bab i pendahuluan - digilib.uns.ac.id/pengaruh... · pembakaran adalah suatu reaksi kimia cepat...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya selalu menggunakan akal dan
fikirannya untuk terus meningkatkan kualitas hidupnya. Dengan melakukan segala
percobaan dan eksperimen, manusia telah belajar dari pengalaman dan ilmu
pengetahuan untuk menemukan peralatan yang mempermudah dalam melakukan
aktifitasnya. Penemuan dalam segala bidang telah dilakukan salah satunya adalah
bidang transportasi.
Bidang transportasi sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena
manusia yang selalu bergerak dan berpindah tempat, tidak harus berjalan kaki
untuk menempuh suatu perjalanan. Pada awalnya alat transportasi yang digunakan
oleh manusia adalah hewan seperti kuda, unta dll.
Namun seiring berjalannya waktu bidang transportasipun mulai
berkembang, sejak ditemukannya motor diesel dan motor bensin sekitar abad 19,
motor diesel oleh Rudolp Diesel pada tahun 1892 dan motor bensin oleh Nikolaus
Otto pada tahun 1876. Sehingga manusia tidak lagi menggunakan tenaga hewan
sebagai transportasi utama, tetapi sudah mengandalkan tenaga mekanik yang
merupakan akibat dari reaksi kimia udara dan bahan bakar yang kemudian disebut
motor bakar.
Mesin diesel Kama banyak digunakan sebagai generator listrik / sumber
enrgi namun bisa juga digunakan untuk pertanian, pompa air, menjalankan
perahu nelayan dan lain sebagainya. Kelebihan dari penggunaan mesin diesel ini
disebabkan karena bentuknya yang fleksibel mudah dirangkai dengan komponen
apa saja yang menunjang kegunaannya, mempunyai efisiensi panas yang lebih
besar jika dibandingkan dengan mesin bensin sehingga penggunaan bahan
bakarnya lebih ekonomis. Selain itu momen yang dihasilkan pada mesin diesel
tidak berubah pada jenjang kecepatan yang luas. Sehingga Hal ini menyebabkan
mesin diesel lebih fleksibel dan lebih mudah dioperasikan dari pada mesin bensin,
karena itu mesin diesel banyak digunakan pada medan yang berat. Besar torsi
1
2
yang dibangkitkan akan mempengaruhi besarnya tenaga atau daya yang dihasilkan
pada mesin tersebut. Dengan semakin besar torsinya maka daya out-put yang
dihasilkan juga akan semakin besar.
Kemajuan teknologi di bidang motor diesel membutuhkan bahan bakar
yang berkualitas sehingga dapat menghasilkan pembakaran yang sempurna dan
keluaran dayanya juga maksimal.
Wiranto Arismunandar (1973: 110) menyatakan bahwa “ Proses
pembakaran adalah suatu reaksi kimia cepat antara bahan bakar (hidrokarbon)
dengan oksigen di udara”. Proses pembakaran ini tidak terjadi sekaligus tetapi
memerlukan waktu dan terjadi dalam beberapa tahap. Disamping itu
penyemprotan bahan bakar juga tidak dapat dilaksanakan sekaligus tetapi
berlangsung antara 300 – 400 sudut engkol. Beberapa derajat sebelum torak
mencapai TMA bahan bakar mulai disemprotkan. Waktu penyemprotan bahan
bakar yang tepat akan berpengaruh terhadap sempurnanya proses pembakaran di
dalam silinder. Bahan bakar akan segera menguap dan bercampur dengan udara
yang telah bertemperatur tinggi. Oleh karena temperaturnya sudah melebihi
temperatur penyalaan bahan bakar, bahan bakar akan terbakar sendiri dengan
cepat. Waktu yang diperlukan antara bahan bakar dengan saat mulai terjadinya
pembakaran dinamakan periode persiapan pembakaran.
Untuk keperluan proses pembakaran motor diesel perbandingan
kompresinya harus dibuat lebih tinggi dari motor bensin yaitu 15 : 1 sampai 22 :
1. Semakin tinggi perbandingan kompresinya maka proses pembakarannya makin
sempurna. Tingginya perbandingan kompresi tersebut merupakan tuntutan
mekanisme auto-ignition (penyalaan sendiri). Karena itu dengan kompresi yang
sangat tinggi akan menghasilkan tekanan dan temperatur yang tinggi pada udara
di dalam silinder. Hal itu dilakukan untuk mempersingkat periode persiapan
pembakaran sehingga campuran bahan bakar dan udara dapat segera terbakar.
Dalam penggunaan mesin, salah satu hal yang harus diperhitungkan
adalah unjuk kerja motor. Sisi unjuk kerja motor akan sangat berpengaruh pada
pemilihan produk tersebut. Masyarakat cenderung akan memilih suatu motor yang
bertenaga besar dan irit bahan bakarnya.
3
Unjuk kerja atau biasa disebut kemampuan suatu mesin adalah prestasi
suatu mesin yang erat hubungannya dengan daya mesin yang dihasilkan serta daya
guna mesin tersebut. Untuk melihat kemampuan unjuk kerja suatu mesin maka
dapat dilakukan dengan melihat perubahan pada Daya Mesin, Efisiensi Thermal
Indikasi,Tekanan Efektif Rata-Rata (Brake Mean Effective Pressure/ bmep) dsb.
Daya mesin adalah daya yang dihasilkan oleh poros engkol untuk
menggerakkan beban luar setelah diukur besarnya torsi. Sedangkan Efisiensi
thermal indikasi (ηi) adalah perbandingan antara kalor yang diubah menjadi daya
indikasi dengan kalor yang dihasilkan dari pembakaran. Adapun Tekanan Efektif
Rata-Rata (Brake Mean Effective Pressure / bmep) adalah tekanan hasil
perbandingan antara daya mesin dari motor dengan volume langkah torak, yang
menyatakan tenaga output mesin tiap satuan volume silinder.
Dari karakteristik / indikator diatas, semuanya berpengaruh terhadap
perubahan unjuk kerja mesin. Karena semua usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan unjuk kerja motor sasarannya mengarah pada peningkatan daya
mesin. Maka semua usaha yang dilakukan untuk mengoptimalkan kerja mesin
tidak lepas dari perubahan daya mesin. Jika terjadi peningkatan daya mesin maka
unjuk kerjanyapun terjadi peningkatan dan begitu sebaliknya jika daya mesin
menurun maka unjuk kerjanya juga ikut menurun.
Daya pada motor diesel timbul sebagai akibat dari proses pembakaran
bahan bakar. Dengan adanya pembakaran yang terjadi di ruang bakar maka akan
menghasilkan energi panas yang akan mendorong torak ke bawah, selanjutnya
gerakan torak ini akan diubah menjadi gerak putar oleh poros engkol
(cranckshaft). Besarnya putaran ini akan menentukan besarnya daya yang
dihasilkan mesin. Semakin banyak putaran yang dihasilkan dalam satu satuan
waktu maka daya yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini dapat dijelaskan
dari grafik Prestasi Motor Diesel untuk Mobil 4 Silinder (Wiranto Arismunandar,
1976: 61).
Untuk meningkatkan daya yang dihasilkan maka segenap usaha harus
dilakukan untuk menghasilkan proses pembakaran yang sebaik – baiknya pada
mesin. Salah satu usaha tersebut adalah penggunaan bahan bakar dengan angka
4
cetan yang tinggi. Dengan angka cetan yang tinggi bahan bakar akan berpengaruh
terhadap peningkatan daya mesin dikarenakan bahan bakarakan cepat terbakar
sehingga dapat memberikan periode persiapan yang pendek. tetapi perlu diingat
bahan bahan bakar dengan angka setan yang terlalu tinggi juga akan menghasilkan
penurunan daya karena akan terjadi pembakaran yang terlalu cepat. Sehingga
untuk angka setan bahan bakar motor diesel dibatasi antara 40-60, rendahnya
angka setan juga mengakibatkan suhu dan temperatur pembakaran akan terlalu
tinggi karena dalam ruang baklar tersedia terlalu banyak bahan bakar yang telah
siap terbakar pada saat terjadi auto-ignition.
Dalam perkembangannya bahan bakar motor diesel (solar), oleh
sebagian masyarakat Indonesia khususnya para nelayan diganti dengan
menggunakan bahan bakar minyak kerosin yang dicampur dengan minyak
pelumas. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan atau tanpa sengaja, mereka
menyimpulkan dengan adanya mesin yang berbahan bakar minyak
kerosin/minyak tanah berarti minyak tersebut layak untuk dijadikan bahan bakar
mesin, ditambah lagi dengan kondisi perekonomian mereka yang akhir-akhir ini
kian hari kian merosot akibat terjadinya kenaikan harga sembako dan harga BBM
( Bahan Bakar Minyak ). Kenaikan harga solar jelas menjadi pukulan telak bagi
kalangan nelayan tradisional tersebut.
Penggunaan minyak kerosin dicampur minyak pelumas dirasa lebih
ekonomis mudah didapat dan dengan tidak mengurangi tenaga yang dihasilkan
karena sifat nyalanya yang lebih besar dibandingkan dengan solar. Dibandingkan
dengan harga solar yang mencapai Rp.4500, harga perliter dari campuran ini yang
berkisar antara Rp.2700,- sampai Rp.3000,- menjadikan pilihan yang sangat
membantu bagi masyarakat kalangan bawah seperti nelayan dan petani. Sejalan
dalam perkembangan penggunaan campuran ini sampai saat ini belum ada laporan
yang melaporkan mengenai dampak yang ditimbulkannya, namun tidak menutup
kemungkinan hal tersebut bisa saja terjadi tergantung pada kadar campurannya
dan kepekaan penggunanya akan kondisi mesin yang terjadi selama penggunaan.
Sebenarnya penelitian tentang penggunaan bahan bakar kerosin untuk
motor diesel sudah perna dilakukan yaitu Asfar dan Hamed (1996) dari Jordan
5
University of Science and Technology melaporkan bahwa pencampuran solar dan
kerosin berhasil meminimalkan dampak negatif masing-masing komponen dan
meningkatkan efisiensi thermal mesin, kemudian Wahyudi Kurniawan (2003) dari
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya juga melaporkan bahwa Dari
hasil percobaan ternyata dengan penambahan minyak pelumas kedalam minyak
kerosin, semakin banyak komposisi penambahan minyak pelumas kedalam
minyak kerosin, daya efektif yang dihasilkan semakin meningkat, ini terlihat pada
putaran 1550 rpm, bahkan untuk komposisi 50 : 1, 40 : 1,dan 30 : 1 daya efektif
yang dihasilkan lebih tinggi dari minyak solar. Hal ini disebabkan karena proses
atomisasinya lebih sesuai dengan putaran motor sehingga proses pembakarannya
lebih sempurna dan teratur.
Dilihat dari dekatnya rantai karbon pada hidrokarbon yang merupakan
penyusun inti solar dan minyak kerosin tersebut, dimana minyak solar
mempunyai susunan karbon antara C10 - C20 dan minyak tanah (light kerosene)
memiliki rentang rantai karbon dari C10 - C15, sedangkan minyak pelumas
susunan karbonnya antara C15 – C20, sehingga minyak solar ini mempunyai
kedudukan ditengah-tengah dari fraksi / tingkatan antara fraksi minyak kerosin /
tanah dan minyak pelumas.
Dari website Pertamina diketahui bahwa minyak kerosin memiliki
kandungan sulfur yang lebih rendah dibandingkan solar (minyak kerosin 0.2 wt%
sedangkan solar 0.5wt%). Ini berarti minyak kerosin memiliki kemampuan
pelumasan yang lebih buruk dibandingkan minyak solar, Meski lebih baik untuk
lingkungan, karena minyak kerosin mengeluarkan gas buang yang lebih sedikit
akibat dari nilai kalornya yang lebih tinggi dari minyak solar sehingga dapat
dikatakan bahwa pembakaran motor diesel yang menggunakan bahan bakar
kerosin lebih cepat terbakar dibandingkan dengan minyak solar.
Penambahan minyak pelumas kedalam bahan bakar kerosin akan
mengubah sifat fisika dari bahan bakar tersebut. Karakteristik suatu bahan bakar
yang sangat mempengaruhi proses pembakaran pada motor diesel yaitu kualitas
penyalaan / angka setan, volatilitas, berat jenis dan viskositas. Dengan berat jenis
bahan bakar yang lebih tinggi akan menghasilkan daya yang lebih besar
6
disebabkan karena nilai kalor persatuan volumenya lebih besar juga menimbulkan
lebih banyak asap (Ahadiat, 1987:3).
Oleh karena itu untuk mengatasi masalah pelumasan tersebut maka
diperlukan bahan tambah sehingga dipilihlah minyak pelumas jenis dua langkah
dengan pertimbangan seperti yang terjadi pada motor bensin dua langkah. Hal
tersebut dilakukan karena minyak pelumas tersebut memiliki spesifikasi khusus
untuk melumasi gesekan antara dinding silinder dengan torak sekaligus sebagai
pendingin ruang bakar karena temperatur yang terjadi diruang bakar. Selain itu
juga mampu memperkecil terjadinya knocking karena terlalu cepatnya
pembakaran yang diakibatkan oleh nilai kalornya yang tinggi yang berakibat
ruang bakar yang terlalu panas.
Dengan berbagai karakreristik dasar yang dimiliki campuran minyak
kerosin dengan minyak pelumas tersebut, maka bahan bakar tersebut dengan
komposisi yang optimal diharapkan akan mampu lebih meningkatkan daya
dibandingkan dengan yang dilakukan sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis berkeinginan untuk
mengadakan penelitian dengan judul “PENGARUH CAMPURAN BAHAN
BAKAR MINYAK KEROSIN DENGAN MINYAK PELUMAS DAN
VARIASI PUTARAN MESIN TERHADAP UNJUK KERJA MESIN
DIESEL KAMA” .
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dapat
diidentifikasikan berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan unjuk
kerja mesin diesel yang difokuskan pada daya mesin diesel. Faktor – faktor yang
mempengaruhi daya mesin diesel adalah sebagai berikut :
1. Torsi Mesin
2. Proses pembakaran
3. Waktu Penyemprotan Bahan Bakar
4. Perbandingan Kompresi
5. Variasi Putaran Mesin
7
6. Angka Cetane Bahan Bakar
7. Campuran bahan bakar minyak kerosin dengan minyak pelumas
C. Pembatasan Masalah
Agar masalah yang diteliti tidak menyimpang dari permasalahan yang
diteliti dan mengarah pada sasaran serta memperoleh gambaran hasil yang jelas,
maka dalam penelitian ini permasalahan dibatasi hanya pada :
1. Campuran bahan bakar minyak kerosin dengan minyak pelumas.
2. Variasi putaran mesin.
3. Unjuk kerja mesin diesel .
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah diatas, maka
diperlukan suatu perumusan masalah agar penelitian ini dapat dilakukan secara
terarah. Adapun perumusan masalah yang akan kami teliti adalah :
1. Adakah pengaruh campuran bahan bakar minyak kerosin dengan minyak
pelumas terhadap daya mesin diesel Kama ?.
2. Adakah pengaruh variasi putaran mesin terhadap daya mesin diesel Kama ?.
3. Adakah pengaruh bersama (interaksi) antara pengaruh campuran bahan bakar
minyak kerosin dengan minyak pelumas dan variasi putaran mesin terhadap
daya mesin diesel Kama?.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh campuran bahan bakar minyak kerosin dengan minyak
pelumas terhadap daya mesin diesel Kama.
2. Mengetahui pengaruh variasi putaran mesin terhadap daya mesin diesel Kama.
3. Mengetahui pengaruh bersama (interaksi) antara pengaruh campuran bahan
bakar minyak kerosin dengan minyak pelumas dan variasi putaran mesin
terhadap daya mesin diesel Kama.
8
4. Mengetahui interaksi antara pengaruh campuran bahan bakar minyak kerosin
dengan minyak pelumas dan variasi putaran mesin yang menghasilkan daya
yang maksimal pada mesin diesel Kama.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitin ini yang diharapkan akan mempunyai manfaat praktis
dan teoritis, manfaat itu adalah :
1. Manfaat teoritis
a. Dapat mengetahui perubahan daya pada motor diesel setelah mengalami
pencampuran bahan bakar yaitu minyak kerosin dengan minyak pelumas.
b. Referensi untuk penelitian sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi kepada pemakai campuran minyak kerosin dan minyak
pelumas terhadap perbandingan campuran yang ideal pada motor diesel.
b. Memberikan sumbangan pertimbangan kepada masyarakat umum khususnya
masyarakat nelayan bahkan pengusaha industri sekalipun terhadap
penggunaan campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas dengan
memperhitungkan daya yang dihasilkan dan segi ekonomisnya.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Mesin Diesel 4 Langkah
a. Pengertian Motor Diesel
Jenis pesawat tenaga yang ditemukan oleh ahli mesin bangsa Jerman
yang bernama Rudolf Diesel pada akhir abad ke XIX ini pada prinsipnya adalah
udara dipadatkan didalam silinder hingga bertekanan lebih kurang 35 atmosfer,
kemudian disemprotkan bahan bakar ke dalamnya. Karena udara yang dipadatkan
hingga 35 atmosfer ini mempunyai suhu yang sangat tinggi, maka bahan bakar
akan segera terbakar dan menghasilkan usaha. Dari sini dapat kita tarik definisi
dari motor diesel adalah sebagai berikut:
Motor diesel adalah suatu motor bakar yang pada langkah pertama menghisap udara sedang pemasukan bahan bakar dilakukan pada akhir langkah kompresi, yang segera terbakar karena tekanan udara pada akhir kompresi yang sangat tinggi itu menghasilkan suhu yang mampu menyalakan bahan bakar. Motor diesel 4 tak ialah motor diesel yang dalam satu proses pembakaran diperlukan empat langkah atau 4 tak yaitu 4 X 180 Perputaran periode engkol = 720 Perputaran poros engkol = 2 x Perputaran poros engkol. (Sudarminto, 1971: 1).
Wiranto Arismunandar (1975: 80 ) menyatakan bahwa “Mesin diesel
adalah motor bakar torak yang cara penyalaannya bahan bakar dilakukan dengan
cara menyemprotkan bahan bakar tersebut ke dalam ruang bakar udara yang
bertekanan dan bertemperatur tinggi, yang diakibatkan proses kompresi”.
Motor diesel mengkompresi udara dalam silinder hingga bersuhu tinggi.
Bahan bakar yang berbentuk kabut kemudian disemprotkan ke dalam silinder –
silinder untuk memenuhi kebutuhan pembakaran tersebut. Toyota Step 1 (1995:3-
76) menerangkan bahwa “Temperatur udara yang dikompresikan ke dalam ruang
bakar harus mencapai 5000C ( 9230F) atau lebih”.
Oleh karena itu motor diesel perbandingan kompresinya dibuat lebih
tinggi yaitu 15 : 1 sampai 22 : 1. Hal ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan
9
10
perbandingan kompresi pada mesin bensin yang hanya berkisar antara 6 : 1
sampai 12 : 1. Selain itu motor diesel dibuat dengan konstruksi yang lebih kuat.
Mesin diesel yang membedakan dari mesin panas yang lain (motor
bensin) adalah metode penyalaan bahan bakar. Dalam mesin diesel bahan bakar
diinjeksikan ke dalam penyalaan bahan bakar tanpa menggunakan busi. Dalam
mesin diesel bahan bakar diinjeksikan kedalam silinder yang berisikan udara yang
bertekanan tinggi. Dengan mengkompresikan udara ke dalam silinder mesin,
maka suhu udara menjadi meningkat, sehingga ketika bahan bakar dalam bentuk
kabut halus bersinggungan dengan udara panas ini akan menyala dan tidak
dibutuhkan alat dari luar. Dengan alasan ini maka mesin diesel mempunyai
efisiensi panas lebih tinggi dari pada mesin panas yang lain menggunakan sedikit
bahan bakar yang lebih murah dari pada bensin.
Salah satu mesin diesel yang bekerja 4 langkah (seperti yang tersebut
diatas) adalah mesin diesel Kama. Mesin Kama merupakan salah satu jenis mesin
yang diproduksi oleh pabrikan Eropa. Mesin kama ini banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai sumber energi/genset, dan dipakai dalam penelitian karena
telah ada dalam Labolatorium sehingga mempermudah dalam penelitian dan
pengambilan data. Adapun spesifikasi dari mesin Kama ini adalah sebagai berikut:
a. Merk : KAMA b. Model : KM 178 FS c. Type : Diesel 4 langkah, Vertikal, Berpendingin Udara d. Jumlah Silinder : Single Silinder e. System Pembakaran : Direct Injection f. Diameter X langkah : 78 mm X 62 g. Volume Langkah : 296 cc h. Compression Ration : 20 : 1 i. Power : 3.7 KW / 1500 RPM , 4 KW / 1800 RPM j. Rated Speed : 1500 / 1800 RPM k. Starting Sistem : Fuel coil Starter l. Lube Brand : SAE 10 W / 30 atau diatas cc grade m. Lube Capacity : 1.1 Liter b.. Cara Kerja Motor Diesel 4 Langkah
Langkah I. Langkah Hisap (Gbr.Ia.)
11
Katup pemasukan terbuka, katup pembuangan tertutup torak
bergerak dari titik mati atas ke titik mati bawah. Udara dihisap
masuk ke dalam silinder.
Langkah II. Langkah Kompresi (Gbr.I.b.)
Katup pemasukan tertutup, katup pembuangan tertutup, torak
bergerak dari TMB ke TMA. Udara dimampatkan (dikompresi)
hingga tekanannya mencapai lebih kurang 35 atmosfer. Pada akhir
langkah kompresi bahan bakar disemprotkan ke dalam silinder
hingga terbakar.
Langkah III. Langkah Usaha / Ekspansi (Gbr.I.c.)
Katup pemasukan tertutup katup pembuangan tertutup. Torak
bergerak dari TMA ke TMB. Setelah terjadi pembakaran tekanan gas
naik menjadi lebih kurang 35 atmosfer dan mendorong torak dari
TMA ke TMB, menghasilkan usaha.
Langkah IV. Langkah pembuangan (Gbr.I.d.)
Katup pemasukan tertutup, katup pembuangan terbuka, torak
bergerak dari TMB ke TMA, gas bekas terdorong ke luar.
Gambar 1. Proses Motor Diesel 4 langkah (Sudarminto, 1971: 2)
c.Sistim Pemasukan Bahan Bakar
Sistim bahan bakar adalah sistim penyaluran bahan bakar dari tangki
bahan bakar sampai masuk ke dalam silinder. Ada tiga macam sistim yang
dipergunakan dalam motor diesel yaitu:
12
1) Sistim Pompa Pribadi
2) Sistim Distribusi
3) Sistim Akumulator
Ketiga sistem ini mempergunakan beberapa komponen yang sama yaitu
tangki, beberapa saringan dan pompa penyalur. Saringan bahan bakar sangat
diperlukan untuk mencegah masuknya kotoran kedalam pompa, dan penyemprot
bahan bakar. Kotoran didalam aliran bahan bakar dapat menyebabkan beberapa
kerusakan, terutama keausan pompa penyemprot, juga saluran bahan bakar bisa
tersumbat sehingga mengganggu kinerja mesin.
