bab ii 1. maulidi (2016) menjelaskan pengertian literasi ...repository.ump.ac.id/3903/3/bab...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Literasi Matematika
1. Pengertian Literasi
Maulidi (2016) menjelaskan pengertian literasi adalah kemampuan
seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan
proses membaca dan menulis. Literasi memerlukan serangkaian
kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan
tentang genre dan kultural. Menurut Nugraha (2016) Literasi berasal dari
kata bahasa latin “littera” yang diartikan sebagai penguasaan sistem-
sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya, selanjutnya
istilah literasi lebih diartikan sebagai kemampuan baca tulis, kemudian
berkembang meliputi proses membaca, menulis, berbicara, mendengar,
membayangkan, dan melihat.
Richard Kern (Nugraha, 2016) mendefinisikan istilah literasi
sebagai berikut:
“Literasi is the use of socially, and historically, and culturally situated practices of creating and interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit awareness of the relationships between textual conventions and their context of use and, ideally, the ability to reflect critically on those relationships. Because it is purpose sensitive, literacy is dinamic, non static and variable across and within discourse communities and cultures. It drawn on a wide range of cognitive abilities, on knowledge of writen and spoken language, on knowledge of genres, and on cultural knowledge.”
9
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
10
Artinya, literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, historis,
serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui
teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap
tentang hubungan-hubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan
konteks penggunaannya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi
secara kritis tentang hubungan-hubungan tersebut. Karena peka dengan
tujuan, literasi bersifat dinamis, tidak statis, dan dapat bervariasi di antara
dan di dalam komunitas dan kultur wacana. Literasi memerlukan
serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulisan dan lisan,
pengetahuan tentang genre (pengetahuan tentang jenis-jenis teks yang
berlaku dalam komunitas wacana, misalnya teks naratif, eksposisi,
deskripsi, dan lain sebagainya), dan pengetahuan kultural.
2. Kemampuan Literasi Matematika
Menurut Ojose (2011) literasi matematika merupakan pengetahuan
untuk mengetahui dan menggunakan dasar matematika dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam pengertian ini, siswa yang memiliki kemampuan
literasi matematika yang baik memiliki kepekaan konsep-konsep
matematika mana yang relevan dengan fenomena atau masalah yang
dihadapi. Dari kepekaan ini kemudian dilanjutkan dengan pemecahan
masalah dengan menggunakan konsep matematika.
Menurut OECD (2013) Literasi matematika adalah kapasitas siswa
untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam
berbagai konteks. Mencakup penalaran matematis dan menggunakan
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
11
konsep-konsep matematika, prosedur, fakta, dan alat-alat untuk
menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa literasi matematika tidak
hanya pada penguasaan materi saja, akan tetapi hingga kepada penggunaan
penalaran, konsep, fakta dan alat matematika dalam pemecahan masalah
sehari-hari. Selain itu, literasi matematika juga menuntut siswa untuk
mengkomunikasikan dan menjelaskan fenomena yang dihadapinya
dengan konsep matematika (Sari, 2015).
Sebelum dikenalkan melalui PISA, istilah literasi matematika telah
dicetuskan oleh NCTM (National Council of Teacher of Mathematics)
sebagai salah satu visi pendidikan matematika yaitu menjadi melek/literate
matematika, sebagaimana tertulis dalam kajian Sari (2015) literasi
matematika dalam visi tersebut dimaknai dengan “an individual’s ability
to explore, to conjecture, and to reason logically as well as to use variety
of mathematical methods effectively to solve problems. By becoming
literate, their mathematical power should develop”. Pengertian ini
mencakup 4 komponen utama literasi matematika dalam pemecahan
masalah yaitu mengeksplorasi, menghubungkan dan menalar secara logis
serta menggunakan metode matematis yang beragam. Komponen utama
ini digunakan untuk memudahkan pemecahan masalah sehari-hari yang
sekaligus dapat mengembangkan kemampuan matematikanya.
Senada dengan pendapat tersebut, Stecey & Tuner (2015)
mengartikan literasi dalam konteks matematika adalah kekuatan untuk
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
12
menggunakan pemikiran matematika dalam pemecahan masalah sehari-
hari agar lebih siap menghadapi tantangan kehidupan. Pemikiran
matematika yang dimaksudkan meliputi pola pikir pemecahan masalah,
menalar secara logis, mengkomunikasikan dan menjelaskan. Pola pikir ini
dikembangkan berdasarkan konsep, prosedur, serta fakta matematika yang
relevan dengan masalah yang dihadapi.
Melengkapi pendapat sebelumnya, Steen, Turner & Burkhard
dalam kajian Sari (2015) menjelaskan bahwa literasi matematika dimaknai
sebagai kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman
matematis secara efektif dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-
hari. Siswa yang memiliki kemampuan literasi matematika tidak cukup
hanya mampu menggunakan pengetahuan dan pemahamannya saja, akan
tetapi juga harus mampu untuk menggunakannya secara efektif.
Menurut Sari (2015) kemampuan literasi matematika dapat
didefinisikan sebagai kemampuan siswa untuk merumuskan,
menggunakan, dan menginterpretasikan matematika dalam berbagai
konteks pemecahan masalah kehidupan sehari-hari secara efektif.
