bab ii analisis data - abstrak.uns.ac.id · majas personifikasi dalam geguritan lare lara 1...
TRANSCRIPT
26
BAB II
ANALISIS DATA
Langkah awal untuk mengungkapkan isi dalam sebuah karya sastra adalah
dengan mengetahui struktur pembangun dalam karya sastra tersebut. Membedah
struktur menjadi sangat penting sebagai dasar dalam mencari makna karya sastra
tidak terkecuali geguritan. Analisis struktural yang digunakan dalam membedah
ketujuh geguritan karya Wieranta dalam Kumpulan Geguritan Dongeng Saka
Pabaratan adalah analisis struktural dinamik. Strukturalisme dinamik adalah
analisis struktural yang digabungkan dengan semiotik.
Kutipan pada setiap cuplikan geguritan dibubuhkan untuk mempermudah
pembahasan. Kutipan terletak di akhir baris dengan skema judul geguritan,
kemudian tanda baca koma (,) angka Arab, tanda baca koma (,) yang itu semua
diletakkan dalam kurung. Angka Arab pertama menunjukkan bait kesekian dari
geguritan, sedangkan angka Arab kedua merupakan penanda baris kesekian dalam
bait geguritan.
A. Ciri Ketidak Langsungan Puisi dalam Kumpulan Geguritan Dongeng
Saka Pabaratan karya Wieranta.
1. Penggantian Arti (Displacing of Meaning)
Analisis penggantian arti mencakup unsur-unsur:
(a) Personifikasi, yakni kiasan yang menghidupkan kesan bahwa benda mati
dapat melakukan perilaku selayaknya manusia.
(b) Metonimia, yakni kiasan yang mempergunakan sebuah kata untuk
menyatakan sesuatu hal lain.
26
27
Data analisis personifikasi dan metonimia yang terdapat dalam ketujuh
Geguritan Dongeng Saka Pabaratan karya Wieranta disajikan di bawah
ini.
a. Personifikasi
Bahasa dalam sebuah geguritan merupakan bahasa yang mengutamakan
aspek keindahan. Penggunaan majas maupun kiasan tentu tidak dapat dipisahkan
dari suatu geguritan. Pemakaian majas dalam geguritan akan menimbulkan kesan
indah, tidak monoton, menarik, dan membangkitkan imajinasi bagi setiap
pembaca. Penggunaan kata kias juga dapat mengajak pembaca untuk mengetahui
maksud dari pengarang. Salah satu majas yang digunakan dalam menciptakan
geguritan adalah majas personifikasi. Majas personifikasi adalah kiasan yang
menghidupkan kesan bahwa benda mati dapat melakukan perilaku selayaknya
manusia. Personifikasi yang ditunjukkan dalam ketujuh Geguritan Dongeng Saka
Pabaratan karya Wieranta adalah sebagai berikut:
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Kutipan:
Thole, langit udan tangis (KLNR 1, 1, 1)
Thole, tetuwuhan alum pucet (KLNR 1, 2, 1)
Terjemahan:
Nak, langit hujan tangis
Nak, tanaman layu pucat
Geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1 menyebutkan hujan sebagai
benda mati dapat menangis layaknya manusia. Menangis sering dilakukan
manusia apabila sedang tertimpa musibah. Menangis adalah bentuk pelampiasan
28
kesedihan seseorang. Dalam geguritan yang bertemakan sedih maka hujan
diibaratkan ikut menangis karena merasakan kesedihan seseorang. Kutipan kedua
juga menyebutkan adanya majas personifikasi yang lain yaitu tetuwuhan alum
pucet ‘tanaman layu pucat’. Pada kutipan ini menambahkan kata pucet ‘pucat’.
Pucat adalah penggambaran untuk orang yang sedang sakit. Pucat sering terlihat
pada wajah manusia yang sedang tidak sehat.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Kutipan:
Jagad angguguk nangis thole (KLNR 2, 4, 1)
Terjemahan:
Dunia tersedu menangis Nak
Majas personifikasi pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 2 terlihat
pada bait keempat baris pertama. Disebutkan jagad angguguk nangis thole ‘Dunia
tersedu menangis Nak’, dunia yang hanya benda mati diibaratkan merasakan
kesedihan sang pengarang hingga dianggap bumi ini ikut menangis tersedu-sedu.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kutipan:
Kreta dewa ngambah nggegana (KLNR 3, 2, 1)
Nyebar mawar lan tetawar (KLNR 3, 2, 2)
Terjemahan:
Kereta dewa menjelajah awang-awang
Menyebar mawar dan obat
Majas personifikasi pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang
Sedang Tertimpa Sakit 3’ terlihat pada bait kedua baris pertama dan kedua.
29
Telihat bahwa kereta dewa menyebar bunga mawar dan obat. Kereta dewa yang
hanya benda mati diibaratkan mampu menyebarkan bunga mawar dan obat
melalui angkasa.
4) Panglocitaku
Kutipan:
Mbesuk kapan kowe njilma kembang (Pc, 3, 5)
Sumunar ana sangisore pucang kembar (Pc, 3, 6)
Terjemahan:
Saat kamu menjadi bunga
Bersinar di bawah pucang kembar
Penggunaan majas personifikasi pada geguritan Panglocitaku terlihat pada
akhir geguritan yaitu pada bait tiga baris ke lima dan enam. Bunga merupakan
mahluk hidup yang biasa dinikmati keindahan bentuk dan baunya yang harum.
Pada kutipan di atas terlihat pemajasan dengan mengungkapkan bunga yang dapat
bersinar.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Kutipan:
Kang kalamangsane (LL 1, 2, 6)
Keprangkul dhuhkita (LL 1, 2, 7)
Terjemahan:
Yang pada saatnya
Dirangkul kesedihan
30
Majas personifikasi dalam geguritan Lare Lara 1 terdapat pada bait kedua
baris ke enam dan ketujuh, terlihat penggambaran waktu yang diibaratkan sebagai
benda hidup yaitu dapat merangkul.
6) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’
Kutipan:
Wus sayah angine (LL 2, 2, 1)
Terjemahan:
Sudah lelah anginnya
Kutipan pada geguritan Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’ memperlihatkan majas
personifikasi pada bait kedua baris pertama. Angin yang merupakan benda mati
diibaratkan sebagai benda hidup. Angin yang selalu berhembus digambarkan
sudah lelah dalam berhembus dan membutuhkan istirahat.
Berdasarkan kutipan yang telah dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa
Wieranta menggunakan sesuatu yang berkaitan dengan alam dan sesuatu yang
abstrak untuk penggambaran majas personifikasi dalam geguritannya seperti,
alam, bunga, angin, dan waktu. Ini menunjukkan bahwa penyair memperlihatkan
fenomena-fenomena alam semesta dan lingkungan yang ada di sekitarnya untuk
memperkuat gambaran sosial masyarakat.
b. Metonimia
Metonimi ini dalam bahasa Indonesia sering disebut kiasan pengganti
nama. Bahasa ini berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau
penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk
menggantikan objek tersebut. Penggunaan metonimia ini efeknya ialah pertama
untuk membuat lebih hidup dengan menunjukkan hal yang konkret itu. Kedua
31
pertentangan benda-benda tersebut menekankan pemisahan status sosial antara
bangsawan dan orang kebanyakan. Benda-benda tersebut merupakan tanda
pangkat atau tingkatan (Pradopo, 2007:78). Metonimia dalam ketujuh geguritan
karya Wieranta adalah sebagai berikut:
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Kutipan:
Thole, langit udan tangis (KLNR 1, 1, 1)
Weruh mripatmu kembeng getih (KLNR 1, 1, 2)
Terjemahan:
Anakku, langit hujan tangis
Melihat matamu penuh darah
Kutipan di atas menunjukkan metonimia yang terdapat dalam geguritan
‘Kang Lagi Nandhang Roga 1’, kata tangis dapat menggantikan sebuah kesedihan
yang amat mendalam. Kata mripatmu kembeng getih dapat menggantikan sebuah
tangisan yang sedang dialami.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Kutipan:
Kembeng-kembeng waspa (KLNR 2, 2, 2)
Terjemahan:
Penuh dengan air mata
Kutipan di atas menunjukkan majas metonimia yang terdapat dalam
geguritan ‘Kang Lagi Nandhang Roga 2’, kata kembeng-kembeng waspa untuk
menggantikan kesedihan yang berlarut-larut dan terus menangis.
32
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kutipan:
Kereta kencana katon ngegla (KLNR 3, 1, 1)
Terjemahan:
Kereta kencana terlihat gamblang
Kutipan di atas menunjukkan majas metonimia yang terdapat dalam
geguritan ‘Kang Lagi Nandhang Roga 3’, kata kereta kencana untuk
menggantikan sesuatu yang membawa harapan dari setiap orang dan doa setiap
orang yang sedang sakit. Kereta kencana sebagai pengganti kata Tuhan yang
menyembuhkan semua penyakit setiap orang.
4) Panglocitaku
Kutipan:
Kayadene gunung growong (Pc, 2, 3)
Terjemahan:
Seperti gunung berlubang
Kutipan di atas menunjukkan majas metonimia yang terdapat dalam
geguritan ‘Panglocitaku’, kata gunung untuk menggantikan hati seorang ayah
yang tidak tahan melihat anaknyayang sedang sakit.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Kutipan:
Apa ceguk nyamber kuthuk (LL 1, 1, 5)
Terjemahan:
Atau burung hantu menyambar anak ayam
33
Kutipan di atas menunjukkan metonimia yang terdapat dalam geguritan
‘Lare Lara 1’, kata apa ceguk nyamber kuthuk untuk menggantikan kata dongeng
anak-anak yang menyenangkan atau dapat menghibur para pendengarnya.
6) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit’
Kutipan:
Bebarengan nlusuri ratan (NAKL, 3, 4)
Sinambi gegojegan (NAKL, 3, 5)
Terjemahan:
Bersama menyusuri jalan
Sambil bercanda
Kutipan di atas menunjukkan metonimia yang terdapat dalam geguritan
‘Nalika Anak Kena Lara’, kata sinambi gegojekan untuk menggantikan suatu
aktivitas rutin yang dilakukan dengan hati yang gembira.
Metonimia dalam geguritan Dongeng Saka Pabaratan karya Wieranta
merupakan suatu lambang pengganti objek tertentu. Makna kias yang ditimbulkan
merupakan wujud penggantian arti dari objek tertentu, yang dimaksudkan untuk
memperindah dalam berbahasa karena tidak mengungkapkan secara apa adanya.
2. Penyimpangan Arti (Distorting of Meaning)
Analisis penyimpangan arti mencakup unsur-unsur:
(a) Ambiguitas, yakni kata yang memiliki makna ganda atau multi tafsir
sehingga menyebabkan keraguan pada pembaca dalam memaknai kata
tersebut.
(b) Kontradiksi, yakni salah satu cara menyampaikan sesuatu dengan
menggunakan pertentangan atau sesuatu yang berlawanan.
34
(c) Nonsense, yakni bentuk-bentuk yang secara linguistik tidak mempunyai
arti, sebab tidak terdapat pada kosa kata, karena hanya berupa rangkaian
bunyi yang terdapat dalam kamus.
a. Ambiguitas
Geguritan merupakan salah satu karya sastra yang memiliki penafsiran
ganda. Sebagai sebuah karya sastra geguritan juga memiliki unsur keindahan.
Keindahan dalam geguritan terlihat dalam pemilihan kata sehingga mampu
memperindah geguritan itu sendiri sehingga sering timbul perbedaan pemikiran
antara penulis dan juga pembaca. Terkadang terdapat keambiguan dalam
memaknai karena kata dalam geguritan memiliki tafsir ganda, begitu juga dalam
geguritan Dongeng Saka Pabaratan karya Wieranta sebagai berikut:
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Kutipan:
Adhuh thole, rungonen (KLNR 1, 2, 3)
Tembang durma nelangsa (KLNR 1, 2, 4)
Panangise bapa-babumu (KLNR 1, 2, 5)
Terjemahan:
Aduh Nak, dengarkan
Nyanyian Durma sedih
Tangisan ayah-ibumu
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan
Kang Lagi Nandhang Roga 1. Kata nelangsa memiliki makna multi tafsir atau
ambigu. Kata nelangsa tersebut bisa untuk menyatakan tembang durma yang
memiliki syair yang sedih. Tembang durma sebenarnya memiliki watak keras atau
galak. Kata nelangsa juga bisa diartikan seorang ayah yang sedih melihat anaknya
yang sedih dengan menyanyikan tembang durma. Kata lain yang memiliki makna
ambigu adalah bapa-babumu. Kata bapa-babumu ditulis secara bersambung. Kata
35
bapa-babumu dapat diartikan yang sedang sedih adalah ayah dan ibu. Ayah dan
ibu adalah orang yang sangat tulus mencintai anak dan orang yang paling sedih
ketika sang anak sakit.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Kutipan:
Aku nangis meneh thole (KLNR 2, 1, 1)
Weruh cahyamu putih kaya getih (KLNR 2, 1, 2)
Terjemahan:
Aku menangis lagi Nak
melihat wajahmu putih seperti darah
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan
Kang Lagi Nandhang Roga 2. Kata putih kaya getih ‘putih seperti darah’
memiliki makna multi tafsir atau ambigu. Putih kaya getih memiliki makna
keadaan sang anak yang pucat karena sedang sakit. Makn lain adalah penafsiran
warna darah yang biasanya berwarna merah dalam geguritan diibaratkan
berwarna putih, maka sebenarnya wajah sang anak tetap berwarna merah akan
tetapi menuliskan darah memiliki warna putih.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kutipan:
Kereta kencana katon ngengla (KLNR 3, 1, 1)
Nggawa pitu midadari (KLNR 3, 1, 2)
Kang arum ganda melathi (KLNR 3, 1, 3)
Terjemahan:
Kereta kencana terlihat mencolok
membawa tujuh bidadari
yang harum bunga melati
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan
Kang Lagi Nandhang Roga 3. Kata arum ganda melati ‘harum bunga melati’
36
memiliki makna multi tafsir atau ambigu. Arum ganda melati dapat diartikan
bahwa adanya tuujuh bidadari yang terbang di langit. Arum ganda melati juga
dapat diartikan bahwa bukan bidadari yang berbau harum tetapi kereta kencana itu
sendiri yang menyebarkan bau harum seperti bunga melati. Kata pitu midodari
‘tujuh bidadari’ juga memiliki makna ambigu. Pitu midodari sendiri dapat
diartikan sebagai bidadari yang sesungguhnya seperti halnya bidadari yang ada di
dunia dongeng. Pitu midodari juga dapat berarti Tuhan, karena midodari
‘bidadari’ yang dituliskan dalam geguritan bertugas memberikan obat kepada
setiap orang yang sedang sakit. Semua jenis penyakit adalah kuasa dari Tuhan dan
hanya Tuhan yang mampu menyembuhkan manusia dari penyakit.