Pompa penyalur mengalirkan bahan bakar dari tangki ke pompa tekanan
tinggi agar pompa tekanan tinggi itu selalu terisi bahan bakar dalam segala
keadaan operasinya. Tekanan alirannya harus selalu lebih tinggi dari pada tekanan
atmosfer sekitarnya, terutama untuk mencegah masuknya udara kedalam saluran
bahan bakar akan menyebabkan gangguan antara lain aliran yang tidak menentu
besarnya.
Bahan bakar dari fuel tank dihisap melalui water separator dan fuel filter
oleh feed pump yang terdapat didalam Injection pump. Feed pump selain
berfungsi menghisap bahan bakar dari fuel dan menekannya kedalam pump body
juga mensirkulasikan bahan bakar untuk melumasi bagian-bagian bahajn bakar
dengan tekanan tertentu secara tepat sesuai dengan firing order ke semua injection
nozzle, dimana bahan bakar dari injection nozzle akan kembali ke fuel tank
melalui overlow screw dan overlow pipe. Sirkulasi bahan bakar seperti ini
mendinginkan dan melumasi bagian-bagian pump yang bergerak, juga
menghangatkan bahan bakar didalam fuel tank untuk mencegah terjadinya
pengentalan bahan bakar diwaktu bahan bakar dingin.
d. Ciri-Ciri Motor Diesel 4 Langkah
Adapun ciri-ciri atau karekteristik dari motor diesel yaitu sebagai berikut:
1. Efisiensi panasnya tinggi.
2. Bahan bakarnya hemat.
3. Kecepatannya lebih rendah dibandingkan mesin bensin.
13
4. Getarannya lebih besar dan agak berisik.
5. Harganya lebih mahal.
6. Umumnya mesin diesel digunakan untuk kendaraan jarak jauh (kendaraan
niaga, truck besar dan sebagainya).
2. Proses Pembakaran Pada Motor Diesel 4 Langkah
a. Proses Pembakaran Motor Diesel
Proses pembakaran bahan bakar pada motor diesel tidak menggunakan
percikan api dari busi seperti motor bensin. Disamping itu juga penyalaan bahan
bakat tidak dimulai pada satu titik, tetapi terjadi dibeberapa tempat, dimana
terdapat campuran bahan bakar- udara yang ideal.
Wiranto Arismunandar (1973: 110) mengemukakan bahwa “Proses
pembakaran adalah suatu reaksi kimia cepat antara bahan bakar (hidro karbon)
dengan oksigen di udara”. Proses pembakaran ini tidak terjadi sekaligus tetapi
memerlukan waktu dan terjadi dalam beberapa tahap. Di samping itu
penyemprotan bahan bakar juga tidak dilaksanakan sekaligus tetapi berlangsung
antara 300 - 400 sudut engkol.
Tahap-tahap proses pembakaran adalah sebagai berikut dan dapat dilihat
pada Gambar 2 dibawah ini :
Gambar 2. Grafik Tekanan Versus Sudut Engkol
(atm)
0o
Sudut engkol Sebelum TMA Sesudah TMA
60
40
20
Tekanan
(atm)
14
1) Periode Pertama: Waktu Pembakaran (A – B)
Periode ini merupakan fase persiapan dimana partikel bahan bakar
diinjeksikan bercampur dengan udara didalam silinder agar mudah terbakar.
Penambahan tekanan dalam hal ini diakibatkan oleh perubahan posisi poros
engkol.
2) Periode Kedua: Perambatan Api (B – C)
Pada akhir langkah putaran pertama campuran bahan bakar dengan udara
akan terbakar di beberapa bagian didalam ruang bakar. Nyala api ini akan
merambat dengan kecepatan tinggi sehingga campuran tersebut terbakar yang
menyebabkan tekanan dalam silinder cepat naik. Kenaikan tekanan pada periode
ini sesuai dengan jumlah campuran bahan bakar yang tersedia pada langkah
pertama.
3) Periode Ketiga: Pembakaran Langsung (C – D)
Akibat nyala api dalam silinder maka bahan bakar yang diinjeksikan
langsung terbakar. Pembakaran ini langsung dapat dikontrol dari jumlah bahan
bakar yang dinjeksikan, periode ini sering disebut periode pembakaran.
4) Periode Keempat: Pembakaran Lanjut (D – E)
Injeksi terakhir pada titik D, tetapi bahan bakar belum terbakar semua.
Jadi walaupun injeksi telah berakhir pembakaran masih berlangsung. Bila periode
ini terlalu lama akan menyebabkan efisiesi mesin turun.
Dengan menggunakan bahan bakar yang tepat dapatlah diperoleh
pembakaran yang halus. Jadi bahan bakar yang sebaiknya digunakan pada motor
diesel adalah jenis bahan bakar yang dapat segera terbakar, yaitu yang dapat
memberikan periode persiapan pembakaran yang pendek.
b. Detonasi Pada Motor Diesel
Jika ignition delay (waktu pembakaran tertunda) terlalu panjang atau jika
jumlah penguapan pada saat ini terlalu banyak, maka jumlah campuran yang cepat
terbakar pada saat perambatan api terlalu banyak, sehingga menyebabkan
kenaikan tekanan didalam silinder sangat tinggi, hal ini akan mengakibatkan
timbulnya bunyi dan getaran. Peristiwa diatas sering disebut dengan diesel knock
(detonasi). Untuk mencegah terjadinya diesel knock, perlu dicegah kenaikan
15
tekanan yang tiba-tiba, yaitu jangan membuat campuran yang mudah terbakar
pada termperatur yang rendah, memperpendek waktu pembakaran tertunda atau
mengurangi jumlah bahan bakar yang diinjeksi selama waktu pembakaran
tertunda. Berikut ini cara mengatasi detonasi:
1). Menggunakan bahan bakar dengan angka setan yang tinggi.
2). Menaikkkan tekanan dan temperatur udara pada saat bahan bakar
diinjeksikan.
3). Mengurangi jumlah injeksi bahan bakar saat permulaan injeksi.
4). Meningkatkan temperatur bahan bakar.
TOYOTA (STEP 2: 1995: 8-12) menyebutkan bahwa “Untuk
mengurangi detonasi pada motor diesel diusahakan agar campuran dapat terbakar
dengan sendirinya, tetapi pada motor bensin campuran yang dapat terbakar
dengan sendirinya harus dihindari”. Selain itu perbedaaan dalam cara mencegah
terjadinya detonasi pada motor diesel yaitu putaran mesinnya harus direndahkan
3. Bahan Bakar Solar.
a. Definisi Bahan Bakar Solar
Toyota Step 2 (1995: 2-5) menjelaskan bahwa “Seperti juga bensin, solar
pun adalah dari pada penyulingan minyak bumi crude oil dan ini bila dipanaskan
sekitar 3500C akan menjadi campuran uap dari cairan. Kemudian dialirkan akan
terjadi pemisahan antara gas, bensin, minyak tanah, solar, residu dan heavy oil
pada sekat – sekatnya. Solar dikeluarkan pada temperatur 2000 – 3400C”.
Brady (1996: 72) mengemukakan bahwa : “Diesel fuel is a complex
mixture of hidrocarbons that can include paraffins, olefins, naphthenes, and
aromatic. For many years the paraffins plus naphthenes formed as much as 85%
of the total fuel composition”. Yang artinya bahan Bakar diesel adalah campuran
yang komplek dari hidro karbon yang di dalamnya termasuk parafin, olefin,
naphtenes dan aromatic. Untuk beberapa tahun parafin dan naphtenes
membentuk sebesar 85% dari komposisi bahan bakar.
Pertamina sebagai produsen bahan bakar minyak juga menjelaskan
perihal solar sebagai berikut :
16
Minyak Solar adalah bahan bakar minyak jenis distilat yang digunakan untuk mesin Compression ignition ( pada mesin diesel yang dikompresi pada langkah induksi adalah udara, udara yang dikompresi menimbulkan tekanan dan panas yang tinggi sehingga dapat membakar solar yang disemprotkan oleh injektor yang kualitas bakarnya ditunjukan dengan angka cetan (Cetane Number) (www.pertamina. Com : 10 Desember 2005)
Sebagai bahan bakar motor diesel kita dapat mempergunakan solar,
minyak kacang, minyak tanah dan lain – lain minyak dengan mengingat titik
nyalanya, temperatur bakarnya, kalori yang ditimbulkan, daya lumas dan
harganya. Dari pertimbangan tersebut maka solar banyak digunakan sebagai
bahan bakar motor diesel. Bahan bakar mesin diesel sebagian besar terdiri dari
senyawa hidrokarbon dan senyawa non hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang
dapat ditemukan dalam bahan bakar diesel antara lain parafenik, naftenik, olefin
dan aromatik. Sedangkan senyawa non hidrokarbon terdiri dari unsur logam, yaitu
S, N, O dan unsur logam seperti vanadium, nikel dan besi.
b. Sifat Utama Pada Solar.
Solar sebagai bahan bakar memiliki sifat atau karakteristik yang
membedakannya dengan bahan bakar lain. Sifat utama pada solar sebagai berikut:
1) Tidak berwarna atau berwarna kuning muda dan berbau.
2) Tidak terlalu mudah menguap dalam temperatur normal.
3) Titik nyalanya / temperatur minimum mulai terbakar bila dekat api
adalah 400 – 1000 C dibandingkan dengan bensin antara 100 – 150C. Angka ini cukup tinggi (lebih aman dalam pemakaian).
4) Temperatur nyalanya (flash point) adalah 3500 C
5) Berat jenisnya sekitar 0,82 – 0,86.
6) Tenaga panas yang dihasilkan adalah 10.170 kcal / kg.
7) Dibandingkan dengan bensin kadar sulfurnya lebih banyak.
c. Klasifikasi Bahan Bakar Solar.
Penggunaan solar pada umumnya adalah untuk bahan bakar untuk semua
jenis mesin diesel dengan putaran tinggi. Minyak solar ini juga disebut juga Gas
oil, Automotive Diesel Oil atau High Speed Diesel.
ASTM mengklasifikasikan bahan bakar diesel menjadi 3 tingkatan yaitu:
1) Tingkat 1D.
17
Merupakan bahan bakar yang volatilitas untuk mesin dengan perubahan
kecepatan dan loading yang berfrekuensi, misalnya pada kendaraan bermotor. 2) Tingkat 2D.
Merupakan bahan bakar dengan volatilitas lebih rendah untuk mesin
industri, mesin kapal laut dan lokomotif.
3) Tingkat 4D.
Bahan bakar dengan volatilitas lebih rendah untuk mesin kecepatan
rendah dan sedang.
Pada Tabel 1 di bawah ini diberikan karakteristik bahan bakar untuk
masing – masing tingkatan yang ditetapkan oleh ASTM. Untuk tingkatan 1-D dan
2-D dicantumkan pula karakteristik bahan bakar untuk kandungan sulfur rendah.
Standar bahan bakar tersebut merupakan batas minimum yang
dibutuhkan untuk menjamin kinerja yang memuaskan dari mesin diesel. Dapat
dilihat pula bahwa semakin tinggi tingkatannya, temperatur distilasi akan semakin
tinggi sedangkan tingkat volatilitas semakin rendah.
18
Tabel 1. Karakteristik Bahan Bakar Masing – Masing Tingkatan Menurut ASTM.
Property Metode test
Sulfur rendah No.1D
No. 1D
Sulfur rendah No.2D
No. 2D
No.4D
Flash Point, 0C min D93 38 38 52 52 55 Air dan sediment, %vol, max
D2709 D1796
0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
TemperaturDistilasi, 0C, (90% vol recovered Min max
D86 288
288
282 338
282 338
Viskositas kinamatik, 400C, cSt Min Max
D445 1.3 2.4
1.3 2.4
1.9 4.1
1.9 4.1
5.5 24.0
Abu,%massa, nax D482 0.01 0.01 0.01 0.01 0.1 Sulfur, % massa, max D2622 0.05 0.5 0.05 0.5 2.0 Copper strip corrotion, 3jam pada 500C, max rating
D130 No.3 No.3 No.3 No.3
Angka Cetan, min D613 40 40 40 40 30 1. Indeks setana,
min 2. Aromanisitas,
% vol ,max
D976 D1319
40 35
40 35
Ramsbottom carbon residue pada 10% residu distilasi.
D524 0.15 0.15 0.35 0.35
( Sumber: www.astm.org, 31 Desember 2005)
d. Syarat – Syarat Solar.
Syarat – syarat yang harus dipenuhi solar sebagai bahan bakar adalah :
1). Sifat Nyala Yang Baik (Flash Point).
Yang dimaksud sifat nyala yang baik adalah sifat yang mudah menyala
pada saat kompresi tinggi dari mesin diesel. Dengan temperatur yang tinggi ini
bahan bakar yang disemprotkan akan mudah terbakar. Karena dengan bahan bakar
yang baik titik nyalanya maka mesin akan lebih mudah dihidupkan dan jalan
mesin lebih halus karena “diesel knock” nya lebih kecil.
2). Viskositas yang tepat.
19
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa
kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan
untuk mengalir pada jarak tertentu. Viskositas dari solar bukan hanya
mempengaruhi kemampuan mesinnya saja, tetapi juga akan mempengaruhi
injection pump. Bila viskositas terlalu tinggi, mengalirnya solar terlalu lambat,
beban dari injection pump menjadi lebih besar sehingga lebih sukar untuk
terbakar. Kemudian bila angka ini terlalu kecil, sifat lumasnya menjadi buruk
yang mengakibatkan pelumasan pada injection pump akan terbakar. Selain itu
apabila viskositasnya terlalu kecil apabila disemprotkan ke dalam silinder butiran
uapnya akan menjadi terlalu kecil sehingga jarak terbang dari udara yang ditekan
akan menjadi lebih pendek.
3). Volatilitas (Penguapan).
Volatilitas adalah sifat kecenderungan bahan bakar untuk berubah fasa
menjadi uap. Tekanan uap yang tinggi dan titik didih yang rendah menandakan
tingginya Volatilitas. Titik penguapan yang tinggi dengan sisa karbon yang
sekecil mungkin. Bila bagian yang menguap sedikit meskipun tidak berpengaruh
terhadap mesin akan menyebabkan gas buang menjadi bau dan hitam
4). Mengandung Sulfur yang rendah
Sulfur dari bahan (solar) akan menambah deposit pada silinder dan pegas
torak. Persentase sulfur ini pada prakteknya bila di bawah 1% tidak menyebabkan
kerusakan pada mesin, biasanya solar yang dijual di pasaran mengandung 0,8 –
0,9 % sulfur. Kadar belerang dalam bahan bakar haruslah di bawah 1% berat,
untuk menghindari kemungkinan terjadinya korosi.
5). Angka Setana (Cetane Number).
Bahan bakar diesel yang baik adalah bahan bakar yang memiliki angka
setana yang tinggi untuk menghasilkan kualitas pembakaran yang baik. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa :
“Cetane number” is a measure of the ignition quality of the fuel. It influence both the ease of starting and cobution roughess of an engine, because the ignition delay period is lenghthened with a decrease in cetan number. A low cetan fuel permits a lot of the injected fuel to evaporate before the flame front acctualy begins. When the flame front begins, this previously injected fuel burns very rapidly, causing cylinder pressure to rise tovery high peaks
20
with resultant diesel knock. Terjemahannya angka setana adalah ukuran dari kualitas pembakaran pada bahan bakar. Hal ini mempengaruhi baik kemudahan menstater maupun pembakaran yang kasar dari sebuah mesin, karena periode persiapan pembakaran diperpanjang dengan menurunkan angka setana. Bahan bakar dengan nilai setana yang rendah akan menyebabkan bahan bakar menguap sebelum penyalaan awal terjadi, ketika penyalaan awal terjadi, sebelumnya terjadi injeksi bahan bakar yang terbakar dengan sangat cepat, menyebabkan tekanan silinder naik sangat tinggi yang menyebabkan “knocking” pada mesin diesel. (Brady, 1996: 74)
Arismunandar (2002 : 16) juga mengemukakan bahwa “Bilangan setana
adalah suatu indeks yang biasa digunakan bagi bahan bakar diesel, untuk
menunjukan tingkat kepekaannya terhadap detonasi”.
Kemudian Toyota Step 2 (1995: 2-6) menyebutkan bahwa “Angka
cetana menentukan titik bakar dari bahan bakar”. Berbeda pada motor bensin,
angka oktan merupakan factor penting untuk menentukan perbandingan kompresi.
kemudian untuk menentukan angka cetane digunakan bahan bakar standar yaitu
campuran dari normal cetane (C 16 H36) yang mempunyai waktu pembakaran
tertunda sangat pendek, dengan alpha methyl naphthalene (C16H7CH3) dalam
satuan volume. H H H H
H C C ………C C H
H H H H
Cetane Normal
H H
H H
H H
H CH3
Alpha Methyl naftalina
Gambar 3. Bahan Bakar Standar Pengukuran Bilangan Setana (E. Karyanto, 2002
: 163).
Bahan bakar yang akan ditentukan bilangan setananya itu diuji dengan
sebuah mesin yang khusus dipakai untuk mengukur bilangan setana yaitu mesin
CFR (Coordinating Fuel Research Engine) yaitu sebuah mesin penguji yang
perbandingan kompresinya dapat diubah. Dengan mesin CFR yang bekerja pada
kondisi standar, bahan bakar yang akan diukur bilangan setananya digunakan
21
sebagai bahan bakarnya. Kemudian perbandingan kompresinya diatur sehingga
diperoleh periode persiapan pembakaran sebesar 13 derajat sudut engkol. Sesudah
itu dengan kondisi operasi dan perbandingan kompresi yang sama bahan bakar
mesin CFR tersebut diganti dengan bahan bakar yang terdiri Dari campuran
cetane (C 16 H36) dengan alpha methyl naphthalene (C16H7CH3). Kemudian dicari
perbandingan campuran yang dapat menghasilkan periode persiapan pembakaran
sebesar 13 derajat sudut engkol. Dengan demikian bilangan setana bahan bakar
yang diuji itu sama dengan bilangan setana dari campuran yang terjadi dari kedua
bahan bakar tersebut. Persentase volume C 16 H36 yang ada dalam campuran
tersebut di atas menyatakan besarnya bilangan setana dari bahan bakar yang diuji.
Bilangan setana bahan bakar ringan untuk motor diesel putaran tinggi
berkisar antara 40 sampai 60. Bahan bakar diesel dengan angka setan yang lebih
rendah dari kebutuhan minimum mesin akan menyebabkan operasi mesin menjadi
kasar. Mesin akan menjadi lebih sulit untuk distart, terutama pada kondisi dingin.
Angka setana bahan bakar yang rendah meningkatkan deposit pada mesin akibat
banyaknya asap, meningkatkan emisi gas buang dan memperbesar engine wear.
Menggunakan angka setan bahan bakar yang lebih tinggi dari spesifikasi
mesin buatan pabrik justru tidak menguntungkan. ASTM standart spesification
diesel fuel oils (D-975) dalam astm.com (31 Desemeber 2005) menyatakan
bahwa “The setan number requinment edepern on engoine, size, nature of speed
and load variation and oin starting ang atmosferic condition. Increase in cetane
number over values actually required does not matereally improve engine
performance”. Terjemahannya sebagai berikut : kebutuhan angka setan
bergantung pada mesin, ukuran kecepatan asli, variasi beban, dan pada starting
dan kondisi atmosfer. Kenaikan angka setan melebihi nilai kebutuhan
sesungguhnya tidak akan meningkatkan material performa mesin.
Tingkat angka setan yang tinggi, memudahkan bahan bakar akan
terbakar dalam sekali injeksi kedalam ruang bakar diesel. Didalam mesin sangat
sensitif terhadap angka setan, tetapi kecenderungan menuju terbentuknya asap
hitam lebih besar, seiring dengan meningkatnya angka setan. Ini disebabkan oleh
penundaan pembakaran pendek (short ignition delay) sehingga beberapa bahan
22
bakar mentah masuk ke dalam pembakaran yang sedang berlangsung, inilah
mengapa jelaga dihasilkan. Bahan bahan bakar dengan angka setan yang terlalu
tinggi juga akan menghasilkan penurunan daya karena akan terjadi pembakaran
yang terlalu cepat. Pada Gambar 4 diperlihatkan kondisi di dalam ruang bakar
mesin yang menggunakan refleksi langsung nilai setana atau tingkat bahan bakar
diesel.
Gambar 4. Angka Cetane Bahan Bakar Diesel Versus Penundaan Pembakaran
(Brady : 1996: 75)
6). Berat Jenis.
Daryanto (2004: 44) menyatakan bahwa “Berat jenis minyak adalah
perbandingan antara berat sejumlah minyak dengan berat air pada jumlah yang
sama”. Pengukuran dilakukan pada kondisi yang sama, biasanya pada temperatur
15,5 0 C dan tekanan 760 mm Hg atau pada 6000F dan 29 in Hg. Karakteristik ini
berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel per
satuan volume bahan bakar. Berat jenis bahan bakar diesel diukur dengan
menggunakan metode ASTM D287 atau ASTM D1298 dan mempunyai satuan
kilogram per meter kubik (kg/m3).
Karena injeksi bahan bakar dilakukan dalam jumlah tertentu maka
perbedaan berat jenis akan mempengaruhi daya yang dihasilkan suatu motor
diesel yang disebabkan karena perbedaan masa bahan bakar yang diinjeksikan.
berat jenis lebih tinggi menghasilkan daya yang lebih besar disebabkan karena
23
nilai kalor persatuan volumenya lebih besar juga menimbulkan lebih banyak asap
(Nur Ahadiat, 1987:3).
7). Titik Tuang.
Titik Tuang adalah titik temperatur terendah di mana mulai terbentuk
kristal – kristal parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Maleev V.L,
(1986: 154) mengemukakan, “Titik tuang adalah suhu minyak mulai membeku
atau berhenti mengalir”.
Titik tuang ini dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium),
semakin tinggi ketidakjenuhan maka titik tuang semakin rendah. Titik tuang juga
dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon semakin
tinggi titik tuang. Karakteristik ini ditentukan dengan menggunakan metode
ASTM D97.
8). Nilai Kalor Pembakaran.
Nilai Kalor Pembakaran menunjukan energi kalor yang dikandung dalam
tiap satuan massa bahan bakar. Nilai ini dapat diukur dengan bomb calorimeter
kemudian dimasukan dalam rumus :
kgkcal
OHCNilaiKalor /
100
)8
(34008100 −+=
Nilai kalor H, C dan O dinyatakan dalam persentase berat setiap unsur
yang terkandung dalam satu kilogram bahan bakar.
9). Kadar Residu Karbon.
