bab i.doc

15
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak merupakan pribadi yang menakjubkan yang ingin mencapai banyak hal sekaligus. Perkembangan psikologi, sosial dan kognitif anak bergantung pada interaksi anak dan kemampuan untuk menguasai keterampilan motorik dan bahasanya (Prayitno, 2010). Untuk membantu perkembangan itu orangtua akan memasukkan anak mereka ke sekolah sejak usia dini karena sekolah adalah sarana pendidikan yang bertujuan untuk menyempurnakan jasmani dan rohani anak (Sukadji, 2000 dalam Manurung 2012). Hal ini dipertegas oleh Suyanto (2005) dalam jurnal Pesona PAUD, pendidikan anak usia dini bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak (the whole child) agar kelak anak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai falsafah suatu bangsa. 1

Upload: angga-ghail

Post on 29-Jan-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Anak-anak merupakan pribadi yang menakjubkan yang

ingin mencapai banyak hal sekaligus. Perkembangan psikologi,

sosial dan kognitif anak bergantung pada interaksi anak dan

kemampuan untuk menguasai keterampilan motorik dan

bahasanya (Prayitno, 2010). Untuk membantu perkembangan

itu orangtua akan memasukkan anak mereka ke sekolah sejak

usia dini karena sekolah adalah sarana pendidikan yang

bertujuan untuk menyempurnakan jasmani dan rohani anak

(Sukadji, 2000 dalam Manurung 2012). Hal ini dipertegas oleh

Suyanto (2005) dalam jurnal Pesona PAUD, pendidikan anak

usia dini bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi

anak (the whole child) agar kelak anak dapat berfungsi sebagai

manusia yang utuh sesuai falsafah suatu bangsa.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun

2003 pasal 1 ayat 14 yang menyebutkan bahwa, pendidikan

anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang

dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk

1

Page 2: BAB I.doc

2

membantu pertumbuhan, perkembangan fisik dan psikis anak

agar anak memilki kesiapan untuk memasuki pendidikan yang

lebih lanjut.

Sekolah taman kanak-kanak (TK) merupakan jenjang

pendidikan sebelum sekolah dasar (pendidikan preschool) yang

akan ditempuh anak-anak. sekolah akan membantu anak

berkembanag karena di sekolah anak akan melakukan kontak

sosial melalui permainan dan pergaulan dengan anak yang lain,

anak juga akan diperkenalkan pada tatanan yang berlaku di

lingkungan (Manurung 2012). Bergaul dan bermain akan

mebuat sekolah menyenangkan bagi anak, di sekolah mereka

akan menemukan hal-hal baru, teman baru, dan ilmu-ilmu yang

baru. Tidak hanya itu, desain pendidikan pada usia dini yang

menekankan pada kegitan bermain akan membuat anak

bahagia. Teman bermain dan desain permainan yang sudah

disesuikan untuk mereka yang tidak didapatkan di rumah akan

membuat anak merasa lebih senang berada di sekolah

dibandingkan di rumah. Guru di sekolah yang selalu mengikuti

keinginan anak juga akan membuat anak merasa lebih senang

berada di sekolah, bahkan anak juga akan lebih patuh kepada

guru dari pada orang tua. Kondisi seperti ini membuat anak

Page 3: BAB I.doc

3

merasa sekolah adalah surga mereka dan menganggap rumah

anak neraka karena tidak ada teman bermain.

Masa-masa sekolah yang sangat menyenangkan,

kenyataanya tidak semua anak merasakannya. Banyak anak

yang justru merasakan sebaliknya, merasa sekolah adalah hal

yang menakutkan. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak hal,

Salah satunya adalah pola asuh orang tua dan urutan kelahiran

anak. Pola asuh yang tidak tepat akan menyebabkan anak takut

berinteraksi dengan orang lain dan tidak berani memasuki

lingkungan yang baru. Sedangakan urutan kelahiran anak

mempengaruhi dalam pola asuh orang tua sehingga

mempengaruhi juga dalam keengganan bersekolah pada anak.

Menurut Adiyanti (2006) keengganan atau ketakutan pada

anak untuk bersekolah sebenarnya merupakan hal yang biasa

terjadi. Rasa takut anak pada umumnya sebagai respon untuk

melindungi diri terhadap sesuatu hal. Namun terkadang pada

beberapa anak, ketakutan tersebut dapat menjadi hal yang

irasional dan berdampak sangat besar pada keinginan anak

untuk tidak bersekolah. Hal irasional yang seperti inilah yang

dinamakan dengan school phobia (takut masuk sekolah).