4) Panglocitaku
Kutipan:
O baya kapan kulup (Pc, 1, 5)
Ragamu oleh banyu bening (Pc, 1, 6)
Terjemahan:
Sampai kapan Nak
Jasadmu mendapatkan air jernih
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan
Panglocitaku. Kata oleh banyu bening ‘mendapat air jernih’ memiliki makna
multi tafsir atau ambigu. Kata oleh banyu bening dapat diartikan bahwa sang anak
benar-benar mendapatkan air yang jernih yang dapat mengobati penyakit sang
anak. Banyu bening juga dapat diartikan bahwa sang anak mendapatkan petunjuk
agar sang anak segera sembuh dari penyakitnya, hal ini seperti yang ada di dalam
peribahasa jawa yang berbunyi golek banyu bening yang berarti mencari petunjuk
yang baik.
37
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Kutipan:
Sepisan maneh kulup (LL 1, 1, 1)
Nyuwuna bapak ndedongeng (LL 1, 1, 2)
Kaya sore-sore kepungkur (LL 1, 1, 3)
Terjemahan:
Sekali lagi Nak
Mintalah ayah bercerita
Seperti sore-sore kemarin
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan
Lare Lara 1. Kata sore-sore kepungkur ‘sore-sore kemarin’ memiliki makna multi
tafsir atau ambigu. Sore merupakan waktu peralihan antara siang dan malam hari.
Kata sore-sore kapungkur dalam geguritan dapat diartikan bahwa kemarin saang
anak masih sehat tetapi hari ini sang anak sedang sakit sehingga tidak dapat
mendengarkan dongeng dari sang ayah. Kata sore-sore kepungkur juga dapat
diartikan dengan waktu yang lebih lama. Kata kepungkur dalam penafsiran yang
kedua diartikan dengan waktu yang lebih lama. Tidak hanya kemarin tetapi
diartikan waktu yang telah terlewati.
6) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’
Kutipan:
Wus sayah angine (LL 2, 2, 1)
Leren ana sangisore wit-witan (LL 2, 2, 2)
Terjemahan:
Sudah lelah anginnya
Beristirahat di bawah pepohonan
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan
Lare Lara 2. Kata wus sayah angine ‘sudah lelah anginnya’ memiliki makna
multi tafsir atau ambigu. Kata angin dapat diartikan bahwa udara yang bergerak
sehingga dapat memberi kesejukan kepada manusia. Angin yang berhenti
menyebabkan manusia merasakan udara yang panas dan rasa ketidaknyamanan.
38
Angin juga dapat diartikan sebagai sang ayah yang berusaha keras dalam
mengobatkan anaknya yang sedang sakit. Sang ayah yang sudah berusaha dengan
sekuat tenaga memilih untuk beristirahat sejenak dan mempasrahkan dirinya
kepada Tuhan agar mendapatkan yang terbaik untuk sang anak.
7) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit’
Kutipan:
Dak anti balimu ing pangkonanku (NAKL, 3, 4)
Kaya dina-dina katemben (NAKL, 3, 4)
Bebarengan nlusuri ratan (NAKL, 3, 4)
Sinambi gegojekan (NAKL, 3, 4)
Terjemahan:
Aku tunggu kembalimu di pangkuanku
Seperti hari-hari kemarin
Bersama menusuri jalan
Sambil bercanda
Kutipan di atas menunjukkan ambiguitas yang terdapat dalam geguritan
Nalika Anak Kena Lara. Kata bebarengan nlusuri ratan ‘bersama menyusuri
jalan’ memiliki makna multi tafsir atau ambigu. Kata bebarengan nlusuri ratan
dapat diartikan melakukan kegiatan rutin yaitu berjalan-jalan sambil bercanda di
jalan. Nlusuri ratan juga dapat diartikan perjalanan hidup. Ratan atau jalan
diartikan sebagai perjalanan waktu yang sudah dilalui bersama dan dihiasi dengan
penuh kegembiraan.
Pada ketujuh geguritan karya Wieranta kesemuanya terdapat kata-kata
yang bermakna ganda atau ambigu. Ambiguitas dalam geguritan Wieranta
didominasi oleh kata kiasan atau metafora. Hal tersebut menyebabkan pemaknaan
ganda pada pemaknaan geguritan tersebut.
39
b. Kontradiksi
Kontradiksi dalam geguritan bertujuan untuk memperindah geguritan.
Kontradiksi adalah pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan
pada bagian sebelumnya. Kontradiksi dalam geguritan Dongeng Saka Pabaratan
karya Wieranta diantaranya adalah:
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Kutipan:
Thole, kang lagi nandhang roga (KLNR 1, 5, 1)
Den sabar anggonmu nandhangi (KLNR 1, 5, 2)
Terjemahan:
Nak, yang sedang sakit
Yang sabar menghadapi
Kutipan di atas menunjukkan kontradiksi yang terdapat dalam guritan
Kang Lagi Nandhang Roga 1. Kata roga atau sakit berlawanan dengan sabar.
Keadaan anak yang sedang sakit hanya bisa dilawan dengan kesabaran. Kesabaran
akan menumbuhkan kepercayaan bahwa setiap penyakit akan ada obatnya dan
percaya bahwa penyakitnya akan sembuh.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Kutipan:
Sewu dhuhkita ngebeki atine (KLNR 2, 2, 3)
Ndeleng awakmu ngalentrih (KLNR 2, 2, 4)
Kaya lampu kasatan lenga (KLNR 2, 2, 5)
Terjemahan:
Seribu kesedihan memenuhi hatinya
Melihat dirimu lesu
Seperti lampu kekeringan minyak
40
Kutipan di atas menunjukkan kontradiksi yang terdapat dalam guritan
Kang Lagi Nandhang Roga 2. Kata ngebeki ‘memenuhi’ berlawanan dengan
kasatan ‘kekeringan’. Rasa sedih yang dirasakan seorang ibu ketika melihat
anaknya sedang sakit merupakan suatu kewajaran. Rasa sedih inilah yang
diibaratkan dalam sebuah kesedihan yang memenuhi tidak hanya dalam hati tetapi
juga pikiran. Kata Sewu dhuhkita ngebeki atine ‘seribu kesedihan memenuhi
hatinya’ diibaratkan sebagai lampu minyak yang kehabisan bahan bakar.
Pengibaratan yang digunakan justru berasal dari kata yang bertentangan yaitu
memenuhi dengan kekeringan.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kutipan:
Muga kang lagi nandhang (KLNR 3, 3, 6)
Enggal antuk pepadhang (KLNR 2, 2, 7)
Terjemahan:
Semoga yang sedang merasakan (sakit)
Segera mendapat pencerahan
Kutipan di atas menunjukkan kontradiksi yang terdapat dalam guritan
Kang Lagi Nandhang Roga 3. Kata nandhang ‘merasakan’ dalam geguritan
berarti sedang merasakan sakit dan bertentangan dengan pepadhang ‘pencerahan’.
Pencerahan yang dimaksud adalah solusi untuk menyembuhkan penyakit yang
sedang dialami. Pepadhang yang ditunggu dapat berupa obat maupun cara agar si
anak lekas sembuh dari penyakit. Pengibaratan yang digunakan untuk
menunjukkan pertentangan antara masalah yang sedang dialami dengan solusi
yang diharapkan:
41
4) Panglocitaku
Kutipan:
Krungu tangismu ngrerujit ati (Pc, 1, 2)
Leluconmu kepungkur (Pc, 1, 3)
Terjemahan:
Mendengar tangismu menyayat hati
Candamu kemarin
Kutipan di atas menunjukkan kontradiksi yang terdapat dalam guritan
Panglocitaku. Kata tangismu ‘tangisanmu’ berlawanan dengan leluconmu
‘candamu’. Pada geguritan diatas memperlihatkan perbandingan yang sangat
besar ketika sang anak sedang sakit. Semua orang tua pasti tidak akan tega apabila
melihat sang anak sakit dan bersedih, ditambah lagi apabila teringat masa-masa
dimana sang anak sehat dan bisa bercanda bersama maka kesedihan itu akan
bertambah besar.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Kutipan:
Kapan anak nyuwun neka-neka (LL 1, 3, 6)
Wong tuwa kudu wani sembada (LL 1, 3, 7)
Terjemahan:
ketika sang anak meminta macam-macam
Orang tua harus berani bertanggung jawab
Kutipan di atas menunjukkan kontradiksi yang terdapat dalam guritan
Lare Lara 1. Kata anak ‘anak’ berlawanan dengan wong tuwa ‘orang tua’.
Kontradiksi dalam geguritan di atas merupakan kata yang sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Seorang anak adalah pelengkap kebahagiaan dalam sebuah
keluarga. Setiap pasangan dalam rumah tangga senantiasa menbambakan hadirnya
42
anak dalam perjalanan berumah tangga. Kata anak dalam geguritan bertentangan
dengan kata orang tua jika dilihat dari sisi usia.
Dalam ketujuh geguritan karya Wiranta hanya terdapat lima geguritan
yang mengandung kontradiksi. Kontradisi yang terdapat dalam geguritan karya
Wieranta didominasi oleh kontradiksi atau berlawanan makna. Kontradiksi
tersebut menimbulkan ketidakselarasan makna, akan tetapi menimbulkan
keindahan bagi pembaca sehingga geguritan tersebut menjadi lebih menarik.
c. Nonsense
Nonsense adalah kalimat yang tidak mempunyai arti yang jelas. Nonsense
dalam geguritan mampu menimbulkan asosiasi-sosiasi tertentu, menimbulkan arti
dua segi, suasana aneh, suasana gaduh, maupun suasana lucu.
Nonsense yang terdapat dalam ketujuh geguritan karya Wieranta adalah
sebagai berikut:
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Kutipan:
Luwih aji timang bandha bandhu (KLNR 1, 5, 7)
Terjemahan:
Lebih berharga daripada harta benda
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Kang Lagi
Nandhang Roga 1. Kata bandhu merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti
sebab tidak terdapat dalam kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak
memiliki arti, namun secara estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat
kata benda yang diikuti yaitu bandha sehingga bermakna harta benda.
Penyangatan dalam geguritan digunakan untuk memperindah kata dalam
geguritan.
43
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Kutipan:
Jagad angguguk nangis thole (KLNR 2, 4, 1)
Terjemahan:
dunia menangis tersedu-sedu nak
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Kang Lagi
Nandhang Roga 2. Kata angguguk merupakan bentuk kata yang tidak memiliki
arti sebab tidak terdapat dalam kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak
memiliki arti, namun secara estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat
kata keadaan yang mengikuti yaitu nangis ‘menangis’ sehingga bermakna
menangis tersedu-sedu.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kutipan:
Nyangking sakabeh sawan sarap (KLNR 3, 3, 2)
Terjemahan:
Membawa semua penyakit
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Kang Lagi
Nandhang Roga 3. Kata sarap merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti
sebab tidak terdapat dalam kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak
memiliki arti, namun secara estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat
kata sifat yang mengikuti yaitu sawan ‘penyakit’ sehingga bermakna semua jenis
penyakit.
4) Panglocitaku
Kutipan:
Glewo-glewo sing nate katon (Pc, 2, 4)
44
Terjemahan:
lunglai yang terlihat
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Panglocitaku.
Kata glewo-glewo merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti sebab tidak
terdapat dalam kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak memiliki arti,
namun secara estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat kata sifat yang
mengikuti yaitu katon ‘terlihat’ sehingga bermakna lunglai yang terlihat.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Kutipan:
Nang ngalam donya (LL 1, 2, 5)
Terjemahan:
di alam dunia
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Lare Lara 1. Kata
nang merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti sebab tidak terdapat dalam
kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak memiliki arti, namun secara
estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat kata tempat yang mengikuti
yaitu ngalam ‘alam’ sehingga bermakna di alam dunia.
6) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’
Kutipan:
Hem, ngene perihe (LL 2, 1, 3)
Hem, ngene lelakone (LL 2, 2, 3)
Terjemahan:
hem, seperti ini perihnya
hem, seperti ini perjalanannya
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Lare Lara 2. Kata
hem merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti sebab tidak terdapat dalam
kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak memiliki arti, namun secara
45
estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat kata keadaan yang mengikuti
yaitu perihe ‘alam’ sehingga bermakna seperti ini sakitnya.
7) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit’
Kutipan:
Nyawang dolanane mbelasah (NAKL, 1, 3)
Terjemahan:
Melihat mainan berserakan
Kutipan di atas menunjukkan nonsense dalam geguritan Nalika Anak
Kena Lara. Kata mbelasah merupakan bentuk kata yang tidak memiliki arti sebab
tidak terdapat dalam kosa kata. Walaupun secara makna leksikal tidak memiliki
arti, namun secara estetis puitis memiliki makna menguatkan terdapat kata benda
yang mengikuti yaitu dolanane ‘mainan’ sehingga bermakna mainan berserakan.
Nonsense merupakan kata atau rangkaian kata yang di dalam kamus tidak
tercantum maknanya (tidak memiliki makna leksikal). Akan tetapi, terkadang
dapat dimaknai secaralebih mendalam. Hal ini menimbulkan ketidaklogisan,
namun menguntungkan karena menimbulkan keindahan bunyi pada geguritan.
Nonsense juga berupa kata yang secara leksikal tidak terdapat di dalam kamus
akan tetapi dapat memberikan kesan atau ekspresif yang mendalam. Dari ketujuh
geguritan karya Wieranta, kesemuanya terdapat bentuk nonsense.
3. Penciptaan Arti (Creating of Meaning)
Analisis penciptaan arti mencakup unsur-unsur:
(a) Rima, yakni pengulangan bunyi dalam puisi untuk musikalitas atau
orkestrasi.
(b) Homolog, yakni kesejajaran arti atau persamaan posisi dalam bait
maupun antar bait.
46
(c) Ejambemen, yakni pemutusan kalimat untuk diletakkan pada baris
berikutnya.
(d) Tipografi, yakni tata wajah pada puisi.
