bab i pendahuluan - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c1011005_bab1.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra di tengah peradaban manusia tidak dapat ditolak, bahkan
kehadirannya telah diterima sebagai salah satu realitas sosial budaya. Karya sastra
tidak saja dinilai sebagai karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi,
tetapi telah dianggap sebagai suatu karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai
konsumsi emosional (Semi, 1993:1).
Karya sastra, baik novel, drama dan puisi di zaman modern ini syarat
dengan unsur-unsur psikologis sebagai manifestasi: kejiwaan pengarang, para
tokoh fiksional dalam kisahan pembaca. Lebih spesifik lagi, karya fiksi psikologis
merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu novel yang
bergumul dengan spiritual, emosional, mental para tokoh dengan cara lebih
banyak mengkaji perwatakan daripada mengkaji alur atau peristiwa (Minderop,
2013:53).
Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah kejiwaan para tokoh
fiksional yang terkandung dalam karya sastra (Ratna, 2013:343). Kepribadian
(psyche) menurut Jung merupakan keseluruhan pikiran, perasaan, dan tingkah
laku kesadaran dan ketidaksadaran yang menyatu (Alwisol dalam Kasnadi,
2010:70). Teori tersebut jika dikaitkan dengan penelitian sastra, David Daiches
dalam Kasnadi (2010:13) menyebutkan bahwa kepribadian tokoh cerita fiksi dapat
muncul dari sejumlah peristiwa dan reaksi tokoh tersebut pada peristiwa yang
dihadapinya.
2
Peneliti menggali gelora jiwa dan nafsu yang tampil melalui para tokoh
berdasarkan analisis secara intrinsik terlebih dahulu dan selanjutnya didekati
melalui pendekatan psikologi. Penelitian novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q
al-Chaki>m menggunakan analisis struktural novel Robert Stanton yaitu fakta
cerita dan tema. Adapun fakta cerita meliputi alur, karakter, dan latar, selanjutnya
didekati menggunakan pendekatan psikologi yaitu psikologi sastra Carl Gustav
Jung.
Novel Chima>r al-Chaki>m diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
menjadi Keledai yang Bijak adalah salah satu karya seorang sastrawan yang
bernama Taufi>q al-Chaki>m. Chaki>m termasuk salah satu sastrawan besar Mesir,
sampai-sampai ketika masa studinya di Perancis pada tahun 1924 dia habiskan
untuk menyaksikan pertunjukan teater dan mendalami dunia seni. Karya-karyanya
berjumlah 100 teater dan 62 karya lainnya. Karya yang dipublikasikan dengan
menggunakan bahasa Arab fuscha> hanya berjumlah 65 buku, termasuk 24 teater di
dalamnya. Judul-judul karya Chaki>m berupa naskah drama di antaranya adh-
Dhaif ats-Tsaqi>l ditulis ketika Chaki>m masih remaja pada tahun 1919, Ahlul-
Kahfi tahun 1933, ‘Ushfu>r minasy-Syarqi tahun 1938 dan Sulaiman al-Chaki>m,
sedangkan berupa buku atau novel di antaranya ‘Audatu ’r-Ru>ch tahun 1933,
Syahraza>d tahun 1943, al-Qashrul-Maschu>r tahun 1936 ditulis bersama Tha>ha>
Husen dan ‘Ahdu ’sy-Syaitha>n tahun 1938 karya antologi cerpen sosial (Fathoni,
2007:146).
Novel Chima>r al-Chaki>m menarik untuk diteliti dikarenakan novel
tersebut menggunakan judul hewan yaitu keledai akan tetapi lebih menceritakan
3
tentang tokoh utama yaitu “Aku”. Keledai yang diceritakan dalam novel hanyalah
tokoh yang dijadikan cerminan tokoh “Aku” dalam menghadapi realita kehidupan.
Selain itu, karena kepribadian tokoh utama “Aku” yang merupakan seorang
penulis, memiliki dimensi kepribadian sadar dan dimensi kepribadian tak sadar.
Penelitian ini menggunakan teori psikologi sastra Carl Gustav Jung
sebagai jembatan untuk menganalisis kepribadian tokoh utama dalam novel
Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m. Psikologi Jung tidak hanya tentang
kepribadian akan tetapi juga seluruh pemikiran, perasaan, dan perilaku nyata baik
disadari maupun yang tidak disadari. Kepribadian tokoh utama “Aku” yang
merupakan seorang seniman atau penulis, dalam dirinya memiliki perasaan atau
perilaku yang disadarinya ataupun tidak sadar, sehingga penelitian ini sangat tepat
menggunakan teori psikologi Carl Gustav Jung.
Penelitian terhadap novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m
sejauh pengamatan penulis pernah diteliti antara lain, pertama, Widayati (1995)
dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Struktural Novel H{ima>r Al-H{aki>m
Karya Taufi>q Al-H{aki>m”. Penelian tersebut membahas tentang struktural novel
H{ima>r Al-H{aki>m yang menggunakan teori struktural A. Teeuw. Hasil
penelitiannya adalah dalam novel H{ima>r Al-H{aki>m terdapat sebuah struktur
otonom yang memiliki kemandirian dan terlepas dari hal-hal lain di luar
keberadaannya, unsur intrinsik novel yang dianalisis meliputi tema, tokoh (dan
penokohan), alur serta latar.
Kedua, Kumbara (2014) dalam bentuk skripsi dengan judul “Uslub al-Amr
fi al-Riwayah Hamar al-Hakim (Dirasah Tahliliyyah fi al-Ma’nay al-Haqiqiy wa
4
al-Majaziy)”. Penelitian tersebut membahas tentang makna-makna majazi dan
makna-makna uslub amar dalam novel Himar Hakim. Hasil penelitiannya adalah
ditemukan beberapa kalimat perintah dan kalimat perintah tersebut tidak
semuanya bermakna asli atau menuntut datangnya suatu perbuatan dari mitra
tutur. Sebagian kalimat perintah bermakna lain dan ditentukan oleh konteks disaat
kalimat diujarkan.
Ketiga, penelitian berdasarkan teori kepribadian Carl Gustav Jung oleh
Kotimah (2006) dalam bentuk skripsi dengan judul “Kepribadian Tokoh Utama
Dalam Novel Midah Si Manis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer”.
