bab i - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

14
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Munculnya eksistensi kendaraan bermotor berupa mobil semenjak diciptakan oleh Henry Ford pada tahun 1932 yang kemudian diproduksi secara massal mendorong pertumbuhan kawasan terbangun di kota-kota menyebar ke kawasan pinggiran dan semakin menjauhi pusat kota. Keberadaan mobil mempermudah manusia untuk berulang-alik dalam melakukan kegiatan sehari-harinya seperti bekerja, bersekolah, mengunjungi sanak famili, atau berekreasi. Pada tahun 1950- an di negara maju seperti Amerika Serikat, adanya kendaraan bermotor seperti mobil yang dapat mempermudah mobilitas menjadi pendorong bagi orang-orang untuk memilih lokasi tempat tinggal di kawasan pinggiran yang relatif memiliki lingkungan yang lebih nyaman, tenang dan asri daripada di pusat kota. Keberadaan kendaraan bermotor dapat mempermudah orang-orang untuk berulang-alik (commuting) tiap hari dari tempat tinggalnya di kawasan pinggiran ke kawasan pusat kota untuk bekerja (Gilbert dan Ginn, 2001). Perilaku tersebut menjadi latar belakang terjadinya proses suburbanisasi di suatu kota. Proses suburbanisasi yang ditandai pertumbuhan kawasan perumahan baru yang berkepadatan rendah di kawasan pinggiran kota tersebut membentuk pola bentuk kota yang menyebar (dispersed urban form) dan bergantung kepada penggunaan kendaraan bermotor (automobile-dependent city). Pola bentuk kota seperti ini biasanya menciptakan zona yang tersegregasi antara kawasan residensial dan kawasan komersial. Pola seperti ini biasanya memiliki ciri-ciri terpisahnya kawasan komersial di kawasan pusat kota dan kawasan residensial berkepadatan rendah di kawasan pinggiran. Berkembangnya paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sejak dua dekade yang lalu mempengaruhi para ahli untuk mengkritik trend pola bentuk kota yang menyebar ke kawasan pinggiran dan bergantung kepada penggunaan kendaraan bermotor. Pola bentuk kota seperti ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan (unsustainable urban form). Pola bentuk kota ini dianggap menciptakan pola pergerakan yang tidak efisisen antara kawasan pusat kota dengan kawasan pinggiran. Ketergantungan terhadap

Upload: ghulamin

Post on 31-Oct-2015

74 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

TA PWK penerapan kompaksi perkotaan

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Munculnya eksistensi kendaraan bermotor berupa mobil semenjak diciptakan

oleh Henry Ford pada tahun 1932 yang kemudian diproduksi secara massal

mendorong pertumbuhan kawasan terbangun di kota-kota menyebar ke kawasan

pinggiran dan semakin menjauhi pusat kota. Keberadaan mobil mempermudah

manusia untuk berulang-alik dalam melakukan kegiatan sehari-harinya seperti

bekerja, bersekolah, mengunjungi sanak famili, atau berekreasi. Pada tahun 1950-

an di negara maju seperti Amerika Serikat, adanya kendaraan bermotor seperti

mobil yang dapat mempermudah mobilitas menjadi pendorong bagi orang-orang

untuk memilih lokasi tempat tinggal di kawasan pinggiran yang relatif memiliki

lingkungan yang lebih nyaman, tenang dan asri daripada di pusat kota. Keberadaan

kendaraan bermotor dapat mempermudah orang-orang untuk berulang-alik

(commuting) tiap hari dari tempat tinggalnya di kawasan pinggiran ke kawasan

pusat kota untuk bekerja (Gilbert dan Ginn, 2001).

Perilaku tersebut menjadi latar belakang terjadinya proses suburbanisasi di

suatu kota. Proses suburbanisasi yang ditandai pertumbuhan kawasan perumahan

baru yang berkepadatan rendah di kawasan pinggiran kota tersebut membentuk

pola bentuk kota yang menyebar (dispersed urban form) dan bergantung kepada

penggunaan kendaraan bermotor (automobile-dependent city). Pola bentuk kota

seperti ini biasanya menciptakan zona yang tersegregasi antara kawasan

residensial dan kawasan komersial. Pola seperti ini biasanya memiliki ciri-ciri

terpisahnya kawasan komersial di kawasan pusat kota dan kawasan residensial

berkepadatan rendah di kawasan pinggiran.