Takut masuk sekolah adalah hal yang wajar pada masa-

masa awal masuk sekolah pada anak, terutama hari pertama

Page 4: BAB I.doc

4

masuk sekolah. Hal ini dipertegas oleh Manurung (2012),

peristiwa masuk sekolah pertama kali merupakan langkah maju

dalam kehidupan anak. tetapi peristiwa ini dapat menjadi suatu

peristiwa yang menegangkan, menakjubkan, menakutkan,

menyenangkan atau menimbulkan rasa asing bagi anak. Hasil

penelitian rini (2006 dalam armaliani 2008) di tiga sekolah

dasar yang berada di Surakarta, anak-anak yang ingin

memasuki usia sekolah lebih banyak mengalami substansial

school refusal (sikap penolakan sekolah yang berlangsung

selama minimal 2 minggu) yang berkisar sekitar 65 %. (anak

perempuan 40% dan anak laki-laki 25%). Jika pada masa

sekolah dasar penolakan sangat tinggi, penolakan pada saat

masuk TK (preschool) juga pasti lebih tinggi.

Anak yang takut sekolah akan mencari beribu alasan agar

tidak masuk sekolah, baik itu keluhan fisik atau yang

lainnya.Menurut Esther Tjahja anak yang takut sekolah

menampakkan gejala bermacam-macam, diantarnya sakit

perut, mual, rasa pengen ke belakang, menangis, tidak mau

pisah dengan orang tuanya, ngompol dll. Gejala-gejala seperti

ini bisa benar-benar dialami atau bisa alasan anak untuk

membohongi orang tua agar tidak masuk sekolah (Tjahja,

membantu anak sekolah, ¶ 2, http://www.telaga.org , diperoleh

Page 5: BAB I.doc

5

tanggal 8 Oktober 2013). Dari hasil observasi, ternyata

kejadain-kejadian seperti di atas banyak terjadi di TK Al-Falah

batu, banyak anak yang mengeluh tidak mau sekolah kepada

orang tua mereka atau mereka mau masuk sekolah dengan

sayarat orang tua mereka menungguai mereka di sekolah.

Menurut handayani (2006) ada beberapa penyebab yang

membuat anak seringkali menjadi school phobia. Antara lain

separation anxiety (kecemasan untuk berpisah), problem dalam

keluarga. Menurut Esther Tjahja Bagi anak-anak yang pertama

kali sekolah misal masuk play group atau TK rasanya memang

pengalaman berpisah cukup lama dengan orangtua, ini menjadi

hal yang tidak enak buat anak-anak. Kejadian seperti ini akan

terjadi pada anak yang diasuh dengan pola dimanjakan.

Pendapat Aqsyaludin dalam Armaliani 2008, faktor dari

penolakan bersekolah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor

dari dalam diri anak, faktor yang berasal dari orang tua

terutama berkaitan dengan interaksi anak-orang tua, dan faktor

lingkungan sekolah. Sedangakan Hurlock (1996) mengolangkan

faktor school phobia menjadi faktor internal, salah satunya

adalah urutan kelahiran dan faktor eksternal, dimana pola asuk

orang tua masuk di dalamnya.

Page 6: BAB I.doc

6

Kedua orang tua sangat berpengaruh terhadap perilaku

anak dalam mengahadapi kesiapan sekolah karena hampir

sepanjang hari anak bersama kedua orang tua. Menurut

barnard & solchany, brooks & Bornstein (1996;2002, dalam

santrock 2007) kenyataan yang berlaku saat ini mengenai

peran ibu adalah meskipun tanggung jawab ayah dalam

pengasuhan anak bertambah, tanggung jawab utama terhadap

anak-anak masih di bebankan pada ibu. Studi mengungkapkan

bahwa ayah meluangkan sepertiga hingga seperempat dari

waktu yang diluangakan ibu , untuk dihabisakan bersama anak-

anak dan remaja (Biller, 1993; Pleck, 1997; Yeung dkk, 1999,

dalam santrock 2007).

Orang tua memiliki variasi dalam dimensi penerimaan,

responsivitas, tuntutan dan pengendalian anak. Sehingga

menghasilkan empat pola pengasuhan orang tua yaitu

otoritarian, otoritatif, mengabaikan dan memanjakan yang

dapat dideskripsikan menurut dimensi-dimensi di atas

(maccoby & martin;1993 dalam santrock 2007). Kehangatan

dan keterlibatan yang diberikan orang tua yang otoritatif

membuat anak lebih menerima pendidikan orang tua (Sim,

2000 dalam santrock 2007)

Page 7: BAB I.doc

7

Urutan kelahiran akan mempengaruhi dalam pola asuh

orang tua karena akan mempengaruhi dimensi penerimaan,

responsivitas, tuntutan dan pengendalian pada anak. sebagai

contoh, menurut furman & lantheir (2000, dalam santrock

2007) tuntutan dan harpan yang tinggi dari orang tua terhadap

anak pertama dapat mengakibatkan anak pertam menonjol di

bidang akademis dan usaha professional dibandingkan saudara-

saudaranya.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahuai pola asuh orang

tua mempengaruhi terjadinya takut atau enggan sekolah

(school phobia) pada anak. hal tersebut perlu mendapat

perhatian serius dari orang tua dan guru. Orang tua perlu tahu

pola asuh yang bagaimana yang berisiko menyebabkan anak

enggan sekolah dan tahu pola asuh yang seperti apa yang

cocok diterapkan sesuai urutan kelahiran. Selain itu guru juga

harus tahu pola asuh apa dan urutan anak yang ke berapa yang

lebih sering mengalami takut sekolah (school phobia) sehingga

bisa mendesain permainan atau terapi untuk peserta didik

serta dapat mempercepat masa school phobia agar tumbuh

kembang anak tidak terganggu. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua dan

urutan kelahiran terhadap school phobia pada anak preschool.