Penelitian tersebut membahas tentang kepribadian tokoh utama dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama. Hasil penelitiannya adalah fungsi
jiwa tokoh utama yaitu Midah memiliki kepribadian perasa yaitu yakin membuat
keputusan, mengerti perasaan orang lain dan mudah tersinggung. Pandangan dari
sikap jiwa Midah memiliki kepribadian introvert yaitu tertutup, suka memendam
perasaan, merenung, dan kesepian. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kepribadian Midah adalah faktor ketidaksadaran pribadi yaitu faktor kedewasaan,
faktor cinta, faktor frustasi, faktor konflik, dan faktor ancaman. Ketidaksadaran
kolektif meliputi faktor biologis, faktor filsafat, faktor agama, dan faktor mistik.
Keempat, Hikmah (2006) dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis
Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu Tinjauan
Berdasarkan Psikologi Analitik Carl Gustav Jung”. Penelitian tersebut membahas
tentang empat aspek kepribadian manusia yang meliputi (1) kepribadian publik,
(2) naluri kebinatangan, (3) sikap maskulin, dan (4) jati diri. Hasil penelitiannya
5
adalah tokoh Nayla memiliki (1) kepribadian publik tokoh Nayla tergolong
kurang adaptif karena bersikap ragu, gentar, takut, kurang percaya diri, dan
pemalu; (2) naluri kebinatangan yang cukup kuat dengan munculnya naluri
negatif seperti seks menyimpang, suka lingkungan kotor, pemarah, dan suka akan
kekerasan; (3) sikap maskulin cukup kuat yang ditandai hilangnya sikap lemah
lembut dan adanya penguasaan sikap laki-laki seperti merokok dan dorongan
untuk mencintai sesama perempuan; dan (4) jati diri dengan motivasi tinggi
karena adanya dorongan yang kuat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kepribadian tokoh Nayla adalah
keluarga, lingkungan sosial, kondisi psikologi, pendidikan, dan agama. Jati diri
merupakan aspek yang paling dominan dalam tokoh Nayla.
Kelima, Wibawa (2009) dalam bentuk skripsi dengan judul “Watak dan
Perilaku Tokoh Utama Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata”.
Penelitian tersebut membahas tentang watak, perilaku tokoh utama dan faktor-
faktor yang mempengaruhi keduanya. Hasil penelitiannya adalah watak dan
perilaku tokoh utama yaitu Ikal dipandang dari fungsi jiwa adalah bertipe perasa
yaitu yakin membuat keputusan, peduli terhadap orang lain, mempunyai tekad
yang kuat, dan cerdas. Pandangan dari sikap jiwa adalah Ikal mempunyai watak
dan perilaku ektrovert yaitu mengagumi orang lain, pekerja keras,dan gugup.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi watak dan perilaku tokoh utama adalah
ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran pribadi
meliputi faktor kedewasaan, motif cinta, frustasi, konflik, dan ancaman.
Ketidaksadaran kolektif adalah faktor biologis, filsafat, agama, dan mistik.
6
Keenam, Rokhmansyah (2013) dalam bentuk tesis, dipublikasikan dengan
judul “Kepribadian Pasangan Homoseksual Dalam Novel The Sweet Karya
Rangga Wirianto Putra: Kajian Psikologi Sastra”. Penelitian tersebut
menggunakan teori psikoseksual yaitu teori homoseksual, dan teori kepribadian
yaitu teori psikologi analitik Carl Gustav Jung. Bertujuan untuk mengungkap
bentuk perilaku homoseksual, penyebab homoseksual, dan kepribadian pasangan
homoseksual dalam novel The Sweet karya Rangga Wirianto Putra. Hasil
penelitiannya adalah, pertama, pasangan homoseksual dalam novel menunjukkan
perilaku homoseksual, seperti ciuman sesama laki-laki, fantasi erotis sosok laki-
laki, oral seks, dan anal seks. Kedua, homoseksualitas yang dialami tokoh
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kesalahan pola asuh orang tua, ketiadaan
kehadiran figur ayah, dan hubungan yang tidak baik antara orang tua dan anak.
Ketiga, kepribadian pasangan homoseksual, baik tindakan pada taraf kesadaran
maupun taraf ketaksadaran, dipengaruhi oleh perilaku homoseksual yang
dimilikinya. Pada taraf sadar, tipe kepribadian mengalami perubahan. Pada taraf
tak sadar, kepribadian terlihat dari beberapa arketip, yaitu shadow, persona,
anima, dan self.
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penelitian dengan judul
“Kepribadian Tokoh Utama Dalam Novel Chima>r al-Chaki>m Karya Taufi>q al-
Chaki>m” dengan pendekatan psikologi sastra khususnya pendekatan psikologi
sastra Carl Gustav Jung belum pernah dilakukan sehingga penelitan ini dapat
dilanjutkan.
7
Dua manfaat dari penelitian ini, yaitu manfaat praktis dan manfaat teoretis.
Manfaat praktis yaitu memberikan wawasan dan contoh kepada pembaca tentang
kepribadian manusia yang memiliki kesadaran dan ketidaksadaran dalam dirinya.
Kepribadian pada tokoh utama “Aku” dalam novel Chima>r al-Chaki>m.
Manfaat teoretis yaitu membantu pembaca untuk memahami penerapan
teori struktural serta dapat mengungkapkan kepribadian tokoh utama “Aku” dalam
novel Chima>r al-Chaki>m dengan pendekatan psikologi sastra.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah struktural novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m ?
2. Bagaimanakah kepribadian tokoh utama dalam novel Chima>r al-Chaki>m karya
Taufi>q al-Chaki>m berdasarkan teori Psikoanalisis Carl Gustav Jung ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian harus memiliki tujuan yang jelas sehingga diketahui hasilnya.
Tujuan penelitian dijadikan alasan pertimbangan dalam mengkaji sesuatu. Tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan struktural novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-
Chaki>m.
2. Mendeskripsikan kepribadian tokoh utama Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q
al-Chaki>m berdasarkan teori Psikoanalisis Carl Gustav Jung.
8
D. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian tidak melebar melewati
fokus permasalahan. Penulis membatasi penelitian dengan pendekatan struktural
model Robert Stanton dengan uraian sebagai berikut, yaitu fakta cerita dan tema.
Fakta cerita meliputi alur, karakter, dan latar serta pembahasan kepribadian tokoh
utama “Aku” dalam novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m
menggunakan pendekatan psikologi Carl Gustav Jung yaitu struktur kesadaran
dan struktur ketidaksadaran, dinamika kepribadian, perkembangan kepribadian,
dan tahap-tahap perkembangan kepribadian.
E. Landasan Teori
Teori (theory) adalah pernyataan mengenai sebab-akibat atau mengenai
adanya suatu hubungan positif antara fenomena yang diteliti dalam masyarakat
atau dalam teks-teks sastra tulis atau teks-teks sastra lisan (Mely G. Tan dalam
Sangidu, 2004:13). Teori memegang peranan yang penting karena merupakan
dasar atau landasan dari ilmu pengetahuan (Yusuf, 2008:2).