Secara umum pendapat-pendapat di atas menekankan pada hal
yang sama yaitu bagaimana kemampuan siswa dalam menggunakan
pengetahuan matematika yang dimilikinya untuk memecahkan masalah
dalam kehidupan sehari-hari secara maksimal. Dalam proses memecahkan
masalah atau konteks, siswa yang memiliki kemampuan literasi
matematika akan memahami bahwa konsep matematika yang telah
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
13
dipelajari dapat menjadi sarana menemukan solusi dari masalah yang
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Fokus dari bahasa dalam definisi literasi matematika adalah
keterlibatan aktif dalam matematika, hal ini mencakup penggunaan
penalaran matematis, penggunaan konsep, prosedur, fakta dan alat-alat
matematika dalam menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi
fenomena. Secara khusus, kata kerja merumuskan, menerapkan, dan
menafsirkan merupakan tiga titik proses dimana siswa akan terlibat aktif
dalam pemecahan masalah (OECD, 2013).
a. Merumuskan situasi matematis
Meliputi identifikasi peluang untuk menerapkan dan
menggunakan matematika yang memperlihatkan bahwa matematika
dapat diterapkan untuk memahami atau memecahkan suatu masalah
tertentu, atau tantangan yang disajikan. Termasuk di dalamnya
mampu mengambil situasi seperti yang disajikan dan mengubahnya
ke dalam bentuk solusi matematika, menyediakan struktur dan
representasi matematika, mengidentifikasi variabel dan membuat
asumsi sederhana yang dapat membantu memecahkan masalah atau
memenuhi tantangan (OECD, 2013).
b. Menerapkan matematika
Melibatkan penerapan penalaran matematika dan penggunaan
konsep, prosedur, fakta dan alat-alat matematika untuk mendapatkan
solusi. Hal ini meliputi pembuatan manipulasi ekspresi aljabar dan
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
14
persamaan atau model matematika lainnya, menganalisis informasi
secara matematis dari diagram dan grafik matematika,
mengembangkan deskripsi dan penjelasan matematika, serta
menggunakan alat-alat matematika untuk memecahkan masalah
(OECD, 2013).
c. Menafsirkan matematika
Menafsirkan matematika adalah merenungkan solusi
matematika atau hasil matematis dan menafsirkan solusi tersebut ke
dalam konteks masalah atau tantangan. Termasuk di dalamnya
meliputi evaluasi solusi atau penalaran matematika dalam kaitannya
dengan konteks masalah, dan menentukan apakah solusi yang
dihasilkan wajar dan masuk akal (OECD, 2013).
Selain ketiga hal tersebut, dalam PISA juga terdapat tujuh
kemampuan dasar matematika yang menjadi pokok dalam proses literasi
matematis (OECD, 2013), yaitu meliputi:
a. Communicating (Komunikasi)
Literasi matematis melibatkan proses komunikasi, sebab
dalam proses pemecahan masalah siswa perlu mengutarakan atau
mengemukakan gagasan, ketika melakukan penalaran terhadap soal
maupun langkah-langkah penyelesaian, selain itu siswa juga perlu
menjelaskan hasil pemikiran atau gagasannya kepada orang lain agar
orang lain juga dapat memahami hasil pemikirannya.
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
15
b. Mathematising (Matematisasi)
Kemampuan literasi matematis juga melibatkan kemampuan
matematisasi, yakni kemampuan dalam menerjemahkan bahasa
sehari-hari ke dalam bentuk matematika, baik berupa konsep, struktur,
membuat asumsi atau pemodelan.
c. Representation (Representasi)
Kemampuan representasi disini adalah kemampuan dalam
merepresentasikan objek-objek matematika seperti grafik, tabel,
diagram, gambar, persamaan, rumus, dan bentuk-bentuk konkret
lainnya.
d. Reasoning and Argument (Penalaran dan Argumen)
Kemampuan penalaran dan argumen adalah akar dari proses
berpikir logis yang dikembangkan untuk menemukan suatu
kesimpulan yang dapat memberikan pembenaran terhadap solusi
suatu permasalahan.
e. Devising Strategies for Solving Problem (Merancang strategi untuk
memecahkan masalah)
Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan seseorang
menggunakan matematika untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
16
f. Using Symbolic, Formal and Technical Language and Operations
(Penggunaan simbol, bahasa formal, teknis, dan operasi)
Kemampuan ini melibatkan pemahaman, penafsiran,
kemampuan memanipulasi suatu konteks matematika yang digunakan
dalam menyelesaikan permasalahan terkait matematika.
g. Using Mathematical Tools (Penggunaan alat matematika)
Kemampuan yang dimaksud adalah mampu menggunakan
berbagai macam alat yang dapat membantu proses matematisasi, dan
mengetahui keterbatasan dari alat-alat tersebut.
Turner (2015) menjelaskan deskripsi kompetensi kemampuan
literasi matematika sebagai berikut :
a. Komunikasi
Definisi komunikasi adalah membaca dan menginterpretasikan
pernyataan, pertanyaan, perintah, tugas, gambar-gambar dan objek-
objek, membayangkan dan memahami situasi yang diperkenalkan,
dan membuat pemikiran dari informasi yang disediakan mencakup
syarat-syarat matematika menunjuk mempresentasikan dan
menjelaskan satu pekerjaan matematika atau penalaran.
Kemampuan komunikasi meliputi komponen sifat reseptif dan
konstruktif. Komponen reseptif terdiri dari memahami apa yang
sedang ditanyakan dan ditunjukkan terkait dengan tujuan tugas
matematis, meliputi bahasa matematika yang digunakan, informasi
yang relevan, dan apa sifat dari respon yang diminta. Komponen
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
17
konstruktif terdiri dari menyajikan respon yang mungkin meliputi
langkah-langkah penyelesaian, deskripsi dari penalaran yang
digunakan, dan justifikasi jawaban yang diberikan.
Komunikasi tidak termasuk mengetahui cara mendekati atau
memecahkan masalah, bagaimana cara menggunakan informasi yang
diberikan, atau bagaimana alasan untuk menguatkan bahwa jawaban
yang diperoleh benar, melainkan pemahaman atau penyajian
informasi yang relevan. Komunikasi juga tidak berlaku mengekstrak
atau memproses informasi matematika dari representasi.
