bab ii 3100323 -...
TRANSCRIPT
BAB II
TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW DAN PROSES BELAJAR
MENGAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Abraham Maslow
1. Riwayat Hidup
a. Latar Belakang Keluarga dan Sosial
Abraham Harold Maslow adalah anak pertama dari tujuh
bersaudara. Ia lahir di Brooklyn, New York, USA, pada tanggal 1 April
1908. Orang tuanya adalah imigran berkebangsaan Rusia-Yahudi yang
pindah ke Amerika Serikat sebagai pembuat senjata. Pada masa kanak-
kanaknya Maslow adalah satu-satunya anak laki-laki Yahudi di sebuah
perkampungan non-Yahudi di pinggiran kota Brooklyn. Ia sendiri
seperti merasa sebagai orang negro pertama yang berada di sekolah yang
seluruh muridnya adalah anak-anak kulit putih dan diperlakukan sama
seperti anak-anak negro, terisolasi, tertekan dan tidak bahagia.1
Dalam kondisi lingkungan yang kurang bersahabat dan keluarga
yang miskin, Maslow merasa sangat kesepian. Waktunya ia habiskan
untuk membaca buku dan hampir tidak mempunyai teman. Di samping
itu ia mulai bekerja sebagai pengantar koran dan ketika liburan musim
panas ia bekerja pada perusahaan milik keluarganya yang masih dikelola
saudara-saudaranya hingga sekarang. Usaha itu kini berupa perusahaan
pembuat drum yang besar dan sukses, yaitu Universal Containers,Inc.2
b. Pendidikan dan Aktivitas
Maslow adalah seorang siswa yang cerdas. Bahkan ia mencapai
skor IQ sampai 195, angka yang cukup tinggi saat itu. Karena desakan
ayahnya, pada usia 18 tahun ia kuliah di fakultas hukum di City College.
Namun baru dua minggu kuliah Maslow pindah ke Universitas Cornel
1 E. Koeswara, Teori-teori Kepribadian, (Bandung: Erecso, 1991), hlm. 110. 2 Frank G. Goble, The Third Force:The Psychology of Abraham Maslow, terj. A.
Supratiknya, Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 29.
15
16
dan tak lama kemudian, di tahun 1928, ia pindah lagi ke Universitas
Wisconsin di bidang psikologi ilmiah. Di Universitas ini Maslow meraih
sarjana muda pada tahun 1930, sarjana penuh tahun 1931, dan meraih
gelar doktor pada tahun 1934.
Di bawah bimbingan Profesor Harry Harlow, peneliti primata
terkenal, Maslow menulis disertasinya tentang ciri-ciri seksual dan sifat-
sifat kuasa pada kera. Barangkali suatu hal yang mengherankan bahwa
disertasi Maslow, seorang tokoh yang di kemudian hari sangat gigih
menentang penyelidikan psikologi menggunakan hewan, adalah studi
pengamatan terhadap ciri-ciri dan dominasi seksual pada kera. Ia
termasuk psikolog profesional yang banyak mengkaji masalah
seksualitas dan penyimpangan-penyimpangannya karena ia memandang
sebagai suatu hal yang esensial bagi pemahaman yang mendalam
tentang manusia.3
Sejak saat itu Maslow mulai mengagumi pemikiran
Behaviorisme yang dikemukakan oleh Watson. Behaviorisme
merupakan sesuatu yang menarik, dan dengan mengikuti program-
program yang diadakan Watson, Maslow berharap dirinya bisa
mengubah dunia. Namun setelah banyak membaca psikologi Gestalt dan
Psikologi Freudian, antusiasmenya pada Behaviorisme mulai surut.
Apalagi ketika ia menemukan pengalaman yang bersifat pribadi
mengenai kelahiran anak pertamanya yang telah mengubah dirinya
sebagai seorang psikolog. “Pengalaman itu membuat behaviorisme yang
selama ini saya kagumi tampak begiti bodoh sehingga menjadikan saya
muak, tidak masuk akal”, begitu ia bertutur kepada Mary Harrington
Hall dalam sebuah wawancara untuk majalah Psychology Today.4
Maslow mengawali karir profesionalnya dengan memegang
jabatan sebagai asisten instruktur psikologi di Universitas Wisconsin
(1930-1934) dan sebagai dosen (1934-1935). Pada tahun 1937 Maslow
3 E. Koeswara, op.cit., hlm. 111. 4 Goble, op.cit., hlm. 29.
17
menjadi staf peneliti di Universitas Columbia sebagai asisten Edward L.
Thorndike, salah seorang tokoh Behaviorisme. Ia kemudian kembali ke
New York dan menjadi guru besar pembantu di Brooklyn College, New
York selama 14 tahun. Dia terinspirasi oleh mahasiswa-mahasiswanya
yang banyak berasal dari keluarga imigran dan antusiasmenya pada
psikologi. Setelah bertemu Maslow mereka merasa tidak asing dan
terisolasi. Maslow menjadi dosen yang dikagumi dan ia termasuk salah
satu dari sedikit profesor yang peduli terhadap mahasiswanya.
Di kota New York inilah Maslow banyak bertemu dengan
ilmuwan ternama Eropa yang melarikan diri ke Amerika Serikat karena
penindasan Hitler. Tokoh-tokoh tersebut antara lain Erich Fromm,
Alfred Adler, Karen Horney dan Margaret Mead yang menjadi
penasehat Maslow pada The New School untuk penelitian sosial di New
York. Dua tokoh lain yang tidak hanya menjadi gurunya tetapi juga
teman dekat Maslow adalah Ruth Benedict, seorang antropolog, dan
Max Wertheimer, seorang tokoh psikologi Gestalt. Maslow terinspirasi
oleh Benedict dan Wertheimer , tidak hanya karena kecerdasannya,
kreativitasnya, keilmuannya tetapi juga kepeduliannya sebagai seorang
manusia yang matang.
Pada tahun 1951, Maslow meninggalkan Brooklyn College dan
menjadi kepala departemen psikologi di Universitas Brandeis sampai
tahun 1961. Selama periode ini Maslow mempelopori gerakan Psikologi
Humanistik di Amerika Serikat yang ia proklamirkan sebagai Psikologi
Mazhab Ketiga, yaitu kelanjutan aliran psikologi Psikoanalisis dan
Behaviorisme. Pada tahun 1969 Maslow meninggalkan Brandeis dan
menjadi anggota yayasan W.P. Laughlin di Menlo Park, California.
