bab i pengantar 1.1 latar...

28
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Berbagai nilai yang hidup pada masa kini, demikian juga yang akan berkembang pada masa mendatang, pada hakikatnya merupakan bentuk kesinambungan dari nilai-nilai yang telah ada pada masa lampau (Chamamah- Soeratno, 2011:4). Nilai-nilai dari masa lampau tersebut merupakan salah satu produk kebudayaan bangsa yang perlu “digali” dan dikaji. Pengetahuan tentang kebudayaan bangsa kita pada masa lampau sebagian “tergali” dari peninggalan purbakala, termasuk prasasti dan naskah lama yang ditulis tangan (Panuti- Sudjiman, 1995:46). Naskah merupakan salah satu peninggalan masa lampau yang dimiliki masyarakat Indonesia. Baroroh-Baried dkk. (1994:6) mengemukakan bahwa dalam naskah tersimpan sejumlah informasi masa lampau yang memperlihatkan buah pikiran, perasaan, kepercayaan, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat masa lampau. Naskah terdapat di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu naskah yang terdapat di Indonesia adalah naskah Melayu. Naskah Melayu adalah naskah yang kandungan atau teksnya ditulis dalam bahasa Melayu. Huruf yang digunakan dalam naskah Melayu pada umumnya adalah huruf Arab-Melayu (Jawi) (Mulyadi, 1994:11). Naskah Melayu juga dapat berarti semua teks tertulis dalam bahasa Melayu, yang merupakan awal

Upload: lythuy

Post on 07-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

1

BAB I

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Berbagai nilai yang hidup pada masa kini, demikian juga yang akan

berkembang pada masa mendatang, pada hakikatnya merupakan bentuk

kesinambungan dari nilai-nilai yang telah ada pada masa lampau (Chamamah-

Soeratno, 2011:4). Nilai-nilai dari masa lampau tersebut merupakan salah satu

produk kebudayaan bangsa yang perlu “digali” dan dikaji. Pengetahuan tentang

kebudayaan bangsa kita pada masa lampau sebagian “tergali” dari peninggalan

purbakala, termasuk prasasti dan naskah lama yang ditulis tangan (Panuti-

Sudjiman, 1995:46).

Naskah merupakan salah satu peninggalan masa lampau yang dimiliki

masyarakat Indonesia. Baroroh-Baried dkk. (1994:6) mengemukakan bahwa

dalam naskah tersimpan sejumlah informasi masa lampau yang memperlihatkan

buah pikiran, perasaan, kepercayaan, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku

pada masyarakat masa lampau. Naskah terdapat di berbagai daerah di Indonesia.

Salah satu naskah yang terdapat di Indonesia adalah naskah Melayu.

Naskah Melayu adalah naskah yang kandungan atau teksnya ditulis dalam

bahasa Melayu. Huruf yang digunakan dalam naskah Melayu pada umumnya

adalah huruf Arab-Melayu (Jawi) (Mulyadi, 1994:11). Naskah Melayu juga dapat

berarti semua teks tertulis dalam bahasa Melayu, yang merupakan awal

Page 2: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

2

 

kemunculan sastra kontemporer di Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura

(Kratz, 1996:241).

Menurut Chambert-Loir dan Fathurahman (1999:7), dalam pembicaraan

mengenai warisan kebudayaan Indonesia masa lampau, naskah1 sering kali

diabaikan. Padahal, menurut mereka, naskah memiliki dimensi dan makna yang

lebih luas karena merupakan hasil tradisi yang melibatkan berbagai keterampilan

dan sikap budaya. Keterampilan itu, antara lain, adalah keterampilan pembuatan

bahan naskah dan gambar-gambar dalam naskah.

Naskah memiliki segi estetis, tidak hanya dari muatan naskahnya, karena

memuat gambar-gambar (Chambert-Loir dan Fathurahman, 1999:7). Naskah

Melayu ada yang memiliki gambar pada awal atau akhir naskah. Gambar tersebut,

misalnya, berupa gapura atau mihrab yang dipenuhi ornamen, rangkaian bunga,

jalinan sulur dan daun, atau gabungan motif-motif geometris. Gambar-gambar itu

menunjukkan bahwa pada masa lampau masyarakat sudah mengenal seni.

Dalam bahasa Indonesia, seni berarti ‘keahlian membuat karya yang

bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan sebagainya)’ atau

‘karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa, seperti tari, lukisan, dan

ukiran’ (Sugono, 2008:1273). Sementara itu, dalam bahasa Sanskerta seni disebut

çilpa yang berarti ‘beraneka ragam penampilan, dekorasi, ornamen, karya seni,

atau keterampilan artistik’. Sebagai kata sifat, çilpa berarti ‘berwarna’. Sementara

itu, kata jadiannya (su-çilpa) berarti ‘dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah

                                                            1 Dalam filologi, terdapat perbedaan pengertian mengenai teks dan naskah. Teks merupakan isi atau kandungan naskah, sedangkan naskah adalah wujud fisiknya (Mulyadi, 1994:3).  

Page 3: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

3

 

atau dihiasi dengan indah’. Sebagai kata benda, çilpa berarti ‘pewarnaan’

(Macdonell, 1979:314).

Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni

berkaitan dengan aktivitas manusia. Seni membutuhkan keahlian, bertujuan

menghasilkan karya yang indah dan artistik. Hasil karya tersebut dapat berupa

ornamen, dekorasi, pewarnaan, ataupun hasil kerajinan lainnya.

Menurut Hussin dkk., 2009:85, seni hias memiliki makna membentuk dan

menggayakan keindahan sehingga tercipta ornamen atau hiasan. Hiasan yang

dihasilkan mengandung falsafah dan lambang berdasarkan kepercayaan dan

pandangan umum masyarakat yang menghasilkannya. Sementara itu, Read (dalam

Hussin dkk., 2009:88) mendefinisikan seni sebagai usaha mencipta bentuk yang

melahirkan rasa kesenangan hati.

Seni sudah dikenal sejak awal mula kehidupan manusia. Pada zaman

prasejarah, selain bahasa tubuh dan suara, gambar merupakan sarana nenek

moyang untuk berkomunikasi. Menurut Kurniawan dan Darmawan (2002:2–

3), gambar-gambar primitif umumnya memiliki makna tertentu bergantung dari

visualisasinya. Berangkat dari hal itu, mulailah berkembang gambar-gambar yang

difungsikan sebagai hiasan, bahkan sebagai penangkal bala. Dari beberapa

pengembangan itulah seni hias berkembang, termasuk di Nusantara.