Berkembangnya paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable

development) sejak dua dekade yang lalu mempengaruhi para ahli untuk mengkritik

trend pola bentuk kota yang menyebar ke kawasan pinggiran dan bergantung

kepada penggunaan kendaraan bermotor. Pola bentuk kota seperti ini dianggap

tidak sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan (unsustainable urban form). Pola

bentuk kota ini dianggap menciptakan pola pergerakan yang tidak efisisen antara

kawasan pusat kota dengan kawasan pinggiran. Ketergantungan terhadap

Page 2: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

2

kendaraan bermotor menimbulkan permasalahan-permasalahan berupa kemacetan,

polusi udara yang meningkatkan efek rumah kaca, polusi suara, serta konsumsi

energi yang tinggi terhadap bahan bakar tak terbarukan. Pola seperti ini juga

dianggap mengurangi waktu masyarakat untuk bersosialisasi dengan tetangganya

karena sebagian besar waktunya dihabiskan dalam perjalanan ulang-alik

menggunakan kendaraan pribadi, sehingga mengurangi rasa komunitas (sense of

community). Selain itu, pola bentuk kota seperti ini meningkatkan laju konversi lahan

hijau untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan industri baru. Semakin tingginya

laju konversi lahan hijau akan mengancam ketahanan pangan serta

keanekaragaman hayati. Pola bentuk kota seperti ini juga identik dengan fenomena

urban sprawl, yaitu pertumbuhan kawasan terbangun kota yang meluas ke kawasan

pinggiran secara acak (random/scattered), mengikuti jaringan jalan (strip), serta

meloncat dan terputus (leapfrog/discontinues). Fenomena urban sprawl ini diawali

oleh pengembangan kawasan residensial berkepadatan rendah (low-density

residential) di kawasan pinggiran yang sangat bergantung terhadap penggunaan

kendaraan bermotor serta meningkatkan laju konversi lahan hijau yang cukup tinggi

sehingga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan (Staley, 2001).

Dari kritik tersebut muncul pemikiran untuk menggagas sebuah bentuk kota

yang sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan. Pola bentuk kota yang kompak

(compact city) dianggap sebagai konsep bentuk kota yang dapat menjadi sebuah

solusi alternatif untuk memenuhi prinsip-prinsip berkelanjutan. Pola bentuk kota

yang kompak diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap

penggunaan kendaraan bermotor. Dengan tersedianya berbagai fasilitas umum dan

fasilitas sosial yang lengkap serta tempat bekerja yang dekat dari rumah,

diharapkan masyarakat dapat lebih memilih untuk berjalan kaki atau bersepeda

dalam bepergian. Bentuk kota yang kompak dengan kepadatan yang tinggi

dianggap dapat mengurangi laju konversi lahan hijau untuk memenuhi kebutuhan

baru akan perumahan dan lebih mengutamakan peremajaan kembali kawasan kota

lama (existing-urban redevelopment). Bentuk kota yang kompak dengan kepadatan

yang tinggi juga dianggap dapat lebih menghidupkan rasa komunitas dengan

seringnya orang-orang bertemu tatap muka baik di jalanan maupun di tempat-

tempat umum. Bentuk kota yang kompak juga didukung oleh ketersediaan fasilitas

transportasi umum yang memadai yang menghubungkan interaksi antara pusat-

pusat lingkungan yang kompak. Bentuk kota yang kompak diharapkan dapat

Page 3: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

3

mengefisienkan pola pergerakan masyarakat dan mempermudah pencapaian

pembangunan berkelanjutan.

Penerapan kompaksi perkotaan yang mengadopsi bentuk kota tradisional

pada abad pertengahan di Eropa Barat di masa sekarang relatif sudah cukup

berkembang pesat di negara maju seperti negara-negara Uni Eropa, Amerika

Serikat, Australia dan Jepang. Sedangkan di negara berkembang seperti Indonesia

penerapan kompaksi perkotaan masih sebatas pada kajian-kajian di kalangan

akademisi mengenai bentuk kota yang berkelanjutan. Penerapan kompaksi

perkotaan di negara maju mempunyai pendekatan yang berbeda untuk penerapan

di pusat kota lama dan di kawasan pinggiran. Di pusat kota lama pendekatan yang

dipakai biasanya adalah meremajakan/merevitalisasi kawasan pusat kota lama agar

kembali menjadi tempat yang nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Sedangkan di

kawasan pinggiran dengan membentuk pusat-pusat lingkungan yang kompak dan

saling terhubung dengan sarana prasarana transportasi umum yang optimal. Pusat-

pusat lingkungan tersebut setara dengan sebuah desa yang mandiri karena

mempunyai fasilitas pelayanan yang lengkap (self-containment), dikenal dengan

sebutan urban village. Kemudian pusat-pusat tersebut dikonsentrasikan di dekat

stasiun-stasiun sarana transportasi umum massal seperti kereta api atau light rail

transit. Pendekatan tersebut di negara-negara maju juga dikenal dengan sebutan

Transit-Oriented Development (TOD).