Penelitian ini diteliti menggunakan teori struktural novel yang meliputi
fakta cerita (alur, karakter, dan latar), tema, dan sarana cerita (judul, sudut
pandang, simbolisme, ironi, gaya dan tone) serta psikologi sastra Carl Gustav
Jung. Akan tetapi, dalam aplikasinya dibatasi pada dua sub pembahasan struktural
saja, yaitu pembahasan pertama tentang fakta cerita yang meliputi alur, karakter,
dan latar. Pembahasan kedua struktural adalah tema. Kemudian dilengkapi dengan
9
teori psikologi Carl Gustav Jung. Hal ini dipandang cukup untuk menjawab
permasalahan yang ada.
1. Pendekatan Struktural
Stanton (2012:22) mengemukakan fakta cerita adalah struktur faktual atau
tahapan faktual sebuah cerita. Fakta cerita meliputi alur, karakter, dan latar.
Berikut ini akan diuraikan penjelasannya secara rinci.
1.1 Alur
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam
sebuah cerita. Istilah alur biasanya terdapat pada peristiwa-peristiwa yang
terhubung secara kasual saja. Peristiwa kasual merupakan peristiwa yang
menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat
diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal
tidak terbatas pada hal-hal yang fisik seperti pandangannya, keputusan-keputusan,
dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya (Stanton, 2012:26).
Stanton (2012:28) mengemukakan bahwa alur merupakan tulang
punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan
dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis.
Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman
terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan
pengaruhnya. Alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang
meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan
sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan.
10
Setiap bab dalam novel terdiri dari beberapa episode. Istilah episode
dalam novel hampir mirip dengan adegan dalam drama. Perpindahan dari satu
episode ke episode yang lain biasanya ditandai dengan perpindahan waktu,
tempat, atau kelompok tokoh. Tipe-tipe episode dalam novel meliputi episode
naratif, dramatik, dan analitik. Episode naratif menceritakan peristiwa yang telah
terjadi dan dalam waktu yang relatif lebih lama. Pada episode dramatik, cerita
dibawakan pengarang dengan menggunakan dialog-dialog sehingga mengesankan
peristiwa hadir di hadapan pembaca (Stanton, 2012:92). Episode analitik berisi
kontemplasi tokoh terhadap tokoh-tokoh lain atau peristiwa-peristiwa yang terjadi
(Stanton, 2012:93).
Dua unsur penting alur menurut Stanton (2012:31) adalah konflik dan
klimaks. Konflik dalam setiap karya fiksi terdiri atas konflik internal dan konflik
ekternal. Konflik internal merupakan konflik antara dua keinginan dalam diri
seorang tokoh, sedangkan konflik eksternal merupakan konflik antartokoh
ataupun antara tokoh dengan lingkungannya. Banyak konflik dapat dijumpai
dalam cerita namun yang terpenting adalah konflik sentral. Konflik sentral adalah
konflik yang menjadi puncak dari berbagai konflik yang mengantar jalan cerita
menuju klimaks. Konflik sentral juga merupakan inti struktur cerita dan dari
konflik tersebut plot dapat berkembang.
Sebuah alur hendaknya terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap awal, tahap
tengah, dan tahap akhir (Stanton, 2012:28). Tahap awal sebuah cerita merupakan
tahap perkenalan. Tahap ini terdapat segala informasi yang menerangkan berbagai
hal penting yang akan dikisahkan pada tahap selanjutnya. Tahap awal biasanya
11
dimanfaatkan pengarang untuk memberikan pengenalan latar ataupun pengenalan
tokoh yang terdapat dalam novel.
Tahap tengah cerita berisi pertikaian. Pengarang menampilkan
pertentangan dan konflik yang semakin lama semakin meningkat dan
menegangkan pembaca. Konflik di sini dapat berupa konflik internal maupun
konflik eksternal. Tahap tengah cerita merupakan tahap terpenting dari sebuah
karya karena pada tahap inilah terdapat inti cerita. Pada umumnya di sinilah tema
pokok cerita diungkapkan.
Tahap akhir merupakan tahap penyelesaian. Pengarang menampilkan
adegan sebagai akibat dari klimaks. Pertanyaan yang muncul dari pembaca
mengenai akhir cerita dapat terjawab. Klimaks dalam cerita adalah saat ketika
konflik memuncak dan mengakibatkan terjadinya penyelesaian yang tidak dapat
dihindari (Stanton, 2012:32). Klimaks cerita merupakan pertemuan antara dua
atau lebih masalah yang dipertentangkan dan menentukan terjadinya penyelesaian.
Klimaks terjadi pada saat konflik telah mencapai intensitas tertinggi.
Keterlibatan jumlah tokoh dan keterpadanan hubungan antarunsur
pembangun cerita sangat mempengaruhi kuat atau lemahnya alur dalam karya
fiksi. Semakin sedikit tokohnya akan semakin kuat alurnya (Stanton, 2012:26).
1.2 Karakter
Istilah tokoh menunjuk pada dua pengertian. Pertama, tokoh menunjuk
individu-individu yang muncul dalam cerita. Kedua, tokoh menunjuk pada
percampuran antara kepentingan-kepentingan, keinginan, perasaan, dan prinsip
moral yang membuat individu itu berbeda (Stanton, 2012:33). Hampir setiap
12
cerita memiliki tokoh sentral, yaitu tokoh yang berhubungan dengan setiap
peristiwa dalam cerita dari peristiwa-peristiwa tersebut menimbulkan perubahan,
baik dalam diri tokoh maupun dalam sikap pembaca terhadap tokoh.
Alasan tokoh mengerjakan apa yang harus dikerjakan disebut motivasi.
Alasan mendadak terhadap suatu tindakan yang kadang tidak disadari disebut
motivasi khusus. Motivasi khusus mendukung motivasi dasar. Motivasi dasar
adalah keinginan tokoh yang mempengaruhi keseluruhan cerita (Stanton,
2012:33).
Watak tokoh dalam cerita dapat dilihat dari nama tokoh dan cara
pengarang melukiskan tokoh tersebut. Lukisan seorang pengarang dapat
membantu pembaca untuk memperoleh gambaran mengenai perwatakan tokoh
tersebut. Dalam karya fiksi yang baik, setiap ucapan dan tindakan tidak hanya
sebagai langkah dalam alur, tetapi juga sebagai penjelmaan lukisan watak tokoh
(Stanton, 2012:34).