Jabatan non akademis ini mendorongnya untuk secara bebas dan
mencurahkan minatnya kepada masalah-masalah filsafat, politik dan
etika.5
5 E. Koeswara, op.cit., hlm 112.
18
Pengaruh penting lain yang mewarnai pemikiran Maslow adalah
pengalamannya dengan suku Indian Northern Blackfoot di Alberta,
Canada. Atas bantuan dana dari dewan Riset ilmu-ilmu sosial (The
Social Science Research Council) ia melakukan penelitian dan hidup
bersama mereka selama musim panas. Dari hasil pengamatan
etnologisnya dikemukakan bahwa permusuhan dan sikap merusak
berbeda-beda dalam taraf 0% sampai 100% di kalangan peradaban
primitif. Ia menyimpulkan bahwa sikap permusuhan adalah lebih
merupakan hasil peradaban dan bukan kodrat.6
Tahun 1962 Maslow bersama Rollo May dan Carl Rogers
mendirikan Perhimpunan Psikologi Amerika (Association for
Humanistic Psychology). Kemudian tahun 1967-1968 ia terpilih sebagai
presiden APA (American Psychology Association). Pada tahun ini pula
ia mendapatkan penghargaan sebagai Humanist of The Year oleh
American Humanist Association. Maslow juga menjadi editor di
beberapa jurnal psikologi. Antara lain Jurnal Psikologi Humanistik dan
Jurnal Psikologi Transpersonal serta berperan sebagai editor ahli di
berbagai media cetak berkala. Maslow terutama tertarik dengan
psikologi pertumbuhan (growth psychology) dan sampai akhir hayatnya
tahun 1970, ia mendukung Essalen Institut di California dan kelompok
lainnya yang bergerak dalam bidang Human Potential Movement.7
c. Karya-karya
Di sepuluh tahun akhir hayatnya Maslow banyak menulis buku
yang cukup terkenal. Antara lain Motivation and Personality (1954),
yang sejak penerbitannya segera mengalir sejumlah tulisannya berupa
laporan, makalah, artikel dan buku-buku yang merupakan
pengembangan, pengolahan serta penyempurnaan gagasan-gagasan
awalnya. Buku lainnya Toward a Psychology of Being (1962), Religious
and Peak Experiences (1964), Eupsychian Management : A Journal
6 Goble, op.cit., hlm. 31.
19
(1965), The Psychology of Science : A Reconnaisance (1966), A Theory
of Metamotivation : The Biological Rooting of The value Life (1967),
dan The Farther Reaches of Human natures, sebuah buku kumpulan
artikel Maslow yang diterbitkan setahun setelah ia meninggal.
Buku-buku lainnya seperti The Creative Attitude,The Structurist
(1963), The Psychology of Science (1966), Adolescence and Juvenile
Delinquency In The Two Different Cultures, dan Some Educational
Implications of The Humanistic Psychologies (1968).
2. Teori Motivasi Abraham Maslow
Dalam teorinya, Maslow yakin bahwa banyak tingkah laku
manusia yang bisa diterangkan dengan memperhatikan tendensi individu
untuk mencapai tujuan-tujuannya dan membuat kehidupan lebih bermakna
serta memuaskan. Dalam kenyataannya, proses-proses motivasional
merupakan jantung dari teori Maslow.
a. Pengertian Teori Motivasi Abraham Maslow
Seringkali kata ‘motif’ dan ‘motivasi’ digunakan secara
bergantian dalam suatu maksud. Pengertian antara keduanya memang
sukar dibedakan secara tegas. Istilah ‘motif’ menunjukkan suatu
dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan
orang tersebut mau melakukan sesuatu. Sedangkan ‘motivasi’ adalah
suatu usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi tingkah laku
seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak sehingga mencapai
hasil atau tujuan tertentu.8
Berawal dari kata ‘motif’ itu, motivasi dapat diartikan sebagai
daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada
saat-tertentu terutama bila ada kebutuhan mendesak. McDonald, dalam
bukunya Sardiman A.M mendefinisikan motivasi adalah perubahan
energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling
8 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 1993), hlm. 61.
20
dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.9 Dapat
dikatakan, motivasi adalah sesuatu yang kompleks. Motivasi akan
menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi sehingga akan
berkaitan dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan, juga emosi yang
pada akhirnya bertindak melakukan sesuatu.
Kesulitan dalam mendefinisikan arti motivasi, seperti dikatakan
Atkinson yang dikutip oleh M. Ngalim Purwanto, adalah karena istilah
itu tidak memiliki arti yang tetap dalam psikologi kontemporer.10
Bahkan kata motivasi dan drive atau dorongan digunakan untuk
pengertian yang sama. Drive adalah suatu perubahan dalam sruktur
neurofisiologis seseorang yang menjadi dasar organis perubahan energi
yang disebut ‘motivasi’.11
Selanjutnya, pengertian motif atau motivasi tidak dapat
dipisahkan dengan istilah kebutuhan atau need, yaitu suatu keadaan di
mana individu merasakan adanya kekurangan atau ketiadaan sesuatu
yang diperlukannya. Sartain, menggunakan istilah kebutuhan (need)
sebagai suatu kekurangan tertentu di dalam suatu organisme.12 Bagi
manusia, istilah kebutuhan sudah mengandung arti yang lebih luas,
tidak hanya bersifat fisiologis tetapi juga psikis.
Jelas sekali bahwa hubungan antara motif, motivasi, drive dan
kebutuhan (need) sangat erat dan sulit sekali dipisahkan. Walaupun
keempat istilah tersebut ada variasi makna, namun keduanya termasuk
kondisi yang mendorong individu melakukan sesuatu, kondisi itu
disebut motivasi.
Berbicara tentang macam atau jenis motivasi, dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang:
9 Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Grafindo Persada: Jakarta,
2001), hlm. 72. 10 M. Ngalim Purwanto, op.cit., hlm. 71. 11 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Sinar Baru: Bandung, 1992), hlm.
175. 12 M. Ngalim Purwanto, op.cit., hlm. 61.
21
1). Motivasi Dilihat dari Dasar Pembentukannya
a. Motif-motif Bawaan
Yang dimaksud dengan motif bawaan adalah motif
yang dibawa sejak lahir.13 Jadi motivasi tersebut merupakan
motif alami atau normal yang merupakan fitrah manusia sejak
lahir. Misalnya dorongan untuk makan, minum, bekerja,
beristirahat, dorongan seksual, bahkan dorongan beragama.
Berkaitan dengan dorongan beragama, dalam ajaran Islam
merupakan dorongan yang mempunyai landasan alamiah dalam
watak kejadiannya.
Firman Allah SWT:
����������� ���������� ��������������������������
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Q.S. Ar-Ruum: 30).14
Ayat tersebut mendorong pada manusia untuk belajar
supaya menyembah Allah dan menghargai sesama manusia
sebagai umatnya.
b. Motif-motif yang dipelajari
Maksudnya adalah motif-motif yang timbul karena
dipelajari. Misalnya dorongan untuk belajar ilmu pengetahuan,
dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif-
motif ini sering disebut dengan motif sosial, sebab manusia
hidup dalam lingkungan sosial sehingga motivasi itu terbentuk.
Dengan kemampuan berhubungan dan kerjasama di dalam
masyarakat, tercapailah suatu kepuasan diri sehingga manusia
perlu mengembangkan sifat-sifat ramah, kooperatif, membina
hubungan baik dengan sesama terutama orang tua dan guru.