Berikut akan dijelskan lebih lanjut mengenai rima, homolog, enjambemen,
dan tipografi pada ketujuh geguritan karya Wieranta.
a. Rima
Rima merupakan pengulangan bunyi pada puisi untuk musikalitas atau
orkestrasi. Untuk mengulanginya penyair juga mempertimbangkan lambang
bunyi. Rima dalam ketujuh geguritan karya Wieranta bersifat bebas, tidak terikat
dengan metrum rima seperti rima terus (aaaa), rima berpasangan (aabb), rima
bersilang (abab), rima berpeluk (abba), dan rima putus (aaab atau abac).
1) Rima Bait
Rima bait merupakan pengulangan bunyi yang terdapat pada bait puisi.
Penyair menggunakan permainan diksi agar tercipta keindahan bunyi dalam
geguritan. Rima bait dalam bahasa Jawa biasa disebut purwakanthi. Rima bait
dalam masing-masing geguritan karya Wieranta adalah sebagai berikut:
(a) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Kutipan:
Thole, langit udan tangis (KLNR 1, 1, 1)
Weruh mripatmu kembeng getih (KLNR 1, 1, 2)
Terjemahan:
Nak, langit hujan tangis
melihat matamu penuh darah
Kata tangis dan getih memiliki kesamaan bunyi i pada akhir baris. Hal ini
menimbulkan keindahan orkestrasi dan keindahan bunyi pada geguritan.
47
Kesamaan bunyi juga menimbulkan adanya hubungan antar baris dalam
geguritan. Kutipan lain juga ditemukan pada baris:
Kutipan:
Donga lan pangestu iku kulup (KLNR 1, 5, 6)
Luwih aji timbang bandha bandhu (KLNR 1, 5 7)
Terjemahan:
doa dan restu itu, Nak
lebih berharga dari harta benda
Rima dalam baris di atas nampak pada kata kulup dan bandhu. Kedua kata
tersebut berakhiran bunyi u. Akhiran bunyi yang sama ini akan menimbulkan
orkestrasi dan keindahan pada geguritan.
(b) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Kutipan:
Lelabuhane wong tuwa (KLNR 2, 2, 7)
Ora tega nyawang (KLNR 2, 2, 8)
Apa kang lagi kosandhang (KLNR 2, 2, 9)
Terjemahan:
tambatan orang tua
tidak tega melihat
apa yang kamu alami
Kata tuwa, nyawang, dan kosandhang memiliki kesamaan bunyi a pada
akhir baris. Hal ini menimbulkan keindahan orkestrasi dan keindahan bunyi pada
geguritan. Kesamaan bunyi juga menimbulkan adanya hubungan antar baris
dalam geguritan. Kutipan lain juga ditemukan pada baris:
Kutipan:
Ati kang krowak (KLNR 2, 3, 2)
Tatu dhowak-dhowak (KLNR 2, 3, 3)
Terjemahan:
hati yang berlubang
Terluka tercabik-cabik
48
Rima dalam baris di atas nampak pada kata krowak dan dhowak-dhowak.
Kedua kata tersebut berakhiran bunyi ak. Akhiran bunyi yang sama ini akan
menimbulkan orkestrasi dan keindahan pada geguritan.
(c) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kutipan:
Nggawa pitu midadari (KLNR 3, 1, 2)
Kang arum ganda melathi (KLNR 3, 1, 3)
Tansah muja-muji (KLNR 3, 1, 4)
Terjemahan:
membawa tujuh bidadari
yang berbau harum melati
selalu disanjung
Kata midadari, melathi, dan muja-muji memiliki kesamaan bunyi i pada
akhir baris. Hal ini menimbulkan keindahan orkestrasi dan keindahan bunyi pada
geguritan. Kesamaan bunyi juga menimbulkan adanya hubungan antar baris
dalam geguritan. Kutipan lain juga ditemukan pada baris:
Kutipan:
Kang lagi nandhang rudhita (KLNR 3, 2, 4)
Salaksa pandonga mulya (KLNR 3, 2, 5)
Mbleber ngebeki pangkon dhuhkita (KLNR 3, 2, 6)
Terjemahan:
yang sedang tertimpa musibah
sisipkan doa kesembuhan
Menggenang memenuhi pangkuan kesediahan
Rima dalam baris di atas nampak pada kata rudhita, mulya, dan dhuhkita .
Ketiga kata tersebut berakhiran bunyi a. Akhiran bunyi yang sama ini akan
menimbulkan orkestrasi dan keindahan pada geguritan.
49
(d) Panglocitaku
Kutipan:
Leluconmu kepungkur (Pc, 1, 3)
Tansah, lelewa ana mripatku (Pc, 1, 4)
O baya kapan kulup (Pc, 1, 5)
Terjemahan:
bercanda kemarin
selalu, terbayang dimataku
sampai kapan Nak
Kata kepungkur, mripatku, dan kulup memiliki kesamaan bunyi u pada
akhir baris. Hal ini menimbulkan keindahan orkestrasi dan keindahan bunyi pada
geguritan. Kesamaan bunyi juga menimbulkan adanya hubungan antar baris
dalam geguritan. Kutipan lain juga ditemukan pada baris:
Kutipan:
Ndulu praupanmu cowong (Pc, 2, 2)
Kayadene gunung growong (Pc, 2, 3)
Glewo-glewo sing nate katon (Pc, 2, 4)
Wis musna kepangan lelakon (Pc, 2, 5)
Terjemahan:
melihat wajahmu pucat
seperti gunung berlubang
perlahan mulai terlihat
sudah hilang termakan cobaan
Rima dalam baris di atas nampak pada kata cowong, growong, katon dan
lelakon. Keempat kata tersebut berakhiran bunyi o. Akhiran bunyi yang sama ini
akan menimbulkan orkestrasi dan keindahan pada geguritan.
(e) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Kutipan:
Dak keloni (LL 1, 2, 2)
Sambi dak critani (LL 1, 2, 3)
Terjemahan:
ku dekap
50
sambil kuceritakan
Kata keloni dan critani memiliki kesamaan bunyi i pada akhir baris. Hal
ini menimbulkan keindahan orkestrasi dan keindahan bunyi pada geguritan.
Kesamaan bunyi juga menimbulkan adanya hubungan antar baris dalam
geguritan. Kutipan lain juga ditemukan pada baris:
Kutipan:
Iku kembange wong tuwa ngatuwa (LL 1, 3, 5)
Kapan anak nyuwun neka-neka (LL 1, 3, 6)
Wong tuwa kudu wani sembada (LL 1, 3, 7)
Terjemahan:
itu bunganya orang tua menuju dewasa
ketika anak meminta aneh-aneh
orang tua harus berani bertanggung jawab
Rima dalam baris di atas nampak pada kata ngatuwa, neka-neka, dan
sembada. Ketiga kata tersebut berakhiran bunyi a. Akhiran bunyi yang sama ini
akan menimbulkan orkestrasi dan keindahan pada geguritan.
(f) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit’
Kutipan:
Nyawang trumpahe gumlethak (NAKL, 1, 1)
Kelingan cowonge mripat (NAKL, 1, 2)
Terjemahan:
Melihat sandal tergeletak
melihat terbayang dimata
Kata gumlethak dan mripat memiliki kesamaan bunyi a pada akhir baris.
Hal ini menimbulkan keindahan orkestrasi dan keindahan bunyi pada geguritan.
Kesamaan bunyi juga menimbulkan adanya hubungan antar baris dalam
geguritan. Kutipan lain juga ditemukan pada baris:
51
Kutipan:
Kapangku dak simpen ana pangrasaku (NAKL, 3, 1)
Dak anti balimu ing pangkonanku (NAKL, 3, 2)
Terjemahan:
dipangkuan kusimpan dalam hatiku
kutunggu kembalimu dalam pangkuanku
Rima dalam baris di atas nampak pada kata pangrasaku dan pangkonanku.
Ketiga kata tersebut berakhiran bunyi u. Akhiran bunyi yang sama ini akan
menimbulkan orkestrasi dan keindahan pada geguritan.
Rima merupakan pengulangan bunyi yang sama secara berturut-turut.
Permainan rima akan menimbulkan keindahan irama musikalitas atau harmonisasi
geguritan. Rima bait dalam ketujuh geguritan karya Wieranta didominasi rima
yang terletak di akhir baris dan didominasi oleh rima berbunyi vokal a, i, dan u.
2) Rima Antarbait
Rima antarbait adalah pengulangan bunyi antarbait satu dengan yang lain.
Rima ini menimbulkan keselarasan bunyi dan keindahan ketika geguritan
dibacakan. Dalam bahasa Jawa, rima antarbait disebut dengan purwakanthi
lumaksita. Rima antarbait dalam masing-masing ketujuh geguritan karya
Wieranta adalah sebagai berikut:
(a) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Kutipan:
Thole, langit udan tangis
Weruh mripatmu kembeng getih
Perih ngiris otot bayuku
Adhuh thole, delengen
Lintang-lintang alihan
Clorot-clorot nggawa donga putih
Daya-daya enggal waluya temah jati
Terjemahan:
52
Nak, langit hujan tangis
melihat matamu penuh darah
perih menyayat otot anginku
Aduh Nak, lihatlah
Bintang-bintang jatuh
Berjatuhan membawa doa putih
Orang-orang segera sembuh
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Kang Lagi Nandhang Roga
1 terdapat pengulangan bunyi vokal a, u, dan i. Selain pengulangan dalam huruf
vokal, juga terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu ng, r, dan n. Pengulangan
bunyi vokal jan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam
geguritan.
(b) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Kutipan:
Aku nangis maneh thole
Weruh cahayamu putih kaya getih
Semanake esemu
Lamat-lamat mbisiki pangrungonku
Lagi ketaman thole
Pancen pacobane ngaurip
Sing tatag anggonmu ngadhepi
Terjemahan:
Aku menangis lagi Nak
melihat wajahmu putih seperti darah
terlihat senyummu
samar-samar berbisik di telingaku
sedang menyandang Nak
memang ujian hidup
yang sabar olehmu menjalani
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Kang Lagi Nandhang Roga
2 terdapat pengulangan bunyi vokal a, u, dan e. Selain pengulangan dalam huruf
vokal, juga terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu h, p, dan g. Pengulangan
bunyi vokal jan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam
geguritan.
53
(c) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kutipan:
Kereta kencana katon ngegla
Nggawa pitu midadari
Kang arum ganda melati
Tansah muja-muji
Jati temah waluya
Waluyo temah jati
Terjemahan:
Kereta kencana terlihat mencolok
membawa tujuh bidadari
yang wangi bau melati
selalu dipuja-puja
menuju tempat sembuh
kesembuhan tempat dituju
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Kang Lagi Nandhang Roga
3 terdapat pengulangan bunyi vokal a dan i. Selain pengulangan dalam huruf
vokal, juga terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu k dan t. Pengulangan
bunyi vokal jan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam
geguritan.
(d) Panglocitaku
Kutipan:
Bapakmu melang-melang nak
Krungu tangismu ngrujit ati
Leluconmu kepungkur
Tansah, lelewa ana mripatku
O boya kapan kulup
Ragamu oleh banyu bening
Bapakmu melang-melang nak
Ndulu praupamu cowong
Kayadene gunung growong
Glewo-glewo sing nate katon
Wis musna kepangan lelakon
54
Ah geganthilane urip
Bapakmu melang-melang nak
Ngambu usada kanggo awakmu
Sewu pengarep-arepku tumplek
Mbelasah ing segarane dhadhaku
Mbesuk kapan kowe njilma kembang
Sumunar ana sangisore pucang kembar
Terjemahan:
Ayahmu bersedih, Nak
mendengar tangismu menyayat hati
candamu kemarin
selalu terbayang dimataku
o, kapankah Nak
ragamu mendapat air jernih
ayahmu bersedih, Nak
melihat wajahmu pucat
seperti gunung berlubang
lunglai yang pernah terlihat
sudah hilang dimakan perjalanan
ah...cobaan hidup
ayahmu bersedih nak
mencium obat untuk dirimu
seribu harapan menyatu
berserakan di samudra dadaku
kapan dirimu menjadi bunga
bersinar di bawah pohon pucang kembar
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Panglocitaku terdapat
pengulangan bunyi vokal a, u dan o. Selain pengulangan dalam huruf vokal, juga
terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu m, k, dan r. Pengulangan bunyi vokal
jan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam geguritan.
(e) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Kutipan:
Bapak rumangsa ayem kulup
Menawa krungu pamintamu
Kang aeng kaya dongeng
Aku ngerti
55
Iku kembange wong tuwa ngatuwa
Kapan anak nyuwun neka-neka
Wong tuwa kudu wani sembada
Terjemahan:
ayah merasa tenang Nak
kalau mendengar permintaanmu
yang unik seperti dongeng
aku mengerti
itu bunga orang tua menuju dewasa
ketika anak meminta macam-macam
orang tua harus bertanggung jawab
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Lare Lara 1 terdapat
pengulangan bunyi vokal a, u dan e. Selain pengulangan dalam huruf vokal, juga
terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu w, k, dan m. Pengulangan bunyi vokal
jan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam geguritan.
(f) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’
Kutipan:
Kapan weruh gegambarane
Ati keiris kaya
Hem, ngene perihe
Ngrasakake lare kang lagi lara
Wus sayah angine
Leren ana sangisore wit-witan
Hem, ngene lelakone
Yen lagi kena kacintrakan
Terjemahan:
kapan melihat bayangannya
hati teriris seperti
hem, seperti ini perihnya
merasakan anak yang sedang sakit
sudah lelah anginnya
beristirahat di bawah pepohonan
hem, seperti ini cobaannya
kalau sedang terkena musibah
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Lare Lara 2 terdapat
pengulangan bunyi vokal a, i dan e. Selain pengulangan dalam huruf vokal, juga
56
terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu k, r, dan s. Pengulangan bunyi vokal
dan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam geguritan.
(g) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit ’
Kutipan:
Nyawang trumpahe gumlethak
Kelingan cowonge mripat
Nyawang dolanane mbelasah
Kelingan tangise nenatah
Adhuh anakku ngger
Menyang sapa anggonku ngluru esemmu
Marang sapa anggonku ngrungu cemlewomu
Luhku asat ing panglamunan
Rerambatan lakuku ngupadi kawelasan
Kapangku dak simpen ana pangrasaku
Dak anti balimu ing pangkonanku
Kaya dina-dina katemben
Bebarengan nlusuri ratan
Sinambi gegojekan
Terjemahan:
melihat sandal tergeletak
teringat jelas di mata
melihat mainan berserakan
teringat tangisnya mengiris
aduh anakku
kepada siapa aku mencari senyummu
kepada siapa aku mendengar candamu
air mataku kering di lamunan
tertatih langkahku mencari pertolongan
dipangkuan kusimpan di perasaanku
aku tunggu kembalimu di pangkuanku
seperti hari-hari kemarin
bersama menelusuri jalan
sambil bercanda
Terlihat bahwa bait dalam geguritan berjudul Nalika Anak Kena Lara
terdapat pengulangan bunyi vokal a, u dan e. Selain pengulangan dalam huruf
vokal, juga terdapat pengulangan huruf konsonan yaitu n dan m. Pengulangan
57
bunyi vokal dan juga konsonan menimbulkan keselarasan dan keindahan dalam
geguritan.