Permintaan untuk aspek reseptif kompetensi ini meningkat
sesuai dengan kompleksitas materi yang harus ditafsirkan dalam
memahami tugas, kebutuhan untuk menghubungkan beberapa sumber
informasi atau untuk bergerak mundur dan maju (ke siklus) antar
elemen informasi. Sedangkan asperk konstruktif meningkat dengan
kebutuhan untuk memberikan solusi tertulis berupa penjelasan secara
rinci.
b. Matematisasi
Definisi dari matematisasi adalah menerjemahkan suatu
situasi di luar matematika ke dalam model matematika,
menginterpretasikan hasil dari penggunaan suatu model yang
dihubungan dengan situasi masalah, atau memvalidasi ketercukupan
dari model yang dihubungkan dengan situasi masalah.
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
18
Fokus dari kompetensi ini adalah pada aspek siklus pemodelan
dalam hubungan konteks ekstra-matematika dengan beberapa domain
matematika. Dengan demikian, kompetensi matematisasi memiliki
dua komponen, yakni situasi di luar matematika yang mungkin
membutuhkan terjemahan ke dalam bentuk yang dapat disesuaikan
dengan perlakuan matematis, meliputi pemodelan yang
mempermudah penyederhanaan asumsi, mengidentifikasi variabel
yang hadir dalam konteks dan hubungan diantara keduanya, dan
mengekspresikan variabel tersebut dalam bentuk matematis.
Sebaliknya, hasil yang mungkin perlu ditafsirkan sehubungan
dengan situasi atau konteks ekstra-matematis, meliputi
menerjemahkan matematis yang menghasilkan elemen spesifik dari
konteks dan memvalidasi kecukupan solusi yang ditemukan yang
berhubungan dengan konteks. Perlakuan intra-matematis dari isu dan
masalah berikutnya dalam domain matematika ditangani dengan
kompetensi lain. Oleh karenanya, sementara itu kompetensi
matematisasi berurusan dengan mewakili konteks ekstra-mathematis
dengan menggunakan entitas matematis, representasi entitas
matematika ditangani dengan kompetensi representasi.
Permintaan untuk aktivasi kompetensi ini meningkat dengan
tingkat kreativitas, wawasan dan pengetahuan yang diperlukan untuk
menerjemahkan antara elemen konteks dan struktur masalah
matematika.
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
19
c. Representasi
Definisi dari representasi disini adalah membuat suatu
gambaran yang mengilustrasikan suatu informasi dari masalah,
menerjemahkan gambaran tersebut, membuat representasi
matematika dari informasi yang diberikan pada soal yang akan
digunakan menuju sebuah solusi, memilih dan merencanakan
gambaran-gambaran untuk memotret situasi atau untuk menyajikan
suatu pekerjaan.
Fokus dari kompetensi ini adalah pada penguraian,
penyusunan, dan manipulasi representasi entitas matematis atau
menghubungkan representasi yang berbeda. Dengan representasi
entitas matematika dapat memahami sebuah ekspresi konkret
(pemetaan) konsep, objek, hubungan, proses atau tindakan matematis.
Selain itu, representasi juga dapat berupa fisik, verbal, simbolis,
grafis, tabel atau diagram. Tugas matematika sering disajikan dalam
bentuk teks, terkadang dengan materi grafis itu hanya membantu
mengatur memahami intruksi konteks, informasi verbal atau teks,
gambar dan grafik pada umumnya tidak termasuk kompetensi
representasi, melainkan bagian dari kompetensi komunikasi.
Demikian pula, bekerja secara eksklusif dengan representasi simbolis
terletak di dalam menggunakan kompetensi simbol, operasi dan
bahasa formal. Di sisi lain, penafsiran antar representasi yang berbeda
selalu merupakan bagian dari kompetensi representasi.
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
20
Permintaan untuk kompetensi ini meningkat dengan jumlah
informasi yang akan diolah, dengan kebutuhan untuk
mengintegrasikan informasi dari banyak representasi, dan dengan
kebutuhan untuk merancang representasi bukan untuk menggunakan
representasi yang diberikan. Permintaan juga meningkat dengan
menambah kompleksias representasi atau penguraiannya, dari
representasi sederhana dan standar (seperti grafik batang atau grafik
cartesian).
d. Penalaran dan Argumen
Definisi dari penalaran dan argumen adalah memberikan
gambaran kesimpulan dari penggunaan pemikiran yang logis dalam
menyelidiki dan menghubungkan unsur-unsur masalah yang terkait,
memeriksa dengan penuh ketelitian, atau membenarkan argumen dan
kesimpulan.
Kompetensi ini berhubungan dengan menarik kesimpulan
yang sah berdasarkan pada mental internal (usia atau kapasitas otak)
memproses informasi matematika yang dibutuhkan untuk
memperoleh hasil yang sesuai, dan untuk mengumpulkan pembenaran
kesimpulan, dan membuktikan hasil yang diperoleh.
Bentuk lain dari mental proses dan representasi yang terlibat
bertanggungjawab pada tugas-tugas yang menopang masing-masing
dari kompetensi lainnya. Misalkan, pemikiran yang dibutuhkan untuk
memilih atau merencanakan suatu pendekatan ke arah penyelesaian
masalah yang berkaitan merupakan bagian dari kompetensi
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
21
pemecahan masalah (merancang strategi untuk memecahkan
masalah), dan pemikiran yang terlibat dalam perubahan unsur-unsur
kontekstual pada suatu bentuk matematika yang baku merupakan
bagian dari kompetensi matematisasi.