Penelitian ini sendiri mencoba melanjutkan dan memperdalam studi-studi yang

telah ada mengenai kompaksi perkotaan di Indonesia. Penelitian ini sendiri

kemudian dikhususkan kepada penerapan kompaksi perkotaan di kawasan

pinggiran. Kawasan Pinggiran Bandung Timur dipilih menjadi studi kasus karena

disinyalir mengalami proses suburbanisasi dan mempunyai bentuk perkotaan yang

bergantung kepada kendaraan bermotor. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniadi

(2007) yang mengelompokkan kecamatan berdasarkan tipologi dari derajat

kekompakan menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan di kawasan Bandung

Timur masuk kedalam kategori kawasan perkotaan yang memiliki kepadatan

penduduk yang rendah dengan laju pertumbuhan penduduk antara sedang-tinggi

tetapi mengalami perubahan kepadatan terbangun yang rendah. Dimensi

ketersediaan fasilitas dari tipologi kecamatan-kecamatan di Bandung Timur juga

rendah. Temuan lain juga menunjukkan bahwa 57,05 % penduduk Bandung Timur

melakukan aktivitas di luar kelurahannya serta sebanyak 59,87% memilih moda

kendaraan bermotor dalam melakukan aktivitasnya. Selain itu, biaya transportasi

Page 4: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

4

merupakan pengeluaran rumah tangga terbesar kedua bagi penduduk Bandung

Timur setelah kebutuhan pangan (Studio proses perencanaan Prodi PWK ITB,

2005). Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa proses suburbanisasi di

kawasan Bandung Timur ditandai dengan berkembangnya perumahan

berkepadatan rendah dengan ketergantungan terhadap kendaraan bermotor yang

cukup tinggi karena kurangnya fasilitas yang tersedia di lingkungan perumahannya.

Dalam RTRW Kota Bandung 2003-2013 serta RTRW Kab. Bandung 2000-

2010 kawasan Bandung Timur sendiri memang diarahkan untuk menjadi pusat

pertumbuhan baru serta untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan lahan

perumahan dan industri baru mengingat daya dukung lingkungan di kawasan

Bandung barat dan utara yang sudah semakin menurun. Hal tersebut juga

dinyatakan dalam RKPD Kota Bandung 2006 yang menyatakan bahwa penataan

pola spasial di kawasan Bandung Timur harus sejalan dengan tujuan

pengembangan kawasan Bandung Timur yang telah ditetapkan, yaitu melakukan

pengembangan di kawasan baru dengan pendekatan urban redevelopment sebagai

bagian terpadu dari Kota Bandung yang mandiri, berkualitas hidup tinggi,

berkelanjutan (sesuai dengan daya dukung lingkungan), mampu menarik investasi

serta mengurangi beban kegiatan dan lalu lintas di Kota Bandung Barat. Namun

sayangnya, kebijakan tersebut tidak sejalan dengan kebijakan transportasi yang

berkelanjutan. Kebijakan transportasi yang tertera dalam RTRW lebih menekankan

kepada pembangunan infrastruktur baru yang berbasis kendaraan bermotor seperti

pembangunan jalan tol dan jalan layang baru daripada penataan pusat-pusat

lingkungan beserta fasilitas lingkungannya yang didukung oleh ketersediaan sarana

transportasi umum massal yang ramah lingkungan.

Penelitian ini akan mencoba mengidentifikasi potensi dan kendala penerapan

kompaksi perkotaan di kawasan pinggiran Bandung Timur sebagai upaya untuk

mengefisienkan pola pergerakan. Identifikasi pola dan struktur spasial eksisting

kawasan Bandung Timur akan dikaji terlebih dahulu dan diukur derajat

kekompakannya. Kemudian karakteristik bentuk terbangun yang sudah diidentifikasi

akan dilihat pengaruhnya terhadap pola pergerakan penduduk. Potensi dan Kendala

penerapan kompaksi akan diketahui dari seberapa besar derajat kompaksi di

Kawasan Pinggiran Bandung Timur ditambah kebijakan perencanaan tata ruang

serta preferensi masyarakat dan pengembang perumahan. Hasil analisis potensi

dan kendala penerapan kompaksi perkotaan akan menjadi bahan masukan bagi

kebijakan perencanaan tata ruang di kawasan pinggiran Bandung Timur.