Menunjukan kadar fraksi hidro karbon yang mempunyai titik didih lebih
tinggi dari range bahan bakar. Adanya fraksi hidrokarbon ini menyebabkan
menumpuknya residu karbon dalam ruang pembakaran yang dapat mengurangi
kinerja mesin. Pada temperatur tinggi deposit karbon ini dapat membara, sehingga
menaikkan terperatur silinder pembakaran.
10). Kadar Air Dan Sedimen.
Pada negara yang mempunyai musim dingin kandungan air yang
terkandung dalam bahan bakar dapat membentuk kristal yang dapat menyumbat
aliran bahan bakar. Selain itu, keberadaan air dapat menyebabkan korosi dan
24
pertumbuhan mikroorganisme yang juga dapat menyumbat aliran bahan bakar.
Sedangkan sedimen akan menyebabkan penyumbatan saluran bahan bakar dan
kerusakan mesin.
11). Indeks Diesel.
Indeks diesel adalah suatu parameter mutu penyalaan pada bahan bakar
mesin diesel selain angka setana. Mutu penyalaan bahan bakar dapat diartikan
sebagai waktu yang diperlukan untuk bahan bakar agar dapat menyala di ruang
pembakaran dan diukur setelah penyalaan terjadi. Cara menentukan indeks diesel
dari suatu bahan bakar mesin dapat diukur dengan menggunakan rumus di bawah
ini :
100GravityxAPI)F(nTitikAnilielIndeksDies °
=
Dari rumus di atas dapat diketahui bahwa nilai indeks diesel dipengaruhi
oleh titik anilin dan berat jenisnya. Maleev, V.L (1986: 495) menjelaskan bahwa
“Aniline number : suhu paling rendah pada saat bagian yang sama dari anilin dan
contoh minyak terurai seluruhnya atau suhu pada saat campuran minyak menjadi
keruhAPI Gravity ini ditentukan dengan garvitasi spesifik”.
Gravitasi spesifik adalah perbandingan antara berat dari volume tertentu
suatu benda yang sama dari air. Nilai dari gravitasi spesifik ini tidak langsung
mendukung mutu pembakaran bahan bakar, tetapi persyaratan lain membatasi
gravitasi spesifik sampai sekitar 0,82 sampai 0,89 atau 41 sampai 27 derajat API
untuk mesin kecepatan tinggi, sampai 0,91 atau 24 derajat API untuk mesin
injeksi mekanis yang lain. Mesin injeksi udara dapat menggunakan bahan bakar
seberat 0,94 atau 19 derajat API atau lebih berat. Hubungan antara derajat API
dan gravitasi pesifik adalah sebagai berikut :
Gravitasi Spesifik = 141,5
Derajat API + 131,5
(Maleev. V.L, 1986: 152)
25
12). Titik Embun.
Adalah suhu di mana mulai terlihat cahaya yang berwarna suram relatif
terhadap cahaya sekitarnya pada permukaan minyak diesel dalam proses
pendinginan. Karakteristik ini ditentukan dengan metode ASTM D97.
Dari ke-12 syarat solar tersebut, Karakteristik suatu bahan bakar yang
sangat mempengaruhi proses pembakaran pada motor diesel yaitu kualitas
penyalaan/angka setan, volatilitaas, berat jenis dan viskositas (Nur Ahadiyat,
1987: 26).
4. Campuran Bahan Bakar Minyak Kerosin Dengan Minyak Pelumas
a. Definisi Minyak Kerosin
Nama kerosene diturunkan dari bahasa Yunani keros (κερωσ, wax).
Sedangkan nama minyak dari bahasa Inggris yaitu Oelum. Minyak kerosin (biasa
disebut minyak tanah) solar, bensin dan avtur (bahan bakar pesawat) merupakan
produk minyak bumi yang berintikan hidrokarbon (tersusun atas atom hidrogen
dan karbon) serta sejumlah zat lain, seperti nitrogen, oksigen, sulfur, dan sejumlah
kecil unsur logam. Produk-produk minyak bumi tersebut dipisahkan dengan cara
Distilasi. Temperatur distilasi akan menentukan produk yang dihasilkan dari
minyak bumi. Minyak tanah terbuat dari rantai di wilayah C10 sampai C15, diikuti
oleh minyak diesel (C10 hingga C20) dan bahan bakar minyak yang digunakan
dalam mesin kapal. minyak pelumas susunan karbonnya antara C15 – C20.
Senyawaan dari minyak bumi ini semuanya dalam bentuk cair dalam suhu
ruangan.
Dari beberapa website menjelaskan definisi tentang minyak kerosin:
Minyak tanah (bahasa Inggris: kerosene atau paraffin) adalah cairan
hidrokarbon yang tak berwarna dan mudah terbakar. Dia diperoleh dengan cara
distilasi fraksional dari petroleum pada 150°C and 275°C (rantai karbon dari C12
sampai C15). (www.wikipedia.com, 13 September 2006)
Minyak tanah adalah kerosene dengan mutu rendah. (www.iptek.com, 25
Juni 2005)
26
Pada suatu waktu kerosene banyak digunakan dalam lampu minyak
tanah tetapi sekarang utamanya digunakan sebagai bahan bakar mesin jet (lebih
teknikal Avtur, Jet-A, Jet-B, JP-4 atau JP-8). Sebuah bentuk dari kerosene dikenal
sebagai RP-1 dibakar dengan oksigen cair sebagai bahan bakar roket.
Mutu kerosen tergantung pada sifatnya dalam uji lampu (lamp test) dan
uji bakar, seperti timbulnya asap dan kabut putih. Asap disebabkan oleh
hidrokarbon aromatik sedang kabut putih oleh disulfida.
Adapun tabel spesifikasi minyak kerosin adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Spesifikasi Minyak Kerosin (PERTAMINA)
LIMITS TEST METHODS NO PROPERTIES
Min Max IP ASTM 1. Specific Grafity 60/60 0F - 0.835 D-1298 2. Color Livibond 18" cell, or - 2.50 IP 17 3. Color Saybolt 9 - D-156 4. Smoke Point mm 16*) - D-1322 5. Char Value mg/kg - 40 IP 10
6. Distilation : - Recovery at 200 0C % vol - End Point 0C
18 -
- 310
7. Flast Point Able, or 0F 100 - IP 170 8. Alternatively Flash Point TAG 0F 100 - D-56 9. Sulphur Content % wt - 0.20 D-1266
10. Copper strip Corrosion (3hours / 50 0C) - No. 1 D-130
11. Colour Markeable (Sumber: www.pertamina.com 12 September 2006)
b.Perbedaan Karakteristik Minyak Kerosin Dengan Minyak Solar
Jika dilihat dari dekatnya rantai karbon pada hidrokarbon yang
merupakan penyusun inti solar dan minyak tanah, dimana minyak tanah (light
kerosene) memiliki rentang rantai karbon dari C10 - C15, minyak solar antara C10 -
C20 sedang minyak pelumas C15-C20. sehingga jika dilakukan pencampuran antara
27
minyak kerosin dengan minyak pelumas maka tidak menutup kemungkinan akan
didapatkan bahan bakar yang mirip dengan minyak solar.
Obert (1973: 112) mengatakan bahwa “Perbedaan antara minyak solar
dengan minyak kerosin ditinjau dari kandungan senyawa hidrokarbon yaitu
minyak solar merupakan fraksi minyak bumi dengan type hidrokarbon paraffinic
sehingga minyak solar disebut paraffinic fuel sedang minyak kerosin merupakan
campuran type hidrokarbon paraffinic dengan type hidrokarbon aromatic dengan
komposisi campuran pada umumnya 8-18”.
Berikut ini tabel perbedaan karakteristik antara minyak kerosin dengan
minyak solar.
Tabel 3.Perbedaan karakteristik antara minyak kerosin dengan minyak solar
dimana data ini diambil dari jurnal penelitian LEMIGAS no.2 tahun
1986 oleh Suparjo Pangarso.
PROPERTIES KEROSIN SOLAR
Berat Jenis Pada 60 / 60 F Viskositas Kinematik Pada 100 F,cSt Indeks Diesel Terhitung Nilai Kalor Atas,Kcal/kg Kandungan Belerang, % brt Titik Nyala Penyulingan TDP oC 5% vol. oC 10% vol. oC 20% vol. oC 30% vol. oC 40% vol. oC 50%vol. oC 60% vol. oC 70% vol. oC 80% vol. oC 90% vol. oC 95% vol. oC TDA oC Perolehan % vol. Residu % vol. Hilang % vol.
0.8040 1.0388 47.5
10976 0.0506
104
143 160 169
176.5 188
195.5 206.5 215.5 226.5 239
255.5 266.5 279 98 1.5 44
0.8478 4.8464 60.7
10914 0.2047
200
182 240
254.5 270 282 291 309 312 323 338
356.5 371
- 95.5 3.5 1.0
28
c. Minyak Pelumas MESRANIA 2T SUPER
MESRANIA 2T SUPER adalah pelumas mesin dua langkah dengan
sistem pendingin airdan udara. Pelumas ini mengandung bahan khusus sehingga
mudah larut dalam bahan bakar. Pelumas ini diolah dengan aditif yang baik, tidak
mengandung abu (ashless) dan memiliki sulfated ash yang lebih rendah dari
minyak pelumas mesin yang lain (0.02 % dari total berat ) sehingga mampu
menjaga kebersihan mesin khususnya pada silinder dan piston. Pelumas ini
memberikan performance (unjuk kerja) yang baik, sehingga dapat memelihara
mesin dengan sempurna dan mengurangi timbulnya deposit, mencegah keausan
dan karat dari bagian mesin.
MESRANIA 2T SUPER digunakan sebagai oli samping untuk
pelumasan mesin bensin dua langkah dengan sistem pendingin air seperti motor
boat (motor tempel) modern,yang bertenaga besar, yang mengutamakan hasil
akhir maksimal, tetapi juga cocok untuk penggunaan motor tempel yang lebih
kecil dan dapat digunakan secara memuaskan pada mesin-mesin dua langkah yang
dipasang pada mesin ketam, mesin gergaji, bajaj, bemo dan keperluan lainnya.
Berikut ini tabel spesifikasi minyak pelumas MESRANIA 2T SUPER
Tabel 4. Spesifikasi minyak pelumas MESRANIA 2T SUPER (PERTAMINA).
Spesific Grafity, 60 / 60 C
Viscosity Kinematic, at 40 C,cSt
100 C ,cSt
Viscosity Index
Colour ASTM
Flash Point,COC oC
Pour Point, C
Sulfated Ash, % wt
0.8737
41
7.29
121
Dark blue
87
-29
0.02
(Sumber: www.pertamina.com 12 September 2006)
d. Perubahan karakteristik minyak kerosin terhadap penambahan minyak pelumas
29
Tabel 5. Perubahan berat jenis minyak kerosin karena penambahan minyak
pelumas
Komposisi Persentase Solar (%)
Persentase Oil (%)
Berat Jenis
Solar 100 - 0.8474 50 : 1 98 2 0.8055 40 : 1 97.5 2.5 0.8059 30 : 1 96.67 3.33 0.8065 10 : 1 90 10 0.8109
(Sumber: Wahyudi Kurniawan : 2003:II-5)
Tabel 6. Perubahan viskositas minyak kerosin karena penambahan minyak
pelumas
Komposisi Persentase Solar (%)
Persentase Oil (%)
Viskositas 100 F(cSt)
Minyak Pelumas - - 44.17 50 : 1 98 2 1.901 40 : 1 97.5 2.5 2.117 30 : 1 96.67 3.33 2.475 10 : 1 90 10 4.9594
(Sumber: Wahyudi Kurniawan : 2003:II-9)
Berdasarkan hasil tabel diatas komposisi penambahan minyak pelumas
ke dalam kerosin yang mendekati minyak solar adalah penambahan 10 % tetapi
pada penelitian tersebut tidak digunakan karena dari segi ekonomi lebih mahal
selain itu dari penambahan 2 – 3.3% saja diketahui dayanya sudah meningkat dan
tidak sampai terjadi detonasi hal ini dapat dilihat pada gambar 7.
e. Perlunya Penambahan Minyak Pelumas Ke Dalam Minyak Kerosin Pada
Penggunaan Motor Diesel
Nakoela Soenarta (1995:151) menyatakan bahwa ”Bila minyak kerosin
digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel, jangan lupa mencampurkan
minyak pelumas poros barang 3% kedalam kerosinnya”
Berdasarkan hasil dari perbedaan karakteristik antara minyak solar
dengan minyak kerosin pada tabel 3 diatas, dimana minyak kerosin memiliki
kandungan sulfur yang lebih rendah dibandingkan minyak solar (minyak kerosin
0.2 wt% sedangkan solar 0.5wt%) maka akan mengakibatkan pengeluaran gas
bekas yang sedikit dan dengan nilai kalorya lebih tinggi dari solar, minyak kerosin
30
akan lebih cepat terbakar daripada solar yang berdampak pada meningkatnya daya
mesin. Namun dengan lebih cepat terbakarnya bahan bakar akan berdampak
mesin akan mengalami detonasi karena perbedaan kompresi yang menyebabkan
tekanan pembakaran berubah. Ini berarti minyak kerosin memiliki kemampuan
pelumasan yang lebih buruk dibandingkan minyak solar. Maka diambil suatu
kesimpulan bahwa perlunya penambahan suatu material lain untuk pelumasan
ruang bakar agar tidak terjadi detonasi, serta dapat menaikkan berat jenis dan
viskositas dari minyak kerosin tersebut, sehingga dalam hal ini dipilihlah minyak
pelumas sebagai material tersebut.
Wijdjoseno Kaslan (1989:3) mengemukakan bahwa “Tetapi penambahan
minyak pelumas kedalam minyak kerosin tidak merubah angka setan dan nilai
kalor dari pencampuran tersebut”. Hal ini disebabkan karena lebih banyaknya
massa dari minyak kerosin pada pencampuran itu dan penambahan minyak
pelumas tersebut lebih ditujukan pada upaya pelumasan ruang bakar untuk
mencegah terjadinya detonasi.
Pemilihan mengapa minyak pelumas 2 langkah dipakai dalam penggunaan
kerosin pada motor diesel adalah karena minyak tersebut memilik spesifikasi
untuk melindungi dan melumasi gesekan antara dinding silinder dengan torak
sekaligus sebagai pendingin ruang bakar karena temperatur yang terjadi diruang
bakar. Minyak pelumas ini tentunya akan ikut masuk kedalam ruang bakar
bersama dengan bahan bakar dan cenderung tidak terbakar sempurna sehingga
diperkirakan akan menyebabkan deposit karbon yang lebih banyak dalam ruang
bakar dan juga minyak pelumas yang tidak terbakar secara sempurna tersebut
akan ikut keluar melalui saluran gas buang sehingga mengakibatkan saluran gas
buang menjadi cepat kotor. Karena faktor inilah oli samping memiliki formula
khusus yang lain dari minyak pelumas mesin lainnya yaitu pada umumnya
viskositasnya dan kandungan sulfurnya lebih rendah dan mempunyai kemampuan
menjaga kebersihan mesin khususnya pada silinder dan piston. Karena memiliki
viskositas yang lebih rendah maka deposit karbon akibat dari proses oksidasi lebih
lunak dan dapat disapu oleh piston dan dibuang keluar bersama dengan gas buang.
31
Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan penambahan minyak
pelumas 2 langkah ke dalam kerosinnya dengan perbandingan 50 : 1, 33.3 : 1 dan
25 : 1. Hal ini diharapkan untuk mendapatkan unjuk kerja yang lebih baik dan
untuk mengurangi detonasi sehingga akan menghasilkan pembakaran sempurna
yang dapat menaikkan tekanan pembakaran. Dengan tekanan pembakaran yang
tinggi, maka torsi dan daya mesin yang dihasilkan juga akan meningkat.
Dilihat dari estimasi dan efisiensi harganya jika dibandingkan dengan
solar maka campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas masih jauh lebih
murah. Dimana jika minyak kerosin dipasaran sekarang mencapai Rp.25 00,-
sedangkan minyak pelumas MESRANIA 2T yang saat ini Rp.15.500,- maka
perliter dari campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas dengan komposisi
50 : 1 akan jatuh pada harga Rp. 2 755,- dan untuk komposisi 3.33 : 1 akan jatuh
pada harga Rp.2 896,- sedangkan untuk komposisi 25 : 1 akan jatuh pada harga
Rp.3000,-. Dari pertimbangan harga yang demikian maka masyarakat dapat
menentukan sendiri berapa keuntungan penggunaan minyak kerosin dengan
minyak pelumas dibandingkan dengan penggunaan minyak solar saja yang
mencapai Rp.4500,-/ liter. Adapun pertimbangan dari segi kekuatan material
mesin diesel akibat penggunaan campuran minyak kerosin dengan minyak
pelumas sampai saat ini belum perna ada laporan atau penelitian yang melaporkan
kerusakan akibat penggunaan campuran tersebut. Kalaupun hal itu ada maka
kemungkinan disebabkan oleh kelalaian pengguna mesin diesel dalam
menentukan komposisi campuran minyak pelumas yang salah, atau karena jenis
minyak pelumas yang dipakai misalnya dengan menggunakan minyak pelumas
mesin yang sudah bekas dsb.
5. Putaran Mesin
Putaran mesin adalah tenaga yang dihasilkan dari pembakaran bahan
bakar di ruang bakar. Bentuk dari tenaga tersebut adalah putaran yang terjadi pada
poros engkol. Kecepatan mesin yang dimaksud adalah kecepatan torak atau
kecepatan putar dan dinyatakan dalam satuan rotation per minute (rpm).
32
Pengelompokan motor diesel ke dalam golongan motor diesel putaran tinggi, putaran sedang dan putaran rendah tidak begitu jelas. Tetapi tidak ada salahnya apabila di sini ditetapkan bahwa golongan putaran rendah mencakup mesin dengan kecepatan putar poros engkol lebih rendah dari pada 500 rpm, putaran sedang untuk kecepatan putar antara 500 sampai 1000 rpm, dan putaran tinggi untuk putaran poros engkol lebih tinggi dari pada 1000 rpm. (Wiranto Arismunandar :1976: 4)
Kecepatan putaran mesin mempengaruhi daya yang akan dihasilkan
karena semakin banyak frekuensi putarannya berarti lebih banyak langkah yang
terjadi pada waktu yang sama. Jadi dengan bertambahnya putaran poros mesin
maka daya yang dihasilkan akan cenderung meningkat. Hal ini dapat disimpulkan
dari grafik hubungan antara putaran mesin dan daya yang dihasilkan seperti
terlihat dalam Grafik Prestasi Motor Diesel untuk Mobil 4 Silinder pada Gambar
8 di bawah ini.
Gambar 5. Grafik Prestasi Motor Diesel untuk Mobil 4 Silinder (Wiranto
Arismunandar, 1976: 61)
6. UNJUK KERJA
Unjuk Kerja adalah persentase rata-rata daya yang dapat diperoleh dari
mesin dengan bahan bakar tertentu dibandingkan dengan daya yang diperoleh dari
bahan bakar yang mempunyai angka cetana = 100. (www.chemeng.ui.ac.id.com
10 Oktober 2005)
33
Bagyo, Darmanto dan Soemarsono (1997 : 17) mengemukakan bahwa
“Kemampuan mesin adalah prestasi suatu mesin yang erat hubungannya dengan
daya mesin yang dihasilkan serta daya guna mesin tersebut”.
Unjuk kerja mesin pada umumnya dinyatakan dalam bentuk grafik yang
melukiskan antara dua parameter misalnya antara daya dengan putaran.
Karakteristik unjuk kerja mesin dibedakan menjadi karakteristik putaran (speed
characteristics) dan karakteristik beban (load characteristics).
Karakteristik putaran dipakai untuk mengetahui unjuk kerja mesin yang
beroperasi dengan putaran yang bervariasi. Grafik yang dapat digambarkan
berupa : putaran dengan daya, putaran dengan torsi, putaran dengan konsumsi
bahan bakar.
Berikut merupakan dasar teori untuk melakukan perhitungan unjuk kerja
mesin :
1). Torsi (T)
2). Daya Mesin (P)
3). Tekanan Efektif Rata-Rata (Brake Mean Effective Pressure - bmep)
4). Massa Aliran Udara Masuk (Gs)
5). Efisiensi Pengisian (ηc)
6). Konsumsi bahan bakar (mf)
7). Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Spesific Fuel Consumption - SFC)
8). Perbandingan Udara Terhadap Bahan Bakar (Air to Fuel Ratio - AFR)
9). Laju massa gas buang (Gg)
10). Kehilangan energi melalui gas buang (ηg)
11). Kehilangan energi melalui air pendingin (ηw)
12). Kehilangan energi karena gesekan (ηfric)
13). Daya indikasi (Pi)
14). Efisiensi thermal indikasi (ηi)
15). Efisiensi mekanis (ηm)
(Sumber : Made Suardjaja, 1997 : 9 - 12)
Karena grafik yang akan dipakai pada penulisan ini putaran dengan
daya, maka perhitungan unjuk kerja mesin ini akan difokuskan pada daya mesin.
34
a. Definisi Daya
Toyota New Step 1 (1992 : 14) menjelaskan bahwa “Daya mesin sebagai
rata-rata kerja yang dilakukan dalam satuan waktu”.
Daya motor adalah kemampuan sebuah motor bakar untuk menghasilkan
tenaga dari proses konversi energi panas menjadi energi putar. Daya motor ini
sangat berpengaruh terhadap unjuk kerja percepatan motor. Semakin besar daya
motor yang dihasilkan semakin besar pula percepatan yang dihasilkan untuk
reduksi gigi (sistem transmisi) yang sama.
b. Perhitungan Daya mesin
Berikut ini faktor yang mempengaruhi tentang perhitungan daya mesin:
1). Daya indikator.
E. Karyanto (2002: 29) menjelaskan bahwa “Daya indikator adalah daya
gas pembakaran yang bekerja di atas torak (piston)”. Tekanan gas yang diambil
dari harga maksimum dan minimum disebut Pi kg/cm2. Besarnya daya indikator
sama dengan panas hasil pembakaran bahan bakar dikurangi dengan kerugian
panas yang terbawa bersama air pendingin dan gas bekas.
Adapun rumus daya indikator untuk motor 4 langkah di mana tiap dua
putaran baru ada satu langkah kerja sehingga pada (n) putaran per menit jumlah
putaran langkah kerja ada 2n tiap menit atau
6021 nx tiap detik dapat ditulis :
Ni = A. Pi..4π .D2.
60n L Z Kg.cm/detik ( E. Karyanto, 2002: 29 ).
Keterangan :
Ni = Daya indikator (dalam DK) A = Faktor pengali, untuk motor 2 Tak = 1
untuk motor 4 Tak = 21
Pi = Tekanan rata-rata indikator (dalam Kg/cm2)
D = Diameter silinder (dalam cm ) n = Putaran poros engkol (Rpm)
L = Panjang langkah torak (dalam cm )
Z = Jumlah silinder
35
2). Daya Efektif.
E. Karyanto (2002: 32) menyatakan bahwa “Tenaga indikator (Ni)
dikurangi dengan kerugian karena akan menghasilkan daya efektif (Ne)”. Besar
kecilnya kerugian karena gesekan akan mempengaruhi rendemen mekanik ( mη ).