Berdasarkan kedudukannya, ada dua jenis tokoh dalam karya sastra yaitu
tokoh utama dan tokoh bawahan (Stanton, 2012:33). Tokoh utama merupakan
tokoh yang selalu ada dan relevan dalam setiap peristiwa di dalam cerita. Tokoh
bawahan adalah tokoh yang kedudukannya dalam cerita tidak sentral, tetapi
kehadiran tokoh ini sangat penting untuk menunjang tokoh utama. Tokoh
bawahan biasanya hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita
dengan porsi penceritaan yang relatif pendek.
13
1.3 Latar
Latar cerita adalah lingkungan peristiwa, yaitu dunia cerita tempat
terjadinya peristiwa (Stanton, 2012:35). Terkadang latar secara langsung
mempengaruhi tokoh, dan dapat menjelaskan tema. Stanton mengelompokkan
latar bersama tokoh dan alur ke dalam fakta cerita sebab ketiga hal inilah yang
akan dihadapi dan dapat diimajinasi secara faktual oleh pembaca.
Salah satu bagian latar adalah latar belakang yang tampak seperti
gunung, jalan dan pantai. Salah satu bagian latar yang lain dapat berupa waktu
seperti hari, minggu, bulan dan tahun, iklim ataupun periode sejarah. Latar
meskipun tidak melibatkan tokoh secara langsung, tetapi dapat melibatkan
masyarakat (Stanton, 2012:35).
Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya untuk
memunculkan tone dan mood emosional yang melingkupi sang karakter. Tone
emosional disebut dengan istilah atmosfer. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin
yang merefleksikan suasana jiwa sang katakter atau sebagai salah satu bagian
dunia yang berada di luar diri sang karakter (Stanton, 2012:36).
Atmosfer dapat pula berupa deskripsi kondisi latar yang mampu
menciptakan suasana tertentu, misalnya suasana ceria, romantis, sedih, muram,
maut, misteri, dan sebagainya. Suasana tertentu yang tercipta itu sendiri tidak
secara langsung, eksplisit, melainkan merupakan sesuatu yang tersarankan. Pada
umumnya pembaca mampu menangkap pesan suasana yang ingin diciptakan
pengarang dengan kemampuan imajinasi dan kepekaan emosional.
14
2. Tema
Tema dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah novel.
Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan dan
menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema
menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka dia pun bersifat menjiwai
seluruh cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas, dan
abstrak. Stanton (2012:36) berpendapat, tema adalah makna cerita, gagasan
sentral atau pikiran yang mempersatukan berbagai unsur yang bersama-sama
membangun karya sastra dan menjadi motif tindakan tokoh. Tema dapat
bersinonim dengan ide utama dan tujuan utama.
Ide utama tersebut yang menjadikan cerita terfokus dan saling memiliki
keterkaitan antara satu unsur dengan unsur yang lain untuk membentuk makna
cerita yang utuh oleh karena tema tersembunyi di balik cerita, penafsirannya harus
di lakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada secara keseluruhan membangun
cerita tersebut (Stanton, 2012:37).
Tema cerita berhubungan dengan makna pengalaman hidup manusia.
Untuk mendapatkan tema dari sebuah karya fiksi kita dapat mencari tahu
mengenai motivasi para tokoh yang terdapat dalam cerita, mencari tahu problem-
problem para tokoh, juga memahami dunia di sekitar para tokoh tersebut. Untuk
menentukan tema sebaiknya dicari konflik sentralnya karena keduanya
berhubungan dekat dan seringkali tidak dapat dipisahkan (Stanton, 2012:42-43).
Terdapat tiga istilah untuk menyebut tema cerita, yaitu: tema, ide sentral,
dan maksud sentral. Tema menjadikan cerita terfokus dan menyatu, membuat
15
awal cerita yang sesuai, menghubungkan setiap peristiwa, dan mengakhiri cerita
dengan memuaskan. Dengan kata lain, bahwa tema adalah makna cerita yang
secara khusus didasarkan pada sebagian besar unsur-unsurnya. Tema dalam hal ini
bersifat mengikat, menentukan kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik
situasi tertentu.
Ada empat hal yang dijadikan acuan untuk menentukan tema menurut
Stanton (2012:44-45). Pertama, interpretasi yang baik hendaknya selalu
mempertimbangkan berbagai detail yang menonjol dalam sebuh cerita. Kedua,
berbagai detail cerita yang saling berkontradik. Ketiga, interpretasi yang baik
hendaknya tidak sepenuhnya bergantung pada bukti-bukti yang tidak secara jelas
diutarakan (hanya disebut secara implisit). Keempat, interpretasi yang dihasilkan
hendaknya diujarkan secara jelas oleh cerita yang bersangkutan.
Penentuan tema pokok cerita atau tema mayor pada hakikatnya merupakan
aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai di antara sejumlah makna
yang ditafsirkan dan dikandung oleh karya yang bersangkutan.
3. Pendekatan Psikologi Sastra
Psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos, yaitu
science atau ilmu mengarahkan perhatiaanya pada manusia sebagai objek studi,
terutama pada manusia sebagai objek studi, terutama pada sisi perilaku (behavior
atau action) dan jiwa (pshyce) (Siswantoro, 2005:27).
Sastra berbeda dengan psikologi, sebab sastra berhubungan dengan dunia
fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni (art), sedangkan
16
psikologi merujuk pada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental.
Meski berbeda, keduanya memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya
berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian. Psikologi terlibat
erat, karena psikologi memperlajari perilaku. Perilaku manusia tidak lepas dari
aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakuya (Siswantoro:
2005:29).
Novel sebagai bagian bentuk sastra, merupakan jagad realita yang
didalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia
(tokoh). Realita psikologis adalah kehadiran fenomena kejiwaan tertentu yang
dialami oleh tokoh utama ketika merespon atau bereaksi terhadap diri dan
lingkungan (Siswantoro, 2005:29).
Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian terhadap novel Chima>r al-
Chaki>m menggunakan teori psikologi sastra dikarenakan novel tersebut
menceritakan tentang peristiwa dan perilaku yang dialami oleh tokoh dan
berpengaruh terhadap kepribadian, sikap dan pola pikir tokoh dalam berinteraksi
terhadap diri sendiri dan lingkungannya.
4. Teori Kepribadian
Penelitian ini menggunakan teori kepribadian Carl Gustav Jung. Jung
adalah kolega sekaligus pengikut Sigmund Freud yang sangat setia. Tetapi dalam
perjalanan kariernya, dia mempunyai pandangan penting yang berbeda. Dia
akhirnya mencari jalan sendiri untuk mengembangkan penemuannya (Kasnadi,
2010:70).