Page 5: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

5

1.2 Rumusan Masalah

Kawasan Bandung Timur disinyalir memiliki pola dan struktur ruang yang tidak

sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan (unsustainable urban form). Dari hasil

penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kawasan pinggiran Bandung Timur

mempunyai ketergantungan terhadap kendaraan bermotor yang cukup tinggi karena

kurangnya fasilitas umum dan fasilitas sosial. Hal tersebut disinyalir menimbulkan

pola pergerakan yang tidak efisien sehingga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip

berkelanjutan. Dalam upaya penataan pola spasial untuk mengefisienkan

pergerakan juga tidak lepas dari perilaku bepergian masyarakat yang dipengaruhi

juga oleh karakteristik sosial dan ekonomi serta karakteristik fisik bentuk terbangun

lingkungan perumahan. Pola preferensi pergerakan masyarakat yang dipengaruhi

karakteristik bentuk terbangun menjadi salah satu bagian penting dalam studi ini.

Kemudian pengkajian potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan sebagai

alternatif bentuk kota yang dapat mengefisienkan pola pergerakan masyarakat juga

menjadi penting karena sebelumnya belum ada penelitian yang mengkaji potensi

dan kendala penerapan bentuk kota yang berkelanjutan dalam usaha efisiensi pola

pergerakan penduduk di Kawasan Pinggiran Bandung Timur.

Dari rumusan masalah tersebut, pertanyaan penelitian yang muncul adalah

sebagai berikut :

1. Apa saja indikator-indikator kompaksi perkotaan sebagai perwujudan pola

dan struktur ruang kawasan perkotaan yang berkelanjutan ?

2. Bagaimana pola dan struktur spasial kawasan Bandung Timur berdasarkan

indikator-indikator kompaksi perkotaan ?

3. Bagaimana karakteristik pola dan struktur spasial mempengaruhi pola

pergerakan masyarakat ?

4. Bagaimana potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan untuk

efisiensi pola pergerakan masyarakat dilihat dari tingkat kekompakan

kawasan, kebijakan perencanaan tata ruang, serta persepsi dan prefensi

masyarakat dan pengembang perumahan?

Page 6: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

6

1.3 Tujuan, Sasaran dan Manfaat Studi

Tujuan dari penelitian ini adalah Mengidentifikasi potensi dan kendala

penerapan kompaksi perkotaan sebagai upaya efisiensi pola pergerakan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran yang akan ditempuh adalah sebagai

berikut :

1. Mengidentifikasi indikator-indikator kompaksi perkotaan sebagai perwujudan

pola dan struktur kawasan perkotaan yang berkelanjutan (sustainable urban

form).

2. Mengidentifikasi dan mengukur derajat kekompakan pola dan struktur

spasial kawasan Bandung Timur berdasarkan indikator-indikator kompaksi

perkotaan.

3. Menganalisis pengaruh karakteristik pola dan struktur spasial/bentuk

terbangun terhadap pola pergerakan masyarakat serta menganalisis

pengaruh karakteristik sosial ekonomi terhadap pola pergerakan sebagai

pembanding.

4. Mengidentifikasi potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan di

kawasan Bandung Timur berdasarkan derajat kekompakan kawasan,

kebijakan perencanaan tata ruang, serta persepsi dan preferensi masyarakat

terhadap kompaksi perkotaan.

Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai

berikut:

Memberikan masukan bagi pemerintah dalam hal ini Bappeda, Dinas

Perumahan, Dinas Tata Kota, Dinas Permukiman dan Tata Wilayah serta

Pemerintah Kota dan Kabupaten Bandung secara umum dalam penataan ruang

Kota dan Kabupaten Bandung khususnya kawasan Bandung Timur yang

mengarah kepada keberlanjutan.

Memberikan masukan bagi pemerintah Kota dan Kabupaten Bandung dalam

penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota agar selaras dan

mengarah ke keberlanjutan.

Menambah wacana bagi pengembangan ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota

mengenai konsep kompaksi perkotaan sebagai indikator keberlanjutan kawasan

perkotaan di Indonesia.

Page 7: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

7

1.4 Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Penelitian yang dilakukan terdiri dari ruang lingkup wilayah

dan ruang lingkup materi.

