi modern dan tradisional (indigenous knowledge); yang merupakan domain dari masyarakat tradisional. Kondisi ini menunjukkan
bahwa pembangunan dan pengembangan komoditas tanaman obat dititikberatkan pada eksplorasi lebih jauh pada tanaman obat yang belum termanfaatkan dengan dukungan kesinergian dari indutri-industri farmasi.
k. Label Perdagangan Etis dan Adil (Ethics and Fair Trade)
Semakin terbukanya pasar dunia dan semakin luasnya pergerakan komoditas pertanian berimplikasi kepada konvergensi tuntutan konsumen
terhadap komoditas tersebut. Selain tuntutan konsumen yang mengarah pada aspek keamanan pangan, standarisasi sosial dari sebuah komoditas pertanian yang diperdagangkan semakin keras disuarakan. Beberapa standar sosial yang harus dipenuhi oleh sebuah produk pertanian sebagai syarat untuk diterima oleh konsumen global berkaitan dengan aspek perdagangan yang
etis dan adil.
Salah satu opsi strategis masa depan yang harus diambil industri pertanan adalah memperluas pangsa pasar. Industri pertanian di India dan Cina telah menginisiasi penggunaan label ethical trade (ETI) dan fair trade (FTI) dengan tujuan merebut pangsa pasar produk pertanian di pasar Eropa. ETI dan FTI merupakan badan sertifikasi yang memberikan jaminan terhadap suatu produk agar dapat diterima konsumen. Sertifikat dari ETI akan menjamin produsen (pengolah) suatu komoditas telah memenuhi syarat-
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
29
syarat dalam menggunakan tenaga kerja sesuai dengan standar yang telah diratifikasi bersama ILO, sementara FT memberikan jaminan bahwa manfaat ekonomi yang terdapat dalam transaksi suatu komoditas (pertanian)
terdistribusi merata pada setiap komponen pasok rantai komoditas tersebut.
1.5.2. Isu-isu Strategis
Berdasarkan permasalahan utama di sektor pertanian tersebut, isu-isu
strategis dan mendasar yang harus tertangani dalam periode 2011-2015 dan
esensial untuk menunjang terciptanya pembangunan pertanian, perkebunan,
dan kehutanan yang berkelanjutan dan memiliki competititveness dan
comparativeness adalah (1) identifikasi dan penguatan potensi sumberdaya
lokal; (2) menicptakan kemitraan dan konsolidasi yang solid di antara para
pelaku usaha, stakeholders, dan pemerintahan; (3) peningkatan kualitas dan
kuantitas yang konsisten dan berkelanjutan melalui penerapan teknologi dan
SOP; dan (4) membangun infrastruktur dasar pembangunan pertanian,
perkebunan dan kehutanan. Selain itu, penguatan kelembagaan dinas,
aparatur dan institusi, menjadi isu strategis yang harus secara konsisten
ditingkatkan, sehingga cepat tanggap, informatif, regulatori, dan fasilitatori.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
30
BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA
2.1. Rencana Strategis
2.1.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan
Kehutanan
Visi pembangunan dari Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan
Kabupaten Bandung periode 2012-2015 adalah “Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan agribisnis berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal menuju keunggulan bersaing global, maju, mandiri, dan berwawasan lingkungan”
Elemen-elemen yang menjadi jiwa dari visi tersebut adalah;
(a) Mensejahterakan masyarakat yang berarti bahwa prioritas pembangunan pertanian ditempatkan pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya; dan khususnya pada masyarakat pertanian; dimana kemampuan tukar output pertanian yang dihasilkan petani diharapkan selalu meningkat antar waktu.
(b) Pengembangan agribisnis berkelanjutan yang mengandung pengertian bahwa agribisnis merupakan suatu bentuk usahatani yang harus dikembangkan dengan meningkatkan kapasitas sumberdaya pertanian dari waktu ke waktu dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai dasar pengambilan keputusannya; yang pada gilirannya memiliki
dampak positif terhadap status kesejahteraan masyarakat pertanian dalam terminologi kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.
(c) Berbasis sumberdaya lokal yang artinya memanfaatkan semaksimal mungkin segenap potensi yang dimiliki wilayah yang meliputi beragam
sumberdaya alam, manusia dan kapital serta derajat keterkaitan wilayah yang dimiliki.
(d) Memiliki keunggulan bersaing global yang berarti bahwa output sektor pertanian dihasilkan melalui pola-pola yang terstandarisasi sehingga dapat menjamin keamanan dan kesehatan konsumen sebagai dasar dari
keunggulan komparatif dan kompetitif di pasar lokal, nasional dan internasional.
Untuk mencapai visi Pembangunan Pertanian tersebut, Dinas
Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung mengemban misi
yang harus dilaksanakan, yaitu:
1. Mendorong peningkatan peran sektor pertanian Kabupaten Bandung
dalam perekonomian regional dan nasional.
2. Meningkatkan akses dan ketersediaan sumberdaya pertanian yang
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
31
bersifat lokal dengan memanfaatkan teknologi untuk menjamin
keberlanjutan usaha pertanian.
3. Meningkatkan peran dan keterkaitan antar pelaku usaha melalui integrasi
wilayah produksi dan konsumsi komoditas serta produk pertanian.
4. Meningkatkan partisipasi setiap usaha pertanian terhadap pasar bebas
melalui pembenahan pola produksi, kelembagaan dan pasar.
5. Membangun agribisnis berwawasan lingkungan
2.1.2. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah
Tujuan:
1. Menumbuhkembangkan sistem manajemen terpadu antar komoditas
pertanian dan wilayah sentra produksi
2. Menciptakan sistem produksi pertanian yang menghasilkan nilai tambah
dan memiliki keunggulan kompetitif.
3. Menjaga kualitas lingkungan dalam pembangunan pertanian, perkebunan,
dan kehutanan yang berkelanjutan
Secara lebih spesifik, tujuan dari implementasi Rencana Strategis Pembangunan Pertanian jangka lima tahun di Kabupaten Bandung memiliki
sasaran sebagai berikut:
1. Meningkatkan kesejahteraan kelompok masyarakat yang mata
pencahariannya berkaitan langsung dengan sumberdaya pertanian
terutama sub-sistem hulu dan produksi yang pada gilirannya juga pada
sub-sistem hilir.
2. Meningkatkan swasembada pangan lokal melalui peningkatan
produktivitas lahan dan komoditas pangan unggulan lokal
3. Meningkatkan posisi tawar petani melalui penguatan kelembagaan petani
serta meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani sehingga
mampu meningkatkan partisipasi dan aksesibilitas terhadap inovasi
teknologi, perkreditan, informasi pasar, dan kelestarian sumberdaya
pertanian
4. Meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif produk pertanian
baik produk primer maupun olahan, sehingga mampu berdaya saing di
pasar, khususnya pasar ekspor melalui pengembangan agribisnis dalam
aglomerasi ekonomi pertanian.
5. Mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi pada pembangunan
pertanian, pengembangan agribisnis, dan informasi pasar
6. Mengembangkan usaha ekonomi produktif dalam upaya stabilitas kualitas
lingkungan hutan dan lahan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
32
Rencana Strategis ini setelah disepakati oleh semua stakeholder harus merupakan
pedoman dasar bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di sektor pertanian selama
sepuluh tahun kedepan. Setiap lima tahun dokumen rencana strategis harus ditinjau kembali
dan kemudian direvisi apabila diperlukan. Pedoman ini setelah disahkan akan menjadi
dokumen arahan bagi penyusunan rencana pembangunan tahunan dengan target dan
sasaran pembangunan yang lebih terarah, efektif, dan efisien. Selanjutnya, Rencana Strategis
juga harus dijadikan sebagai bahan evaluasi setiap tahun, merupakan masukan bagi
perbaikan program tahun berikutnya.
2.1.3. Strategi, Kebijakan dan Penetapan Rencana Kinerja Lima
Tahunan Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun
2010-2015
Kerangka migrasi strategi pembangunan pertanian menunjukkan proses penetapan dan perubahan strategi pembangunan antar waktu. Dalam hal ini, migrasi strategi pembangunan pertanian ditetapkan dalam jangka
waktu 5 tahun dengan harapan bahwa strategi-strategi yang terpilih pada setiap jangka waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan migrasi tersebut. Kelebihan dari arsitektur strategi ini adalah sifatnya yang sensitif dalam menghadapi perubahan-perubahan yang dinamis pada sektor pertanian dan
perkebunan.
Berdasarkan strategic foresight dan identifikasi kesenjangan sektor pertanian di Kabupaten Bandung, proses pembangunan pertanian dapat dibagi menjadi tiga jangka waktu dalam tiga dimensi pembangunan; yaitu dimensi produk, pasar dan institusional. Secara umum, pengembangan
subsektor tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan diarahkan pada terciptanya komoditas dan produk yang memiliki standar global. Pencapaian standar tersebut ditujukan untuk memperbesar peluang pasar produk tersebut; meskipun mungkin pada faktanya produk tersebut belum dapat menembus pasar global tetapi barriers to entry terhadap pasar internasional
telah dapat dieliminasi. Pencapaian standar tersebut dapat dicapai dengan mengikuti pola produksi komoditas dan proses pembentukan produk yang juga terstandarisasi internasional; beberapa diantaranya adalah good agricultural practices dan good manufacturing practices yang telah diratifikasi pada tingkat internasional. Sementara untuk subsektor kehutanan, strategi-
strategi yang disusun diarahkan untuk menciptakan kawasan hutan yang berkelanjutan; dimana implikasinya adalah harus adanya perubahan pola produksi, dari produksi fisik (kayu dan non-kayu) menjadi produksi barang dan jasa lingkungan (dalam hal ini adalah ekowisata). Di samping itu, hutan
dapat memberikan nilai perlindungan exsitu dan insitu.
Dalam jangka pendek, strategi-strategi yang disusun untuk setiap dimensi bersifat penentuan dan identifikasi komponen pengembangan untuk masing-masing subsektor. Strategi identifikasi sangat dibutuhkan sebagai dasar untuk strategi berikutnya; atau untuk perubahan (dan migrasi) strategi
pada jangka waktu berikutnya. Pada subsektor tanaman pangan, penentuan komoditas pertanian yang akan menjadi fokus pengembangan dan pemetaan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
33
pelaku usaha dalam komoditas tersebut (beserta stakeholders-nya) dirasakan sangat relevan sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Selain dari komoditas, wilayah dimana komoditas tersebut dapat dikembangkan juga
menjadi dasar dari pengembangan komoditas. Sebagai justifikasi, pengembangan suatu komoditas memerlukan keterkaitan antara aspek spasial dengan jaringan usahatani komoditas tersebut. Keunggulan komoditas dapat dicapai dengan memanfaatkan dampak tumpahan (spillover effect) yang cenderung terjadi pada wilayah-wilayah sentra produksi pertanian yang
berkelompok membentuk cluster. Cluster sentra produksi berbagai komoditas pertanian yang terbentuk secara alami di Kabupaten Bandung.
Pada subsektor perkebunan, inventarisasi teknologi produksi dan upaya penerapannya menjadi komponen yang cukup penting mengingat
permasalahan yang dihadapi bermuara pada sisi produksi dan pengolahan hasil. Sementara pada subsektor kehutanan, komponen-komponen kelembagaan merupakan komponen penting karena permasalahan yang dihadapi adalah mengenai konflik pemanfaatan sumberdaya alam dan penanganan lahan dan air.
Strategi identifikasi tersebut selanjutnya dilengkapi dengan upaya-upaya mengembangkan pola produksi yang konvergen pada konsep good agricultural practices (GAP). GAP harus dijadikan dasar pada proses pembangunan pertanian karena konsep ini memuat pola produksi yang bersifat holistik dan dapat diterapkan secara spesifik pada setiap jenis sistem
agroekologis. Pengadopsian konsep ini dapat dilakukan setelah wilayah dan komoditas utama telah teridentifikasi. Selanjutnya diperlukan proses penerjemahan prinsip-prinsip GAP tersebut sesuai dengan karakteristik wilayah dan komoditas yang bersangkutan.
Strategi jangka pendek juga akan diwarnai dengan upaya-upaya
mengembangkan mekanisme supply chain (SCM) pada setiap komoditas. SCM merujuk pada kegiatan manajerial (koordinasi) antar pelaku dan lembaga yang terlibat dalam sektor pertanian (produksi, distribusi dan pemasaran) dengan tujuan mengahasilkan produk yang diminta oleh konsumen. Yang
menjadi penekanan pada mekanisme ini adalah proses kolaborasi perencanaan dan keterkaitan antar pelaku usahatani tersebut. Strategi ini sangat relevan dengan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung yang berfungsi sebagai fasilitator pembangunan pertanian.
Di dalam dimensi pasar, competitive intelligence (CI) menjadi kunci
dari strategi-strategi jangka pendek. Strategi CI mencakup proses-proses yang berkaitan dengan mengumpulkan, menganalis, dan mengaplikasikan informasi yang diperoleh berkaitan dengan komoditas dan produk. Dalam operasionalisasinya, CI dapat dilakukan dengan membentuk jaringan formal dengan stakeholders yang terlibat dalam sektor pertanian. Dalam konteks ini,
CI lebih ditekankan kepada penggalian informasi mengenai pasar komoditas dan produk pertanian. Pada gilirannya, informasi-informasi yang diperoleh akan diterjemahkan sebagai input dalam melakukan penyesuaian rencana strategis ketika pasar pertanian mengalami dinamika. Informasi-informasi yang dibutuhkan oleh Kabupaten Bandung terntunya berkaitan dengan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
34
kekuatan dan kelemahan sektor pertanian serta peluang-peluang yang dapat dieksploitasi. Kerangka keterkaitan strategi dan migrasi stretegi disajikan pada Gambar 10.
Sebagai hasil dari jangka pendek, terdapat beberapa komponen dasar strategi yang harus diterapkan. Pada jangka menengah diharapkan telah terciptanya arah menuju pola produksi komoditas dan pasar yang bersifat kontrak (contract based). Sebagai justifikasi, pasar yang bersifat kontrak akan memberikan peluang yang lebih besar terhadap usahatani berskala kecil
untuk dapat berpartisipasi dalam pasar. Meskipun begitu, pola ini memerlukan jaringan usaha yang relatif telah terbangun; dimana usaha-usaha untuk membangun jaringan tersebut telah diinisiasi pada strategi jangka pendek. Selanjutnya, lingkungan yang dapat mendorong usahatani kecil untuk dapat
memenuhi standar dalam pola kontrak harus dikembangkan.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
35
Gambar 2.1. Kerangka Migrasi Strategi Pembangunan Sub-Sektor Tanaman Pangan dan Perkebunan Kab. Bandung
Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
PA
SA
RK
ELE
MB
AG
AA
NP
RO
DU
K
5 Penerapan Integral Chain Care selanjutnya
(penekanan pada good manufacturing
practices, HACCP dan sistim traceability).
6 Adopsi teknologi yang tersedia untuk
pengembangan komoditas menjadi produk
derivatif;.
1 Pemetaan komoditas aktual dan potensi.
2 Penentuan fokus pengembangan komoditas.
3 Inventarisasi dan inisisasi pemanfaatan teknologi yang
tersedia pada tingkat nasional dan internasional.
4 Penyesuaian dan penerapan standar komoditas dan
terdiferensiasi. Sosialisasi dan inisiasi penerapan Integral
Chain Care tahap awal (penekanan pada sektor budidaya;
good agricultural practices, good pesticide practices).
6 Penetrasi pasar nasional untuk
komoditas terfokus beserta
produk dan produk derivatifnya.
Pemanfaatan peluang pasar
global (extenderization).
12 Pemanfaatan kekuatan
kolaborasi dan SCNM untuk
menciptakan co-innovation pada
produk. Pengembangan sistem
inovasi agribisnis.
13 Proses regenerasi dan suksesi
pada generasi muda
agripreneur.
7 Pengembangan industri
pertanian di sektor hilir.
7 Pemetaan cluster komoditas dan produk.
8 Pengembangan sistem informasi cluster.
9 Pengarahan dan pemanfaatan dana corporate
social responsibility untuk pembentukan
cluster.
10 Menciptakan iklim kondusif untuk merangsang
pembentukan aliansi strategis antar pelaku
usaha dan stakeholders. Pengembangan
biopartnership pada industri agrofarmaka.
11 Pengembangan collaborative decision making.
4 Transformasi perilaku pasar yang informal
(open negotiation based) menjadi formal
(contract based).
5 Penetrasi pasar (penekanan pada niche
market dan pasar industri).
1 Competitive intelligent. Pemetaan karakteristik dan
perilaku pasar.
2 Inventarisasi kendala barriers to entry pada pasar.
3 Pengembangan promosi generik. Inisiasi penetrasi pasar
(penekanan pada pasar ritel moderen).
1 Inisiasi untuk mentransformasi kelembagaan petani
berbasis produksi menjadi berbasis pasar (nilai).
2 Pengembangan aglomerasi di sektor pertanian.
3 Pemetaan dan identifikasi keterkaitan di antara jaringan
pelaku usaha dan stakeholders di sektor pertanian.
4 Menginisiasi pembentukan forum pada (3.) dan
merancang proses kolaborasi di dalam rantai pasokan.
5 Pemetaan industri penunjang komoditas dan produk.
6 Inisiasi pembentukan klaster agribisnis pangan dan
perkebunan. Pengembangan supply chain and network
management (SCNM).
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
36
Salah satu prasyarat bagi terciptanya pasar kontrak adalah adanya standarisasi komoditas atau produk pertanian. Pada jangka pendek, upaya-upaya standarisasi telah diinisiasi salah satunya melalui strategi adopsi
konsep GAP; dan pada jangka menengah dikembangkan lebih lanjut dengan mengadopsi konsep traceability. Konsep ini merujuk pada kelengkapan informasi pada setiap tahap produksi komoditas pertanian. Konsep ini sangat perlu diadopsi mengingat bahwa preferensi konsumen telah berubah ke arah makanan yang aman dan sehat; dimana perhatian konsumen terhadap proses
produksi akan semakin besar pada masa mendatang. Isu-isu mengenai penggunaan komoditas pertanian transgenik dan bahan kimia akan memperbesar tekanan konsumen terhadap produsen. Sejalan dengan konsep traceability, secara paralel konsep HACCP (hazard analysis and critical control points) harus dapat diterapkan. HACCP merupakan suatu pendekatan yang sistematik terhadap keamanan pangan yang dilakukan pada setiap tahap produksi pangan tersebut. Pendekatan ini dianggap sangat perlu mengingat bahwa selama ini inspeksi pangan lebih sering dilakukan pada tahap akhir produksi.
Pada sisi kelembagaan, pembangunan jangka menengah harus diwarnai dengan pengembangan kolaborasi pengambilan keputusan usaha (collaborative decision making) diantara pelaku pada sektor pertanian untuk menjamin efektivitias dari serangkaian strategi-strategi yang telah dilakukan sebelumnya. Pengambilan keputusan usahatani secara kolaboratif merupakan
strategi lanjutan dari strategi SCM; dimana kolaborasi menunjukkan bentuk hubungan antar pelaku dan lembaga dalam sektor pertanian yang bersifat partnership. Konsekuensi dari bentuk hubungan tersebut adalah adanya kontrak formal mengenai distribusi profit dan loss yang dialami dalam rantai produksi tersebut.
Dalam jangka panjang merupakan pengembangan dari strategi-strategi yang telah disusun pada jangka pendek. Dalam jangka menengah, strategi-strategi akan mengalami perubahan (penyesuaian) terhadap tujuan yang akan dicapai pada jangka panjang. Dari sekian banyak opsi strategi,
pembentukan integral chain care (ICC) pada subsektor tanaman pangan dan perkebunan perlu mendapatkan prioritas karena ICC merupakan koridor utama dalam pencapaian target pengembangan. Pada subsektor perkebunan, pembentukan aliansi strategis dengan asosiasi-asosiasi perlu dilakukan untuk dapat meningkatkan posisi tawar dari produk yang dihasilkan. Di antara
beberapa dimensi pembangunan dalam kerangka migrasi strategi, dimensi kelembagaan tampaknya belum menjadi perhatian utama. Paradigma baru dalam pembangunan pertanian menyaratkan keseluruhan dimensi mendapatkan proporsi pengembangan yang seimbang. Pembangunan pertanian di dalam dimensi kelembagaan melalui aktivitas-aktivitas yang
bersifat co-innovation, collaborative decision making dan beragam skema yang mengambil bentuk biopartnerships diharapkan akan menjamin tercapainya target pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
Berkaitan dengan subsektor kehutanan, perencanaan dapat diterjemahkan sebagai sebuah proses pengambilan keputusan dan kegiatan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
37
yang berkesinambungan dalam menentukan alternatif pemanfaatan dan konservasi sumberdaya hutan dengan tujuan tertentu pada jangka menengah dan jangka panjang. Dalam konteks perencanaan strategis ini,
pengembangan subsektor kehutanan diarahkan pada pemanfaatan hutan yang tidak bersifat eksploitatif sebagai altenatif dari pemanfaatan yang konvensional. Pada jangka pendek, strategi-strategi pengembangan kehutanan diarahkan pada upaya-upaya mengidentifikasi manfaat lain dari hutan dalam menghasilkan barang dan jasa lingkungan. Sebelumnya, telah
dikemukakan bahwa dari sekian alternatif pemanfaatan hutan maka ekowisata (ecotourism) menawarkan peluang yang sangat besar untuk dikembangkan. Dalam konteks ini, peran utama dari Dinas adalah sebagai koordinator dan negoisator mengingat bahwa hutan adalah sebuah barang
publik yang hingga saat ini selalu menghadapi masalah-masalah hak properti dan hak pemanfaatannya. Sebagai konsekuensi dari barang publik, terdapat banyak pelaku ekonomi yang sangat berkepentingan dalam memanfaatkan hutan; dan tidak jarang menimbulkan konflik sumberdaya. Fungsi negoisator menjadi sangat relevan dengan banyaknya pelaku ekonomi yang terlibat
tersebut.
Pada jangka menengah, strategi pengembangan beralih pada aspek penyediaan infrastruktur yang berkaitan dengan ekowisata. Selain dari anggaran belanja pemerintah, penyediaan infrastruktur tersebut dapat dilakukan melalui pihak swasata yang distimulasi dengan pemberian insentif
fiskal. Dalam pengembangannya, peranan masing-masing stakeholder dalam subsektor kehutanan menjadi sangat krusial. Keberhasilan pengelolaan hutan tentunya sangat bergantung pada komitmen dan partisipasi stakeholder. Selain itu, pendidikan informal yang berkaitan dengan konservasi sumberdaya alam harus telah disosialisikan; terutama ditujukan pada masyarakat yang
berhubungan langsung dengan hutan. Pada jangka panjang, strategi-strategi diarahkan kepada pengintegrasian ekowisata di Kabupaten Bandung pada jaringan keparawisataan nasional dan internasional. Kegiatan-kegiatan promosi menjadi kunci bagi terlaksananya strategi ini. Selain itu, objek
ekowisata tersebut telah terhubung dengan upaya-upaya konservasi lainnya yang mengarah pada proteksi wilayah yang bersangkutan.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
38
Gambar 2.2. Kerangka Migrasi Strategi Pembangunan Sub-Sektor Kehutanan Kab. Bandung Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang
PA
SA
RK
ELE
MB
AG
AA
NP
RO
DU
K
1 Identifikasi pasar barang dan
jasa lingkungan; menyusun
target pasar. Penyusunan paket-
paket produksi barang dan jasa
lingkungan.
2 Pemenuhan kebutuhan
infrastruktur minimal dengan
memanfaatkan jaringan dengan
swasta.
3 Inisiasi pengintegrasian objek
hutan ke dalam jaringan
kepariwisataan nasional dan
internasional.
1 Pemetaan stakeholders
kehutanan; terutama masyarakat
sekitar hutan. Pembentukan
komunitas hutan. Inisiasi
pembentukan jaringan bisnis
dan pendidikan.
2 Pembakuan mekanisme sharing
manfaat dan tanggung jawab
dengan stakeholders.
Pengembangan sistim
pendidikan lingkungan.
3 Pemberlakuan audit sosial
terhadap stakeholders.
Pemanfaatan kekuatan
kolaborasi untuk
menciptakan co-innovation
pada produk lingkungan.
1 Inventarisasi detil mengenai
interaksi antara hutan dengan
objek lainnya (aspek tekno-
sosio-ekonomi).
2 Adopsi dan pembakuan standar
mengenai pengelolaan hutan
sesuai konvensi internasional.
3 Konvergensi sistim pertanian
dengan produk dan jasa
lingkungan.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
39
Tabel 2.1 Sasaran Strategis, Indikator dan Target Kinerja sampai dengan Periode 2015
SASARAN
STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
TARGET KINERJA
TAHUN 2015 Meningkatkan swasembada
pangan lokal melalui peningkatan
produktivitas lahan dan
komoditas pangan unggulan lokal
1. Jumlah produksi komoditas
tanaman pangan unggulan:
- Padi (ton) 536.347
- Jagung (Ton) 53.386
- Ubi Kayu (Ton) 57.580
2. Jumlah produktivitas komoditas
tanaman pangan:
- Padi (kui/ha) 63,01
- Jagung (kui/ha) 64,15
- Ubi Kayu (kui/ha) 113,00
3. Prosentase kehilangan/kerusakan
hasil tanaman pangan 0,2 – 5%
4. Proporsi serangan OPT terhadap
luas tanam:
- Padi
- Jagung
11%
7%
1. Jumlah perluasan tanam yang telah
menerapkan teknologi
a. Padi
- SL-PTT
- SRI
b. SL-PTT Jagung
12.000 ha
5.000 ha
6.250 ha
2. Prosentase luas tanam yang telah
menerapkan teknologi:
a. Penggunaan Pupuk Berimbang
b. Penggunaan Benih Berlabel
- Padi
- Jagung
70%
65%
60%
Meningkatkan
keunggulan komparatif
dan kompetitif produk
pertanian melalui
pengembangan
agribisnis dalam
aglomerasi ekonomi
pertanian
1. Jumlah produksi komoditas
unggulan:
- Sayuran (ton)
- Buah-buahan (ton)
- Biofarmaka (ton)
- Tan. Hias (tangkai)
- Kopi (ton)
- Teh (ton)
- Cengkeh (ton)
1.091.180
594.473
894.960
397.543
4.407
3.495
124
2. Jumlah kelompok tani yang telah
memiliki registrasi kebun
a. Hortikultura
55 kelompok
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
40
SASARAN
STRATEGIS INDIKATOR KINERJA
TARGET KINERJA
TAHUN 2015 b. Perkebunan 10 kelompok
3. Jumlah kelompok usaha rumah
kemasan dan UPH:
a. Hortikultura
b. Perkebunan
5 kelompok
7 kelompok Mengembangkan usaha ekonomi
produktif dalam upaya stabilitas
kualitas lingkungan hutan dan
lahan
1. Jumlah usaha agribisnis hasil non-
kayu:
- Jamur
- Lebah Madu
- Ulat Sutera
5 unit
5 kel
4 kel 2. Jumlah usaha agribisnis hasil kayu 1 kelompok 3. Penanaman lahan kritis 22.906 ha
2.1.4. Kerangka Kebijakan, Strategis dan Penetapan Kinerja
Tahunan Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun 2012 Sejalan dengan visi dan misi Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten
Bandung yang telah ditentukan sebelumnya, diperlukan beragam kebijakan strategis untuk
mendukung pencapaian tujuan dan sasaran dari pembangunan sektor pertanian. Secara garis
besar, strategi, kebijakan dan program yang disusun untuk meningkatkan kesejahteraan
petani pada tahun 2012 bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan pendapatan petani
melalui pemberdayaan, peningkatan akses terhadap sumberdaya usaha pertanian,
pengembangan kelembagaan, dan perlindungan terhadap petani. Sedangkan sasaran yang
ingin dicapai adalah: (1) meningkatnya kapasitas dan kapabilitas petani, (2) semakin
kokohnya kelembagaan petani, (3) meningkatnya akses petani terhadap sumberdaya
produktif; dan (4) meningkatnya kualitas infrastruktur pertanian.