17
Jung tidak berbicara tentang kepribadian melainkan tentang psyche.
Adapun yang dimaksud dengan psyche, Jung menjelaskan bahwa “psyche
embraces all thought, feeling, and behavior, conscious and unconscious”.
Kepribadian adalah seluruh pemikiran, perasaan, dan perilaku nyata baik yang
disadari maupun yang tidak disadari (Yusuf, 2008:74).
4.1 Struktur Kepribadian
Stuktur kepribadian manusia terdiri dari dua dimensi yaitu dimensi
kesadaran dan dimensi ketidaksadaran. Kedua dimensi ini saling mengisi dan
mempunyai fungsi masing-masing dalam penyesuaian diri. Dimensi kesadaran
berupaya menyesuaikan terhadap dunia luar individu. Dimensi ketaksadaran
berupaya menyesuaikan terhadap dunia dalam individu (Yusuf, 2008:74).
4.1.1 Dimensi Kesadaran Kepribadian
Dimensi kesadaran dari kepribadian ini adalah ego. Ego adalah jiwa
sadar yang terdiri dari persepsi, ingatan, pikiran, perasaan sadar manusia. Ego
melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang. Pandangan sang pribadi,
ego dipandang berada pada dimensi kesadaran.
Dimensi kesadaran manusia mempunyai dua komponen pokok, yaitu
fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting
dalam orientasi manusia dalam dunianya.
a. Fungsi Jiwa
Fungsi jiwa adalah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori
tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat
18
fungsi jiwa yang pokok yaitu pikiran, perasaan, pendriaan, dan intuisi (Yusuf,
2008:74).
Pikiran dan perasaan adalah fungsi jiwa yang rasional. Dalam
fungsinya, pikiran dan perasaan bekerja dengan penilaian. Pikiran menilai atas
dasar benar dan salah. Adapun perasaan menilai atas dasar menyenangkan dan
tidak menyenangkan.
Pendriaan dan intuisi adalah fungsi jiwa irrasional yang tidak
memberikan penilaian melainkan hanya semata-mata pengamatan. Pendirian
mendapatkan pengamatan dengan sadar melalui indera. Adapun intuisi mendapat
pengamatan secara tidak sadar melalui naluri (Yusuf, 2008:75).
Pada dasarnya setiap manusia memiliki keempat fungsi jiwa tersebut,
akan tetapi biasanya hanya salah satu fungsi saja yang paling berkembang
(dominan). Fungsi yang paling berkembang itu merupakan fungsi superior dan
menentukan tipe kepribadian orangnya. Jadi ada tipe orang pemikir, tipe perasa,
tipe pendria, dan tipe intuitif (Yusuf, 2008:75).
Berikut ini digambarkan tabel tentang fungsi jiwa menurut Jung
(dalam Yusuf, 2008:75).
Fungsi Jiwa Sifatnya Cara Bekerjanya
Pikiran Rasional Dengan penilaian: benar-salah.
Perasaan Rasional Dengan Penilain: senang-tak senang
Pendriaan Irrasional Tanpa penilaian: sadar indriah
Intuisi Irrasional Tanpa penilaian: tak sadar naluriah
Tabel 5. Tabel Fungsi Jiwa
19
b. Sikap Jiwa
Sikap jiwa adalah arah dari pada energi psikis umum atau libido, yang
menjelma dalam orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas psikis itu
dapat keluar atau ke dalam. Demikian juga arah orientasi manusia dapat ke luar
ataupun ke dalam.
Setiap orang mengadakan orientasi terhadap dunia sekitarnya, tetapi
dalam caranya mengadakan orientasi itu orang yang satu berbeda dari yang
lainnya. Apabila orientasi terhadap sesuatu itu tidak dikuasai oleh pendapat-
pendapat subyektifnya, maka individu yang demikian itu dikatakan ekstravers.
Apabila orientasi ekstravers ini menjadi kebiasaan, maka individu yang
bersangkutan mempunyai tipe ekstravert (Yusuf, 2008:76).
Berdasarkan atas sikap jiwanya, manusia dapat digolongkan menjadi
dua tipe yaitu sebagai berikut.
1. Manusia yang bertipe ekstravers (kepribadian terbuka), dipengaruhi dunia
objektif, yaitu dunia luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju ke luar.
Pikiran perasaan dan tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya,
baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Orang bertipe
ekstravers bersikap positif terhadap masyarakatnya, hatinya terbuka, mudah
bergauldan hubungan dengan orang lain efektif. Adapun bahaya orang
ekstravers adalah apabila keterikatan kepada dunia luar terlamapau kuat,
sehingga dia tenggelam di dalam dunia objektif, kehilangan dirinya atau asing
terhadap dunia subjektifnya sendiri (Yusuf, 2008:77).
20
2. Manusia yang bertipe introvers (kepribadian tertutup), dipengaruhi oleh dunia
subjektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju
ke dalam dirinya sendiri. Pikiran, perasaan, serta tindakannya ditentukan oleh
faktor subjektif. Penyesuaian dengan dunia luar kurang baik, jiwanya
tertutup, sukar bergaul, sukar berhubungan dengan orang lain, dan kurang
dapat menarik hati orang lain. Bahaya tipe kepribadian introvers ialah kalau
jarak dengan dunia objektifnya terlalu jauh, maka orang tersebut lepas dari
dunia objektifnya (Yusuf, 2008:77).
Jung (dalam Yusuf, 2008:77) berpendapat bahwa antara sikap jiwa
ekstravers dan intravers terdapat hubungan yang kompensantoris. Berdasarkan
komponen pokok kesadaran, Jung membagi tipe kepribadian menjadi delapan tipe
yaitu empat tipe ekstravers dan empat tipe intravers. Pencandraan mengenai tipe
kepribadian tersebut dikupasnya kehidupan alam tidak sadar yang merupakan
realitas sama penting dengan kehidupan alam sadar. Kehidupan alam tidak sadar
berlawanan dengan kehidupan alam sadar.
Berdasarkan uraian tersebut, tipologi kepribadian seperti pada tabel
berikut ini.