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang Lingkup wilayah studi ini adalah Kawasan Pinggiran Bandung Timur

yang merupakan kebijakan arah pertumbuhan kota sesuai dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2003-2013 dan RTRW Kabupaten Bandung

2006-2026. Secara administratif, Kawasan Pinggiran Bandung Timur yang

merupakan wilayah Kota Bandung terdiri dari 2 Wilayah Pengembangan (WP)

Gedebage dan WP Ujungberung. WP Gedebage terdiri dari 3 kecamatan, yaitu

Kecamatan Bandung Kidul, Kecamatan Margacinta, serta Kecamatan Rancasari.

Sedangkan WP Ujungberung terdiri dari 4 Kecamatan, yaitu Kecamatan Cicadas,

Kecamatan Arcamanik, Kecamatan Ujungberung, serta Kecamatan Cibiru.

Sedangkan kawasan Bandung Timur yang secara administratif merupakan wilayah

Kabupaten Bandung terdiri dari 4 kecamatan, yaitu Kec. Cilengkrang, Kec. Cileunyi,

Kec. Rancaekek, serta Kec. Cicalengka. Dalam melihat kompaksi perkotaan di

kawasan Bandung Timur, wilayah studi merupakan daerah sub-urban dan daerah

pinggiran yang tidak dibatasi dengan batasan administratif kota melainkan melihat

kota secara fungsional. Untuk memudahkan proses pengumpulan data dan analisis,

delineasi akan menggunakan batas administratif hingga unit desa/kelurahan

sehingga wilayah studi masih dapat dilihat secara fungsional bukan administratif.

1.4.2 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi penelitian ini meliputi kajian mengenai konsep kompaksi

perkotaan sebagai proses menuju bentuk kota yang sesuai dengan prinsip-prinsip

keberlanjutan (sustainable urban form). Dari kajian tersebut kemudian dirumuskan

indikator-indikator yang dapat mengukur derajat kekompakan di Kawasan Pinggiran

Bandung Timur. Konsep dan indikator-indikator tersebut kemudian menjadi dasar

untuk menganalisis pola dan struktur ruang Kawasan Pinggiran Bandung Timur dan

kemudian mengukur derajat kekompakan kawasan. Struktur ruang yang dimaksud

Page 8: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

8

adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana

yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang

secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang adalah

distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang

untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya (UU No. 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang). Analisis pola dan struktur ruang yang telah

dilakukan kemudian dilihat pengaruhnya terhadap pola pergerakan masyarakat

yang juga dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi. Derajat kompaksi kawasan

beserta kebijakan perencanaan tata ruang dan persepsi serta preferensi

masyarakat dan pengembang terhadap kompaksi perkotaan akan dijadikan acuan

untuk merumuskan potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan di

Kawasan Pinggiran Bandung Timur sebagai upaya efisiensi pola pergerakan.

Sebaran spasial dalam pola dan struktur ruang ditampilkan dalam bentuk peta

yang datanya diolah dengan unit analisis desa/kelurahan. Sebaran spasial ini diolah

dan ditampilkan dan diolah dengan menggunakan software ArcView GIS 3.3 dan

ArcGIS 9.2. Sedangkan data keterkaitan antara pola dan struktur ruang dengan pola

pergerakan masyarakat yang juga dipengaruhi oleh karakteristik fisik perumahan

serta karakteristik sosial-ekonomi akan diolah dengan menggunakan sotware

statistik SPSS 16.0.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan kendala penerapan

kompaksi perkotaan di Kawasan Pinggiran Bandung Timur sebagai upaya efisiensi

pola pergerakan masyarakat. Potensi dan kendala penerapan akan dapat dilihat

setelah melakukan analisis pola dan struktur ruang, analisis derajat kekompakan,

analisis pengaruh pola dan struktur spasial/bentuk terbangun Kawasan Pinggiran

Bandung Timur terhadap pola pergerakan penduduk, analisis pengaruh karakteristik

sosial-ekonomi terhadap pola pergerakan, analisis kebijakan perencanaan tata

ruang, analisis persepsi dan preferensi masyarakat serta pengembang perumahan

terhadap kompaksi perkotaan, dan analisis lokasi potensial penerapan kompaksi.

Berikut adalah uraian mengenai kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini :

o Studi Literatur

Page 9: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

9

Studi literatur dilakukan untuk memahami konsep dan prinsip-prinsip kompaksi

perkotaan. Sebelumnya dilakukan penelusuran mengenai konsep dan prinsip-

prinsip bentuk kota yang berkelanjutan (sustainable urban form) yang

direpresentasikan oleh konsep compact city. Kajian mengenai fenomena

suburbanisasi yang menimbulkan bentuk kota yang tidak sesuai dengan prinsip-

prinsip berkelanjutan juga membahas mengenai fenomena urban sprawl.