13 Sardiman AM, op.cit., hlm. 86. 14 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Samara Mandiri,
1999), hlm. 645.
22
Dalam kegiatan belajar mengajar, hal ini apat membantu siswa
dalam mencapai prestasi.
2). Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
a. Motivasi Intrinsik
Yaitu motif-motif yang tidak perlu dirangsang dari luar
karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan
sesuatu. Sebagai contoh, seorang siswa yang belajar karena ingin
meraih tujuannya yaitu menjadi terdidik, pintar, dan berprestasi.
Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu
kebutuhan. Jadi motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri
denagn tujuan secara esensial.
b. Motivasi Ekstrinsik
Yaitu motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena
adanya perangsang dari luar.motivasi ekstrinsik dapat dikatakan
sebagai bentuk motivasi yang di dalam aktivitas belajar dimulai
dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara
mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Misalnya siswa
menjadi rajin mengerjakan tugas karena akan mendapatkan
hadiah dari gurunya.
Adanya tujuan dapat memotivasi tingkah laku juga dapt
memotivasi untuk menentukan seberapa aktif seseorang
melalukan aktivitas. Sebab, selain ditentukan oleh motif dasar,
juga ditentukan oleh tujuan. Oleh karena itu siwa akan semakin
giat belajar apabila ada perangsang dari luar dirinya dan
mencpai tujuan yang hendak dicapai.
Dalam Islam, untuk memotivasi umatnya, Allah akan
memberi hadiah derajat yang tinggi bagi mereka yang beriman
dan mau menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Mujaadalah ayat 11:
23
����� ! ��"�#���$�%�$���&'(��)��� ��*+�������),�-���&'�-��� ��*+���./��0�����111��2��#�3�������
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.(Q.S. Al-Mujaadalah: 11).15
Motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehhidupan manusia. Sebab segala aktivitas yang dilakukan
setiap orang selalu dilatarbelakangi oleh adanya motivasi. Dalam
ajaran Islam secara jelas menerangkan tentang motivasi sebagai
sisi keberadaan jiwa. Firman Allah SWT dalam Q.S. Ar-Ra’du
ayat 11:
�4�5'��6�7/��+8�����9)��:������-����'��4�5'��;<=��� ��&�>����-'�����?����������
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.(Q.S. Ar-Ra’du: 11).16
Suatu penjelasan tentang kebutuhan-kebutuhan individu
dikemukakan oleh Maslow. Teori motivasi atau Motivation
Theory adalah bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah
kebutuhan dasar (basic needs) yang membentuk suatu hierarki
atau susunan. Dalam pandangan Maslow, susunan kebutuhan
dasar yang bertingkat itu merupakan suatu organisasi yang
mendasari motivasi manusia. Apabila kebutuhan-kebutuhan
tersebut dapat dipenuhi pada suatu tahap tertentu, maka dapat
dilihat kualitas perkembangan kepribadian individu. Semakin
individu itu mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan
tingkat tinggi, maka individu itu akan semakin mampu mencapai
individualitas, matang dan berjiwa sehat.
15 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 911. 16 Ibid., hlm. 370.
24
Kebutuhan, oleh Maslow diartikan sebagai “The desire
to become more and more what one is, to become everything
that one is capable of becoming”.17 Artinya, keinginan untuk
menjadi lebih dan lebih pada diri seseorang, dapat menjadikan
dia mampu mewujudkannya. Dengan potensi yang ia miliki,
memungkinkan seseorang merealisasikan diri segala bentuk
kreatifitasnya.
b. Teori Motivasi Abraham Maslow
Dalam teorinya tentang motivasi, Maslow mengemukakan ada
lima tingkatan kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkatan inilah
kemudian dijadikan pengertian kunci dalam memahami motivasi
manusia. Maslow mengidentifikasi kebutuhan pokok atau kebutuhan
dasar manusia dalam sebuah hierarki yang terendah dan bersifat
biologis sampai tingkat tertinggi dan mengarah pada kemajuan
individu.18 Kebutuhan-kebutuhan itu tidak hanya bersifat fisiologis
tetapi juga psikologis. Kebutuhan itu merupakan inti kodrat manusia
yang tidak dapat dimatikan oleh kebudayaan, hanya ditindas, mudah
diselewengkan dan dikuasai oleh proses belajar atau tradisi yang
keliru.19
Kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) yang dimaksud
Maslow adalah:
1) Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan fisiologis (physiological needs) adalah
sekumpulan kebutuhan dasar yang mendesak pemenuhannya
karena berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup manusia.
Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan akan makanan,
17 Charles and Cofer, Motivation and Emotion, (Scott Foresman Company: London, 1996),
hlm. 133. 18 Henry Clay Lindgren, Psychology In The Classroom, (Modern Asia Edition: Japan,
1972), hlm. 25. 19 Goble, Ibid., hlm. 70.
25
minuman, air, oksigen, istirahat, tempat berteduh, keseimbangan
temperatur, seks dan kebutuhan akan stimulasi sensoris.
Karena merupakan kebutuhan yang paling mendesak, maka
kebutuhan fisiologis akan didahulukan pemenuhannya oleh
individu. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi atau belum terpuaskan,
maka individu tidak akan tergerak untuk memuaskan kebutuhan-
kebutuhan lain yang lebih tinggi. Sebagai contoh, jika seorang
siswa yang sedang lapar, lemas maka ia tidak akan bersemangat
untuk belajar bahkan untuk menerima pelajaran dari gurunya
karena kondisi fisiknya sedang tidak baik. Pada saat lapar tersebut,
ia dikuasai oleh hasrat untuk memperoleh makanan secepatnya.
Kebutuhan fisiologis sangat mempengaruhi aktivitas
seseorang. Keadaan jasmani yang segar lain pengaruhnya dengan
keadaan jasmani yang kurang segar. Bagi anak-anak yang masih
sangat muda, keadaan jasmani yang lemah seperti lesu, lekas
mengantuk, lelah dan sebagainya sangat besar pengaruhnya dalam
aktivitas belajar.20 Mereka akan kesulitan berkonsentrasi dalam
belajar karena kekurangan nutrisi. Akibatnya proses belajar
mengajar menjadi terganggu dan tidak optimal. Dengan
mengetahui kebutuhan fisiologis, seorang guru akan mengerti
mengapa anak tidak semangat dan lesu saat pelajaran berlangsung.
Konsep Maslow tentang kebutuhan fisiologis ini sekaligus
merupakan jawaban terhadap pandangan Behaviorisme yang
mengatakan bahwa satu-satunya motivasi tingkah laku manusia
adalah kebutuhan fisiologis. Bagi Maslow pendapat ini dibenarkan
jika kebutuhan fisiologis belum dapat terpenuhi.