Sifat, bilangan atau unsur-unsur kesulitan yang perlu dibawa
dalam membuat kesimpulan, dan panjang serta kompleksitas dari
rantai-rantai kesimpulan yang membutuhkan pentingnya kontribusi
merupakan suatu hal yang meningkatkan permintaan kompetensi ini.
e. Merancang Strategi untuk Memecahkan Masalah
Definisi merancang strategi untuk memecahkan masalah
adalah memilih suatu strategi matematika untuk memecahkan suatu
masalah seperti halnya monitoring dan kontroling penerapan dari
strategi.
Menyusun atau merancang strategi disini berbeda dengan
kompetensi pemecahan masalah yang telah ada sebelumnya. Fokus
dari kompetensi ini adalah pada aspek pemecahan masalah yang
meliputi memilih, membangun atau mengaktifkan strategi dan
pemantauan solusi untuk mengendalikan pelaksanaan proses yang
terlibat. Strategi yang digunakan berupa tahapan yang bersama-sama
membentuk keseluruhan rencana yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah. Setiap tahap terdiri dari sub tujuan dan
langkah-langkah yang berkaitan.
Permintaan kompetensi ini akan meningkat seiring dengan
tingkat kreativitas dan penemuan yang terlibat dalam mengidentifikasi
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
22
strategi yang sesuai, dengan kompleksitas proses pemecahan masalah
yang meningkat (misalnya jumlah, jangkauan dan kompleksitas
tahapan yang dibutuhkan dalam strategi), dan dengan konsekuensial
perlunya kontrol metakognitif yang lebih besar dalam penerapan
strategi menuju solusi.
f. Penggunaan Simbol, Bahasa Formal, Teknik, dan Operasi.
Definisi dari kompetensi ini adalah memahami dan
menerapkan prosedur dan bahasa matematika (meliputi ekspresi
simbol, aritmatika dan operasi aljabar), menggunakan aturan-aturan
matematika, mengaktifkan dan menggunakan pengetahuan dari
definisi, hasil-hasil, aturan-aturan dan sistem formal.
Kompetensi ini mencerminkan keterampilan dengan
mengaktifkan dan menggunakan pengetahuan isi matematika, seperti
definisi, fakta, atauran algoritma dan prosedur matematika, mengingat
dan menggunakan ungkapan simbolis, mengartikan dan
memanipulasi formula atau hubungan fungsional atau ungkapan
aljabar lainnya dan menggunakan aturan operasi formal (misalnya
perhitungan aritmatika atau persamaan pemecahan). Kompetensi ini
juga meliputi penerapan unit pengukuran dan jumlah yang diturunkan
seperti kecepatan dan massa jenis.
Mengembangkan formulasi simbolis dari situasi ekstra
matematika adalah bagian dari matematisasi. Misalnya, menyiapkan
sebuah persamaan untuk merefleksikan elemen kunci dari sebuah
situasi ekstra matematika termasuk matematisasi, sedangkan
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
23
pemecahannya adalah bagian dari penggunaan kompetensi simbol,
operasi, dan bahasa formal. Manipulasi ungkapan simbolis milik
kompetensi simbol, operasi, dan bahasa formal, namun
menerjemahkan antar representasi simbolis dan lainnya milik
kompetensi representasi. Istilah variabel yang digunakan dalam
kompetensi ini merujuk pada simbol yang mewakili angka yang tidak
ditentukan atau mengubah sebuah kuantitas, misalnya C dan r dalam
rumus C = ¼ 2πr.
Permintaan kompetensi ini meningkat seiring dengan
meningkatnya kompleksitas dan kecanggihannya isi matematika dan
pengetahuan prosedural yang dibutuhkan.
Sedangkan, menurut Ojose (2011) indikator untuk kemampuan
literasi matematika terdiri dari 8 kompetensi, yaitu :
a. Penalaran dan Berpikir Matematis.
b. Argumentasi Matematis.
c. Komunikasi Matematis.
d. Pemodelan.
e. Merumuskan dan Menyelesaikan Masalah.
f. Representasi.
g. Penggunaan Simbol.
h. Penggunaan Alat dan Teknologi.
Deskripsi kemampuan literasi matematika dalam penelitian ini
adalah pendeskripsian tentang kemampuan literasi matematika siswa yang
berpedoman pada empat komponen literasi matematika yang terdiri dari :
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
24
a. Komunikasi
Meliputi :
1) Memahami dan menuliskan informasi yang diketahui dan
ditanyakan terkait dengan tujuan soal.
2) Menyajikan respon yang mungkin, meliputi :
a) Menuliskan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan soal.
b) Menuliskan langkah-langkah penyelesaian yang mudah
dipahami.
c) Menuliskan kesimpulan dari jawaban yang diberikan.
b. Penggunaan Simbol, Bahasa Formal, Teknik, dan Operasi.
Meliputi :
1) Menggunakan bahasa matematika, berupa simbol, aritmatika, atau
operasi aljabar.
2) Menggunakan definisi, fakta, aturan algoritma dan prosedur
matematika.
3) Menggunakan aturan operasi formal, berupa perhitungan
aritmatika atau pemecahan persamaan.
4) Menggunakan unit pengukuran dan jumlah yang diturunkan
seperti kecepatan dan jarak.
c. Merencanakan Strategi untuk Memecahkan Masalah.
Meliputi :
1) Merencanakan suatu pendekatan atau strategi yang mengarah pada
penyelesaian masalah.
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
25
2) Menjelaskan tahapan atau langkah-langkah penyelesaian soal.
3) Menerapkan dan melaksanakan strategi penyelesaian soal.