Kemudian dari hasil penelusuran literatur-literatur tersebut akan disusun daftar

indikator-indikator kompaksi perkotaan yang akan mengukur derajat kompaksi

Kawasan Pinggiran Bandung Timur. Indikator-indikator tersebut disesuaikan

terlebih dahulu dengan konteks pengembangan kawasan Bandung Timur untuk

efisiensi pola pergerakan. Studi literatur juga dilakukan terhadap kebijakan-

kebijakan tata ruang yang berkaitan dengan substansi studi.

o Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan survei sekunder dan survei primer.

Survei sekunder yaitu pengumpulan data-data dari berbagai instansi terkait.

Data-data yang dikumpulkan berupa data statistik tabular dengan unit

kelurahan/desa yang ada di Kawasan Pinggiran Bandung Timur serta data

persebaran lokasi perumahan formal di kawasan Bandung Timur. Data-data

yang dikumpulkan adalah data 5 tahun terakhir (lebih lengkapnya dapat dilihat

pada tabel I.1). Sedangkan survei primer dilakukan dengan wawancara

langsung ke rumah tangga (household survey) dengan menggunakan metode

purposive sampling, yaitu hanya mengambil responden dari bagian kawasan

tertentu yang sesuai dengan tujuan dan konteks penelitian sehingga dapat

mewakili kawasan. Dalam penelitian ini, responden akan diambil dari penghuni

perumahan formal. Pemilihan responden akan dilakukan secara acak dari

perumahan formal yang terpilih sebagai sampel. Pemilihan sampel perumahan

formal juga akan diambil 1 lokasi secara acak dari tiap tipologi perumahan yang

akan dibagi sesuai dengan konteks studi. Lokasi perumahan yang terpilih

dianggap mewakili tiap tipologi perumahan. Setelah data terkumpul maka

dilakukan kompilasi data secara sistematis dan teratur berdasarkan lingkup

analisis yang digunakan.

o Analisis Data

Page 10: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

10

Analisis yang digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan kendala penerapan

kompaksi perkotaan sebagai upaya efisisiensi pola pergerakan masyarakat di

kawasan Bandung Timur di kawasan Bandung Timur adalah :

1. Analisis pola dan struktur ruang

Analisis ini mengidentifikasi karakteristik spasial/bentuk terbangun di

Kawasan Pinggiran Bandung Timur. Unit analisis yang digunakan adalah

desa/kelurahan sehingga pola spasial yang terbentuk di Kawasan Bandung

Timur dapat diidentifikasi. Karakteristik pola dan struktur ruang yang akan

diidentifikasi berdasarkan indikator-indikator kompaksi yang akan disusun

terlebih dahulu.

2. Analisis derajat kompaksi

Analisis derajat kompaksi akan mengukur tingkat kekompakan Kawasan

Pinggiran Bandung Timur. Derajat kompaksi merupakan indeks komposit

dari indikator-indikator yang digunakan untuk menganalisis pola dan struktur

ruang Kawasan Pinggiran Bandung Timur. Karena unit data yang digunakan

pada tingkat desa maka derajat kompaksi akan mengukur kompaksi di tiap

desa di Kawasan Pinggiran Bandung Timur.

3. Analisis pengaruh karakteristik pola dan struktur ruang/bentuk terbangun

terhadap pola pergerakan

Analisis ini akan mengidentifikasi pengaruh karakteristik pola dan struktur

spasial yang telah diidentifikasi terhadap pola pergerakan penduduk. Pada

analisis ini juga akan dilihat pengaruh bentuk terbangun skala lingkungan

perumahan terhadap pola pergerakan penghuninya. Pola pergerakan

penduduk yang direpresentasikan oleh sampel yang diambil dari satu

lingkungan perumahan akan dikaitkan dengan karakteristik fisik spasial

perumahan tersebut untuk menguji bagaimana karakteristik spasial

mempengaruhi pola pergerakan.

4. Analisis pengaruh karakteristik sosial-ekonomi terhadap pola pergerakan

Pengaruh karakteristik sosial-ekonomi masyarakat terhadap pola pergerakan

juga akan dikaji sebagai pembanding terhadap pengaruh bentuk terbangun

terhadap pola pergerakan.