Lalu apa yang terjadi dengan hasrat-hasrat manusia tatkala
tersedia makanan yang cukup dan merasa kenyang? Maslow lalu
menjawab, “dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih
tinggi akan muncul, kemudian kebutuhan-kebutuhan inilah yang
20 Sumadi Suryabrata, op.cit., hlm. 251.
26
akan mendominasi seseorang, bukan lagi kebutuhan fisiologis”.
Selanjutnya jika kebutuhan-kebutuhan ini telah terpenuhi, maka
muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang lebih tinggi dan begitu
seterusnya. Inilah yang dimaksud Maslow bahwa kebutuhan dasar
manusia diatur dalam sebuah hierarki yang bersifat relatif.21
2) Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety Need)
Apabila kebutuhan fisiologis individu telah terpenuhi,
maka akan muncul kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang
dominan dan menuntut pemuasan, yaitu kebutuhan akan rasa aman
(safety need). Yang dimaksud Maslow dengan kebutuhan rasa
aman ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk
memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari
lingkungannya. Para psikolog maupun guru menemukan
pandangan bahwa seorang anak membutuhkan suatu dunia yang
dapat diramalkan. Anak menyukai konsistensi dan kerutinan
sampai batas-batas tertentu. Keadaan-keadaan yang tidak adil,
tidak wajar atau tidak konsisten pada diri orang tua akan secara
cepat mendapatkan reaksi dari anak. Orang tua yang
memperlakukan anaknya secara tak acuh dan permisif,
memungkinkan anak tersebut tidak bisa memperoleh rasa aman.
Bahkan lebih jauh lagi bagi seorang anak kebebasan yang dibatasi
adalah lebih baik daripada kebebasan yang tidak dibatasi.22
Menurut Maslow, kebebasan yang ada batasnya semacam itu
sesungguhnya perlu demi perkembangan anak ke arah penyesuaian
yang baik.
Indikasi lain dari kebutuhan akan rasa aman pada anak-
anak adalah ketergantungan. Menurut Maslow, anak akan
memperoleh rasa aman yang cukup apabila ia berada dalam ikatan
keluarganya. Sebaliknya, jika ikatan ini tidak ada atau lemah maka
21 Abraham Maslow, Motivation and Personality, terj. Nurul Iman, Motivasi dan Kepribadian 1, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), hlm. 43-56.
22 Ibid.
27
anak akan merasa kurang aman, cemas dan kurang percaya diri
yang akan mendorong anak untuk mencari area-area hidup di mana
dia bisa memperoleh ketentraman dan kepastian atau rasa aman.
Kehidupan keluarga yang harmonis dan normal adalah sebuah
kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi bagi anak. Pertengkaran,
perceraian atau kematian adalah hal yang sangat menakutkan bagi
anak dan memiliki pengaruh buruk terhadap kesehatan mental
anak.
Hukuman yang berwujud pukulan, amarah, kata-kata kasar
akan mendatangkan kepanikan dan teror yang luar biasa pada
seorang anak. Rasa aman dan disayangi merupakan kebutuhan
dasar manusia yang perlu pemenuhan. Dalam proses belajar
mengajar misalnya, diperlukan rasa aman pada diri anak sehingga
merasa betah selama pelajaran berlangsung dan termotivasi untuk
mengikuti dengan sungguh-sungguh. Hal ini dapat ditingkatkan
bila guru selalu memberikan penghargaan dan umpan balik
terhadap tugas-tugas siswa.23
3) Kebutuhan Akan Cinta, Memiliki dan Kasih Sayang (Need for
Love and Belongingness)
Kebutuhan ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong
individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan
emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun
lawan jenis, di lingkungan keluarga maupun kelompok masyarakat.
Ia berharap memperoleh tempat semacam itu melebihi segala-
galanya di dunia, bahkan mungkin ia lupa bahwa ketika ia merasa
lapar, ia mencemooh cinta sebagai suatu yang tidak nyata, tidak
perlu atau tidak penting. Namun satu hal yang harus diperhatikan,
bahwa cinta tidak bisa disamakan dengan seks.
23 Endang Poerwati dan Nur Widodo, Perkembangan Peserta Didik (Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang, 2002), hlm. 14.
28
Cinta tidak boleh dikacaukan dengan seks yang sering
dipandang sebagai kebutuhan fisiologis semata. Bagi Maslow,
cinta menyangkut suatu hubungan sehat termasuk sikap saling
percaya. Ia mengatakan, “the love needs involve giving and
receiving affection…”,24 kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang
memberi dan cinta yang menerima.
Bagi kebanyakan orang, keanggotaan dalam kelompok
sering menjadi tujuan yang dominan dan mereka bisa menderita
kesepian, terasing dan tak berdaya apabila keluarga, pasangan
hidup, atau teman-teman meninggalkannya. Sesorang yang
merantau jauh dari kampung halamannya akan kehilangan ikatan
atau rasa memiliki. Keadaan ini bisa mendorongnya untuk
membentuk ikatan baru dengan orang-orang atau kelompok tempat
ia merantau. Seorang siswa yang berprestasi tiba-tiba dapat tidak
mempunyai semangat dalam belajar, dan tidak mempunyai
motivasi melakukan sesuatu apabila kebutuhan untuk diakui
kelompoknya tidak terpenuhi.25
Pada diri remaja, terutama masa-masa tersebut sangat
terasa penting pengakuan sosial bagi remaja. Mereka akan sedih,
apabila diremehkan atau dikucilkan dari teman-temannya atau
kelompoknya.26 Mereka sangat gelisah apabila dipandang rendah
atau diejek oleh teman-temannya terutama teman dari lain jenis.
Kebutuhan akan cinta, memiliki dan kasih sayang
merupakan proses sosialisasi yang dijalani manusia. Maslow juga
mengungkapkan bahwa terbentuknya gank-gank anak muda yang
selalu memberontak dan membuat kerusuhan, dalam hal banyak
24 Abraham Maslow, Motivation and Personality, Third Edition, America: Longman, 1970,
hlm. 20. 25 Prasetya Irawan dkk., Teori Belajar, Motivasi dan Ketrampilan Mengajar,
(Jakarta:Universitas Terbuka, 1996), hlm. 45. 26 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 45.
29
didorong oleh kebutuhan yang mendalam untuk memperoleh
hubungan yang dekat dan hasrat menciptakan kebersamaan sejati.27
4) Kebutuhan Akan Harga Diri (Esteem Needs)
Setelah kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang
terpenuhi, kebutuhan mendasar berikutnya yang muncul adalah
kebutuhan akan harga diri (need for self esteem). Kebutuhan ini
meliputi dua hal, “for self respect or self esteem, and for the esteem
of others”28 yaitu harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga
diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi,
penguasaan, ketidaktergantungan, dan kebebasan. Penghargaan
dari orang lain meliputi nama baik, prestise, gengsi, pengakuan,
penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta apresiasi.
Kebutuhan akan penghargaan diri telah diabaikan oleh Sigmund
Freud, namun ditekankan oleh Alfred Adler.