(a). Kebijakan yang berdasarkan strategi Produksi
Kerangka kebijakan yang termasuk di dalam dimensi produk dibentuk berdasarkan target pencapaian kinerja pertanian yang berkaitan dengan sisi
produksi pertanian. Dalam rangka memperoleh keunggulan kompetitif komoditas dan produk pertanian, maka secara spesifik target jangka panjang yang akan dicapai adalah memperoleh komoditas yang telah mendapatkan standarisasi internasional dan bersifat terdiferensiasi.
Tabel 2.2 Prioritas Komoditas Unggulan
Komoditas Kabupaten Bandung
Pangan Non Pangan
Tanaman Pangan Padi, Jagung, dan Ubi kayu
Hortikultura Cabe, Bawang merah, Kentang, Kubis, Tomat,
Tanaman hias
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
41
Stroberi, Alpukat, Jambu, Biofarmaka
Perkebunan Kopi, Teh Cengkeh, Tembakau
Diantara berbagai opsi kebijakan di dalam dimensi pengembangan
produk, kebijakan penetapan standar mutu produksi tampaknya belum mendapatkan prioritas. Sesuai dengan target yang akan dicapai, penetapan standar mutu produksi berfungsi sebagai benchmark dan indikator kinerja produksi komoditas dan produk pertanian. Penetapan standar mutu ini merupakan akumulasi dari beberapa komponen yang dapat dijadikan acuan
dalam merencanakan program pengembangan yang lebih spesifik.
Di dalam subsektor kehutanan, kebijakan pengadopsian dan penetapan kerangka pengolahan dan pemanfaatan berdasarkan prinsip-prinsip konservasi hutan ditujukan untuk menciptakan produk dan jasa lingkungan yang dapat digunakan sebagai patokan dalam setiap jangka waktu
pembangunan. Kebijakan ini mencakup beberapa komponen pengembangan; (1) pengkajian mengenai berbagai manfaat hutan yang kemudian dapat disosialisasikan kepada setiap stakeholders; (2) pengadopsian standar internasional mengenai kegiatan pemanfaatan hutan; dan (3) penetapan regulasi sebagai koridor terlaksananya kebijakan tersebut.
(b). Kebijakan yang berdasarkan strategi Pasar
Pencapaian utama pembangunan dalam dimensi pasar adalah menciptakan peluang dan keikutsertaan komoditas dan produk pertanian di
pasar global. Kebijakan-kebijakan yang dapat memayungi proses pencapaian tersebut disajikan berikut ini.
Kebijakan Rencana Tindakan
Penetapan mekanisme yang berkaitan dengan riset pasar (identifikasi peluang pasar)
Pengembangan market-competitive
intelligence
Pengembangan inovasi pertanian
spesifik lokasi
Pengembangan alternatif sistim transaksi (pembiayaan, pengalihan resiko dan penjaminan)
Pengembangan pola contract farming.
Peningkatan fungsi fasilitasi dan advokasi antara pelaku pasar
Advokasi dan pendampingan dengan
tujuan meperkuat aspek legal usaha
pertanian
Beberapa dari kebijakan di atas yang belum mendapatkan prioritas
adalah kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan riset pasar dan peningkatan fungsi fasilitasi dan advokasi. Riset pasar sangat dibutuhkan untuk tetap menjamin kedinamisan strategi dan keberlanjutan keunggulan komoditas dan produksi pertanian yang dihasilkan. Mengingat perilaku pasar
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
42
(sisi permintaan) yang selalu berubah, maka dibutuhkan strategi yang juga dituntut untuk selalu dapat beradaptasi dengan perubahan. Dalam hal ini, riset pasar merupakan bahan bakar utama bagi upaya-upaya adaptasi yang
harus dilakukan.
Kebijakan peningkatan fungsi fasilitasi dan advokasi antara pelaku pasar juga sangat penting untuk diprioritaskan. Kebijakan ini ditujukan untuk mengantisipasi kecenderungan terjadinya kegagalan pasar yang kerap terjadi pada sektor pertanian. Selain itu, fungsi fasilitasi tentunya sangat dibutuhkan
untuk mengintegrasikan usahatani berskala kecil (tradisional) kepada alternatif-alternatif sistim transaksi moderen yang sedang mengalami pertumbuhan pesat pada saat ini.
Selain itu, sudah waktunya untuk juga dipikirkan mengenai:
pengembangan manajemen resiko usahatani dan penciptaan iklim investasi usaha yang kondusif. Untuk itu, pemerintah daerah perlu menunjukan political will yang kuat dalam menunjang para pelaku agribisnis dengan dibuatnya program-program yang spesifik. Kebijakan dan program yang berkaitan dengan pengembangan pemasaran dilaksanakan melalui program
pemasaran hasil produk pertanian/perkebunan.
(c). Kebijakan yang berdasarkan strategi kelembagaan
Pada jangka panjang, pembangunan pertanian dalam dimensi institusional ditujukan pada terciptanya sistem cluster pada sektor pertanian.
Selanjutnya cluster akan berperan sebagai media dasar dalam mengembangkan kolaborasi antar stakeholders dalam rantai produksi komoditas. Kerangka kebijakan pendukung pencapaian tersebut disajikan pada matriks kebijakan selanjutnya.
Kebijakan pertama yang harus dilakukan adalah menata kembali fungsi
pemerintah sebagai kelembagaan penunjang yang didasari oleh kebutuhan sektoral, dengan demikian akan jelas struktur dan hirarki kelembagaan pemerintah dalam sektor pertanian. Langkah tersebut diharapkan akan berdampak pada koordinasi yang baik diantara para pengambil dan pelaksana
kebijakan pengembangan pertanian. Selain itu, peningkatan profesionalisme aparatur Dinas Pertanian diharapkan menjadi akselerator terbentuknya proses kolaborasi tersebut.
Selanjutnya, kebijakan harus didukung pula dengan kebijakan pengembangan sistem koordinasi usahatani. Keragaan usahatani memerlukan
dukungan yang bersifat lintas fungsional, administrasi dan disiplin disertai dengan penggunaan teknologi (teknik) di bidang manajemen yang akan memberikan dampak signifikan terhadap kinerja sektor pertanian di Kabupaten Bandung.
Kebijakan Rencana Tindakan
Penataan fungsi tugas pemerintah yang didasari
oleh kebutuhan spesifik
Pendidikan dan pelatihan teknis SDM
Dinas Pertanian, Perkebunan, dan
Kehutanan
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
43
Kebijakan Rencana Tindakan
Peningkatan profesionalisme SDM
Dinas Pertanian, Perkebunan, dan
Kehutanan
Penetapan mekanisme keterkaitan lembaga peneltian dengan pelaku sektor
pertanian dan pasar
Peningkatan koordinasi dengan
lembaga penelitian (nasional dan
internasional) dan perguruan tinggi
(perencanaan kolaboratif)
Pengembangan sistem koordinasi dan komunikasi pertanian (E-Government)
Pengembangan lembaga pertanian di
pedesaan
Penyebaran informasi mengenai
program pembangunan pertanian
(partisipatif)
Peningkatan peran pengawasan
partisipatif program pembangunan
pertanian
Penciptaan proses pengambilan
keputusan yang bersifat kolaboratif
Mendorong berfungsinya cluster-cluster
komoditas pertanian
Pemberdayaan masyarakat kehutanan
Peningkatan partisipasi masyarakat
dalam perumusan kebijakan dan
program pemanfaatan hutan
Peningkatan kewirausahaan
masyarakat kehutanan melalui
pendidikan informal
Masih berkaitan dengan dimensi institusional, permberdayaan
masyarakat dalam rangka pembangunan sektor perkebunan dan kehutanan merupakan komponen yang paling relevan mengingat konflik sumberdaya yang sering timbul di kedua subsektor ini. Pada subsektor perkebunan, peningkatan kapasitas pekebun-pekebun berskala kecil dan buruh perkebunan dapat dilakukan melalui optimasi penggunaan isu corporate social responsibility pada perusahaan perkebunan berskala besar; termasuk di dalamnya perusahaan perkebunan milik pemerintah.
Di dalam sub sektor kehutanan, optimasi pemanfaatan hutan dapat dilakukan dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat, terutama masyarakat pinggiran hutan. Dengan rekayasa kelembagaan, diharapkan
masyarakat menjadi aktif dalam melakukan kegiatan konservasi serta mengalihkan ekstraksi sumberdaya hutan menjadi bentuk-bentuk jasa lingkungan. Rekayasa kelembagaan tersebut dapat diinisiasi dengan mengidentifikasi hukum adat atau norma yang berlaku lokal. Selanjutnya, penentuan pengelolaan hutan dapat diformulasikan bersama-sama seluruh
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
44
stakeholders primer; sementara peningkatan kapasitas kelembagaan dapat dilakukan melalui beragam bentuk pendampingan dan advokasi.
(d) Kebijakan yang berdasarkan Pengelolaan Lingkungan
Target pencapaian pembangunan pertanian dan kehutanan berkelanjutan sebagaimana diuraikan di atas akan sangat dipengaruhi oleh fenomena perubahan iklim yang telah menjadi isu global dan sangat berdampak terhadap kelangsungan pembangunan di masa yang akan datang. Perlu upaya mengurangi dampak negatif perubahan iklim terhadap
sumberdaya dan sistem produksi pertanian serta terhadap sosial ekonomi petani dan juga peningkatan kualitas lingkungan, terutama kualitas lahan dan hutan. Oleh karena itu, untuk menyiapkan antisipasinya diperlukan analisis tentang kerentanan dampak perubahan iklim, inventarisasi dan delineasi
wilayah yang terkena dampak, serta penyusunan road map rencana aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan lingkungan. Kebijakan ini tahun 2012, dilaksanakan melalui program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Pembangunan pertanian didesain dengan mencermati perkembangan lingkungan global sebagai respon terhadap pembangunan yang menyeluruh di bidang lain di dalam ekonomi nasional. Kenaikan standar hidup, perkembangan teknologi termasuk di dalamnya bioteknologi, serta perkembangan pasar domestik dan pasar dunia merupakan faktor yang
mendorong tumbuh kembangnya pertanian modern sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian modern yang dimaksud adalah pembangunan pertanian melalui pembangunan agribisnis dan agroindustri dengan penguatan pola kemitraan usaha tani dari industri hulu sampai industri hilir.
Di dalam memandang perencanaan pembangunan pertanian sebagai upaya peningkatan kesejahteraan petani, pembangunan harus diarahkan agar penduduk desa yang relatif miskin dapat menikmati buah dari kemajuan pembangunan nasional dan dapat memberdayakan dirinya sendiri untuk
berpartisipasi secara penuh di dalam proses pembangunan. Pemberdayaan itu juga diarhakan ke dalam suatu proses di mana rakyat dapat bergerak untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang tersedia yang disiapkan untuk memperbaiki kualitas hidup secara bertahap.
Saat ini terdapat kecenderungan dan perubahan paradigma untuk
mendesain pembangunan pertanian atas dasar perubahan dan perkembangan teknologi dan mekanisme pasar. Perubahan ini mendorong keseluruhan sektor ikut harus mampu mengubah arah dan strategi pembangunan termasuk di sektor pertanian.
Berdasarkan pertimbangan kondisi, potensi sumberdaya domestik, serta
peluang yang dimiliki, maka dapat dibuat arah pembangunan pertanian pada
masa datang di Kabupaten Bandung dengan tetap memperhatikan pola
perubahan yang terjadi di sepanjang proses kegiatan agribisnis melalui
program kerja Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan.
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
45
Setiap program/kegiatan yang direncanakan ditujukan untuk mencapai
Rencana Kerja Lima Tahunan yang dievaluasi setiap tahun. Lebih lanjut,
untuk mencapai sasaran lima tahunan tersebut, perlu ditetapkan Rencana
Kerja Tahunan. Rencana Kinerja Tahunan merupakan penjabaran dari
Rencana Kinerja Lima Tahunan. Strategis pencapaian sasaran dan tujuan
tahunan dirancang ke dalam program/kegiatan tahunan. Pada tahun 2012,
Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan menyusun Rencana Tindak ke
dalam 8 program dan 22 kegiatan. Berikut Rencana Kerja Tahunan (RKT)
Tahun 2012, antara lain (tabel 2.3):
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
46
Tabel 2.3. Penetapan Rencana Kinerja Tahunan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Tahun 2012
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET KINERJA
PROGRAM/KEGIATAN
Meningkatkan swasembada pangan lokal melalui
peningkatan produktivitas lahan dan komoditas pangan unggulan
lokal
1. Jumlah produksi komoditas tanaman pangan unggulan: - Padi (ton)
498.076
1. Pengembangan Intensifikasi Padi Palawija 2. Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil 3. Pengembangan Diversifikasi Pangan
4. Pengembangan Perbenihan/Pembibitan 5. Penyusunan Database Produk Pangan 6. Pengadaan Sarana dan Prasarana Teknologi
Tepat Guna Pertanian/Perkebunan 7. Pemeliharaan Rutin/Berkala Teknologi
Pertanian/Perkebunan Tepat Guna
- Jagung (Ton) 51.954
- Ubi Kayu (Ton) 52.186
2. Jumlah produktivitas komoditas tanaman pangan: - Padi (kui/ha) 61,85 - Jagung (kui/ha) 63,00 - Ubi Kayu (kui/ha) 110,65
3. Prosentase kehilangan/kerusakan hasil tanaman pangan
0,2 – 5%
4. Proporsi serangan OPT terhadap luas
tanam: - Padi - Jagung
15% 10%
5. Jumlah perluasan tanam yang telah menerapkan teknologi c. Padi
- SL-PTT
- SRI d. SL-PTT Jagung
1.500 ha
334 ha 1.250 ha
6. Prosentase luas tanam yang telah menerapkan teknologi: a. Penggunaan Pupuk Berimbang
b. Penggunaan Benih Berlabel
61,11%
Lap
oran
Aku
nta
bili
tas
Kin
erja
201
2
47
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET KINERJA
PROGRAM/KEGIATAN
60,00%
Meningkatkan keunggulan komparatif dan
kompetitif produk pertanian melalui pengembangan agribisnis dalam aglomerasi ekonomi
pertanian
1. Jumlah produksi komoditas unggulan: - Sayuran (ton) - Buah-buahan (ton) - Biofarmaka (ton)
- Tan. Hias (tangkai) - Kopi (ton) - Teh (ton) - Cengkeh (ton)
1.060.004 574.281
859.830 388.369
4.064 3.261
116
1. Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian
2. Peningkatan Mutu, Produksi dan Produktivitas Produk Pertanian/Perkebunan
3. Penelitian dan Pengembangan Pemasaran Atas Hasil Produk Pertanian/Perkebunan
4. Promosi Atas Hasil Produk Pertanian/ Perkebunan 5. Pembangunan Pusat-pusat penampungan hasil
produk Pertanian/Perkebunan
6. Penyusunan database produk pangan 7. Pengembangan Pertanian pada Lahan Kering 8. Penyediaan sarana dan Prasarana Produksi
Pertanian/Perkebunan 9. Pengembangan bibit unggul pertanian/ perkebunan
2. Jumlah kelompok tani yang telah memiliki registrasi kebun
a. Hortikultura b. Perkebunan
9 kelompok - kelompok
3. Jumlah kelompok usaha rumah kemasan dan UPH:
a. Hortikultura b. Perkebunan
2 kelompok 2 kelompok
Mengembangkan
usaha ekonomi produktif dalam upaya stabilitas kualitas lingkungan hutan dan lahan
1. Jumlah usaha agribisnis hasil non-kayu:
- Jamur - Lebah Madu - Ulat Sutera
1 unit 1 kel 1 kel
1. Pengembangan hasil hutan non kayu
2. Pembuatan benih/bibit kehutanan 3. Pembinaan Pengendalian dan Pengawasan Gerakan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan 4. Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam
Rehabilitasi Hutan dan Lahan 2. Jumlah usaha agribisnis hasil kayu -
3. Penanaman lahan kritis 4.415 ha
1. Program Peningkatan Ketahanan Pangan
Salah satu tujuan dari pembangunan pertanian di Kabupaten
Bandung adalah meningkatkan produktivitas usahatani tanaman pangan melalui pola kemitraan dan meningkatkan ketahanan pangan di pedesaan. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya produktivitas tanaman komoditas pertanian unggulan per hektar dalam satu kali tanam, berkembangnya usahatani padi dan palawija dengan pola kemitraan, dan tersedianya
pangan yang cukup dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, serta terwujudnya diversifikasi konsumsi pangan yang tercermin dari tersedianya berbagai komoditas pangan dan pangan olahan. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan pertanian ini, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung mengajukan beberapa strategi perencanaan
pembangunan melalui kegiatan: 1. Penyusunan Database Potensi Produk Pangan;
2. Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Pertanian;
3. Pengembangan Intensifikasi Tanaman, Padi Palawija;
4. Pengembangan Diversifikasi Pangan
5. Pengembangan Pertanian pada Lahan Kering;
6. Pengembangan Perbenihan dan Pembibitan;
7. Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian/Perkebunan;
8. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Pertanian /
Perkebunan;
Dengan upaya ini diharapkan mampu mencapai ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani dan gizi masyarakat yang seimbang sebagai prasyarat dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, juga meningkatkan usahatani pertanian dengan pola kemitraan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan indeks daya beli dan indeks kesehatan
masyarakat, terutama masyarakat tani di pedesaan. Adapun teknis pelaksanaan, sebagai berikut:
a. Pengidentifikasian Kelompok Sasaran
Kegiatan dilaksanakan oleh petugas lapangan untuk mengetahui
potensi sumber daya pangan, spesifikasi teknis teknologi
pengembangan, kemampuan SDM dan pengembangan bisnis
pertanian. Selain itu, juga dikumpulkan data dan informasi mengenai
kelembagaan dan budaya lokal.
1) Seleksi peserta dan jenis usaha
Berdasarkan hasil identifikasi, dilakukan seleksi dan
penentuan jenis usaha pangan lokal kepada calon peserta.
Penetapan jenis usaha dilakukan dengan studi kelayakan usaha
untuk mengetahui keuntungan dan keberlanjutan usaha. Kegiatan
ini harus dilakukan dengan hati - hati karena hasilnya menentukan
kegiatan selanjutnya.
2) Pelatihan Teknis Agribisnis
Setelah seleksi peserta, dilaksanakan pelatihan tentang
pengembangan pangan lokal yang disesuaikan dengan hasil seleksi
dan potensi wilayahnya. Mata pelajaran diberikan secara teori dan
praktek baik berupa teknis maupun manajemen usaha. Kegiatan ini
akan berhasil baik jika dilaksanakan dengan metode belajar sambil
bekerja. Pelatihan teknis agribisnis ditujukan untuk peningkatan
kesiapan penerima manfaat dalam manajerial usaha.
b. Pemberian bantuan
Bantuan dapat diberikan berupa uang, peralatan, sarana produksi
atau kombinasi keduanya. Sebaiknya bantuan tersebut diberikan
secara bertahap sesuai dengan kebutuhannya dalam kegiatan
produksi/pengolahan pangan/pertanian.
c. Pendampingan/pembinaan
Kelompok dalam mengelola usahanya, perlu diberikan
pendamping/pembina dengan keahlian sesuai dengan kebutuhan
teknis dan manajemen dari usahanya. Pendampingan dilaksanakan
selama satu tahun atau satu kali proses produksi/pengolahan
pangan/pertanian sampai dengan pemasarannya. Apabila dalam
proses pendampingan menghadapi permasalahan yang sulit
dipecahkan ditingkat lapangan, maka dapat meminta bantuan kepada
dinas/instansi teknis terkait.
d. Pembinaan pasca proyek dan pengembangannya
Walaupun pendampingan sudah selesai, pembinaan tetap
diberikan selama beberapa bulan dengan frekwensi kunjungan sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan kelompok. Pembinaan akan terus
dilanjutkan sampai kelompok dapat mengembangkan usahanya
menjadi kokoh dan mandiri termasuk mengupayakan kemitraan
dengan perusahaan mitra. Pembinaan pasca proyek ini merupakan
pembinaan rutin yang diberikan oleh petugas lapangan dari dinas
sesuai dengan bidangnya.
Adapun sasaran dari program peningkatan ketahanan pangan direncanakan tersebar di 31 kecamatan yang merupakan daerah sentra komoditas padi, palawija, dan hortikultura.
Sedangkan dampak yang diharapkan dari kegiatan tersebut, adalah:
1. Meningkatnya keragaman produksi dan konsumsi pangan.
2. Berkembangnya kegiatan perbenihan tanaman Pangan, hortikultura
dan perkebunan.
3. Berkembangnya daerah sentra produksi tanaman pangan,
hortikultura dan perkebunan.
4. Terbinanya kelompok tani dalam penerapan teknologi pertanian
organik.
5. Berkembangnya usahatani organik di pedesaan.
Kegiatan agribisnis mencakup empat subsistem, yaitu: subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yakni kegiatan ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi
pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/benih, alat mesin pertanian, dan lain-lain); subsistem usahatani (on-farm agribusiness); subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness). Keberhasilan pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem agribisnis sangat tergantung pada tingkat kehandalan dari setiap komponen yang
menjadi subsistemnya. Untuk mencapai kehandalan yang simultan dari setiap subsistem dalam sistem agribisnis dibutuhkan uluran dan campur tangan pemerintah melalui regulasi, koordinasi, perlindungan, stimulasi, pelayanan dan penilaian terhadap seluruh subsistem dalam sistem
agribisnis beserta lingkungan yang mempengaruhinya. Selain itu, kondisi sumberdaya lingkungan serta sarana dan prasarana juga merupakan faktor yang menentukan kehidupan dan pengembangan sistem agribisnis tersebut, yang direncanakan tersebar di Kabupaten Bandung (31 kecamatan).
Sedangkan sasaran dan dampak yang diharapkan dari kegiatan ini, antara lain adalah :
1. Mendorong terbentuknya usaha agribisnis baru sebagai usaha
diversifikasi pangan;
2. Terbinanya kelompok tani dalam penerapan standar-standar mutu
produk dan teknologi pengolahan hasil; dan
3. Terfasilitasi alat mesin pengolahan pasca panen hasil pertanian dan
sarana prasarana agribisnis.
Kegiatan Pengembangan sistem informasi manajemen pertanian diarahkan untuk mencapai sasaran:
- Terkumpul, terolah, dan teranalisanya data primer komoditas
Pertanian serta peramalan produksi pertanian
- Teridentifikasinya data potensi wilayah dan agroekosistem
- Berkembangnya manajemen database pertanian
- Terlaksananya perencanaan pembangunan pertanian yang tepat
sasaran.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan di atas merupakan rincian
tahapan kegiatan, sehingga dapat dicapai impact yang bermanfaat bagi masyarakat tani pada khususnya. Adapun sasaran kegiatan yang ingin dicapai pada tahun 2012, sebagai berikut:
Tabel 2.4. Sasaran Kegiatan pada Program Peningkatan Ketahanan Pangan Tahun 2012
Kegiatan Sasaran Kegiatan Target
1. Penyusunan Database potensi produk pangan daerah;
a. Tersusunnya database
potensi pengembangan
pertanian berbasis tanaman
pangan, hortikultura,
perkebunan;
- Luas Tanam - Luas Panen - Produksi - Produktivitas
b. Tersusunnya sasaran intensifikasi tanaman pangan dan hortikultura
4 dokumen 12 bulan
1 dokumen
2. Penanganan Pasca Panen dan
Pengolahan Hasil Pertanian
a. Terlaksananya sosialisasi
penerapan teknologi
pengolahan dan penanganan
pasca penen
b. Terlaksananya pelatihan
internal control system;
c. Terlaksananya temu usaha
padi organik;
d. Pelatihan penanganan dan
pengolahan hasil
e. Menurunnya jumlah
kehilangan hasil (lossis)
untuk komoditas serealia
dan palawija (terutama
komoditas padi;
f. Memfasilitasi stimulan alat
dan mesin pasca panen dan
pengolahan hasil;
40 orang
20 orang 20 orang 75 orang/ 3
kecamatan 0,2-5%
9 paket
3. Pengembangan a. Target Pencapaian hasil
Kegiatan Sasaran Kegiatan Target
Intensifikasi Tanaman Padi,
Palawija
produksi dan komoditas terutama padi dan palawija,
yaitu ; Padi Jagung
b. Target pencapaian produktivitas - Padi - Jagung
c. Penerapan teknologi pemupukan berimbang dan pengadaan benih padi
palawija; d. Penerapan teknologi
budidaya padi dengan metode System Rice Intensification (SRI) atau “pengelolaan tanaman terpadu /PTT”
e. Terlaksananya SLPTT; f. Terlaksananya sosialisasi
SLPTT g. Terlaksananya sosialisasi
dan bimbingan teknis SOP GAP Padi
h. Terlaksananya bimbingan
teknis penerapan SOP GAP Jagung
i. Terlaksananya bimbingan teknis pupuk berimbang
j. Terlaksananya pengembangan kelompok pengelola UPPO
498.076 ton 51.954 ton
61,85 kuin/ha 63,00 kuin/ha
168 hektar
10 kelompok 1.550 orang
60 orang 110 orang
100 orang
6 kelompok
4. Pengembangan diversifikasi pangan
a. Terlaksananya bimbingan
teknis SOP GAP Ubi kayu
b. Terlaksananya
pengembangan ubi kayu
45 orang
1 kecamatan
5. Pengembangan Pertanian pada Lahan
Kering
a. Target pencapaian produksi: - buah-buahan
- tanaman hias
b. Berkembangnya kelompok usaha hortikultura organik
c. Berkembangnya penangkaran
574.281 ton
388.369 tgk 1 kelompok
Kegiatan Sasaran Kegiatan Target benih stroberi
d. Berkembangnya penangkaran benih kentang
e. Berkembangnya kelompok usaha dan kel. Wanita tani
f. Terlaksananya pengembangan kelompok pengelola UPPO
1 kelompok
1 kelompok 5 kelompok 1 kelompok
6. Pengembangan Perbenihan dan Pembibitan
a. Terlaksananya pemurnian
benih bersertifikat spesifikasi
lokalita;
b. Terfasilitasinya benih padi
cadangan daerah
1 varietas
11.500 kg
7. Penelitian dan Pengembangan Sumber daya Pertanian/ Perkebunan
a. Target pencapaian produksi
komoditas perkebunan: - Kopi - Teh - Cengkeh
b. Terlaksananya penilaian
perkebunan bagi PBS dan PTP
c. Terlaksananya forum kemitraan bisnis antar para pelaku usaha perkebunan
d. Terlaksananya penyusunan simakit
e. Terlaksananya rapat koordinasi gangguan usaha
perkebunan f. Terlaksananya sosialisasi IBK
dan pengendalian OPT Perkebunan
4.064 ton 3.261 ton 116 ton 17 perusahaan
50 orang
1 paket 50 orang 50 orang
8. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan mutu Produk Perkebunan
a. Berkembangnya budidaya tembakau rendah nikotin;
b. Berkembangnya industri pengolahan tembakau rakyat
15 hektar 4 kelompok
2. Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/
Perkebunan
Peningkatan pemasaran hasil produksi pertanian/ perkebunan menjadi keharusan dalam mempertahankan kontinuitas usaha agribisnis
pada berbagai komoditas unggulan di sektor pertanian. Menurut Abdul
Adjid, D (2001), pasar adalah suatu tempat yang terbentuk dari usaha dua pihak yang akan berinteraksi, yaitu pembelian dan penjualan. Dengan kata lain, pasar menjadi sentra aktivitas ekonomi di dalam lingkungan dunia usaha termasuk di sektor pertanian. Stabilitas dan mekanisme pasar
termasuk ke dalam sasaran utama dalam menciptakan masyarakat ekonomi yang berswasembada. Maka dari itu, program peningkatan pemasaran hasil produksi pertanian/ perkebunan merupakan hal mutlak yang harus dilaksanakan dalam pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung.