Maka daya efektif adalah :
Ne = Ni x mη .
Jadi tenaga atau daya efektif (daya poros) ini adalah tenaga yang akan
menggerakkan poros motor. Besarnya daya efektif dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
75602 xxPexVxnxZNe = (E. Karyanto, 2002: 32).
Keterangan :
Ne = Daya Efektif (dalam DK)
D = Diameter silinder (dalam cm)
V = Isi silinder (cc)
N = Putaran poros engkol (rpm)
Pe = Tekanan efektif rata-rata indikator (dalam Kg/cm2)
Z = Jumlah silinder
3). Daya Spesifik
E. Karyanto (2002: 40) mengemukakan “Daya spesifik sebuah motor
ialah usaha yang dapat diberikan untuk tiap – tiap dm2 luas dinding silinder motor
tersebut”. Untuk menghitung daya spesifik dapat dihitung dengan rumus :
( )32
Qc
NeT =
Keterangan :
T = Daya Spesifik (dalam epk/ dm2)
Qc = Isi langkah tiap – tiap silinder (dalam dm3)
Ne = Daya Efektif
36
c. Efisiensi
1). Efisiensi Mekanis.
Wiranto Arismunandar (1976: 24) mendefinisikan bahwa “Efisiensi
mekanis sebagai daya poros dibagi oleh daya indicator”.
rataPiratarataPerata
NiNe
m −−
==η
Keterangan:
ηm = Efisiensi mekanik
Pe rata-rata = tekanan efektif rata-rata, kg/cm2
Pi rata-rata = tekanan rata-rata indikator, kg/cm2
Pada umumnya efisiensi mekanis bertambah besar dengan bertambahnya
jumlah silinder dan daya yang digunakan untuk menggerakkan peralatan bantu
dikurangi. Efisiensi mekanis dapat mencapai 90% meskipun itu terlalu sulit. Di
samping itu diperhitungkan pula efisiensi volumetrik yaitu perbandingan jumlah
udara yang terhisap dengan jumlah udara terhisap dalam keadaan ideal dan
efisiensi pemasukan yaitu perbandingan antara jumlah udara segar terhisap
dengan berat udara segar sebanyak volume langkah torak.
Efisiensi volumetrik yang dihasilkan tergantung pada kondisi udara
atmosfir yang dihisap dan mekanisme katup isap. Pemasukan udara dapat
ditingkatkan dengan pengaturan saat pembukaan dan penutupan katup akan tetapi
efisiensi volumetrik ini tidak lebih dari 86% .
2). Efisiensi Thermis (Efisiensi Panas).
E. Karyanto (2002: 35) mengemukakan bahwa “Efisiensi panas dari
suatu mesin adalah perbandingan panas yang disediakan dengan panas yang
dirubah menjadi kerja efektif”. Bila semua panas yang timbul pada saat
pembakaran dapat diubah menjadi kerja efektif di dalam silinder maka dikatakan
efisiensi panas 100%. Bila jumlah panas dari pembakaran disebut Q1 Kkal dan
kerugian panas pada dinding silinder Q2 Kkal, maka :
Efisiensi panas ( thη ) = 1
21
QQQ −
37
Pada persamaan diatas Q1 –Q2 adalah kerja efektif. Untuk motor 4
langkah efisiensi panas dapat dihitung dengan rumus lain yaitu :
( tuη ) = 1 - 1
1−kr
(Wiranto Arismunandar, 1976: 9).
Keterangan :
( tuη ) = Efisiensi thermal
r = Perbandingan kompresi.
K = Konstanta Udara (1,987 cal / gr mole 0K)
3). Efisiensi Total.
E.Karyanto (2002 : 39) mengemukakan bahwa “Daya guna total adalah
hasil perkalian antara rendemen mekanis dengan rendemen thermis”. Jadi dapat
dirumuskan sebagai berikut :
ηtot= ηm x ηth
d. Pengukuran Daya
Menghitung tenaga atau daya mesin, dapat diukur berdasarkan pada
putaran poros dan momen torsi yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Wiranto Arismunandar (1976 : 24) bahwa “Untuk menghitung
daya mesin, dipakai dinamometer yang dihubungkan dengan poros mesin dan
untuk mengukur torsi atau momen putar”. Atau dengan rumus sebagai berikut:
PSTnN751..
602π
=
Keterangan :
N = Daya mesin
T = Momen Putar (Torsi = T)
n = RPM (Putaran Per Menit )
(Sumber: Wiranto Arismunandar, 1993: 24)
Jika dalam pengukuran daya menggunakan satuan yang lain, maka
rumusnya dapat sebagai berikut:
N = P. 2 π .R.n.601 Kgcm/detik.
38
= 100.60
...2. nRP π Kgm/detik
karena 1 DK = 75 Kgm/detik, maka :
N = 75.100.60...2. nRP π DK.
New Step 1 (1995: 1-7) menjelaskan bahwa “Momen mesin ialah nilai
yang menunjukan gaya putar atau twisting force pada out put mesin (poros
engkol)”. Nilai ini dinyatakan dengan satuan Newton Meter dan dihitung dengan
persamaan :
T = P x r Keterangan :
T = Momen Putar (Torsi )
P = Gaya
r = Jarak (Distance)
N = 75.100.60
...2. nT π DK
atau T = n
N..2
.75.100.60π
= n
N.14.3.2
.75.100.60
= 71620 nN
Yang mana :
T adalah Momen Putar dalam kgcm.
N adalah Daya dalam DK
n adalah putaran dalam Putaran per menit.
Satuan daya yang umum digunakan ialah Kilowatt (KW). Ada juga
satuan lain yang sering digunakan ialah HP dan PS. Sedangkan hubungan antara
Kilowatt, HP dan PS adalah seperti dalam persamaan di bawah ini :
1 PS = 0,7355 KW (KiloWatt)
1 HP = 0,7457 KW
1) Definisi Operasional
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengukuran daya mesin
adalah sebagai :
39
a) Menakar bahan bakar
b) Menyampurkan bahan bakar sesuai komposisi masing-masing
Jika pada campuran 50 : 1 maka ini berarti 50 liter untuk minyak kerosin
dan 1 liter untuk minyak pelumas atau jika diambil perliter dari kedua
campuran maka 980,4 ml untuk minyak kerosin dan 19,6 ml untuk
minyak pelumas begitu seterusnya untuk perbandingan 33.3 : 1 dan 25:1.
c) Setelah itu bahan bakar dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berfungsi
sebagai tangki bahan bakar
d) Mengatur throtle kecepatan mesin ¼ bagian, hal ini dilakukan supaya
mesin diesel mudah menyala
e) Menyalakan pompa air untuk mengontrol pembebanan dengan
menggunakan media air yang masuk pada Waterbrake (dynamometer)
dengan sebelumnya menyetel dengan kondisi pembebanan Full Open
Throtle sehingga terbaca pada tekanan manometer 27 kg/cm2.
f) Menyalakan mesin uji (diesel Kama)
g) Mengatur / mengontrol throtle kecepatan mesin
h) Melakukan pengukuran daya dengan hasil yang dicatat beban (kg) dan
putaran mesin (Rpm)
i) Memasukkan hasil pengukuran yaitu beban (kg) dan Putaran Mesin ke
dalam rumus torsi mesin dan dilanjutkan dengan memasukkannya ke
dalam rumus daya mesin
7. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Wahyudi Kurniawan (Tugas Akhir, 2003) dengan judul Analisa
Unjuk Kerja Motor Diesel Dengan Menggunakan Bahan Bakar Kerosin (Studi
Kasus Pada Kapal Nelayan Tradisional di Desa Weru Kecamatan Paciran
Kabupaten Lamongan) yang dilakukan pada motor diesel JIANGDHONG SHOO
satu silinder. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Grafik nilai hubungan
perubahan daya terhadap putaran 1550 di bawah ini :
40
Gambar 6. Grafik persentase perubahan daya efektif putaran 1550 Rpm pada
campuran minyak kerosin dan minyak pelumas.
Berdasarkan Grafik di atas dapat disimpulkan bahwa penambahan
minyak pelumas kedalam bahan bakar kerosin sangat berpengaruh terhadap unjuk
kerja suatu mesin. Jika diadakan perbandingan antara campuran minyak pelumas
kedalam bahan bakar kerosin dan minyak solar di putaran 1550 rpm didapatkan
pada campuran 50 : 1 terjadi kenaikan daya sebesar 0.2618 % yaitu 4.4045 KW,
dan pada campuran 40 : 1 juga terjadi kenaikan daya sebesar 1.7013 % yaitu
4.467 KW kemudian pada campuran 30 : 1, terjadi kenaikan daya juga sebesar
2.6178 % yaitu 4.508 KW, kenaikan ini merupakan kenaikan daya yang tertinggi.
Dibandingkan dengan solar yang hanya 4.393 KW. Namun pada penggunaan
campuran 60 : 1 dan kerosin murni terjadi penurunan daya sebesar 0.2618 % yaitu
4.3815 KW dan -1.5707 % yaitu 4.324 KW. Dari persentase perubahan daya
dapat diketahui bahwa setiap penambahan bahan bakar kerosin tiap 10 liter terjadi
peningkatan daya yang signifikan.
Pada perlakuan sebelumnya yang dilakukan pada minyak solar dan
minyak kerosin murni telah didapatkan hasil sebagaimana yang tertera pada grafik
perubahan daya efektif terhadap kenaikan beban dengan bahan bakar solar dan
dengan bahan bakar kerosin murni. dibawah ini :
41
Gambar 7. Grafik persentase perubahan daya efektif putaran 1550 Rpm pada
minyak solar dan minyak kerosin murni.
B. Kerangka Berfikir
Motor diesel merupakan motor yang digerakkan oleh mesin yang
menggunakan bahan bakar solar. Hubungan yang dekat antara bahan bakar solar
kerosin, dan minyak pelumas, disebabkan asal usul yang sama yaitu sama-sama
dari minyak mentah (Crude oil). Hal itu menjadikan semua bahan bakar tersebut
layak untuk digunakan dalam mengoperasikan mesin Jika dilihat secara
karakteristik minyak solar mempunyai susunan kimia yaitu C15H12 – C20H42 atau
susunan karbonnya antara C10 - C20 dan minyak kerosin mempunyai susunan
kimia C12H26 – C15H32 atau susunan karbonnya antara C10 – C15 sedangkan minyak
pelumas mempunyai susunan kimia C18H38 – C20H42 atau susunan karbonnya
antara C15 –C20 maka jika dilakukan pencampuran minyak kerosin dan minyak
pelumas tidak menutup kemungkinan akan didapatkan bahan yang hampir sama
dengan minyak solar.
Pemakaian suatu jenis bahan bakar solar dan berbagai tingkat variasi
campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas akan sangat berpengaruh
terhadap hasil dan proses pembakaran. Proses pembakaran yang sempurna pada
motor diesel akan menimbulkan lebih besar daya yang dihasilkan jika
menggunakan bahan bakar yang tepat. Dengan melihat tingginya nilai kalor pada
42
minyak kerosin yang dapat mempercepat proses pembakaran dan kandungan
sulfur yang rendah dibandingkan dengan minyak solar sehingga akan membuat
pengeluaran gas yang lebih sedikit, disisi lain dengan lebih cepat terbakarnya
bahan bakar kerosin maka mesin akan mengalami detonasi karena perbedaan
kompresi yang menyebabkan tekanan pembakaran berubah. Maka penambahan
minyak pelumas kedalam kerosinnya sangat diperlukan karena hal tersebut akan
merubah sifat fisiknya terutama dengan bertambahnya berat jenis dan viskositas-
nya yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan daya motor. Selain itu
kandungan khusus yang dimiliki minyak pelumas tersebut juga membantu
mengurangi kerugian mesin lainnya.
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat membuktikan perbedaan
hasil pembakaran dalam bentuk daya yang dihasilkan pada suatu obyek penelitian
yang sama yaitu motor diesel 4 langkah yang menggunakan campuran antara
minyak kerosin dengan minyak pelumas dan bahan bakar solar (sebagai
pembanding / patokan). Motor yang digunakan dalam penelitian ini adalah motor
diesel 4 langkah dengan menggunakan 1 silinder. Karena kerja suatu mesin
kendaraan bermotor berdasarkan putaran poros engkolnya dengan satuan rpm
maka pengambilan data penelitian ini juga dibedakan oleh beberapa variasi
putaran mesin.
Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran ini dapat digambarkan dalam
paradigma sebagai berikut :
X2
X24
Y
X1
X11
1
3
2
X12 X13
X23 X22 X21
43
Keterangan :
X1 =Campuran bahan bakar minyak kerosin minyak pelumas
X11 = Campuran minyak kerosin minyak pelumas 50 : 1
X12 = Campuran minyak kerosin minyak pelumas 33.3 : 1
X13 = Campuran minyak kerosin minyak pelumas 25 : 1
X2 = Variasi putaran mesin
X21 = Putaran mesin 1100 rpm
X22 = Putaran mesin 1300 rpm
X23 = Putaran mesin 1500 rpm
X24 = Putaran mesin 1700 rpm
Y = Daya
C. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikirannya dapat dirumuskan
suatu hipotesis yaitu:
1. Ada pengaruh campuran bahan bakar minyak kerosin dengan minyak pelumas
terhadap daya mesin diesel Kama ?
2. Ada pengaruh variasi putaran mesin terhadap daya mesin diesel Kama ?
3. Ada pengaruh bersama (interaksi) antara campuran bahan bakar minyak
kerosin dengan minyak pelumas dan variasi putaran mesin terhadap daya
mesin diesel Kama?
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Bahan Bakar dan Motor
Pembakaran Dalam Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh November
di Surabaya. Tempat ini dipilih karena alat-alatnya cukup memadai dan sesuai
untuk melaksanakan penelitian yaitu mesin diesel Engine Set Up dengan merk
Kama model KM 178 FS.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan
September 2006.Adapun jadwal penelitian sebagai berikut:
a. Seminar proposal : dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2006
b. Revisi proposal : dilaksanakan pada tanggal 24 Juli 2006
c. Perijinan penelitian : dilaksanakan pada tanggal 21 September 2006
d. Pelaksanaan penelitian : dilaksanakan pada tanggal 8 - 9 Desember 2006
e. Analisis data : dilaksanakan pada tangal 8 – 15 Januari 2007
f. Penulisan laporan : dilaksanakan pada tanggal 16 – 25 Januari 2007
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian dengan memanipulasi
variabel yang sengaja dilakukan peneliti untuk melihat efek yang terjadi dari
tindakan tersebut (Sudjana,1988:29). Metode eksperimen yang digunakan adalah
metode ekperimen desain acak sempurna model tetap factorial. Sudjana (1989:
150) menjelaskan bahwa “Desain acak sempurna adalah desain dimana perlakuan
dilakukan sepenuhnya secara acak kepada unit-unit eksperimen atau sebaliknya”.
Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam desain ini adalah mempunyai
data yang homogen. Sedangkan eksperimen faktorial adalah eksperimen yang
44
45
semua taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan atau disilangkan dengan semua
taraf tiap faktor lainnya yang ada dalam eksperimen itu. Penelitian ini diadakan
untuk mengetahui pengaruh campuran bahan bakar minyak kerosin dengan
minyak pelumas dan variasi putaran mesin terhadap daya pada mesin diesel
Kama.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. (Suharsimi Arikunto,
1998:115) Populasi yang digunalam dalam penelitian ini adalah mesin diesel 1
silinder merk Kama model KM 178 FS dengan bahan bakar solar.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak
diselidiki dan dianggap bisa mewakili populasi (jumlahnya lebih sedikit dari
populasi).
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu teknik “Purposive
Sampling” (teknik sampel jenuh) yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan
mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi
didasarkan atas adanya tujuan tertentu. (Suharsimi Arikunto,1993:113)
Sampel pada penelitian ini adalah motor diesel 1 silinder merk Kama
model KM 178 FS dengan variasi bahan bakar campuran minyak kerosin dengan
minyak pelumas dan variasi putaran mesin. Data diambil dari pengukuran
besarnya daya pada motor diesel 4 langkah dengan menggunakan bahan bakar
variasi campuran antara minyak kerosin dengan minyak pelumas yang berbeda-
beda diukur berdasarkan variasi putaran mesin 1100 rpm, 1300 rpm, 1500 rpm,
1700 rpm.
46
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Identifikasi Variabel
Definisi variabel penelitian adalah sebagai obyek penelitian, atau apa
yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. (Suharsimi Arikunto, 1993: 91)
Di dalam suatu variabel terdapat satu atau lebih gejala, yang mungkin
pula terdiri dari berbagai aspek atau unsur sebagai bagian yang tidak terpisahkan.
Dari pengertian di atas secara garis besar variabel dalam penelitian ini
ada tiga variabel. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini secara
lebih rinci sebagai berikut :
a. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab berubahnya atau
timbulnya variabel terikat. (Sugiyono,1997: 21) Dalam penelitian ini variabel
bebasnya adalah :
1). Campuran bahan bakar minyak kerosin dengan minyak pelumas
2). Variasi putaran mesin
b. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. (Sugiyono, 1997:21) Dalam penelitian ini
variabel terikatnya adalah besar daya pada mesin diesel Kama.
c. Variabel kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan
sehingga peneliti dapat melakukan penelitian yang bersifat membandingkan.
(Sugiyono, 1997 : 21 )
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah:
1). Mesin berada dalam suhu ruang / kamar.
2). Lama pengoperasian dibuat sama 1 menit.
3). Selang waktu tiap pengambilan data dibuat sama yaitu 5 menit.
4). Keadaan mesin dalam pembebanan penuh (Full Open Throtle).
5). Minyak kerosin dan minyak solar produksi dari PERTAMINA.
6). Minyak pelumas MESRANIA 2 T SUPER produksi PERTAMINA.
7). Tidak memodifikasi mesin dalam pengujiannya.
47
8). Tidak dilakukan uji karakteristik / kelayakan bahan bakar campuran
minyak kerosin dengan minyak pelumas.
2. Pelaksanaan Eksperimen
a. Alat Penelitian
Dalam penelitian ini alat yang digunakan adalah :
1. Dinamometer dengan merk DYNOmite untuk mengukur daya mesin.
2. Tachometer untuk mengukur putaran mesin.
3. Gelas Ukur ukuran 1/2 liter dan gelas ukur 100 mililiter untuk
mengukur campuran bahan bakar minyak kerosin dan minyak pelumas.
4. Botol plastik untuk menampung bahan bakar campuran minyak
kerosin dan minyak pelumas.
5. Stopwatch untuk mengukur waktu pengukuran.
6. Blower untuk pendinginan mesin dan ruang uji.
b. Bahan Penelitian
Dalam penelitian ini bahan yang diperlukan adalah :
1. Mesin yang digunakan adalah Engine set-up dengan mesin diesel 1
silinder merk Kama.
2. Bahan bakar campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas.
3. Bahan bakar solar.
c. Tahap Eksperimen
Bagan aliran pada proses penelitian adalah sebagai berikut:
48
Gambar 8.Bagan Aliran Proses Penelitian
Dalam penelitian ini, urutan langkah eksperimennya adalah sebagai berikut
1). Persiapan mesin
Persiapan mesin Kama adalah pemeriksaan kondisi mesin yang akan
digunakan dalam penelitian yang meliputi pengencangan baut-baut, pengencangan
selang bahan bakar, kondisi minyak pelumas dan sistem starter. Pemeriksaan ini
Kama
Analisi Data
Variasi putaran mesin 1100 rpm, 1300 rpm, 1500 rpm, 1700 rpm.
Kesimpulan
Stan
dar /
So
lar m
urni
Cam
pura
n ke
rosi
n da
n pe
lum
as 5
0 : 1
Cam
pura
n ke
rosi
n da
n pe
lum
as 3
3.3:
1
Cam
pura
n ke
rosi
n da
n pe
lum
as 2
5:1
Beban Mesin
Mencampurkan bahan bakar pada komposisi masing-masing
Menakar bahan bakar.
Perhitungan Torsi
Perhitungan Daya
49
dilakukan untuk memastikan mesin dalam kondisi baik dan siap digunakan untuk
penelitian.
2). Mempersiapkan alat dan bahan kemudian menakar campuran
Adapun prosedur penakaran campuran minyak kerosin dan minyak solar
adalah sebagai berikut:
a) Mengukur volume bahan bakar dengan menggunakan gelas ukur dengan
ukuran masing-masing sebanyak 1 liter .
b) Mengambil minyak pelumas kemudian diukur dengan gelas ukur sesuai
dengan ukuran yang telah ditentukan selanjutnya dicampurkan ke dalam
minyak kerosin.
Adapun komposisi campuran antara minyak kerosin dengan minyak
pelumas adalah sebagai berikut:
Tabel 7. Komposisi campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas
Bahan Bakar Uji 50 : 1 33.3 : 1 25 : 1
Minyak kerosin (% Vol.) 98.04 97.08 96.15
Minyak Pelumas (% Vol.) 1.96 2.92 3.85
3). Mengukur beban mesin
a) Pengkondisian mesin
(1). Masukkan bahan bakar minyak solar kedalam gelas ukur pada mesin
penguji.
(2). Atur throtle kecepatan mesin keatas ¼ supaya dalam penyetartan mesin
tidak mati.
(3). Hidupkan mesin dengan menarik tuas start keatas.
(4). Atur throttle kecepatan mesin sampai kondisi putaran idle yaitu 1100
rpm.
(5). Diamkan kondisi diatas sampai 3 menit supaya pelumasan merata.
b) Pengukuran daya mesin
(1). Setelah tahap pengkondisian selesai, dilanjutkan dengan masukkan bahan
bakar minyak solar (tanpa campuran minyak kerosin dan minyak pelumas)
untuk memulai pengujian sebanyak 1 liter kedalam tangki bahan bakar pada
50
mesin penguji. Kemudian hidupkan mesin dan setel putaran mesin dengan
alat tachometer.
(a) Pada pengukuran 1100 rpm lakukan pengukuran daya.
(b) Pada putaran 1300 rpm lakukan pengukuran daya.
(c) Pada putaran 1500 rpm lakukan pengukuran daya.
(d) Pada putaran 1700 rpm lakukan pengukuran daya.
(e) Lakukan replikasi percobaan pada masing-masing putaran sebanyak 3
kali kemudian matikan mesin.
(2). Masukkan bahan bakar campuran minyak kerosin dan minyak pelumas 50 :
1 sebanyak 1 liter kedalam tangki bahan bakar pada mesin penguji.
Kemudian hidupkan mesin dan setel putaran mesin dengan alat tachometer.
(f) Pada pengukuran 1100 rpm lakukan pengukuran daya.
(g) Pada putaran 1300 rpm lakukan pengukuran daya.
(h) Pada putaran 1500 rpm lakukan pengukuran daya.
(i) Pada putaran 1700 rpm lakukan pengukuran daya.
(j) Lakukan replikasi percobaan pada masing-masing putaran sebanyak 3
kali kemudian matikan mesin.