Page 11: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

11

5. Analisis potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan berdasarkan

kebijakan perencanaan tata ruang

Analisis potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan di Kawasan

Pinggiran Bandung Timur akan disusun berdasarkan hasil analisis kebijakan

perencanaan tata ruang. Rencana Tata Ruang yang akan dikaji adalah

rencana tata ruang yang berlaku di Kawasan Pinggiran Bandung Timur yaitu

RTRW Kota Bandung 2003-2013 dan RTRW Kab. Bandung 2006-2026.

Potensi dan Kendala penerapan kompaksi sebagai upaya efisiensi pola

pergerakan dapat dilihat pada kebijakan umum mengenai Kawasan

Pinggiran Bandung Timur, rencana struktur ruang, dan rencana

pengembangan jaringan transportasi pada masing-masing rencana.

6. Analisis potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan berdasarkan

persepsi dan persepsi masyarakat serta pengembang perumahan.

Persepsi dan preferensi masyarakat serta pengembang perumahan

terhadap kompaksi perkotaan akan dilihat sebagai salah satu bahan

masukan bagi perumusan potensi dan kendala penerapan kompaksi.

7. Analisis lokasi potensial penerapan kompaksi di Kawasan Pinggiran

Bandung Timur

Hasil pengukuran derajat kompaksi, kebijakan perencanaan tata ruang, serta

persepsi dan preferensi masyarakat serta pengembang perumahan akan

menjadi bahan masukan bagi penentuan lokasi yang potensial untuk

diterapkan kompaksi di Kawasan Pinggiran Bandung Timur.

Page 12: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

12

Tabel I.1

Keterkaitan Antara Persoalan, Pertanyaan Penelitian, Tujuan, Sasaran, Kebutuhan Data, Analisis, dan Keluaran Studi

Persoalan : Struktur dan Pola Ruang di kawasan Bandung Timur disinyalir menyebabkan tidak efisiennya pola pergerakan masyarakat sehingga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan.

Tujuan : Mengidentifikasi potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan di kawasan Bandung Timur sebagai upaya efisiensi pola pergerakan masyarakat.

Pertanyaan Penelitian Sasaran Data Yang Dibutuhkan Metode Pengumpulan Data Analisis Keluaran

Apa saja indikator-indikator kompaksi perkotaan sebagai perwujudan pola dan struktur ruang kawasan perkotaan yang berkelanjutan (sustainable urban form) ?

Mengidentifikasi indikator-indikator compact city

Buku, jurnal dan artikel yang terkait dengan konsep dan prinsip bentuk kota berkelanjutan, konsep compact city

Studi literatur mengenai konsep dan prinsip Bentuk Kota yang Berkelanjutan (Sustainable Urban Form)

Studi literatur mengenai konsep , prinsip dan indikator compact city.

Penentuan Indikator-indikator compact city dengan mendaftar (long list) indikator-indikator dari berbagai literatur yang kemudian menyeleksi sesuai dengan konteks wilayah studi.

Indikator-indikator compact city yang sesuai dengan konteks wilayah studi.

Bagaimana pola dan struktur spasial Kawasan Pinggiran Bandung Timur berdasarkan indikator-indikator kompaksi perkotaan?

Mengidentifikasi serta mengukur derajat kekompakan pola dan struktur ruang Kawasan Pinggiran Bandung Timur berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan.

Data kepadatan penduduk, perumahan, dan kawasan terbangun per kelurahan/desa 5 tahun terakhir

Data jumlah fasilitas umum dan fasilitas sosial per kelurahan

Data Utilitas dasar per kelurahan

Data fisik guna lahan Data ketersediaan

sarana dan prasarana transportasi

Survei sekunder di instansi-instansi pemerintah di Kota Bandung dan/atau Kabupaten Bandung.

Analisis pola dan struktur ruang, yaitu mengidentifikasi karakteristik spasial/bentuk terbangun di Kawasan Pinggiran Bandung Timur berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan. Analisis derajat kompaksi Pada analisis ini juga dilakukan pengukuran derajat kekompakan dengan menyusun indeks komposit dari indikator-indikator yang digunakan pada analisis pola dan struktur ruang.

Peta karakteristik pola dan struktur ruang tiap indikator

Peta derajat kompaksi kawasan Bandung Timur

Page 13: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

13

Pertanyaan Penelitian Sasaran Data Yang Dibutuhkan Metode Pengumpulan Data Analisis Keluaran

Bagaimana karakteristik pola dan struktur spasial mempengaruhi pola pergerakan masyarakat ?