Salah satu sub sistem dalam sistem agribisnis adalah penataan
jaringan pemasaran guna meningkatkan posisi tawar petani dan Program peningkatan pemasaran bertujuan untuk mengembangkan dan menata jaringan pemasaran komoditas pertanian. Hal ini dirasakan perlu karena salah satu penyebab rendahnya nilai jual produk pertanian di tingkat petani di Kabupaten Bandung disebabkan oleh ketidakteraturan dan panjangnya
jalur pemasaran komoditas pertanian. Kegiatan-kegiatan ini direncanakan tersebar di 31 kecamatan di
Kabupaten Bandung. Sedangkan sasaran dan dampak yang diharapkan dari kegiatan tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Mendorong terbentuknya rumah kemasan hasil pertanian serta
mendorong meningkat nya permintaan konsumen;
2. Mengembangkan pusat-pusat penampungan Komoditas Pertanian
skala kecil di pedesaan;
3. Terlaksananya promosi produk hasil pertanian; dan
4. Tertatanya/teraturnya jalur pemasaran komoditas pertanian.
5. Meningkatnya kesadaran serta pengetahuan petani akan produk
bermutu/unggulan pertanian serta teknologi terbaru beserta
penerapannya dalam bidang pertanian.
Pada tahun 2012, program peningkatan pemasaran hasil produksi
pertanian/perkebunan diarahkan untuk menyusun, mendeteksi, dan merestrukturisasi mekanisme dan stabilitas jaringan pasar komoditas hortikultura dan tanaman pangan di Kabupaten Bandung. Adapun sasaran kegiatan yang ingin dicapai, sebagai berikut:
Tabel 2.5. Sasaran Kegiatan pada Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/ Perkebunan
Kegiatan Sasaran Kegiatan Kinerja
1. Penelitian dan Pengembangan Pemasaran Hasil Produksi
Pertanian/Perkebunan;
a. Penyusunan database pelaku usaha agribisnis hortikultura;
b. Terlaksananya usaha
promosi produk
1 dokumen 2 kali
Kegiatan Sasaran Kegiatan Kinerja
unggulan hortikultura; c. Fasilitasi jaringan
kerjasama antara petani hortikultura dengan pelaku pasar melalui kegiatan temu investasi;
1 kali
2. Promosi atas hasil produksi pertanian/perkebunan
unggul daerah
a. Terlaksananya pameran tingkat kabupaten
b. Terlaksananya pameran tingkat propinsi Jawa Barat
c. Terlaksananya pameran tingkat nasional (PF2N)
d. Terlaksananya festival stroberi
4 kali 1 kali
1 kali 1 kali
3. Pembangunan pusat-pusat penampungan
hasil produksi
a. berkembangnya kelompok usaha rumah
kemasan
4 kelompok
3. Program Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian/ Perkebunan
Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pemberdayan sumberdaya pertanian dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tanaman
pangan, hortikultura dan perkebunan adalah: a. Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani dan
kelompok tani tentang inovasi teknologi pertanian.
b. Mencukupi kebutuhan air yang terus meningkat dalam waktu, ruang,
jumlah serta mutu yang tepat sebagai akibat dari meningkatnya
jumlah penduduk dan pembangunan di segala bidang (industri,
pertanian, pariwisata dan lain-lain). Sedangkan ketersediaan air
relatif tetap dan bahkan pada daerah-daerah tertentu sumber daya
airnya cenderung menurun.
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan air melalui penerapan teknologi
hemat air.
d. Kelangkaan air yang selalu terjadi pada setiap musim kemarau yang
telah menyebabkan beberapa areal pertanian (terutama lahan
sawah) di Kabupaten Bandung mengalami kekeringan.
e. Mencukupi kebutuhan alat mesin pertanian untuk kegiatan produksi
dan pengolahan hasil.
f. Mencukupi ketersediaan sarana produksi berupa pupuk, obat-obatan
dan pestisida.
Adapun kegiatan yang diwadahi dalam program ini, adalah
Pengadaan Sarana dan Prasarana Teknologi Pertanian/ Perkebunan. Kegiatan Pengembangan Ketersediaan sarana prasarana pertanian dalam rangka peningkatan produktivitas pertanian diarahkan untuk mencapai sasaran:
- Terfasilitasinya dan terpeliharanya alat mesin pertanian pengolahan
produksi;
- Terbinanya dan berkembangnya pelayanan jasa alat mesin
pertanian;
- Terencananya kebutuhan pupuk, obat-obatan, dan pestisida;
Terbinanya kelompok tani dalam penerapan teknologi pengairan hemat;
Program peningkatan penerapan teknologi pertanian/ perkebunan ditujukan sebagai usaha pendukungan dalam peningkatan produksi
tanaman unggulan pertanian, seperti padi, jagung, kentang, cabe, tomat, bawang merah, kubis, alpukat, kopi, dan teh. Adapun sasaran kegiatan yang ingin dicapai pada tahun 2012, sebagai berikut:
Tabel 2.6. Sasaran Kegiatan pada Program Penerapan Teknologi Pertanian/ Perkebunan
Kegiatan Sasaran Kegiatan Kinerja
1. Pengadaan Sarana dan Prasarana
Teknologi Pertanian/Perkebunan;
a. Berkembangnya unit pelayanan jasa alsintan
(UPJA center) b. Terkendalinya serangan
OPT c. Terlaksananya forum
komunikasi revitalisasi
UPJA center; d. Terlaksananya
pengembangan desa PHT e. Penguatan brigade
proteksi tanaman f. Terlaksananya bimbingan
teknis perlindungan tanaman
1 kelompok
Minimal 95% 1 kali
1 desa 31 kecamatan
1 kali
2. Pemeliharaan rutin/ berkala sarana prasarana tek.
a. Terlaksananya pembangunan jaringan irigasi;
314 hektar
Kegiatan Sasaran Kegiatan Kinerja
pertanian/ perkebunan tepat guna.
b. Terlaksananya pembangunan jalan
usaha tani c. Pembangunan jaringan
irigasi air permukaan d. Terfasilitasinya
pembangunan rumah
kompos
1 km
4 lokasi 1 unit
4. Program Peningkatan Produksi Pertanian/ Perkebunan
Program peningkatan produksi pertanian/ perkebunan ditujukan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah komoditas hortikultura dan perkebunan spsesifik lokalita. Adapun teknis pelaksanaan kegiatan
diarahkan dalam pemenuhan: a. Pengidentifikasian Kelompok Sasaran
Kegiatan dilaksanakan oleh petugas lapangan untuk mengetahui
potensi sumber daya pangan, spesifikasi teknis teknologi
pengembangan, kemampuan SDM dan pengembangan bisnis
pertanian. Selain itu, juga dikumpulkan data dan informasi mengenai
kelembagaan dan budaya lokal.
1) Seleksi peserta dan jenis usaha
Berdasarkan hasil identifikasi, dilakukan seleksi dan
penentuan jenis usaha pangan lokal kepada calon peserta.
Penetapan jenis usaha dilakukan dengan studi kelayakan usaha
untuk mengetahui keuntungan dan keberlanjutan usaha. Kegiatan
ini harus dilakukan dengan hati - hati karena hasilnya menentukan
kegiatan selanjutnya.
2) Pelatihan Teknis Agribisnis
Setelah seleksi peserta, dilaksanakan pelatihan tentang
pengembangan pangan lokal yang disesuaikan dengan hasil seleksi
dan potensi wilayahnya. Mata pelajaran diberikan secara teori dan
praktek baik berupa teknis maupun manajemen usaha. Kegiatan ini
akan berhasil baik jika dilaksanakan dengan metode belajar sambil
bekerja. Pelatihan teknis agribisnis ditujukan untuk peningkatan
kesiapan penerima manfaat dalam manajerial usaha.
b. Pemberian bantuan
Bantuan dapat diberikan berupa uang, peralatan, sarana produksi
atau kombinasi keduanya. Sebaiknya bantuan tersebut diberikan
secara bertahap sesuai dengan kebutuhannya dalam kegiatan
produksi/pengolahan.
c. Pendampingan/pembinaan
Kelompok dalam mengelola usahanya, perlu diberikan
pendamping/pembina dengan keahlian sesuai dengan kebutuhan
teknis dan manajemen dari usahanya. Pendampingan dilaksanakan
selama satu tahun atau satu kali proses produksi/pengolahan
hortikultura dan perkebunan sampai dengan pemasarannya. Apabila
dalam proses pendampingan menghadapi permasalahan yang sulit
dipecahkan ditingkat lapangan, maka dapat meminta bantuan kepada
dinas/instansi teknis terkait.
d. Pembinaan pasca proyek dan pengembangannya
Walaupun pendampingan sudah selesai, pembinaan tetap
diberikan selama beberapa bulan dengan frekuensi kunjungan sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan kelompok. Pembinaan akan terus
dilanjutkan sampai kelompok dapat mengembangkan usahanya
menjadi kokoh dan mandiri termasuk mengupayakan kemitraan
dengan perusahaan mitra. Pembinaan pasca proyek ini merupakan
pembinaan rutin yang diberikan oleh petugas lapangan dari dinas
sesuai dengan bidangnya.
Program peningkatan produksi pertanian/perkebunan digulirkan untuk meningkatkan optimalisasi produktivitas komoditas unggulan dan indeks pertanaman lahan sawah dan lahan kering Kabupaten Bandung.
Adapun kegiatan yang diwadahi dalam program ini, sebagai berikut: 1. Penyuluhan peningkatan produksi pertanian/perkebunan;
2. Penyediaan sarana produksi pertanian dan perkebunan; dan 3. Peningkatan/Rehabilitasi saluran Irigasi.
Program peningkatan produksi pertanian/perkebunan diarahkan untuk mencapai sasaran:
- Meningkatkan hasil produksi komoditas pertanian/perkebunan
unggulan Kabupaten Bandung yaitu dari tanaman hortikultura;
sayuran 1.060.004 ton; buah-buahan 574.281 ton; tanaman hias
388.369 tangkai; obat-obatan 859.830 ton; tanaman perkebunan;
teh 3.277 ton, kopi 4.087 ton, dan cengkeh 117 ton.
- (1) berkembangnya kelompok usaha agribisnis berbasis hortikultura
4 kelompok (2) berkembangnya kelompok usaha agribisnis berbasis
komoditas kopi 3 kelompok; teh 2 kelompok; dan cengkeh 1
kelompok;
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan di atas merupakan rincian tahapan kegiatan, sehingga dapat dicapai impact yang bermanfaat bagi masyarakat tani pada khususnya. Adapun sasaran kegiatan yang ingin dicapai pada tahun 2012, sebagai berikut:
Tabel 2.7. Sasaran Kegiatan pada Program Peningkatan Produksi Pertanian/
Perkebunan
Kegiatan Sasaran Kegiatan Target Kinerja
1. Penyediaan Sarana Produksi
Pertanian dan Perkebunan;
a. Tercapainya produksi komoditas perkebunan; - Kopi - Teh - Cengkeh
b. Berkembangnya kelompok usaha agribisnis perkebunan - Kopi - Teh - Cengkeh
c. Berkembangnya penangkar benih komoditas perkebunan
d. Terfasilitasi sarana produksi perkebunan: - Benih kopi - Bibit kopi - Bibit teh - Bibit cengkeh
e. Berkembangnya kelompok usaha UPPO
f. Terbentuknya MPIG kopi java preanger Kabupaten
Bandung
4.064 ton 3.261 ton 116 ton
3 kelompok 2 kelompok 1 kelompok 1 kelompok
315.000 biji 32.000 pohon
11.250 pohon 9.000 pohon 1 kelompok 1 kelompok
2. Pengembangan Bibit Unggul Pertanian/ Perkebunan.
a. Tercapainya produksi komoditas hortikultura; - Sayuran - Buah-buahan - Tanaman hias
- Tanaman obat-obatan
b. Terlaksananya registrasi lahan kebun
c. Pengembangan sayuran
1.060.004 ton 574.281 ton 388.369 tangkai
859.830 ton 1,5% (2 kelompok)
Kegiatan Sasaran Kegiatan Target Kinerja
eksklusif paprika
d. Pengembangan agribisnis biofarmaka
e. Pengembangan kawasan buah-buahan
f. Berkembangnya kelompok
perbenihan kentang
1 kelompok
1 kelompok 100 hektar
1 kelompok
5. Program Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan
Program pemanfaatan potensi sumberdaya hutan merupakan salah satu kebijakan pembangunan kehutanan yang diarahkan untuk memberikan alternatif usaha bagi masyarakat di sekitar hutan, sekaligus dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan, selain langkah tindak vegetatif. Pada tahun
2012, program ini ditujukan untuk: (1) pengembangan agribisnis jamur dan (2) pengembangan agribisnis lebah madu.
Tabel 2.8. Sasaran Kegiatan pada Program Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan
Kegiatan Sasaran Kegiatan Target Kinerja
Pengembangan hasil hutan non kayu
a. Berkembangnya agribisnis jamur
b. Berkembangnya agribisnis lebah madu
c. Terlaksananya penyusunan database pelaku usaha HHR dan HHBK
1 kelompok 1 kelompok 1 dokumen
6. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Program rehabilitasi hutan dan lahan merupakan kebijakan yang ditujukan dalam pelestarian dan konservasi lingkungan, bertujuan untuk:
a. Meningkatkan akselerasi penanggulangan lahan kritis;
b. Mendukung dan mengembangkan program perbaikan lingkungan
melalui Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GRLK) melalui
pemberdayaan masyarakat tani di sekitar hutan dalam peningkatan
peran aktif masyarakat;
c. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Adapun sasaran yang diharapkan, adalah: a. Terpenuhinya masalah kekurangan bibit tanaman untuk penanaman
pada lahan kritis seluas 4.415 hektar;
b. Tercapainya sasaran percepatan penanganan lahan kritis;
c. Mendorong tercapainya Kabupaten Bandung Hijau dan Lestari.
Tabel 2.9. Sasaran Kegiatan pada Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Kegiatan Sasaran Kegiatan
1. Pembuatan
bibit/benih unggul
a. Pengembangan pembibitan hutan tanaman
untuk tanaman kayu-kayuan. Rehabilitasi Hutan
dan Lahan melalui; P2WKKS, TMMD, Lomba
Desa dan PKK serta Lomba Sekolah Sehat (UKS)
a. Fasilitasi sarana dan prasarana Pembuatan
Hutan Rakyat dan Hutan Kota;
b. Pelatihan dan bimbingan teknis pengelolaan
hasil hutan dalam pendukungan rehabilitasi
serta konservasi hutan dan lahan Serta
c. Penanaman lahan kritis seluas 4.415 hektar dan
ruang terbuka hijau seluas 0,5 hektar;
d. Tersusunnya pedoman rencana teknik lapangan
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RTL-
RLKT)
2. Pembinaan
Pengendalian dan
Pengawasan GRHL
3. Peningkatan Peran
Serta Masyarakat
Dalam Rehabilitasi
Hutan dan Lahan
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Gambaran Umum Target dan Realisasi Anggaran
3.1.1. Anggaran Pendapatan
Pada Tahun 2012, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten Bandung ditargetkan untuk menghasilkan pendapatan sebesar
Rp. 177.320.000,- (Seratus Tujuh Puluh Tujuh Juta Tiga Ratus Dua Puluh
Ribu Rupiah) dari hasil pengelolaan balai-balai benih. Sampai dengan bulan
Desember 2012, realisasi pendapatan dari 3 balai benih/kebun bibit
tersebut mencapai Rp. 177.985.000,- (Seratus Tujuh Puluh Tujuh Juta
Sembilan Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah) atau 100,38% dari target
pendapatan yang ditetapkan atau peningkatan 0,38% serta bila
dibandingkan dengan Tahun 2011 terdapat kenaikan Rp15.085.000,- (Lima
Belas Juta Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah) atau 9,26%.
Adapun perincian anggaran pendapatan Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten bandung dan realisasinya tahun
2012 dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Target dan Realisasi Anggaran Pendapatan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung Tahun 2012
No SUMBER PENDAPATAN Target (Rp) Realisasi
(Rp) (%)
1 Balai Benih Padi Jelekong 115.785.000
115.785.000 100,00
2 Balai Benih Padi
Solokanjeruk
40.110.000 40.775.000 101,66
3 Balai Benih Buah Batu 21.425.000 21.425.000 100,00 J u m l a h 177.320.000 177.985.000 100,38
3.1.2. Anggaran Belanja
Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Tahun 2012
mendapatkan alokasi anggaran Belanja sebesar Rp19.896.529.063,-
(Sembilan Belas Miliar Delapan Ratus Sembilan Puluh Enam Juta Lima Ratus
Dua Puluh Sembilan Ribu Enam Puluh Tiga Rupiah), yang terdiri dari
belanja tidak langsung Rp4.621.660.309,- dan belanja langsung
Rp15.274.868.754,-.
1. Belanja Tidak Langsung (BTL)
Belanja tidak langsung merupakan alokasi belanja untuk membiayai
gaji pegawai beserta tunjangannya. Pada tahun 2012, Dinas Pertanian
mendapatkan alokasi BTL sebesar Rp4.621.660.309,- atau 23,22% dari
total anggaran belanja. Dari target tersebut, terealisasi sebesar
Rp4.464.268.774,- (Empat Miliar Empat Ratus Enam Puluh Empat Juta Dua
Ratus Enam Puluh Delapan Ribu Tujuh Ratus Tujuh Puluh Empat Rupiah)
atau 96,59 persen.
Tabel 3.2 Target dan realisasi Belanja Tidak Langsung
No Belanja Target (Rp) Realisasi
(Rp) (%)
1 Gaji dan Tunjangan 3.685.894.000
3.541.603.977
96,09
2 Tambahan Penghasilan PNS
935.766.309 922.664.797 98,60
J u m l a h 4.621.660.309 4.464.268.774 96,59
2. Belanja Langsung
Belanja langsung dialokasikan untuk membiayai belanja langsung
peningkatan kinerja aparatur dinas dan belanja langsung masyarakat. Pada
tahun 2012, target anggaran Belanja Langsung sebesar Rp15.274.868.754,-
dan terealisasi sebesar Rp14.518.356.830,- atau 95,05% dari target yang
telah ditetapkan, yang terdiri dari belanja langsung SKPD Rp886.312.161,-
atau 95,27% dan belanja langsung urusan pilihan Rp13.632.044.669,- atau
95,03%. Berikut Rincian target dan realisasi pada belanja SKPD Dinas
Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Tahun Anggaran 2012.
Tabel 3.2. Target dan Realisasi Anggaran Belanja Langsung Tahun 2012
No. URAIAN TARGET
TA.2012 (Rp) REALISASI
TA.2012 (Rp) %
SISA ANGGARAN
I. BELANJA SKPD 903.332.000 886.312.161 95,27 44.019.000
1. Pelayanan
Administrasi Perkantoran
431.053.000 411.693.811 95,51 19.359.189
2. Peningkatan
Sarana dan Prasarana Aparatur
432.355.000 407.974.800 94,36 24.380.200
3. Peningkatan
Disiplin Aparatur
24.265.000 23.984.550 98,84 280.450
4. Peningkatan
Pengembangan Sistem Pelaporan Kinerja Dan
42.659.000 42.659.000 100,00 -
Keuangan
Belanja Langsung Pilihan
Anggaran belanja langsung pilihan Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012 adalah sebesar
Rp14.344.536.754,- yang dialokasikan untuk membiayai sebanyak 6
program dan 20 kegiatan. Anggaran tersebut bersumber dari APBD
Kabupaten Bandung Tahun 2012 sebesar Rp12.474.591.849,-; Dana Alokasi
Khusus (DAK) bidang Kehutanan sebesar Rp1.310.920.000,-, dan Dana
Bagi Hasil Cukai Tembakau APBN 2012 sebesar Rp559.024.905,-. Total
realisasi anggaran Belanja Langsung Pilihan sebesar Rp13.632.044.669,-
dan terdapat sisa anggaran sebesar Rp712.492.085,-. Perincian belanja
dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
53
Tabel 3.3 Target dan Realisasi Anggaran Belanja Langsung Program Tahun 2012
Program dan Kegiatan Target
Anggaran (Rp)
Realisasi Anggaran
(Rp)
Prosentase
(%)
Sisa Anggaran
(Rp) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani
1. Pelatihan Petani dan Pelaku Agribisnis 281.000.000 281.000.000 100,00 -
Program Peningkatan Ketahanan Pangan Pert./Perkebunan 5.124.466.905 4.904.117.730 95,70 220.349.175
1. Penyusunan Data Base Potensi Produk Pangan 404.000.000 403.301.000 99,83 699.000
2. Penanganan Pasca Panen Dan Pengolahan Hasil Pertanian 402.000.000 393.882.500 97,98 8.117.500
3. Pengembangan Intensifikasi Tanaman, Padi Palawija 1.401.875.000 1.388.322.325 99,03 13.552.675
4. Pengembangan Diversifikasi Tanaman 86.400.000 83.871.000 97,07 2.529.000
5. Pengembangan Pertanian Pada Lahan Kering 1.284.135.000 1.249.196.690 97,28 34.938.310
6. Pengembangan Perbenihan dan Pembibitan 350.000.000 348.284.650 99,51 1.715.350
7. Penelitian dan Peng. Sumber daya Pertanian/Perkebunan 637.032.000 632.153.650 99,23 4.878.350
8. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Perkebunan/Pertanian 559.024.905 405.105.915 72,47 153.918.990
Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/perkebunan. 1.034.300.000 1.027.442.650 99,34 6.857.350
1. Penelitian Dan Pengembangan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/perkebunan. 75.000.000 75.000.000 100,00 -
2. Promosi Atas Hasil Produksi Pertanian/perkebunan Unggulan Daerah 625.000.000 620.991.450 99,36 4.008.550
3. Pembangunan Pusat-Pusat Penampungan Produksi Hasil Pertanian/Perkebunan 334.300.000 331.451.200 99,15 2.848.800
Program Penerapan Teknologi Pertanian/Perkebunan 1.943.650.000 1.818.502.250 93,56 125.147.750
1. Pengadaan Sarana & Prasarana Tehnologi Pert./Perkebunan 1.285.525.000 1.161.417.500 90,35 124.107.500
2. Pemeliharaan Rutin/Berkala sarana dan prasarana Teknologi Pertanian/Perkebunan 658.125.000 657.084.750 99,84 1.040.250
Program Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan 2.162.700.000 2.111.288.150 97,62 51.411.850
1. Penyediaan Sarana Produksi Pertanian/Perkebunan 1.157.400.000 1.124.418.500 97,15 32.981.500
2. Pengembangan Bibit Unggul Pertanian/Perkebunan 1.005.300.000 986.869.650 98,17 18.430.350
Program Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Hutan 300.000.000 297.422.050 98,17 2.577.950
1. Pengembangan hasil hutan non kayu 300.000.000 297.422.050 98,17 2.577.950
Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan 3.433.803.000 3.127.655.589 91,08 306.147.911
1. Pembuatan Benih/Bibit tanaman Kehutanan 230.000.000 216.369.250 94,07 13.630.750
2. Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan GRLK 1.528.775.000 1.308.608.839 85,60 220.166.161
3. Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan 1.675.028.500 1.602.677.500 95,68 72.351.000
Program Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Hutan 64.616.349 64.616.250 100,00 99
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
54
1. Sosialisasi Pencegahan dan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan 64.616.349 64.616.250 100,00 99
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
55
3.2. Analisis Pengukuran Kinerja
Untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi
dan misi Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung maka
perlu dilakukan pengukuran kinerja. Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten dilakukan terhadap:
(a) Tingkat pencapaian sasaran, yang merupakan tingkat pencapaian
target (rencana tingkat capaian) dari masing-masing indikator sasaran yang
telah ditetapkan berdasarkan Rencana kerja tahunan dan rencana strategis
lima tahunan.
(b) Kinerja kegiatan , yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana
tingkat capaian) dari setiap kelompok indikator kinerja kegiatan, dan
langkah-langkah kegiatan.
Pengukuran kinerja ini merupakan hasil dari suatu penilaian yang
sistematik didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan berupa masukan,
keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Penilaian tersebut tidak terlepas dari
proses yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi keluaran dan
hasil.
3.2.1. Analisa Pencapaian Kinerja Sasaran Tahun 2012
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan pertanian
di Kabupaten Bandung tahun 2012, yang telah ditetapkan dalam Indikator
kinerja utama, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan menetapkan
beberapa langkah rencana tindak tahun 2012 ke dalam 8 program dan 22
kegiatan. Untuk mengevaluasi tingkat efektivitas program/kegiatan tersebut,
indikator kinerja menjadi acuan penilaian sasaran strategis.
Sasaran Strategis 1
Meningkatkan swasembada pangan lokal melalui peningkatan
produktivitas lahan dan komoditas pangan unggulan lokal
Salah satu sasaran strategis pembangunan pertanian adalah
meningkatnya swasembada pangan lokal melalui peningkatan lahan dan
komoditas pangan unggulan lokal. Hal ini merupakan salah satu langkah
perwujudan tercapainya ketahanan pangan sampai tingkat rumah tangga,
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
56
terutama dalam keberlanjutan ketersediaan pangan. Keadaan ini dicirikan
antara lain dengan tersedianya pangan yang cukup serta harga yang
terjangkau oleh daya beli masyarakat dan terwujudnya diversifikasi
konsumsi pangan yang tercermin dari tersedianya berbagai komoditas
pangan, baik produk segar maupun produk olahan.