(3). Masukkan bahan bakar campuran minyak kerosin dan minyak pelumas 33.3
: 1 sebanyak 1 liter kedalam tangki bahan bakar pada mesin penguji.
Kemudian hidupkan mesin dan setel putaran mesin dengan alat tachometer.
(a) Pada pengukuran 1100 rpm lakukan pengukuran daya.
(b) Pada putaran 1300 rpm lakukan pengukuran daya.
(c) Pada putaran 1500 rpm lakukan pengukuran daya.
(d) Pada putaran 1700 rpm lakukan pengukuran daya.
(e) Lakukan replikasi percobaan pada masing-masing putaran sebanyak 3
kali kemudian matikan mesin.
(4). Masukkan bahan bakar campuran minyak kerosin dan minyak pelumas 25 :
1 sebanyak 1 liter kedalam tangki bahan bakar pada mesin penguji.
Kemudian hidupkan mesin dan setel putaran mesin dengan alat tachometer.
(a) Pada pengukuran 1100 rpm lakukan pengukuran daya.
(b) Pada putaran 1300 rpm lakukan pengukuran daya.
51
(c) Pada putaran 1500 rpm lakukan pengukuran daya.
(d) Pada putaran 1700 rpm lakukan pengukuran daya.
(e) Lakukan replikasi percobaan pada masing-masing putaran sebanyak 3
kali kemudian matikan mesin.
(5). Matikan mesin dan pengujian telah selesai.
3. Desain Pengumpulan Data
Desain eksperimen adalah langkah-langkah lengkap yang perlu diambil
jauh sebelum eksperimen dilakukan supaya data yang semestinya diperlukan
dapat diperoleh sehingga akan membawa kepada analisa obyektif dan kesimpulan
yang berlaku untuk persoalan-persoalan yang sedang dibahas. (Sudjana, 1989 : 1)
Pada penelitian ini menggunakan desain eksperimen faktorial. Terdapat
dua variabel bebas yang kemudian pada desain eksperimen ini disebut faktor.
Faktor pertama mempunyai empat taraf yaitu bahan bakar campuran minyak
kerosin dengan minyak pelumas (solar murni, 50 : 1, 33.3: 1, dan 25 : 1),
sedangkan faktor yang kedua mempunyai empat taraf yaitu variasi putaran mesin
(1100 rpm, 1300 rpm, 1500 rpm, dan 1700 rpm). Sehingga pada eksperimen ini
diperoleh desain eksperimen faktorial 4x4. Dengan demikian diperlukan 16
kondisi eksperimen atau 16 kombinasi perlakuan yang berbeda-beda. Pada
masing-masing perlakuan dilakukan 3 (tiga) kali replikasi, sehingga tiap
perlakuan diperoleh tiga data. Karena pada tiap perlakuan dilakukan replikasi
sebanyak tiga kali, maka pada eksperimen faktorial 4x4 ini akan diperoleh data
sebanyak 48 data.
Kombinasi perlakuan dilakukan dengan mengkombinasikan masing-
masing taraf pada faktor A dengan taraf-taraf pada faktor B. Faktor A (bahan
bakar campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas) terdiri dari empat taraf,
yaitu minyak solar murni 50 : 1, 33.3 : 1 dan 25 : 1. Sedangkan Faktor B (variasi
putaran mesin) terdiri dari empat taraf, yaitu 1100 rpm, 1300 rpm, 1500 rpm, dan
1700 rpm. Dengan demikian, hipotesis pada penelitian ini diperoleh dengan
menghitung statistik uji F yang menggunakan model tetap.
52
Tabel 8. Desain Pengumpulan Data Pengukuran Daya
Faktor B Variasi Jumlah Putaran Mesin Taraf 1100 1300 1500 1700
Jumlah Keseluruha
n
Rata-Rata Keseluruha
n
Standart / solar murni
Y111 Y112
Y113
Y121
Y122 Y123
Y131
Y132 Y133
Y141
Y142 Y143
Jumlah J110 J120 J130 J140 J100
Rata-rata 110Y 120Y 130Y 140Y 100Y
50 : 1
Y 211 Y 212 Y 213
Y 221 Y 222 Y 223
Y 231 Y 232 Y 233
Y 241 Y 242 Y 243
Jumlah J 210 J 220 J 230 J240 J 200
Rata-rata 210Y 220Y 230Y 240Y 200Y
33.3 : 1
Y311 Y312 Y313
Y321 Y322 Y323
Y331 Y332 Y333
Y341 Y342 Y343
Jumlah J310 J320 J330 J340 J300 Rata-rata 310Y 320Y 330Y 340Y 300Y
25 : 1
Y411 Y412 Y413
Y421 Y422 Y423
Y431 Y432 Y433
Y441 Y442 Y443
Jumlah J410 J420 J430 J440 J400 Fakt
or A
(Var
iasi
cam
pura
n m
inya
k ke
rosi
n de
ngan
min
yak
pelu
mas
)
Rata-rata 410Y 420Y 430Y 440Y 400Y
Jumlah Keseluruhan
J 010
J 020 J 030 J040 J 000
Rata-Rata Keseluruhan 010Y 020Y 030Y 040Y 000Y
(Sumber: Sudjana, 1989:17)
53
Keterangan :
Y : Data besarnya daya
J : Jumlah data besarnya daya
Y : Data rata-rata besarnya daya
E. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini untuk menganalisa data digunakan Analisa Variansi
(anava) dua jalan model tetap . Namun sebelumnya dilakukan uji persyaratan
analisa yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
1. Uji Persyaratan Analisa Data
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah data pada
variabel-variabel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau
tidak. Uji normalitas yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah uji
normalitas Lilifors. Uji normalitas dengan metode Lilliefors digunakan apabila
datanya tidak dalam distribusi frekuensi data bergolong.
Adapun prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Tentukan hipotesis
H0 = Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1 = Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal.
2) Tentukan taraf nyata α = 0,01
3) Menentukan harga SD dengan rumus :
( )( )1
222
−−
= ∑ ∑nn
XXnSD ii
Keterangan :
SD = Simpangan baku atau deviasi standar
n = Jumlah baris
X12 = Jumlah keseluruhan kolom pangkat dua
ΣX12 = hasil pangkat dua X1 kemudian dijumlahkan keseluruhan
54
4) Pengamatan X1, X2,...., Xn dijadikan bilangan Z1, Z2,...., Zn dengan
menggunakan rumus : Zi = SDXXi − .
5) Statistik uji yang digunakan L = Maks [ F(Zi) – S (Zi) ]
Dengan F (Zi) = P (Z ≤ Zi)
S(Zi) = nzzzzbanyaknyaz iN ≤,,, 321
Daerah kritik uji DK = (L L>Lα:n)
Ho ditolak apabila LO mak > Ltabel
Hi diterima apabila LO mak < Ltabel (Budiyono, 2000 : 169)
b. Uji Homogenitas
Untuk menguji persyaratan homogenitas digunakan uji Bartlet, adapun
prosedur yang harus ditempuh adalah sebagai berikut :
1) Tentukan Hipotesis
Ho : S12 = S2
2….= Sk2
Hi : Tidak demikian
2) Taraf Signifikasi α = 0,01
3) Menentukan tabel uji bartlet
Tabel 9. Harga-harga yang perlu untuk uji bartlet
Sample ke Dk 1/dk Si2 Log Si2 (dk)Log Si2
1
2
kekeliruan
N1 – 1
N2 – 1
Nk - 1
1/ N1 – 1
1/ N2 – 1
1/ Nk - 1
Si2
Si2
Si2
Log Si2
Log Si2
Log Si2
(N1 – 1) Log Si2
(N1 – 1) Log Si2
(N1 – 1) Log Si2
Jumlah Σ (Ni – 1) Σ (1/ Ni – 1) Σ (Ni – 1) Log Si2
4) Untuk uji bartlet digunakan statistik chi kuadrat
X2 = (Ln 20){ }2log)1( ii SnB −Σ− ; dimana:
B = Koefisien bartlet = (Log2)Σ (ni – 1)
S2 = Variasi gabungan dari semua sample = {Σ (Ni – 1)Si2/ })1( −Σ i
55
Si2 = ( )( )
1/22
−Σ−Σ
i
i
nnYiYi
5) Daerah Kritik (Daerah Penolakan Ho)
Ho ditolak apabila X2)1)((
2−−≥ kitX α
Ho diterima apabila X2)1)((
2−−≤ kitX α (Sumber : Budiyono, 2000:176)
2. Analisa Data
a. Uji Hipotesis dengan Anava Dua Jalan
Dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis setelah diperoleh data
dengan metode eksperimen yang berdistribusi normal dan memiliki varian yang
homogen. Maka digunakan analisa varian dua jalan, dengan langkah-langkah
pengujian sebagai berikut :
1) Menentukan Hipotesis
a) Ada pengaruh bahan bakar campuran minyak kerosin dengan minyak
pelumas terhadap daya mesin diesel Kama = Ha1
b) Ada pengaruh variasi putaran mesin terhadap daya mesin diesel Kama
= Ha2
c) Ada pengaruh bersama (interaksi) antara bahan bakar campuran
minyak kerosin dengan minyak pelumas dan variasi putaran mesin
terhadap daya mesin diesel Kama. =Ha3
2) Memilih taraf signifikansi tertentu (α = 0,01)
3) Menetapkan kreteria pengujian tertentu, yaitu:
a). Ha1 diterima apabila F≥ Fα ( (a – 1), ab(n -1) )
b). Ha2 diterima apabila F≥ Fα ( (b – 1), ab(n -1) )
c). Ha3 diterima apabila F≥ Fα ( (a – 1), (b– 1), ab(n -1) )
Keterangan:
F : Statistik Uji Hitungan
Fα : Statistik Uji Tabel
4) Menentukan besarnya F
56
Rumus-rumus yang digunakan untuk menganalisa data guna menetukan
jumlah kuadrat (JK), derajat kebebasan (dk), mean kuadrat (KT) dan f observasi
adalah:
2
1 1 1
2 ∑∑∑= = =
=Σa
i
b
j
n
kijkYY dengan dk=abn
Ji00 = Jumlah nilai pengamatan yang ada dalam taraf ke i factor a
=∑∑= =1 1j
b
kijkY
J0j0 = Jumlah nilai pengamatan yang ada dalam taraf ke j factor b
= ∑∑= =
a
i
n
kijkY
1 1
Iij0 = Jumlah nilai pengamatan yang ada dalam taraf ke i factor a dalam
taraf ke J factor B
= ∑=
n
kijkY
1
J000 = Jumlah nilai semua pengamatan
=∑∑∑= = =
a
i
b
j
n
kijkY
1 1 1
2
Ry = abnJ 2
000 dengan dk= 1
Ay = Jumlah kudrat-kuadrat (JK) untuk semua taraf factor A
= ( )2
1000100∑
=−
a
iY
Ybn
= ( )∑=
a
ibnJ
1
2000 / -Ry ,dengan dk=(a -1)
By = Jumlah kudrat-kuadrat (JK) untuk semua taraf factor B
= ( )2
1000100∑
=−
a
iY
Yan
= ( )∑=
b
ibnJ
1
2000 / -Ry ,dengan dk=(b -1)
57
Jab = Jumlah kudrat-kuadrat (JK) untuk semua sel untuk daftar axb
= ( )∑∑= =
−a
i
b
jj YYn
1 1
2
00000
= ( ) RynJb
i
b
kj −∑∑
= =1 1
200 /
ABY = Jumlah kudrat-kuadrat (JK) untuk interaksi antara factor A dan
factor B
= ( )∑∑= =
−−−a
i
b
jjij YYYYn
1 1
2000000000
=jab – Ay – By – Aby dengan dk = (a-1)(n-1)
EY =ΣY2 – Ry – Ay – By – ABy – dengan dk=ab(n-1)
KTA = Mean kuadrat untuk faktor A
= Ay/(a – 1)
KTB = Mean kuadrat untuk faktor B
= Ay/(b – 1)
KTAB = Mean kuadrat untuk faktor A danB
= ABy/(a – 1) (b – 1)
KTE = Ey/ab(n-1)
FA = dkEEydkAAy
// =
KTEKTA
FB = dkEEydkBBy
// =
KTEKTB
FAB = dkEEydkABABy
// =
KTEKTAB
Setelah perhitungan selesai, hasilnya dimasukkan kedalam daftar anava
sebagai berikut:
58
Tabel 10. Rangkuman Anava Dua Jalan
Sumber variasi dk JK KT F
Rata-rata perlakuan
A
B
AB
Kekeliruan (E)
1
a-1
b-1
(a-1)(b-1)
ab(n-1)
Ry
Ay
By
ABy
Ey
Ay/dkA
By/dkB
ABy/dkAB
Ey/dkE
KTA/KTE
KTB/KTE
KTAB/KTE
Jumlah Abn ΣY2 - -
Karena dalam penelitian ini ada 3 buah taraf faktor A dan empat buah
taraf faktor B, yang semuanya digunakan dalam eksperimen, maka untuk
menghitung statistik F, digunakan model tetap yaitu:
a) FA > Ftabel , maka ada pengaruh bahan bakar campuran minyak kerosin
dengan minyak pelumas terhadap daya mesin diesel Kama.
b) FB > Ftabel, maka ada pengaruh variasi putaran mesin terhadap daya
mesin diesel Kama.
c) FAB > Ftabel, maka ada pengaruh bersama (interaksi) antara bahan bakar
campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas dan
variasi putaran mesin terhadap daya mesin diesel Kama.
5) Menetapkan kesimpulan
(Sumber:Sudjana, 1989:114)
b. Komparasi Ganda Pasca Anava Dua Jalan
Komparasi ganda pasca anava bertujuan untuk mengetahui rerata mana
yang berbeda dan rerata mana yang sama. Dalam penelitian ini, komparasi ganda
yang digunakan untuk uji tindak lanjut anava dua jalan adalah dengan
menggunakan metode scheffe. Uji scheffe yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan uji scheffe untuk komparasi rataan antar baris, antar kolom,
dan juga antar sel. Kemudian dicari harga rerata kelompok tiap sel yang nilainya
paling optimal. Hal ini dilakukan agar benar-benar diketahui tingkat perbedaan
besarnya pengaruh masing-masing kombinasi perlakuan terhadap besarnya daya
mesin diesel Kama.
59
Langkah-langkah yang harus ditempuh pada metode Scheffe adalah
sebagai berikut.
1) Mengidentifikasikan semua pasangan komparasi rataan yang ada.
Menentukan tingkat signifikasi α.= 1 %
2) Mencari nilai statistik uji F dengan menggunakan formula:
a. Uji scheffe untuk komparasi rataan antar baris.
Fi-j = ( )⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
j.n1
i .n 1RKG
XX2
ji , RKG = E
Daerah kritik uji (DK) = {F⏐F > (p-1) Fα; p-1, N-pq}
b. Uji scheffe untuk komparasi rataan antar kolom.
Fi-j = ( )⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
j.n1
i .n 1RKG
XX2
ji , RKG = E
Daerah kritik uji (DK) = {F⏐F > (q-1) Fα; q-1, N-pq}
c. Uji scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama
Fij-kj = ( )⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
kj.n1
ij .n 1RKG
XX2
ji , RKG = E
Daerah kritik uji (DK) = {F⏐F > (pq-1) Fα; pq-1, N-pq}
d. Uji scheffe untuk komparasi rataan antar sel pada baris yang sama.
Fij-ik = ( )⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
ik.n1
ij .n 1RKG
XX2
ji , RKG = E
Daerah kritik uji (DK) = {F⏐F > (pq-1) Fα; pq-1, N-pq}
3) Menentukan keputusan uji untuk masing-masing komparasi ganda.
4) Mengambil kesimpulan keputusan uji yang ada.
Keterangan :
Fi – j = Nilai Fobs. Pada perbandingan baris ke i dan baris ke j
60
Fij – kj = Nilai Fobs. Pada perbandingan rataan pada sel ke i dan sel ke j
X i = Rataan pada baris ke-i.
X j = Rataan pada baris ke-j.
X ij = Rataan pada sel ij.
X kj = Rataan pada sel kj.
RKG = E = Rataan kuadrat galat.
n . i = Ukuran sampel baris ke-i.
n . j = Ukuran sampel baris ke-j.
n . ij = Ukuran sel ij.
n . kj = Ukuran sel kj.
(Sumber : Budiyono, 2000 : 209)
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Seperti telah diuraikan pada Bab III, penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang melibatkan dua faktor. Faktor A adalah bahan bakar campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas yaitu solar murni, 50 : 1, 33.3 : 1 dan 25 : 1. Sedangkan faktor B adalah putaran mesin, yaitu putaran 1100 rpm, 1300 rpm, 1500 rpm dan 1700 rpm. Faktor A dan faktor B merupakan variabel bebas, sedangkan variabel terikatnya adalah daya motor. Secara lengkap data hasil Penghitungan daya dapat dideskripsikan berikut ini: Tabel 11. Hasil Per hitungan Daya Mesin Diesel Kama (KW).
FAKTOR B (Variasi Putaran Mesin)
1100 Rpm
1300 Rpm
1500 Rpm
1700 Rpm Jumlah
Rata-rata
3,01 3,38 3,64 3,87 3,02 3,25 3,66 3,95
Standart/ Solar Murni 3,11 3,33 3,54 3,90 Jumlah 9,14 9,96 10,84 11,72 41,66
Rata-rata 3,05 3,32 3,61 3,91 3,47 3,71 3,95 4,25 4,47
3,76 4,01 4,20 4,49 50 : 1 3,80 4,02 4,19 4,47
Jumlah 11,27 11,98 12,64 13,43 49,32 Rata -rata 3,76 3,99 4,21 4,48 4,11
4,27 4,53 4,65 4,87 4,29 4,48 4,64 4,86 33 : 1 4,31 4,56 4,73 4,92
Jumlah 12,87 13,57 14,02 14,65 55,11 Rata-rata 4,29 4,52 4,67 4,88 4,59
4,56 4,81 5,03 5,33 4,60 4,87 5,07 5,31 25 : 1 4,55 4,85 5,11 5,25
Jumlah 13,71 14,53 15,21 15,89 59,34 FAK
TO
R A
( C
ampu
ran
Min
yak
Ker
osin
Den
gan
Min
yak
Pelu
mas
)
Rata-rata 4,57 4,84 5,07 5,30 4,95
Jumlah Besar 46,99 50,04 52,71 55,69 205,43
Rata-rata besar 3,92 4,17 4,39 4,64 4.28
61
62
Data hasil penghitungan daya motor dalam Tabel 11 di atas diperoleh
berdasarkan perhitungan daya dengan rumus yang telah diberikan pada Bab II
berdasarkan besarnya beban mesin yang terukur pada alat dinamometer dan untuk
penghitungannya dapat dilihat pada lampiran 2.
Sedangkan deskripsi data dari pengukuran beban mesin dengan alat dinamometer secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Secara umum hasil penghitungan daya pada mesin Kama dapat dijelaskan pada Tabel 12 sebagai berikut : Tabel 12. Hasil Rata – Rata Perhitungan Daya Mesin Kama (KW).
Variasi Putaran Mesin Campuran Minyak Kerosin
Dengan Minyak Pelumas 1100 Rpm 1300 Rpm 1500 Rpm 1700 Rpm
Standar / Solar Murni 3.05 3.32 3.61 3.91
50 : 1 3.76 3.99 4.21 4.48
33.3 : 1 4.29 4.52 4.67 4.88
25 : 1 4.57 4.84 5.07 5.30
Dari hasil rata - rata pada Tabel 12 dapat dijelaskan bahwa dari hasil pengukuran daya mesin diesel Kama KM 178 FS yang telah diberi perlakuan campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas didapatkan daya terendah pada campuran 50 : 1 minyak kerosin dengan minyak pelumas sebesar 3.71 KW pada putaran 1100 rpm. Kemudian daya ini meningkat seiring dengan penambahan kadar minyak pelumas yang dicampurkan kedalam minyak kerosin 33.3 : 1 dan 25 : 1. Sedangkan putaran yang lebih tinggi juga akan dapat meningkatkan daya yang dihasilkan pada masing – masing perlakuan campuran minyak kerosin dan minyak pelumas, semakin besar putaran mesin yang terjadi, daya yang dihasilkan akan semakin besar pula. Hal ini ditunjukan oleh daya tertinggi sebesar 5.33 KW pada campuran bahan bakar minyak kerosin dan minyak pelumas sebanyak 25 : 1 pada putaran 1700 rpm.
63
Gambar 9. Histogram Pengaruh Campuran Minyak Kerosin Dengan Minyak
Pelumas Dan Putaran Mesin Terhadap Daya Mesin Diesel Kama KM 178 FS (KW).
Gambar 10.Grafik Pengaruh Campuran Minyak Kerosin Dengan Minyak Pelumas Dan Variasi Putaran Mesin Terhadap Daya Mesin Diesel Kama KM 178 FS (KW).
64
Pada Gambar 9 dan 10 dapat diamati bahwa dengan penambahan minyak
pelumas kedalam minyak kerosin dan variasi putaran mesin pada setiap
perlakuannya menghasilkan daya motor yang terus meningkat. Hal ini
menunjukkan bahwa arah daya mengikuti treadline garis lurus/karakteristik
tertentu dimana penambahan daya diikuti oleh penambahan putaran mesin.
B. Uji Persyaratan Analisa Karena penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, maka data yang
diperoleh sebelum dianalisa dengan uji Analisa Variansi dua jalan, maka
dilakukan uji pendahuluan atau uji prasyarat analisa yang meliputi uji normalitas
dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas Uji normalitas dipakai untuk menguji apakah data hasil penelitian yang
didapatkan mempunyai distribusi yang normal atau tidak. Untuk uji ini dilakukan
dengan menggunakan uji normalitas Lilliefors, dengan taraf signifikansi 1%.
Selanjutnya mencari harga Lmaks { |F(Zi) - S(Zi)| } pada masing-masing kelompok
perlakuan. Kemudian harga Lmaks untuk kolom dikonsultasikan dengan harga
LTabel yang didapatkan pada Tabel dengan N = 12 dan diperoleh LTabel sebesar
0,275 dan untuk baris dikonsultasikan dengan harga LTabel yang didapatkan pada
Tabel dengan N = 12 dan diperoleh LTabel sebesar 0,275. Jika hasil perhitungan
mendapatkan harga Lmaks lebih kecil dari harga LTabel, maka data berdistribusi
normal. Adapun keputusan uji normalitas, data selengkapnya adalah tersebut
dalam Tabel 13.