Rima antarbait yang terdapat dalam ketujuh geguritan karya Wieranta
menimbulkan keindahan, keselarasan, keharmonisan bunyi, dan suasana. Hal ini
membuat geguritan menjadi lebih hidup. Pemilihan diksi beserta perulangan
bunyinya menimbulkan aura dalam geguritan tersebut sehingga menyebabkan
pembaca terhanyut dan tertarik untuk membaca geguritan.
b. Homolog
Homolog merupakan kesejajaran arti atau persamaan posisi dalam bait
maupun antar bait. Homolog mampu menimbulkan keseimbangan karena adanya
keselarasan antar baris satu dengan baris lainnya, bait satu dengan bait lainnya,
dan antara baris dengan bait. Homolog mampu menimbulkan orkestrasi (bunyi
musik) dan irama yang menyebabkan terjadinya liris. Homolog dalam ketujuh
geguritan karya Wieranta adalah sebagai berikut:
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Kutipan:
Lintang-lintang alihan (KLNR 1, 1, 5)
Clorot-clorot nggawa donga putih (KLNR 1, 1, 6)
Daya-daya enggal waluyo temah jati (KLNR 1, 1, 7)
Terjemahan:
bintang-bintang jatuh
berjatuhan membawa doa putih
badan segera sembuh nak
Bait geguritan di atas menjelaskan langit malam yang dihiasi dengan
bintang jatuh. Bait kedua dan ketiga menjelaskan banyaknya bintang yang jatuh
sambil membawa doa-doa suci. Doa yang bisa menyembuhkan setiap orang yang
58
sedang tertimpa musibah dalam rasa sakit. Ketiga gait di atas menunjukkan saling
terkait dalam hal makna.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Kutipan:
Ibumu nangis uga thole (KLNR 2, 2, 1)
Kembeng-kembeng waspa (KLNR 2, 2, 2)
Sewu dhuhkita ngebeki atine (KLNR 2, 2, 3)
Ndeleng awakmu ngalentrih (KLNR 2, 2, 4)
Kaya lampu kesatan lenga (KLNR 2, 2, 5)
Terjemahan:
ibumu menangis lagi nak
penuh air mata
seribu kesedihan memenuhi hatinya
melihat dirimu lemas
seperi lampu kehabisan minyak
Dari kutipan di atas terlihat betapa orang tua sangat sedih ketika melihat
sang anak sakit. Kesedihan yang dialami seorang ibu akan lebih mendalam
daripada sang ayah. Dalam bait di atas juga menjelaskan betapa sedihnya seorang
ibu ketika melihat anak yang dicintainya sedang sakit. Rasa sakit yang dialami
seorang ibu ibarat seperti seribu kesedihan yang berkumpul menjadi satu. Bait
tersebut saling berkait untuk menjelaskan kesedihan dari seorang ibu.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kutipan:
Kereta kencana katon ngegla (KLNR 3, 1, 1)
Nggawa pitu midadari (KLNR 3, 1, 2)
Kang arum ganda melati (KLNR 3, 1, 3)
Tansah muja-muji (KLNR 3, 1, 4)
Jati temah waluya (KLNR 3, 1, 5)
Waluyo temah jati (KLNR 3, 1, 6)
Terjemahan:
Kereta kencana terlihat mencolok
59
membawa tujuh bidadari
yang wangi harum melati
selalu dipuja-puja
menuju tempat sembuh
kesembuhan tempat dituju
dalam kutipan di atas dijelaskan imajinasi pengarang dalam meminta
petunjuk agar sang anak cepat sembuh. Penulis mengimajinasikan di suatu malam
akan hadir kereta kencana yang dinaiki tujuh bidadari yang berbau harum. Para
bidadari ini bertugas memberikan penawar kepana anak-anak yang sedang sakit
agar lekas sembuh. Bait tersebut saling berkait untuk menjelaskan harapan
seorang ayah yang menunggu keajaiban datangnya bidadari yang membawa obat
untuk sang anak yang sedang sakit.
4) Panglocitaku
Kutipan:
Bapakmu melang-melang nak
Krungu tangismu ngrujit ati
Leluconmu kepungkur
Tansah, lelewa ana mripatku
O boya kapan kulup
Ragamu oleh banyu bening
Bapakmu melang-melang nak
Ndulu praupamu cowong
Kayadene gunung growong
Glewo-glewo sing nate katon
Wis musna kepangan lelakon
Ah geganthilane urip
Bapakmu melang-melang nak
Ngambu usada kanggo awakmu
Sewu pengarep-arepku tumplek
Mbelasah ing segarane dhadhaku
Mbesuk kapan kowe njilma kembang
Sumunar ana sangisore pucang kembar
Terjemahan:
Ayahmu bersedih, Nak
mendengar tangismu menyayat hati
60
candamu kemarin
selalu terbayang dimataku
o, kapankah Nak
ragamu mendapat air jernih
ayahmu bersedih, Nak
melihat wajahmu pucat
seperti gunung berlubang
lunglai yang pernah terlihat
sudah hilang dimakan perjalanan
ah...cobaan hidup
ayahmu bersedih Nak
mencium obat untuk dirimu
seribu harapan menyatu
berserakan di samudra dadaku
kapan dirimu menjadi bunga
bersinar di bawah pohon pucang kembar
Dari kutipan di atas terlihat sangkaian geguritan yang ditulis dalam satu
tema dan saling berurutan. Geguritan Panglocitaku menjelaskan kisah penulis
yang juga sebagai seorang anak merasa sangat sedih ketika melihat sang anak
sedang sakit. Sang ayah sangat berharp agar sang anak bisa segera sembuh dari
sakit yang dialami. Seorang ayah akan ikut merasakan kesedihan yang dialami
sang anak meskipun tidak merasakan sakit yang sama. Seorang ayah akan selalu
berdoa meminta kesembuhan kepada anak. Bait dalam puisi tersebut saling terkait
dan mengikat untuk menceritakan kesedihan seorang ayah yang melihat naka
yang dicintai sedang sakit.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Kutipan:
Bapak rumangsa ayem kulup (LL 1, 3, 1)
Menawa krungu pamintamu (LL 1, 3, 2)
Kang aeng kaya dongeng (LL 1, 3, 3)
Aku ngerti (LL 1, 3, 4)
Iku kembange wong tuwa ngatuwa (LL 1, 3, 5)
Kapan anak nyuwun neka-neka (LL 1, 3, 6)
Wong tuwa kudu wani sembada (LL 1, 3, 7)
61
Terjemahan:
ayah merasa tenang Nak
kalau mendengar permintaanmu
yang unik seperti dongeng
aku mengerti
itu bunga orang tua menuju dewasa
ketika anak meminta macam-macam
orang tua harus bertanggung jawab
Dari kutipan di atas dijelaskan mengenai kuwajiban seorang ayah kepada
anak. Tugas seorang ayah adalah memberikan kenyamanan kepada anak. Sang
ayah harus senantiasa menghibur sang anak misalnya melalui cerita atau dongeng.
Selain dalam memberi kenyamanan seorang anak juga harus bertanggung jawab
atas sang anak. Seorang ayah harus bertanggung jawab atas apa yang menjadi
semua permintaan anak kepada orang tua.
6) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’
Kutipan:
Ati keiris kaya (LL 2, 1, 3)
Hem, ngene perihe (LL 2, 1, 4)
Ngrasakake lare kang lagi lara (LL 2, 1, 5)
Terjemahan:
hati teriris seperti
hem, seperti ini perihnya
merasakan anak yang sedang sakit
Dari kutipan di atas dijelaskan bagaimana sedihnya ketika melihat sang
anak sedang sakit. Sedih yang dialami orang tua ketika melihat sang anak sakit
pedihnya seperti hati yang teriris. Bait dalam geguritan di atas saling terkait dan
mengikat untuk menjelaskan sedihnya orang tua ketika melihat sang anak sedang
sakit.
62
7) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit ’
Kutipan:
Kapangku dak simpen ana pangrasaku (NAKL, 3, 1)
Dak anti balimu ing pangkonanku (NAKL, 3, 2)
Kaya dina-dina katemben (NAKL, 3, 3)
Bebarengan nlusuri ratan (NAKL, 3, 4)
Sinambi gegojekan (NAKL, 3, 5)
Terjemahan:
dipangkuan kusimpan di perasaanku
aku tunggu kembalimu di pangkuanku
seperti hari-hari kemarin
bersama menelusuri jalan
sambil bercanda
Bait geguritan di atas menjelaskan perjalanan kenang penulis bersama
dengan putra yang dicintai. Sebagai seorang ayah, dapat menghabiskan waktu
bersama dengan anak dan keluarga merupakan suatu kebahagiaan yang tidak
dapat ditukar dengan uang. Apabila sang anak sedang sakit tentu kebiasaan yang
biasa dilakukan akan terhenti dan pada saat itu akan mulai merasakan rindu
dengan kebiasaan bersama dan bercanda bersama dengan keluarga. Kelima bait
tersebut saling terkait dan saling maknanya sehingga tercipta sebuah makna dalam
geguritan tersebut.
Secera keseluruhan, homolog pada geguritan karya Wieranta berupa
pemenggalan dari baris satu ke baris yang lain. Setiap baris saling menguatkan
makna yang akan diuangkapkan dalam geguritan sehingga membentuk
keselarasan makna yang liris.
c. Ejembemen
Ejembemen merupakan pemutusan kalimat untuk diletakkan pada baris
berikutnya. Pemutusan atau perlompatan kalimat ke baris berikutnya pada puisi
ini berfungsi untuk membangun satuan kata atau kalimat yang menunjukkan satu
63
kandungan tertentu, atau untuk memberi tekanan makna baris tersebut. Kata-kata
pada akhir baris mendapat penekanan semantik yang kuat. Ejembemen dalam
ketujuh geguritan karya Wieranta adalah sebagai berikut.
1) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Kutipan:
Adhuh thole, delengen (KLNR 1, 1, 4)
Lintang-lintang alihan (KLNR 1, 1, 5)
Clorot-clorot nggawa donga putih (KLNR 1, 1, 6)
Terjemahan:
aduh Nak, lihatlah
bintang-bintang jatuh
berjatuhan membawa doa putih
Kata delengen ‘lihatlah’ dipenggal untuk memberi penekanan pada kata
lintang-lintang alihan ‘bintang-bintang jatuh’ yang memiliki arti penulis
mengajak sang anak untuk memandang lagit yang sedang dihiasi indahnya
bintang jatuh. Kutipan lain juga diperlihatkan pada bait kedua:
Kutipan:
Adhuh thole, rungonen (KLNR 1, 2, 4)
Tembang durma nelangsa (KLNR 1, 2, 5)
Panangise bapa-babumu (KLNR 1, 2, 6)
Terjemahan:
aduh Nak, dengarlah
nyanyian Durma sedih
tangisan ayah-ibumu
Pemenggalan kata rungonen ‘dengarlah’ dipenggal untuk menguatkan
penekanan pada kata selanjutnya yaitu tembang durma nelangsa. Enjambemen
yang lain juga terdapat pada bait ketiga yaitu:
Kutipan:
Adhuh thole, tampanen (KLNR 1, 3, 4)
Sesambatanku lan sesambatane ibumu (KLNR 1, 3, 5)
64
Terjemahan:
aduh Nak, terimalah
ratapanku dan ratapan ibumu
Pemenggalan kata tampanen ‘terimalah’ dipenggal untuk menguatkan
penekanan pada kata selanjutnya yaitu sesambatanku lan sesambatane ibumu
‘ratapanku dan ratapan ibumu’.
2) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Kutipan:
Ngono iku thole (KLNR 2, 2, 6)
Lelabuhane wong tuwa (KLNR 2, 2, 6)
Terjemahan:
seperti itu Nak
tempat bersandar orang tua
Terlihat pemenggalan kata thole ‘Nak’ yang dilanjutkan baris berikutnya
Lelabuhane wong tuwa ‘tempat bersandar orang tua’. Berdasarkan potongan di
atas dijelaskan mengenai perasaan orang tua yang tidak tega ketika melihat sang
anak yang sedang sakit. Kutipan lain juga terdapat pada bait selanjutnya yaitu:
Kutipan:
O ana ngendi (KLNR 2, 3, 4)
Dedununge kabagyan (KLNR 2, 3, 5)
Terjemahan:
o ada dimana
memulai kebahagiaan
Pemenggalan kata ana ngendi ‘ada dimana’ dipenggal untuk menjelaskan
kata selanjutnya yaitu Dedununge kabagyan ‘memulai kebahagiaan’.
3) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kutipan:
Kereta kencana katon ngegla (KLNR 3, 1, 1)
Nggawa pitu midadari(KLNR 3, 1, 2)
65
Kang arum ganda melati (KLNR 3, 1, 3)
Terjemahan:
Kereta kencana terlihat mencolok
membawa tujuh bidadari
yang wangi harum melati
Terlihat pemenggalan kata kereta kencana ‘kereta kencana’ yang
dijelaskan baris berikutnya nggawa pitu midadari ‘membawa tujuh bidadari’.
Dalam potongan di atas dijelaskan mengenai imajinasi penulis yang
membayangkan di langit terlihat sebuah kereta kencana yang di dalamnya terdapat
tujuh bidadari yang sangat wangi seperti wangi harum bunga melati. Kutipan lain
juga terdapat pada bait ketiga yaitu:
Kutipan:
Muga kang lagi nandhang (KLNR 3, 3, 5)
Enggal antuk pepadhang (KLNR 3, 3, 6)
Terjemahan:
semoga yang mengalami
segera mendapat pencerahan
Pemenggalan kata Muga kang lagi nandhang ‘semoga yang mengalami’
dipenggal untuk menjelaskan kata selanjutnya yaitu Enggal antuk pepadhang
‘segera mendapat pencerahan’. Kata pepadhang ‘’pencerahan’ yang dimaksud
dalam geguritan di atas adalah solusi agar sang anak bisa segera sembuh dari sakit
yang sedang dialami.