Seni hias di Nusantara diterapkan pada benda-benda pakai, misalnya

gerabah, tempat makanan, senjata, dan elemen bangunan (arsitektur). Seni hias

dikenal pula dengan sebutan seni dekoratif dan seni ornamen. Darmawan (2002:2)

mengemukakan bahwa, seperti halnya artefak kebudayaan yang lain, seni hias

Page 4: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

4

 

umumnya memiliki ide dasar sekaligus muatan-muatan makna tertentu—seperti

cerita, petuah, atau bentuk representasi keragaman flora dan fauna yang ada di

lingkungan tempat artefak tersebut dibuat. Hal tersebut membuat motif hias setiap

daerah di Nusantara berbeda-beda.

Pada masa tradisi tulis telah berkembang di Nusantara, seni hias

diterapkan pula pada naskah Nusantara. Naskah Nusantara yang berhias antara

lain adalah naskah Aceh, Minangkabau, Bali, Jawa, Bugis, dan Melayu. Menurut

Darmawan (2002:4), seni hias yang digunakan sebagai elemen dekoratif untuk

sebuah naskah itulah yang kemudian dinamakan sebagai seni iluminasi.

Seni hias, termasuk seni iluminasi, dapat menjadi nilai tambah suatu

naskah. Meskipun demikian, naskah Nusantara (terutama Melayu, dibandingkan

Jawa dan Bali) sebagian besar tidak bergambar, hanya sebagian kecil saja yang

memuat ilustrasi2 dan iluminasi. Akan tetapi, dari sebagian naskah Melayu yang

bergambar itu terlihat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia memiliki tradisi

visualisasi yang unik (Damayanti dan Suadi, 2007:68).

Kurniawan dan Darmawan (2002:1) mengemukakan bahwa dalam

perkembangannya seni iluminasi tidak hanya digunakan sebagai unsur dekoratif,

tetapi juga sebagai alat atau indikator nilai sesuatu hal. Hal itu senada dengan

yang dikemukakan Waley (2005:226), yaitu bahwa ada atau tidaknya hiasan

naskah juga menunjukkan status naskah secara keseluruhan dan status orang yang

menghasilkan hiasan itu. Pada Abad Pertengahan naskah beriluminasi dianggap

sebagai barang mewah karena kelangkaan bahan yang digunakan dan karena

                                                            2  Ilustrasi naskah adalah hiasan yang mendukung teks (Mulyadi, 1994:69), berkaitan dengan isi teks suatu naskah.

Page 5: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

5

 

waktu serta keterampilan yang diperlukan untuk menghasilkan naskah (Waley,

2005:229).

Sementara itu, Safari (2010:1) mengungkapkan kedudukan iluminasi

dalam sebuah naskah. Menurut Safari (2010:1) iluminasi dapat membantu

menjelaskan asal naskah karena setiap daerah memiliki karakter motif iluminasi

masing-masing, selain subjektivitas gaya pembuat iluminasi. Selain itu, iluminasi

juga dapat mendukung perkiraan penentuan waktu naskah tersebut ditulis atau

disalin sebab seniman-seniman pembuat iluminasi merupakan saksi anak zaman.

Tak jauh berbeda dengan pendapat Safari, menurut Zuriati dan Yusuf

(2010:4–5) motif-motif iluminasi tidak hanya hadir sebagai gambar yang dipilih

tanpa alasan. Motif tersebut merepresentasikan sesuatu. Motif-motif itu

merupakan simbol yang erat kaitannya dengan latar sosial budaya masyarakat

pendukungnya (Zuriati dan Yusuf, 2010:84).

Naskah Melayu merupakan hasil kebudayaan masyarakat Melayu.

Menurut Hamidy (1999:1), yang dimaksud sebagai orang Melayu adalah

penduduk yang mendiami pesisir timur Sumatra dan Kepulauan Riau. Dalam

perjalanan sejarahnya, bangsa Melayu telah bersentuhan dengan berbagai bangsa

dan budaya. Bangsa Melayu menyerap dua budaya besar, yaitu Hindu-Buddha

dan Islam (Hamidy, 1999:2). Pada abad ke-4, agama Hindu telah ada di dataran

Melayu. Pada abad ke-8 Sriwijaya menegaskan peranannya dalam dunia Buddha

dengan membangun tempat pemujaan agama Buddha di Ligor, yang sekarang

menjadi bagian Thailand (Collins, 2005:9).

Page 6: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

6

 

Islam diketahui telah ada di dataran Melayu pada abad ke-7. Hal itu

berdasarkan bukti bahwa pada masa itu sudah ada perkampungan Arab di Sumatra

Utara. Sementara itu, pada abad ke-13 Islam telah berkembang secara luas di

Melayu. Hal tersebut berdasarkan kesaksian Marco Polo, yaitu bahwa masyarakat

di wilayah Peureulak, Aceh, saat itu telah memeluk agama Islam (Winstedt,

1961:33).

Menurut Rab (2007:457), berbeda dengan datangnya Islam di Timur

Tengah dan di Spanyol yang bersifat konstruktif sehingga kebiasaan-kebiasaan

agama lama sebelum kedatangan Islam terkikis habis, di Melayu budaya pra-

Islam tetap menunjukkan bentuknya. Setelah agama dan kebudayaan Islam

mempunyai keberadaan yang kokoh maka unsur-unsur agama dan budaya Hindu-

Buddha diberi warna Islam sehingga terwujudlah suatu budaya Melayu yang

islami (Hamidy, 1999:2). Hal itu berlaku pula untuk seni iluminasi naskah

Melayu, misalnya terdapat naskah Melayu beriluminasi yang memiliki unsur

Hindu-Buddha dan sekaligus juga Islam.

Kreativitas para pembuat iluminasi diwujudkan dalam bentuk hiasan di

halaman muka dan halaman terakhir naskah berupa motif daun dan dahan yang

saling terkait, pola-pola geometris, dan motif-motif bunga (Gallop dan Arps,

1991:59). Menurut Syed Zulfida (dalam Hussin dkk., 2009:90) keindahan yang

digambarkan oleh orang Melayu bersumber dari pengalaman dan perhatian pada

alam sekeliling. Oleh karena itu, dimungkinkan ada perbedaan antara iluminasi

naskah yang dibuat penyalin naskah di suatu daerah dan di daerah lain. Sebagai

Page 7: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

7

 

contoh, iluminasi naskah Melayu karya penyalin Minangkabau berbeda dengan

iluminasi naskah Melayu karya penyalin Betawi.