Page 8: BAB I.doc

8

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dike-

mukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Adakah pengaruh pola asuh orang tua dan urutan kelahiran

terhadap school phobia pada anak preschool di TK Al-Falah

Batu ?”.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh pola asuh orang tua dan urutan

kelahiran dengan pobia sekolah (school phobia) pada

anak preschool di TK Al-Falah Batu.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik responden (Orang tua

dan Anak) di TK Al-Falah Batu

2. Mengidentifikasi pola asuh orang tua pada anak yang

menglami school phobia dan tidak mengalami school

phobia di TK Al-Falah Batu

3. Megidentifikasi kejadian school phobia pada anak

di TK Al-Falah Batu

4. Mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap ke-

jadian school phobia di TK Al-Falah Batu

Page 9: BAB I.doc

9

5. Mengetahui pengaruh urutan kelahiran terhadap

school phobia di TK Al-Falah Batu

6. Mengetahui variabel yang lebih berpengaruh terhadap

school phobia di TK Al-Falah Batu

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Tenaga Kesehatan

Dapat menambah wawasan tentang school phobia,

sehingga dapat menjadi acuan dalam menangani dan

memberikan asuhan keperawatan pada anak yang

mengalaminya.

1.4.2 Bagi Sekolah

Dapat menjadi landasan dalam menentukan metode

penanganan, pembelajaran, dan bermain pada anak yang

mengalami school phobia usia preschool.

1.4.3 Bagi orang tua

Menambah pengetahuan tentang pola asuh dan

urutan kelahiran yang dapat menyebabkan school phobia

pada anak, sehingga dapat memilih pola asuh yang sesuai

dengan urutan kelahiran dan pola asuh yang bisa

menekan terjadinya school phobia pada anak.

1.4.4 Bagi Peneliti

Page 10: BAB I.doc

10

Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang

hubungan antara pola asuh orang tua dan urutan

kelahiran dengan terjadinya school phobia pada anak.

1.4.5 Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan acuan serta informasi dan literatur

bagi peneliti berikutnya dalam melakukan penelitian yang

lebih bermutu dan menyeluruh.

1.5Keaslian Penelitian

Penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya oleh

peneliti lain yaitu :

1) Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Fobia sekolah pada

Anak Prasekolah Usia 3-6 Tahun di PAUD Fatahillah

Pangkalan Jati Tahun 2011, oleh Moetia Anra Sari. Penelitian

dilakukan dengan metode cross sectional kepada 40 respon-

den. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa pola asuh

orang tua berpengaruh terhadap keajidan phobia school.

Yang membedakan peneletian tersebut dengan penelitian

yang akan dilakukan oleh penelti adalah penambahan satu

vaiabel bebas yaitu urutan kelahiran karena urutan kelahiran

Page 11: BAB I.doc

11

sangat berpengaruh terhadap pola asuh orang tua dan keja-

dian phobia school.

2) Fobia sekolah pada anak sekolah dasar oleh retno armaliani.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi

kasus bersifat intrinsic, yaitu kasus yang diambil merupakan

kasus yang menarik untuk diteliti. Sesuai permasalahan yang

di hadapi dan bagaimana upaya pemecahan yang harus di-

lakukan serta adanya tujuan penelitian, karakteristik subjek

dalam penelitian ini adalah anak SD yang mengalami fobia

sekolah dikarenakan adanya pengalaman traumatis di seko-

lahnya. Dalam penelitian ini, digunakan pedoman wawancara

dengan terstandar yang terbuka, yaitu pedoman wawancara

yang digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai as-

pek-aspek apa saja yang harus dibahas atau ditanyakan,

sekaligus menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek rele-

van tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Selain itu,

peneliti juga menggunakan pertanyaan tentang pandangan,

sikap keyakinan subjek atau tentang keterangan lainnya

yang dapat diajukan secara bebas kepada subjek. Subjek

diberikan kebebesan menguraikan jawabannya serta men-

gungkapkan pandangannya sesuka hati. Observasi yang di-

lakukan terhadap subjek adalah observasi langsung. Hasil

Page 12: BAB I.doc

12

penelitian menunjukkan bahwa subjek mengalami fobia seko-

lah dikarenakan adanya pengalaman negatif yang dialami

oleh subjek saat berada di sekolah. Selain itu, ayah subjek

juga menerapkan pola asuh otoriter yang menyebaban anak

takut untuk sekolah.

1.6Batasan Istilah Penelitian

Dalam penelitian ini, ada beberapa istilah yang digunakan

diantaranya :

1. School Phobia adalah rasa takut atau keengenan anak

untuk bersekolah di tandai dengan rewel, menangis,

minta di temani ibu di sekolah, dll

2. Anak usia Preschool adalah sebuah ungkapan untuk anak

usia 3-6 tahun atau usia sebelum masuk sekolah dasar.