4) Panglocitaku
Kutipan:
O boya kapan kulup (Pc, 1, 5)
Ragamu oleh banyu bening (Pc, 1, 6)
Terjemahan:
o, kapankah Nak
ragamu mendapat air jernih
66
Terlihat pemenggalan kata kapan kulup ‘kapankah Nak’ yang dijelaskan
baris berikutnya ragamu oleh banyu bening ‘ragamu mendapat air jernih’. Dalam
potongan di atas dijelaskan harapan orang tua yang anaknya segera mendapatkan
penawar dari sakitnya yang dalam geguritan digambarkan dengan istilah banyu
bening atau air jernih. Kutipan lain juga terdapat pada bait ketiga yaitu:
Kutipan:
Bapakmu melang-melang nak (Pc, 3, 1)
Ngambu usada kanggo awakmu (Pc, 3, 2)
Terjemahan:
ayahmu bersedih Nak
mencium obat untuk dirimu
Pemenggalan kata melang-melang ‘bersedih’ dipenggal untuk menguatkan
penekanan pada kata selanjutnya yaitu Ngambu usada kanggo awakmu ‘mencium
obat untuk dirimu’.
5) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Kutipan:
Sepisan maneh kulup (LL 1, 1, 1)
Nyuwuna bapak ndedongeng (LL 1, 1, 2)
Terjemahan:
sekali lagi Nak
mintalah ayah mendongeng
Terlihat pemenggalan kata sepisan maneh kulup ‘sekali lagi Nak’ yang
dijelaskan baris berikutnya nyuwuna bapak ndedongeng ‘mintalah ayah
mendongeng’. Dalam potongan di atas menjelaskan kerinduan orang tua untuk
mendongengkan kisah-kisah ringan kepada sang anak. Sang ayah merasa sedih
ketika sang anak sedang sakit dan tidak bisa bercerita bersama dan mendongeng
bersama. Kutipan lain juga terdapat pada bait kedua yaitu:
67
Kutipan:
Ayo kulup (LL 1, 2, 1)
Dak keloni (LL 1, 2, 2)
Terjemahan:
ayo Nak
aku dekap
Pemenggalan kata Ayo kulup ‘ayo Nak’ dipenggal untuk menguatkan
penekanan pada kata selanjutnya yaitu Dak keloni ‘aku dekap’.
6) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’
Kutipan:
Ati keiris kaya (LL 2, 1, 3)
Hem, ngene perihe (LL 2, 1, 4)
Ngrasakake lare kang lagi lara (LL 2, 1, 5)
Terjemahan:
hati teriris seperti
hem, seperti ini perihnya
merasakan anak yang sedang sakit
Terlihat pemenggalan kata ngene perihe ‘seperti ini perihnya’ yang
dijelaskan baris berikutnya ngrasakake lare kang lagi lara ‘merasakan anak yang
sedang sakit’. Dalam potongan di atas menjelaskan kasih sayang orang tua yang
begitu dalam kepada anak sehingga ketika sang anak sedang sakit maka orang tua
juga seakan-akan merasakan rasa sakit yang sama. Kutipan lain juga terdapat pada
bait kedua yaitu:
Kutipan:
Hem, ngene lelakone (LL 2, 2, 3)
Ngrasakake lare kang lagi lara (LL 2, 2, 4)
Terjemahan:
hem, seperti ini perjalanannya
kalau anak sedang sakit
68
Pemenggalan kata ngene lelakone ‘seperti ini cobaannya’ dipenggal untuk
menguatkan penekanan pada kata selanjutnya yaitu Ngrasakake lare kang lagi
lara ‘kalau anak sedang sakit’ yang menjelaskan betapa perihnya orang tua ketika
sang anak sedang sakit, akan tetapi semua itu adalah sebuah ujian dari Tuhan dan
harus dilalui dengan tabah dan iklas.
7) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit ’
Kutipan:
Aduh anakku ngger (NAKL, 2, 1)
Menyang sapa anggonku ngluru esemmu (NAKL, 2, 2)
Terjemahan:
aduh putraku
kepada siapa aku mencari senyummu
Terlihat pemenggalan kata Aduh anakku ngger ‘aduh putraku’ yang
dijelaskan baris berikutnya Menyang sapa anggonku ngluru esemmu ‘kepada
siapa aku mencari senyummu’. Dalam potongan di atas menggambarkan orang
tua yang berusaha mencari obat agar sang anak bisa segera sembuh dan kembali
ceria seperti dulu kala. Kutipan lain juga terdapat pada bait ketiga yaitu:
Kutipan:
Kaya dina-dina katemben (NAKL, 3, 3)
Bebarengan nlusuri ratan (NAKL, 3, 4)
Sinambi gegojekan (NAKL, 3, 5)
Terjemahan:
seperti hari-hari kemarin
bersama menelusuri jalan
sambil bercanda
Pemenggalan kata Kaya dina-dina katemben ‘seperti hari-hari kemarin’
dipenggal untuk menguatkan penekanan pada kata selanjutnya yaitu Bebarengan
nlusuri ratan ‘bersama menelusuri jalan’.
69
d. Tipografi
Tipografi adalah tata wajah pada guritan. Tipografi menjadi pembeda
antara puisi dan prosa. Tipografi pada geguritan karya Wieranta dapat dilihat
sebagai berikut:
1) Judul
Penulisan judul pada geguritan karya Wieranta dalam kumpulan geguritan
Dongeng Saka Pabaratan menggunakan huruf kapital semua dengan dicetak
tebal, diketik dengan komputer huruf dalam bait dan baris geguritan. Tata letak
judul dengan format center atau tengah.
2) Pembaitan
Geguritan dengan bait paling sedikit yakni hanya terdiri dari 2 bait yaitu
geguritan berjudul Lare Lara 2. Geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 3,
Panglocitaku, Lare Lara 1, dan Nalika Anak Kena Lara masing-masing terdiri
dari 3 bait. Geguritan Kang Kang Lagi Nandhang Roga 2 terdiri dari 4 bait,
sedangkan geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1 memiliki 6 bait.
Geguritan karya Wieranta dalam kumpulan geguritan berjudul Dongeng
Saka Pabaratan memperlihatkan kebebasan dalam berekspresi dengan
membangun geguritan dengan jumlah bait yang tidak menentu, bebas, dan tidak
terikat pada metrum tertentu. Secara keseluruhan geguritan karya Wieranta
mempunyai bait-bait yang pendek, yakni 3 sampai 4 bait.
3) Jumlah Baris
Jumlah baris pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1 bait pertama
yaitu 7 baris, pada bait kedua terdapat 8 baris, pada bait ketiga terdapat 7 baris,
70
pada baris keempat terdapat 7 baris, pada bait kelima terdapat 7 baris, sedangkan
pada bait keenam atau bait yang terakhir terdapat 8 baris.
Geguritan kedua yaitu Kang Lagi Nandhang Roga 2. Geguritan ini terdiri
dari empat bait. Pada bait pertama terdapat 7 baris, pada bait kedua terdapat 9
baris, pada bait ketiga terdapat 8 baris, sedangkan pada bait keempat atau bait
yang terakhir terdapat 7 baris.
Geguritan ketiga yaitu Kang Lagi Nandhang Roga 3. Geguritan ini terdiri
dari tiga bait yang masing-masing pada bait pertama terdapat 6 baris, pada bait
kedua terdapat 6 baris, pada bait ketiga terdapat atau bait yang terakhir 7 baris.
Geguritan keempat yaitu Panglocitaku. Geguritan ini terdiri dari tiga bait
yang masing-masing pada bait pertama terdapat 6 baris, pada bait kedua terdapat 6
baris, pada bait ketiga terdapat atau bait yang terakhir 6 baris. Geguritan
Panglocitaku merupakan geguritan yang memiliki jumlah baris yang stabil pada
semua bait yaitu 6 baris.
Geguritan kelima yaitu Lare Lara 1. Geguritan ini terdiri dari tiga bait
yang masing-masing pada bait pertama terdapat 5 baris, pada bait kedua terdapat 8
baris, pada bait ketiga terdapat atau bait yang terakhir 7 baris.
Geguritan keenam yaitu Lare Lara 2. Geguritan ini terdiri dari dua bait
yang masing-masing pada bait pertama terdapat 4 baris, pada bait kedua atau bait
yang terakhir terdapat 4 baris. Geguritan Lare Lara 2 merupakan geguritan yang
memiliki jumlah bait paling sedikit dan tiap bait hanya terdiri dari 4 baris.
Geguritan ketujuh yaitu Nalika Anak Kena Lara. Geguritan ini terdiri dari
tiga bait yang masing-masing pada bait pertama terdapat 4 baris, pada bait kedua
terdapat 5 baris, pada bait ketiga terdapat atau bait yang terakhir 5 baris.
71
Keseluruhan geguritan karya Wieranta tidak memiliki aturan tertentu
dalam penentuan jumlah baris atau bermetrum bebas. Rata-rata geguritan yang
ditampilkan memiliki jumlah baris yang pendek.
4) Pemakaian Huruf
Pemakaian huruf pada ketujuh geguritan karya Wieranta dalam kumpulan
geguritan Dongeng Saka Pabaratan didominasi dengan pemakaian huruf kecil.
Pemakaian huruf kapital digunakan pada awal geguritan baris pertama.
Pemakaian huruf kapital pada awal baris terdapat pada semua geguritan. Pada
geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1 pemakaian huruf kapital juga terdapat
pada awal bair keempat pada semua bait.
Keseluruhan geguritan yang ditulis dapat diketahui bahwa gaya penulisan
Wieranta bersifat bebas, tidak terikat oleh aturan dalam pemakaian huruf kapital
dan sebagainya. Cara penulisan seperti ini diharapkan tidak membuat pembaca
menjadi jenuh dalam pembacaan geguritan, dimana menjadi pembeda penulisan
karya penulis yang berbentuk geguritan dengan prosa.
5) Pemakaian Tanda Baca
Banyak tanda baca yang terdapat dalam penulisan geguritan karya
Wieranta. Tanda baca yang digunakan diantaranya adalah koma (,), titik (.), dan
tanda hubung (-). Tanda baca yang digunakan oleh Wieranta dapat dilihat pada
kutipan geguritan berikut:
(a) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Kutipan:
Thole, langit udan tangis (KLNR 1, 1, 1)
Weruh mripatmu kembeng getih (KLNR 1, 1, 2)
Perih ngiris otot bayuku (KLNR 1, 1, 3)
72
Adhuh thole, delengen (KLNR 1, 1, 4)
Lintang-lintang alihan (KLNR 1, 1, 5)
Clorot-clorot nggawa donga putih (KLNR 1, 1, 6)
Daya-daya enggal waluya temah jati. (KLNR 1, 1, 7)
Terjemahan:
Nak, langit hujan tangis
melihat matamu penuh darah
perih menyayat otot anginku
Aduh Nak, lihatlah
Bintang-bintang jatuh
Berjatuhan membawa doa putih
Orang-orang segera sembuh
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1
adalah tanda koma (,), tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda koma (,)
menunjukkan sebuah jeda atau berhenti sejenak untuk mempertegas kata di
depannya, selanjutnya tanda hubung (-) digunakan untuk pengulangan kata, dan
tanda titik (.) digunakan untuk mengakhiri bait pada geguritan.
(b) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Kutipan:
Aku nangis maneh thole (KLNR 2, 1, 1)
Weruh cahayamu putih kaya getih (KLNR 2, 1, 2)
Semanake esemu (KLNR 2, 1, 3)
Lamat-lamat mbisiki pangrungonku (KLNR 2, 1, 4)
Lagi ketaman thole (KLNR 2, 1, 5)
Pancen pacobane ngaurip (KLNR 2, 1, 6)
Sing tatag anggonmu ngadhepi. (KLNR 2, 1, 7)
Terjemahan:
Aku menangis lagi Nak
melihat wajahmu putih seperti darah
terlihat senyummu
samar-samar berbisik di telingaku
sedang menyandang Nak
memang ujian hidup
yang sabar olehmu menjalani
73
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 2
adalah tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda hubung (-) digunakan untuk
pengulangan kata, dan tanda titik (.) digunakan untuk mengakhiri bait pada
geguritan.
(c) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kutipan:
Kereta kencana katon ngegla (KLNR 3, 1, 1)
Nggawa pitu midadari (KLNR 3, 1, 2)
Kang arum ganda melati (KLNR 3, 1, 3)
Tansah muja-muji (KLNR 3, 1, 4)
Jati temah waluya (KLNR 3, 1, 5)
Waluyo temah jati. (KLNR 3, 1, 6)
Terjemahan:
Kereta kencana terlihat mencolok
membawa tujuh bidadari
yang wangi bau melati
selalu dipuja-puja
menuju tempat sembuh
segera sembuh Nak
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 3
adalah tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda hubung (-) digunakan untuk
pengulangan kata, dan tanda titik (.) digunakan untuk mengakhiri bait pada
geguritan.
(d) Panglocitaku
Kutipan:
Bapakmu melang-melang nak (Pc, 1, 1)
Krungu tangismu ngrujit ati (Pc, 1, 2)
Leluconmu kepungkur (Pc, 1, 3)
Tansah, lelewa ana mripatku (Pc, 1, 4)
O boya kapan kulup (Pc, 1, 5)
Ragamu oleh banyu bening. (Pc, 1, 6)
Terjemahan:
Ayahmu bersedih, Nak
74
mendengar tangismu menyayat hati
candamu kemarin
selalu terbayang dimataku
o, kapankah Nak
ragamu mendapat air jernih
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Panglocitaku adalah tanda
koma (,), tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda koma (,) menunjukkan
sebuah jeda atau berhenti sejenak untuk mempertegas kata di depannya,
selanjutnya tanda hubung (-) digunakan untuk pengulangan kata, dan tanda titik
(.) digunakan untuk mengakhiri bait pada geguritan.
(e) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Kutipan:
Sepisan maneh kulup (LL 1, 1, 1)
Nyuwuna bapak ndedongeng (LL 1, 1, 2)
Kaya sore-sore kepungkur (LL 1, 1, 3)
Kancil ngglembuk kethek (LL 1, 1, 4)
Apa ceguk nyamber kuthuk. (LL 1, 1, 5)
Terjemahan:
Sekali lagi Nak
Mintalah ayah mendongeng
Seperti sore kemarin
Kancil mengejar monyet
Atau burung hantu menyambar anak ayam
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Lare Lara 1 adalah tanda
hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda hubung (-) digunakan untuk pengulangan
kata, dan tanda titik (.) digunakan untuk mengakhiri bait pada geguritan.