Naskah Melayu pada umumnya anonim, tetapi ada beberapa daerah tempat

penyalinan dan nama penyalin yang tercatat. Daerah tempat penyalinan naskah

itu, antara lain Riau, Palembang, Jakarta, dan Bengkulu. Sementara itu, dikenal

pula beberapa nama penyalin naskah, misalnya Encik Ismail, Muhamad Cing

Saidullah, Abdul Hakim, dan Muhammad Bakir. Naskah-naskah karya mereka

tersimpan di Indonesia dan di negara-negara lain.

Uraian mengenai naskah Melayu dan seni iluminasi di atas menunjukkan

bahwa karya seni tidak muncul begitu saja. Terdapat latar belakang yang bersifat

filosofis atau konseptual di balik penciptaan suatu karya seni. Iluminasi naskah

merupakan objek material yang menarik untuk dikaji karena mencerminkan seni

visual masyarakat Melayu pada masa lampau. Iluminasi naskah memuat

pandangan dan pengalaman pembuat iluminasi tersebut.

Belum banyak penelitian terhadap iluminasi naskah Melayu yang

tersimpan sebagai koleksi PNRI. Belum ada penelitian yang mengungkapkan

keterkaitan iluminasi naskah Melayu dengan teks naskah tersebut dan latar sosial

pembuat iluminasi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

ragam iluminasi naskah Melayu yang tersimpan di PNRI, aspek-aspek

kodikologis yang berkaitan dengan iluminasi tersebut, dan makna motif iluminasi

terkait masyarakat pada masa penciptaan karya tersebut. Hal-hal di atas menjadi

dasar dilakukannya penelitian berjudul “Iluminasi Naskah Melayu Karya M.

Bakir Koleksi PNRI: Tinjauan Semiotika Umberto Eco” ini.

Page 8: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

8

 

1.2 Rumusan Masalah

Budaya atau nilai-nilai hidup masyarakat akan tercermin dalam karya yang

dihasilkan oleh seseorang. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah

ragam iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI, iluminasi naskah Melayu koleksi

PNRI dalam hubungannya dengan pengarang atau penyalin naskah, dan makna

motif iluminasi naskah tersebut. Rumusan masalah penelitian yang menggunakan

semiotika Umberto Eco ini adalah sebagai berikut.

1. Seperti apakah ragam iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI?

2. Bagaimanakah iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI jika dikaitkan

dengan pengarang atau penyalin naskah?

3. Adakah makna motif iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI terkait

kandungan naskah dan nilai yang berkembang di masyarakat?

1.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini terdiri atas objek formal dan objek material. Objek

formal berkaitan dengan masalah penelitian, sedangkan objek material adalah

sumber data penelitian.

1.3.1 Objek Formal

Ragam iluminasi dan makna motif iluminasi adalah objek formal

penelitian ini. Ragam iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI didapatkan setelah

menganalisis naskah secara kodikologis. Sementara itu, makna motif iluminasi

Page 9: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

9

 

naskah didapatkan dengan cara menganalisis motif tersebut menggunakan teori

semiotika Umberto Eco.

1.3.2 Objek Material

Objek material penelitian ini adalah iluminasi naskah Melayu koleksi

PNRI. Jumlah naskah Melayu yang menjadi koleksi Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia adalah 1.358 naskah (Behrend, 1998:553–568). Seribu lebih

naskah yang mencakup naskah keagamaan, undang-undang, kesusastraan, daftar

kata dan kamus, hingga buku resep dan buku pelajaran itu merupakan populasi

penelitian. Sementara itu, sampel penelitian ini adalah 490 naskah kesusastraan

Melayu yang berupa hikayat dan syair. Dari kerja kodikologis terhadap 490

naskah tersebut didapatkan 68 naskah Melayu ber-genre hikayat dan syair yang

memiliki iluminasi. Ke-68 naskah Melayu beriluminasi itulah yang menjadi objek

material penelitian ini.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian terhadap iluminasi naskah Melayu yang tersimpan di PNRI ini

memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan praktis. Tujuan teoretis penelitian

ini adalah mengemukakan aspek naskah beserta ragam iluminasinya, mengetahui

keterkaitan antara iluminasi naskah dan pengarang atau penyalin naskah, dan

mengungkapkan motif dominan dalam iluminasi naskah menggunakan

kodikologi. Selain itu, penelitian ini bertujuan mengetahui ada atau tidaknya

makna motif iluminasi naskah Melayu jika dikaitkan dengan teks dan masyarakat

Page 10: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

10

 

pada masa penciptaan karya itu. Pemaknaan tersebut dilakukan dengan analisis

semiotika Umberto Eco.

Sementara itu, tujuan praktis penelitian ini adalah mengemukakan ragam

iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI sebagai wujud kreativitas masyarakat

Melayu pada masa lampau. Penelitian ini juga bertujuan menambah khazanah

penelitian pernaskahan Melayu di Indonesia.

1.5 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran pustaka terkait iluminasi naskah, ditemukan

berbagai tulisan mencakup artikel, laporan penelitian, skripsi, dan disertasi yang

menjadikan iluminasi naskah sebagai objek material penelitian. Tinjauan pustaka

mengenai iluminasi naskah diurutkan berdasarkan tahun terbitnya tulisan ataupun

laporan penelitian itu. Penelitian yang tergolong penelitian awal mengenai

iluminasi naskah adalah yang dilakukan Gallop dan Arps. Dalam bab “Naskah

Melayu” dan “Jawa dan Madura” dalam Golden Letters: Writing Traditions of

Indonesia = Surat Emas: Budaya Tulis di Indonesia, Gallop dan Arps (1991)

mengungkap tradisi tulis dan hias yang terdapat di naskah-naskah Nusantara,

misalnya naskah Jawa dan Melayu.

Berselang lima tahun setelahnya, terbit tulisan Behrend pada 1996 dalam

Illuminations. Dalam tulisannya yang berjudul “Textual Gateways: The Javanese

Manuscript Tradition”, Behrend (1996) mengemukakan bahwa tradisi ilustrasi

dalam naskah Jawa dimulai pada abad ke-18. Naskah Jawa abad itu berilustrasi

gaya wayang beber dan wayang kulit.

Page 11: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

11

 

Masih terkait naskah Jawa, terdapat “Fungsi Wêdana Rênggan dalam

Sêstradisuhul” karya Saktimulya (1998). Saktimulya dalam penelitiannya tersebut

membicarakan hiasan pada naskah Jawa, khususnya dalam Sêstradisuhul.

