bab i revisi b.nurrekta
TRANSCRIPT
HUBUNGAN STATUS GIZI PADA PASIEN TB PARU DENGAN KEEFEKTIFAN PENGOBATAN PADA PASIEN TB PARU
PROPOSAL
SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi sebagai persyaratan menyelesaikan pendidikan Strata I Keperawatan di STIKES Harapan Bangsa Purwokerto
Oleh :
ANGMAS APRIYADI PRABOWO
NIM. 10/1656/PR/0010
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Status gizi yang diartikan sebagai keadaan kesehatan fisik
seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu
atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu. Di mana status gizi
ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan fisik orang itu sendiri.
Persoalan kurang gizi disebabkan karena tidak tersedianya zat-zat gizi
dalam kualitas dan kuantitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh sedangkan gizi lebih disebabkan karena zat-zat gizi dalam tubuh
melebihi kebutuhan tubuh. Kecukupan zat-zat gizi ini pada dasarnya
sangat dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi, dan makanan yang
dikonsumsi pada gilirannya amat ditentukan oleh kebiasaan yang
bertalian dengan makanan. Kebiasaan makan dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan makanan telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan
manusia yang berakar dalam setiap kebudayaan manusia. (Hendra,
2008).
Status gizi merupakan makanan yang dapat memenuhi
kesehatan, ???sedangkan zat gizi merupakan unsur yang terdapat
dalam makanan dan mempengaruhi kesehatan. Status gizi merupakan
suatu proses organism menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan untuk
memepertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ –
organ serta menghasilkan energi ( Supariasa, 2003 )
Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kronis menular
yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia
termasuk Indonesia, Word Health Organizzation (WHO) dalam
Annual Report on Global TB control 2003 menyatakan terdapat 22
negara dikategorikan sebagai High Burden Countries ( HBC ) terhadap
TBC yang menular. Indonesia tiap tahun terdapat 557.000 kasus
(115/100.000) merupakan penderita TBC menular. Dengan keadaan
ini Indonesia menempati peringkat ketiga jumlah penderita TBC di
dunia, setelah India (1.762.000) dan Cina 1.459.000. TBC telah
membunuh tiga juta orang pertahun. Diperkirakan, kasus TBC
meningkat 5-6 persen dari total kasus penyakit menular tuberkulosis.
Penyakit tuberkulosis merupakan penyakitinfeksi yang disebabkan
oleh kuman mykrobakterium tuberculosis. Bakteri ini dapat menular
lewat percikan ludah yang keluar saat batuk, bersin atau berbicara.
Umumya kuman TBC menyerang paru karena penularanya melalui
udara yang mengandung bakteri TBC dan terhirup saat bernafas
(Rahmawati, 2007).
Faktor risiko yang berperan penting dalam penularan penyakit TB
paru diantaranya faktor kependudukan dan faktor lingkungan. Faktor
kependudukan diantaranya adalah jenis kelamin, umur, status gizi,
dan, kondisi sosial ekonomi. Sedangkan faktor lingkungan diantaranya
lingkungan dan ketinggian wilayah, untuk lingkungan meliputi
kepadatan penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, suhu,
kelembaban. Disini factor status gizi sangat berpengaruh terhadap
penyakit tuberculosis, apabila penyakit tuberkulosis ini tidak segera
ditanggulangi maka akan berpengaruh terhadap status gizi pasien TB
paru.
Reaksi pertama akibat penyakit tuberkulosis adalah batuk, demam,
berat badan menurun, dan badan lemah. Hal ini menyebabkan
metabolisme dalam tubuh meningkat, sehingga tubuh membutuhkan
energi lebih yang diperoleh dari makanan. Badan yang lemah biasanya
dipengaruhi oleh nafsu makan yang menurun sehingga asupan
makanan yang seharusnya diberikan lebih tidak dapat tercukupi
sehingga menyebabkan berat badan menurun. Keadaan ini akan
mengubah status gizi dan tidak sedikit menyebabkan kematian akibat
status gizi kurang ( Rahajoe, 2007 ).