Sikap Jiwa Fungsi Jiwa Tipe Kepribadian Ketidaksadarannya
Ekstravers Pikiran
Perasaan
Pendriaan
Intuisi
Pemikir – ekstravers
Perasa - ekstravers
Pendria - ekstravers
Intuitif – ekstravers
Perasa – intravers
Pemikir - intravers
Intuitif - intravers
Pendria - intravers
Intravers Pikiran
Perasaan
Pendriaan
Pemikir – intravers
Perasa - intravers
Pendria - intravers
Perasa – ekstravers
Pemikir - ekstravers
Intuitif - ekstravers
21
Intuisi Intuitif – intravers Pendria - ekstravers
Tabel 6. Tipologi Kepribadian
Berdasarkan pemaparan di atas, masih ada satu lagi permasalahan
tentang kesadaran, yaitu persona. Jung (dalam Yusuf, 2008:77) memberikan
definisi persona adalah sebagai kompleks fungsi (fungsi yang saling terkait, yang
terbentuk atas dasar pertimbangan penyesuaian atau usaha mencari penyelesaian,
tetapi tidak sama dengan individualitas. Cara individu menampakkan diri ke luar
belum tentu sesuai dengan keadaan dirinya yang sebenarnya.
4.1.2 Dimensi Ketidaksadaran Kepribadian
Dimensi ketidaksadaran kepribadian seseorang mempunyai dua lingkaran
yaitu dengan uraian sebagai berikut.
a. Ketidaksadaran Pribadi
Ketidaksadaran pribadi berisi hal yang diperoleh individu selama
hidupnya namun tertekan dan terlupakan. Ketidaksadaran pribadi terdiri dari
pengalaman yang disadari tetapi kemudian ditekan, dilupakan, diabaikan serta
pengalaman yang terlalu lemah. Ketidaksadaran pribadi berisi hal yang teramati,
terpikirkan, dan terasakan di bawah ambang kesadaran.
Ketidaksadaran pribadi berisi kompleks perasaan, pikiran, persepsi,
ingatan yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi (Yusuf, 2008:79).
b. Ketidaksadaran Kolektif
Ketidaksadaran kolektif berisi hal yang diperoleh seluruh jenis
manusia selama pertumbuhan jiwanya melalui generasi terdahulu. Ini merupakan
22
endapan cara yang khas manusia mereaksi sejak zaman dahulu terhadap situasi
ketakutan, bahaya, perjuangan, kelahiran, kematian, dan sebagainya (Yusuf,
2008:80).
Ketidaksadaran adalah hal yang tidak disadari. Untuk mengenal dan
mengetahui ketidaksadaran, kita peroleh secara tidak langsung melalui
manifestasinya. Manifestasi ketidaksadaran itu dapat berbentuk simtom dan
kompleks, mimpi, fantasi, khayalan, dan arkhetipe (Yusuf, 2008:82).
1. Simtom dan Kompleks
Simtom adalah gejala dorongan jalannya energi yang normal dengan
bentuk kejasmanian maupun kejiwaan. Simtom adalah tanda bahaya yang
memberi tahu ada sesuatu dalam kesadaran yang kurang.
Kompleks adalah bagian dari kejiwaan yang telah terpecah dan lepas dari
kontrol kesadaran dan mempunyai kehidupan sendiri dalam kegelapan alam
ketidaksadaran yang dapat menghambat atau memajukan prestasi kesadaran.
Menurut Jung (dalam Yusuf, 2008:82) kompleks merupakan sesuatu yang tidak
dapat diselesaikan dalam kepribadian. Kompleks banyak disebabkan oleh
pengalaman traumatis yang tidak mungkin dapat diterima oleh individu secara
keseluruhan.
2. Mimpi, Fantasi dan Khayalan
Mimpi sering timbul dari kompleks yang mempunyai hukum dan bahasa
sendiri (Yusuf, 2008:82). Sebab akibat, ruang dan waktu tidak berlaku, bahasanya
bersifat lambang dan untuk memahaminya perlu penafsiran. Bagi Freud dan
Adler, mimpi dianggap sebagai hasil dari sesuatu yang patologis yaitu penjelmaan
23
angan-angan atau keinginan yang tidak dapat direalisasikan. Bagi Jung mimpi itu
mempunyai fungsi yang konstruksif yaitu mengkompensasikan keberatsebelahan
dari konflik.
Jung (dalam Yusuf, 2008:83) juga mengemukakan tentang fantasi dan
khayalan sebgai manifestasi ketidaksadaran. Fantasi dan khayalan ini berkaitan
dengan mimpi dan timbul pada waktu taraf kesadaran rendah. Variasi fantasi dan
khayalan itu tak terhingga mulai dari mimpi siang hari serta impian tentang
keinginan sampai khayalan khusus orang-orang dalam keadaan kegirangan yang
luar biasa.
3. Arkhetipe
Arkhetipe adalah bentuk pendapat instinktif dan reaksi instinktif terhadap
situasi tertentu yang terjadi di luar kesadaran. Arkhetipe dibawa sejak lahir dan
tumbuh pada ketidaksadaran kolektif selama perkembangan manusia. Arkhetipe
merupakan pusat serta medan tenaga dari ketidaksadaran yang dapat mengubah
sikap kehidupan sadar manusia (Yusuf, 2008:83).
Beberapa bentuk khusus dari isi ketidaksadaran yaitu bayang-bayang,
proyeksi atau imago, animus dan anima. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut.
a. Bayang-bayang
Bayang-bayang adalah segi lain dari kepribadian yaitu kekurangan yang
tidak disadari. Bayang-bayang terbentuk dari fungsi inferior serta sikap jiwa yang
inferior karena pertimbangan moral yang dimasukkan ke dalam ketidaksadaran.
Aku merupakan pusat kesadaran, sedangkan bayang-bayang merupakan pusat
24
ketidaksadaran, baik ketidaksadaran pribadi maupun ketidaksadaran kolektif
(Yusuf, 2008:83).
b. Proyeksi atau imago
Proyeksi adalah menempatkan isi batin sendiri pada objek lain di luar
dirinya secara tidak sadar (Yusuf, 2008:84).
c. Animus dan anima
Imago yang terpenting pada orang dewasa adalah animus bagi orang
perempuan dan anima pada laki-laki. Setiap manusia bersifat biseksual. Setiap
manusai mempunyai sifat yang terdapat pada jenis kelamin lawannya. Seorang
laki-laki ketidaksadarannya adalah perempuan dan seorang perempuan
ketidaksadarannya adalah laki-laki (Yusuf, 2008:84).
4.2 Dinamika Kepribadian
Struktur kepribadian tidak statis, melainkan dinamis dalam gerak yang
terus menerus. Dinamika kepribadian disebabkan oleh energi psikis yang disebut
libido. Libido adalah intensitas kejadian psikis yang hanya dapat diketahui lewat
peristiwa psikis. Kepribadian adalah suatu sistem energi yang tertutup tetapi tidak
sempurna karena energi dari luar dapat masuk. Selain itu, terdapat penambahan
dan pengurangan energi, serta perubahan distribusi energi pengaruh dari luar
(Yusuf, 2008:84-85).