Saktimulya menyimpulkan beberapa hal berdasarkan penelitiannya, berikut

beberapa di antaranya. Pertama, dilihat dari proses penciptaannya, wêdana

rênggan dilukis setelah teks ditulis. Kedua, hubungan teks dengan wêdana

rênggan berhubungan erat. Artinya, apabila pembaca hanya memperhatikan teks

tanpa memedulikan wêdana rênggan, atau sebaliknya, pembaca hanya

mendapatkan potongan cerita tentang tokoh-tokoh yang bersangkutan sehingga

pembacaan Sêstradisuhul harus dilakukan bolak-balik. Ketiga, fungsi wêdana

rênggan dalam Sêstradisuhul adalah memvisualisasikan cerita dari teks dan cerita

dari sumber lain yang berhubungan dengan cerita-cerita yang terdapat dalam teks.

Selain itu, wêdana rênggan berfungsi menambah keindahan agar pembaca tertarik

melihat gambarnya, lalu membaca teksnya.

Penelitian mengenai iluminasi naskah Melayu diawali oleh Mu’jizah.

Mu’jizah (2001) meneliti 45 naskah beriluminasi dan berilustrasi yang hasilnya ia

sampaikan dalam “Iluminasi dan Ilustrasi dalam Naskah Melayu: Sebuah

Penelitian Awal”. Menurutnya, dalam naskah Melayu koleksi PNRI, sebagian

besar iluminasi berbentuk bingkai bergambar yang terdapat pada halaman muka.

Bentuk bingkai itu segi empat panjang dan kadang-kadang segi empat sama sisi.

Sebagian besar hiasan bagian atas berbentuk kubah yang bagian atasnya

berkerucut. Pada kerucut itu ada yang bergambar bunga, pucuk bunga, bintang,

bulan, dan gambar geometris. Bentuk-bentuk gambar bunga, bulan, dan gambar

Page 12: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

12

 

geometris ada kaitannya dengan kepercayaan orang Melayu tentang Tuhan

sebagai Yang Mahatinggi, Yang Maha Esa.

Upaya menambah khazanah pengetahuan masyarakat mengenai

perkembangan seni dalam naskah Melayu dilakukan Gallop melalui penelitiannya

pada 2002, yaitu “Is There a Penang Style of Malay Manuscript Illumination?”. Ia

menerangkan bahwa naskah China-Islam terpengaruh aspek-aspek seni naskah

Melayu. Dalam penelitiannya tersebut Gallop membandingkan naskah yang

terdapat di Muzium Negeri Pulau Pinang dengan naskah bergaya Aceh.

Penelitiannya juga menjelaskan mengenai kemungkinan adanya iluminasi naskah

Melayu yang bergaya Penang.

Selanjutnya, penelitian “Informasi Seni Iluminasi dalam Format

Perpustakaan Digital” karya Kurniawan dan Darmawan (2002). Mereka

mengemukakan bahwa seni iluminasi tidak hanya digunakan sebagai dekorasi

semata-mata, tetapi juga sebagai indikator nilai atas sesuatu hal. Seni iluminasi

banyak digunakan karena dapat memberikan nilai tambah kepada visualisasi

tulisan secara keseluruhan.

Selanjutnya, “Kajian Motif Cirebon pada Iluminasi Mushhaf Sundawi”.

Jazuli (2003) dalam penelitiannya tersebut mengemukakan beberapa hal terkait

motif Cirebon pada iluminasi mushaf Sundawi. Ia mengungkapkan bahwa motif

Cirebon pada iluminasi mushaf Sundawi, yang digambarkan dengan motif mega

mendung, dipilih dengan pertimbangan motif tersebut merupakan motif yang

banyak digunakan di Cirebon.

Page 13: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

13

 

“An Acehnese Style of Manuscript Illumination” karya Gallop (2004).

Gallop mengemukakan bahwa terdapat tiga ragam gaya iluminasi naskah Aceh,

yaitu double frame (bingkai ganda), single headpiece (kepala teks), dan tailpiece

(di akhir teks). Iluminasi naskah Aceh memiliki kekhasan dari segi motif dan

warna dibandingkan iluminasi daerah lainnya di Nusantara.

“The Spirit of Langkasuka? Illuminated Manuscripts from the East Coast

of the Malay Peninsula.” Penelitian Gallop (2005) tersebut menguraikan tentang

naskah-naskah beriluminasi yang terdapat di Pantai Timur Semenanjung Melayu.

Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa iluminasi di naskah-naskah

tersebut ditemukan paling banyak di naskah Al-Quran dan naskah kenabian,

seperti Kitab Mawlid dan Dala’il al-Khayrat. Dari segi gaya iluminasi, menurut

Gallop (2005) iluminasi di naskah-naskah Al-Quran daerah itu mendapat

pengaruh dari gaya Turki.

“The Art of the Qur’an in Banten: Calligraphy and Illumination” karya

Gallop dan Ali Akbar (2006). Dalam penelitian mereka tersebut dibahas iluminasi

dan ilustrasi dalam naskah Banten. Mereka mengkaji tiga belas naskah Al-Quran

Banten. Deskripsi naskah-naskah itu dilakukan berdasarkan letak dan motif

hiasan, warna, kualitas, dan format iluminasi.

Dalam disertasinya yang berjudul “Surat Melayu Beriluminasi Raja

Nusantara dan Pemerintah Hindia-Belanda Abad XVIII–XIX: Tinjauan Bentuk,

Isi, dan Makna Simbolik”, Mu’jizah (2006) menyimpulkan bahwa iluminasi

dalam surat Melayu penting karena memiliki keterkaitan dengan isi surat. Motif-

motif dalam iluminasi tidak hanya berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga memiliki

Page 14: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

14

 

makna. Dalam penelitiannya tersebut Mu’jizah menganalisis lima puluh surat

Raja-Raja Nusantara. Ia mentranskripsi dan mendeskripsikan setiap surat tersebut.

Mu’jizah juga menganalisis bagian-bagian surat dan mengungkapkan ciri-ciri

kedaerahan iluminasi surat-surat itu. Terakhir, ia menganalisis surat-surat itu

dengan teori semiotika Peirce dengan tujuan memaknai simbol dan kekuasaan

dalam surat-surat Raja-Raja Nusantara itu.

“Ragam dan Unsur Spiritualitas pada Ilustrasi Naskah Nusantara 1800–

1900-an”. Hasil penelitian Damayanti dan Suadi pada 2007 tersebut adalah bahwa

gaya visual naskah yang terdapat di Jawa pada periode 1800–1900-an awalnya

tampak melalui penyederhanaan gaya penggambaran objek yang diadopsi dari

relief Candi Panataran. Ciri gambar tradisional Jawa tersebut mengandung

kemiripan dengan penggambaran wayang kulit. Penggambaran objek gambar,

baik manusia, binatang, tumbuhan, maupun benda-benda lainnya ditampilkan

sepenuhnya utuh, sedangkan manusia dan hewan digambar dari arah samping dan

benda-benda lainnya digambar dari bermacam-macam sudut pandang.