Keadaan status gizi kurang sangat berpengaruh terhadap penyakit
infeksi.Penyakit infeksi menyebabkan kehilangan zat gizi dari tubuh
dan akan mempengaruhi konsumsi makanan karena nafsu makan
menurun. Keadaan gizi buruk juga akan mempengaruhi daya tahan
tubuh sehingga rentan terkena penyakit infeksi. Upaya untuk
penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan berbagai cara
pemberian pengobatan TB Paru dan memberikan makanan adekuat
sesuai kebutuhan pasien TB Paru ( Misnadiarly, 2006 ).
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjangkitnya penyakit TB
adalah status gizi. Status gizi yang yang buruk akan meningkatan
risiko terhadap penyakit TB paru. Sebaliknya, penyakit TB paru dapat
mempengaruhi status gizi penderita karena proses perjalanan penyakit
yang memepengaruhi daya tahan tubuh. Masalah gizi menjadi penting
karena perbaikan gizi merupakan salah satu upaya untuk memutus
lingkaran setan penularan dan pemberantasan TB Indonesia (Triwanti,
2005).
Malnutrisi muncul sebagai peningkatan risiko berkembangnya
penyakit TB paru. Walaupun begitu, penyebab dan efek sangat sulit
untuk dibedakan karena TB paru juga menyebabkan terjadinya
penurunan berat badan (Khan, 2006).
Pasien TB paru yang memiliki Berat Badan ( BB ) yang rendah
saat diagnosis, kemudian mengalami kenaikan BB sebesar lima persen
atau kurang dari lima persen BB mereka selama dua bulan pertama
pengobatan (terapi masa intensif) memiliki peningkatan risiko
kekambuhan penyakit secara signifikan. Berat badan yang rendah
adalah bila memiliki berat badan 10% dibawah BB ideal. Terdapat
18,5% angka kekambuhan terjadi pada pasien dengan peningkatan
berat badan lebih dari lima persen dan 50,5% angka kekambuhan
terjadi pada pasien dengan peningkatan berat kurang dari lima persen.
Kurang dari lima persen kenaikan berat badan bisa menjadi penanda
peningkatan aktivitas penyakit tuberkulosis dan atau respon yang
buruk terhadap terapi (Khan, 2006).
B. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas,
penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan “ Adakah hubungan
antara status gizi pada pasien TB Paru dengan keefektifan pengobatan
pada pasien TB Paru “ ?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara status gizi pada pasien tb
paru dengan keefektifan pengobatan pada pasien TB paru.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui status gizi pada pasien TB paru.
b. Untuk mengetahui keefektifan pengobatan pada pasien
TB paru.
c. Untuk mengatahui hubungan antara status gizi pada
pasien TB paru dengan keefektifan pengobatan pada
pasien TB paru.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sarana informasi dan
mengembangkan teori yang ada serta menambah wawasan ilmu
pengetahuan tentang hubungan antara status gizi dengan
keefektifan pengobatan pada pasien TB paru.
2. Secara Praktis
a. Bagi Penelitian
Penelitian ini dapat memberi sarana yang dapat
diaplikasikan di bangku kuliah dan meningkatkan
ketrampilan serta kecakapan dalam penelitian ini.
b. Bagi Puskesmas
Menentukan kebijakan Puskemas dalam mengevaluasi
status gizi pada pasien TB Paru yang lebih memperhatikan
keefektifan pengobatan TB paru dan mampu
mempertahankan status gizi pada pasien TB paru.
c. Bagi Responden
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada
responden mengenai status gizi dengan keefektifan
pengobatan TB paru
d. Bagi Institusi
Dapat dijadikan sebagai bentuk dokumentasi dalam
memperbanyak ilmu dan memberi wawasan serta
pengalaman bagi pihak institusi khususnya STIKes
Harapan Bangsa Purwokerto
E. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu :
Nama Judul penelitian
Tahun Metode penelitian
Hasil penelitian
Windar Status gizi tuberculosis paru dibalai kesehatan paru masyarakat ( BKPM ) Semarang.
2009 Cross sectional
Jumlah subyek 36 dipilih
secara consecutive sampling
anak tuberkulosis paru yang
memenuhi kriteria inklusi.