Untuk mewujudkan ketersediaan pangan sampai tingkat rumah
tangga tersebut, pemerintah mengupayakan strategi antara lain berbagai
usaha peningkatan produksi dan produktivitas lahan dan pangan. Selain itu,
peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat tani dalam desiminasi
teknologi mulai dari budidaya tanaman pangan pada sisi on-farm juga
teknologi pasca panen dan pengolahan hasil pada sisi off-farm.
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap pencapaian sasaran seperti
yang telah dilakukan dan dapat dilihat pula dari berbagai fakta yang ada,
baik berupa keberhasilan maupun kekurangberhasilan pelaksanaan
pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung, apabila dibandingkan
dengan tahun 2012 maupun terhadap sasaran/target yang telah ditentukan,
ataupun juga terhadap realisasi pencapaian dalam pelaksanaan kegiatan
pada tahun 2012 ini.
Tabel 3.3 pengukuran sasaran kinerja tahunan 2012
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA TARGET KINERJA
REALISASI %
Meningkatkan swasembada
pangan lokal melalui peningkatan produktivitas lahan dan
komoditas pangan unggulan lokal
5. Jumlah produksi komoditas tanaman
pangan unggulan: - Padi (ton)
498.076
552.096
110,83
- Jagung (Ton) 51.954 50.687 97,56 - Ubi Kayu (Ton)
52.186 120.923 231,72
6. Jumlah produktivitas komoditas tanaman
pangan: - Padi (kui/ha)
61,85
63,66
102,9
3 - Jagung (kui/ha)
58,10
59,03 101,6
0 - Ubi Kayu (kui/ha)
110,65 183,55 165,8
8
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
57
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA TARGET KINERJA
REALISASI %
7. Prosentase
kehilangan/kerusakan hasil tanaman pangan
0,2 – 5%
0,4%
100,00
8. Proporsi serangan OPT terhadap luas tanam: - Padi
- Jagung
15%
10%
13%
11%
115,38
90,91
9. Jumlah perluasan tanam yang telah menerapkan teknologi
e. Padi - SL-PTT (ha) - SRI (ha)
f. SL-PTT Jagung (ha)
1.500
334
1.250
16.000
1.000
1.350
996,67
299,40
108,00
10. Prosentase luas tanam yang telah menerapkan teknologi: c. Penggunaan Pupuk
Berimbang d. Penggunaan Benih
Berlabel
61,11%
60,00%
62,92%
68,32%
102,94
113,87
Tabel 3.3 menunjukkan bahwa ketersediaan pangan yang
diindikasikan oleh jumlah produksi tanaman pangan mengalami
pertumbuhan positif dan melebihi target kinerja yang telah ditetapkan.
Pencapaian jumlah hasil produksi padi sampai Desember 2012 ini mencapai
552.029 ton GKG atau dengan peningkatan Produksi sebesar 110,83% dari
target atau mencapai 116,07% dari tahun 2011 dengan produktivitas
sebesar 63,66 kuintal/hektar. Pencapaian ini melebihi target yang telah
ditetapkan yang disebabkan oleh adanya perlakuan dan langkah strategis
dalam peningkatan produktivitas lahan dan komoditas padi serta penurunan
persentase kehilangan hasil akibat proses pasca panen dan pengolahan
hasil.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
58
Sedangkan realisasi produksi jagung mencapai 87.862 ton (Jagung
pipilan kering dan jagung yang dipanen muda/basah/sayur). Jagung Pipilan
keringnya sebesar 50.687 ton. Hasil panen jagung terbagi ke dalam dua
bentuk produk yang jagung dipanen muda dan jagung dalam bentuk pipilan
kering. Pada tahun 2012, petani lebih menginginkan panen muda karena
dari sisi ekonomi lebih cepat pergulirannya.
Dalam Tabel 3.4 dapat dilihat bahwa peningkatan padi di Kabupaten
Bandung tahun 2012 ini terjadi dalam peningkatan produksi dan
produktivitas per satuan luas bila dibandingkan dengan realisasi MT.
2010/2011 dan MT. 2011 dan target tahun 2012. Hal ini dikarenakan kondisi
iklim pada MT. 2012 lebih bersahabat untuk membudidayakan padi/
tanaman pangan lainnya, walaupun pada beberapa titik sentra produksi
mengalami puso akibat kekeringan. Lebih lanjut, upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan luas tanam melalui peningkatan indeks pertanaman
padi. Peningkatan IP tersebut dilaksanakan melalui perbaikan/rehabilitasi
jaringan irigasi dan/atau pembangunan jaringan irigasi baru, dinilai efektif.
Dengan demikian, dampak negatif dari alih fungsi lahan terhadap
pencapaian jumlah produksi tanaman pangan, khususnya padi masih bisa
diminimalisasi melalui peningkatan IP dan produktivitas komoditas,
disamping pengendalian OPT secara sabilulungan (Brigade Proteksi
Tanaman).
Tabel 3.4. Target dan Realisasi Jumlah Produksi Padi Palawija di Kabupaten Bandung Tahun 2012
No Uraian Komoditi Realisasi
2011 (Ha)
Target 2012 (Ha)
Realisasi 2012 (Ha)
Perkembangan Realisasi Thdp
Target 2012
% thdp 2011
A PADI
1 Padi Sawah
Luas Tanam (ha) 74.171 75.770 78.969 104,22 106,47
Luas panen (ha) 71.055 73.607 78.029 106,01 109,81
Produksi (ton) 450.652 477.848 518.032 108,41 114,95
Produktivitas (kwt/ha) 63,50 64,92 66,39 102,27 104,55
2 Padi Gogo
Luas Tanam (ha) 7.137 5.956 7.950 133,48 111,39
Luas panen (ha) 6.231 5.377 7.885 146,64 126,54
Produksi (ton) 22.337 20.228 33.997 168,07 152,20
Produktivitas (kwt/ha) 35,85 37,62 43,12 114,62 120,28
JUMLAH PADI
Luas Tanam (ha) 81.308 81.726 86.919 106,35 106,90
Luas panen (ha) 77.286 78.984 85.914 108,77 111,16
Produksi (ton) 472.989 498.076 552.029 110,83 116,71
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
59
No Uraian Komoditi Realisasi
2011 (Ha)
Target
2012 (Ha)
Realisasi 2012 (Ha)
Perkembangan
Realisasi Thdp Target 2012
% thdp 2011
Produktivitas (kwt/ha) 61,20 63,06 63,66 100,95 104,02
B PALAWIJA
1 Jagung
Luas Tanam (ha) 11.931 12.911 13.101 101,48 109,81
Luas panen (ha) 9.115 10.329 8.587 83,13 94,21
Produksi (ton) 51.039 51.954 50.687 97,56 99,31
Produktivitas (kwt/ha) 55,99 58,10 59,03 101,60 105,43
2 Kedelai
Luas Tanam (ha) 4 185 48 25,95 1.200,00
Luas panen (ha) 64 175 44 25,15 68,75
Produksi (ton) 95 273 67 24,73 70,53
Produktivitas (kwt/ha) 14,84 15,03 15,34 102,06 103,37
3 Kacang Tanah
Luas Tanam (ha) 1.297 2.145 1.673 77,98 128,99
Luas panen (ha) 1.308 2.038 1.655 81,21 126,53
Produksi (ton) 2.202 3.018 2.853 94,53 129,56
Produktivitas (kwt/ha) 16,83 14,81 17,24 116,41 102,44
5 Ubi Kayu
Luas Tanam (ha) 6.674 6.483 6.540 100,88 97,99
Luas panen (ha) 7.565 6.159 6.588 106,97 87,09
Produksi (ton) 144.990 118.013 120.923 102,47 83,40
Produktivitas (kwt/ha) 191,66 110,65 183,55 165,88 95,77
6 Ubi Jalar
Luas Tanam (ha) 1.965 2.140 1.737 81,17 88,40
Luas panen (ha) 2.618 2.033 1.820 89,52 69,52
Produksi (ton) 37.692 26.501 26.503 100,01 70,31
Produktivitas (kwt/ha) 143,97 130,35 145,62 111,71 101,15
JUMLAH PALAWIJA
Luas Tanam (ha) 21.871 23.864 23.099 96,79 105,61
Luas panen (ha) 20.670 20.734 18.694 90,16 90,44
Produksi (ton) 236.018 213.867 201.032 94,00 85,18
Produktivitas (kwt/ha) 114,18 103,15 107,54 104,26 94,18 Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung, 2012
Indikator kinerja lain yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
pencapaian sasaran strategis 1: “Meningkatkan swasembada pangan lokal
melalui peningkatan produktivitas lahan dan komoditas pangan unggulan
lokal” untuk mendorong tercapainya pengamanan produksi pangan adalah
1. Sub sistem pengelolaan sarana dipengaruhi oleh ketersediaan sarana
produksi pada saat dibutuhkan petani terutama pupuk, pestisida,
benih serta sarana dan prasarana lainnya.
2. Sub sistem pengelolaan infrastruktur dasar pertanian.
3. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas petani melalui desiminasi
teknologi budidaya tanaman: (1) Sekolah Lapang Pengelolaan
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
60
Tanaman Terpadu; (2) System Rice of Intesification; (3) penggunaan
pupuk berimbang.
4. Peningkatan sarana prasarana pasca panen.
5. Pemberdayaan kelembagaan pertanian tanaman pangan.
Melalui peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana
tersebut di atas secara langsung dapat berdampak pada peningkatan luas
pertanaman pertanian tanaman pangan yang merupakan upaya dalam
pencapaian peningkatan produksi 5% terutama komoditas padi di
Kabupaten Bandung. Grafik Indeks Pertanaman (IP) dibawah menunjukkan
adanya peningkatan nilai dari 1,92 di tahun 2009, 1,98 di tahun 2011
menjadi 2,01 pada Tahun 2012 dan produktivitas padi meningkat dari 55,63
kuintal/ha di tahun 2005 menjadi 61,20 kuintal/ha di tahun 2011 dan 63,66
kuintal/ha pada Tahun 2012.
Gambar 3.1 perkembangan produktivitas padi Kabupaten Bandung
55,36000
61,2000
63,66000
050
052
054
056
058
060
062
064
066
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pro
du
ktiv
itas
(K
uin
/ha)
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
61
Gambar 3.2 perkembangan indeks pertanaman padi Kabupaten Bandung
Sub sistem pengelolaan sarana dipengaruhi oleh ketersediaan sarana
produksi pada saat dibutuhkan petani terutama pupuk, pestisida, benih serta
sarana dan prasarana lainnya
1. Pupuk
Keberadaan pupuk sangat penting artinya bagi keberhasilan kegiatan
pengembangan agribisnis. Secara teknis kebutuhan pupuk setiap tahun
meningkat sejalan dengan peningkatan kebutuhan pangan masyarakat, akan
tetapi pada tahun 2012 ini penggunaan pupuk kimia mulai dikurangi dengan
tujuan untuk mengurangi tingkat degradasi lahan/tanah, dengan kata lain
untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah, dengan cara sedikit demi
sedikit memperbaiki tekstur serta struktur tanah agar sifat-sifat fisik, biologi
maupun kimia tanah nya menjadi lebih baik lagi dan otomatis ketersediaan
unsur hara serta penyerapannya oleh tanaman menjadi maksimal, juga bisa
membentuk iklim mikro yang sesuai dengan perakaran tanaman. Cara yang
ditempuh diantaranya yaitu dengan cara mensosialisasikan kembali
penggunaan pupuk organik terutama pupuk organik buatan sendiri/kompos
maupun buatan pabrik yang lebih ramah terhadap lingkungan ataupun
dengan cara melakukan pemupukan yang berimbang antara pupuk an
1,92
1,971,98
2,01
1,86
1,88
1,9
1,92
1,94
1,96
1,98
2
2,02
2009 2010 2011 2012
Ind
eks
Pe
rtan
aman
(IP
)
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
62
organik dan pupuk organik. Realisasi penyaluran pupuk tahun 2012 dapat
dilihat pada tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5 Realisasi Penyaluran Pupuk Pada Tahun 2012
No Jenis Sarana Produksi
Realisasi
Tahun 2011 (Ton)
Sasaran Tahun 2012
Realisasi Tahun 2012
Perbandingan Realisasi terhadap
Target 2012
1 Urea 39.489 41.000 26.289,20 64,12
2 SP- 36 (Superphos) 5.445 7.500 3.638,00 48,51
3 ZA 5.885 7.000 5.152,00 73,60
4 NPK Kujang 2.018 3.500 1.725,00 49,29
5 NPK Ponska 11.660 15.000 12.014,00 80,09
6 Petro Organik 1.310 3.500 1.076,00 30,74 Sumber: Bidang Pangan dan Hortikultura DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2012
Lebih lanjut, sebagai upaya penerapan pupuk organik,
pengembangan unit-unit pengolahan pupuk organik dalam bentuk rumah
kompos menjadi prioritas. Disamping mensosialisasikan penggunaan kembali
pupuk organik dan menjaga kualitas lingkungan melalui pemanfaatan
kembali limbah peternakan dan pertanian, juga memberikan alternatif usaha
bagi kelompok masyarakat tani di luar agribisnis. Langkah strategis yang
telah dilakukan sampai dengan Tahun 2012, adalah:
1. Memfasilitasi pembangunan rumah kompos dan Memfasilitasi alat-alat
pengolahan pupuk organik.
2. Memfasilitasi peningkatan pengetahuan, keterampilan dan teknologi
pengolahan pupuk organik bagi kelompok usaha.
3. Revitalisasi komisi Pengawasan Penyaluran Pupuk Kabupaten
Bandung (KP3)
Fasilitasi pengembangan unit pengolahan pupuk organik dialokasikan dari
anggaran yang bersumber dari APBN Kementerian Pertanian Tahun 2012
pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Sarana dan Prasarana dan APBD
Kabupaten Bandung Tahun 2012.
Tabel 3.6 Fasilitasi Pengembangan Unit Pengolahan Pupuk Organik
No Jenis Sarana Volume Lokasi 1. Rumah Kompos 4 unit Solokanjeruk, Paseh,
Bojongsoang, Pameumpeuk
2. Alat Pengolahan Pupuk Organik 12 unit Paseh, Bojongsoang, Pasirjambu,
Pameumpeuk, Solokanjeruk,
Rancabali dan Cangkuang
Sumber: Bidang Teknis Distanbunhut, 2012
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
63
Melalui upaya pengembangan Unit Pengolahan Pupuk Organik,
Kelompok Usaha Ekonomi Pedesaan (KUEP) “Taruna Mukti” Kampung
Papakmanggu Desa Cibodas Kecamatan Pasirjambu telah berhasil
menyalurkan pupuk organik kurang lebih 7.000 Ton/tahun. Penyaluran
produk pupuk organik tersebut tersebar dari Kabupaten Bandung,
Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Subang, juga telah bekerjasama
dengan PT. PN VIII dan PT. Agrimas sebagai pasar/pengguna produk.
Gambar 3.2 Unit Pengolahan Pupuk Organik KUEP Taruna Mukti
2. Pengelolaan Benih
Kegiatan pada tahun 2012 ini Dinas Pertanian Perkebunan dan
Kehutanan hanya membantu/memfasilitasi BKPPP dan BPSB dalam
melakukan pengawasan dan sertifikasi benih terhadap para penangkar
benih. Selanjutnya, Balai benih Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan
di Solokan Jeruk dan Jelekong sebagai UPTD dari Dinas Pertanian
Perkebunan dan Kehutanan terus mengembangkan dan memantau
penggunaan benih bermutu/berlabel di lapangan. Pada Tahun 2012, telah
dapat menyalurkan benih padi sebanyak 421,25 Ton dan 20,25 Ton benih
jagung, yang terdiri dari: 35 Ton dari APBD Kabupaten Bandung sebagai
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
64
Cadangan Benih Daerah (CBD) stimulan bencana alam dan pengembangan
untuk 1.400 hektar dan dari BLBU dan CBN sebanyak 262,5 Ton untuk SL-
PTT padi non hibrida; 93,75 Ton SL-PTT padi lading; 30 Ton untuk SL-PTT
padi Hibrida; dan 20,25 Ton untuk SL-PTT Jagung.
Lebih lanjut, pada Tahun 2012, Dinas Pertanian Perkebunan dan
Kehutanan telah melakukan penjajakan kerjasama dengan BATAN untuk
melakukan pelepasan varietas padi lokal Kabupaten Bandung, yakni varietas
Jembar. Kerjasama tersebut di mulai dengan uji multi lokasi dan uji adaptasi
di beberapa titik di Kabupaten Bandung dan beberapa titik di luar Kabupaten
Bandung, yang langkah selanjutnya akan dilaksanakan pada Tahun 2013.
Disamping itu pula dalam upaya mengejar penyerapan teknologi pertanian,
UPTD Benih menampung serta menyediakan benih berlabel/bermutu untuk
disebar/ditanam oleh para petani di wilayah kabupaten bandung, dan
menurut data dari UPTD benih bermutu/berlabel yang banyak
ditanam/digunakan oleh para petani di Kabupaten Bandung ini adalah
Varietas Ciherang (60%), Sintanur (3%), Mekongga (17%), IR-64 (10%)
dan benih Lokal sebanyak 10%.
3. Pengelolaan Alat Mesin Pertanian
Alat Mesin Pertanian sangat mempengaruhi tingkat pencapaian
ketersediaan pangan di Kabupaten Bandung. Melalui hal tersebut, akan
mempercepat waktu tanam, waktu olah, dan waktu simpan dengan
kuantitas dan kualitas yang relatif lebih bila dibandingkan dengan secara
manual. Perkembangan Alat Mesin Pertanian dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan baik dari jumlah alat maupun ketrampilan operator.
Peningkatan tersebut disebabkan adanya swadaya masyarakat maupun
dukungan dari pemerintah Pusat, Propinsi ataupun Kabupaten. Meskipun
demikian, program mekanisasi pertanian secara bertahap perlu terus
dikembangkan karena semakin terbatasnya tenaga kerja di pedesaan
terutama buruh tani, meningkatnya efisiensi dan efektivitas pemanfaatan
alat itu sendiri, meningkatnya tuntutan konsumen terhadap mutu dan
kualitas produk pertanian. Pada tahun 2011 ini jumlah alat mesin pertanian
yang diberikan ke tingkat petani mengalami sedikit penurunan seperti pada
tahun 2012, hal ini disebabkan karena alat mesin tahun-tahun sebelumnya
masih ada serta masih layak untuk digunakan dan diarahkan untuk
pengembangan sarana reparasi alat mesin tersebut.
Pengembangan kegiatan mekanisasi pertanian diharapkan dapat
berdampak positif terhadap kualitas penerapan teknologi usaha tani,
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
65
pendapatan usaha tani, peningkatan minat generasi muda untuk terus
bekerja di sektor pertanian, sehingga diharapkan usaha tani dan bisnis
pertanian dapat terus berkembang serta dapat meningkatkan minat para
generasi muda agar tidak merasa minder dalam bergumul dengan lumpur
dan bercinta dengan tanah dan terus bekerja pada sektor pertanian dalam
merajut masa depan keluarga.
Pada tahun 2012, sebagai langkah strategis dalam mengelola alat
mesin pertanian di Kabupaten Bandung, Dinas Pertanian Perkebunan dan
Kehutanan mengembangkan Unit Pelayanan Jasa Alsintan yang bertujuan
untuk mengelola dan memelihara alat dan mesin pertanian yang telah ada di
lapangan. Dengan UPJA ini, kelompok-kelompok masyarakat mendapatkan
alternatif usaha dalam bidang penyewaan alat mesin pertanian tersebut. Hal
tersebut dapat memberikan efek positif pada kedua belah pihak. Di sisi
petani, akan mempermudah pekerjaan dan mempercepat waktu usahanya
dengan pembayaran sewa setelah panen, di sisi lain, UPJA akan
mendapatkan keuntungan sebagai penghasilan dan pemeliharaan aset UPJA.
Kehadiran UPJA di perdesaan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
petani, kelompok tani dan gabungan kelompok tani dalam rangka
penyediaan pelayanan jasa alsintan guna mendukung tercapainya
pemenuhan produksi pertanian yang terus meningkat sejalan dengan
pertambahan jumlah penduduk, menurunnya daya dukung lahan, rendahnya
intensitas pertanaman, dan kepemilikan alsintan secara individu yang kurang
menguntungkan.
Tabel 3.7. Perbandingan Jumlah Alat Mesin Pertanian di tingkat petani
Kabupaten Bandung Tahun 2011 dan Tahun 2012
No Jenis Alsintan
Tahun 2011 (Unit) Tahun 2012 (Unit)
Total
Yang
dapat
digunakan
Rusak Total Yang dapat
digunakan Rusak
1 Alat Pengolahan Lahan 456 402 54 593 539 54
2 Alat Pemupukan 243 135 108 243 135 108
3 Alat Pemberantasan OPT 46.472 45.669 803 46.556 45.753 803
4 Pompa Air 425 411 14 571 533 38
5 Sabit Bergerigi 219 194 25 998 987 11
6 Alat Pengolah Padi 1.700 1.664 143 1.726 1.519 207
7 Alat Pengolah Jagung 18 18 0 18 18 0
8 Alat Pengolah Non Jagung 154 135 19 154 135 19
9 Perajang 3 3 0 3 3 0
10 Grader 409 363 46 409 363 46
Sumber: UPTD Alat mesin Pertanian dan Pengendalian OPT; Statistik DISTANBUNHUT Kab. Bandung 2012.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
66
Pada Tahun 2012, pemerintah Kabupaten Bandung melalui Dinas
Pertanian Perkebunan dan Kehutanan telah memberikan stimulan berupa
alat mesin pertanian kepada kelompok tani sebagai langkah dalam
pengembangan UPJA, berupa alat dan mesin baik pada sub sistem on-farm
maupun sub sistem pasca panen dan pengolahan hasil. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas usaha kelompok
tani. Stimulan alat dan mesin tersebut berupa:
1. Traktor sebanyak 89 unit, terdiri dari 13 unit berasal dari APBD
Kabupaten Bandung; 26 unit dari APBD Provinsi Jawa Barat; dan 50
unit dari APBN Kementerian Pertanian.
2. Alat pengendalian OPT berupa hand sprayer, emposan, dan power
sprayer sebanyak 92 unit yang berasal dari APBD Kabupaten
Bandung.
3. Alat dan mesin perbengkelan pertanian sebanyak 2 paket.
Lebih lanjut, pengembangan UPJA di Kabupaten telah dilaksanakan di
Kecamatan Kutawaringin dan Ciparay. Kedua UPJA center tersebut
diharapkan dapat memberikan efek positif untuk menjawab kebutuhan
masyarakat tani akan alat dan mesin pertanian.
4. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Salah satu upaya pengamanan produksi beras daerah adalah
pengendalian OPT. Pemerintah Kabupaten Bandung berupaya seefektif dan
seefisien mungkin dalam mengendalikan serangan OPT maupun menangani
bencana alam. Hal ini memberikan efek positif dalam meminimalisasi
kemungkinan terjadinya puso yang diakibatkan oleh serangan OPT dan
bencana alam kekeringan/banjir. Melalui pembentukan Brigade Proteksi
Tanaman di tingkat kecamatan dan desa se-Kabupaten Bandung
pengendalian dan penanganan tersebut dapat segera dilakukan secara
cepat, tepat, dan akurat.
Brigade proteksi tanaman merupakan agen pemerintah yang bertugas
sebagai pemantau, pengendali, dan pelaksana pengamanan produksi
pangan di Kabupaten Bandung, terutama yang diakibatkan oleh serangan
OPT dan bencana alam. Agen tersebut terdiri dari Petugas Pengendali OPT
(POPT) dinas dan para petani di desa dan kecamatan se-Kabupaten
Bandung. Setiap kejadian di lapangan akan segera ditangani secara cepat
dan tepat dengan memotong jalur koordinasi/birokrasi. Teknologi
pengendalian OPT yang telah dilaksanakan adalah: (1) Spot Stop; (2) Trips
Barrier System; (3) Agen hayati.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
67
Selain itu, pengembangan desa-desa PHT yang bekerjsama dengan
BPTPH Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu prioritas langkah untuk
mengendalikan serangan OPT. Melalui kombinasi Desa PHT dan brigade
proteksi tanaman diharapkan akan mengurangi dampak negatif dari
serangan OPT dan bencana alam terhadap jumlah produksi dan keadaan
puso. Berikut stimulan yang telah disalurkan untuk pengendalian OPT, yang
berasal dari APBD Kabupaten Bandung dan APBN, adalah:
Tabel 3.8 Stimulan Pengendalian OPT Tahun 2012
No Sarana Volume
1. Sarana pengendali agen hayati
a. Trichogaamma sp
b. metharizium sp
c. Beauveria sp
900 pias
800 bungkus
800 bungkus
2. Teknologi trip barrier system 40 paket
3. Obat-obatan pengendalian OPT
a. Rodentisida anti oagulan
b. Insektisida
c. Fungisida
d. Rodentisida/pengasapan
300 kg
300 kg
250 kg
40 kg Sumber: UPTD Alat mesin Pertanian dan Pengendalian OPT
Sub sistem pengelolaan infrastruktur dasar pertanian
1. Pengelolaan Infrastruktur Pengairan
Pada sisi pengelolaan infrastruktur pengairan, Pelaksanaannya
ditentukan oleh beberapa peraturan termasuk pengaturan kewenangan
diantaranya. Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang SDA dan Peraturan
Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi mengamanatkan bahwa
tanggung jawab pengelolaan jaringan irigasi tersier sampai ke tingkat
usahatani (JITUT) dan jaringan irigasi desa (JIDES) menjadi hak dan
tanggung jawab petani pemakai air (P3A) sesuai dengan kemampuannya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang pembagian
urusan pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah daerah Provinsi dan
Pemerintah daerah Kabupaten/Kota disebutkan bahwa kewenangan
pengembangan dan rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usahatani dan
jaringan irigasi desa menjadi kewenangan dan tanggung jawab instansi
tingkat kabupaten/kota yang menangani urusan pertanian.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
68
Potensi sumber daya air permukaan di wilayah Kabupaten Bandung
dari sisi kuantitas dapat dikatakan cukup baik apabila hanya dilihat secara
jumlah volume keseluruhan dalam setahun. Namun apabila ditinjau dari
periode waktu dan lokasi setiap Satuan Wilayah Sungai (SWS), kondisi
ketersediaan sumber air ini diperkirakan mempunyai 3 macam fluktuasi yaitu
fluktuasi tinggi, Sedang dan Rendah. Potensi sumber daya air yang dimiliki
oleh Kabupaten Bandung berupa mata air dan situ-situ serta curah hujan.
Untuk pemanfaatan sumber air tersebut telah dibangun bangunan
pengambilan utama berupa bendungan, embung dan bangunan irigasi-
irigasi, bendungan-bendungan yang ada ini dimanfaatkan selain untuk
mengairi lahan pertanian juga untu pembangkit tenaga listrik.