Kenyataan bahwa kepribadian adalah sistem yang dapat dipengaruhi atau
dimodifikasi oleh sumber dari luar menunjukkan bahwa kepribadian tidak pernah
mencapai stabilitas yang sempurna, yang dicapai hanyalah stabilitas nisbi atau
25
sementara. Hukum pokok yang terdapat dalam sistem kepribadian adalah hukum
kebalikan atau hukum pasangan berlawanan. Pada dasarnya tidak ada suatu sistem
kepribadian yang mengatur diri sendiri tanpa kebalikan (Yusuf, 2008:85).
Dua prinsip dalam dinamika kepribadian yaitu prinsip ekuivalens dan
entropi. Prinsip ekuivalens dalam kepribadian adalah apabila sesuatu nilai
menurun atau hilang, maka jumlah energi yang didukung oleh nilai tidak hilang
melainkan akan muncul kembali dalam nilai baru (Yusuf, 2008:88). Sedangkan,
prinsip entropi adalah apabila dua nilai (intensitas energi) tidak sama
kekuatannya, maka energi akan mengalir dari yang lebih kuat ke yang lebih lemah
sampai keduanya seimbang (Yusuf, 2008:86).
Gerak energi dalam kepribadian mempunyai arah. Gerakannya dapat
dibedakan antara gerak progresif dan gerak regresif. Kedua gerak tersebut
dibutuhkan oleh individu. Progresif terjadi atas dasar keharusan individu
menyesuaikan diri terhadap dunia luar. Adapun regresif terjadi atas dasar
keharusan individu menyesuaikan diri ke dalam diri sendiri (Yusuf, 2008:87).
Sifat pokok proses energi selain arah adalah nilai intensitasnya. Bentuk
khusus manifestasi di dalam jiwa adalah gambaran. Gambaran yang sama dalam
konteks yang satu merupakan pemegang peran utama, adapun pada konteks yang
lain hanya memegang peran yang tidak penting (Yusuf, 2008:88).
Kompensasi dapat terjadi pada pasangan berlawanan dan dengan mudah
dapat ditunjukkan dalam hal fungsi jiwa dan sikap jiwa. Pertentangan atau
perlawanan terjadi antara berbagai aspek dalam kepribadian. Pasangan saling
26
berlawanan, berhubungan secara komplementer, kompensatoris yang
menyebabkan kepribadian selalu dinamis (Yusuf, 2008:88-89).
4.3 Perkembangan Kepribadian
Jung berpendapat bahwa pandangan, yaitu kausalitas dan teleologi,
keduanya harus diambil karena penting dalam memandang suatu perkembangan
kepribadian. Masa kini dipengaruhi oleh masa lampau (kausalitas) dan masa
depan atau datang (teleologi). Pada satu sisi membuat gambaran mengenai yang
terjadi di masa lampau, dan disisi lain menggambarkan mengenai yang akan
terjadi di masa datang sejauh seseorang menciptakan masa depannya (Yusuf,
2008:90).
Proses perkembangan kepribadian dapat terjadi gerak maju (progresi) dan
gerak mundur (regresi). Progresi adalah aku sadar dapat menyesuaikan diri secara
memuaskan baik terhadap tuntutan dunia luar maupun kebutuhan ketidaksadaran.
Regresi tidak selalu negatif dan dibantu oleh aku untuk menemukan jalan dalam
mengatasi rintangan yang dihadapi. Hal tersebut terjadi karena ketidaksadaran
(pribadi maupun kolektif) berisikan pengetahuan dan kebijaksanaan mengenai
masa lampau individual atau kolektif yang dilupakan atau ditekan. Bertujuan
menemukan pengetahuan dalam ketidaksadaran untuk mengatasi frustasi yang
dihadapi (Yusuf, 2008:90-91).
Jung (dalam Yusuf, 2008:92) mengatakan bahwa kepribadian mempunyai
kecenderungan untuk berkembang ke arah suatu kebulatan yang stabil.
Pekembangan kepribadian adalah pembeberan kebulatan asli yang semula tidak
27
mempunyai diferensiasi dan tujuan sehingga semua aspek kepribadian mengalami
diferensiasi dan berkembang sepenuhnya. Proses diferensiasi dan berkembang
secara penuh disebut proses pembentukan diri atau penemuan diri. Jung
menyebutnya dengan proses individuasi.
4.4 Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian
Proses individuasi ditandai oleh bermacam-macam perjuangan batin
dengan beberapa tahap pekembangan. Tahap perkembangan tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Tahap Pertama
Membuat sadar fungsi pokok serta sikap jiwa yang ada dalam
ketidaksadaran. Dengan cara ini, tegangan dalam batin berkurang dan kemampuan
untuk mengadakan orientasi serta penyesuaian diri meningkat (Yusuf, 2008:92).
b. Tahap Kedua
Membuat sadar imago. Menyadari imago menjadikan seseorang mampu
melihat kelemahan-kelemahannya sendiri yang diproyeksikan (Yusuf, 2008:92).
c. Tahap Ketiga
Menyadari bahwa manusia hidup dalam berbagai tegangan pasangan yang
berlawanan, baik rohaniah maupun jasmaniah. Manusia harus tabah menghadapi
masalah serta dapat mengatasinya (Yusuf, 2008:93).
d. Tahap Keempat
Adanya hubungan yang selaras antara kesadaran dan ketidaksadaran, serta
antar aspek kepribadian yang ditimbulkan oleh titik pusat kepribadian yaitu diri.
28
Diri menjadi titik pusat, menerangi, menghubungkan, serta mengkoordinasikan
seluruh aspek kepribadian. Gambaran manusia yang dapat mengkoordinasikan
seluruh aspek kepribadian disebut manusia integral atau manusia sempurna
(Yusuf, 2008:93).
Berdasarkan uraian teori kepribadian Carl Gustav Jung di atas bahwa
dalam diri manusia terdapat struktur keribadian, dinamika kepribadian,
perkembangan dan tahap-tahap perkembangan kepribadian. Penelitian ini
menggunakan teori tersebut karena tokoh utama dalam novel Chima>r al-Chaki>m
juga memiliki kepribadian dimensi kesadaran dan ketidaksadaran, serta penelitian
secara mendalam dari segi dinamika kepribadian, perkembangan dan tahap-tahap
perkembangan kepribadian.