Terpuaskannya kebutuhan akan rasa harga diri pada
individu akan menghasilkan sikap percaya, rasa berharga, rasa
mampu, dan perasaan berguna. Sebaliknya, frustasi atau
terhambatnya pemuasan kebutuhan akan rasa harga diri akan
menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah, tak
mampu dan tak berguna, yang menyebabkan individu mengalami
kehampaan, keraguan, dan memiliki penilaian yang rendah atas
dirinya dalam kaitannya dengan orang lain. Harga diri yang stabil
dan sehat diperoleh dari penghargaan yang wajar dari orang lain
dan bukan dari pujian atau sanjungan berlebih yang tidak berdasar.
Adanya kompetisi yang sehat dan prestasi yang dihasilkan dari
usahanya sendiri akan mendatangkan penghargaan dari orang lain
dan ia akan semakin termotivasi melakukan sesuatu yang lebih
baik lagi. Apabila anak sering dikritik, dilecehkan, tidak diberi
penghargaan dan dorongan dari orang tua atau gurunya, maka
27 E. Koeswara, op.cit., hlm. 123 28 Abraham Maslow, op.cit. Third Edition, hlm. 21.
30
dalam diri anak akan trbentuk masalah derivatif seperti perasaan
rendah diri atau hina.29
Maslow menegaskan bahwa rasa harga diri yang sehat
lebih didasarkan pada prestasi ketimbang prestise, status atau
keturunan. Dengan kata lain, rasa harga diri individu yang sehat
adalah hasil usaha individu yang bersangkutan. Dan merupakan
bahaya psikologis apabila seorang lebih mengandalkan rasa harga
dirinya pada opini orang lain daripada kemampuan dan prestasi
pada dirinya sendiri.30
5) Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Need for Self Actualization)
Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri
merupakan hierarki kebutuhan dasar manusia yang paling tinggi
dalam Maslow. Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai
perkembangan dari individu yang paling tinggi, mengembangkan
semua potensi yang ia miliki dan menjadi apa saja menurut
kemampuannya.31 Contoh dari aktualisasi diri adalah seseorang
yang berbakat musik menciptakan komposisi musik, seseorang
yang berbakat melukis menciptakan karya lukisannya, seseorang
yang berpotensi menyanyi akan mengembangkan bakatnya.
Maslow menggarisbawahi bahwa aktualisasi diri itu tidak
hanya berupa penciptaan kreasi atau karya-karya berdasarkan bakat
atau kemampuan khusus. Setiap orang bisa mengaktualisasikan
dirinya, yakni dengan jalan melakukan yang terbaik atau bekerja
sebaik-baiknya sesuai bidangnya masing-masing. Ia termotivasi
untuk menjadi dirinya sendiri tanpa pengaruh atau tendensi
apapun. Kecenderungan ini diwujudkan dengan adanya keinginan
untuk menjadi yang terbaik, menjadi apa saja sesaui
29 Ahmad Ali Budaiwi, Ats-Tsawabu wal-Iqaabu wa Atsruhu fi Tarbiyatil Aulad, terj. Dr.
M. Syihabuddin, Imbalan dan Hukuman Pengaruhnya bagi Pendidikan Anak, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 84.
30 E. Koeswara, op.cit., hlm. 125. 31 Duane Schultz,. Growth Psychology: Models of The Healthy Personality, terj. Yustinus,
Psikologi Pertumbuhan, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 93.
31
kemampuannya. Untuk itu bentuk aktualisasi diri berbeda pada
setiap orang.32 Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
individual.
Dorongan untuk aktualisasi diri tidak sama dengan
dorongan untuk menonjolkan diri atau untuk mendapatkan prestise
atau gengsi. Karena jika demikian sebenarnya dia belum mencapai
tingkat aktualisasi diri. Aktualisasi diri dilakukan tanpa tendensi
apapun. Meskipun hal ini diawali dari pemenuhan kebutuhan pada
tingkat dibawahnya. Bagaimanapun Maslow mengakui bahwa
untuk mencapai tingkat aktualisasi diri tidaklah mudah, sebab
upaya ke arah itu banyak sekali hambatannya baik internal maupun
eksternal.
Hambatan internal yaitu hambatan yang berasal dari
dirinya sendiri, antara lain ketidaktahuan akan potensi diri,
keraguan dan juga rasa takut untuk mengungkap potensi yang
dimilki, sehingga potensi tersebut terpendam.33 Hambatan
eksternal berasal dari luar atau dari budaya masyarakat yang
kurang mendukung upaya aktualisasi terhadap potensi yang
dimiliki oleh seseorang karena perbedaan karakter. Mengenai hal
ini dapat diambil ilustrasi sebagai berikut. Di masyarakat terdapat
stereotip budaya mengenai bagaimana yang disebut jantan dan
tidak jantan. Apabila masyarakat cenderung menganggap
kejantanan sebagai sifat yang dijunjung tinggi seperti sifat keras,
kasar, dan berani akan lebih dihargai. Sebaliknya sifat-sifat yang
cenderung ke arah feminin seperti kehalusan, kelembutan dan sifat
menahan diri, akan kurang dihargai. Akibatnya di masyarakat
tersebut yang akan muncul dominan adalah kekerasan, sedangkan
kesabaran, kehalusan dan kelembutan akan menjadi lemah dan
tidak terungkapkan. Tegasnya aktualisasi diri hanya mungkin
32 Goble, op.cit., hlm. 55. 33 Ibid., hlm. 49.
32
apabila lingkungan mendukung. Dan dalam kenyataannya menurut
Maslow, tidak ada satu pun lingkungan masyarakat yang
menunjang atas upaya aktualisasi diri para warganya, meski
tentunya ada beberapa masyarakat yang lebih jauh menunjang
daripada masyarakat lainnya.34
Hambatan lainnya di samping membutuhkan kondisi
lingkungan yang menunjang juga menuntut adanya kesediaan atau
keterbukaan individu terhadap gagasan dan pengalaman-
pengalaman baru untuk siap mengambil resiko, membuat
kesalahan dan melepaskan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak
konstruktif. Bagi individu yang kebutuhan akan rasa amannya
terpenuhi dan sangat kuat, maka semua itu justru merupakan hal-
hal yang mengancam dan menakutkan. Pada akhirnya ketakutan ini
akan mendorong individu untuk bergerak mundur menuju
kebutuhan akan rasa aman.35
Maslow mendasarkan teorinya tentang aktualisasi diri pada
sebuah asumsi dasar bahwa manusia pada hakekatnya memiliki
nilai intrinsik berupa kebaikan. ‘Baik‘ di sini diartikan dengan
segenap potensi yang dimiliki manusia sejak lahir. Potensi atau
fitrah dalam pandangan Islam adalah suatu bakat atau potensi
kebaikan dan semua itu akan berarti setelah diaktualisasikan
melalui pendidikan. Kemudian dalam pengembangan potensi dan
aktualisasi sumber daya insani, berupa kebebasan untuk berbuat
dan hidayah Allah, Allah membimbing manusia dengan agama
Islam agar dapat berkembang menurut fitrahnya.36
Konsep aktualisasi diri pada intinya adalah konsep menuju
becoming. Becoming oleh Gordon Allport, menunjuk pada proses
aktualisasi diri yang sedapat mungkin dirancang sesuai dengan
34 E. Koeswara, op.cit., hlm. 126. 35 E. Koeswara, op.cit., hlm. 126. 36 Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Semarang: Aditya Media
Bekerja Sama dengan IAIN Walisongo Press, 1997), hlm. 49.