Potensi air permukaan sungai dan air permukaan bendungan yang
ada di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 3.9 di bawah ini.
Tabel 3.9. Potensi Air Permukaan Bendungan Desa di Kabupaten Bandung
No
Lokasi Nama
Sungai/
DAM
Volume
(Juta m3) Kecamatan Desa
1 Soreang - Sadu - Cibeureum 20,0947
- Buninagara - Leuwikuya 97,4462
2 Pasirjambu - Buninagara - Leuwikuya -
3 Ciwidey - Panyocokan - Cigadog 30,2745
4 Margaasih - Lagadar - Malang 20,1326
5 Katapang - Parungserab - Leuwikuya 18,6567
- Banyusari -
Kiarawuyeuh
8,7039
- Juntigirang - Juntihilir 6,5847
- Banyusari - Baros 2,1192
6 Majalaya - Wangisagara -
Wangisagara
63,8793
7 Ciparay - Pakutandang - Cirasea 93,5105
8 Pacet - Maruyung - Wanir 71,1452
9 Rancaekek - Rancaekek kulon - Ciajasana 46,1848
10 Ibun - Lampegan - Cikaro 125
16 Cangkuang - Jatisari - Ciherang 95,7811
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
69
Pengelolaan sumberdaya air ini, dilaksanakan program pengontrolan
dan pemeliharan juga rehabilitasi saluran-saluran irigasi tersier yang ada
melalui JIDES dan JITUT, agar supaya tidak terjadi kekeringan pada musim
kemarau dan banjir pada musim penghujan dan juga pembuatan sumur
pantek serta embung. Tujuan utama pengelolaan/pemeliharaan air irigasi ini
adalah untuk (1) meningkatkan indeks pertanaman (IP) dan (2) mengurangi
dampak bencana alam kekeringan dan banjir. Upaya pemeliharaan saluran
irigasi tersebut, dianggarkan baik berasal dari APBD Kabupaten Bandung,
APBD Provinsi Jawa Barat, maupun APBN.
Pada Tahun 2012, ada beberapa kegiatan pengelolaan air irigasi
tersier di beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Bandung, yakni
kegiatan rehabilitasi Jaringan Irigasi Desa (JIDES), Rehabilitasi Jaringan
Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT), pembangunan embung; dan revitalisasi
kelembagaan pengelolaan air irigasi - P3A mitra cai -.
a. Alokasi anggaran dari APBD Kabupaten Bandung
1. Rehabilitasi Jaringan Irigasi Desa (JIDES) seluas 25 hektar di Kecamatan
Solokanjeruk; 2. Rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usahatani (JITUT) seluas 60 hektar di
Kecamatan Cileunyi; 3. Pembangunan jaringan irigasi air permukaan, berupa rumah pompa
sebanyak 6 unit di Kecamatan Bojongsoang, Solokanjeruk, Baleendah,
Cikancung, Ciparay, dan Rancaekek; 4. Stimulan pompa air sebanyak 23 unit; 5. Revitalisasi P3A Mitra Cai.
b. Alokasi anggaran dari APBD provinsi Jawa Barat
Revitalisasi kelembagaan pengelola air irigasi menjadi prioritas utama.
c. Alokasi anggaran dari APBN Kementerian Pertanian
1. Rehabilitasi jaringan irigasi seluas 1.000 hektar di Kecamatan
Cangkuang, Kutawaringin, Pameungpeuk, Rancaekek, Cicalengka,
Solokanjeruk, Majalaya, Ciparay, Paseh, Cikancung, Nagreg, Ibun,
Baleendah, Bojongsoang, Pacet, Katapang, Pasirjambu, Cimaung,
Cileunyi.
2. Pengelolaan Lahan
Pengelolaan lahan ditujukan untuk mengoptimal penggunaan lahan
bagi pengusahaan agribisnis tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan,
sehingga dapat meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dan berproduktif.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
70
Lebih lanjut, pengotimalisasi lahan tersebut termasuk pembangunan
infrastruktur dasar – jalan, optimalisasi, konservasi –.
Pengelolaan lahan tersebut juga merupakan langkah strategis yang
dilakukan oleh Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan untuk menjaga
dan mengamankan ketersediaan pangan lokal. Langkah strategis yang
dilakukan bersumber dari APBD Kabupaten Bandung dan APBN Kementerian
Pertanian, yang meliputi:
i. Pembangunan/rehabilitasi jalan usaha tani
Pada Tahun 2012, rehabilitasi jalan usaha tani dilakukan di
Kecamatan Pacet sebanyak 1 km
ii. Optimalisasi lahan tidak produktif, yang dilaksanakan seluas 500 hektar dengan mengembangkan budidaya pertanian tanaman pangan alternatif, seperti ubi kayu
Peningkatan kapasitas dan kapabilitas petani melalui desiminasi teknologi
budidaya tanaman
Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa pada tahun 2012
penerapan teknologi budidaya pertanian terutama padi dan palawija melalui
metode PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) mengalami kenaikan dalam
skala presentase di tingkat petani terutama dalam hal pemupukan
berimbang, begitupun dalam hal penggunaan benih bermutu, namun
demikian ternyata penggunaan benih bermutu pun terkadang hasilnya tidak
signifikan ini dimungkinkan karena benih tersebut tidak sesuai dengan iklim
mikro di tempat/lahan para petani itu berada. Penerapan teknologi pertanian
tanaman pangan melalui metode PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) di
tingkat petani dapat dilihat pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10 Penerapan Teknologi di Tingkat Petani thn 2011-2012
No Metode Teknologi Penerapan Tahun
2011 (Ha)
Penerapan Tahun
2012 (Ha)
Perkembangan Tahun 2012
thdp 2011
1 Pupuk Berimbang 11.650 22.637 194,31 2 Benih
Bermutu/Berlabel 12.433
24.477 196,87
3 Penerapan SRI 700 1.000
142,86
4 S L P T T 15.200 16.600 109,21
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
71
Sumber: Bidang Pangan DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2012
Berdasarkan data Tabel 3.10 dapat dilihat bahwa desiminasi teknologi
khususnya pada peningkatan produktivitas tanaman pangan dapat dikatakan
telah menyebar hampir ke seluruh kawasan/lahan pertanian terutama lahan
sawah di Kabupaten Bandung. Hal ini terbukti penggunaan pupuk berimbang
dan benih bermutu/berlabel meningkat dari luas lahan sawah yang telah
menerapkan teknologi pupuk berimbang 11.650 hektar menjadi 22.637
hektar pada tahun 2012 atau 62,92% dari total luas lahan sawah di
Kabupaten Bandung dan 12.433 hektar luas lahan sawah yang menerapkan
teknologi benih bermutu/berlabel menjadi 24.477 hektar pada Tahun 2012
atau 68,31% dari total luas lahan sawah.
Lebih lanjut, 16.600 hektar atau 46,14% dari total luas lahan sawah
telah mengikuti dan menerapkan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT). SL-PTT tersebut termasuk didalamnya SL-PTT padi sawah non
hibrida, padi sawah hibrida, padi ladang, dan SL-PTT jagung. 1.000 hektar
juga telah menerapkan teknologi System Rice of Intensification (SRI) yang
merupakan cikal bakal pengembangan padi organik di Kabupaten Bandung.
Pada Tahun 2012, Penerapan SRI fokus pengembangan pertanian di
Kecamatan Bojongsoang, Ciparay, Baleendah, Banjaran, dan Solokanjeruk,
yang memberikan dampak positif bagi petani. Petani secara antusias
mengembangkan pertanian padi organik. Jumlah kelompok tani yang telah
mendapat sertifikasi organik dari Inofice sebanyak 2 kelompok di Kecamatan
Ciparay dan Bojongsoang. Salah satu diantaranya telah mendapatkan
kerjasama dengan eksportir PT. Amazing Farm dan PT. Sarinah Agro Mandiri
dalam hal pemasaran, yaitu Kelompok Tani “Organik Sarinah” Kecamatan
Ciparay dengan produksi rata-rata 11,44 kuintal/ha GKP. Lebih lanjut, untuk
meningkatkan keberdayaan kelembagaan pertanian organik di Kabupaten
Bandung, khususnya di wilayah Kecamatan Ciparay dibentuk “Asosiasi
Organik”. Penerapan SRI tersebut dari sisi harga produk mengalami
peningkatan. Dari semula harga jual gabah sebesar + Rp3.500 per kg
dengan konvensional menjadi + Rp5.000/kg dan dalam bentuk beras
kemasan dijual + Rp15.000/kg.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
72
Gambar 3.2 pengembangan pertanian organik Kelompok tani Sarinah
Peningkatan Sarana Prasarana Pasca Panen dan Pengolahan Hasil
Penanganan panen dan pasca panen di Kabupaten Bandung pada
tahun 2012 untuk komoditas padi dan jagung memperlihatkan
perkembangan yang cukup mengembirakan, hal ini salah satunya dapat
dilihat dari tingkat penurunan angka kehilangan hasil dalam hal pemanenan
serta pengolahan pasca panennya. Berdasarkan data yang ada, tingkat
kehilangan hasil komoditas padi pada tahun 2011 dalam penanganan pasca
panen mencapai 11,15% dan pada tahun 2012 ini menurun 0,75% menjadi
10,75%. Sedangkan pada komoditas jagung angka kehilangan hasil tahun
2010 sebesar 4,20% menurun menjadi 4,17% pada tahun 2011 (turun
0,03%), ditunjukkan pada Tabel 3.11. Nilai-nilai penurunan kehilangan hasil
tersebut diukur pada kelompok tani yang mendapatkan intervensi bantuan.
Penurunan tingkat kehilangan hasil tersebut didukung adanya
penggunaan alat mesin pertanian yang semakin modern, tingkat kesadaran
petani dan ketrampilan petani yang semakin meningkat sejalan dengan
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
73
upaya pembinaan yang cukup intensif dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Bandung.
Tabel 3.11 Realisasi Tingkat Kehilangan Hasil Komoditas Padi dan Jagung
Tahun 2010, 2011, dan 2012.
No
Komponen
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
Padi Jagun
g Padi
Jagung
Padi Jagun
g
1 Panen 2,42 0,29 2,35 0,29 0,58 0,27
2 Perontokan 3,91 2,77 3,35 2,76 3,33 2,76
3 Pengeringan 2,83 0,72 3,03 0,71 3,83 0,70
4 Pengilingan 2,36 0,42 2,42 0,41 3,01 0,41
JUMLAH 11,52 4,20 11,1
5 4,17
10,75
4,14
Sumber : Bidang Tanaman Pangan DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2012
Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Bandung yang didukung
oleh anggaran yang bersumber dari APBN Kementerian Pertanian dan APBD
Provinsi Jawa Barat telah memberikan stimulan barang dan peningkatan
keterampilan dan pengetahuan teknologi pasca panen dan pengolahan hasil
sebagai upaya dalam pengembangan dan pemberdayaan kelompok-
kelompok pengolahan hasil berbasis komoditas tanaman pangan, berupa:
1. Rice Milling Unit (RMU) sebanyak 2 paket di Kecamatan Ciparay dan
Rancaekek;
2. 2 unit power thresher multiguna di Kecamatan Nagreg dan
Cikancung;
3. Penggilingan padi/power thresher/peda thresher sebanyak 18 unit di
Kecamatan Ciparay, Cimaung, Bojongsoang, Cangkuang, dan
Margaasih;
4. Combine harvester sebanyak 2 unit di Kecamatan Kutawaringin dan
Ciparay;
5. Mesin pengering vertical sebanyak 1 unit di Kecamatan Bojongsoang.
Sasaran Strategis 2
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
74
Meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif produk
pertanian melalui pengembangan agribisnis dalam aglomerasi
ekonomi pertanian
Sasaran strategis ini diarahkan untuk mengembangkan kelompok-
kelompok usaha agribisnis yang berbasis komoditas hortikultura dan
perkebunan unggul lokal Kabupaten Bandung. Agribisnis hortikultura dan
perkebunan dikembangkan berdasarkan pada potensi satu kawasan
tertentu. Pengembangan Kawasan Pertanian menekankan transformasi
desa-desa dengan memperkenalkan unsur-unsur urbanisme ke dalam
lingkungan pedesaan yang spesifik yang didalamnya menekankan kekuatan
lokal untuk berkembang aktif dalam struktur ekonomi wilayah.
Selain itu, pertimbangan kaidah-kaidah konservasi air dan tanah
menjadi prioritas dalam pengembangan kawasan hortikultura dan
perkebunan di Kabupaten Bandung. Penentuan kawasan-kawasan
didasarkan pada: (1) potensi yang dimiliki; (2) sumberdaya pertanian yang
memadai; (3) sesuai kaidah konservasi dan tercantum dalam RTRW
Kabupaten Bandung; dan (4) memiliki peluang komparatif dan kompetitif.
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap pencapaian sasaran strategis
2 seperti yang telah dilakukan dan dapat dilihat pula dari berbagai fakta
yang ada, baik berupa keberhasilan maupun kekurangberhasilan
pelaksanaan pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung, apabila
dibandingkan dengan tahun 2012 maupun terhadap sasaran/target yang
telah ditentukan, ataupun juga terhadap realisasi pencapaian dalam
pelaksanaan kegiatan pada tahun 2012 ini.
Tabel 3.12 pengukuran sasaran strategis 2 Tahun 2012
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
Kinerja Realisasi %
Meningkatkan keunggulan komparatif dan
kompetitif produk pertanian melalui pengembangan agribisnis dalam aglomerasi ekonomi pertanian
4. Jumlah produksi komoditas unggulan: - Sayuran (ton)
- Buah-buahan (ton)* - Biofarmaka (ton)* - Tan. Hias (tangkai) - Kopi (ton) - Teh (ton) - Cengkeh (ton)
1.060.004
574.281 859.830 388.369
4.064
3.261
116
783.488
184.842 399.729 1.070.4
48
6.362 3.124
62
73,91
32,18
46,49
275,63
156,54
95,80
53,45
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
75
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Kinerja
Realisasi %
5. Jumlah kelompok tani
yang telah memiliki registrasi kebun
a. Hortikultura (kel) b. Perkebunan (kel)
9
-
11
-
122,22
100,00
6. Jumlah kelompok usaha
rumah kemasan dan UPH:
a. Hortikultura (kel) b. Perkebunan (kel)
2
2
8
7
400
350
Keterangan: *) data sampai dengan triwulan II (Juni 2012)
Pencapaian Jumlah Produksi Komoditas Hortikultura dan
Perkebunan
Produksi serta produktivitas komoditas pertanian khususnya
komoditas hortikultura dan perkebunan yang diunggulkan di Kabupaten
Bandung tahun 2012 ini terjadi peningkatan yang cukup signifikan walaupun
menghadapi kendala-kendala yang cukup sulit seperti keadaan alam yang
cukup ekstreem khususnya iklim yang kering, namun disisi lain iklim tersebut
membantu dalam pertumbuhan serta perkembangan bunga dan pembuahan
komoditas hortikultura dan perkebunan sehingga umumnya mampu
menaikan produksi dan produktivitasnya asalkan pengairannya tetap terjaga
dan terpenuhi. Selain itu pula ada tantangan internal diantaranya adalah
peralihan komoditas karena alasan-alasan tertentu, pengurangan lahan
produktif karena digunakan untuk keperluan lainnya serta terkadang
penanaman/pertanian komoditas hortikultura berbenturan dengan isu-isu
tentang kaidah-kaidah konservasi.
Berikut diantaranya peningkatan produksi dari komoditas hortikultura
dan perkebunan antara lain; kentang dari 110.793 ton menjadi 131.007 ton,
bawang merah dari 20.887 ton menjadi 39.222 ton, produksi tomat dari
94.124 ton menjadi 94.486 ton, strawberry produksinya naik 429,9%, dari
35.342 ton menjadi 151.959 ton serta produksi tanaman perkebunan rakyat
yaitu; teh 15.708,50 ton naik 100,07% (bahan mentah) dari tahun 2011,
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
76
kopi mencapai 25.449,76 ton naik 136%, serta tembakau naik sebesar
123% dari tahun 2011.
Sayuran
Lima komoditas utama sayuran di kabupaten Bandung adalah
kentang, tomat, cabe, bawang merah, dan kubis. Kelima komoditas tersebut
mengalami peningkatan dalam hal produksi dan produktivitas. Disamping
itu, terdapat komoditas-komoditas spesifikasi lokal dan eksklusif yang
dikembangkan atas kerjasama antara petani dengan pelaku pasar (ritel,
industri, dan eksportir), seperti wortel, brokoli, paprika, dan sayuran
eksklusif jepang. Komoditas tersebut tersebar di Kecamatan Pangalengan,
Ciwidey, Pasirjambu, Rancabali, Cimenyan, dan Kertasari.
Perkembangan yang cukup signifikan adalah pada komoditas stroberi
dengan jumlah produksi sebanyak 151.959 ton dari luas areal 451 hektar.
Komoditas stroberi tersebar di 3 kecamatan – Pasirjambu, Ciwidey, dan
Rancabali –. Pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Bandung
mendeklarasikan da menetapkan sebagai “kabupaten stroberi” dengan
memecahkan rekor muri. Melalui penetapan ini, memberikan komitmen dari
pemerintah untuk mengembangkan komoditas unggul lokal.
Tabel 3.12 Realisasi Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas
Komoditas Sayuran di Kabupaten Bandung Tahun 2012
No Uraian Komoditi Realisasi
2010 Realisasi
2011 Realisasi
2012
Perkembangan Realisasi Th.2012
thdp Th.2011
1 Bawang Merah
Luas Tanam (ha) 2.098 2.827 3.116 110,22
Luas panen (ha) 2.378 1.799 3.265 181,49
Produksi (ton) 26.990 20.887 39.222 187,79
Produktivitas (kwt/ha) 113,98 116,10 120,13 103,47
2 Kentang
Luas Tanam (ha) 4.834 6.527 6.711 102,82
Luas panen (ha) 5.606 5.346 7.036 131,61
Produksi (ton) 114.919 110.793 131.007 118,24
Produktivitas (kwt/ha) 204,99 207,25 186,19 89,84
3 Kubis
Luas Tanam (ha) 4.424 5.394 5.266 97,63
Luas panen (ha) 4.424 4.592 5.242 114,16
Produksi (ton) 102.747 109.326 125.606 114,89
Produktivitas (kwt/ha) 232,2 238,08 239,61 100,65
4 Cabe
Luas Tanam (ha) 711 787 226 28,72
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
77
No Uraian Komoditi Realisasi
2010 Realisasi
2011 Realisasi
2012
Perkembangan Realisasi Th.2012
thdp Th.2011
Luas panen (ha) 969 740 691 93,38
Produksi (ton) 20.684 20.682 20.376 98,52
Produktivitas (kwt/ha) 213,58 87,74 294,88 336,07
5 Tomat
Luas Tanam (ha) 1.344 1.295 1.174 90,66
Luas panen (ha) 1.499 1.339 1.097 81,93
Produksi (ton) 86.960 94.124 94.486 100,38
Produktivitas (kwt/ha) 580,12 702,95 861,31 580,12
6 Bawang Daun
Luas Tanam (ha) 2.764 3.147 3.549 112,77
Luas panen (ha) 2.696 2.969 3.512 118,29
Produksi (ton) 38.479 49.570 54.115 109,17
Produktivitas (kwt/ha) 142,73 166,96 154,09 92,29
7 Kembang Kol Luas Tanam (ha) 294 466 512 109,87
Luas panen (ha) 289 418 511 122,25
Produksi (ton) 5.419 8.091 9.958 123,08
Produktivitas (kwt/ha) 187,51 193,56 194,88 100,68
8 Petsai/Sawi/Sosin
Luas Tanam (ha) 2.788 3.128 3.176 101,53
Luas panen (ha) 2.787 3.015 3.218 106,73
Produksi (ton) 55.536 61.396 67.581 110,07
Produktivitas (kwt/ha) 199,27 203,63 210,01 103,13
9 Wortel
Luas Tanam (ha) 1.566 2.131 1.745 81,89
Luas panen (ha) 1.457 2.006 1.796 89,53
Produksi (ton) 31.738 42.524 40.316 94,81
Produktivitas (kwt/ha) 217,83 211,99 224,48 105,89
10 Lobak
Luas Tanam (ha) 365 376 306 81,38
Luas panen (ha) 345 360 313 86,94
Produksi (ton) 7.525 8.027 7.228 90,05
Produktivitas (kwt/ha) 218,12 222,96 230,91 103,57
11 Kacang Merah
Luas Tanam (ha) 1.877 1.547 1.690 109,24
Luas panen (ha) 2.609 1.191 1.538 129,14
Produksi (ton) 23.797 10.835 9.833 90,75
Produktivitas (kwt/ha) 91,21 90,97 63,93 70,27
12 Kacang Panjang
Luas Tanam (ha) 180 179 119 66,48
Luas panen (ha) 603 139 156 112,23
Produksi (ton) 4.744 2.786 3.620 129,92
Produktivitas (kwt/ha) 78,67 117,59 232,03 197,32
13 Jamur
Luas Tanam (m2) 6.415 8.971 11.413 127,22
Luas panen (m2) 5.172 8.689 20.205 232,54
Produksi (ku) 28.014 15.643 29.530 188,77
Produktivitas (kg/m2) 10,16 18,00 14,62 81,18
14 Terung
Luas Tanam (ha) 117 173 160 92,49
Luas panen (ha) 99 143 186 130,07
Produksi (ton) 2.442 4.673 4.964 106,23
Produktivitas (kwt/ha) 246,66 135,05 266,89 197,62
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
78
No Uraian Komoditi Realisasi
2010 Realisasi
2011 Realisasi
2012
Perkembangan Realisasi Th.2012
thdp Th.2011
15 Buncis
Luas Tanam (ha) 478 696 850 122,13
Luas panen (ha) 546 639 789 123,47
Produksi (ton) 11.287 14.857 18.279 123,04
Produktivitas (kwt/ha) 206,72 128,27 231,68 180,62
16 Ketimun
Luas Tanam (ha) 544 561 460 82,00
Luas panen (ha) 456 524 538 102,67
Produksi (ton) 12.885 24.388 18.164 74,48
Produktivitas (kwt/ha) 282,51 207,80 337,62 162,47
17 Labu Siam
Luas Tanam (ha) 21 55 87 158,18
Luas panen (ha) 353 62 69 111,29
Produksi (ton) 52.306 66.493 60.089 90,37
Produktivitas (kwt/ha) 1481,75 10.724,68 8.708,49 81,20
18 Kangkung
Luas Tanam (ha) 193 266 260 97,74
Luas panen (ha) 224 242 255 105,37
Produksi (ton) 2.752 9.092 9.495 104,44
Produktivitas (kwt/ha) 122,9 135,91 372,37 273,98
19 Bayam
Luas Tanam (ha) 106 153 259 169,28
Luas panen (ha) 120 128 267 208,59
Produksi (ton) 793 1.250 2.953 236,29
Produktivitas (kwt/ha) 66,08 97,64 110,61 113,28
20 Seledri
Luas Tanam (ha) 1.624 1.560 1.516 97,18
Luas panen (ha) 1.866 1.596 1.441 90,29
Produksi (ton) 35.501 30.479 28.516 93,56
Produktivitas (kwt/ha) 190,25 190,97 197,89 103,62
21 Cabe Rawit
Luas Tanam (ha) 377 432 282 65,28
Luas panen (ha) 324 424 324 76,42
Produksi (ton) 6.619 11.943 8.150 68,24 Produktivitas (kwt/ha) 67,61 68,45 251,54 367,48
Jumlah Sayuran
Luas Tanam (ha) 33.120 40.671 42.877 105,42
Luas panen (ha) 34.822 36.361 52.449 144,25
Produksi (ton) 672.137 1.060.004 783.488 73,91
Produktivitas (kwt/ha) 19,30 19,74 19,94 101,10
22 Strowberry**)
Luas Tanam (ha) 156 172 148 86,05
Luas panen (ha) 1.764 188 141 75,00
Produksi (ton) 27.949 35.342 151.959 429,97
Produktivitas (kwt/ha) 158,44 179,93 10.777,21 5.989,81 Sumber : Bidang hortikultura Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung 2012
Ket **) Termasuk dalam komoditas tanaman buah-buahan semusim
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
79
Buah-buahan
Produksi komoditas buah-buahan unggulan seperti alpukat, durian
dan strawberry di Kabupaten Bandung pada tahun 2012 umumnya dapat
melampaui target serta memperlihatkan realisasi yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan tahun 2011, tetapi ada juga yang tidak bisa
melampaui realisasi tahun 2011, ini disebabkan oleh kondisi alam yang
cukup kering sehingga dalam proses pembungaan dan pembuahan tanaman
banyak yang gugur karena evavotranspirasi dari tanaman itu sendiri cukup
tinggi, disamping itu pula sudah banyak tanaman yang tua dan tidak
produktif lagi serta tanaman muda sebagai penggatinya belum produktif
menghasilkan buah. Untuk selengkapnya mengenai realisasi produksi, dapat
dilihat pada Tabel 3.13 di bawah ini.
Tabel 3.13 Realisasi Produksi Tanaman Buah-buahan di Kabupaten
Bandung Tahun 2012 *)
No Komoditi
Produksi ( Kuintal ) Persen Realisasi
Produksi 2012 Thdp 2011
Realisasi Tahun
2010
Realisasi Tahun
2011
Realisasi Tahun 2012
1 Alpukat 93.734 78.576 32.982 41,97
2 Belimbing 3.149 3.236 1.533 47,37
3 Duku/Langsat 283 140 321 229,29
4 Durian 8.672 12.067 5.647 46,80
5 Jambu Biji 15.926 25.458 11.016 43,27
6 Jambu Air 3.179 10.384 3.217 30,98
7 Jeruk Besar 3.277 9.833 4.991 50,76
8 Mangga 6.942 27.508 10.674 38,80
9 Manggis 92 118 316 267,80
10 Nangka/Campedak 49.705 34.810 22.605 64,94
11 Nenas 29 18 3 16,67
12 Pepaya 9.270 9.981 4.107 41,15
13 Pisang 292.095 150.041 63.028 42,01
14 Rambutan 1.485 4.975 4.598 92,42
15 Salak 376 249 147 59,04
16 Sawo 3.674 3.453 2.080 60,24
17 Sirsak 3.221 3.957 2.260 57,11
18 Sukun 16.351 25.847 8.688 33,61
19 Melinjo 5.912 7.321 2.060 28,14
20 Petai 15.502 20.086 4.569 22,75
JUMLAH 532.874 574.281 184.842 32,18
Sumber : Bidang Hortikultura,DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2012
*) Data sampai dengan s.d Triwulan II
Tanaman Hias dan Obat-obatan
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
80
Produksi komoditas tanaman hias dan obat-obatan unggulan seperti
Anggrek, Krisan, Mawar dan Gerbera, serta komoditas tanaman obat di
Kabupaten Bandung tahun 2012 yaitu diantaranya jahe, lengkuas, kencur,
kunyit umumnya memperlihatkan realisasi produksi yang sedikit menurun
dibanding target dan realisasi tahun 2011 ini dikarenakan cuaca yang cukup
panas sehingga tidak mendukung terhadap pertumbuhan tanaman
dikarenakan porositas, struktur serta agregat tanah menjadi lebih besar dan
solid/keras terutama untuk perkembangan tanaman obat-obatan yang
kebanyakan berbentuk rimpang. Realisasi produksi tanaman hias tersaji
pada tabel 3.14.