4) Memeriksa kembali.
d. Penalaran dan Argumen.
Meliputi :
1) Menghubungkan unsur-unsur masalah yang saling berkaitan.
2) Memberikan alasan logis yang menghasilkan kesimpulan.
3) Membuat kesimpulan dari solusi yang diberikan.
B. Gaya Kognitif Reflektif-Impulsif
1. Pengertian Gaya Kognitif
Setiap siswa memiliki cara – cara sendiri yang disukainya dalam
menyusun apa yang dilihat, diingat dan dipikirkannya. Perbedaan-
perbedaan antar pribadi yang menetap dalam cara menyusun dan
mengolah informasi serta pengalaman-pengalaman ini dikenal sebagai
gaya kognitif. Gaya kognitif merupakan variabel penting yang
mempengaruhi pilihan-pilihan siswa dalam bidang akademik, kelanjutan
perkembangan akademik, bagaimana siswa belajar serta bagaimana siswa
dan guru berinteraksi di dalam kelas (Slameto, 2010).
Desmita (2011) menyebutkan bahwa gaya kognitif merupakan
salah satu ide baru dalam kajian psikologi perkembangan dan pendidikan.
Ide ini berkembang pada penelitian mengenai bagaimana siswa menerima
dan mengorganisasi informasi dari lingkungan sekitarnya. Gaya kognitif
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
26
sering dideskripsikan sebagai berada dalam garis batas antara kemampuan
mental dan sifat personalitas. Berbeda dengan strategi kognitif yang
mungkin mengalami perubahan dari waktu ke waktu serta dapat dipelajari
dan dikembangkan, gaya kognitif bersifat statis dan secara relatif menjadi
gambaran tetap tentang diri siswa (Riding, & Douglas, 1993). Gaya (style)
juga berbeda dengan kemampuan (ability), seperti intelegensi.
Kemampuan mengacu pada isi kognisi yang menyatakan informasi apa
saja yang telah diproses, dengan langkah bagaimana dan dalam bentuk apa
informasi itu diproses. Sedangkan gaya lebih mengacu pada proses kognisi
yang menyatakan bagaimana isi informasi itu diproses. Atau dengan kata
lain, gaya adalah cara siswa menggunakan kemampuannya (Santrock,
2004).
Menurut Tennant dalam bukunya Desmita (2011), secara
sederhana mendefinisikan gaya kognitif sebagai “an individual’s
characteristic and consistent approach to organising and processing
information.” Artinya, gaya kognitif adalah karakteristik individu dan
pendekatan yang konsisten untuk mengatur dan memproses informasi.
Kemudian, menurut Ferrari dan Sternberg dalam bukunya Desmita (2011),
menjelaskan “cognitive styles refer to the dominant or typical ways
children use their cognitive abilities across a wide range of situations,
when the situation is complex enough to allow a variety of responsses.”
Artinya, gaya kognitif mengacu pada cara yang dominan atau khas siswa
dalam menggunakan kemampuan kognitif mereka diberbagai situasi,
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
27
ketika situasinya cukup kompleks memungkinkan siswa untuk
memberikan berbagai respon.
Desmita (2011) menyimpulkan berdasarkan pada beberapa definisi
di atas, bahwa yang dimaksud dengan gaya kognitif adalah karakteristik
siswa dalam penggunaan fungsi kognitif (berpikir, mengingat,
memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasi dan
memproses informasi, dan seterusnya) yang bersifat konsisten dan
berlangsung lama. Jadi, setiap siswa memiliki gaya kognitif yang berbeda
dalam memproses informasi atau menghadapi suatu tugas dan masalah.
Perbedaan ini bukan menunjukkan tingkat inteligensi atau kecakapan
tertentu, sebab siswa yang berbeda dengan gaya kognitif yang sama belum
tentu memiliki tingkat inteligensi atau kemampuan yang sama. Apalagi
siswa dengan gaya kognitif yang berbeda, kecenderungan perbedaan
tingkat intelegensi dan kemampuan yang dimilikinya lebih besar.
Para ahli psikologi dan pendidikan berbeda pendapat dalam
mengemukakan tipe-tipe gaya kognitif, setiap kategorisasi itu terdapat
perbedaan akan tetapi juga persamaan-persamaan, walaupun
menggunakan istilah-istilah yang berbeda-beda. Berbagai penggolongan
itu dapat kita ambil tiga gaya kognitif yang ada kaitannya dengan proses
belajar-mengajar, yakni gaya kognitif menurut tipe : (1) gaya field
dependence dan independence, (2) gaya impulsif dan reflektif, (3) gaya
preseptif/reseptif dan sistematis/intuitif, (Nasution, 2010).
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
28
2. Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif
Kagan mendefinisikan siswa yang memiliki karakteristik cepat
dalam menjawab masalah, tetapi tidak/kurang cermat, sehingga jawaban
cenderung salah, disebut siswa yang bergaya kognitif impulsif. Siswa yang
memiliki karakteristik lambat dalam menjawab masalah, tetapi
cermat/teliti, sehingga jawaban cenderung betul, disebut siswa yang
bergaya kognitif reflektif. Perbedaan karakteristik dalam berpikir sangat
jelas berlawanan. Siswa reflektif memiliki kelemahan lambat dalam
berpikir, karena terlalu hati-hati, sedangkan siswa impulsif memiliki
kelemahan tidak cermat/akurat dalam berpikir dan terlalu cepat dalam
mengambil keputusan. Akan tetapi, kelemahan-kelemahan tersebut tidak
selamanya buruk bagi siswa, karena bergantung situasi dan masalahnya
(Warli, 2012) .