Kesimpulan penelitian terhadap gambar ilustrasi pada naskah tua Jawa dan Bali

tersebut adalah bahwa nilai spiritualitas masyarakat Jawa dan Bali masih kuat

bertahan.

“From Illumination to Manuscript: a Best Practice in Reconstruction of

Illuminated Manuscripts” karya Ruly Darmawan dan Noeratri Andanwerti (2008).

Dalam tulisannya, Darmawan dan Andanwerti mengungkapkan pentingnya

rekonstruksi terhadap peninggalan-peninggalan budaya, khususnya naskah

beriluminasi. Mereka melakukan proyek rekonstruksi iluminasi naskah dari desain

Page 15: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

15

 

hingga pengembangannya. Mereka beranggapan bahwa meskipun hasil akhirnya

tidak sama persis dengan artefak aslinya, nilai intrinsiknya tetap dapat disajikan.

“Was the Mousedeer Peranakan? In Search of Chinese Islamic Influences

on Malay Manuscript Art” karya Annabel Teh Gallop. Dalam penelitian

terbarunya tersebut Gallop (2009) membicarakan unsur kebudayaan China yang

berpadu dengan kebudayaan Islam, yang tampak dalam iluminasi naskah-naskah

Melayu. Misalnya, pada naskah Al-Quran, terdapat gaya China di dalamnya.

Kemudian, pada naskah Perkawinan Kapitan Tik Sing yang naskahnya berbentuk

gulungan, khas China.

“Illuminasi Naskah Cirebon” karya Safari (2010). Dalam makalah tersebut

Safari mengungkapkan bahwa tradisi pembuatan iluminasi hampir berkembang

sejalan dengan tradisi penulisan dan penyalinan naskah. Iluminasi naskah Cirebon

dibuat berdasarkan kandungan isi teks atau penyesuaian genre naskahnya. Safari

juga menjelaskan model-model iluminasi naskah Cirebon sebagai berikut. (1)

Model lafal, yang banyak ditemukan pada naskah tasawuf dan naskah

pelintangan; (2) model patran, yang banyak ditemukan di hiasan tepi iluminasi

Al-Quran dan surat raja-raja; (3) model mega mendung, ditemukan di berbagai

naskah Cirebon; (4) model geometris, yang banyak digunakan untuk hiasan tepi

naskah Al-Quran, pelintangan, atau surat raja-raja; (5) model wayang, banyak

ditemukan di naskah-naskah cerita pewayangan.

Penelitian terakhir mengenai iluminasi naskah adalah penelitian Zuriati

dan M. Yusuf, “Iluminasi dalam Naskah-Naskah Kuno Minangkabau” (2010).

Dalam penelitian itu mereka mengungkapkan berbagai bentuk dan motif iluminasi

Page 16: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

16

 

yang terdapat di bagian awal, akhir, ataupun tengah teks naskah-naskah

Minangkabau. Penelitian yang mereka lakukan terhadap naskah-naskah

Minangkabau di beberapa surau dan rumah di Sumatra Barat menghasilkan data

berupa 34 naskah yang beriluminasi dan berilustrasi.

Mereka menyimpulkan bahwa beberapa motif tersebut memiliki

keserupaan dengan motif-motif ukiran Minangkabau, seperti yang digunakan di

rumah gadang dan songket Minangkabau. Analisis semiotika Eco yang mereka

gunakan menghasilkan kesimpulan bahwa motif-motif yang dipakai sebagai

iluminasi dalam naskah-naskah Minangkabau tersebut merupakan simbol-simbol

dengan makna-makna tertentu.

Selain penelusuran pustaka yang berkaitan dengan objek material

penelitian, penelusuran juga dilakukan terkait teori yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu semiotika Umberto Eco. Berikut adalah beberapa penelitian

yang menggunakan semiotika Umberto Eco sebagai “pisau analisis”-nya.

Penelitian pertama adalah “Arsitektur Tradisional Bali pada Masjid Al

Hikmah di Kertalangu, Denpasar”. Disertasi Salain (2011) ini memiliki tujuan

memahami keberadaan Masjid Al Hikmah, satu-satunya masjid di Kota Denpasar

yang memiliki arsitektur tradisional Bali (ATB), dari aspek fisik arsitektural dan

kandungan di balik objek fisiknya. Hasil akhir penelitian ini adalah bahwa

diterapkannya unsur-unsur ATB dalam Masjid Al Hikmah, yaitu wujud, struktur,

bahan, ornamen, dan warna, adalah akibat faktor kekuasaan dan konsensus yang

dipegang oleh perorangan. Diterapkannya unsur-unsur ATB di Masjid Al Hikmah

Page 17: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

17

 

tidak mengutamakan makna estetika belaka, tetapi juga bermakna filosofis,

simbolik, dan multikultur.

Penelitian kedua adalah “Kajian Fungsi dan Sign Arsitektur Karo: Studi

Kasus Rumah Raja di Kampung Lingga”. Dalam penelitian tersebut Eddy (2003)

membahas elemen arsitektural di Rumah Raja, Kampung Lingga. Pengamatan

terhadap elemen-elemen arsitektural Rumah Raja dilakukan terhadap beberapa

kemungkinan perubahan fungsi dan makna elemen arsitektural tersebut, misalnya

perubahan fungsi dan makna danggulan (kayu yang menjorok, seperti tempat

pijakan). Fungsi utama danggulan pada masa lampau adalah sebagai pusat

kekuatan tolak bala di sebuah rumah, dan di sini pula awal kehidupan dimulai

(tempat melakukan proses persalinan). Makna yang lebih mendalam di balik

fungsi utama itu adalah menyelamatkan ibu dan bayinya, atau menyelamatkan

kehidupan. Fungsi utama itu sekarang telah hilang, sejalan dengan perkembangan

ilmu pengetahuan, orang lebih memilih melakukan proses kelahiran di klinik atau

rumah sakit. Juga sejalan dengan perubahan kepercayaan, yaitu danggulan sudah

tidak diyakini mempunyai kekuatan magis.