Tabel 3.14 Realisasi Produksi Tanaman Hias di Kabupaten Bandung Tahun
2012
No Komoditas Luas Tanam
(m2) Target
Realisasi Produksi 2012
(Tangkai)
Perkemb realisasi
thd Target (%)
1 Anggrek 4.300 57.545 117.115 203,52
2 Anthurium Bunga 140 3.614 4.640 128,39
3 Gladiul 201 6.040 1.532 25,36
4 Helicania 700 6.360 4.221 66,37
5 Krisan 12.063 1.200 860.237 71.686,42
6 Mawar 1.538 10.825 23.257 214.85
7 Melati 114 1.148 2.075 180,75
8 Palem 146 358 8.952 2.500,56
9 Sedap Malem 1.331 260.554 40.624 15,59
10 Gerbera 268 14.138 4.689 33,17
11 Anyelir 85 29.737 3.106 10,44
12 Dracaena 30 - - -
Jumlah 20.916 388.369 1.070.448 Sumber : Bid. Hortikultura, DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2012
Tabel 3.15 Realisasi Produksi Tanaman Obat Tahun 2012 *)
No
Komoditas Luas Tanam Baru (m2)
Produksi (Kg) Perkemb Realisasi Produksi
Thd Target (%)
Target Realisas
i
1 Jahe 33.953 232.006 75.700 32,628
2 Lengkuas 8.892 51.381 25.213 49,071
3 Kencur 6.881 58.826 17.436 29,640
4 Kunyit 8.925 141.030 33.510 23,761
5 Lempuyang 342 1.710 865 50,585
6 Temulawak 2.170 53.008 5.600 10,564
7 Temu Ireng 750 952 275 28,887
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
81
8 Kaji Beling 263 884 292 33,032
9 Kapulaga 6.047 5.700 12.294 215,684
10 Sambiloto 118 284 146 51,408
11 Mengkudu/Pace
1 12.751 13.275 104,109
Jumlah 68.342 558.532 184.606 33,052 Sumber : Bid. Hortikultura, DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2012 (Datas.d Triwulan II)
*) Data sampai dengan s.d Triwulan II
Tanaman Perkebunan
Upaya peningkatan fungsi lahan serta penanaman baru komoditas
(Replanting) perkebunan di Kabupaten Bandung dilaksanakan dalam rangka
optimalisasi penggunaan lahan perkebunan yang telah ada, agar supaya
terjadi peningkatan produksi komoditas perkebunan, terutama produksi
tanaman perkebunan unggulan Kabupaten Bandung. Pencapaian produksi
tanaman Perkebunan unggulan (Perkebunan Rakyat) tahun 2012 di
Kabupaten Bandung adalah diantaranya sebagai berikut:
- Teh : Jumlah produksi bahan mentah mencapai 15.708,5 ton meningkat 11,50 ton dari tahun 2011 yang hanya 15.697 ton, serta hasil olahan mencapai 3,142 ton.
- Kopi : Jumlah produksi bahan mentah mencapai 25.449,76 ton, dan Hasil Olahan mencapai 6.362,44 ton. Perbandingan produksi bahan mentah dengan tahun 2011 adalah mencapai 136 %.
- Cengkeh : Jumlah produksi bahan mentah mencapai 248,18 ton dan hasil olahan 62,05 ton dan perbandingan hasil bahan mentah antara 2012 dengan 2011 mencapai 123,65 %.
- Tembakau
: Jumlah produksi bahan mentah mencapai 6.603,36 ton dan hasil olahan 1.320,67 ton dan perbandingan bahan mentah antara 2012 dengan 2011 mencapai 123 %.
Sumber. Bid. Perkebunan DISTANBUNHUT 2012
Pengembangan Agribisnis Berbasis Komoditas Hortikultura dan
Perkebunan
Sejalan dengan pemenuhan dalam pencapaian jumlah produksi,
pengembangan agribisnis berbasis komoditas hortikultura juga menjadi
sasaran dalam pembangunan pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
Pengembangan agribisnis ditujukan untuk meningkatkan keberdayaan
kelembagaan petani. Manajemen kelembagaan petani dikelola, sehingga
terjalin kerjasama/kemitraan bisnis di antara para pelaku usaha dalam satu
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
82
kesatuan system agribisnis, di mulai dari sistem off-farm hulu, on-farm, on-
farm hilir dan pasar.
Seperti halnya komoditas tanaman pangan, pengembangan agribisnis
hortikultura dan perkebunan tidak lepas dari pengelolaan faktor-faktor yang
mempengaruhi pada sisi pencapaian produksi. Pengembangan pupuk
organik (UPPO), pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi, dan
pengembangan dan penyediaan sarana produksi benih menjadi fokus utama
pada sub sistem off-farm hulu. Pada Tahun 2012, kegiatan yang menunjang
peningkatan kapasitas sub sistem off-farm hulu dialokasikan dari anggaran
yang bersumber dari APBD Kabupaten Bandung, APBD Provinsi Jawa Barat,
dan APBN Kementerian Pertanian.
1. Alokasi Anggaran APBD Kabupaten Bandung
a. Pembangunan embung 4 unit, di Kecamatan Cimenyan,
Pangalengan, Pasirjambu, dan Kertasari;
b. Fasilitasi bibit hortikultura: sayuran, buah-buahan, tanaman hias,
dan biofarmaka (jahe) dan komoditas perkebunan: kopi, teh, dan
cengkeh di Kecamatan Cikancung, Kutawaringin, Soreang, Pacet,
Kertasari, Ciwidey, Cimaung, Cilengkrang, Cimenyan, Pasirjambu,
Pangalengan, Rancabali, Arjasari, Cicalengka, dan Paseh;
c. Pengembangan jaringan irigasi;
d. Pembangunan/rehabilitasi jalan produksi dan jalan usaha tani;
e. Pengembangan rumah kompos/ unit pengolahan pupuk organik
2. Alokasi Anggaran APBN Kementerian Pertanian
a. Konservasi lahan
b. Optimalisasi lahan
Melalui pengembangan agribisnis berbasis hortikultura dan
perkebunan tersebut, beberapa kelompok usaha telah berhasil
mengembangkan unit-unit pasca panen dan pengolahan hasil dalam bentuk
rumah kemasan (packing house) pada komoditas hortikultura dan UPH pada
komoditas perkebunan. Kelompok-kelompok tersebut telah
bekerjasama/berkemitraan dengan perusahaan, ekportir, dan industry
pengolahan lainnya. Lebih lanjut, kelompok usaha Jaya Alam Lestari
Kecamatan Pasirjambu telah mendapatkan sertifikat organik untuk produk
hortikulturan – sayuran – organik. Pengembangan keberdayaan
kelembagaan pemasaran hasil hortikultura dan perkebunan dialokasikan
dalam anggaran yang bersumber dari APBD Kabupaten Bandung dan APBN
Kementerian Pertanian Tahun 2012.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
83
Sasaran Strategis 3
Mengembangkan usaha ekonomi produktif dalam upaya stabilitas
kualitas lingkungan hutan dan lahan
Rehabilitasi hutan dan lahan di Kabupaten Bandung dilaksanakan
melalui 2 mekanisme pendekatan: (1) pendekatan vegetatif dan (2)
pendekatan ekonomi dengan mengembangkan agribisnis di sekitar hutan.
Kedua mekanisme tersebut saling berkesinambungan dan ketergantungan
satu dengan yang lainnya.
Tabel 3.16. pengukuran sasaran strategis 3 Tahun 2012
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Target Kinerja
Realisasi %
Mengembangkan usaha ekonomi
produktif dalam upaya stabilitas kualitas lingkungan hutan dan lahan
4. Jumlah usaha agribisnis hasil non-
kayu: - Jamur - Lebah Madu - Ulat Sutera
1 unit
1 kel
1 kel
1 unit
2 kel
1 kel
100,00
200,00
100,00
5. Jumlah usaha agribisnis hasil kayu
- - -
6. Penanaman lahan kritis (hektar)
4.415 6.097 138,10
Pengelolaan Lahan Kritis
Adanya praktek-praktek budidaya pertanian yang tidak memperhatikan
kaidah-kaidah konservasi tanah dan air serta banyaknya penelantaran lahan-
lahan kering yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama telah
mengakibatkan terjadinya lahan-lahan kritis di Kabupaten Bandung.
Keberadaan lahan kritis di Kabupaten Bandung ini telah menyebabkan
rusaknya keseimbangan, daya dukung serta daya tampung lingkungan terutama
pada lahan-lahan yang terdapat di daerah-daerah hulu dengan fungsi sebagai
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
84
daerah resapan air. Kondisi yang sama, dan dengan ditambah banyaknya
pemukiman pendudukpun terjadi di daerah sepanjang aliran sungai (DAS),
keadaan ini pada akhirnya turut berpengaruh sebagai faktor penyebab atau
faktor yang mempercepat terjadinya bencana alam di Kabupaten Bandung
seperti banjir, longsor, kekeringan serta makin tingginya kualitas pencemaran
yang terjadi di beberapa badan sungai di Kabupaten Bandung, baik pencemaran
dari rumah tangga maupun industri.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Dinas Pertanian Perkebunan
dan Kehutanan pada tahun 2011 dan tahun 2012 ini telah melakukan upaya-
upaya untuk mengurangi luas lahan kritis di Kabupaten Bandung melalui
penanaman komoditas tanaman tahunan produktif seperti buah-buahan dan
kayu-kayuan, baik melalui kegiatan yang dibiayai APBD Kabupaten, Propinsi
maupun APBN TA. 2012. Upaya-upaya tersebut telah dilakukan Dinas
Pertanian Perkebunan dan Kehutanan dan berhasil menanami lahan kritis
serta tegalan seluas 6.096,67 Ha.
Tabel 3.17 Luas Hutan dan Lahan Kritis yang Direhabilitasi
NO LUAS HUTAN DAN
LAHAN KRITIS YANG DIREHABILITASI
2010 (Ha)
2011 (Ha)
2012 (Ha)
1 Soreang
160,00
200,91
55,00
2 Pasirjambu 113,00
547,25
150,00
3 Ciwidey 50,00
356,82
52,50
4 Nagreg 125,00
97,15
298,50
5 Rancabali 160,00
230,00
-
6 Margaasih -
-
-
7 Bojongsoang -
77,27
-
8 Dayeuhkolot -
11,81
-
9 Banjaran 285,00
- 205,00
10 Pameungpeuk - 25,00
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
85
NO LUAS HUTAN DAN
LAHAN KRITIS YANG DIREHABILITASI
2010 (Ha)
2011 (Ha)
2012 (Ha)
-
11 Pangalengan 505,00
306,82
230,00
12 Katapang -
38,35
-
13 Majalaya - 2,27 -
14 Ciparay 55,00
256,82
30,00
15 Pacet
445,00
716,77
250,00
16 Kertasari
25,00
212,50
75,45
17 Cicalengka 200,00
203,41
248,18
18 Cikancung 100,00
305,19
252,00
19 Rancaekek 1,00
-
-
20 Paseh 125,00
160,23
200,00
21 Ibun 135,00 2,27 302,00
22 Cileunyi 225,00
484,30
25,00
23 Cimenyan 185,00
297,05
-
24 Cilengkrang 235,00
169,32
52,50
25 Margahayu
1,00
-
-
26 Baleendah
70,00
198,56
75,00
27 Arjasari
470,00
446,89
212,36
28 Cimaung 285,00
207,73
215,00
29 Solokan Jeruk -
-
-
30 Cangkuang 131,00
422,50
172,95
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
86
NO LUAS HUTAN DAN
LAHAN KRITIS YANG DIREHABILITASI
2010 (Ha)
2011 (Ha)
2012 (Ha)
31 Kutawaringin 81,00
108,64
300,00
32 Tersebar di Kab. Bandug 147,73
2.670,23
JUMLAH 4.167,00
6.208,56
6.096,67
Sumber: Bidang Kehutanan Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kab. Bandung 2012
Saat ini upaya mempertahankan dan melestarikan hutan rakyat diakui
cukup berat dan masih mengalami banyak kendala. Hasil kajian LPM ITB
(2001) menunjukkan gambaran kondisi kerusakan lahan yang diakibatkan
oleh penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi
tanah dan air serta terjadinya penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukannya di Kabupaten Bandung cukup memprihatinkan sehingga
menyebabkan tingkat erosi yang terjadi di Kabupaten Bandung berkisar
mulai dari kategori sedang sampai dengan berat.
Peningkatan Produksi Komoditas Kehutanan
Produksi tanaman kayu-kayuan (Hutan Rakyat) pada tahun
2010/2011 di Kabupaten Bandung dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3.19 Produksi Kayu-kayuan di Kabupaten Bandung
No Komoditas
PRODUKSI
Asal Kayu Rubah Betuk Perbandingan 2010 (M3)
2011 (M3)
2010 (M3)
2011 (M3)
2011 (M3)
2012/11 (%)
1 Jati 75,76 5,52
- 5,52 100,00
2 Maesopsi 1.419,83
- -
- -
3 Rasamala - 41,7
- 29,04 -
4 Pinus 20,55 29,19 -
29,19 79,60
272,70
5 Suren - -
-
- -
6 Kayu Putih 95,53 10,72 -
10,72 -
7 Garmelia 14,43 - - -
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
87
-
8 Saninten 55,87 34,22
- 26,49 -
9 Angrit -
9,93 -
7,47 -
10 Silver Oaks
- 1696,79
- 1.248,78 -
11 Mani'i -
75,95 -
11,69 -
12 Rincam
- 139,25
- 96,61 -
JUMLAH 1.681,97 2.043,27 - 1.465,51 272,70
Sumber : Bidang Kehutanan DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2012
Hutan, khususnya hutan rakyat merupakan salah satu sumberdaya alam
yang dimiliki Kabupaten Bandung dan peranannya sangat penting, baik dilihat
dari aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan hidup. Secara
keseluruhan realisasi produksi kayu hutan rakyat di Kabupaten Bandung
mencapai 272,70 m3 (Tabel 4.18), terjadi penurunan bila dibandingkan
dengan tahun 2011. Hal ini dimungkinkan karena umur tebang kayu hutan
tersebut belum mencukupi untuk dipanen/ditebang.
4. Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan dan Kebun
Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan dan kebun salah satunya
diarahkan untuk menambah penghasilan/pendapatan masyarakat/petani dan
juga diharapkan dapat mengurangi jumlah perambah dan penjarah hutan
serta mencegah terjadinya kembali aktivitas perambahan hutan. Upaya ini
dilakukan melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Kontribusi Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung
dalam mendukung PHBM di antaranya dilaksanakan melalui:
- Penyediaan bibit Kopi;
- Pemberian bantuan peralatan pengolahan Kopi;
- Penyediaan bibit kayu-kayuan; Kicangkudu, Kikancing, Jabon, Kihoe,
Manglid, Maesopsi, Campoleh, Petai, Sukun, Nangka, Gamelina,
Mangga dan Mahoni Uganda.
- Terfasilitasinya budidaya jamur tiram
- Memfasilitasi perkembangan Usaha AUK masyarakat disekitar hutan
untuk usaha budidaya Ulat Sutra dan Jamur Kayu tani diantaranya 2
kelompok tani dari petani ulat sutra dan 7 kelompok tani jamur kayu.
Pemberdayaan masyarakat disekitar hutan dan kebun ini secara tidak
langsung mampu menurunkan jumlah perambah hutan dimana para
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
88
perambah itu umumnya merusak/mengganggu keseimbangan ekosistem
hutan, kemudian dampak lainnya adalah semakin terkendalinya berbagai
gangguan terhadap sumber daya hutan sehingga kerusakan lingkungan
dapat diminimalisir dan yang paling utama adalah mampu meningkatkan
pendapatan serta kesejahteraan petani/masyarakat disekitar hutan.
3.2.2. Analisa Pencapaian Struktur Ekonomi Tahun 2012
Perkembangan sektor pertanian (tanaman pangan, hortikultura)
perkebunan dan kehutanan dalam pembangunan daerah Kabupaten
Bandung khususnya di bidang perekonomian diantaranya dapat dilihat
melalui perkembangan indikator-indikator yang mengusungnya, seperti
kontribusinya dalam pembentukan PDRB, LPE, kesempatan kerja dan
perdagangan, disamping itu perkembangan sektor pertanian juga dapat
dilihat dari kontribusinya dalam pembangunan ekonomi, ketahanan pangan,
dan pelestarian lingkungan hidup di Kabupaten Bandung.
Hasil pelaksanaan Program Pembangunan Pertanian pada Tahun
2010 dan 2011, secara nyata memberikan konstribusi terhadap Produk
Domestik Regional (PDRB) pada tahun 2011 mencapai Rp 3.452.210,59 juta
bila dibandingkan dengan realisasi pencapaian PDRB sektor pertanian pada
tahun 2010 sebesar Rp. 3.007.028,13 juta (berdasarkan harga berlaku).
Tabel 3.20. PDRB Kabupaten Bandung Tahun 2011 dan 2012 Berdasarkan
Harga Berlaku dan Konstan
No Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan (%)
Distribusi Persentase PDRB (%)
2010 2011 2012 2010 2011 2012
A1 Pertanian (Tan Bahan Makanan, Perkebunan dan
Kehutanan) 1 Pertanian 6,66 5,38 5,23 7,37 7,33 7,88
2 Pertambangan dan Penggalian 4,87 3,00 0,00 1,30 1,27 1,20
3 Industri pengolahan 5,24 5,19 5,40 60,61 60,18 57,67
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 5,32 8,21 12,53 1,82 1,86 1,67
5 Bangunan/Kontruksi 7,17 8,10 5,04 1,75 1,79 1,66
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 8,21 7,88 8,86 15,99 16,28 18,32
7 Pengangkutan dan Komunikasi 5,78 7,62 7,90 4,11 4,17 4,16
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 5,26 7,15 9,09 2,18 2,21 1,98
9 Jasa-jasa 5,6 6,99 5,05 4,86 4,91 5,46
PDRB 5,88 5,94 6,15 100 100 100 Sumber : Produk Domestik regional Bruto semesteran Kabupaten bandung 2012, BPS Kabupaten Bandung (Angka sangat Sementara).
PDRB sektor pertanian Kabupaten Bandung tahun 2012 mengalami
peningkatan dari tahun 2011 dan 2010 dan kontribusi PDRB Pertanian
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
89
terhadap PDRB Kabupaten Bandung sebesar 7,88 dan meningkat 0,55 bila
dibandingkan dengan Tahun 2011. Sampai saat ini, penyumbang terbesar
terhadap PDRB tahun 2011 (harga berlaku) sektor pertanian di Kabupaten
Bandung adalah produksi pertanian tanaman pangan, disusul oleh produksi
perkebunan, peternakan, perikanan dan terakhir produksi kehutanan, dan
PDRB Kabupaten Bandung juga dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan dan Sektor Pertanian masih tetap menempati posisi ketiga
terbesar dibawah Sektor Industri Pengolahan serta Sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran.
Sektor Pertanian dalam Struktur Ekonomi Kabupaten
Bandung Tahun 2012
Hasil Sensus Pertanian 2003 (BPS Kabupaten Bandung) menunjukkan
bahwa sektor pertanian merupakan sumber matapencaharian dari 535.120
Rumah Tangga atau 52,2 % dari total jumlah Rumah Tangga di Kabupaten
Bandung sebesar 1.024.871, sisanya 47,8 % didominasi oleh kegiatan
industri, buruh dan perdagangan. Informasi ini menunjukkan peran dominan
kegiatan pertanian dalam struktur ekonomi rumah tangga pedesaan dan
pertumbuhan perkonomian daerah.
535.120 489.751 Pertanian 52,2%
Non-Pertanian 47,8%
Sumber Sensus Pertanian 2003
Gambar 3.3. Struktur Ekonomi Rumah Tangga Pertanian
Pengguna Lahan 285.916
Bukan Pengguna Lahan 3.793
Petani Pemilik Lahan 245.411
Pertanian Non-Pertanian
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
90
Sejalan dengan meningkatkan peran sektor pertanian terhadap PDRB
Kabupaten Bandung serta meningkatnya kinerja sektor pertanian pada tahun
2011, yang ditandai dengan naiknya LPE sektor pertanian, penting pula
dilihat struktur mata pencaharian penduduk berdasarkan lapangan usaha,
dan berdasarkan data dari BPS (suseda 2008), sektor pertanian mampu
menyerap/menyediakan lapangan kerja bagi 20,66 % penduduk Kabupaten
Bandung. Selain berperan dalam memberikan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat, sektor pertanian pun terbukti relatif paling tahan terhadap krisis
dibandingkan dengan sektor lainnya.
Dengan berdasarkan pada hal-hal tersebut diatas maka sektor
pertanian masih sangatlah layak untuk lebih dikembangkan lagi menjadi
core bisnis di Kabupaten Bandung. Selain itu Sektor pertanian pun
merupakan sektor yang cukup stategis yang harus didukung
keberlangsungannya sebagai faktor pendorong paling utama dalam
percepatan pembangunan perdesaan.
Tabel 3.21 Penyerapan Tenaga Kerja Kabupaten Bandung 2006-2008 diatas
usia 10 tahun dan Persentasenya pada tahun 2008.
Sektor Lapangan Usaha 2006 2007 2008 Persen Penduduk
PERTANIAN 697.709 268.273 239.004 20,66
NON-PERTANIAN 1.169.604 957.878 917.659
1. Pertambangan dan Penggalian *) *) *) *)
2. Industri 416.793 329.017 313.234 27,08
3. Listrik, Gas dan Air *) *) *) *)
4. Konstruksi *) *) *) *)
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
91
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Dalam mengukur upaya kemajuan pembangunan di bidang pertanian
adalah dengan mengamati konstribusi PDRB sub sector pertanian terhadap
PDRB Kabupaten Bandung yang ditandai dengan meningkat, menurun atau
tetap sebagai hubungan timbal balik antara nilai PDRB dengan konstribusi
kinerja Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan. Pada Tahun 2011
terjadi kondisi iklim yang ekstrem seigga curah hujan menjadi sangat sedikit
juga masih terjadinya fluktuasi harga minyak mentah dunia dan bencana
alam yang tak diduga-duga sehingga secara tidak langsung mempengaruhi
pencapaian Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan ternyata LPE Kabupaten
Bandung secara keseluruhan pada tahun 2007 sampai tahun 2011 terus
mengalami peningkatan.
Tabel 3.22. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bandung Tahun
2007-2012
No Tahun
PDRB (juta Rupiah)
(atas dasar harga
berlaku)
Laju Pertumbuhan
Ekonomi (%)
1 2007 2.465.321,20 2,51
2 2008 2.728.755,88 3,97
3 2009 3.013.007,10 5,31
4 2010 3.471.661,92 5,88
5. Perdagangan 300.656 239.246 225.667 19,51
6. Angkutan dan Komunikasi *) *) *) *)
7. Keuangan *) *) *) *)
8. Jasa 169.703 266.650 118.094 10,21
9. Lainnya 282.452 122.965 260.664 22,54
TOTAL 1.867.258 1.918.295 1.156.663 100 Sumber : BPS Kabupaten Bandung 2008, Keterangan : *) data tidak tersedia.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
92
5 2011 3.978.936,25 5,94
6 2012 6,15
Dalam perdagangan, baik lokal (regional/nasional) maupun ekspor,
sektor pertanian Kabupaten Bandung merupakan salah satu pemasok utama
komoditi beras dan sayuran dataran tinggi maupun dataran rendah bagi
daerah perkotaan/konsumen potensial seperti : Jakarta, Bogor, Tangerang
dan Bekasi, serta pasar lokal baik di Kota Bandung, ataupun di Kabupaten
Bandung Barat serta pasar-pasar di Kabupaten Bandung sendiri.
Untuk komoditas beras, sampai saat ini Kabupaten Bandung
memasok kurang lebih 50-70 ton per hari ke Pasar Induk Beras Cipinang
Jakarta. Sedangkan pada komoditas sayuran, 50% produksi sayuran
Kabupaten Bandung dijual ke pasar Jakarta dan sekitarnya, 25% dijual ke
pasar Kota Bandung dan sisanya dijual ke pasar lokal di Kabupaten Bandung
dan Bandung Barat, khusus untuk komoditas kentang, Kabupaten bandung
merupakan penghasil produklsi tertinggi di Jawa Barat, yaitu mencapai 70%
dan sisanya sebesar 30% untuk tingkat Nasional. Sedangkan sebagian dari
komoditas Perkebunan (sepert teh, kopi, cengkeh) dan Hortikultura (sayuran
dan buah-buahan) baik yang berasal dari perkebunan Negara, perkebunan
besar swasta dan perkebunan rakyat merupakan komoditas yang sebagian
di ekspor.
Pendapatan Petani
Sesuai dengan AKU APBD kabupaten bandung tahun 2011,
pelaksanaan kegiatan pembangunan bidang pertanian salah satunya
diarahkan untuk meningkatkan pendapatan petani.
Berdasarkan hasil survey terhadap usahatani beberapa komoditas
pertanian, menunjukkan rata-rata pendapatan bersih usaha tani di
Kabupaten Bandung pada tahun 2011 mengalami peningkatan dibandingkan
dengan tahun 2010. Meningkatnya produktivitas serta harga jual komoditas
pertanian pada tahun 2011 merupakan salah satu dari beberapa faktor yang
telah mempengaruhi/menyebabkan terjadinya peningkatan pendapatan para
petani/pengusaha bidang pertanian di Kabupaten Bandung.
Tabel 3.23 Pendapatan Rata-rata Usahatani beberapa Komoditas Pertanian di
Kabupaten Bandung Tahun 2012
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
93
Komoditas
Pendapatan Usaha
Tani/Musim/Hektar
(Rp)
Pendapatan per
Bulan/Hektar (Rp)
Padi Sawah 10.500.000 3.500.000
Jagung 10.800.000 3.600.000
Kacang Tanah 3.900.000 1.300.000
Ubi Kayu 25.000.000 2.083.333
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan bersih
usahatani padi sawah tahun 2012 mencapai Rp. 10.500.000,- per musim atau
kurang lebih Rp. 3.500.000,- per bulan per hektar (3 kali panen dalam satu
tahun) dan bila dilihat rata-rata kepemilikan lahan sebesar 0,3 hektar, maka
rata-rata pendapatan petani di Kabupaten Bandung tahun 2011 sebesar Rp.
1.050.000,- per bulan per kapita.