Menganalisis pengaruh karakteristik pola dan struktur spasial/bentuk terbangun terhadap pola pergerakan masyarakat serta menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi terhadap pola pergerakan sebagai pembanding.

Persepsi dan Preferensi Pola pergerakan masyarakat

Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat

Karakteristik Fisik Perumahan

Daftar Lokasi Perumahan Formal

Survei sekunder di instansi-instansi pemerintah di Kota Bandung dan/atau Kabupaten Bandung dan di Asosiasi pengembang perumahan (REI dan APERSI). Survei primer :

Household Survey dengan metode purposive sampling

Observasi karakteristik fisik kawasan perumahan

Analisis pengaruh karakteristik pola dan struktur ruang/bentuk terbangun terhadap pola pergerakan Mengidentifikasi pengaruh karakteristik pola dan struktur spasial yang telah diidentifikasi terhadap pola pergerakan penduduk ; Mengidentifikasi pengaruh bentuk terbangun skala lingkungan perumahan terhadap pola pergerakan penghuninya Analisis pengaruh karakteristik sosial-ekonomi terhadap pola pergerakan Pengaruh karakteristik sosial-ekonomi masyarakat terhadap pola pergerakan juga akan dikaji sebagai pembanding terhadap pengaruh bentuk terbangun terhadap pola pergerakan

Variabel pola pergerakan masyarakat yang dipengaruhi oleh pola dan struktur ruang/bentuk terbangun Kawasan Pinggiran Bandung Timur

Bagaimana potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan di untuk efisiensi pola pergerakan masyarakat dilihat dari tingkat kekompakan kawasan, kebijakan perencanaan tata ruang, serta persepsi preferensi masyarakat dan pengembang perumahan?

Mengidentifikasi potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan di kawasan Bandung Timur berdasarkan derajat kekompakan kawasan, kebijakan perencanaan tata ruang, serta persepsi dan preferensi masyarakat terhadap kompaksi perkotaan

RTRW Kota Bandung 2003-2013

RTRW Kab. Bandung 2006-2026

Persepsi dan Preferensi Masyarakat Terhadap Kompaksi

Persepsi dan Preferensi Pengembang Perumahan terhadap Kompaksi

Survei sekunder di instansi-instansi pemerintah di Kota Bandung dan/atau Kabupaten Bandung Survei primer :

Household Survey dengan metode purposive sampling

Wawancara dengan pengembang perumahan

Analisis potensi dan kendala penerapan kompaksi berdasarkan kebijakan perencanaan tata ruang Merumuskan potensi dan kendala penerapan kompaksi di Kawasan Pinggiran Bandung Timur sebagai upaya efisiensi pola pergerakan dilihat dari kebijakan umum tata ruang mengenai kawasan pinggiran bandung Timur, rencana struktur ruang, serta rencana pengembangan sistem transportasi Analisis potensi dan kendala penerapan kompaksi berdasarkan persepsi dan preferensi masyarakat serta pengembang perumahan Analisis lokasi potensial penerapan kompaksi

Potensi dan Kendala penerapan kompaksi perkotaan di Bandung Timur berdasarkan kebijakan perencanaan tata ruang

Potensi dan Kendala Penerapan berdasarkan persepsi dan preferensi masyarakat dan pengembang

Lokasi potensial penerapan kompaksi

Page 14: BAB I - pendahuluan - penerapan kompaksi perkotaan di suburban bandung timur

14

1.6 Kerangka Pemikiran

Pola pergerakan

Lokasi Potensial Penerapan Kompaksi

Karakteristik Sosial Ekonomi

Karakteristik Bentuk Terbangun Kawasan

Perumahan

Pola dan Struktur Ruang Kawasan Pinggiran

Bandung Timur

Kebijakan perencanaan tata ruang

Karakteristik Perkembangan Kawasan Bandung Timur

Konsep Kota Berkelanjutan (Sustainable City)

Kecenderungan perkembangan tata ruang yang mengarah kepada bentuk

kota yang tidak berkelanjutan

Konsep dan Prinsip kompaksi perkotaan sebagai pola dan struktur kota berkelanjutan

Persepsi dan Preferensi Masyarakat serta

Developer

Dasar-dasar pertimbangan sebagai arahan perencanaan tata ruang Kawasan Pinggiran

Bandung Timur yang berkelanjutan

Derajat Kompaksi

Potensi dan Kendala penerapan kompaksi perkotaan

Indikator-indikator Kompaksi Perkotaan