Menurut Kagan dalam bukunya Santrock (2004) menjelaskan
bahwa gaya impulsif/reflektif disebut sebagai tempo konseptual, yakni
murid cenderung bertindak cepat dan impulsif atau menggunakan lebih
banyak waktu untuk merespons dan merenungkan akurasi dari suatu
jawaban. Murid yang impulsif sering kali lebih banyak melakukan
kesalahan dibandingkan dengan murid yang reflektif. Dibandingkan murid
yang impulsif, murid yang reflektif lebih mungkin melakukan tugas
meliputi: mengingat informasi yang terstruktur, membaca dengan
memahami dan menginterpretasi teks, memecahkan masalah dan membuat
keputusan.
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
29
Tabel 2.1 Perbedaan Sifat Siswa Reflektif dan Impulsif.
Siswa Reflektif Siswa Impulsif
Untuk menjawab digunakan waktu lama.
Jawaban lebih tepat (akurat). Menyukai masalah analog.
Menggunakan paksaan dalam
mengeluarkan berbagai kemungkinan.
Menggunakan strategis dalam menyelesaiakan masalah
Reflektif terhadap kesusastraan IQ Tinggi
Berpikir sejenak sebelum mejawab
Beragumen lebih matang
Cepat memberikan jawaban tanpa mencermati terlebih dahulu.
Pendapat kurang akurat. Tidak menyukai jawaban
masalah yang analog. Menggunakan hypothesis-
scaning, yaitu merujuk pada satu kemungkinan saja.
Kurang strategis dalam menyelesaikan masalah
Sumber : Kagan (Warli, 2012)
Mencermati perbedaan siswa reflektif dan siswa impulsif pada
tabel tersebut, siswa reflektif memiliki banyak aspek positif yang bisa
menunjang kesuksesan belajar. Siswa impulsif banyak aspek negatif dalam
menunjang kesuksesan belajar. Perbedaan ini akan berakibat pada cara
belajar dari masing-masing siswa.
Dibandingkan siswa yang impulsif, siswa yang reflektif juga lebih
mungkin untuk menentukan sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada
informasi yang relevan. Murid reflektif biasanya standar kinerjanya tinggi.
Banyak bukti menunjukkan murid reflektif lebih efektif dan baik dalam
pelajaran sekolah dibandingkan dengan murid impulsif (Santrock, 2004).
Di samping itu, dibandingkan dengan siswa yang impulsif, siswa
yang reflektif juga lebih mungkin untuk menentukan sendiri tujuan belajar
dan berkonsentrasi pada informasi yang relevan. Siswa yang reflektif
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
30
biasanya memiliki standar kerja yang tinggi. Sejumlah bukti menunjukkan
bahwa siswa reflektif lebih efektif dan lebih baik dalam pelajaran di
sekolah dibandingkan dengan siswa yang impulsif (Santrock, 2004).
Dari berbagai definisi di atas, dapat dipahami bahwa gaya kognitif
reflektif merupakan karakteristik gaya kognitif yang dimiliki siswa dalam
memecahkan masalah dan membuat keputusan dengan waktu yang lama
tetapi akurat sehingga jawaban cenderung benar. Sedangkan gaya kognitif
impulsif merupakan karakteristik gaya kognitif yang dimiliki siswa dalam
memecahkan masalah dan membuat keputusan dengan waktu yang singkat
tetapi kurang akurat sehingga jawaban cenderung salah.
Terdapat dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam
mengukur gaya kognitif reflektif dan impulsif, yaitu banyaknya waktu
yang diperlukan untuk memecahkan masalah dan keakuratan jawaban
yang diberikan. Jika aspek waktu dibedakan menjadi dua yaitu singkat dan
lama, serta keakuratan jawaban dibedakan menjadi dua yaitu
akurat/cermat (keakuratan tinggi) dan tidak akurat/tidak cermat
(keakuratan rendah), maka siswa dapat dikelompokkan menjadi empat
kelompok, yaitu fast-accurate (cepat-akurat), reflektif (lambat-akurat),
impulsive (cepat-tidak akurat), dan slow-innaccurate (lambat-tidak
akurat) (Rozencwajg dan Corroyer, 2005).
Keempat gaya kognitif tersebut merupakan gaya kognitif yang
menunjukkan tempo atau kecepatan dalam berfikir. Kebanyakan peneliti
hanya tertarik pada dua kelompok gaya kognitif yaitu reflektif dan
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
31
impulsif, alasannya kedua gaya kognitif tersebut merupakan gaya kognitif
yang memiliki jumlah terbesar individu, menurut Reuchlin sekitar 70%
dari populasi (Rozencwajg dan Corroyer, 2005).
3. Pengukuran gaya kognitif relektif-impulsif
Berdasarkan definisi reflektif dan impulsif, terdapat dua aspek
penting yang harus diperhatikan dalam pengukuran reflektif dan impulsif,
yaitu waktu yang digunakan untuk menyelesaikan soal (t) dan banyaknya
jawaban benar siswa atau banyaknya jawaban salah siswa (f).
Pengelompokkan siswa reflektif dan impulsif dipilih berdasarkan
kecepatan siswa dalam menyelesaikan soal Matching Familiar Figure Test
(MFFT). Siswa dikategorikan reflektif jika rata-rata waktu pengerjaan
seluruh soal berada di atas median dari catatan rata-rata waktu pengerjaan
seluruh siswa, dan rata-rata frekuensi jawaban benar berada di atas median
dari catatan rata-rata frekuensi jawaban benar seluruh siswa. Kelompok
siswa reflektif adalah siswa yang catatan waktu paling lama dan paling
banyak benar dalam dalam menjawab seluruh butir soal.