(f) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’
Kutipan:
Kapan weruh gegambarane (LL 2, 1, 1)
Ati keiris kaya (LL 2, 1, 2)
Hem, ngene perihe (LL 2, 1, 3)
Ngrasakake lare kang lagi lara. (LL 2, 1, 4)
75
Wus sayah angine (LL 2, 2, 1)
Leren ana sangisore wit-witan (LL 2, 2, 2)
Hem, ngene lelakone (LL 2, 2, 3)
Yen lagi kena kacintrakan. (LL 2, 2, 4)
Terjemahan:
kapan melihat bayangannya
hati teriris seperti
hem, seperti ini perihnya
merasakan anak yang sedang sakit
sudah lelah anginnya
beristirahat di bawah pepohonan
hem, seperti ini cobaannya
kalau sedang terkena musibah
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Lare Lara 2 adalah tanda
koma (,), tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda koma (,) menunjukkan
sebuah jeda atau berhenti sejenak untuk mempertegas kata di depannya,
selanjutnya tanda hubung (-) digunakan untuk pengulangan kata, dan tanda titik
(.) digunakan untuk mengakhiri bait pada geguritan.
(g) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit ’
Kutipan:
Kapangku dak simpen ana pangrasaku (NAKL, 3, 1)
Dak anti balimu ing pangkonanku (NAKL, 3, 2)
Kaya dina-dina katemben (NAKL, 3, 3)
Bebarengan nlusuri ratan (NAKL, 3, 4)
Sinambi gegojekan (NAKL, 3, 5)
Terjemahan:
dipangkuan kusimpan di perasaanku
aku tunggu kembalimu di pangkuanku
seperti hari-hari kemarin
bersama menelusuri jalan
sambil bercanda
Tanda baca yang digunakan dalam geguritan Nalika Anak Kena Lara
adalah tanda hubung (-), dan tanda titik (.). Tanda hubung (-) digunakan untuk
76
pengulangan kata, dan tanda titik (.) digunakan untuk mengakhiri bait pada
geguritan.
Dari pembahasan pemakaian tanda baca dalam geguritan karya Wieranta
dapat disimpulkan bahwa tanda baca yang digunakan masih dapat dikatakan
wajar. Tanda hubung (-) digunakan untuk pengulangan kata, tanda koma (,) untuk
memberikan jeda atau penekanan pada geguritan dan tanda titik (.) digunakan
pada penutup bait pada semua geguritan.
4. Matriks, Model, dan Varian
Puisi merupakan perkembangan dari matriks menjadi model dan
ditransformasikan menjadi varian-varian. Dalam menganalisis karya sastra (puisi)
mariks diabstraksikan berupa satu kata, gabungan kata, bagian kalimat atau
sederhana. Matriks, model, dan varian-varian dikenali pada pembacaan tahap
kedua atau hermeneutik.
Matriks bersifat hipotesis dan di dalam struktur teks hanya terlihat sebagai
aktualisasi kata-kata. Matriks bisa saja berupa sebuah kata dan dalam hal ini tidak
pernah muncul dalam teks. Matriks selalu diaktualisasikan dalam varian-varian.
Bentuk varian-varian tersebut diatur aktualisasi primer atau pertama, yang disebut
model. Matriks, model, dan teks merupakan varian-varian dari struktur yang
sama. Matriks-matriks yang terdapat dalam tujuh geguritan karya Wieranta
sebagai berikut:
a) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Kutipan:
Thole, langit udan tangis
Weruh mripatmu kembeng getih
Perih ngiris otot bayuku
Adhuh thole, delengen
77
Lintang-lintang alihan
Clorot-clorot nggawa donga putih
Daya-daya enggal waluya temah jati
Thole, tetuwuhan alum pucet
Ngambu tinja amis saka jantungmu
Pait bratawali nyekrak ususku
Adhuh thole, rungonen
Tembang durma nelangsa
Panangise bapa-babumu
Tulus tumus, saka tuke katresnan jati
Ayo ngger, enggal sarasa
Thole lintang rembulan gogrog bareng
Nguningani awakmu kapidara
Njerbabah ing sandhuwure mori putih
Adhuh thole, tampanen
Sesambatanku lan sesambatane ibumu
Ngalentrih kelangan kapitayan agung
Tumrap prakara lkang kebak wewadi
Thole, manuk-manuk derkuku wiwit mabur
Mangetan nyaba alas cemara
Angin midit ngentir cakrawala
Ayo ngger, enggal tangia
Najan jagad kosawang seser
Aja wedi kulup, iku eloke impen
Sesuk dak kirim kembang maneh.
Thole kang lagi nandhang roga
Den sabar anggonmu nandhangi
Najan dikaya-ngapa kulup, iku pepesthen
Pangeran tansah cedhak awakmu
Mula dimen kepenak sing nglakoni
Donga lan pangestu iku kulup
Luwih aji timbang bandha bandhu
Wis thole, dak urupke teplok kae
Senthomg kiwa papan istirahatmu
Kareben katon padhang jingglang
Ayo kulup, dak keloni
Dongeng kancil ngoyak kethek
Dak ceritakake maneh
Wis thole, aja sesambatan
Mara sirepen panalangsamu
78
Terjemahan:
Nak, langit hujan tangis
melihat matamu penuh darah
perih menyayat otot anginku
Aduh Nak, lihatlah
Bintang-bintang jatuh
Berjatuhan membawa doa putih
Orang-orang segera sembuh
Nak, tanaman layu pucat
Bau busuk amis dari jantungmu
Pahit bratawali menusuk ususku
Aduh Nak, dengarkan
Nyanyian durma sedih
Tangisan ayah-ibumu
Iklas dari mulut kasih sayang Nak
Ayo Nak, segera sembuhlah
Nak, bintang bulan jatuh bersamaan
Melihat dirimu sakit
Terbaring di atas kain putih
Aduh Nak, terimalah
Ratapanku dan ratapan ibumu
Lesu kehilangan kekuatan besar
Terhadap masalah yang penuh cobaan
Nak, burung-burung dara mulai terbang
Ke timur menjelajah hutan cemara
Angin berhembus mengitari cakrawala
Ayo Nak, segeralah bangun
Meskipun alam terlihat berputar
Jangan takut Nak, itu kehebatan mimpi
Besuk kukirim bunga lagi
Nak, yang sedang sakit
Yang sabar olehmu menghadapi
Meskipun seperti apapun, itu kepastian
Tuhan selalu dekat denganmu
Jadi agar mudah dilalui
Doa dan restu itu Nak
Lebih berharga dari harta benda
Sudah Nak, kuhidupkan lampu itu
Kamar kiri tempat istirahatmu
Supaya terlihat terang benderang
Ayo Nak, aku dekap
Dongeng kancil mengejar kera
Kuceritakan lagi
79
Sudah Nak, jangan bersedih
Segera hilangkan gundahmu
Matriks pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1 terdapat pada kata
Thole, kang lagi nandhang roga yang artinya anak yang sedang sakit. Seorang
sastrawan selalu mengungkapkan apa yang dia rasakan dalam bentuk karya sastra,
tidak terkecuali Wieranta. Ketika sang anak yang dicintai sedang sakit maka
perasaan sedih itu dituangkan didalam sebuah geguritan.
Varian-varian atau model pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1
adalah (1) segera cepat sembuh, (2) melihat sang anak sakit, (3) tangisan orang
tua, (4) selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Kutipan:
Aku nangis maneh thole
Weruh cahyamu putih kaya getih
Semanake esemmu
Lamat-lamat mbisiki pangrungonku
Lagi ketaman thole
Pancen pacobane ngaurip
Sing tatag anggonmu ngadhepi
Ibumu nangis uga thole
Kembeng-kembeng waspa
Sewu dhuhkita ngebeki atine
Ndeleng awakmu ngalentrih
Kaya lampu kesatan lenga
Ngono iku thole
Lelabuhane wong tuwa
Ora tega nyawang
Apa kang lagi kosandhang.
Eyangmu nangis-nangis thole
Ati kang krowak
Tatu dhowak-dhowak
O ana ngendi
Dedununge kabagyan
Yen ana lelakon kaya ngene
Kasarasan luwih mulya
80
Tinimbang samubarang
Jagad angguguk nangis thole
Kasangsaran nabed ragamu
Jalma kang sepi dosa
Teka kaniaya dening papacintraka
O wis ora ana kaendahan maneh thole
Samangsa ana lelakon kaya mangkene
Suprandene puputan tetep durung ngaton
Terjemahan:
Aku menangis lagi Nak
melihat wajahmu putih seperti darah
terlihat senyummu
samar-samar berbisik di telingaku
sedang menyandang Nak
memang ujian hidup
yang sabar olehmu menjalani
ibumu menangis lagi nak
penuh air mata
seribu kesedihan memenuhi hatinya
melihat dirimu lemas
seperi lampu kehabisan minyak
seperti itu Nak
Tempat bersandar orang tua
Tidak sanggup melihat
Nenekmu nangis Nak
Hati yang terluka
Luka tercabik-cabik
O ada dimana
Memulai kebahagiaan
Kalau ada musibah seperti ini
Merasakan lebih baik
Daripada segalanya
Alam tersedu menangis Nak
Musibah menghampiri dirimu
Badan yang sepi dosa
Datang musibah oleh harapan
O tidak ada keindahan lagi Nak
Selama ada halangan seperti ini
Meskipun akhir masih belum terlihat
Matriks pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 2 terdapat pada kata
lelakon kaya mangkene yang artinya cobaan yang seperti ini. Geguritan Kang
81
Lagi Nandhang Roga 2 merupakan kelanjutan dari geguritan Kang Lagi
Nandhang Roga 1. Ketika sang anak yang dicintai sedang sakit maka perasaan
sedih itu dituangkan didalam sebuah geguritan.
Varian-varian atau model pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 2
adalah (1) oang tua menangis lagi, (2) melihat sang anak sakit, (3) selalu berdoa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, (4) pasrah dalam menghadapi cobaan hidup.
c) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kutipan:
Kereta kencana katon ngegla
Nggawa pitu midadari
Kang arum ganda melati
Tansah muja-muji
Jati temah waluya
Waluyo temah jati
Kereta dewa ngambah nggegana
Nyebar mawar lan tetawar
Kanggo bocah-bocah timur
Kang lagi nandhang rudhita
Salaksa pandonga mulya
Mbleber ngebeki pangkon dhuhkita
Kereta suwarga sundhul ngawiyat
Nyangking sakabeh sawan sarap
Karumat permati
Ginawa bali
Donga tulus tumus saka tuke ati suci
Muga kang lagi nandhang
Enggal antuk pepadhang
Terjemahan:
Kereta kencana terlihat mencolok
membawa tujuh bidadari
yang wangi bau melati
selalu dipuja-puja
menuju tempat sembuh
segera sembuh Nak
Kereta dewa menembus angkasa
Menyebar mawar dan obat
82
Untuk anak-anak kecil
Yang sedang sakit
Menyisipkan doa kesembuhan
Menyebar memenuhi pangkuan sedih
Kereta surga menembus langit
Membawa semua jenis penyakit
Dirawat teliti
Dibawa pulang
Doa yang tulus dari mulut hati suci
Semoga yang mengalami
Segera mendapat pencerahan
Matriks pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 3 terdapat pada kata
kang lagi nandhang rudhita yang artinya yang sedang dilanda sakit. Geguritan
Kang Lagi Nandhang Roga 3 merupakan kelanjutan dari geguritan Kang Lagi
Nandhang Roga 1 dan geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 2. Ketika sang anak
yang dicintai sedang sakit maka perasaan sedih itu dituangkan didalam sebuah
geguritan.
Varian-varian atau model pada geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 3
adalah (1) oang tua bersedih, (2) semoga anak cepat sembuh, (3) membawa obat
untuk anak yang sedang sakit, (4) selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
(5) pasrah dalam menghadapi cobaan hidup.
d) Panglocitaku
Kutipan:
Bapakmu melang-melang nak
Krungu tangismu ngrujit ati
Leluconmu kepungkur
Tansah, lelewa ana mripatku
O boya kapan kulup
Ragamu oleh banyu bening
Bapakmu melang-melang nak
Ndulu praupamu cowong
Kayadene gunung growong
Glewo-glewo sing nate katon
83
Wis musna kepangan lelakon
Ah geganthilane urip
Bapakmu melang-melang nak
Ngambu usada kanggo awakmu
Sewu pengarep-arepku tumplek
Mbelasah ing segarane dhadhaku
Mbesuk kapan kowe njilma kembang
Sumunar ana sangisore pucang kembar
Terjemahan:
Ayahmu bersedih, Nak
mendengar tangismu menyayat hati
candamu kemarin
selalu terbayang dimataku
o, kapankah Nak
ragamu mendapat air jernih
ayahmu bersedih, Nak
melihat wajahmu pucat
seperti gunung berlubang
lunglai yang pernah terlihat
sudah hilang dimakan perjalanan
ah...cobaan hidup
ayahmu bersedih Nak
mencium obat untuk dirimu
seribu harapan menyatu
berserakan di samudra dadaku
kapan dirimu menjadi bunga
bersinar di bawah pohon pucang kembar
Matriks pada geguritan Panglocitaku terdapat pada kata Ngambu usada
kanggo awakmu yang artinya mencarikan obat untuk dirimu. Geguritan
Panglocitaku merupakan lanjutan dari geguritan Kang Lagi Nandhang Roga.
Geguritan ini menceritakan kesedihan orang tua ketika sang anak sedang ditimpa
sakit.
Varian-varian atau model pada geguritan Panglocitaku adalah (1) ayah
bersedih mendengar tangisan anak, (2) berharap anak agar segera sembuh, (3)
mencari obat agar segera sembuh.