F. Objek Penelitian
Sangidu (2004:61) menyatakan bahwa objek penelitian sastra adalah
pokok atau topik penelitian sastra. Objek penelitian ini terdiri atas objek formal
dan objek material. Objek formal berupa kepribadian tokoh utama dengan
menggunakan pendekatan analisis psikologi sastra Carl Gustav Jung yang terdiri
dari dimensi kesadaran kepribadian dan dimensi ketidaksadaran kepribadian.
Objek material penelitian ini adalah naskah novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q
al-Chaki>m.
1. Sumber Data
Ratna (2013:47) mengemukakan bahwa sumber data dalam ilmu sastra
adalah naskah. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku,
29
majalah, jurnal, dan lain sebagainya. Hal ini diperjelas dengan rincian sebagai
berikut.
1.1 Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber yang menjadi rujukan utama dalam
penelitian yaitu berupa novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m setebal
147 halaman.
1.2 Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang berasal dari hasil
penelitian yang sudah ada, seperti buku, resensi, artikel yang membahas tentang
novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m.
2. Data
Data adalah informasi atau bahan yang harus dicari, dikumpulkan, dan
dipilih oleh peneliti. Data dapat berupa angka, perkataan, kalimat, wacana,
gambar atau foto, rekaman, catatan, arsip, dokumen, dan buku. Hal ini diperjelas
dengan rincian sebagai berikut.
2.1 Data Primer
Data primer adalah data yang dibuat oleh peneliti dengan maksud khusus
untuk menyelesaikan masalah yang akan menjadi bahan penelitian (Sugiyono,
2010:137). Data primer dalam penelitian ini berupa teks, kata-kata, kalimat, dan
wacana yang terdapat dalam novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m.
2.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang sudah dikumpulkan sebagai tambahan
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi sebagai acuan penelitian (Sugiyono,
30
2010:137). Data sekunder diperoleh melalui referensi, majalah, jurnal, buku, E-
Book, dan internet.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik dalam pengumpulan data adalah teknik pustaka. Teknik pustaka
adalah pengumpulan data yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk
memperoleh data. Sumber tertulis itu berwujud buku, majalah, surat kabar, karya
sastra, buku bacaan ilmiah (Satoto, 1992:42).
Peneliti menggunakan novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m
sehingga pengumpulan data berupa membaca, memahami, mencatat, mengutip
setiap data-data yang terdapat dalam novel tersebut.
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dilaksanakan secara terus
menerus, sejak pengumpulan data di lapangan sampai penulisan laporan
penelitian. Data-data yang telah terkumpul lalu diolah dan dianalisa dengan
bebarapa tahapan. Tahapan tersebut adalah rangkaian yang tidak dapat saling
lepas karena tahapan ini merupakan proses yang berurutan dan
berkesinambungan.
Teknik-teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
31
1. Teknik deskripsi, yaitu seluruh data yang diperoleh dalam novel Chima>r al-
Chaki>m lalu dihubungkan dengan persoalan, setelah itu dilakukan tahap
pendeskripsian.
2. Teknik klasifikasi, yaitu data-data yang telah dideskripsikan kemudian
dikelompokkan menurut kelompoknya masing-masing sesuai dengan
perumusan masalah yang ada.
3. Teknik analisis, yaitu semua data-data yang telah diklasifikasikan menurut
kelompoknya masing-masing dianalisis menggunakan pendekatan struktural
selanjutnya menggunakan psikologi sastra
4. Teknik interpretasi data, yaitu upaya penafsiran dan pemahaman terhadap
hasil analisis data sehingga didapat pemecahan secara menyeluruh dan utuh.
5. Teknik evaluasi, yaitu seluruh data-data yang sudah dianalisis dan
diinterpretasikan tidak langsung ditarik kesimpulan. Data-data yang sudah
ada diteliti kembali, agar diperoleh penilaian yang dapat
dipertanggungjawabkan.
I. Metode Penelitian
Metode berasal dari bahasa Yunani methodos. Dapat dikatakan juga bahwa
metode adalah prosedur atau cara yang sistematis yang dilakukan seorang peneliti
dalam upaya mencapai tujuan (Siswantoro, 2005:55). Narbuko (2003:1), definisi
penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan
menganalisis sampai menyusun laporannya.
32
Definisi metode penelitian adalah petunjuk yang memberi arah dan corak
penelitian, sehingga dengan metode yang tepat suatu penelitian akan memperoleh
hasil yang maksimal. Penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian
kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan atau
gejala dari kelompok tertentu yang diamati (Moleong, 1993:3).
Menurut Miles dan Huberman (1992:16-20), metode analisis dapat
dilakukan melalui empat tahap, yaitu:
1. Pengumpulan data
Data yang digunakan adalah berwujud kata-kata bukan rangkaian angka.
Data dikumpulkan dengan cara membaca dan memahami naskah novel Chima>r al-
Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m.
2. Reduksi data
Reduksi data sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan yang terkumpul. Reduksi data berlangsung secara terus menerus
selama penelitian yang berorientasi kualitatif berlangsung, bahkan sebelum data
benar-benar terkumpul. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data hingga kesimpulan.
3. Penyajian data
Penyajian data berfungsi untuk memahami apa yang sedang terjadi dan apa
yang harus dilakukan, lebih jauh menganalisis atau mengambil tindakan
33
berdasarkan atas pemahaman yang didapat. Kesimpulan dari penyajian data
adalah untuk penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
4. Menarik kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian adalah kegiatan menghimpun data-data dari
tahapan sebelumnya.
Penelitian novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m menggunakan
metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Data-data dalam novel yang
berupa kata, frasa, klausa, kalimat dan paragraf menjadi data-data yang dianalisis.
Penggunaan metode yang tepat dalam penelitian suatu karya, diharapkan lebih
maksimal sehingga hasilnya lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
J. Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian berguna memberikan gambaran tentang penyajian
penelitian ini. Adapun sistematika penyajiannya adalah sebagai berikut.
Bab I adalah pendahuluan. Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,
Pembatasan Masalah, Teori yang menjelaskan tentang definisi Struktural (Fakta
cerita, meliputi: Alur, Karakter, dan Latar, dan Tema), Teori Psikologi dan Teori
Psikologi Sastra Carl Gustav Jung, Objek Penelitian yang terdiri dari Sumber Data
dan Data, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Metode Penelitian,
Sistematika Penyajian.
Bab II adalah Isi terdiri dari Analisis Struktural yaitu fakta cerita dan tema.
Fakta cerita meliputi Alur, Karakter, dan Latar.
34
Bab III adalah Analisis Psikologi Sastra terhadap Tokoh Utama
berdasarkan teori Psikologi Carl Gustav Jung.
Bab IV adalah Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.