Sedangkan siswa dikategorikan impulsif jika rata-rata waktu
pengerjaan seluruh soal berada di bawah median dari catatan rata-rata
waktu pengerjaan seluruh siswa, dan rata-rata frekuensi jawaban benar
berada di bawah median dari catatan rata-rata frekuensi jawaban benar
seluruh siswa. Kelompok siswa impulsif adalah siswa yang catatan
waktunya paling cepat dan paling banyak salah dalam menjawab seluruh
butir soal (Block, dkk).
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
32
C. Materi
1. Kompetensi Dasar (KD)
3.6 Mengidentifikasi unsur, keliling, dan luas lingkaran.
2. Indikator
3.6.1 Menerapkan konsep atau rumus unsur lingkaran dalam pemecahan
masalah
3.6.2 Menerapkan konsep atau rumus keliling dan luas lingkaran dalam
pemecahan masalah
3. Materi
1. Unsur-Unsur Lingkaran
Ada beberapa bagian lingkaran yang termasuk dalam unsur-
unsur sebuah lingkaran di antaranya titik pusat, jari-jari, diameter,
busur, tali busur, tembereng, juring, dan apotema.
2. Keliling dan Luas Lingkaran
a. Rumus Keliling Lingkaran
Rumus umumnya yaitu : Keliling = π x d
Dengan keterangan sebagai berikut :
π = phi = 3,14 atau 22/7
d = diameter
Dikarenakan diameter (d) = 2 kali jari-jari (r) maka rumusnya
bisa juga menjadi seperti berikut: Keliling = π x 2 r
Atau biasa kita gunakan
Keliling = 2 π r
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
33
b. Rumus Luas Lingkaran
Luas = π r2
Dengan keterangan sebagai berikut :
π = phi = 3,14 atau 22/7
r = jari-jari lingkaran
Contoh :
Sebuah roda sepeda memiliki jari-jari 21 cm. Ketika
sepeda dikayuh, roda tersebut berputar sebanyak 50 kali. Tentukan
keliling dan jarak yang ditempuh oleh roda sepeda tersebut.
Pembahasan :
Cari keliling roda terlebih dahulu :
K = 2πr
K = 2 x 22/7 x 21 cm
K = 12 cm
Untuk mengetahui jarak yang ditempuh oleh roda, menggunakan
rumus:
Jarak = Keliling x banyak putaran
Jarak = 12 cm x 50 cm
Jarak = 600 cm
Maka jarak yang ditempuh roda sepeda tersebut adalah 600 cm
atau 6m.
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
34
D. Penelitian Relevan
Pada tahun 2015, Fadholi dkk (2015) dalam penelitiannya yang
berjudul “Analisis Pembelajaran Matematika dan Kemampuan Literasi serta
Karakter Siswa SMK”, menyebutkan bahwa kemampuan literasi matematika
siswa tergolong kurang. Peneliti tidak menjelaskan secara rinci indikator-
indikator apa saja yang diukur dalam penelitian, pada hasil penelitian tersebut
hanya memberikan gambaran prosentase masing-masing indikator dari 7
indikator kemampuan literasi matematika yang digunakan. Pada penelitian
tersebut banyaknya butir soal yang digunakan sejumlah 5 butir soal, namun
tidak dijelaskan konten apa saja yang diterdapat pada ke 5 butir soal tersebut.
Berbeda dengan penelitian tersebut, pada penelitian yang akan dilakukan
peneliti tidak mengukur sejauh mana kemampuan literasi matematika siswa,
tetapi bagaimana deskripsi kemampuan literasi matematika siswa ditinjau dari
gaya kognitif reflektif dan impulsif.
Jika ditinjau dari gaya kognitifnya, Nurdianasari dkk (2015) dalam
penelitiannya yang berjudul “Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas
VIII Berdasarkan Gaya Kognitif”, menyebutkan bahwa pencapaian aspek
literasi matematika siswa reflektif, impulsif, fast accurate, dan slow
innaccurate berbeda-beda. Siswa fast accurate tergolong paling menonjol
diantara yang lain, yakni unggul pada aspek representation and devising
strategies for solving problems. Siswa reflektif memiliki kemampuan yang
tergolong sangat baik pada aspek using mathematics tools. Siswa impulsif
memiliki kemampuan yang tergolong baik pada aspek representation, devising
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
35
strategies for solving problems, dan using mathematics tools. Siswa fast
accurate memiliki kemampuan yang tergolong sangat baik pada aspek using
mathematics tools. Siswa slow innaccurate memiliki kemampuan yang
tergolong sangat baik pada aspek using mathematics tools. Penelitian yang
dilakukan oleh Nurdianasari dkk memiliki kesamaan dengan yang akan diteliti,
yaitu mendeskripsikan kemampuan literasi matematika ditinjau dari gaya
kognitif. Selain kesamaan juga memiliki perbedaan, yaitu mengenai a) tempat
penelitian, Nurdianasari dkk melakukan penelitian di SMP N 1 Petarukan,
sedangkan peneliti akan melakukan penelitian di MTs N Model Babakan
Tegal, b) fokus penelitian, Nurdianasari dkk fokus pada kemampuan literasi
matematika siswa materi luas permukaan dan volume kubus dan balok,
sedangkan peneliti mengambil fokus penelitian pada materi lingkaran, c)
kategori subjek penelitian, Nurdianasari dkk meneliti dari keempat karakter
gaya kognitif meliputi reflektif, impulsif, fast accurate, dan slow innaccurate,
sedangkan peneliti hanya mengambil 2 karakter gaya kognitif yaitu reflektif
dan impulsif.