Petani
a. Rumah Tangga Petani (RTP)
Petani dan keluarga tani perlu mengetahui dan meyakini adanya
kemungkinan-kemungkinan untuk memperbaiki penghidupan dan
kehidupan, serta berkeinginan untuk itu, maka mereka perlu menerapkan
teknologi baru untuk hasil produksi yang tinggi dan bermutu,
mengorganisasikan dan mengelola serta memanfaatkan perkembangan dari
permintaan usaha taninya secara lebih efektif juga efesien, dan
memanfaatkan perkembangan dari permintaan dan harga pasar untuk
keuntungan yang lebih besar. Secara umum pembinaan penyuluh pertanian
diarahkan untuk memantapkan kemampuan, peranan dan peran serta petani
beserta keluarganya sebagai upaya mencapai pertanian yang tangguh.
b. Kelompok Tani dan Gapoktan
Kelompok tani merupakan kumpulan orang-orang yang bergerak
dalam bidang pertanian yang terikat secara informal dalam satu wilayah
kelompok yang bekerja samaatas dasar saling percaya, saling asah dan
saling asuh untuk keberhasilan usaha taninya yang diketuai oleh seorang
kontak tani dan berperan sebagai uit produksi, wahana kerjasama dan kelas
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
94
belajar. Peranan Kelompok tani dalam pelaksanaan prongam pembangunan
pertanian semakin penting dan strategis, sehingga pembinaannya perlu lebih
diarahkan dan diintensifkan.
Berdasarkan jenisnya, kelompok tani di Kab. Bandung tahun 2011
dibagi menjadi tiga yaitu Tani Dewasa sebanyak (terbagi dalam kelas
pemula, lanjut, madya dan utama), Wanita Tani dan Pemuda Tani.
Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas yang lebih tinggi dalam
mengelola usaha taninya, kelompok tani bergabung menjadi Gabungan
Kelompok Tani (GAPOKTAN). Selain itu, beberapa petani atau Kelompok
Tani juga saling bergabung membentuk Asosiasi atau Paguyuban dengan
tujuan meningkatkan kesejahteraan, meningkat kuantitas dan kualitas
produk serta meningkatkan pemasaran baik di tingkat lokal, regional
ataupun eksport ke mancanegara. Asosiasi tersebut dapat dikelompokkan
menjadi Asosiasi Industri Kecil Menengah Agro (AIKMA) dan Asosiasi
Pedagang Komoditi Agro (APKA).
c. Kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Dalam rangka meningkatkan efesiensi dan efektivitas pengunaan air
di tingkat Kelompok Tani maka diharapkan adanya peran serta aktif dari
organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam kegiatan
pengaturan air ditingkat usahatani, yaitu dalam pengelolaan air irigasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi tersier dan pedesaan yang sasarannya adalah
terlaksananya pemberian air yang optimal untuk setiap jenis tanaman guna
menunjang peningkatan produksi pangan. Selain tujuan tersebut P3A Mitra
Cai juga diharapkan dapat menunjang pelaksanaan Iuran Pelayanan Air
Irigasi (IPAIR) dalam rangka menggerakan partisipasi mesyarakat petani
pemakai air dalam pembiayaan Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi.
Organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Mitra Cai dillihat
dari segi kuantitas cukup menggembirakan, tetapi bila ditinjau dari
aktivitasnya masih perlu pembinaan karena aktivitasnya belum seperti yang
diharapkan.
Tabel 3.24 Perkembangan dan Kondisi P3A Mitra Cai Tahun di Kabupaten
Bandung Tahun 2012
No Kecamatan
Jml Des
a
Jml P3A
(Unit)
Luas Areal (Ha)
Jumlah P3A Menurut Kondisinya Berbad
an Hukum SB SD
B BB SK
Bupati
1 Soreang 10 4 1.900
- 4 1 4 -
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
95
2 Pasirjambu 10 6 210
- 2 4 2 -
3 Ciwidey 7 9 1.573
- 9 - 8 -
4 Nagreg 6 3 461
- - 3 - -
5 Rancabali 5 2 460
- - 2 - 1
6 Margaasih 6 2 318
- 2 - 2 -
7 Bojongsoang 6 - 1.339
- - - - -
8 Dayeuhkolot 6 - 160
- - - - -
9 Banjaran 11 21 1.642
- 17 4 17 -
10 Pameungpeuk
6 15 1.746
- 15 - 15 -
11 Pangalengan 13 3 517
- 3 - 3 -
12 Katapang 7 11 987
1 9 2 8 3
13 Majalaya 11 11 1.285
1 4 7 5 1
14 Ciparay 14 20 2.669
2 14 6 12 1
15 Pacet 13 24 1.783
- 3 21 3 1
16 Kertasari 7 2 360
- 1 1 1 -
17 Cicalengka 12 11 1.116
- 6 5 6 4
18 Cikancung 9 7 912
- 2 5 2 -
19 Rancaekek 13 16 3.100
- 2 14 2 -
20 Paseh 12 10 1.581
- - 10 - -
21 Ibun 12 14 1.147
- 1 13 1 -
22 Cileunyi 6 3 1.000
- - 3 - -
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
96
23 Cimenyan 9 2 224
- - 2 - -
24 Cilengkrang 6 1 234
- - 1 - -
25 Margahayu 5 - 69
- - - - -
26 Baleendah 8 14 1.292
- - 14 - -
27 Arjasari 11 9 1.613
- - 9 - -
28 Cimaung 10 10 2.445
- - 10 - 1
29 Solokan Jeruk
7 8 1.767
- - 8 - -
30 Cangkuang 7 - 1.803
- - - - -
31 Kutawaringin
11 6 499
6 6 -
JUMLAH 277* 244 36.212
4 100 145 97 12
Sumber: Bidang Pangan DISTANBUNHUT Kabupaten Bandung, 2011
Keterangan : - SB; Sudah Berkembang, SDB; Sedang Berkembang, BB; Belum Berkembang
- * 277 = 267 Desa dan 9 Kelurahan
Kelompok Usaha Pelayanan Jasa Alsin (UPJA)
Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alsin dimulai Tahun 2010 Yang
dilaksanakan di 3 Kecamatan, sampai Tahun 2010 telah berkembang hingga
9 Kecamatan. Pengembangan sentra penumbuhan Usaha Pelayanan Jasa
Alsin merupakan salah satu alternative dalam rangka meningkatkan
efektivitas dan evisiensi usahatani dan memasyarakatkan penggunaan alat
panen dan pasca panen. Kondisi saat ini di Kabupaten Bandung telah
terbentuk sebanyak 13 Kelompok UPJA dengan rincian dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 3.25 Kelompok UPJA Sesuai Jenis Alat Tahun 2009/2010
No Kecamatan Traktor
Tangan
Power
Thresher
Pompa
Air Dryer
Rice Miling Unit
Jumlah Alsin (Unit)
Jumlah UPJA (Kelp)
1 Soreang 2 1 1 - - 4 1
2 Bojongsoang - - 1 - - 1 1
3 Banjaran 1 - - 1 - 2 1
4 Ciparay 2 1 3 - - 6 2
5 Baleendah 1 1 1 - - 3 1
JUMLAH 6 3 6 1 16 5
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
97
Sumber: Bid.Tan.Pangan dan UPTD Alsin Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung, 2009
i. Analisa Pencapaian Struktur Ekonomi Tahun 2012
Program Peningkatan Kesejahteraan Petani
1. Pelatihan Petani dan Pelaku Agribisnis
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar
281.000.000,- (Dua ratus delapan puluh satu juta rupiah) dan sampai dengan
triwulan IV terealisasi sebesar Rp 281.000.000,- atau 100.00 % dari target
anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses
kegiatannya adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
b. Pelaksanaan kegiatan, meliputi:
1. Terlaksananya Sekolah Lapang GAP Buah-buahan
2. Terlaksananya Sekolah Lapang Penanganan Hama Terpadu Sayuran
3. Terlaksananya Sekolah Lapang GAP Bunga Potong
4. Terlaksananya Sekolah Lapang GAP Tanaman Biofarmaka
5. Terlaksananya Pelaihan Teknologi Pembuatan Kompos
6. Terlaksananya Pelatihan Pengolahan dan Pemanfaatan Potensi Hasil
Pertanian Rakyat
7. Terlaksananya kursus Pertanian Terpadu Hortikultura
8. Terlaksananya Pelatihan Budidaya Jamur
9. Terlaksananya Forum Kemitraan Hortikultura 2012
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
d. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan ini diantaranya adalah:
(1) Meningkatnya Kemampuan Petani Terhadap Teknik Budidaya Buah-
buahan Yang Baik
(2) Meningkatnya Kemampuan Petani Terhadap Penguasaan
Pengendaliah Hama Terpadu
(3) Meningkatnya Kemampuan Petani Terhadap Teknik BudidayaBunga
Potong Yang Baik
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
98
(4) Meningkatnya Kemampuan Petani Terhadap Teknik Budidaya
Biofarmaka Yang Baik
(5) Meningkatnya Kemampuan Petani Dalam Penguasan Teknologi
Pengolahan Kompos
(6) Meningkatnya Kemampuan Petani Dalam Memanfaatkan Budidaya
Potensi Lokal
(7) Meningkatnya Petani Yang Menerapkan Budidaya Ramah Lingkungan
(8) Meningkatnya Kemampan Petani Dalam Teknik dan Teknologi
Budidaya Jamur
(9) Berkembangnya Akses Pasar Petani
Adapun hasil dari pelaksanaan kegiatan Pelatihan Petani dan Pelaku
Agribisnis Meningkatnya pemahaman masyarakat petani Hortikultura tentang
agribisnis serta Meningkatnya produksi dan produktivitas tanaman
Hortikultura
Program Peningkatan Ketahanan Pangan
1. Penyusunan Database Potensi Produk Pangan
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
404.000.000,- (Empat ratus empat juta ribu rupiah) dan sampai dengan triwulan
IV terealisasi sebesar Rp. 403.301.000,- atau 99.82% dari target anggaran yang
digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses kegiatannya
adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Petunjuk Teknis;
b. Pelaksanaan kegiatan, meliputi:
1. Terkumpulnya data Potensi Produksi Pangan, Kebun, Hortikultura dan
Tanaman Hutan serta data Bencana Alam dan OPT
2. Terlaksananya penyusunan laporan potensi Produksi Pangan, Kebun,
Hortikultura, Tanaman Hutan dan organisme pengganggu tanaman (OPT)
tahunan, semesteran, triwulan dan bulanan tingkat Kecamatan maupun
Kabupaten
3. Terlaksananya kegiatan sinkronisasi dan apresiasi data statistik pertanian
4. Terlaksananya penyusunan rencana detail pembangunan pertanian
Kabupaten Bandung .
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
99
5. Penyusunan Blue print Pengolahan Database
6. Terfasilitasinya petugas pengumpul data statistik pertanian tingkat
kecamatan
7. Pemutahiran integritas data base pertanian, perkebunan dan kehutanan
8. Termonitornya kegiatan pembangunan pertanian Kabupaten Bandung
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
d. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan ini diantaranya adalah:
(1) Tersajinya Data Laporan Tahunan, Semesteran, Triwulanan dan Bulanan,
Perkembangan Luas Areal Tanam, Panen, Produksi dan Produktivitas Tingkat
Kecamatan maupun Tingkat Kabupaten secara komputerisasi
(2) Meningkatnya pemahaman petugas pengumpul data dalam penyusunan
statistik pertanian (SP)
(3) Tersusunnya dokumen rencana detail pembangunan pertanian Kabupaten
Bandung
(4) Tersajinya Data Program Pembangunan Pertanian
Adapun hasil dari pelaksanaan kegiatan penyusunan database potensi
produk pangan daerah, adalah sebagai berikut:
(1) Lebih lancarnya kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pelaksanaan kegiatan pembangunan pertanian
(2) Membimbing dan melatih petugas statistik tingkat kecamatan
(terutama yang baru) mengenai pengumpulan dan pengolahan data
statistik pertanian seperti pengisian format data statistik pertanian SP
I, SP II, SP III dan SP IV secara rutin serta SP Va, SP Vb, dan SP Vc
dalam periode tahunan;
(3) Menetapkan angka sasaran luas tanam, luas panen, produksi, dan
produktivitas kecamatan setiap bulan untuk masing-masing
kecamatan;
(4) Menyeragamkan komitmen prosedur pengumpulan antara petugas
dilapangan dengan petugas tingkat kabupaten.
(5) Meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas kinerja petugas
pengumpul data statistik pertanian tingkat kecamatan;
(6) Tersusunnya laporan kegiatan pembangunan pertanian, yaitu laporan
bulanan, laporan triwulanan, laporan tahunan dan rencana kinerja;
Pelaksanaan kegiatan ini dapat bermanfaat dalam mendukungan dan
penyediaan informasi pembangunan pertanian dapat tersedia, tersaji, dan
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
100
diinformasikan secara akurat dan tepat waktu serta dalam Pengembangan Usaha
Tani di Kab. Bandung.
2. Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Pertanian
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
402.000.000,- (Empat ratus dua juta ribu rupiah), dan sampai dengan triwulan
IV terealisasi sebesar Rp. 393.882.500,- atau 97.98% dari target anggaran, yang
digunakan untuk membiayai kegiatan. Langkah/proses kegiatannya adalah,
sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi:
1. Terlaksananya sosialisasi penerapan teknologi pengolahan dan
penanganan pasca panen (GHP & GMP)
2. Terlaksananya pengadaan alat mesin pasca panen
3. Terlaksananya pengadaan alat pengolahan hasil
4. Terlaksananya pertemuan untuk penyusunan dokumen sistem mutu
5. Terlaksananya pelatihan internal Controll System
6. Terlaksananya temu usaha padi organik
7. Terlaksananya penumbuhan grup panen
8. Terlaksananya pelatihan petani dan pelaku agribisnis di Kec. Majalaya
9. Terlaksananya pelatihan penanganan pasca panen di Kec. Pasirjambu
10. Terlaksannya pelatihan pengolahan hasil di Kec. Cileunyi
11. Terlaksananya pengumpulan data lossiss
12. Terlaksananya pencatatan analisa usaha tani
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
d. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan penanganan pasca panen dan
pengolahan hasil pertanian, adalah sebagai berikut:
(1) Meningkatnya pengetahuan petani dalam pengolahan hasil
(2) Tersedianya data lossiss padi
(3) Terbentuknya grup pasca panen Kabupaten Bandung
(4) Meningkatnya pengetahuan petani dalam penerapan teknoloi pasca
panen
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
101
Adapun hasil dari pelaksanaan kegiatan penanganan pasca panen dan
pengolahan hasil pertanian, sebagai berikut:
(1) Meningkatnya kesempatan petani/pelaku usaha dalam bermitra dengan
para pemasok dalam dan luar negeri;
(2) Meningkatnya daya saing petani/pelaku usaha dalam memasarkan
produk-produk hasil olahannya;
(3) Meningkatnya kualitas produk pertanian segar dan olahan komoditi padi,
palawija, dan tanaman hortikultura.
Pelaksanaan kegiatan ini dapat - Meningkatnya kualitas dan jenis olahan
hasil tanaman pangan, dan menurnnya kehilangan hasil padi pada saat panen
dan pasca panen menjadi 0,4%.
Adapun dampaknya dengan pelaksanaan kegiatan ini dapat
meningkatnya nilai tambah komoditas tanaman pangan 25% dari target, serta
meningkatnya produktivitas padi sebesar 2.46 kw/ha.
3. Pengembangan Intensifikasi Tanaman Padi Palawija
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
1.401.875.000,- (Satu milyar empat ratus satu juta delapan ratus tujuh puluh
lima ribu rupiah), dan sampai dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp.
1.388.322.325,- atau 99.03% dari target anggaran yang digunakan untuk
membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi:
1. Terlaksananya Bimbingan Teknis Budidaya Padi Organik dalam Polybag
2. Terlaksananya Sosialisasi SLPTT
3. Meningkatnya Kinerja sistem pemenuhan input produksi
4. Terlaksananya Peningkatan mutu dan produktivitas produk padi organik
untuk penyesuaian standar kualitas
5. Terfasilitasinya sarana produksi untuk penerapan SRI berupa pupuk cair
organik dan kompas
6. Terlaksananya Pengembangan Agribisnis Potensi Lokal
7. Terlaksananya pengadaan Pencacah Pupuk Organik
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
102
8. Terlaksananya Pengadaan Mesin Granul Pupuk Organik
9. Terlaksananya Pengadaan Rumah Kompos
10. Terlaksananya Pengadaan Mesin Pengayak
11. Kunjungan Hari pangan sedunia
12. Stimulan lahan pertanian abadi
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
d. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan pengembangan intensifikasi tanaman
padi palawija, adalah:
(1) Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan petani dan petugas dalam
Agribisnis padi organik (75 orang) .
(2) Terlaksananya Sosialisasi SLPTT sebanyak (1.550 orang petani).
(3) Terlaksananya Penerapan Teknologi budidaya.
(4) Meningkatnya kualitas dan kuantitas hasil produk Terlaksananya Pelatihan
penerapan teknologi pupuk berimbang (60 orang petani).
(5) Terlaksananya Teknologi pemupukansesuai dengan GT (50 orang petani)
(6) Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan petani dalam pembuatan
pupuk organik . (50 orang petani).
(7) Meningkatnya penerapan Teknologi budidaya jagung (110 orang petani
jagung)
(8) Terlaksananya Koordinasi dan sinergitas program.
(9) Terlaksananya intensif bagi lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Adapun hasil yang didapat dari pelaksanaan kegiatan pengembangan
intensifikasi tanaman padi dan palawija, adalah:
(1) Terlaksananya Program Peningkatan Ketahanan Pangan.
(2) Meningkatnya Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan.
Pelaksanaan kegiatan ini dapat bermanfaat dalam peningkatan aktivitas
ekonomi masyarakat terutama kelompok tani padi dan palawija antara lain:
- Penerapan Teknologi pertanian di tingkat Petani mendorong
peningkatan Produksi mencapai 2-5%.
4. Pengembangan Diversifikasi Tanaman
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
86.400.000,- (Delapan puluh enam juta empat ratus ribu rupiah), dan sampai
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
103
dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp. 83.871.000,- atau 97,07 % dari target
anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses
kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
a. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi:
1. Berkembangnya diversifikasi pangan untuk tanaman umbi-umbian dan
kacang-kacangan yang tepat dan berkelanjutan termasuk untuk bahan
bakar nabati
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Pengembangan Diversifikasi
Tanaman, adalah:
(1) Terlaksananya peningkatan mutu dan produktivitas produk untuk
penyusunan standar kualitas dan keamanan pangan
(2) Terlaksananya bimbingan dan pendampingan pengembangan agribisnis
ubi kayu
Pelaksanaan kegiatan ini dapat bermanfaat dalam peningkatan aktivitas
ekonomi masyarakat terutama kelompok tani ubi kayu, Pemingkatan Produk
Ubikayu 5 %.
5. Pengembangan Pertanian pada Lahan Kering
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
1.284.135.000,- (Satu milyar dua ratus delapan puluh empat juta seratus tiga
puluh lima ribu rupiah), dan sampai dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp.
1.249.196.690,- atau 97.27% dari target anggaran yang digunakan untuk
membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan, berlokasi di Kecamatan Pangalengan, Pasirjambu,
Rancabali, Kertasari, Soreang , Cimaung , Banjaran, Kutawaringin, Cileunyi
yang meliputi:
1. Tersedianya Benih Strawberry Bermutu
2. Tersedianya Benih G3 Bersertifikat
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
104
3. Tersedianya Benih Sayuran Dataran Rendah
4. Pengembangan sayur organik
5. Tersedianya Pupuk Kompos
6. Tersedianya Sarana Pengolahan Kompos
7. Tersedianya Embung Untuk Sarana Pengairan di Lahan Kering
8. Tersedianya Alat pengolahan Jamur dan Buah
9. Terfasilitasinya Pengembangan Sayuran Organik
10. Terfasilitasinya Pengembangan Hortikultural Organik
11. Terfasilitasinya Sarana Pengairan di Lahan Pertanian Organik
12. Terlaksananya pengembangan Penangkaran buah
13. Terlaksananya Pembangunan green House ( permanen).
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
d. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan pengembangan pertanian pada lahan
kering, adalah sebagai berikut:
(1) Berkembangnya Penangkar Strawberry
(2) Berkembangnya Petani Penangkar Kentang Bersertifikat
(3) Berkembangnya Petani Organik di Dataran Rendah
(4) Berkembangnya Petani Organik Hortikultura
(5) Berkembangnya Teknologi Pengolahan Pupuk Organik
(6) Meningkatnya Perluasan Areal Tanam di Lahan Kering
(7) Bertambahnya Nilai Produk Petani Melalui Peningkatan Teknologi
(8) Terfasilitasinya Pengembangan Sayuran Organik
(9) Terfasilitasinya Pengembangan Hortikultura Organik
(10) Terfasilitasinya Sarana Pengairan di Lahan Pertanian Organik
Adapun hasil yang didapat dari pelaksanaan kegiatan pengembangan
pertanian pada lahan kering, adalah:
1) Meningkatnya Ketersediaan Sumber Daya Air Melalui Sarana Irigasi
Sprinkler pada Lahan Kering Hortikultura.
2) Meningkatnya Ketersediaan Sumber Daya Air Melalui Sarana Irigasi Tetes
pada Lahan Kering Hortikultura.
3) Meningkatnya Produktivitas Penyediaan Pupuk Organik & Kompos.
4) Meningkatnya Ketersediaan Air pada Musim Kemarau Pada Lahan Kering.
5) Terpeliharanya Lahan/Infrastruktur Pertanian.
6) Terpeliharanya Pagar Hidup serta dapat memudahkan pembersihan lahan
dari semak/alang-alang.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
105
7) Tersedianya Air di dalam Embung
8) Meningkatnya produksi dan produktivitas sayuran.
9) Meningkatnya pemberdayaan petani sayuran.
6. Pengembangan Perbenihan dan Pembibitan.
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
350.000.000,- (Tiga ratus lima pulih ribu rupiah), dan sampai dengan triwulan IV
terealisasi sebesar Rp. 348.248.650,- atau 93.79 % dari target anggaran yang
digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses kegiatannya,
sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
a. Pelaksanaan kegiatan, berlokasi di Kecamatan Soreang, Kutawaringin,
Banjaran, Pameungpeuk, Baleendah, Ciparay, Bojong soang dan Solokanjeruk,
yang meliputi:
1. Terlaksananya pengadaan Benih Padi VUB Kelas SS (Label Ungu) dan
Benih Padi Hibrtida.
2. Terlaksananya sertifikasi benih unggul dan bersertifikat
3. Tersedianya Bantuan Benih Bencana Alam
4. Tersosialisasinya Benih Padi Hibrida
5. Terlaksananya Pengadaan Power Tresher/Perontok Padi
6. Terlaksananya Pengadaan Pompa Air 2 inch
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan.
d. Evalusi dan Pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Pengembangan Perbenihan dan
Pembibitan pertanian/perkebunan, adalah terlaksananya pengembangan
benih/bibit pertanian/perkebunan, dan hasil yang didapat dari kegiatan
Pengembangan Perbenihan dan Pembibitan pertanian/perkebunan tersebut,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Terlaksananya penangkaran benih padi berlabel
2) Berkembangnya area pertanaman padi organik
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
106
7. Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian/
Perkebunan.
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
637.032.000,- (Enam ratus tiga puluh tujuh juta tiga puluh dua ribu rupiah), dan
sampai dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp. 632.153.650,- atau 99.23 %
dari target anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun
langkah/proses kegiatannya, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan berlokasi di 4 Kecamatan yaitu di Kecamatan Soreang,
Cikancung, Pangalengan dan Cileunyi yang meliputi:
1. Terlaksananya Sosialisasi Keg. Simakit (Lap. OPT)
2. Terlaksananya Sosialisasi Keg. SLPHT (Sekolah Lapang Pengendalian
Hama Terpadu)
3. Terlaksananya Penilaian Kebun
4. Terlaksananya Koordinasi Gangguan Usaha Perkebunan (GUP)
5. Terlaksananya Adopsi Kopi Organik
6. Terlaksananya Sosialisasi Indikator Blok Kinerja (IBK) dan Pengendalian
OPT Kab. Bandung
7. Terlaksananya Kegiatan Penilaian Usaha Perkebunan Tahun 2012 di
Kabupaten Bandung
8. Terlaksananya Sosialisasi Kegiatan Penilaian Usaha Perkebunan
c. Monitoring, Evalusi dan Pelaporan.
d. Evalusi dan Pelaporan
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Pertanian / Perkebunan, adalah terlaksananya pengembangan
Meningkatnya PSK Petani kebun dalam menangani OPT di Lapangan
Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menghijaukan daerahnya
dengan komoditi Perkebunan yang ramah lingkungan
Meningkatnya kesejahteraan dan Pendapatan Petan
Tersajinya data laporan Penilaian Usaha Perkebunan di Kabupaten
Bandung
Meningkatnya kesadaran pelaku perkebunan untuk memenuhi standar
baku teknis usaha perkebunan dalam memaksimalkan kinerja
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
107
perkebunan dan memenuhi kewajibannya sesuai ketentuan perundangan
yang berlaku
Meningkatnya pemahaman masyarakat petani kebun tentang agribisnis
perkebunan
8. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Perkebunan
dan Produk Pertanian.
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar
Rp.559.024.905,- (Lima ratus lima puluh sembilan juta dua puluh empat ribu
sembilan ratus lima rupiah), dan sampai dengan triwulan IV terealisasi sebesar
Rp. 405.105.915,- atau 72.47 % dari target anggaran yang digunakan untuk
membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan berlokasi di Kec. Pacet, Paseh, Arjasari, Ibun,
Cicalengka, Cikancung, Soreang, Ciwidey Nagreg,
Kutawaringin,Cimaung,Pasirjambu,Cileunyi, yang meliputi:
1. Terlaksananya Sosialisasi Kegiatan DBHC
2. Terlaksananya Kegiatan Evaluasi DBHC
3. Terlaksananya Kegiatan Budidaya Tembakau
4. Terlaksananya Kegiatan Pengendalian OPT Tembakau
5. Terlaksananya Peningkatan Kualitas Tembakau melalui sistem GAP
6. Terlaksananya pengadaan bibit tembakau:
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan.
d. Evalusi dan Pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan laporan berkala kondisi ketahanan
pangan daerah, adalah :
(1) Meningkatnya pemahaman Petani Tembakau dalam melaksanakan
kegiatan DBHC di Lapangan
(2) Meningkatnya PSK Petani dalam menangani /Mengendaliakan OPT di
Lapangan Meningkatnya Pemasaran Produksi Tanaman Perkebunan.