84
e) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Kutipan:
Sepisan maneh kulup
Nyuwuna bapak ndedongeng
Kaya sore-sore kepungkur
Kancil ngglembuk kethek
Apa ceguk nyamber kuthuk
Ayo kulup
Dak keloni
Sambi dak critani
Lelakone wong urip
Nang ngalam donya
Kang kalamangsane
Kepranggul dhuhkita
Kaya kang kosandhang saiki
Bapak rumangsa ayem kulup
Menawa krungu pamintamu
Kang aeng kaya dongeng
Aku ngerti
Iku kembange wong tuwa ngatuwa
Kapan anak nyuwun neka-neka
Wong tuwa kudu wani sembada
Terjemahan:
Sekali lagi Nak
Mintalah ayah mendongeng
Seperti sore kemarin
Kancil mengejar monyet
Atau burung hantu menyambar anak ayam
Ayo Nak
Aku dekap
Sebari aku ceritakan
Perjalanan manusia hidup
Di alam dunia
Yang pada waktunya
Dilanda kesedihan
Seperti yang kau alami sekarang
ayah merasa tenang Nak
kalau mendengar permintaanmu
yang unik seperti dongeng
aku mengerti
itu bunga orang tua menuju dewasa
85
ketika anak meminta macam-macam
orang tua harus bertanggung jawab
Matriks pada geguritan Lare Lara 1 terdapat pada kata kaya kang
kosandhang saiki yang artinya seperti yang kamu alami sekarang. Geguritan Lare
Lara 1 merupakan lanjutan dari geguritan Kang Lagi Nandhang Roga. Geguritan
ini menceritakan kesedihan orang tua ketika sang anak sedang ditimpa sakit.
Varian-varian atau model pada geguritan Lare Lara 1 adalah (1) seperti
ini perjalanan hidup ada suka ada duka, (2) berharap anak agar segera sembuh, (3)
orang tua bertanggung jawab terhadap anak.
f) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’
Kutipan:
Kapan weruh gegambarane
Ati keiris kaya
Hem, ngene perihe
Ngrasakake lare kang lagi lara
Wus sayah angine
Leren ana sangisore wit-witan
Hem, ngene lelakone
Yen lagi kena kacintrakan
Terjemahan:
kapan melihat bayangannya
hati teriris seperti
hem, seperti ini perihnya
merasakan anak yang sedang sakit
sudah lelah anginnya
beristirahat di bawah pepohonan
hem, seperti ini cobaannya
kalau sedang terkena musibah
Matriks pada geguritan Lare Lara 2 terdapat pada kata ngrasakne lare
kang lagi lara yang artinya merasakan anak yang sedang sakit. geguritan Lare
86
Lara 2 merupakan lanjutan dari geguritan Kang Lagi Nandhang Roga. Geguritan
ini menceritakan kesedihan orang tua ketika sang anak sedang ditimpa sakit.
Varian-varian atau model pada geguritan Lare Lara 2 adalah (1) perihnya
perasaan orang tua ketika melihat anak sedang sakit, (2) ketika sang anak sedang
sakit maka tidak ada yang bisa dilakukan.
g) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit ’
Kutipan:
Nyawang trumpahe gumlethak
Kelingan cowonge mripat
Nyawang dolanane mbelasah
Kelingan tangise nenatah
Adhuh anakku ngger
Menyang sapa anggonku ngluru esemmu
Marang sapa anggonku ngrungu cemlewomu
Luhku asat ing panglamunan
Rerambatan lakuku ngupadi kawelasan
Kapangku dak simpen ana pangrasaku
Dak anti balimu ing pangkonanku
Kaya dina-dina katemben
Bebarengan nlusuri ratan
Sinambi gegojekan
Terjemahan:
melihat sandal tergeletak
teringat jelas di mata
melihat mainan berserakan
teringat tangisnya mengiris
aduh anakku
kepada siapa aku mencari senyummu
kepada siapa aku mendengar candamu
air mataku kering di lamunan
tertatih langkahku mencari pertolongan
dipangkuan kusimpan di perasaanku
aku tunggu kembalimu di pangkuanku
seperti hari-hari kemarin
bersama menelusuri jalan
sambil bercanda
87
Matriks pada geguritan Nalika Anak Kena Lara terdapat pada kata
ngrasakne lare kang lagi lara yang artinya merasakan anak yang sedang sakit.
geguritan Nalika Anak Kena Lara merupakan lanjutan dari geguritan Kang Lagi
Nandhang Roga dan geguritan Lare Lara. Geguritan ini menceritakan kesedihan
orang tua ketika sang anak sedang ditimpa sakit.
Varian-varian atau model pada geguritan Nalika Anak Kena Lara adalah
(1) perihnya perasaan orang tua ketika melihat anak sedang sakit, (2) ketika sang
anak sedang sakit maka tidak ada yang bisa dilakukan, (3) teringat masa lalu
ketika sang anak sehat.
5. Keterkaitan Antarunsur Geguritan
a. Tema
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya
sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang
menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko &
Rahmanto, 1986 : 142) dalam Nurgiyantoro (2012 : 68). Tema merupakan pokok
permasalahan yang mewakili struktur isi cerita, tema suatu cerita menyangkut
segala persoalan, baik berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang,
kekeluargaan, kecemburuan, dan sebagainya. Ketujuh geguritan karya Wieranta
mempunyai tema sang sama yaitu kasih sayang orang tua kepada anak terutama
ketika sang anak sedang sakit.
b. Bunyi
Dalam puisi bunyi bersifat estetik, merupakan unsur puisi untuk
mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan
anasir-anasir musik, misalnya: lagu, melodi, irama, dan sebagainya. Bunyi di
88
samping hiasan dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu
untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan
angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya (Pradopo,
2007:22). Ketujuh geguritan karya Wieranta mempunyai kombinasi bunyi-bunyi
vokal (asonansi): a, e, i, o, u, bunyi-bunyi konsonan bersuara (voiced): b, d, g, j,
bunyi liquida: r, l, dan bunyi sengau: m, n, ng, ny. Bunyi-bunyi merdu dalam puisi
Wiranta memperkuat efek kasih sayang seorang ayah yang rela melakukan apapun
demi anak. Sebaliknya, kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau, penuh bunyi k,
p, t, s, ini disebut kakofoni (cacophony). Kakofoni ini cocok dan dapat untuk
memperkuat suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, serba tak teratur,
bahkan memuakkan. Hal ini banyak terdapat dalam tujuh geguritan karya
Wieranta yang menceritakan kondisi anak yang sedang sakit. penggunaan unsur
bunyi dalam geguritan karya Wieranta dapat memperdalam arti, memperjelas
tanggapan, dan memperdalam perasaan.
c. Kata
Kata adalah satuan arti yang menentukan struktur formal linguistik karya
sastra (Pradopo, 2007:48). Penempatan kata yang mengakibatkan gaya kalimat di
samping ketepatan pemilihan kata, memegang peranan penting dalam penciptaan
sastra. Keterkaitan antar unsur tujuh geguritan karya Wieranta yang termasuk
dalam kata meliputi penggunaan majas personifikasi dan metonimia, ambiguitas,
kontradiksi, nonsense, rima, dan homolog. Kata menyusun semua aspek tersebut
dalam sebuah geguritan, saling terkait, dan saling mendukung antara satu dengan
yang lainnya. Kata juga mendukung dalam penciptaan suasana geguritan
mengingat bahwa asala bunyi adalah kata. Dapat disimpulkan kesemua unsur
89
dalam geguritan itu saling terkait untuk membentuk suatu makna yang hendak
diciptakan dalam geguritan.
B. Makna Ketujuh Geguritan dalam Kumpulan Geguritan Dongeng Saka
Pabaratan karya Wieranta
Untuk konkretisasi makna puisi dapat diusahakan dengan pembacaan
heuristik dan retroaktif atau hermeneutik. Pada mulanya sajak dibaca secara
heuristik, kemudian dibaca ulang (retroaktif) secara hermeneutik.
1. Pembacaan Heuristik
Kerja heuristik merupakan pembacaan karya sastra pada sistem semiotik
tingkat pertama. Ia berupa pemahaman makna sebagaimana yang dikonvensikan
oleh bahasa (yang bersangkutan). Orang sering menyebutnya sebagai makna yang
ditunjuk kamus. Bekal yang dibutuhkan adalah pengetahuan tentang sistem
bahasa itu, kompetensi terhadap kode bahasa (Nurgiyantoro, 2013:46). Pada
ketujuh geguritan karya Wieranta pembacaan heruristik dapat dilihat sebagai
berikut:
a) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Nak, langit hujan tangis, (disaat) melihat matamu penuh darah, (terasa)
perih menyayat otot anginku, Aduh Nak, (coba) lihatlah, Bintang-bintang
(sedang) jatuh, Berjatuhan (sambil) membawa doa (berwarna) putih, (agar)
Orang-orang segera sembuh. (Bait Pertama)
Nak, (lihatlah) tanaman layu pucat, (tercium) Bau busuk (dan) amis dari
jantungmu, (rasa) Pahit bratawali menusuk (ke dalam) ususku, Aduh Nak, (coba)
dengarkan, Nyanyian durma (yang) sedih, Tangisan (dari) ayah (yang menjadi)
90
pembantumu, Iklas dari (dalam) mulut kasih sayang Nak, Ayo Nak, segera
sembuhlah. (Bait Kedua)
Nak, (lihatlah) bintang bulan (yang) jatuh bersamaan, (ketika) Melihat
dirimu (sedang) sakit, (dan) Terbaring di atas kain putih, Aduh Nak, (coba)
terimalah, (seperti ini) Ratapanku dan ratapan ibumu, (yang) Lesu kehilangan
kekuatan besar, Terhadap masalah yang penuh cobaan. (Bait Ketiga)
Nak, burung-burung dara mulai terbang, Ke (arah) timur menjelajah hutan
cemara, Angin berhembus mengitari cakrawala, Ayo Nak, segeralah (dirimu)
bangun, Meskipun alam terlihat berputar, (akan tetapi) Jangan takut Nak, itu
(hanya) kehebatan (sebuah) mimpi, (dan) Besuk (akan) kukirim bunga lagi. (Bait
Keempat)
Nak, yang sedang sakit, Yang sabar olehmu menghadapi (cobaan),
Meskipun seperti apapun, itu (suatu) kepastian (dari Tuhan), (dan) Tuhan selalu
dekat denganmu, Jadi agar (cobaan) mudah (untuk) dilalui, Doa dan restu itu Nak,
(yang) Lebih berharga dari harta benda. (Bait Kelima)
Sudah Nak, (akan) kuhidupkan lampu itu, (di) Kamar (sebelah) kiri (yang
menjadi) tempat istirahatmu, Supaya terlihat terang benderang, Ayo Nak, aku
dekap, (kuceritakan) Dongeng kancil mengejar kera, (akan) Kuceritakan lagi,
Sudah Nak, jangan bersedih (lagi), Segera hilangkan (semua) gundahmu. (Bait
Keenam)
b) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
(Saat ini) Aku menangis lagi Nak, (ketika) melihat wajahmu (berwarna)
putih seperti darah, terlihat senyummu, (yang) samar-samar berbisik di telingaku,
91
sedang mengalami (sakit) Nak, memang (seperti ini) ujian hidup, (maka) yang
sabar olehmu menjalani. (Bait Pertama)
Ibumu (juga) menangis lagi nak, (matanya) penuh air mata, (seakan-akan)
seribu kesedihan memenuhi hatinya, (ketika) melihat dirimu lemas, seperi lampu
(petromak) kehabisan minyak, seperti itu nak, (engkaulah) Tempat bersandar
orang tua, (orang tua) Tidak sanggup melihat, apa yang sedang kamu alami. (Bait
Kedua)
Nenekmu (juga) menangis Nak, Hati yang (sedang) terluka, (ibarat) Luka
tercabik-cabik, O (sekarang) ada dimana, Memulai kebahagiaan, Kalau (sedang)
ada musibah seperti ini, (baru tersaada) Merasakan lebih baik, Daripada
segalanya. (Bait Ketiga)
Alam (juga) tersedu menangis Nak, (ikut merasakan) Musibah
menghampiri dirimu, (ketika) Badan yang sepi (tanpa) dosa, (kemudian) Datang
musibah (menunggu) harapan, O (seakan) tidak ada keindahan lagi Nak, Selama
ada halangan seperti ini, Meskipun akhir (cerita) masih belum (dapat) terlihat.
(Bait Keempat)
c) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kereta kencana terlihat mencolok, (sedang) membawa tujuh bidadari, yang
wangi (seperti) bau melati, (dan) selalu dipuja-puja, (pergi) menuju tempat
(memberi) sembuh, (agar sakitmu) segera sembuh Nak. (Bait Pertama)
Kereta dewa (terbang) menembus angkasa, (sebari) Menyebar mawar dan
obat, Untuk anak-anak kecil, Yang sedang sakit, (serta) Menyisipkan doa
kesembuhan, (doanya) Menyebar memenuhi pangkuan (orang yang sedang) sedih.
(Bait Kedua)
92
Kereta surga (terbang) menembus langit, (sebari) Membawa semua jenis
penyakit, (pasien) Dirawat teliti, (dan segera) Dibawa pulang, Doa yang tulus dari
mulut (beserta) hati (yang) suci, (berharap) Semoga yang mengalami (sakit),
Segera mendapat pencerahan. (Bait Ketiga)
d) Panglocitaku
Ayahmu (sedang) bersedih, Nak, (setiap) mendengar tangismu (yang)
menyayat hati, (ketika teringat) candamu kemarin, (yang) selalu terbayang
dimataku, o, (sampai) kapankah Nak, ragamu (akan) mendapat air jernih. (Bait
Pertama)
Ayahmu (kembali) bersedih, Nak, (ketika) melihat wajahmu pucat, (ibarat)
seperti gunung (yang) berlubang, (badan) lunglai yang pernah terlihat, (kini)
sudah hilang dimakan perjalanan (hidup), ah...(seperti inilah) cobaan hidup. (Bait
Kedua)
Ayahmu (kembali) bersedih Nak, (ketika) mencium obat untuk dirimu,
(seakan-akan menunggu) seribu harapan menyatu, (jatuh) berserakan di samudra
dadaku, kapan dirimu (akan) menjadi bunga, (yang) bersinar di bawah pohon
pucang kembar. (Bait Ketiga)
e) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Sekali lagi Nak, Mintalah ayah (untuk) mendongeng, Seperti sore kemarin,
(dongeng berjudul) Kancil mengejar monyet, Atau (dongeng) burung hantu
menyambar anak ayam. (Bait Pertama)
Ayo Nak, Aku dekap, Sebari aku ceritakan, (tentang) Perjalanan hidup
manusia, (yang hidup) Di alam dunia (ini), Yang (ketika) pada waktunya,
93
(sedang) Dilanda kesedihan, (maka akan) Seperti yang kau alami sekarang. (Bait
Kedua)
Ayah (akan) merasa tenang Nak, kalau mendengar permintaanmu, yang
unik seperti dongeng, aku mengerti, itu (adalah) bunga orang tua (untuk) menuju
dewasa, ketika anak meminta macam-macam, (maka) orang tua harus (mampu)
bertanggung jawab. (Bait Ketiga)
f) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’
Kapan (bisa) melihat bayangannya, hati (yang) teriris seperti, hem, seperti
ini perihnya, (ketika) merasakan anak yang sedang sakit. (Bait Pertama)
Sudah lelah anginnya, (dan) beristirahat di bawah pepohonan, hem, seperti
ini cobaannya, kalau sedang terkena musibah. (Bait Kedua).
g) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit ’
(ketika) melihat sandal (yang) tergeletak, (lalu) teringat jelas di mata, (dan
ketika) melihat mainan berserakan, (lalu) teringat tangisnya (yang) mengiris
(hati). (Bait Pertama)
Aduh anakku, kepada siapa aku (akan) mencari senyummu, (dan) kepada
siapa aku mendengar candamu, (ibarat) air mataku kering di (dalam) lamunan,
(sehingga) tertatih langkahku (untuk) mencari pertolongan. (Bait Kedua)
(ketika) dipangkuan kusimpan di perasaanku, (akan) aku tunggu
kembalimu di pangkuanku, seperti hari-hari kemarin, (ketika kita) bersama
menelusuri jalan, sambil bercanda. (Bait Ketiga)
2. Pembacaan Hermeneutik
Hermeneutik yaitu berupa pembacaan dan pemahaman pada tataran
semiotik tingkat kedua. Artinya, berdasarkan makna dari hasil kerja heuristik di
94
atas, dicobatafsirkan kemungkinan makna tersirat, konotasi, atau signifikasinya.