Sedangkan menurut Mujulifah dkk (2015) pada penelitiannya yang
berjudul “Literasi Matematika Siswa Dalam Menyederhanakan Ekspresi
Aljabar”, menyebutkan bahwa literasi matematis siswa ditinjau dari aspek
pemahaman, siswa telah memiliki pengetahuan tentang ekspresi aljabar dan
penyederhanaannya, namun belum memahami seutuhnya. Ditinjau dari aspek
penerapan, siswa memiliki kelancaran pada soal-soal rutin penyederhanaan
ekspresi aljabar, tetapi tidak untuk soal non-rutin dan soal cerita. Ditinjau dari
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
36
aspek penalaran, siswa cenderung menunjukkan gagasan atau pembuktian yang
kurang mendukung jawaban. Dan ditinjau dari aspek komunikasi, siswa
cenderung belum lancar dalam mengemukakan hasil pemikiran dan dalam
menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide matematis
dengan tepat. Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti adalah mendeskripsikan kemampuan literasi
matematika siswa. Namun terdapat perbedaan, penelitian yang dilakukan
Mujulifah dkk adalah analisis kemampuan literasi matematika menggunakan
desain tes internasional dengan konteks Indonesia, sedangkan penelitian yang
akan dilakukan peneliti adalah deskripsi kemampuan literasi matematika siswa
ditinjau dari gaya kognitif reflektif impulsif.
E. Kerangka Pikir
Literasi matematika adalah kemampuan siswa dalam merumuskan,
menerapkan, dan menafsirkan segenap pengetahuan matematika yang
dimilikinya untuk memecahan masalah yang dihadapinya. OECD
mendefinisikan bahwa literasi matematika adalah kemampuan siswa untuk
merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai
konteks (Stecey & Tuner, 2015).
Manusia dapat dibedakan dari cara dia memandang sesuatu dan
bagaimana dia menerima, mengatur dan memproses informasi, keempat hal
tersebut menjadi faktor yang mempengaruhi gaya kognitif seseorang. Acharya
(2002) mengatakan bahwa gaya kognitif adalah pola-pola intrinsik tipe belajar
siswa dalam merasa, berpikir, mengingat dan memecahkan masalah.
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
37
Gaya kognitif mengacu pada karakteristik konsistensi siswa dalam
menerima, memahami, mengingat, memproses informasi dan
mengorganisasikan cara berpikir serta memecahkan masalah. Hal ini berarti
antara gaya kognitif dan literasi matematika memiliki keterkaitan, karena
keberhasilan siswa dalam memecahkan masalah akan sangat ditentukan
bagaimana cara siswa itu berpikir, mengingat konsep-konsep sebelumnya yang
terkait dengan masalah yang diberikan dan bagaimana siswa memproses
informasi untuk mendapatkan solusi yang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa
gaya kognitif mempunyai kontribusi yang penting terhadap kemampuan
literasi matematika. Jadi memungkinkan siswa yang mempunyai gaya kognitif
yang berbeda akan memiliki kemampuan literasi matematika yang berbeda
juga.
Gaya kognitif yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah gaya
kognitif reflektif dan gaya kognitif impulsif. Kagan menyebutkan bahwa
karakteristik siswa reflektif adalah lambat dalam menjawab masalah tetapi
cermat, sehingga jawaban masalah cenderung betul, dan karakteristik siswa
impulsif adalah cepat dalam menjawab masalah, tetapi tidak cermat sehingga
jawaban masalah cenderung salah (Warli, 2012).
Setiap siswa akan mengalami masalah dalam kehidupannya dan
memecahkan masalah merupakan hal yang penting bagi siswa. Karena
demikian pentingnya, sehingga literasi matematika penting untuk dijadikan
fokus dalam pembelajaran matematika di sekolah. Dalam memecahkan
masalah kehidupan sehari-hari dengan menggunakan dan menerapkan
pengetahuan matematika diperlukan tahapan yang terorganisir dengan baik,
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017
38
sehingga diperoleh solusi terbaik dari masalah yang dihadapi. Pada penelitian
ini akan mendeskripsikan kemampuan siswa menggunakan pengetahuan
matematika yang dimilikinya untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-
hari yang mengacu pada komponen komunikasi, merancang strategi untuk
memecahkan masalah, penggunaan simbol, bahasa formal, teknik, dan
penggunaan operasi, serta komponen penalaran dan argumen.
Masalah dalam penelitian ini adalah masalah dalam kehidupan sehari-
hari yang termasuk kedalam materi lingkaran kelas VIII. Dalam rangka untuk
mengetahui gambaran kemampuan literasi matematika dari siswa bergaya
kognitif reflektif dan siswa yang bergaya impulsif, penelitian ini akan diberikan
tes kemampuan literasi matematika yang diikuti dengan wawancara dan
kemudian data ditraskrip, kemudian dipaparkan dan seterusnya dilakukan
analisis data.
Hubungannya dengan gaya kognitif siswa, Kagan menyebutkan bahwa
siswa reflektif memiliki kelemahan lambat dalam berpikir, karena terlalu hati-
hati, sedangkan siswa impulsif memiliki kelemahan tidak cermat/akurat dalam
berpikir dan terlalu cepat dalam mengambil keputusan (Warli, 2012). Masing-
masing tipe gaya kognitif memiliki kelemahan yang berbeda, hal tersebut
menunjukkan bahwa terdapat keunikan tersediri untuk keduanya. Kemampuan
literasi matematika siswa diukur berdasarkan indikator yang memiliki
karakteristik unik pula, sehingga tidak dapat disimpulkan gaya kognitif
reflektif atau gaya kognitif impulsif yang memiliki kemampuan literasi
matematika lebih baik.
Deskripsi Kemampuan Literasi…, Ika Septiani Putri, FKIP, UMP, 2017