(3) Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menghijaukan daerahnya
dengan komoditi Perkebunan Meningkatnya Kualitas Hasil tembakau
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
108
(4) Meningkatnya Kualitas Hasil tembakau
(5) Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani
Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/
Perkebunan
1. Penelitian dan Pengembangan Pemasaran Hasil Produksi
Pertanian/Perkebunan
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
75.000.000,- (Tujuh puluh lima juta rupiah)), dan sampai dengan triwulan IV
terealisasi sebesar Rp.75.000.000,- atau 100.00 % dari target anggaran yang
digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses kegiatan, sebagai
berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi:
1. Terlaksananya Kegiatan Temu Usaha Bidang Hortikultura, Padi Palawija,
Perkebunan dan Kehutanan
2. Teridentifikasinya Pelaku Usaha Bidang Hortikultura, Padi Palawija,
Perkebunan dan Kehutanan
3. Terfasilitasinya Petugas Duta Promo Prodak Pertanian, Perkebunan, dan
Kehutanan
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Penelitian dan Pengembangan
Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/Perkebunan, adalah:
(1) Terjadinya Kemitraan Antara Petani Dengan Para Pelaku Usaha
(2) Tersedianya database pelaku – pelaku usaha bidang Hortikultura, Padi
Palawija, Perkebunan dan Kehutanan
(3) Terbentuknya Pencitraan Prodak Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan
Adapun hasil dari pelaksanaan kegiatan Penelitian dan Pengembangan
Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/Perkebunan, adalah pedoman dan acuan
arah kebijakan dalam pengembangan dan pembangunan komoditas unggulan
pertanian di Kabupaten Bandung dan penguatan lembaga perbenihan komoditas
pertanian unggul, Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
109
penguasaan teknologi pasca panen yaitu dalam pengolahan serta pemasaran
hasilnya.
Pelaksanaan kegiatan ini dapat bermanfaat dalam pendukungan dan
penyediaan informasi pembangunan pertanian, sehingga segala data tentang
pertanian dapat tersedia secara cepat, akurat dan tepat, yang pada akhirnya
dapat meningkatkan keakuratan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program
serta kegiatan pembangunan pertanian yang akuntabel. Selain itu kegiatan ini
juga dapat bermanfaat dalam peningkatan kapasitas produksi dan pemasaran
sebesar ±2%, dalam perkembangan kegiatan usaha agribisnis serta terciptanya
masyarakat tani yang mampu bersinergi, berintergrasi dan berkemitraan dalam
meningkatkan pendapatan masyarakat tani, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis usaha agribisnis
local unggulan.
2. Promosi Atas Hasil Produksi Pertanian/perkebunan Unggulan
Daerah
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
625.000.000,- (Enam ratus dua puluh lima ribu rupiah), dan sampai dengan
triwulan IV terealisasi sebesar Rp. 620.991.450- atau 99.36 % dari target
anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses
kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan berlokasi di 11 Kecamatan yaitu Kecamatan Baleendah,
Solokanjeruk, Bojongsoang, Pangalengan, Cimaung, Ciwidey, Rancabali,
Soreang, Pasirjambu dan Nagreg, yang meliputi:
1. Terlaksananya Kegiatan Promosi Produk Pertanian melalui Kegiatan
Pameran
2. Terlaksananya Kegiatan Promosi dan terpasarkannya prodak pertanian
melalui pasar tani
3. Terlaksananya Kegiatan Gelar festival Strawberry dan buah-buahan
unggulan Daerah Tingkat Provinsi Jawa Barat
4. Terlaksananya Kegiatan Pameran Tingkat Nasional (Pekan Flori Nasional)
PF2N dan Internasional Flower Festival
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
110
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Penelitian dan Pengembangan
Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/Perkebunan, adalah:
(1) Terpromosikannya produk komoditas unggulan lokal
3. Pembangunan Pusat-pusat Penampungan Produksi Hasil
Pertanian/ Perkebunan
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
334.300.000,- (Tiga ratus tiga puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah), dan
sampai dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp. 331.451.200,- atau 99.15 %
dari target anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun
langkah/proses kegiatan, sebagai berikut:
c. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan berlokasi di Kecamatan Pasirjambu, Pangalengan,
Arjasari, Cimaung, Kertasari yang meliputi:
1. Terfasilitasinya secara usaha Rumah Kemasan dan fasilitas sarana
rumah kemasan
2. Terfasilitasinya sarana penempuhan hasil pertanian (Freezer)
3. Terfasilitasinya sarana pengolahan produk segar
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan.
- Tersedianya sarana/prasarana untuk kebutuhan packinghouse
- Tersedianya fasilitas teknologi penyimpanan benih bermutu
- Terfasilitasinya timbangan duduk untuk sarana pemasaran hasil stroberi
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Pembangunan Pusat-pusat
Penampungan Produksi Hasil Pertanian/Perkebunan, adalah:
(1) Meningkatnya nilai jual dan mutu produk hortikultura
(2) Meningkatnya nilai tambah dan berkurangnya resiko kerusakan
produk hortikultura
Program Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian/ Perkebunan
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
111
1. Pengadaan Sarana dan Prasarana Teknologi
Pertanian/Perkebunan Tepat Guna
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
1.285.525.000,- (Satu milyar dua ratus delapan puluh lima juta lima ratus dua
puluh lima ribu rupiah), sampai dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp.
1.161.417.500,- atau 90.35 % dari target anggaran yang digunakan untuk
membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
c. Pelaksanaan kegiatan, meliputi:
1. Terlaksananya Bimbingan Teknis Teknologi Agen Hayati
2. Terlaksananya Pengembangan Desa PHT
3. Terlaksananya forum Komunikasi Revitalisasi UPJA Center
4. Terlaksananya Bimtek Perlindungan Tanaman dalam Rangka
Pengamanan Produksi Hasil Pertanian
5. Terlaksananya Bimtek Forum Komunikasi Tingkat Desa
6. Terlaksananya Bimtek Teknologi Tepat Guna
7. Tersedianya Bahan Obat-obatan
8. Terlaksananya alat penunjang alat-alat pengolah pertanian
- Brigade Proteksi Tanaman
- Pengembangan Pertanian Organik
- Pengadaan Alat UPJA
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
1. Terlaksananya kerjasama antara petugas dengan kelompok tani dalam
manajemen pengelolaan alat mesin pertanian.
2. Terlaksananya Pengadaan alat-alat penunjang pengolahan Pertanian:
-Brigade Proteksi Tanaman ;
a) Hand Sprayer 70 unit.
b) Emposan Tikus 20 unit
c) Power Sprayer sebanyak 2 unit,
-Pengembangan Pertanian Organiki ;
Alat Pencacah Organik (APO) 2 unit.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
112
-Pengadaan Alat UPJA
a) Traktor 9 unit;
b) Power treser 2 unit;
c) Alat perbengkelan;
d) Mesin parut ubi kayu;
e) Mesin pompa air 11 unit;
Percepatan dan antisipasi lahan
- Pompa Air 2” sebanyak 2.
- Pompa Air 3” sebanyak 10 unit.
- Traktor sebanyak 4 unit.
3. Terlaksananya pengadaan Bahan obat-obatan pertanian yaitu :
- Rodentisida 300 kg.;
- Insektisida 300 liter.;
- Fungisida 250 kg.;
- Rodentisida / pengasapan 40 dus;
d. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Pemeliharaan Rutin/berkala sarana
dan prasarana teknologi pertanian/perkebunan tepat guna, sebagai berikut:
(1) Meningkatnya penerapan teknologi pertanian tepat guna (SLPHT dan
SLPTT) dan Berkembangnya Desa PHT
(2) Terlaksananya pengembangan desa PHT
(3) Terlaksananya revitalisasi UPJA Center Kabupaten Bandung
(4) Meningkatnya produksi pertanian
(5) Berkembangnya Petani Organik, maupun petani kopi
(6) Terlindunginya Tanaman dalam Rangka Pengamanan Produksi Hasil
Pertanian
Adapun hasil dari pelaksanaan kegiatan pengadaan sarana dan
prasarana teknologi pertanian/perkebunan tepat guna, adalah meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan kelompok tani serta terpenuhinya kebutuhan alat
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
113
dan mesin pertanian bagi petani sehingga diharapkan mampu mempermudah
dan meningkatkan hasil produksi dan produktivitas pertanian.
2. Pemeliharaan Rutin Berkala Sarana dan Prasarana Teknologi
Pertanian/Perkebunan
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
658.125.000,- (Enam ratus lima puluh delapan juta seratus dua puluh lima ribu
rupiah), dan sampai dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp. 657.084.750,-
atau 99.84 % dari target anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan.
Adapun langkah/proses kegiatannya, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi:
1. Terlaksananya Pemeliharaan Jaringan Irigasi Desa, Jaringan Tingkat
Usaha tani dan Jalan Usaha Tani
2. Terlaksananya Rapat Koordinasi KP3
3. Terlaksananya pembangunan rumah pompa
4. Terlaksananya Pembangunan Rumah Kompos
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan meliputi;
1. Terlaksananya pengembangan jalan usaha tani sepanjang 1 KM di
kecamatan Pacet
2. Terlaksananya Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani
(JITUT), dengan cakupan luas areal 60 ha yang dilaksanakan di
Kecamatan Cileunyi di dua lokasi;
3. Terlaksananya Rehabilitasi Jaringan Irigasi Desa (JIDES), dengan luas
areal 25 ha di Kecamatan Solokanjeruk.
4. Terlaksananya pembangunan rumah pompa (2 unit), Kecamatan
Bojongsoang, Solokanjeruk;
5. Terlaksananya Pengadaan dan Pengembangan Rumah Kompos
sebanyak 1 unit yang dilaksanakan di Kecamatan Solokanjeruk.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
114
6. Terlaksananya Antisipasi kekeringan : Irigasi air permukaan (Rumah
pompa) 4 lokasi di Kecamatan Baleendahn cikancung, ciparay dan
Rancaekek.
d. Evaluasi dan pelaporan.
Manfaat dari pelaksanaan kegiatan Pemeliharaan rutin/berkala sarana
prasarana teknologi pertanian/perkebunan, diantaranya adalah sebagai
berikut:
- Meningkatnya kemampuan petani dalam penerapan teknologi sarana
dan prasarana pertanian dalam peningkatan produksi tanaman
pangan.
- Meningkatnya fungsi sarana dan prasarana pertanian di lahan
beririgasi.
- Tervisualisasinya kelembagaan petani di 31 Kecamatan Kabupaten
Bandung.
- Tersajinya Materi Workshop Usaha Tani (WISMP).
- Meningkatnya kemampuan dan pengetahuan petani dalam
Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pertanian khususnya Tanaman
Pangan.
Program Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan
1. Penyediaan Sarana Produksi Pertanian/Perkebunan
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
1.157.400.000,- (Satu milyar seratus lima puluh tujuh juta empat ratus ribu
rupiah) untuk membiayai kegiatan di Bidang Perkebunan, dan sampai dengan
triwulan IV terealisasi sebesar Rp. 1.124.418.500,- atau 97.15 % dari target
anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses
kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
(1) Pelaksanaan rapat koordinasi;
(2) Identifikasi CP/CL;
(3) Penyusunan juklak dan juknis.
- Pelaksanaan kegiatan, dilaksanakan di Kecamatan Pangalengan, Pasirjambu,
Ciwidey, Cilengkrang, Pacet, Cikancung, Ibun dan Paseh yang meliputi:
1. Terlaksananya pengadaan bibit kopi, Teh, dan Cengkeh
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
115
2. Terlaksananya Pengadaan benih kopi
3. Terlaksananya pengawasan dan pemantauan fluktuasi harga komoditas
perkebunan di tingkat petani, pasar
4. Terlaksananya kegiatan pembinaan Penangka Perkebunan di Kab.
Bandung
5. Tersedianya sarana prasarana pasca panen
6. Terlaksananya Pembuatan rumah kompos
7. Terlaksananya Peningkatan Produktifitas lahan perkebunan rakyat
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
1. Terlaksananya kegiatan pembuatan jalan produksi di sekitar kawasan
perkebunan sepanjang 1 km.
2. Terlaksananya Pembuatan Rumah kompos sebanyak 1 unit.
3. Terlaksananya Pengadaan Penunjang Alat-alat Pengembangan Agribisnis
Kopi
d. Evaluasi dan pelaporan.
Pelaksanaan kegiatan ini dapat bermanfaat dalam peningkatan aktivitas
ekonomi masyarakat kelompok tani:
- Meningkatnya pemahaman masyarakat petani kebun tentang agribisnis
perkebunan.
- Berkembangnya agribisnis kopi, teh, dan cengkeh;
- Meningkatnya produksi dan produktivitas tanaman perkebunan;
2. Pengembangan Bibit Unggul Pertanian/ Perkebunan
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
1.005.300.000,- (Satu milyar lima juta tiga ratus ribu rupiah), dan sampai
dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp. 986.869.650,- atau 98.17 % dari
target anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan terutama di bidang
hortikultura. Adapun langkah/proses kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
(1) Pelaksanaan rapat koordinasi;
(2) Identifikasi CP/CL;
(3) Penyusunan juklak dan juknis.
b.Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi:
1. Terlaksananya Pendampingan Pemanfaatan Pekarangan
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
116
2. Terlaksananya Pengadaan Bibit Tanaman Buah-buahan, Toga dan Warun
Hidup
3. Terlaksananya Pengadaan Bibit Tanaman Strawberry
4. Terlaksananya Bantuan Bibit Paprika
5. Terlaksananya Bantuan Benih Jamur
6. Terlaksananya Fasilitas Pengembangan Budidaya Tanaman Hias Bonsai
7. Terlaksananya Pembangunan Irigasi Springkel
8. Terlaksananya Pembangunan Embung di Kawasan DAS Hulu
9. Terlaksananya Pembangunan Green House Tanaman Hias Bonsai
10. Terlaksananya pembangunan Green House Sederhana Pembenihan
Kentang
11. Terlaksananya pengadaan Sarana Pengairan Pertanian Organik ;
12. Terlaksanya Pengadaan Sarana Pengolahan Pupuk Organik ;
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
d. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Pengembangan Bibit Unggul
Pertanian/Perkebunan, adalah:
(1) Berkembangnya Pemanfaatan Pekarangan Untuk Meningkatkan Potensi
Lokal;
(2) Berkembangnya Budidaya Buah-buahan Potensi Lokal dan
Terdukungnya Pertanian Ramah Lingkungan di Kawasan DAS Hulu;
(3) Terdukungnya Peningkatan Produktivitas Hortikultura Berbasis
Agrowisata;
(4) Berkembangnya Budidaya Paprika Yang Ramah Lingkungan dan Aman
Konsumsi
(5) Berkembangnya Sentra Budidaya Jamur dan Peningkatan Taraf Hidup
Petani.
(6) Meningkatnya Potensi Agrowisata melalui Pengembangan Tanaman Hias
Bonsai.
(7) Meningkatnya luas tanam di musim kemarau dan efisiensi penggunaan
sumber daya air untuk pertanian.
(8) Meningkatnya luas tanam di musim kemarau & termanfaatkannya
sumber daya air di kawasan DAS Hulu.
(9) Berkembangnya kebun percontohan bonsai.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
117
(10)Berkembangnya penangkaran benih kentang bermutu dan bersertifikat;
Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan
Pengembangan Hasil Hutan Non Kayu
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan sebesar Rp.
300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah), dan sampai dengan triwulan IV terealisasi
sebesar Rp. 297.422.050,- atau 99,14 % dari target anggaran yang digunakan
untuk membiayai kegiatan terutama di bidang Kehutanan . Adapun
langkah/proses kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
(1) Pelaksanaan rapat koordinasi;
(2) Identifikasi CP/CL;
(3) Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi:
1. Terlaksananya Budidaya Aneka Usaha Kehutanan Non Kayu meliputi:
- Budidaya Lebah Madu.
- Budidya Jamur
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Pengembangan Hasil Hutan Non Kayu
adalah:
(1) Meningkatnya pendapatan masyarakat pedesaan dan sekitar hutan serta
terciptanya kondisi sumber daya alam yang lestari
Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
1. Pembuatan Benih / Bibit Tanaman Hutan
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan dari pembiayaan
DAU sebesar Rp. 230.000.000,- (Dua ratus tiga puluh juta ribu rupiah), dan
sampai dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp. 216.369.250 atau 94.07 %
dari target anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun
langkah/proses kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
- Pelaksanaan rapat koordinasi;
- Identifikasi CP/CL;
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
118
- Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi;
1. Tersedianya kebun bibit tanaman untuk penghijauan ;
2. Tersedianya kebun bibit rakyat untuk mengurangi luasan lahan kritis;
3. Berkembangnya Bibit kayu;
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
d. Evaluasi dan pelaporan
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Pembuatan Benih / Bibit Tanaman
Hutan, adalah:
(1) Ketersediaan bibit tanaman kehutanan untuk membantu berbagai
kebutuhan bibit guna kegiatan penghijauan & RHL oleh masyarakat
berbagai upaya perbaikan lingkungan
2. Pembinaan Pengendalian dan Pengawasan Gerakan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan dari pembiayaan
DAU Rp. 217.855.000 + DAK Rp. 1.310.920.000 ,- = Rp. 1.528.775.000,(satu
milyar lima ratus dua puluh delapan juta tujuh ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)
dan sampai dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp. 1308.608.839,- atau
85.60 % dari target anggaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan.
Adapun langkah/ proses kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
(1) Pelaksanaan rapat koordinasi;
(2) Identifikasi CP/CL;
(3) Penyusunan juklak dan juknis.
b. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi
1. Terlaksananya pembatan Hutan Rakyat
2. Terlaksananya Pengadaan bibit kayu-kayuan dan MPTS
3. Terfasilitasinya sarana produksitanaman kehutanan
4. Terlaksananya pembuatan bangunan koservasi (sipil)
5. Terlaksanya Pemeliharaan HR DAK Tahun 2011
6. Terlaksanya Penghijauan Lingkungan
7. Terfasilitasinya Sararana prasarana Penyuluh
8. Terfasilitasinya Sarana prasarana Pengamanan Hutan:
c. Pelaksanaan monitoring kegiatan;
d. Evaluasi dan pelaporan.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
119
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Pembinaan Pengendalian dan
Pengawasan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, adalah:
(1) Terlaksananya pengembangan Hutan Rakyat
(2) Menurunnya luas lahan kritis dan terkendalinya bencana
Adapun manfaat utama yang didapat dari kegiatan Pembinaan
Pengendalian dan Pengawasan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
tersebut adalah tersedianya bibit tanaman sekaligus terlaksananya penanaman
lahan kritis dan juga mampu menggerakan serta meningkatnya aktivitas
masyarakat di sekitar hutan dan kebun dalam menjaga kelestarian serta
konservasi hutan rakyat seluas 200 hektar.
3. Peningkatan Peran serta Masyarakat dalam Rehabiltasi Hutan
dan Lahan
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan dari pembiayaan
1.602.677.500,- (Satu milyar enam ratus dua juta enam ratus tujuh puluh tujuh
ribu lima ratus rupiah), dan sampai dengan triwulan IV terealisasi sebesar Rp.
1.602.677.500,- atau 95.68 % dari target anggaran yang digunakan untuk
membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses kegiatan, sebagai berikut:
a. Pelaksanaan persiapan kegiatan;
(1) Pelaksanaan rapat koordinasi;
(2) Identifikasi CPCL;
(3) Penyusunan juklak dan juknis
b. Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi:
(1) Terlaksananya kegiatan pembuatan hutan rakyat silvikultur intensif;
(2) Terlaksananya pembangunan Model Desa Konservasi;
(3) Terfasilitasinya sarana data statistik dan pemetaan kegiatan;
(4) Terlaksananya rapat koordinasi pengendalian lahan kritis dan banjir;
(5) Bintek HHK & MDK;
(6) Terlaksananya penanaman Kakija;
(7) Terlaksananya Perlindungan Mata Air;
(8) Terlaksananya Pembibitan Green school;
(9) Terlaksanaya dukungan thd lomba-lomba;
(10) Peringatan Hari tanam Nasional;
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
120
d. Pelaksanaan pengawasan, pembinaan, dan monitoring kegiatan;
e. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Peran Serta Masyarakat dalam
Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah:
(1) Bertamabhnya Ruang Terbuka Hijau dengan penanaman pohon tanaman
keras
(2) Berkurangnya lahan kritis
(3) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan
Manfaat dari kegiatan peningkatan pranserta masyarakat dalam
Rehabilitasi hutan dan lahan adalah berkuranya/dapat dioptimalkanya kembali
lahan kritis seluas 250 ha, dan bertambahnya ruang terbuka hijau seluas 0,5 ha
serta memiliki data serta peta hutan/lahan yang akurat.
Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Hutan
Sosialisasi Pencegahan Dan Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan
Pada Tahun Anggaran 2012 kegiatan ini dianggarkan dari pembiayaan
DAU sebesar Rp. 64.616.349,- (Enam puluh empat juta enam ratus enam belas
ribu tiga ratus empat puluh sembilan rupiah), dan sampai dengan triwulan IV
terealisasi sebesar Rp. 64.616.349 atau 100.00 % dari target anggaran yang
digunakan untuk membiayai kegiatan. Adapun langkah/proses kegiatan, sebagai
berikut:
a. Pelaksanaan persiapan
kegiatan;
- Identifikasi CP/CL;
- Penyusunan juklak dan juknis.
b.Pelaksanaan kegiatan, yang meliputi:
- Terlaksananya Sosialisasi Pencegahan Dan Dampak Kebakaran Hutan
Dan Lahan
c. Sosialisasi, koordinasi, dan konsultasi
d. Pelaksanaan pengawasan, pembinaan , dan monitoring kegiatan;
e. Evaluasi dan pelaporan.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan Sosialisasi Pencegahan Dan
Dampak Kebakaran Hutan Dan Lahan agar masyarakat (kelompok tani)
mengenai upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan pada
wilayah desa yang berbatasan dengan kawasan hutan, masyarakat dapat
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
121
memahami upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan, serta
mampu mengidentifikasi penyebab kebakaran hutan dan lahan.
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
122
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari uraian yang telah disajikan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
secara keseluruhan baik kinerja kegiatan maupun kinerja pencapaian sasaran
dalam pelaksanaan kegiatan pada APBD, APBD I, APBD II maupun APBN di
Kabupaten Bandung yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Perkebunan dan
Kehutanan pada tahun 2012 dapat dikatakan telah memperlihatkan kinerja /
hasil yang cukup baik dan maksimal sesuai dengan rencana tingkat capaian
(target) yang telah ditetapkan, baik pada indikator input, output, outcome,
benefit maupun impact. Demikian pula halnya dengan kinerja pencapaian
sasaran pembangunan pertanian yang umumnya telah mampu memenuhi
bahkan melebihi sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan rencana strategis
dan arah kebijakan umum.
Keberhasilan tersebut memberikan dampak positif terhadap laju
pertumbuhan usaha agribisnis di Kabupaten Bandung ini dapat dilihat dari
meningkatnya produksi serta produktivitas padi sebesar 110,83 % dari target
2012 dan 116,71 % dari tahun 2011 (produksi 2011 = 472.989 ton, menjadi
552.029 ton pada Tahun 2012), sedangkan realisasi produktivitas jagung naik
101,60 % dari target yang ditetapkan pada tahun 2012. (target 58,10 ku/ha
dengan realisasi mencapai 59,03 ku/ha pada tahun 2012) dan 105,43 % dari
tahun 2011. Kemudian Lima komoditas utama sayuran di kabupaten
Bandung yaitu kentang, tomat, cabe, bawang merah, dan kubis. Kelima
komoditas tersebut (kecuali cabe yang mengalami penurunan dalam luas
tanam sehingga mempengaruhi produksi. Namun produktivitasnya
meningkat) mengalami peningkatan dalam hal produksi dan produktivitas.
Disamping itu, terdapat komoditas-komoditas spesifikasi lokal dan eksklusif
yang dikembangkan atas kerjasama antara petani dengan pelaku pasar
(ritel, industri, dan eksportir), seperti wortel, brokoli, paprika, dan sayuran
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
123
eksklusif jepang. Komoditas tersebut tersebar di Kecamatan Pangalengan,
Ciwidey, Pasirjambu, Rancabali, Cimenyan, dan Kertasari.
Komoditas yang perkembangannya cukup besar dan signifikan adalah
komoditas stroberi dengan jumlah produksi sebanyak 151.959 ton dari luas
areal 451 hektar. Penghasil terbesar stroberi tersebar di tiga kecamatan
yaitu Kecamatan Pasirjambu, Ciwidey, dan Rancabali (Pacira), dan pada
tahun 2012 bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Bandung, Pemerintah
Kabupaten Bandung mendeklarasikan dan menetapkan sebagai
“kabupaten stroberi”’ dengan memecahkan rekor muri meminum jus
stroberi terbanyak. Melalui penetapan ini, memberikan komitmen dari
pemerintah untuk mengembangkan komoditas unggul lokal, tanaman
perkebunan rakyat yaitu; teh 3.142 ton naik 100,07% (olahan) dari tahun
2011, kopi mencapai 25,450 ton bahan mentah dan olahannya 6.362 ton
naik 135,68% dari tahun 2011 (olahan) dan 135,68% dari tahun 2011
(bahan mentah), serta kembali terehabilitasinya lahan kritis seluas 6.096,67
Hektar pada tahun 2012 ini, kemudian tingkat kehilangan hasil komoditas
padi yang pada tahun 2011 tingkat kehilangan hasil mencapai 11,15% dan
pada tahun 2012 ini menurun 0,04% menjadi 11,11%.
Namun demikian, tercatat juga beberapa kekurang berhasilan dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung tahun
2012 ini, di antaranya adalah masih adanya beberapa komoditas pertanian yang
belum mampu mencapai produksi sesuai dengan target yang ditentukan. Kondisi
tersebut sebagian besar diakibatkan oleh keadaan alam yang berfluktuasi sacara
ekstreem dan belum mampu kita tangani serta memanipulasinya secara baik.
Selain itu kondisi petani yang umumnya memiliki lahan usahatani yang
sempit dan permodalan yang minim, mengakibatkan produktivitas, efisiensi dan
pendapatannya sulit untuk dtingkatkan secara maksimal. Kondisi ini diperkirakan
akan menjadi masalah serius di masa yang akan datang mengingat alih fungsi
lahan pertanian menjadi non-pertanian terutama oleh pemukiman penduduk
Din
as P
erta
nia
n P
erke
bun
an d
an
Keh
uta
nan
124
sampai saat ini terus berlangsung dan sulit dihindarkan. Penerapan Teknologi
pertanianpun belum optimal terutama teknologi unggul tepat guna, spesifik
lokasi, efisien dan ramah lingkungan, baik pada tahapan pra produksi, produksi,
pengamanan hasil, maupun pasca panen. Paket teknologi yang diterapkan
sebagian besar masih bersifat rekomendasi umum.
4.2 Saran
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pelaksanaan kegiatan
pembangunan pertanian di Kabupaten Bandung di tahun-tahun mendatang
masih perlu difokuskan pada upaya-upaya untuk:
a. Lebih meningkatkan akses para petani ataupun Kelompok Tani dalam
kepemilikan sarana produksi.
b. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan SDM pertanian, baik
petugas maupun petani melalui upaya-upaya pembinaan dan bimbingan
teknis, penyuluhan pertanian, serta pengembangan sarana dan prasarana
yang dibutuhkan.
c. Memperkuat kelembagaan tani dan usahatani melalui upaya-upaya
fasilitasi, baik pada subsistem hilir, produksi maupun off-farm.
d. Adanya dukungan dari semua pihak terkait, terutama pemerintahan dalam
memfasilitasi serta menjalankan kebijakan-kebijakan yang berhubungan
dan mendukung keberhasilan program-program yang dilakukan dan
dilaksanakan agar mendapatkan hasil yang maksimal dan dapat diteruskan
secara berkesinambungan ditahun-tahun selanjutnya.