65
Tabel 13. Hasil Uji Normalitas dengan Metode Liliefors
Sumber Perlakuan Data Hasil Uji Keputusan
Kolom A1 Lobs= 0,1582 < L0.01; 12 = 0,275 Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Kolom A2 Lobs= 0,1549 < L0.01; 12 = 0,275 Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Kolom A3 Lobs= 0,1515 < L0.01; 12 = 0,275 Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Kolom A4 Lobs= 0,1515 < L0.01; 12 = 0,275 Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Baris B1 Lobs= 0,1077 < L0.01; 12 = 0,275 Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Baris B2 Lobs= 0,1255 < L0.01; 12 = 0,275 Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Baris B3 Lobs= 0,1425 < L0.01; 12 = 0,275 Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Baris B4 Lobs= 0,1388 < L0.01; 12 = 0,275 Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Keputusan Uji Normalitas
Karena Lmaks dari perlakuan tidak berada pada daerah kritik atau lebih
kecil dari Ltabel maka Ho masing-masing perlakuan diterima. Jadi data hasil
pengukuran daya mesin dalam penelitian ini secara keseluruhan berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran
4.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan beberapa buah
rata-rata. Pada penelitian ini, digunakan metode Bartlett untuk uji homogenitas.
Dan pengambilan kesimpulan dengan taraf signifikasi 1%. Untuk uji homogenitas
antar baris jika didapatkan harga X2Hitung lebih kecil dari haga X2
Tabel [X2(0,99)(11) =
24.7], berarti data yang didapatkan berasal dari sampel yang homogen. Sedangkan
untuk uji homogenitas antar kolom jika didapatkan harga X2Hitung lebih kecil dari
haga X2Tabel [X2
(0,99)(11) = 24.7], berarti data yang didapatkan berasal dari sampel
yang homogen, dengan Metode Bartlet yang telah dilakukan adalah terlihat seperti
dalam Tabel 14 :
66
Tabel 14. Hasil Uji Homogenitas dengan Metode Bartlet
Sumber Variasi X2 X2 (1-α)(k-1) Keputusan Uji
Kolom
Baris
0,22
1.70
24.70
24.70
Ho diterima
Ho diterima
Keputusan Uji Homogenitas
Karena masing-masing sumber memenuhi kriteria X2 < X2(1-α)(k-1)
sehingga X2hitung tidak terletak pada daerah kritik, maka Ho diterima. Jadi kedua
faktor tersebut (baris dan kolom) berasal dari populasi yang homogen.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
C. Pengujian Hipotesis 1. Uji Hipotesis Dengan Anava Dua Jalan
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh campuran bahan bakar minyak
kerosin dengan minyak pelumas dan putaran mesin terhadap daya motor, perlu
dilakukan suatu pengujian statistik. Dalam penelitian ini, uji statistik yang
digunakan adalah analisa variasi dua jalan. Hasil pengujian analisa variasi dua
jalan tersebut adalah sebagai indikator ada pengaruh campuran minyak kerosin
dengan minyak pelumas dan putaran mesin terhadap daya mesin.
Kemudian untuk melihat besarnya pengaruh masing-masing variabel
serta interaksi antara kedua variabel tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 15,
yaitu Tabel ringkasan hasil uji F untuk anava dua jalan sebagai berikut:
(perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 6 ).
Tabel 15. Ringkasan Hasil Uji F Untuk Anava Dua Jalan
Sumber Variasi Dk JK KT F Ftabel P Rata-rata perlakuan
A B
AB Kekeliruan
1 3 3 9 32
879.197614.66623.45090.07160.0564
4.8887 1.1503 0.0080 0.0018
2773.75
652.65 4.51
4.46 4.46 3.01
<0,01 <0,01 <0,01
Jumlah 48 897.4427 6.0488 - -
67
Keterangan :
A : Campuran Bahan Bakar Minyak kerosin Dengan Minyak Pelumas.
B : Variasi Putaran Mesin.
AB : Pengaruh bersama (interaksi) campuran bahan bakar minyak kerosin
dengan minyak pelumas dan variasi putaran mesin
Berdasarkan rangkuman hasil Uji F untuk anava dua jalan pada Tabel 15
dapat diambil keputusan uji sebagai berikut :
a. Pengaruh Campuran Bahan Bakar Minyak Kerosin Dengan Minyak Pelumas
Terhadap Daya Mesin Diesel Kama ( Faktor A)
Tabel 15 terlihat bahwa Fobservasi = 2773.75 dan Ftabel = 4.46 sehingga
Fobservasi > Ftabel. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara campuran
minyak kerosin dengan minyak pelumas terhadap daya mesin diesel Kama. Jadi
hipotesis pertama dapat diterima.
b. Pengaruh Putaran Mesin Terhadap Daya Mesin Diesel Kama (Faktor B)
Tabel 15 terlihat bahwa Fobservasi = 652.65 dan Ftabel = 4.46 sehingga
Fobservasi > Ftabel. Jadi dapat disimpulkan ada pengaruh antara putaran mesin
terhadap daya mesin diesel Kama. Hal ini menunjukan bahwa putaran mempunyai
pengaruh terhadap daya yang dihasilkan dalam suatu mesin. Jadi hipotesis kedua
dapat diterima.
c. Pengaruh Bersama (Interaksi) Campuran Bahan Bakar Minyak Kerosin
Dengan Minyak Pelumas Dan Variasi Putaran Mesin Terhadap Daya Mesin
Diesel Kama (Faktor AB).
Tabel 15 terlihat bahwa Fobservasi = 4.51 dan Ftabel = 3.01 sehingga
Fobservasi > Ftabel. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada interaksi secara bersama-sama
antara campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas dan putaran mesin
terhadap daya mesin diesel Kama. Jadi hipotesis ketiga dapat diterima.
2. Hasil Komparasi Ganda Pasca Anava Dua Jalan
Setelah melakukan analisis dengan menggunakan analisa variansi dua
jalan, maka untuk melihat perbedaan reratanya agar menjadi lebih jelas,
68
dilanjutkan dengan uji komparasi ganda. Komparasi ganda setelah anava yang
dilakukan disini adalah dengan mempergunakan uji Scheffe untuk analisa variansi
dua jalan. Rataan masing-masing komparasi untuk komparasi ganda pasca anava
dapat dilihat pada lampiran hasil perhitungan uji Scheffe untuk analisa variansi
dua jalan dapat dilihat pada Tabel 16, 17, 18 dan 19 berikut ini:
(Perhitungan selengkapnya untuk tabel 16, 17, dan 18 terdapat pada Lampiran 7).
Tabel 16. Hasil Komparasi Rataan Antar Baris
No. Sumber perbedaan antar baris
(Campuran minyak kerosin
dengan minyak pelumas)
Fobservasi (p-1)Fα;p-1,N-
pq Kesimpulan
1.
2.
3.
4
5.
6.
Standart/ solar murni >< 50 : 1
Standart/ Solar murni >< 33.3 : 1 Standart/ Solar murni >< 25 : 1
50 : 1 >< 33.3 : 1 50 : 1 >< 25 : 1
33.3 : 1 >< 25 : 1
1389.10
4282.73
7400.15
793.66
2376.90
423.60
13.38
13.38 13.38
13.38 13.38
13.38
Ada perbedaan
Ada perbedaan Ada perbedaan
Ada perbedaan Ada perbedaan
Ada perbedaan
Keterangan : Ada perbedaan jika Fobs. > (p-1)Fα;p-1,N-pq
Tabel 17. Hasil Komparasi Rataan Antar Kolom
No. Sumber perbedaan antar kolom
(Putaran Mesin) Fobservasi (q-1)Fα;p-1,N-pq Kesimpulan
1.
2.
3.
4
5.
6.
1100 >< 1300
1100 >< 1500 1100 >< 1700
1300 >< 1500 1300 >< 1700
1500 >< 1700
220.23
774.58
1791.90
168.77
755.74
210.24
13.38
13.38 13.38
13.38 13.38
13.38
Ada perbedaan
Ada perbedaan Ada perbedaan
Ada perbedaan Ada perbedaan
Ada perbedaan
Keterangan : Ada perbedaan jika Fobs. > (q-1)Fα;q-1,N-pq
69
Tabel 18. Hasil Komparasi Rataan Antar Sel Pada Kolom yang Sama
Sumber Perbedaan Antar Kolom No
Campuran Minyak Kerosin Dengan Minyak Pelumas
Faktor B
Fobservasi (pq-1)Fα;
pq-1, N-pq
Kesimpulan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Standar >< 50 : 1
Standar >< 33.3 : 1
Standar >< 25 : 1
50:1 >< 33.3:1
50:1 >< 25:1
33.3 : 1 >< 25 : 1
Standar >< 50 : 1
Standar >< 33.3 : 1
Standar >< 25 : 1
50:1 >< 33.3:1
50:1 >< 25:1
33.3 : 1 >< 25 : 1
Standar >< 50 : 1
Standar >< 33.3 : 1
Standar >< 25 : 1
50:1 >< 33.3:1
50:1 >< 25:1
33.3 : 1 >< 25 : 1
Standar >< 50 : 1
Standar >< 33.3 : 1
Standar >< 25 : 1
50:1 >< 33.3:1
50:1 >< 25:1
33.3 : 1 >< 25 : 1
1100
1100
1100
1100
1100
1100
1300
1300
1300
1300
1300
1300
1500
1500
1500
1500
1500
1500
1700
1700
1700
1700
1700
1700
429.63
1317.51
1977.74
242.42
563.79
66.82
386.40
1234.10
1977.74
239.40
615.77
87.27
306.82
957.61
1808.42
180.34
625.46
134.10
276.90
812.96
1646.68
140.95
573.07
145.61
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Ada perbedaan
Keterangan : Ada perbedaan jika Fobs. > (pq-1)Fα;pq-1,N-pq
70
Tabel 19. Hasil Komparasi Rataan Antar Sel Pada Baris yang Sama
Sumber Perbedaan Antar Kolom
No.
Putaran Mesin
Faktor A
Fobservasi (pq-1)Fα;
pq-1, N-pq Kesimpulan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
1100><1300
1100><1500
1100><1700
1300><1500
1300><1700
1500><1700
1100><1300
1100><1500
1100><1700
1300><1500
1300><1700
1500><1700
1100><1300
1100><1500
1100><1700
1300><1500
1300><1700
1500><1700
1100><1300
1100><1500
1100><1700
1300><1500
1300><1700
1500><1700
Standar
Standar
Standar
Standar
Standar
Standar
50 : 1
50 : 1
50 : 1
50 : 1
50 : 1
50 : 1
33.3 : 1
33.3 : 1
33.3 : 1
33.3 : 1
33.3 : 1
33.3 : 1
25 : 1
25 : 1
25 : 1
25 : 1
25 : 1
25 : 1
63.67
273.67
630.34
73.33
293.33
73.33
47.74
177.74
441.82
41.25
199.10
59.10
46.40
125.24
300.04
41.25
199.10
59.10
63.67
125.24
450.04
43.79
175.15
43.79
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
39.3
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Ada Perbedaan
Keterangan : Ada perbedaan jika Fobs. > (pq-1)Fα;pq-1,N-pq
Hasil perhitungan uji Scheffe pasca anava menunjukkan bahwa sebagian
besar Fobs. lebih besar dari kriteria uji, dengan demikian sebagian besar kombinasi
perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap daya motor.
71
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa :
a. Pada semua variasi perlakuan campuran bahan bakar minyak kerosin dengan
minyak pelumas berbeda pengaruhnya terhadap daya mesin diesel Kama.
b. Pada semua variasi perlakuan putaran mesin berbeda pengaruhnya terhadap
daya mesin diesel Kama.
c. Pada semua variasi perlakuan campuran bahan bakar minyak kerosin dengan
minyak pelumas dan variasi putaran mesin berbeda pangaruhnya terhadap
daya mesin diesel Kama.
D. Pembahasan Hasil Analisa Data
Setelah dilakukan analisa data hasil eksperimen dapat dikemukakan
fakta-fakta dan pembahasannya sebagai berikut :
1. Dari Tabel 12, yang merupakan rangkuman hasil penelitian tingkat daya mesin
dan rata-rata (mean) setiap kelompok perlakuan, dapat dilihat bahwa tingkat
daya mesin diesel Kama pada campuran minyak kerosin dengan minyak
pelumas sebanyak 25 : 1 dengan putaran 1700 rpm adalah yang paling tinggi.
Hal ini disebabkan pertama karena pada campuran 25 : 1 menghasilkan
kondisi bahan bakar yang lebih baik dengan kebutuhan pembakaran di dalam
silinder mesin dimana proses atomisasinya lebih sempurna dibanding
campuran lainnya. Dengan kandungan yang dimiliki oleh minyak kerosin
yang memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dari solar yakni 10 976. Selain itu
dengan campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas tersebut akan
merubah sifat fisis bahan bakar dimana dengan campuran minyak kerosin
dengan minyak pelumas 25 : 1menghasilkan viskositas dan berat jenis yang
lebih tinggi yang mendekati campuran 30 : 1 yaitu ≥ 2.475 F(cSt) dan 0.8065,
walaupun viskositas dan berat jenis tersebut lebih tinggi dari minyak solar.
Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 3 dan 4. Namun dua hal tersebut sudah
mampu meningkatkan daya pada mesin diesel. Kedua, karena putaran yang
terjadi lebih banyak sehingga usaha tiap satuan waktu yang dilakukan oleh
mesin juga lebih besar.
72
2. Dari Tabel 15, dapat dilihat bahwa pengaruh antara campuran minyak kerosin
dengan minyak pelumas solar terhadap daya motor adalah FA lebih besar dari
pada Ftabel pada taraf signifikan 0,01. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara campuran minyak kerosin dengan minyak
pelumas terhadap daya motor. Campuran minyak kerosin dengan minyak
pelumas akan menyebabkan perubahan kualitas bahan bakar menjadi lebih
baik terutama sifat-sifat Fisis bahan bakar. Campuran 25 : 1 merupakan
penghasil daya yang paling tinggi yaitu 5.33 KW dibandingkan dengan
campuran lain. Dari pencampuran ini dapat menyebabkan perubahan kualitas
bahan bakar menjadi lebih baik, sesuai dengan kebutuhan mesin terutama
sifat-sifat fisis bahan bakar yang meliputi viskositas dan berat jenis. Hal
tersebut dapat mempengaruhi pembakaran sehingga proses pembakaran pun
terjadi dengan lebih sempurna.
3. Dari Tabel 15, dapat dilihat bahwa pengaruh antara putaran terhadap daya
motor adalah FB lebih besar dari pada Ftabel pada taraf signifikan 0,01 maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara putaran
terhadap daya motor. Hal ini disebabkan karena semakin banyak frekuensi
putarannya berarti lebih banyak langkah yang terjadi pada waktu yang sama
sehingga usaha tiap satuan waktu yang dilakukan oleh mesin juga lebih besar.
Jadi dengan bertambahnya putaran poros mesin maka daya yang dihasilkan
akan meningkat. Tetapi dengan bertambahnya putaran mesin juga akan
berpengaruh terhadap penurunan beban mesin sehingga peningkatan daya
akan menghasilkan daya maksimal pada titik putaran dan beban tertentu, hal
itu disebabkan karena putaran mesin dan beban memiliki karakteristik
tertentu. Jadi walaupun semakin banyak putaran yang dihasilkan maka akan
semakin memperbesar daya yang dihasilkan namun mempunyai titik
maksimal. Setelah titik putaran tersebut dilampaui daya yang dihasilkan
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya kerugian gesek,
bunyi dan getaran serta berkurangnya efisiensi pengisian yang terjadi pada
putaran tinggi. Pada penelitian ini daya tertingi dihasilkan pada putaran 1700
yaitu sebesar 5.33 KW, sedangkan sesuai dengan spesifikasi mesin diesel
73
Kama, rata-rata daya akan tercapai pada putaran 1500 rpm sebesar 3.7 KW
dan 1800 rpm sebesar 4 KW.
4. Dari Tabel 15, dapat dilihat bahwa perbedaan pengaruh bersama (interaksi)
antara campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas dan putaran
terhadap daya motor adalah FAB lebih besar dari pada Ftabel pada taraf
signifikan 0,01. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada perbedaan yang
signifikan pengaruh bersama (interaksi) antara campuran minyak kerosin
dengan minyak pelumas dan putaran terhadap daya motor. Hal ini disebabkan
karena campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas dapat
meningkatkan kualitas bahan bakar terutama sifat-sifat fisis bahan bakar yang
meliputi viskositas dan berat jenis. Hal tersebut akan mempengaruhi proses
atomisasi yang menyebabkan pembakarannya menjadi dengan lebih
sempurna. Sedangkan semakin banyak frekuensi putarannya berarti lebih
banyak langkah yang terjadi pada waktu yang sama sehingga usaha tiap satuan
waktu yang dilakukan oleh mesin juga lebih besar.
5. Komparasi ganda pasca anava yang dilakukan dengan menggunakan uji
Scheffe menunjukan bahwa daya mesin diesel pada semua perlakuan
mempunyai perbedaan. Pada Tabel 16 ditunjukan hasil komparasi rataan antar
baris (variasi campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas) dari data
eksperimen yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa FObservasi lebih besar dari
kriteria uji sehingga disimpulkan bahwa pada campuran bahan bakar minyak
kerosin dengan minyak pelumas berbeda pengaruhnya terhadap daya mesin
diesel Kama KM 178 FS. Pada Tabel 17 ditunjukan hasil komparasi rataan
antar kolom (variasi putaran mesin) dari data eksperimen yang telah dilakukan
, dapat dilihat bahwa semua hasil FObservasi lebih besar dari kriteria uji sehingga
disimpulkan bahwa pada semua variasi putaran mesin berbeda pengaruhnya
terhadap daya mesin diesel Kama KM 178 FS. Pada Tabel 18 ditunjukan hasil
komparasi rataan antar sel dalam kolom yang sama dari data eksperimen yang
telah dilakukan, dapat dilihat bahwa FObservasi lebih besar dari kriteria uji
sehingga disimpulkan bahwa campuran bahan bakar minyak kerosin dengan
minyak pelumas pada semua variasi putaran mesin bebeda pengaruhnya
74
terhadap daya mesin diesel Kama KM 178 FS. Sedangkan Pada Tabel 19
ditunjukan hasil komparasi rataan antar sel dalam baris yang sama dari data
eksperimen yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa FObservasi lebih besar dari
kriteria uji sehingga disimpulkan bahwa pada semua variasi putaran mesin
pada campuran bahan bakar minyak kerosin dengan minyak pelumas berbeda
pengaruhnya terhadap daya mesin diesel Kama KM 178 FS.
6. Pada Gambar 9 merupakan Histogram pengaruh campuran minyak kerosin
dengan minyak pelumas terhadap daya mesin diesel Kama. Histogram tersebut
diperoleh berdasarkan hasil penelitian, pada histogram tersebut dapat dilihat
daya mesin yang paling rendah adalah dari bahan bakar standar (solar murni)
tanpa campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas pada putaran 1100
rpm. Hal ini terlihat pada data penelitian bahwa daya mesin yang paling
rendah adalah sebesar 3.01 KW. Pada Histogram tersebut juga dapat diamati
daya motor yang paling tinggi adalah pada campuran minyak kerosin dengan
minyak pelumas sebanyak 25 : 1 dengan putaran 1700 rpm. Hal ini terlihat
pada data penelitian bahwa daya motor yang paling tinggi sebesar 5.33 KW.
Pada Histogram tersebut dapat diamati bahwa bentuk atau arah Histogram
mempunyai kecenderungan naik terus pada setiap bahan bakar campuran
minyak kerosin dengan minyak pelumas untuk semua variasi putaran. Pada
Grafik 10 tersebut juga dapat diamati bahwa semakin tinggi putaran mesin
maka daya mesin yang dihasilkan juga akan semakin besar. Hal ini disebabkan
karena semakin banyak frekuensi putarannya berarti lebih banyak langkah
yang terjadi pada waktu yang sama sehingga usaha tiap satuan waktu yang
dilakukan oleh mesin juga lebih besar. Jadi dengan bertambahnya putaran
poros mesin maka daya yang dihasilkan akan meningkat. Pada grafik tersebut
dapat dilihat bahwa bentuk atau arah grafik mempunyai kecenderungan naik
pada setiap variasi putaran mesin untuk semua campuran bahan bakar minyak
kerosin dengan minyak pelumas. Hal ini ditunjukkan pada data hasil
penelitian dimana daya mesin diesel yang dihasilkan dari putaran 1100 rpm,
1300 rpm, 1500 rpm dan 1700 rpm mengalami kenaikan untuk setiap variasi
campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas 50 : 1, 33.3 : 1 dan 25 : 1.
75
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada Bab IV dengan
mengacu pada perumusan masalah, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Ada pengaruh yang signifikan campuran bahan bakar minyak kerosin dengan
minyak pelumas terhadap daya mesin diesel Kama KM 178 FS. Hal ini
ditunjukkan pada hasil uji analisa data yang menyatakan bahwa Fobs =
2773,75 lebih besar dari Ftabel = 4.46 (Fobs>Ft) pada taraf signifikansi 1 %.
2. Ada pengaruh yang signifikan variasi putaran mesin terhadap daya mesin
diesel Kama KM 178 FS, ini ditunjukkan pada hasil uji analisa data yang
menyatakan bahwa Fobs= 652.65 lebih besar dari Ftabel = 4,46 (Fobs>Ft) pada
taraf signifikansi 1 %.
3. Ada pengaruh yang signifikan interaksi campuran bahan bakar minyak
kerosin dengan minyak pelumas dan variasi putaran mesin terhadap daya
mesin diesel Kama KM 178 FS. Hal ini ditunjukkan pada hasil uji analisa
data yang menyatakan bahwa Fobs= 4.51 lebih besar dari Ftabel = 3.25 (Fobs>Ft)
pada taraf signifikansi 1 %.
4. Daya maksimal yang dihasilkan oleh Mesin Diesel Kama KM 178 FS dalam
penelitian ini adalah sebesar 5.33 KW pada putaran 1700 rpm dengan varisi
campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas sebanyak 25 : 1.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian yang didukung oleh landasan teori yang
telah dikemukakan, tentang campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas
dan variasi putaran mesin terhadap daya mesin diesel Kama, dapat diterapkan ke
dalam beberapa implikasi yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
75
76
1. Implikasi Teoritis
Di dalam penelitian ini menyelidiki pengaruh campuran bahan bakar
minyak kerosin dengan minyak pelumas dan variasi putaran mesin terhadap daya
mesin diesel Kama.
Yang dimaksud dengan campuran minyak kerosin dengan minyak
pelumas adalah campuran 50:1, 33.3 : 1, dan 25 : 1minyak pelumas kedalam
minyak kerosin dalam 1 liter. Adapun minyak kerosin yang dimaksud disini yaitu
minyak tanah yang sering digunakan oleh ibu rumah tangga untuk memasak,
sedangkan minyak pelumas yang dipakai adalah minyak pelumas jenis 2T yang
memiliki spesifikasi khusus untuk melumasi ruang bakar. Pada saat penggunaan
solar murni, bahan bakar solar memiliki sifat fisis yang kurang sesuai dengan
kebutuhan pembakaran di dalam mesin bila dibandingkan dengan sesudah
penggunaan campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas. Penggunaan
campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas akan memperbaiki atau
meningkatkan kualitas bahan bakar terutama sifat fisis bahan bakar seperti:
viskositas, berat jenis dan dengan masih memiliki nilai kalor yang tinggi dari
kandungan yang terdapat dalam minyak kerosin. Hal tersebut akan dapat
menyempurnakan proses atomisasinya dan mempersingkat waktu persiapan
pembakaran sehingga bahan bakar akan terbakar lebih sempurna di dalam silinder,
sehingga daya yang dihasilkan oleh mesin lebih bagus.