Penelitian selanjutnya adalah “Film Musikal Dokumenter Generasi Biru:

Sebuah Tinjauan Semiotika Umberto Eco”. Penelitian Raras (2010) ini membahas

wujud tanda-tanda dalam film Generasi Biru, makna tanda-tanda dalam film

Generasi Biru, dan pesan dalam film tersebut. Penelitian yang menggunakan

metode penelitian kualitatif ini memiliki kesimpulan (1) tanda-tanda dalam film

Generasi Biru berwujud tulisan-tulisan, ilustrasi musik, dan segala perilaku

berupa olah tubuh; (2) makna film Generasi Biru adalah harapan dan impian yang

Page 18: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

18

 

begitu besar dari masyarakat Indonesia untuk dapat keluar dari segala

keterpurukan yang selama ini membelenggu mereka; (3) pesan-pesan dalam film

Generasi Biru berupa pesan penyemangat dan pesan moral.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas dapat

disimpulkan bahwa belum banyak penelitian terhadap iluminasi naskah Melayu

koleksi PNRI, khususnya yang bertujuan mengetahui ada atau tidaknya makna

motif iluminasi naskah jika dikaitkan dengan teks dan pengarang atau penyalin

naskah. Penelitian Mu’jizah pada 2001 menelaah 45 naskah Melayu beriluminasi

dan berilustrasi koleksi PNRI. Akan tetapi, Mu’jizah dalam penelitiannya tersebut

hanya sebatas mendeskripsikan beberapa naskah beriluminasi atau berilustrasi dan

mengungkapkan analisis secara keseluruhan. Atas dasar hal-hal tersebut peneliti

melakukan penelitian ini dengan tujuan mengungkapkan lebih banyak aspek

terkait iluminasi naskah Melayu koleksi PNRI, khususnya makna motif iluminasi

terkait teks dan masyarakat pada masa penciptaan karya itu.

1.6 Landasan Teori

Untuk menjawab masalah-masalah dalam penelitian ini digunakan teori

filologi dan teori semiotika. Pemilihan teori filologi didasarkan atas objek

material penelitian, yaitu naskah Melayu. Sementara itu, teori semiotika Umberto

Eco dipilih karena teori ini dianggap dapat mengemukakan makna yang terdapat

dalam motif iluminasi naskah Melayu, yang notabene merupakan sesuatu yang

nonverbal.

Page 19: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

19

 

1.6.1 Filologi

Kata filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang artinya

‘kegemaran berbincang-bincang’ (Sulastin-Sutrisno, 1981:1). Perbincangan

sebagai seni dibina oleh bangsa Yunani kuno. Oleh karena itu, kata filologi segera

dimuliakan artinya menjadi ‘cinta kepada kata’ sebagai pengejawantahan pikiran,

kemudian menjadi ‘perhatian terhadap sastra’ dan akhirnya ‘studi ilmu sastra’

(Wagenvoort via Sulastin-Sutrisno). Pendapat Ziolkowski (1990:5) tak jauh

berbeda, ia berpendapat bahwa filologi berarti ‘cinta pembelajaran dan sastra’,

‘studi literatur’, dalam arti luas, termasuk tata bahasa, kritik sastra, dan

interpretasi.

Kata filologi mulai dipakai pada kira-kira abad ke-3 SM oleh sekelompok

ahli dari Iskandariyah (Baroroh-Baried, 1994:2). Pada saat itu Eratosthenes dan

kawan-kawan harus berhadapan dengan sejumlah peninggalan tulisan yang

menyimpan suatu informasi dengan bentuk yang bermacam-macam sehingga

memerlukan berbagai keahlian dan pengetahuan untuk mengkajinya (Reynolds

dan Wilson, 1978:7).

Menurut Sulastin-Sutrisno (1981:8), filologi adalah ilmu mengenai bahasa

dan sastra suatu bangsa, mula-mula yang berhubungan dengan bahasa dan sastra

bangsa Yunani dan Romawi, tetapi kemudian meluas kepada bahasa dan sastra

bangsa lain. Sementara itu, menurut Boschetti (2009:1), filologi merupakan ilmu

yang bagaikan pintu dan langit-langit studi sastra klasik dan modern. Pada abad

ke-19 filologi adalah disiplin yang menaungi edisi teks, linguistik, dan sastra,

Page 20: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

20

 

tetapi selanjutnya dua disiplin yang disebutkan terakhir itu berkembang masing-

masing.

Kajian untuk mengungkapkan informasi masa lampau dilakukan oleh para

ahli filologi karena adanya anggapan bahwa dalam naskah masa lampau

terkandung nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan masa kini. Menurut

Baroroh-Baried dkk. (1994:2), kandungan yang tersimpan dalam karya-karya

tulisan masa lampau tersebut pada hakikatnya merupakan suatu budaya, produk

kegiatan manusia. Jadi, filologi dapat juga berarti satu disiplin yang berhubungan

dengan studi terhadap hasil budaya manusia pada masa lampau.

Objek penelitian filologi adalah naskah dan teks. Perbedaan naskah dan

teks menurut Mulyadi (1994:3) adalah teks merupakan isi atau kandungan naskah,

sedangkan naskah adalah wujud fisiknya. Ilmu yang terkait naskah adalah

kodikologi. Dain (dalam Pudjiastuti, 2006:35) dalam bukunya, Les Manuscrits,

menyebutkan bahwa kodikologi adalah ilmu mengenai naskah-naskah dan bukan

ilmu yang mempelajari hal yang tertulis di dalam naskah. Sementara itu, Baroroh-

Baried dkk. (1994:56) mengemukakan bahwa kodikologi adalah ilmu kodeks.

Kodeks mempelajari seluk-beluk atau semua aspek naskah, antara lain bahan,

umur, tempat penulisan, dan perkiraan penulis naskah.

Dain (dalam Mulyadi, 1994:2) mengatakan bahwa tugas dan “daerah”

kodikologi, antara lain, adalah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian

mengenai tempat naskah-naskah yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog,

penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah, dan penggunaan naskah-naskah

itu. Iluminasi naskah termasuk “daerah kerja” kodikologi. Menurut Waley

Page 21: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

21

 

(2005:226), dari sudut pandang kodikologi, semua iluminasi naskah perlu

mendapat perhatian meskipun sederhana, dikerjakan tanpa ketelitian, ataupun

yang jauh dari menarik.

Iluminasi merupakan salah satu aspek naskah. Iluminasi dapat membantu

identifikasi tahun pembuatan atau penyalinan naskah. Iluminasi berasal dari kata

bahasa Latin, illuminare, yang berarti ‘untuk mencerahkan’ atau ‘menggambar,

dengan emas atau bermacam warna, huruf awal atau beberapa gambar pada

naskah’ (Burn, 1792:6). Iluminasi didefinisikan oleh Mulyadi (1994:69) sebagai

hiasan bingkai yang biasanya terdapat pada halaman awal dan mungkin juga pada

halaman akhir. Mu’jizah (2001:401) mengemukakan bahwa pada awalnya

iluminasi adalah istilah yang dipakai dalam penyepuhan emas di beberapa

halaman naskah untuk memperoleh keindahan. Pada perkembangan kemudian

iluminasi mengacu pada gambar dalam naskah yang biasanya ada di halaman

depan naskah, yang berfungsi untuk menghias naskah.