33
persepsi orang tentang citra dirinya. Jika demikian pengertian
aktualisasi diri yang menekankan pada potensi manusia
nampaknya mempunyai persamaan dengan prinsip humanisme
dalam pendidikan. Humanisme dalam pendidikan adalah proses
pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi manusia
sebagai makhluk sosial dan makhluk religius, serta sebagai
individu yang diberi kesempatan oleh Allah untuk
mengembangkan potensinya.37 Menurut pandangan ini individu
selalu dalam proses penyempurnaan diri atau becoming.
Apabila kelima tingkatan kebutuhan dasar manusia tersebut di atas
digambarkan dalam sebuah hierarki, maka akan terlihat sebagai berikut:
Kelima kebutuhan dasar itu tersusun secara hierarkis dari yang
paling rendah sampai yang paling tinggi. Menurut Maslow pada umumnya
kebutuhan yang lebih tinggi akan muncul apabila kebutuhan yang ada di
bawahnya telah terpenuhi. Meskipun demikian tidak mustahil terjadi
37 Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, (Yogyakarta:
Gama Media, 2002), hlm. 135.
Aktualisasi Diri
Harga Diri
Cinta dan Kasih Sayang
Rasa Aman
Fisiologis
34
pengecualian bahwa kebutuhan yang lebih tinggi muncul walaupun motif di
bawahnya belum terpenuhi. Maslow mengingatkan bahwa dalam pemuasan
kebutuhan itu tidak selalu kebutuhan yang ada di bawah lebih penting atau
di dahulukan dari kebutuhan yang ada di atasnya.38 Sebagai contoh, orang
yang berpegang teguh pada nilai-nilai prinsip yang diyakininya lebih
memilih menderita kelaparan atau bahkan kematian daripada harus
melepaskan keyakinannya itu. Tetapi tentu saja kejadian semacam itu
merupakan pengecualian. Jadi bagaimanapun secara umum kebutuhan yang
lebih rendah pemuasannya lebih mendesak daripada kebutuhan yang lebih
tinggi.
Pada individu tertentu juga terjadi bahwa perkembangannya hanya
pada tahap tertentu saja. Misalnya dalam situasi tertentu individu hanya
memiliki motif fisiologis, motif lainnya tidak atau belum sempat
berkembang. Dalam situasi lain perkembangan kebutuhan ini hanya sampai
pada tahap kebutuhan akan kasih sayang dan memiliki.
Maslow membagi motif-motif manusia dalam dua kategori, yaitu
motif kekurangan (deficit motive) dan motif pertumbuhan (growth motive).
Motif kekurangan (deficit motive) ditujukan untuk mengatasi ketegangan-
ketegangan organismik yang disebabkan oleh kekurangan. Seperti lapar
(kekurangan makanan), haus (kekurangan minuman), takut (kekurangan
rasa aman).39 Oleh karena itu motif pertama sampai ke empat yaitu
kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan akan harga diri disebut motif
menghilangkan (Deprivation Motivation atau D-Motives). Ke empat motif
tersebut Maslow menggunakan istilah kebutuhan atau need (physiological
needs, safety needs, love and belongingness needs dan esteem needs).
Sedangkan motif pertumbuhan (growth motives) yaitu aktualisasi
diri yang bersifat mengembangkan individu untuk mengungkapkan potensi-
potensinya, oleh karena itu disebut motif pengembangan, pertumbuhan atau
motif hidup (Growth atau Being motivation atau B-Motives). Seseorang
38 E. Koeswara, op.cit., hlm. 119. 39 Paulus Budiharjo, Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir, (Yogyakarta: Kanisius,
1997), hlm. 164.
35
yang telah mencapai tahap aktualisasi diri atau orang yang telah
mengaktualisasikan dirinya akan memiliki pribadi yang utuh, sehat,
sseimbang dan matang.
Hierarki kebutuhan dasar oleh Maslow dapat dijelaskan bahwa
kebutuhan manusia yang paling mendesak adalah kebutuhan fisiologis. Jika
kebutuhan ini telah terpenuhi maka kebutuhan berikutnya yang mendesak
dan menuntut pemuasannya adalah kebutuhan akan rasa aman sampai ke
tingkat yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri.
Namun jangan diartikan bahwa kehidupan tiap manusia itu akan
mengikuti kelima tingkatan kebutuhan dasar tersebut secara berurutan.
Proses kehidupan manusia itu berbeda-beda dan tidak selalu mengikuti garis
lurus yang meningkat. Kadang-kadang melompat dari kebutuhan-kebutuhan
tertentu ke tingkat kebutuhan lain dengan melampaui tingkat kebutuhan
yang berada di atasnya. Atau kemungkinan terjadi lompatan balik, dari
tingkat kebutuhan tertinggi ke tingkat kebutuhan di bawahnya.40 Dengan
demikian pada saat-saat tertentu tingkat kebutuhan seseorang berbeda
dengan orang lain.
Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan :
1. AD : Aktualisasi diri
2. HD : Harga Diri
40 M. Ngalim Purwanto, op.cit., hlm. 78-80
AD
HD
C
R A
F
AD
HD
C
RA
F
AD
HD
C
RA
F
AD
HD
C
RA
F
Gb. 1 Gb. 2 Gb. 3 Gb. 4
36
3. C : Cinta
4. RA : Rasa Aman
5. F : Fisiologis
Dari uraian di muka, terlihat betapa kompleksya masalah motivasi
yang melatar belakangi perilaku individu. Kompleksnya masalah motivasi
ini berhubungan erat dengan kompleksnya kepribadian individu, sebab
motivasi bukan hanya memegang peranan penting dalam kepribadian tetapi
pribadi individu itu terbentuk dari jaringan hubungan bermacam-macam
motif.41
B. Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian
a. Proses Belajar Mengajar
Abin Syamsuddin Makmun memberi pengertian proses belajar
mengajar sebagai suatu rangkaian interakasi antara siswa dan guru
dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.42
Selanjutnya, dalam buku Pedoman Guru Pendidikan Agama
Islam, yang dikutip oleh B. Suryosubroto, proses belajar mengajar
adalah belajar mengajar sebagai proses dapat mengembil dua
pengertian, yaitu rentetan tahapan atau fase dalam mempelajari sesuatu
dan rentetan kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan
sampai evaluasi dan program tindak lanjut.43
41 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003), hlm. 70. 42 Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2000),
hlm. 156. 43 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), cet.