Sedangkan putaran mesin yang dipakai dalam penelitian ini adalah 1100
rpm, 1300 rpm, 1500 rpm dan 1700 rpm. Semakin banyak frekuensi putarannya
berarti lebih banyak langkah yang terjadi pada waktu yang sama sehingga usaha
tiap satuan waktu yang dilakukan oleh mesin juga lebih besar. Jadi dengan
bertambahnya putaran poros mesin maka daya yang dihasilkan akan meningkat
sampai batas tertentu.
Dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar pengembangan
penelitian selanjutnya, yang relevan dengan masalah yang dibahas dalam
penelitian ini. Di samping itu juga sebagai bukti dan pendukung teori yang telah
dikemukakan sebelumnya bahwa daya mesin dipengaruhi oleh campuran minyak
kerosin dengan minyak pelumas. Penelitian ini sekaligus sebagai pendukung
77
penelitian yang telah dilakukan oleh Wahyudi Kurniawan dengan judul Pengaruh
Analisa Unjuk Kerja Motor Diesel Dengan Menggunakan Bahan Bakar Kerosin.
2. Implikasi Praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penggunaan
motor diesel untuk mendapatkan daya yang optimal dengan menggunakan
campuran bahan bakar minyak kerosin dan minyak pelumas. Bahan bakar ini
dapat dijadikan sebagai bahan bakar pengganti dalam penggunaan motor diesel,
disamping bahan bakar solar. Hal ini juga dapat digunakan untuk pertimbangan
para pemilik motor diesel dalam menggunakan campuran tersebut yang ideal
namun masih tetap menguntungkan terutama dari segi ekonomis dengan harga
yang murah dan irit bahan bakarnya serta masih tetap baik dalam performa
mesinnya.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan implikasi yang
ditimbulkan, maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Untuk menghasilkan daya motor yang optimal dapat dilakukan dengan
memakai campuran bahan bakar minyak kerosin dengan minyak pelumas 25 :
1, tetapi kemungkinan daya tersebut dapat bertambah dengan campuran
minyak pelumas yang lebih banyak, namun meskipun begitu masih harus
tetap mempertimbangkan dari segi ekonomis harganya dan komponen mesin.
Adapun viskositas campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas yang
medekati minyak solar adalah 10%.
2. Bagi masyarakat pengguna campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas
ini disarankan pemakaiannya dengan campuran 25 : 1, karena dari segi daya
yang dihasilkan lebih tinggi dima harga perliter dari campuran bahan bakar ini
yaitu berkisar Rp.3000,- ,perawatan komponen mesinnya lebih awet dalam
penggunaannya dan terhindar dari kerusakan yang nantinya bias terjadi.
Adapun untuk campuran 33.3 : 1 harganya berkisar Rp.2896,- dan untuk
campuran 50 ; 1 penggunaannya mengeluarkan sekitar Rp.2755,- . Meskipun
78
untuk pemakaian campuran 50 : dan 33.3 : 1 daya sudah meningkat, dari pada
dengan menggunakan solar murni tetapi segi perawatan komponen mesin
masih harus diutamakan.
3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang pengaruh komponen mesin akibat
penggunaan campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas secara terus
menerus.
4. Sistim pendingin motor diesel harus benar-benar diperhatikan, mengingat
dengan bahan bakar campuran ini temperatur motor diesel lebih tinggi dan
apabila sistim pendinginan tidak lancar maka akan mengakibatkan keretakan
pada silinder liner dan piston.
5. Untuk lebih mengoptimalkan unjuk kerja yang dihasilkan dengan
menggunakan bahan bakar campuran ini perlu memodifikasi pengaturan
tekanan pompa, waktu penginjeksian, serta pola pengabutan.
6. Meskipun secara teknis dan ekonomi penggunaan bahan bakar campuran
minyak kerosin dengan minyak pelumas terpenuhi tetapi perlu diingat bahwa
life time spare part tentunya akan semakin cepat. Hal ini disebabkan
temperatur motor yang lebih tinggi untuk itu perlunya penelitian lanjut
mengenai dampak penggunaan bahan bakar campuran ini terhadap komponen
mesin.
79
DAFTAR PUSTAKA
Brady, N Robert. 1996. Modern Diesel Technology. New Jersey:Pentice Hall,Inc. Budiyono. 2000. Statistika Dasar Untuk Penelitian. Surakarta : FKIP UNS. Buntarto. 1987. Teknik Motor Diesel. Solo : CV.Aneka. Departemen Training. 1995. Step 2 Materi Pelajaran Engine Group. Jakarta:
PT.Toyota Astra Motor. Edward T.Obert .1973. Internal Combustion Engine And Air Pollution .Harper
dan row publisher, inc. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 2002.
Pedoman Penulisan Skripsi. Surakarta : UNS Press. Internet .Minyak Kerosin. http://www.wikipedia.com, 13 September 2005
. Minyak Kerosin. http://www.iptek .com, 25 Juni 2006
. Spesifikasi Minyak Kerosin Dan Minyak Pelumas MESRANIA 2T SUPER http://www.pertamina.com,12 September 2006
.Porto Polio Bahan Bakar Cair. http://www.chemeng.ui.ac.id.com, 10
Oktober 2005
.Lemigas. http://www.balik papan.indonet.id.com, 10 Desember 2005
.Specification Product Diesel Oil. http://www.pertamina.com, 10 Desember 2005
Karyanto, E. 2002. Panduan Reparasi Mesin Diesel Dasar Operasi Service.Jakarta
: Pedoman Ilmu Jaya. Mallev VL. 1986. Operasi Mesin Diesel dan Pemeliharaan. Jakarta: PT.Start
Motor Indonesia. Nakoela Soenarta dan Shoichi Furuhama. 1995. Motor Serba Guna. Jakarta:
Pradya Paramita. Nur Ahadiat. 1987. Minyak Solar Mutu Dan Penggunaannya .Lembaran Publikasi
LEMIGAS. No.3.
79
80
. 1994. Pengaruh Kualitas Minyak Solar Pada Proses Pembakaran . Lembaran Publikasi LEMIGAS No.3.
Pangarso Subarjo.1986. Pengaruh Pencampuran Kerosin Terhadap Solar Untuk
Bahan Bakar Diesel . Lembar Publikasi LEMIGAS No. 2. Pallawagau La Puppung. 1985. Pelumas Untuk Motor Diesel .Lembaran Publikasi
LEMIGAS No.3 1985. Minyak Pelumas Untuk Motor Bensin 2
Langkah Lembaran Publikasi LEMIGAS No.1 Sudarminto. 1971. Motor Bakar.Bandung : Tarsito. Sudjana. 1991. Desain Analisa Eksperimen Edisi III. Bandung : Tarsito.
1989. Metode Statistika. Bandung : Tarsito
Suharsimi Arikunto.1993. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta.
Toyota. 1995. New Step 1 Training Manual. Jakarta: PT.Toyota Astra Motor. Wahyudi Kurniawan. 2003. Analisa Unjuk Kerja Motor Diesel Dengan
Menggunakan Bahan Bakar Kerosin (Studi Kasus Pada Kapal Nelayan Tradisional di Desa Weru Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan). Tugas Akhir. Surabaya : ITS.
Wiranto Arismunandar dan Koichi Tsuda. 1975. Motor Diesel Putaran Tinggi.
Jakarta: Pradya Paramita.
81
DATA HASIL PENGUKURAN BEBAN MESIN DIESEL KAMA KM 178 FS (Kg)
FAKTOR B (Variasi Putaran Mesin)
1100
rpm
1300
rpm
1500
rpm 1700 rpm
6,65 6,33 5,90 5,55
6,68 6,10 5,95 5,65 STANDAR/SOLAR
MURNI 6,88 6,25 5,75 5,58
8,20 7,40 6,90 6,40
8,33 7,50 6,83 6,43 50 : 1
8,41 7,53 6,80 6,40
9,45 8,49 7,55 6,98
9,50 8,39 7,53 6,97 33 : 1
9,55 8,55 7,68 7,10
10,10 9,00 8,18 7,65
10,18 9,13 8,23 7,63
FAK
TO
R A
(Cam
pura
n M
inya
k
Ker
osin
Den
gan
Min
yak
Pelu
mas
)
25 : 1
10,08 9,08 8,30 7,53
Kemudian data Beban tersebut di atas dimasukkan ke dalam rumus Torsi
dan dilanjutkan dengan rumus daya untuk mendapatkan besarnya daya yang
sebenarnya sebagai berikut :
T = P. r
Keterangan:
T = Momen Putar (Nm atau Kgm)
P = Gaya (N atau Kg)
r = Jarak (m)
Contoh : Besar Torsi = 6.65 Kg, Putaran 1100 rpm, maka besar Torsi adalah :
T = P. r
= 6.65 . 0.4
Lampiran 1
82
= 2.66 Kg.m
Kemudian setelah mendapatkan besarnya Torsi dilanjutkan dengan
memasukkannya ke dalam rumus Daya:
PSTnN751..
602π
=
Keterangan :
N = Daya mesin
T = Momen Putar (Torsi = T)
n = RPM (Putaran Per Menit )
(Sumber: Wiranto Arismunandar, 1993: 24)
Jadi ;
PSTnN751..
602π
= PS751.66.2.
601100.14,3.2
=
N = 4.09 PS
Dimana 1 PS = 0.7355 KW, sehingga :
N = 4.09 X 0.7355
= 3.01 KW
Jadi besarnya daya adalah sebesar 3.01 KW
83
HASIL PERHITUNGAN DAYA MESIN DIESEL KAMA KM 178 FS (KW)
FAKTOR B (Variasi Putaran Mesin)
1100
Rpm
1300
Rpm
1500
Rpm
1700
Rpm Jumlah
Rata-
rata
3,01 3,38 3,64 3,87
3,02 3,25 3,66 3,95 Standart/ Solar
Murni 3,11 3,33 3,54 3,90
Jumlah 9,14 9,96 10,84 11,72 41,66
Rata-rata 3,05 3,32 3,61 3,91 3,47
3,71 3,95 4,25 4,47
3,76 4,01 4,20 4,49 50 : 1
3,8 4,02 4,19 4,47
Jumlah 11,27 11,98 12,64 13,43 49,32
Rata -rata 3,76 3,99 4,21 4,48 4,11
4,27 4,53 4,65 4,87
4,29 4,48 4,64 4,86 33 : 1
4,31 4,56 4,73 4,92
Jumlah 12,87 13,57 14,02 14,65 55,11
Rata-rata 4,29 4,52 4,67 4,88 4,59
4,56 4,81 5,03 5,33
4,60 4,87 5,07 5,31 25 : 1
4,55 4,85 5,11 5,25
Jumlah 13,71 14,53 15,21 15,89 59,34 FAK
TO
R A
( C
ampu
ran
Min
yak
Ker
osin
Den
gan
Min
yak
Pelu
mas
)
Rata-rata 4,57 4,84 5,07 5,30 4,95
Jumlah Besar 46,99 50,04 52,71 55,69 205,43
Rata-rata besar 3,92 4,17 4,39 4,64 4.28
Lampiran 2
84
Standar Deviasi Untuk Uji Normalitas
Standar Deviasi Untuk Baris A1 (1100 Rpm)
n = 12 ∑X1 = 41.6600 ∑X12 = 145.8946
SD = ( )
)1(
22
−
− ∑∑nn
XXn ii
= )112(12
66.4189.14512 2
−−× = 0,33911
Standar Deviasi Untuk Baris A2 (1300 Rpm)
n =12 ∑X1 = 49.3200 ∑X12 = 203.5652
SD = ( )
)1(
22
−
− ∑∑nn
XXn ii
= )112(12
32.4957.20312 2
−−× = 0,7961
Standar Deviasi Untuk Baris A3 (1500 Rpm)
n =12 ∑X1 = 55.1100 ∑X12 = 253.6659
SD = ( )
)1(
22
−
− ∑∑nn
XXn ii
= )112(12
11.556659.25312 2
−−× = 0,2283
Standar Deviasi Untuk Baris A4 (1700 Rpm)
n =12 ∑X1 = 59.3400 ∑X12 = 294.3170
SD = ( )
)1(
22
−
− ∑∑nn
XXn ii
= )112(12
34.59317.29412 2
−−× = 0,2830
Standar Deviasi Untuk Kolom B1 (Solar Murni)
n =12 ∑X1 = 46.9900 ∑X12 = 188.0635
Lampiran 3
85
SD = ( )
)1(
22
−
− ∑∑nn
XXn ii
= )112(12
99.4606.18812 2
−−× = 0,6074
Standar Deviasi Untuk Kolom B2 (Campuran Minyak Kerosin Dengan Minyak Pelumas 50 : 1) n =12 ∑X1 = 50.0400 ∑X1
2 = 212.6792 SD =
= )112(12
04.5068.21212 2
−−× = 0,6040
Standar Deviasi Untuk Baris B3 (Campuran Minyak Kerosin Dengan Minyak Pelumas 33.3 : 1) n =12 ∑X1 = 52.7100 ∑X1
2 = 235.0783 SD =
= )112(12
71.520783.2359 2
−−× = 0,5681
Standar Deviasi Untuk Baris B4 (Campuran Minyak Kerosin Dengan Minyak Pelumas 25 : 1) n =12 ∑X1 = 55.6900 ∑X1
2 = 261.6217 SD =
= )112(12
69.55622.26112 2
−−× = 0,5371
( ))1(
22
−
− ∑∑nn
XXn ii
( ))1(
22
−
− ∑∑nn
XXn ii
( ))1(
22
−
− ∑∑nn
XXn ii
86
=X
Uji Normalitas Baris A1
(Solar Murni)
1. Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
2. Komputasi
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai:
3.4717 SDA1=0,3391 No (Xi) Xi Xi - X Zi F(Zi) S(Zi) F(Zi)-S(Zi)
1 3,01 3,01 -0,4617 -1,36 0,0869 0,083333 0,0036
2 3,02 3,02 -0,4517 -1,33 0,0918 0,166667 -0,0749
3 3,11 3,11 -0,3617 -1,07 0,1423 0,250000 -0,1077
4 3,38 3,25 -0,2217 -0,65 0,2578 0,333333 -0,0755
5 3,25 3,33 -0,1417 -0,42 0,3372 0,416667 -0,0795
6 3,33 3,38 -0,0917 -0,27 0,3936 0,500000 -0,1064
7 3,64 3,54 0,0683 0,20 0,5793 0,583333 -0,0040
8 3,66 3,64 0,1683 0,50 0,6915 0,666667 0,0248
9 3,54 3,66 0,1883 0,56 0,7123 0,750000 -0,0377
10 3,87 3,87 0,3983 1,17 0,8790 0,833333 0,0457
11 3,95 3,90 0,4283 1,26 0,8962 0,916667 -0,0205
12 3,90 3,95 0,4783 1,41 0,9207 1,000000 -0,0793
3. Statistik Uji
Dari perhitungan diperoleh Lmaks [ ])()( ziSzF i − = 0,1077
4. Daerah Kritik (Daerah penolakan H0)
H0 ditolak jika LHitung > L(α)(n) = 0,2750
L(0.01)(20) = 0,1077
5. Keputusan Uji
H0 diterima karena LMaks = 0,1077 < L(0,01)(12) = 0,2750 pada taraf signifikansi
0,01 berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Lampiran 4
87
Uji Normalitas Baris A2
(Campuran Minyak Kerosin Dengan Minyak Pelumas 25 : 1)
1. Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
2. Komputasi
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai:
=X 4.1100 SDA2=0,2796
No (Xi) Xi Xi - X Zi F(Zi) S(Zi) F(Zi)-S(Zi)
1 3,71 3,71 -0,4000 -1,43 0,0764 0,083333 -0,0069
2 3,76 3,76 -0,3500 -1,25 0,1056 0,166667 -0,0611
3 3,8 3,8 -0,3100 -1,11 0,1335 0,250000 -0,1165
4 3,95 3,95 -0,1600 -0,57 0,2643 0,333333 -0,0690
5 4,01 4,01 -0,1000 -0,36 0,3594 0,416667 -0,0573
6 4,02 4,02 -0,0900 -0,32 0,3745 0,500000 -0,1255
7 4,25 4,19 0,0800 0,29 0,6141 0,583333 0,0308
8 4,20 4,20 0,0900 0,32 0,6255 0,666667 -0,0412
9 4,19 4,25 0,1400 0,50 0,6915 0,750000 -0,0585
10 4,47 4,47 0,3600 1,29 0,9015 0,833333 0,0682
11 4,49 4,47 0,3600 1,29 0,9015 0,916667 -0,0152
12 4,47 4,49 0,3800 1,36 0,9131 1,000000 -0,0869
3. Statistik Uji
Dari perhitungan diperoleh Lmaks [ ])()( ziSzF i − = 0,1255
4. Daerah Kritik (Daerah penolakan H0)
H0 ditolak jika LHitung > L(α)(n) = 0,2750
L(0.01)(12) = 0,1255
5. Keputusan Uji
H0 diterima karena LMaks = 0,1255 < L(0,01)(12) = 0,2750 pada taraf signifikansi
0,01, berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
88
Uji Normalitas Baris A3
(Campuran Minyak Kerosin Dengan Minyak Pelumas 33.3 : 1)
1. Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
2. Komputasi
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai:
=X 4,5925 SDA2=0,2283 No (Xi) Xi Xi - X Zi F(Zi) S(Zi) F(Zi)-S(Zi)1 4,27 4,27 -0,3225 -1,41 0,0793 0,083333 -0,0040
2 4,29 4,29 -0,3025 -1,33 0,0918 0,166667 -0,0749
3 4,31 4,31 -0,2825 -1,24 0,1075 0,250000 -0,1425
4 4,53 4,48 -0,1125 -0,49 0,3121 0,333333 -0,0212
5 4,48 4,53 -0,0625 -0,27 0,3936 0,416667 -0,0231
6 4,56 4,56 -0,0325 -0,14 0,4443 0,500000 -0,0557
7 4,65 4,64 0,0475 0,21 0,5832 0,583333 -0,0001
8 4,64 4,65 0,0575 0,25 0,5987 0,666667 -0,0680
9 4,73 4,73 0,1375 0,60 0,7257 0,750000 -0,0243
10 4,87 4,86 0,2675 1,17 0,8790 0,833333 0,0457
11 4,86 4,87 0,2775 1,22 0,8888 0,916667 -0,0279
12 4,92 4,92 0,3275 1,43 0,9235 1,000000 -0,0765
3. Statistik Uji
Dari perhitungan diperoleh Lmaks [ ])()( ziSzF i − = 0,1425
4. Daerah Kritik (Daerah penolakan H0)
H0 ditolak jika LHitung > L(α)(n) = 0,2750
L(0.01)(12) = 0,1425
5. Keputusan Uji
H0 diterima karena LMaks = 0,1425 < L(0,01)(12) = 0,2750 pada taraf signifikansi
0,01, berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
89
Uji Normalitas Baris A4
(Campuran Minyak Kerosin Dengan Minyak Pelumas 33.3 : 1)
1. Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
2. Komputasi
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai:
=X 4.9450 SDA2=0,2830
No (Xi) Xi Xi - X Zi F(Zi) S(Zi) F(Zi)-S(Zi)
1 4,56 4,55 -0,3950 -1,40 0,0808 0,083333 -0,0025
2 4,6 4,56 -0,3850 -1,36 0,0869 0,166667 -0,0798
3 4,55 4,6 -0,3450 -1,22 0,1112 0,250000 -0,1388
4 4,81 4,81 -0,1350 -0,48 0,3156 0,333333 -0,0177
5 4,87 4,85 -0,0950 -0,34 0,3689 0,416667 -0,0478
6 4,85 4,87 -0,0750 -0,27 0,3936 0,500000 -0,1064
7 5,03 5,03 0,0850 0,30 0,6179 0,583333 0,0346
8 5,07 5,07 0,1250 0,44 0,67 0,666667 0,0033
9 5,11 5,11 0,1650 0,58 0,719 0,750000 -0,0310
10 5,33 5,25 0,3050 1,08 0,8599 0,833333 0,0266
11 5,31 5,31 0,3650 1,29 0,9015 0,916667 -0,0152
12 5,25 5,33 0,3850 1,36 0,9131 1,000000 -0,0869
3. Statistik Uji
Dari perhitungan diperoleh Lmaks [ ])()( ziSzF i − = 0,1388
4. Daerah Kritik (Daerah penolakan H0)
H0 ditolak jika LHitung > L(α)(n) = 0,275
L(0.01)(12) = 0,1388
5. Keputusan Uji
H0 diterima karena LMaks = 0,1388 < L(0,01)(12) = 0,2750 pada taraf signifikansi
0,01, berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
90
Uji Normalitas Kolom B1
(Putaran Mesin 1100 Rpm)
1. Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
2. Komputasi
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai:
=X 3.9158 SDB1= 0,6074 No. (Xi) Xi Xi - X Zi F(Zi) S(Zi) F(Zi)-S(Zi)
1 3,01 3,01 -0,9058 -1,49 0,0681 0,083333 -0,0152
2 3,02 3,02 -0,8958 -1,47 0,0708 0,166667 -0,0959
3 3,11 3,11 -0,8058 -1,33 0,0918 0,250000 -0,1582
4 3,71 3,71 -0,2058 -0,34 0,3689 0,333333 0,0356
5 3,76 3,76 -0,1558 -0,26 0,3974 0,416667 -0,0193
6 3,8 3,8 -0,1158 -0,19 0,4247 0,500000 -0,0753
7 4,27 4,27 0,3542 0,58 0,719 0,583333 0,1357
8 4,29 4,29 0,3742 0,62 0,7324 0,666667 0,0657
9 4,31 4,31 0,3942 0,65 0,7422 0,750000 -0,0078
10 4,56 4,55 0,6342 1,04 0,8508 0,833333 0,0175
11 4,6 4,56 0,6442 1,06 0,8554 0,916667 -0,0613
12 4,55 4,6 0,6842 1,13 0,8708 1,000000 -0,1292
3. Statistik Uji
Dari perhitungan diperoleh Lmaks [ ])()( ziSzF i − = 0,1582
4. Daerah Kritik (Daerah penolakan H0)
H0 ditolak jika LHitun > L(α)(n) = 0,2750
L(0.01)(12) = 0,1582
5. Keputusan Uji
H0 diterima karena LMaks = 0,1582 < L(0,01)(12) = 0,2750 pada taraf signifikansi
0,01, berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
91
Uji Normalitas Kolom B2
(Putaran Mesin 1300 Rpm)
1. Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
2. Komputasi
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai:
=X 4.1700 SDB2= 0,6039 No. (Xi) Xi Xi - X Zi F(Zi) S(Zi) F(Zi)-S(Zi)
1 3,38 3,25 -0,9200 -1,52 0,0643 0,083333 -0,0190
2 3,25 3,33 -0,8400 -1,39 0,0823 0,166667 -0,0844
3 3,33 3,38 -0,7900 -1,31 0,0951 0,250000 -0,1549
4 3,95 3,95 -0,2200 -0,36 0,3594 0,333333 0,0261
5 4,01 4,01 -0,1600 -0,26 0,3974 0,416667 -0,0193
6 4,02 4,02 -0,1500 -0,25 0,4013 0,500000 -0,0987
7 4,53 4,48 0,3100 0,51 0,695 0,583333 0,1117
8 4,48 4,53 0,3600 0,60 0,7257 0,666667 0,0590
9 4,56 4,56 0,3900 0,65 0,7422 0,750000 -0,0078
10 4,81 4,81 0,6400 1,06 0,8554 0,833333 0,0221
11 4,87 4,85 0,6800 1,13 0,8708 0,916667 -0,0459
12 4,85 4,87 0,700 1,16 0,877 1,000000 -0,1230
3. Statistik Uji
Dari perhitungan diperoleh Lmaks [ ])()( ziSzF i − = 0,1549
4. Daerah Kritik (Daerah penolakan H0)
H0 ditolak jika LHitung > L(α)(n) = 0,2750
L(0.01)(12) = 0,1549
5. Keputusan Uji
H0 diterima karena LMaks = 0,1549 < L(0,01)(12) = 0,2750 pada taraf signifikansi
0,01, berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
92
Uji Normalitas Kolom B3
(Putaran Mesin 1500 Rpm)
1. Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
2. Komputasi
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai:
=X 4.3925 SDB3= 0,5681 No. (Xi) Xi Xi - X Zi F(Zi) S(Zi) F(Zi)-S(Zi)
1 3,64 3,54 -0,8525 -1,50 0,0668 0,083333 -0,0165
2 3,66 3,64 -0,7525 -1,32 0,0934 0,166667 -0,0733
3 3,54 3,66 -0,7325 -1,29 0,0985 0,250000 -0,1515
4 4,25 4,19 -0,2025 -0,36 0,3594 0,333333 0,0261
5 4,20 4,20 -0,1925 -0,34 0,3689 0,416667 -0,0478
6 4,19 4,25 -0,1425 -0,25 0,4013 0,500000 -0,0987
7 4,65 4,64 0,2475 0,44 0,6700 0,583333 0,0867
8 4,64 4,65 0,2575 0,45 0,6736 0,666667 0,0069
9 4,73 4,73 0,3375 0,59 0,7224 0,750000 -0,0276
10 5,03 5,03 0,675 1,12 0,8686 0,833333 0,0353
11 5,07 5,07 0,6775 1,19 0,883 0,916667 -0,0337
12 5,11 5,11 0,7175 1,26 0,8962 1,000000 -0,1038
3. Statistik Uji
Dari perhitungan diperoleh Lmaks [ ])()( ziSzF i − = 0,1515
4. Daerah Kritik (Daerah penolakan H0)
H0 ditolak jika LHitung > L(α)(n) = 0,2750
L(0.01)(10) = 0,1515
5. Keputusan Uji
H0 diterima karena LMaks = 0,1515 < L(0,01)(12) = 0,2750 pada taraf signifikansi
0,01, berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
93
Uji Normalitas Kolom B4
(Putaran Mesin 1700 Rpm)
1. Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
2. Komputasi
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai:
=X 4.6408 SDB4= 0,5371
No. (Xi) Xi Xi - X Zi F(Zi) S(Zi) F(Zi)-S(Zi)
1 3,87 3,87 -0,7708 -1,44 0,0749 0,083333 -0,0084
2 3,95 3,90 -0,7408 -1,38 0,0838 0,166667 -0,0829
3 3,90 3,95 -0,6908 -1,29 0,0985 0,250000 -0,1515
4 4,47 4,47 -0,1708 -0,32 0,3745 0,333333 0,0412
5 4,49 4,47 -0,1708 -0,32 0,3745 0,416667 -0,0422
6 4,47 4,49 -0,1508 -0,28 0,3897 0,500000 -0,1103
7 4,87 4,86 0,2192 0,41 0,6591 0,583333 0,0758
8 4,86 4,87 0,2292 0,43 0,6654 0,666667 -0,0013
9 4,92 4,92 0,2792 0,52 0,6985 0,750000 -0,0515
10 5,33 5,25 0,6092 1,13 0,8706 0,833333 0,0373
11 5,31 5,31 0,6692 1,25 0,8944 0,916667 -0,0223
12 5,25 5,33 0,6892 1,28 0,8997 1,000000 -0,1003
3. Statistik Uji
Dari perhitungan diperoleh Lmaks [ ])()( ziSzF i − = 0,1515
4. Daerah Kritik (Daerah penolakan H0)
H0 ditolak jika LHitung > L(α)(n) = 0,2750
L(0.01)(12) = 0,1515
5. Keputusan Uji
H0 diterima karena LMaks = 0,1515 < L(0,01)(12) = 0,2750 pada taraf signifikansi
0,01, berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
94
Uji Homogenitas Antar Baris (baris A1 ,A2, A3 dan A4)
Campuran Minyak Kerosin Dengan Minyak Pelumas
Tabel Bantuan Uji Homogenitas
NO A1 A1² A2 A2² A3 A3² A4 A4² 1 3,01 9,0601 3,71 13,7641 4,27 18,2329 4,56 20,7936 2 3,02 9,1204 3,76 14,1376 4,29 18,4041 4,60 21,1600 3 3,11 9,6721 3,8 14,4400 4,31 18,5761 4,55 20,7025 4 3,38 11,4244 3,95 15,6025 4,53 20,5209 4,81 23,1361 5 3,25 10,5625 4,01 16,0801 4,48 20,0704 4,870 23,7169 6 3,33 11,0889 4,02 16,1604 4,56 20,7936 4,85 23,5225 7 3,64 13,2496 4,25 18,0625 4,65 21,6225 5,03 25,3009 8 3,66 13,3956 4,20 17,6400 4,64 21,5296 5,07 25,7049 9 3,54 12,5316 4,19 17,5561 4,73 22,3729 5,11 26,1121 10 3,87 14,9769 4,47 19,9809 4,87 23,7169 5,33 28,4089 11 3,95 15,6025 4,49 20,1601 4,86 23,6196 5,31 28,1961 12 3,90 15,2100 4,47 19,9809 4,92 24,2064 5,25 27,5625
JML 41,66 145,8946 49,32 203,5652 55,11 253,6659 59,34 294,3170
Sampel ke dk 1/dk Si2 Log Si
2 (dk) Log Si2 (dk) Si
2 A1 11 0,0909 0,1150 -0,9393 -10,3325 1,2650 A2 11 0,0909 0,0782 -1,1069 -12,1758 0,860 A3 11 0,0909 0,0521 -1,2831 -14,1137 0,573 A4 11 0,0909 0,0801 -1,0966 -12,0622 0,881
jumlah 44 -48,6842 3,5789
( )∑∑
−
−=
1
1 22
ni
snis i =
4457889.3 = 0,0813
Log S2 = -1,0897
Harga satuan Bartlet (B) = (Log S2)(∑ni-1) = -1,0897X4 = -47.9470
Statistik Uji:
X2 = Ln10{B-(dk)LogSi2}
= 2,302585093{-47.9470– (-48.6842)} = 1.6976
Daerah kritik (daerah penolakan H0) H0 adalah ditolak jika X2 < X2(1-α)(k-1)
Harga X2Tabel pada taraf signifikansi 0,01 dengan dk=11 adalah X2
(0,99)(11) =
24.7000
H0 diterima karena harga X2Hitung < X2
Tabel = 1.6976 < 24.7000
Kesimpulan: Sampel berasal dari populasi yang homogen.
Lampiran 5
96
UJI ANALISIS VARIAN DUA JALAN
1. Hipotesis
H0A : Tidak ada pengaruh campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas
terhadap daya mesin diesel KAMA.
H1A : Ada pengaruh campuran minyak kerosin dengan minyak pelumas