Iluminasi dalam naskah Melayu memiliki keterkaitan erat dengan

pandangan dan pengalaman masyarakat Melayu pada saat itu. Kreativitas para

pembuat iluminasi diwujudkan dalam bentuk hiasan di halaman muka dan

halaman terakhir naskah berupa motif daun dan dahan yang saling terkait, pola-

pola geometris, dan motif-motif bunga (Gallop dan Arps, 1991:59). Ragam motif

itu memiliki keterkaitan dengan pengarang atau penyalin naskah dan masyarakat

di sekitarnya. Penelitian ini akan mengungkapkan ragam iluminasi naskah Melayu

koleksi PNRI, keterkaitan iluminasi naskah dengan pengarang atau penyalin

Page 22: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

22

 

naskah, dan makna motif iluminasi naskah tersebut. Oleh karena itu, ada beberapa

aspek naskah yang diperinci selain wujud iluminasi.

1.6.2 Semiotika

Istilah semiotika mulai digunakan pada abad ke-18 dan penggunaan tanda

secara sistematis mulai dibahas pada abad ke-20. Tokoh-tokoh di bidang

semiotika di antaranya adalah Charles Sanders Peirce, Charles William Morris,

Ferdinand de Saussure, Louis Hjelmslev, Roland Barthes, dan Roman Jakobson.

Peirce mengusulkan kata “semiotika” (yang sebenarnya telah digunakan

oleh Lambert pada abad ke-18) sebagai sinonim kata “logika” (Peirce, 1998:134).

Menurut Peirce, logika harus mempelajari cara orang bernalar. Penalaran itu,

menurut hipotesis teori Peirce, dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda

memungkinkan seseorang berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi

makna pada hal yang ditampilkan oleh alam semesta (Van Zoest, 1996:1).

Beberapa ahli semiotika mengemukakan pemikiran yang bermula dari

semiotika Peirce. Salah satu ahli semiotika yang berangkat dari pemikiran Peirce

adalah Umberto Eco. Eco berpendapat bahwa definisi yang diungkapkan Peirce

lebih komprehensif dan lebih bermanfaat secara semiotis dibandingkan definisi

ahli lain. Menurut Peirce (dalam Eco, 1979:15), semiotika adalah suatu aksi,

pengaruh, yang merupakan atau melibatkan kerja sama tiga subjek, yaitu tanda,

objek, dan interpretannya. Sementara itu, menurut Eco (1979:3) rancangan

semiotika umum harus mempertimbangkan teori kode dan teori produksi tanda.

Page 23: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

23

 

Eco (1979:7) mengungkapkan bahwa semiotika berhubungan dengan

segala hal yang dapat dianggap sebagai tanda. Eco (1979:16) mendefinisikan

tanda sebagai segala sesuatu yang, atas dasar konvensi sosial yang telah ada

sebelumnya, dapat digunakan sebagai sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain.

Sebuah tanda selalu merupakan sebuah elemen suatu ranah ekspresi yang

dikaitkan berdasarkan konvensi dengan satu (atau beberapa) elemen yang ada di

ranah isi (Eco, 1979:48). Akan tetapi, menurut Eco (1976:49), kalau mau

diungkapkan dengan lebih pas, sebenarnya tidak ada yang disebut tanda, yang ada

hanyalah fungsi-tanda.

Eco (1979:68) mendefinisikan interpretan sebagai representasi lain yang

mengacu kepada objek yang sama. Ia mengklasifikasikan interpretan ke dalam

beberapa bentuk, yaitu (1) ekuivalen dengan wahana-tanda di sistem semiotis lain,

misalnya /gambar anjing/ berkorespondensi dengan kata /dog/; (2) indeks, yang

diarahkan pada objek yang tunggal; (3) definisi ilmiah dalam sistem semiotis yang

sama, misalnya /salt/ menandai ‘sodium chloride; (4) asosiasi emotif yang

memperoleh nilai sebuah konotasi yang sudah jelas, misalnya /dog/ menandai

fidelity, ‘kepatuhan’; (5) hanyalah suatu terjemahan satu istilah ke dalam bahasa

lain, atau penggantinya yang berupa sinonim (Eco, 1979:70).

Selain mengenai tanda, ekspresi-isi, dan interpretan, Eco (1979:55)

memiliki pandangan mengenai denotasi dan konotasi. Sebuah denotasi adalah

sebuah unit kultural atau properti semantis dari sebuah sememe yang pada saat

bersamaan juga merupakan properti dari referen-referennya yang sudah dikenali

secara kultural (Eco, 1976:85). Sementara itu, sebuah konotasi adalah unit

Page 24: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

24

 

kultural atau properti semantis dari sebuah sememe yang disampaikan oleh

denotasinya dan belum tentu berkorespondensi dengan properti referennya yang

dikenal secara kultural (Eco, 1976:85).

Eco mengungkapkan bahwa denotasi menjelaskan hubungan antara

ekspresi dan isi yang bersifat langsung, mengacu pada realitas. Sementara itu,

konotasi menjelaskan hubungan antara ekspresi dan isi yang bermakna tidak

langsung, bersandar pada signifikasi pertama. Eco (1976:70) mengasumsikan

bahwa setiap denotasi sebuah wahana-tanda (unit semantis yang ditempatkan di

sebuah ruang tertentu dalam sebuah sistem semantik) sudah pasti merupakan

interpretannya, suatu konotasi adalah interpretan denotasi yang mendasarinya, dan

konotasi selanjutnya adalah interpretan konotasi yang mendasarinya pula.

Ilustrasi penjelasan tersebut adalah sebagai berikut. Tanda berupa /gambar

anjing/ interpretan pertamanya adalah ‘anjing’. Interpretan /anjing/ adalah makna

denotasi berupa definisi ilmiah, yaitu ‘mamalia berkaki empat, pemakan daging,

bersuara menggonggong dan menyalak, biasa dijadikan hewan peliharaan atau

hewan penjaga’. Selanjutnya, makna konotasi definisi itu, misalnya, ‘penjaga’

dapat mengacu lagi pada makna konotasi berikutnya, yaitu ‘kesetiaan’. Makna

yang terakhir itu dibatasi oleh konteks budaya masyarakat bahwa anjing identik

dengan kesetiaan, kepatuhan, dan kesediaannya menjaga sesuatu.