I, hlm. 19
37
Menurut Muhibbin Syah, proses belajar mengajar adalah
kegiatan integral antara siswa dan guru dalam kesatuan interaksi timbal
balik yang bersifat konstruksional atau suasana pelajaran.44
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
proses belajar mengajar tidak bisa lepas dari hubungan pengajaran
antara guru dan siswa yang tentu saja dalam kegiatan belajar mengajar
tersebut terdapat komponen-komponen yang saling mempengaruhi.
Proses belajar mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai
dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program
tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan pengajaran.
a. Pendidikan Agama Islam
Pengertian pendidikan agama Islam menurut Depdikbud adalah
usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami,
menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan
untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat
beragama untuk mewujudkan persatuan nasional.45
Zuhairini dkk mendefinisikan pendidikan agama Islam adalah
usaha untuk membimbing ke arah pertumbuhan kepribadian peserta
didiksecara sistematis dan pragmatis supaya mereka hidup sesuai ajaran
agama Islam sehingga terjalin kebahagiaan di dunia dan akherat.46
Menurut Zakiah Daradjat, pendidikan agama Islam adalah usaha
berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar dapat
memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam serta menjadikannya
sebagai pandangan hidup (way of life).47
44 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rineka
Cipta, 1995), hlm. 237. 45 Kurikulum Pendidikan Dasar Garis-garis Nesar Program pPengajaran Pendidikan
Agama Islam, (Jakarta: Depdikbud, 1993), hlm. 12. 46 Zuhairini dkk, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1999), hlm. 10. 47 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. 2, hlm. 86.
38
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
agama Islam adalah usaha bimbingan secara sadar untuk mengantarkan
anak didik menjadi insan yang berkepribadian luhur, mengerti,
memahami dan mengamalkan ajaran Islam sebagai bekal keselamatan
hidup di dunia dan akherat.
Jadi pengertian proses belajar mengajar pendidikan agama Islam
adalah serangkaian interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan
siswa serta beberapa komponen di dalamnya untuk membimbing siswa
dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran
agama Islam supaya berkepribadian luhur dan berakhlak mulia.
Inti pokok ajaran Islam tersebut meliputi masalah keimanan
(aqidah), masalah keislaman, (syari’ah), dan masalah Ikhsan (akhlak).
Ketiga ajaran pokok ini dijabarkan dalam bentuk rukun Iman, rukun
Islam dan akhlak. Dari ketiganya lahirlah beberapa ilmu agama yaitu
ilmu tauhid, ilmu fiqih dan ilmu akhlak.48
2. Komponen-komponen Mengajar
a. Guru
Guru memegang peranan penting dalam keberhasilan proses
belajar mengajar. Guru merupakan key person dalam kelas yang
bertugas mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi
siswa untuk mencapai tujuan pengajaran. Ia mempunyai tanggung
jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk
membantu proses perkembangan siswa.
Secara konvensional, seorang guru harus memiliki tiga
kualifikasi dasar, yaitu menguasai materi, antusiasme, dan penuh kasih
sayang (loving) dalam mengajar dan mendidik. Loving atau kasih
sayang mempunyai arti bahwa guru harus mengajar hanya
berlandaskan cinta kepada sesama umat manusia tanpa memandang
status ekonomi, agama, bangsa, dan sebagainya.
48 Fathiyah Hasan Sulaiman, Alam Fikir Al-Ghazali Mengenai Pendidikan dan Ilmu,
(Bandung: CV. Diponegoro, 1990), hlm. 35.
39
Dalam perspektif humanisme religius, guru tidak dibenarkan
memandang remeh atau bahkan memandang rendah kemampuan anak
didik. Sebagai akibat dari pandangan tersebut, siswa menjadi tidak
mampu mengembangkan diri dan tidak mengalami interaksi yang
positif dengan guru.
Peran guru disamping sebagai pengajar juga sebagai pengarah
belajar. Sebagai pengarah belajar, tugas dan tanggung jawab guru
menjadi lebih meningkat termasuk fungsi guru sebagai perencana
pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, sebagai
motivator dan sebagai pembimbing. Kaitannya dengan motivasi
belajar siswa, guru sebagai motivator hendaknya berusaha
menimbulkan, memelihara dan meningkatkan motivasi siswa untuk
belajar. Peranan guru sebagai motivator penting artinya dalam rangka
meningkatkan keinginan dan pengembangan kegiatan belajar siswa.
Guru harus dapat membangkitkan dorongan serta reinforcement
(penguatan) untuk mengembangkan potensi siswa, menumbuhkan
aktifitas dan kreatifitas dalam proses belajar mengajar.49
Fungsi lainnya, guru harus dapat memimpin anak-anak ke arah
tujuan yang tegas. Dengan adanya panutan, petunjuk maupun teguran
bahkna hukuman dari guru, maka mereka akan mendapat rasa aman.
Selain itu, dalam kegiatan belajar mengajar, guru sebaiknya
memperhatikan perbedaan individual anak didik, yaitu pada aspek
biologis, intelektual dan psikologis. Hal tersebut dimaksudkan agar
guru mudah dalam melakukan pendekatan kepada setiap anak didik
secara individual. Pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut akan
mendekatkan hubungan guru dengan siswa sehingga memudahkan
mastery learning atau belajar tuntas. Mastery learning adalah salah
satu strategi belajar mengajar dengan pendektan individual.
49 Sardiman AM, op.cit, hlm. 143.
40
b. Siswa
Sebelum mempelajari secara khusus mengenai anak didik atau
siswa sebagai subyek belajar, perlu kiranya melihat hakikat anak didik
sebagai manusia. Sebab manusia adalah kunci utama dalam kegiatan
pendidikan. Bagaimana manusia itu sehingga mampu
mendinamisaassikan dirinya dalam berbagai perilaku kehidupan.
Dalam hal ini ada beberapa pandangan mengenai hakikat manusia.
1) Pandangan Psikoanalisis
Para psikoanalisis berpendapat bahwa manusia pada
hakekatnya digerakkan dorongan dari dalam dirinya yang bersifat
instinktif. Tingkah laku individu ditentukan dan dikontrol oleh
kekuatan psikologis. Menurut aliran ini, struktur kepribadian
individu terdiri dari tiga komponen, yaitu id, ego dan super ego.
Id atau das es adalah aspek biologis kepribadian yang
orisinil. Id meliputi berbagai instink manusia yang mendasari
perkembangan individu. Dua instink yang penting adalah instink
seksual dan agresi. Instink-instink ini berfungsi memuaskan diri
dan berusaha menghindarkan diri dari ketidakenakan. Ego atau das
ich merupakan aspek psikologis kepribadian yang timbul dari
kebutuhan organisme untuk berhubungan dengan dunia luar secara
realistis. Super ego atau das uber ich adalah aspek sosiologis
kepribadian yang sesuai dengan nilai moral yang berlaku.