Data asupan makanan
diperoleh dengan semi
quantitative food frequencies
questioner. Status gizi dinilai
berdasarkan CDC 2000
dengan parameter weight for
age z score (WAZ), height
for age z score (HAZ), weight
for height z score (WHZ) dan
mid-upper circumference arm
for age z score (MAZ). Hasil
penelitian status gizi anak ini
berdasarkan WAZ sebelum
dan selama pengobatan
berturut – turut gizi buruk,
gizi kurang, gizi baik adalah
27.8%; 25%; 47.2% dan
8.3%; 30.6%; 61.1%. Dan
dapat disimpulkan setengah
pasien tuberkulosis
mengalami malnutrisi. Terapi
pengobatan membantu
peningkatan status gizi
pasien, dengan didukung
asupan energi dan protein
serta faktor sosial ekonomi.
Mirna Gambaran perubahan berat badan pada pasien tuberculosis selama pengobatan DOTS dibalai pengobatan penyakit paru-paru medan.
2009 Deskriptif dengan studi case control
Sampel dalam penelitian ini
adalah pasien TB paru di BP4
Medan yang telah menjalani
pengobatan lengkap selama 6
bulan yang berusia 17-70
tahun. Sampel yang diambil
adalah 68 orang dengan
menggunakan teknik total
sampling. Dengan hasil pada
penelitian didapatkan rata-
rata berat badan pasien TB
selama pengobatan DOTS
adalah >40-55 kg. Empat
bulan pertama masa
pengobatan, peningkatan
berat badan paling sering
terjadi pada masa awal
sampai bulan ke-2
pengobatan DOTS yaitu
sebanyak 46 orang (67,6%)
dan bulan ke-2 sampai bulan
ke-4 pengobatan DOTS
sebanyak 51 orang (75%).
Kenaikan berat badan 1-5 kg
terjadi pada masa awal
sampai bulan ke-2
pengobatan DOTS yaitu
sebanyak 40 orang (58,8%)
dan bulan ke-2 sampai bulan
ke-4 pengobatan DOTS
sebanyak 48 orang (70,6%).
Dari bulan ke-4 sampai bulan
ke-6 pengobatan sebagian
besar pasien hanya
mengalami kenaikan <1 kg
yaitu sebanyak 52 orang
(76,5%). Perubahan kenaikan
berat badan >5% paling
banyak terjadi pada fase awal
pengobatan yaitu dari awal
sampai bulan ke-2
pengobatan DOTS yaitu
sebanyak 18 orang (26,5%).
Hasil penelitian kesimpulan
status Pengobatan TB akan
lebih baik apabila tidak hanya
dengan pemberian obat
dengan program DOTS, tapi
juga dipertimbangkan untuk
pemberian asupan gizi pada
penderita TB.
Bertin Faktor- factor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan pada pasien tuberculosis paru dengan resistensi obat anti tuberculosis di wilayah Jawa Tengah.
2011 Cross sectional
Kasus merupakan penderita
TB paru dengan resistensi
OAT berdasarkan hasil kultur
laboratorium mikrobiologi
Rumah Sakit Dr Ario
Wirawan dan Rumah Sakit
Dr Moewardi. Sampel
diambil berdasarkan
consecutive sampling,
didapatkan 45 subyek sejak
Januari 2006 hingga
Desember 2009. Analisis data
menggunakan SPSS dengan
uji chi square dengan
alternatif uji fisher exact dan
uji korelasi lambda. Batas
kemaknaan p < 0,05 dan
interval kepercayaan 95%.
Dengan hasil terdapat
pengaruh yang kuat antara
keteraturan berobat (p=0,00,
r=0,72) dan lama pengobatan
terhadap keberhasilan
pengobatan (p=0,00, r=0,77).
Tidak didapatkan hubungan
bermakna antara tingkat
pendapatan (p=1,00), jenis
pekerjaan (p=0,19), kebiasaan
merokok (p=0,42), jarak
tempat tinggal pasien hingga
tempat pengobatan (p=0,97),
dan status gizi (p=1,00)
terhadap keberhasilan
pengobatan. Dapat
disimpulkan penelitian ini
didapatkan bahwa keteraturan
berobat dan lama pengobatan
berpengaruh terhadap
keberhasilan pengobatan
penderita TB paru dengan
resistensi OAT. Diperlukan
kerjasama institusi kesehatan
dengan lintas sektoral untuk
meningkatkan keteraturan
dan lama berobat penderita
sehingga mencegah
penyebaran TB resisten OAT.