Pemaknaan secara semiotis diawali dengan mengidentifikasi tanda yang

ada. Langkah kedua adalah mencari objek tanda, yang berupa definisi yang

dikenal pemakai tanda. Kemudian, pemakai tanda menafsirkan tanda untuk

memperoleh interpretan. Interpretan akan didapat dengan cara mencari makna

Page 25: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

25

 

denotasi yang ada, kemudian dilanjutkan dengan mencari makna-makna konotasi

dari tanda-tanda tersebut. Makna denotasi dan konotasi tersebut diperoleh melalui,

antara lain, definisi, asosiasi, dan sinonim.

Pemaknaan motif iluminasi naskah Melayu karya Muhammad Bakir

dilakukan menggunakan analisis Model Revisian (Revised Model) yang

dikemukakan Eco. Menurut Eco, Model Revisian dapat digunakan untuk

melakukan analisis terhadap ekspresi nonverbal (Eco, 1976:114). Model Revisian

bertujuan memasukkan seluruh konotasi yang telah terkodekan dan bergantung

pada denotasi terkait serta pada seleksi kontekstual dan keadaan ke dalam

representasi semantis (Eco, 1976:105). Berikut adalah bagan analisis Model

Revisian.

Bagan Analisis Model Revisian

/daun/ = ‘daun’

Berdasarkan bagan analisis tersebut dapat dilihat kemungkinan munculnya

pemaknaan atas tanda daun. Daun dapat memiliki makna denotasi berupa bagian

tanaman atau alat fotosintesis. Dalam konteks masyarakat masa lampau yang

belum mengetahui bahwa daun merupakan alat fotosintesis, tanda daun dimaknai

sebagai bagian tanaman sehingga konotasi yang akan muncul salah satunya adalah

“pertumbuhan”. Hal itu berbeda jika tanda daun dimaknai oleh masyarakat pada

contkuno

contmodern

dbagian tanaman cpertumbuhan

dalat fotosintesis charapan

Page 26: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

26

 

masa yang lebih modern, ketika telah mengetahui fungsi daun dalam proses

fotosintesis.

Teori semiotika Umberto Eco dimanfaatkan peneliti untuk memaknai

motif iluminasi naskah Melayu karya Muhammad Bakir koleksi PNRI. Tujuan

pemaknaan itu adalah mengetahui makna motif iluminasi tersebut terkait teks

naskah dan pengarang atau penyalin naskah sebagai bagian dari masyarakat

Melayu masa lampau.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan

jenis penelitian yang temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau

bentuk hitungan lainnya (Strauss dan Corbin, 1998:10). Penelitian kualitatif

bertujuan mencapai pemahaman tentang situasi tertentu (Stake, 2010:65). Pada

subbab ini akan diuraikan proses penentuan dan pemerolehan data penelitian.

Pada subbab ini juga akan dijelaskan cara data itu dianalisis.

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

Data penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer

penelitian ini adalah iluminasi 68 naskah Melayu, sedangkan data sekunder adalah

buku, artikel, dan penelitian yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat Melayu

pada masa lampau. Terkait objek kajian penelitian, pengumpulan data penelitian

ini dilakukan dengan studi pustaka (library research).

Page 27: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

27

 

Pengumpulan data primer dimulai dengan penginventarisasian naskah

Melayu. Naskah Melayu koleksi PNRI berjumlah 1.358, yang mencakup berbagai

macam genre naskah. Inventarisasi naskah dilakukan dengan metode purposive

sampling. Pemilihan dilakukan dengan pertimbangan keberadaan iluminasi dalam

naskah hikayat dan syair. Hal itu didasarkan pada alasan bahwa di antara berbagai

bentuk naskah Melayu, naskah kesusastraanlah yang teridentifikasi memiliki

banyak salinan (Behrend, 1998:553–568). Oleh karena itu, naskah-naskah tersebut

dianggap representatif dalam menggambarkan keadaan sosial dan budaya

masyarakat Melayu masa lampau yang tercermin melalui iluminasi naskah.

Inventarisasi naskah juga mempertimbangkan keterjangkauan dan kondisi naskah.

Dari hasil inventarisasi naskah, didapatkan 490 naskah Melayu yang

berupa hikayat dan syair. Sebanyak 490 naskah itu diteliti untuk mengetahui

keberadaan iluminasi naskah. Ditemukan 68 naskah beriluminasi dari proses

tersebut. Sementara itu, data sekunder penelitian ini didapatkan melalui studi

pustaka dengan cara menghimpun informasi yang memiliki relevansi dengan

topik atau masalah yang akan diteliti.

1.7.2 Metode Analisis Data

Analisis data penelitian ini dilakukan dengan penerapan filologi,

kodikologi, dan semiotika Umberto Eco. Analisis filologis dan kodikologis

dimulai dengan pengamatan terhadap data primer, yaitu iluminasi naskah Melayu

koleksi PNRI, dilanjutkan dengan pembahasan aspek pernaskahan setiap naskah.

Setelah itu, dilakukan pengklasifikasian iluminasi naskah berdasarkan pengarang

Page 28: BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63789/potongan/S2-2013... · Dari beberapa definisi seni di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seni ... dekorasi,

28

 

atau penyalin naskah. Pengklasifikasian tersebut akan digunakan untuk

mengetahui motif iluminasi naskah yang menjadi kekhasan penyalin atau

skriptorium naskah.

Langkah di atas akan dilanjutkan dengan pemaknaan motif iluminasi

naskah menggunakan teori semiotika Umberto Eco. Dengan teori semiotika

Umberto Eco akan dipahami ada atau tidaknya makna motif iluminasi naskah

Melayu koleksi PNRI terkait teks naskah dan pembuat iluminasi tersebut.

Langkah terakhir adalah penyimpulan berdasarkan analisis kodikologis dan

semiotis.

1.8 Sistematika Penyajian

Penelitian ini akan disajikan dalam lima bab. Bab I Pengantar berisi latar

belakang, rumusan masalah, objek penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka,

landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II Naskah

Melayu Beriluminasi Koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia berisi

uraian aspek naskah 68 naskah beriluminasi dan analisis kodikologis mengenai 68

naskah beriluminasi tersebut. Bab III Muhammad Bakir dan Karyanya berisi

riwayat Muhammad Bakir dan analisis kodikologis iluminasi naskah karya

penyalin tersebut. Bab IV Makna Motif Iluminasi Naskah Melayu Karya

Muhammad Bakir berisi analisis makna motif iluminasi naskah Melayu karya

Muhammad Bakir dikaitkan dengan teks dan latar sosial budaya sang penyalin.

Bab V Penutup merupakan kesimpulan penelitian.