Jadi ego berfungsi menjembatani id dan super ego agar
pribadi manusi seimbang, tidak mementingkan nafsunya saja juga
tidak cenderung kepada hal-hal yang idealis dan moralis, tetapi ada
keseimbangan antara keduanya.
2) Pandangan Behaviorisme
Aliran ini beranggapan bahwa lingkungan merupakan
faktor utama dalam tingkah laku manusia. Manusia pada dasarnya
‘baik’ atau ‘buruk’ tetapi netral. Hal-hal yang mempengaruhi
41
perkembangan kepribadian individu semata-mata tergantung pada
lingkungannya.
3) Pandangan Humanistik
Aliran ini berpendapat bahwa manusia memiliki dorongan
mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif. Manusia itu selalu
berkembang dan berubah menjadi pribadi yang lebih maju.
Manusia sebagai individu selalu melibatkan dirinya dalam
mewujudkan potensinya. Dalam hal ini jelas adanya pengakuan
terhadap manusia sebagai makhluk individu maupun sebagai
anggota masyarakat ciptaan Tuhan. Aliran ini melihat manusia
sebagai makhluk bebas, selalu bergerak maju dan mengembangkan
segenap potensi yang ia miliki.
Beberapa pandangan mengenai hakikat manusia tersebut
dapat membantu dalam upaya pemahaman terhadap diri anak didik.
Hakikat siswa adalah manusia dengan segala dimensinya seperti
diuraikan mengenai pandangan manusia di atas. Oleh karena itu
dalam kegiatan belajar mengajar manusia adalah sebagai subyek
didik atau subyek belajar.
Dengan demikian tidak tepat kalau dikatakan bahwa siswa
atau anak didk sebagai obyek belajar. Itu berarti siswa hanya
bersikap pasif seolah-olah tidak mempunyai kehendak ibarat
sebuah botol kosong yang siap diisi apapun juga sekehendak
gurunya. Dalam proses belajar mengajar, guru harus menghargai
siswa sebagai subyek yang memiliki kemampuan atau potensi.
Perwujudan interaksi guru dan siswa harus berbentuk pemberian
motivasi agar bersemangat dan mengembangkan kemampuannya
yang dapt meningkatkan harga dirinya. Dengan demikian siswa
diharapkan lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar.
Siswa adalah salah satu komponen yang menempati posisi
utama dalam proses belajar mengajar yang memiliki tujuan dan
berusaha mencapainya secara optimal. Siswa menjadi faktor
42
penentu yang dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan
untuk mencapai tujuan belajarnya. Jadi dalam proses belajar
mengajar yang diperhatikan pertama kali adalah siswa yang
memiliki tujuan, bagaimana keadaan dan kemampuannya, karena
siswa merupakan subyek belajar.
c. Materi
Materi atau bahan pelajaran adalah subtansi yang akan
disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran
kegiatan belajar tidak akan berjalan. Materi sebagai salah satu sumber
belajar adalah sesuatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran.
Materi pelajaran merupakan unsur inti dalam kegiatan belajar karena
materi pelajaran diupayakan untuk dikuasai anak didik.
Oleh karena itu guru khususnya atau pengembang kurikulum
umumnya, harus memikirkan sejauhmana bahan-bahan yang tertera
dalam silabi berkaitan dengan kebutuhan siswa pada usia dan
lingkungan tertentu. Minat siswa akan bangkit bila suatu bahan
diajarkan sesuai kebutuhannya. Maslow berkeyakinan bahwa minat
seseorang akan muncul apabila sesuatu itu terkait dengan
kebutuhannya.50
Dalam pengajaran biasanya guru kurang mempertimbangkan
aspek keterkaitian bahan pelajaran dengan kebutuhan individual siwa.
Umumnya, materi pelajaran telah ditetapkan menurut kurikulumdan
tidak lagi diganggu gugat. Akan tetapi ada pula yang mengemukakan
kemungkinan untuk menyesuaikan materi pelajaran dengan kebutuhan
siswa. Tentu saja kebutuhan siswa tidak bisa lepas dari kebutuhan
masyarakat.
d. Metode
Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar metode
diperlukan oleh guru dan penggunaannya berfariasi sesuai tujuan yang
50 Ibid, hlm. 88
43
hendak dicapai. Dalam pengajaran agama, seorang guru berusaha agar
siswa dapat memahami maksud atau makna agama. Oleh karena itu
guru harus mampu memilih dan melaksanakan metode yang tepat
serta bervariasi.
Namun penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya
menguntungkan bila guru mengabaikan faktor-faktor yang mempenga
ruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah:
- Tujuan pengajaran
- Bahan pengajaran
- Pribadi guru
- Anak didik yang berbeda tingkat kemampuannya
- Situasi mengajar.51
Variasi metode perlu ditekankan mengingat adanya
kecenderungan guru mengajar satu metode saja yaitu ceramah. Cara
demikian tidak menguntungkan dalam membina dan
mengembangakan jiwa agamis karena siswa akan cenderung pasif.
Menurut hasil percobaan para peneliti di bidang pendidikan,
dengan memberikan pilihan kepada siswa atas metode yang paling
sesuai bagi mereka, akan berdampak padahal-hal sebagai berikut:
1) Semangat belajar menjadi tinggi karena metode yang dipilih sesuai
pribadi mereka.
2) Siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan mencapai angka
tertinggi.
3) Evaluasi sendiri dan oleh teman lebih banyak terdapt di kalangan
mereka yang belajar dalam kelompok kecil.
4) Tidak terdapt perbedaan hasil pada tes akhir siswa-siswa yang
mengikuti metode belajar yang berbeda menurut pilihan masing-
masing.52
51 Mahfudh Shsalahuddin, Metodologi Pendidikan Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1997), hlm. 40. 52S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (jakarta: Bumi
aksara, 2001), hlm. 79.
44
Oleh karena itu mengatakan bahwa satu metode lebih baik dari
pada metode lainnya, sukar dipertahankan bila tidak ikut
mempetimbangkan pribadi dan keinginan siswa. Metode apapun baik
asalkan sesuai dengan pribadi dan keinginan siswa.
e. Sarana Prasarana
Yang dimaksud sarana prasarana disini adalah alat atau media
pembelajaran sebagai alat bantu mengajar dan segala fasilitas yang
mendukung proses belajar mengajar. Alat adalah segala sesuatu yang
dapat dipergunakan dalam mencapai tujuan pengajaran. Ia berfungsi
sebagai perlengkapan sehingga mempermudah mencapai tujuan dan
berfungsi sebagai tujuan.53 Alat bantu tersebut bisa berupa alat bantu
visual dan audiovisual.
Selain alat bantu mengajar atau media belajar, fasilitas
merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode
mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak
didik di sekolah.
53 Syaiful bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), hlm. 54.