terhadap daya mesin diesel KAMA.
H0B : Tidak ada pengaruh variasi putaran mesin terhadap daya mesin diesel
KAMA.
H1B : Ada pengaruh variasi putaran mesin terhadap daya mesin diesel
KAMA..
H0AB : Tidak ada pengaruh interaksi campuran minyak kerosin dengan
minyak pelumas dan variasi variasi putaran mesin terhadap daya
mesin diesel KAMA.
H1AB : Ada pengaruh interaksi campuran minyak kerosin dengan minyak
pelumas dan variasi variasi putaran mesin terhadap daya mesin
diesel KAMA.
Komputasi
a. Komponen jumlah kuadrat.
∑Y2=3.012+3.022+3.112+3.382+3.252+3.332+3.642+3.662+3.542+3.872+3.9
52+3.902+3.712+3.762+3.802+3.952+2+4.012+4,022+4,252+4,202+4,1
92+4,472+4,492+4,47+4,272+4,292+4.312+4.532+4.482+4.562+4.652+
4.642+4.732+4.872+4.862+4.922+4.562+4.602+4.552+4.812+4.872+4.8
52+5.032+5.072+5.112+5.332+5.312+5.252
= 897.443
Ry = 48
4849.42201 = 879.1976
Ay = yi
i RnbA
−⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡∑
2
= 879.197612
34.5911.5532.4966.41 2222
−+++ = 14.6662
Lampiran 6
97
By = yj
j RnaA
−⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡∑
2
= −+++
1269.5571.5204.5046.99 2222
879.1976 = 3.4509
Jab=
1976.879389.15
321.15
353.14
371.13
365.14
302.14
357.13
387.12
343.13
364.12
398.11
327.11
372.11
384.10
396.9
314.9
2222222
22222222
−⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡++++⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡+++
+⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡++++⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡+++
= 18.1887
ABy = Jab - Ay - By = 0.0716
Ey = ∑Y2 - Ry - Ay - By - ABy = 0.0564
b. Komponen derajat kebebasan
dkA = A-1 = 4-1 = 3
dkB = B-1 = 4-1 = 3
dkAB = dkA x dkB =3x3 = 9
dkE = AB(n-1)
= 4x4(3-1) = 32
c. Komponen rerata kuadrat
KTA = Ay / dkA = 14.6662 / 3 = 4.8887
KTB = By / dkB = 3.4509 / 3 = 1.1503
KTAB = ABy / dkAB = 0.0716 / 9 = 0,0080
KTE = Ey / dkE = 0.0564 / 32 = 0,0018
2. Statistik Uji
a. FA = KTA / KTE = 4.8887 / 0,0018 = 2773.7506
b. FB = KTB / KTE = 1.1503 / 0,0018 = 652.6505
c. FAB = KTAB / KTE = 0.0080 / 0,0018 = 4.5139
98
3. Daerah kritik (daerah penolakan H0)
a. Menetapkan kriteria pengujian yaitu:
H0A ditolak apabila FA > Fα {(a-1), ab(n-1)}
H0B ditolak apabila FA > Fα {(b-1), ab(n-1)}
H0AB ditolak apabila FA > F α {(a-1)(b-1),ab(n-1)}
Ft 0,01 (3,32) = 4.46
Ft 0,01 (3,32) = 4.46
Ft 0,01 (9,32) = 3.01
b. Kesimpulan
FA > FTabel; FB > FTabel; FAB > FTabel
Rangkuman Anava Dua Jalan
4. Keputusan Uji
Dengan melihat rata-rata dan uji analisis varian dua jalan di atas, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Ada pengaruh campuran bahan bakar minyak kerosin dengan minyak
pelumas terhadap daya mesin diesel KAMA.
b. Ada pengaruh variasi putaran mesin terhadap daya mesin diesel KAMA.
c. Ada bersama (interaksi) pengaruh campuran bahan bakar minyak kerosin
dengan minyak pelumas dan variasi putaran mesin terhadap daya mesin
diesel KAMA.
Sumber Variasi DK JK KT FObservasi FTabel p
Rata-rata Perlakuan
A
B
AB
Kekeliruan (E)
1
3
3
9
32
879.1976
14.6662
3.4509
0.0716
0.0564
4.8887
1.1503
0.0080
0,0018
2773.75
652.65
4.51
4.46
4.46
3.01
< 0,01
< 0,01
< 0,01
Jumlah 48 897.4427 4.0488
99
UJI PASCA ANAVA
(Metode Scheffe)
Hipotesis
H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan.
Komputasi
nA1 12 xn A1 3,4717 nA2 12 xn A2 4,1100 n A3 12 xn A3 4,5925 nA4 12 xnA4 4,9450 nB1 12 xnB1 3,9158 nB2 12 xnB2 4,1700 nB3 12 xnB3 4,3925 nB4 12 xnB4 4,6408 nA1nB1 3 xnA1nB1 3,0467 nA1nB2 3 xnA1nB2 3,3200 nA1nB3 3 xnA1nB3 3,6133 nA1nB4 3 xnA1nB4 3,9067 nA2nB1 3 xnA2nB1 3,7567 nA2nB2 3 xnA2nB2 3,9933 nA2nB3 3 xnA2nB3 4,2133 nA2nB4 3 xnA2nB4 4,4767 nA3nB1 3 xnA3nB1 4,2900 nA3nB2 3 xnA3nB2 4,5230 nA3nB3 3 xnA3nB3 4,6733 nA3nB4 3 xnA3nB4 4,8833 nA4nB1 3 xnA4nB1 4,5700 nA4nB2 3 xnA4nB2 4,8433 nA4nB3 3 xnA4nB3 5,0700 nA4nB4 3 xnA4nB4 5,2967 RKG=KTE=0,0018
Uji Komparasi Antar Baris
FA1-A2 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
21
221
11
AA
AA
nnRKG
XX
Lampiran 7
100
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
121
1210018,0
4,113.47 2
= 1389.10
Dikonsultasikan dengan FTabel = (q-1)Fα;q-1;N-pq = (4-1)F0,01;3;32 = (3) 4.46 = 13.38
FObs > FTabel ; 1389.10 > 13.38 , sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1-A3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
31
231
11
AA
AA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
121
1210018,0
59.43.47 2
= 4282.73
Dikonsultasikan dengan FTabel = (q-1)Fα;q-1;N-pq = (4-1)F0,01;3;32 = (3) 4.46 = 13.38
FObs > FTabel ; 4282.73 > 13.38 , sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1-A4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
41
241
11
AA
AA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
121
1210018,0
95.43.47 2
= 7400.15
Dikonsultasikan dengan FTabel = (q-1)Fα;q-1;N-pq = (4-1)F0,01;3;32 = (3) 4.46 = 13.38
FObs > FTabel ; 7400.15 > 13.38 , sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2-A3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
32
232
11
AA
AA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
121
1210018,0
59.411.4 2
= 793.66
Dikonsultasikan dengan FTabel = (q-1)Fα;q-1;N-pq = (4-1)F0,01;3;32 = (3) 4.46 = 13.38
FObs > FTabel ; 793.66 > 13.38 , sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2-A4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
42
242
11nn
RKG
XX
A
AA
101
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
121
1210018,0
95.411.4 2
= 2376.90
Dikonsultasikan dengan FTabel = (q-1)Fα;q-1;N-pq = (4-1)F0,01;3;32 = (3) 4.46 = 13.38
FObs > FTabel ; 2376.90 > 13.38 , sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA3-A4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
43
243
11nn
RKG
XX AA
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
121
1210018,0
95.459.4 2
= 423.60
Dikonsultasikan dengan FTabel = (q-1)Fα;q-1;N-pq = (4-1)F0,01;3;32 = (3) 4.46 = 13.38
FObs > FTabel ; 423.60 > 13.38 , sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
Uji Komparasi Antar Kolom
FB1-B2 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
21
221
11
BB
BB
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
121
1210018,0
17.43.92 2
= 220.23
Dikonsultasikan dengan FTabel = (q-1)Fα;q-1;N-pq = (4-1)F0,01;3;32 = (3) 4,46 = 13.38
FObs > FTabel ; 220.23 > 14.16, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FB1-B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
31
231
11
BB
BB
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
121
1210018,0
39.492.3 2
= 774.58
Dikonsultasikan dengan FTabel = (q-1)Fα;q-1;N-pq = (4-1)F0,01;3;32 = (3) 4,46 = 13.38
FObs > FTabel ; 774.58 > 14.16, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
102
FB1-B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
41
241
11
BB
BB
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
121
1210018,0
64.492.3 2
= 1791.90
Dikonsultasikan dengan FTabel = (q-1)Fα;q-1;N-pq = (4-1)F0,01;3;32 = (3) 4,46 = 13.38
FObs > FTabel ; 1791.90 > 14.16, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FB2-B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
32
232
11
BB
BB
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
121
1210018,0
39,417.4 2
= 168.77
Dikonsultasikan dengan FTabel = (q-1)Fα;q-1;N-pq = (4-1)F0,01;3;32 = (3) 4,46 = 13.38
FObs > FTabel ; 168.77 > 14.16, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FB2-B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
42
242
11
BB
BB
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
121
1210018,0
64,417.4 2
= 755.74
Dikonsultasikan dengan FTabel = (q-1)Fα;q-1;N-pq = (4-1)F0,01;3;32 = (3) 4,46 = 13.38
FObs > FTabel ; 755.74 > 14.16, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FB3-B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
43
243
11
BB
BB
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
121
1210018,0
64,439,4 2
= 210.24
Dikonsultasikan dengan FTabel = (q-1)Fα;q-1;N-pq = (4-1)F0,01;3;32 = (3) 4,46 = 13.38
FObs > FTabel ; 210.24 > 14.16, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
103
Uji Komparasi Antar Sel Dalam Satu Baris
FA1B1-A1B2 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
2111
22111
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
32.305.3 2
= 63.67
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62=
39.30
FObs > FTabel ; 63.67 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B1-A1B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
3111
23111
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
61.305.3 2
= 273.67
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 273.67 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B1-A1B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
4111
24111
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
91.305.3 2
= 630.34
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 630.34 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B2-A1B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
3121
23121
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
61.332.3 2
= 73.33
104
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 73.33 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B2-A1B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
4121
24121
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
91.332.3 2
= 293.33
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62=
39.30
FObs > FTabel ; 293.33 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B3-A1B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
4131
24131
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
91.361.3 2
= 73.33
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 73.33 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B1-A2B2 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
2212
22212
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
99.376.3 2
=47.74
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 47.74 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B1-A2B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
3212
23212
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
105
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
21.476.3 2
= 177.74
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 177.74 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B1-A2B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
4212
24212
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
48.476.3 2
= 441.82
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 441.82 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B2-A2B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
3222
23222
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
21.499.3 2
= 41.25
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 41.25 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B2-A2B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
4222
24222
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
48.499.3 2
= 199.10
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 199.10 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
106
FA2B3-A2B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
4232
24232
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
48.421.4 2
= 59.10
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 59.10 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA3B1-A3B2 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
2313
22313
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
52.429.4 2
= 46.40
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 46.40 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA3B1-A3B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
3313
23313
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
67.429.4 2
= 125.24
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 125.24 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA3B1-A3B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
4313
24313
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
88.429.4 2
= 300.04
107
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 300.04 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA3B2-A3B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
3323
23323
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
67.452.4 2
= 41.25
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 41.25 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA3B2-A3B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
4343
24323
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
88.452.4 2
= 199.10
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 199.10 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA3B3-A3B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
4333
24333
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
88.467.4 2
= 59.10
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 59.10 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
108
FA4B1-A4B2 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
2414
22414
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
84.457.4 2
= 63.67
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.3
FObs > FTabel ; 63.67 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA4B1-A4B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
3414
23414
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
07.557.4 2
= 125.24
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 125.24 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA4B1-A4B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
4414
24414
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
30.557.4 2
= 450.04
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 450.04 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA4B2-A4B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
3424
2.3424
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
07.584.4 2
= 43.79
109
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 43.79 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA4B2-A4B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
4424
24424
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
30.584.4 2
= 175.15
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 175.15 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA4B3-A4B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
4434
24434
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
30.507.5 2
= 43.79
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;24 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 43.79 < 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
Uji Komparasi Antar Sel Dalam Satu Kolom
FA1B1-A2B1 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
1211
21211
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
76.305.3 2
= 429.63
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 429.63 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
110
FA1B1-A3B1 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
1311
21211
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
29,405.3 2
= 1317.51
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 1317.51 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B1-A4B1 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
1411
21411
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
57.405.3 2
= 1977.74
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 1977.74 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B1-A3B1 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
1312
21312
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
29,476.3 2
= 242.42
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 242.42 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B1-A4B1 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
1412
21412
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
57,476.3 2
= 563.79
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
111
FObs > FTabel ; 563.79 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA3B1-A4B1 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
1413
21413
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
57,429.4 2
= 66.82
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 66.82 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B2-A2B2 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
2221
22221
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
99.332.3 2
= 386.40
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 386.40 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B2-A3B2 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
2321
22321
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
52.432.3 2
= 1234.10
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 1234.10 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B2-A4B2 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
2421
22421
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
112
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
84.432.3 2
= 1977.74
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 1944.77 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B2-A3B2 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
2322
22322
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
52.499.3 2
= 239.40
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 239.40 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B2-A4B2 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
2422
22422
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
84.499.3 2
= 615.77
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 615.77 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA3B2-A4B2 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
2423
22423
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
84.452.4 2
= 87.27
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 87.27 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
113
FA1B3-A2B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
3231
23231
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
21.461.3 2
= 306.82
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 306.82 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B3-A3B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
3331
23331
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
67.461.3 2
= 957.61
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 957.61 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B3-A4B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
3431
23431
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
07.561.3 2
= 1808.42
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 1808.42 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B3-A3B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
33312
23332
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
114
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
67.421,4 2
= 180.34
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 180.34 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B3-A4B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
34314
23432
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
07.521,4 2
= 625.46
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 625.46 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA3B3-A4B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
34313
23433
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
07.567,4 2
= 134.10
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 134.10 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B4-A2B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
42411
24241
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
48.491.3 2
= 276.90
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15) 2.62 =
39.3
FObs > FTabel ; 276.90 > 39.3, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
115
FA1B4-A3B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
43411
24341
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
3100176,0
883.491.3 2
= 812.96
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 812.96 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA1B4-A4B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
44411
2441
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
30.591.3 2
= 1646.68
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 1646.68 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B4-A3B3 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
33412
23342
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
67.448,4 2
= 140.95
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 140.95 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA2B4-A4B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
44412
24442
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
30.548,4 2
= 573.07
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
116
FObs > FTabel ; 573.07 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).
FA3B4-A4B4 = ( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−
44413
24443
11
BABA
BABA
nnRKG
XX
( )
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
−
31
310018,0
30.588.4 2
= 145.61
Dikonsultasikan dengan FTabel = (pq-1)Fα;pq-1;N-pq = (4x4-1)F0.01;15;32 =(15)2.62
=39.30
FObs > FTabel ; 145.61 > 39.30, sehingga keputusan diterima (ada perbedaan).