Jika pada tataran kerja heuristik dibutuhkan pengetahuan tentang kode bahasa,
pada tataran kerja hermeneutik dibutuhkan pengetahuan tentang kode sastra
(Nurgiyantoro, 2013:47). Pada ketujuh geguritan karya Wieranta pembacaan
hermeneutik dapat dilihat sebagai berikut:
a) Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Anak merupakan harta yang tidak dapat dinilai dengan harta. Orang tua
kan bersedih apabila melihat sang anak sedang sakit. Tidak jarang orang tua ikut
menangis ketika sang anak sakit. Begitu sedihnya hingga diibaratkan hujan adalah
tangisan dari langit yang seolah-olah bisa merasakan kesedihan yang sama. (Bait
Pertama)
Tumbuhan ikut layu ketika sang anak sakit. Apa yang sedang dilihat
seakan-akan tidak ada yang menyenangkan. Napsu makan menjadi hilang ketika
sang anak sakit. Semua makanan manjadi terasa pahit. Lagu yang diingat hanya
lagu tentang kesedihan. Tangisan orang tua ketika melihat sang anak sakit adalah
tangisan sang sangat tulus dari lubuk hati dari dalam. (Bait Kedua)
Bulan dan bintang adalah penggambaran dari malam hari, malam adalah
suasana hati yang gelap. Ketika sang anak sakit maka tidak ada keceriaakn lagi,
suasana hati hanya dipenuhi dengan kebimbangan dan kesedihan. Seadainya anak
tahu bahwa orang tua sangat sedih ketika melihat sang anak sakit, setapi
kesedihan itu hanya bisa disimpan dalam hati. (Bait Ketiga)
Burung-burung yang terbang adalah pemandangan yang indah untuk
dilihat. Hal ini juga yang dikatakan orang tua agar sang anak segera membuka
mata dan melihat langit luas di luar. Meskipun sang anak tidak sanggup untuk
95
berdiri maka orang tua akan selalu mendampingi dan menjaga sang anak. (Bait
Keempat)
Pesan orang tua kepada anak adalah supaya anak selalu bersabar dalam
menjalani cobaan. Tuhan akan selalu bersama orang-orang yang tabah
menghadapi cobaan. Ketika melihat sang anak sedang sakit maka yang terpikir
hanyalah bahwa kesehatan jauh lebih berharga daripada harta benda. (Bait
Kelima)
Lampu adalah alat penerangan ketika malam hari. Hal ini adalah rutinitas
pengarang ketika malam hari. Menyalakan lampu kamar agar tidak lagi gelap dan
menakutkan. Ketika sang anak sakit orang tua juga ikut sedih. Cara yang
dilakukan diantaranya adalah dengan membacakan dongeng kepada anak agar
anak merasa terhibur dan diharapkan menjadi cepat sembuh. (bait Keenam)
b) Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Ketika sang anak sakit lagi maka orang tuapun akan kembali sedih bahkan
menangis. Seperti inilah perjalanan hidup akan ada banyak cobaan, susah dan
senang akan senantiasa datang silir berganti. Maka sebagai manusia harus tabah
dalam menghadapi cobaan tersebut. (Bait Pertama)
Tidak hanya ayah yang sedih tetapi juga ibu yang sedih ketika melihat
sang anak sedang sakit. Seorang wanita memang sering dianggap labih mudah
menangis jika dibandingkan seoranng laki-laki. Seperti itulah gambaran orang tua
yang sedih melihat sang anak sakit ibarat lampu yang tidak dialiri listrik maka
akan lemas dan tak berdaya. (Bait Kedua)
Seluruh keluarga ikut sedih jika ada keluarga yang sakit. Orang tua
maupun nenek akan menjadi ikut sedih. Jika ada musibah seperti itu maka orang
96
tua akan tersayat hatinya. Ketika ada keluarga yang sedang sakit maka semua hal
dianggap tidak berguna. (Bait Ketiga)
Sakit memang dapat menimpa siapa saja. Tidak terkecuali kepada anak
yang polos dan belum memiliki dosa. Tidak ada yang mengerti bagaimana suratan
takdir tetapi manusia harus selalu berusaha yang terbaik serta berserah diri kepada
Tuhan. (Bait Keempat)
c) Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Kereta kencana adalah kendaraan untuk orang-orang terhormat. Kereta
kencana adalah penggambaran seduah harapan yang berisi bidadari yang
membawa obat untuk semua orang yang sakit. semua orang akan berdoa agar
yang sakit segera diberi kesembuhan. (Bait Pertama)
Tuhan akan selalu berada dengan orang-orang yang sedang sakit terutama
anak-anak. Jadi setiap anak diharapkan mau berdoa meminta kesembuhan kepada
Tuhan, tidak hanya di mulut tetapi harus disertai keyakinan bahwa penyakit
tersebut akan sembuh juga. (Bait Kedua)
Kereta kencana juga selain membagikan obat bagi yang sedang sakit tetapi
juga mengangkat semua penyakit. Dibawa kembali dan akan dibuang. Terus
berdoa dan bersabar adalah kuncinya. Supaya lekas diberi kesembuhan. (Bait
Ketiga)
d) Panglocitaku
Seorang ayah sangat sedih melihat sang anak sakit, apalagi jika sampai
meratap menahan rasa sakit. Saat sakit maka hal yang paling dirindukan adalah
kesembuhan. Waktu menjadi terasa cepat berlalu dan orang tua hanya berharap
kapan sang anak akan segera sembuh. (Bait Pertama)
97
Orang tua akan sedih melihat wajah anak yang pucat karena sedang sakit.
Ibarat gunung yang berlubang, meskipun terlihat kuat akan tetapi sebetulnya
sedang rapuh ketika melihat sang anak sedang sakit. Seperti itulah cobaan bagi
mannusia, ada saat senang dan ada saat sedih. (Bait Kedua)
Yang dibutuhkan saat sakit adalah obat agar segera sembuh. Sebagai orang
tua tentu akan mencari obat yang terbaik untuk anak agar segera sembuh. Orang
tua tentu akan ikut bahagia apabila melihat sang anak bisa ceria dan dapat bermain
kembali. (Bait Ketiga)
e) Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Sekali lagi mintalah ayah untuk mendongeng, dengan mendengar
dongeng-dongeng tersebut semoga sang anak cepat sembuh. Dongeng-dongeng
lucu seperti dongeng si kancil atau dongeng tentang cerita hewan yang lain. (Bait
Pertama)
Orang tua akan selalu menemani sang anak ketika sedang sakit. Orang tua
ingin selalu ada di dekat anak ketika dibutuhkan. Orang tua hanya bisa pasrah
kepada kepada Tuhan tentang apa yang sedang dialami sang nak. (Bait Kedua)
Semangat dari orang tua akan bangkit kembali apabila sudah melihat sang
anak sembuh dan kembali ceria seperti sedia kala. Orang tua kan berusaha
menuruti apapun yang menjadi permintaan anak. (Bait Ketiga)
f) Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’
Apabila melihat anak yang sedang sakit maka hati orang tua akan terasa
teriris. Orang tua akan mencari jalan bagaimana sang anak bisa segera sembuh
dan ceria kembali. (Bait Pertama)
98
Sakit adalah musibah yang tidak dapat diduga datangnya. Apabila sedang
sakit maka sudah tidak ada semangat dan harapan lagi. Semua yang ada di dunia
seakan sudah tidak ada gunanya lagi. (Bait Kedua)
g) Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit ’
Melihat sandal yang berserakan di lantai maka akan mengingatkan sang
anak yang senang bermain. Melihat mainan yang berserakan juga mengingatkan
ketika sang anak asyik bermain. Saat sang anak sakit maka akan membuat sedih
dan menangis. (Bait Pertama)
Keceriaan anak yang ditunggu harus dimana dicari, orang tua akan selalu
berusaha menyenagkan hati sang anak. Air mata orang tua sudah tidak mampu lgi
untuk menetes. Semua usaha akan dicoba demi kesembuhan anak. (Bait Kedua)
Penantian agar sang anak sembuh adalah saat-saat yang dinantikan oleh
orang tua. Orang tua akan merindukan saat bercanda bersama dan bermain
bersama. (Bait Ketiga)
C. Bentuk Kasih Sayang Orang Tua Kepada Anak dalam Kumpulan
Geguritan Dongeng Saka Pabaratan karya Wieranta
Pengarang menciptakan karya sastra tidak terlahir begitu saja. Pengarang
hendak menyampaikan sebuah maksud tertentu dalam karya sastra yang
diciptakannya. Begitu juga geguritan karya Wieranta, pengarang hendak
menyampaikan maksud-maksud tertentu dalam karya sastranya. Ketujuh
geguritan karya Wieranta dalam kumpulan geguritan berjugul Dongeng Saka
Pabaratan berisi bentuk kasih sayang orang tua terhadap anak apalagi apabila
sang anak sedang dilanda sakit terlihat sebagai berikut:
99
1. Kang Lagi Nandhang Roga 1 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 1’
Bagi orang tua, anak merupakan suatu anugerah yang berharga pemberian
Tuhan. Orang tua akan senantiasa menjaga anak dengan sebaik-baiknya. Dengan
adanya anak maka sebuah keluarga dapat dikatakan sebagai keluarga yang
lengkap. Anak juga dapat menjadi motivasi orang tua untuk lebih giat dalam
bekerja mencari nafkah. Orang tua akan melakukan apapun agar sang anak
benjadi bahagia. Orang tua juga menjadi sangat sedih apabila sang anak sedang
dilanda sakit.
Sakit merupakan salah satu warna dalam menjalani kehidupan. Setiap
orang pasti pernah mengalami sakit. Sakit tidak mengenal usia. Sakit bisa terjadi
pada orang tua, para remaja, bahkan juga dapat terjadi pada anak-anak. Sakit juga
dapat digunakan sebagai sarana untuk mengurangi dosa-dosa manusia dan sebagai
bentuk kasih sayang Tuhan kepada para manusia. Begitu juga orang tua yang akan
mencurahkan kasih sayangnya kepada anak ketika anak sedang sakit.
Bentuk kasih sayang orang tua kepada anak yang sedang sakit tentu
berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Begitu juga dengan Wieranta
yang menggambarkan kasih sayang kepada anak dalam bentuk geguritan. Dalam
geguritan yang berjudul Kang Lagi Nandhang Roga 1 bentuk kasih sayang
tercermin dengan cara memberi semangat anak yang sedang sakit agar segera
sembuh. Seperti terlihat pada kutipan di bawah ini.
Kutipan:
Thole kang lagi nandhang roga
Den sabar anggonmu nandhangi
Najan dikaya-ngapa kulup, iku pepesthen
Pangeran tansah cedhak awakmu
Mula dimen kepenak sing nglakoni
Donga lan pangestu iku kulup
100
Luwih aji timbang bandha bandhu
Terjemahan:
Nak, yang sedang sakit
Yang sabar olehmu menghadapi
Meskipun seperti apapun, itu kepastian
Tuhan selalu dekat denganmu
Jadi agar mudah dilalui
Doa dan restu itu Nak
Lebih berharga dari harta benda
Wieranta dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1 menyampaikan
bentuk kasih sayang kepada anak dengan memberi motivasi kepada anak agar
sang anak tabah dalam menjalani sakit yang sedang dialami.
2. Kang Lagi Nandhang Roga 2 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 2’
Sakit adalah bentuk kecintaan Tuhan kepada umatnya apabila orang yang
tertimpa sakit tabah dalam menghadapi ujian maka orang tersebut termasuk dalam
orang-orang yang dicintai Tuhan. Setiap orang harus tabah dalam menghadapi
cobaan dari Tuhan. Sakit yang menyerang manusia tentu saja tidak memandang
usia, bisa terjadi pada orang tua, dewasa, bahkan anak-anak. Orang tua tentu saja
akan merasa sedih apabila sang anak yang dicintai sedang dilanda sakit. hal ini
seperti terlihat pada geguritan Wieranta berjudul Kang Lagi Nanadhang Roga 2.
Geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 2 merupakan lanjutan dari geguritan
Kang Lagi Nandhang Roga 1. Geguritan ini sama-sama menceritakan anak yang
sedang sakit. dalam geguritan Kang Lagi Nanadhang Roga 2 terlihat kasih sayang
dan perhatian orang tua kepada anak terutama ketika anak sedang sakit. Seperti
yang terlihat pada kutipan berikut ini:
Kutipan:
Ngono iku thole
Lelabuhane wong tuwa
Ora tega nyawang
101
Terjemahan
seperti itu nak
Tempat bersandar orang tua
Tidak sanggup melihat
Setiap orang tua tentu tidak akan tega apabila melihat sang anak sedang
sakit begitu juga kesedihan Wieranta yang tertulis dalam geguritan Kang Lagi
Nandhang Roga 2. Terlihat pengarang sangat sedih ketika melihat anak dalam
keadaan sakit. Orang tua hanya bisa memberikan dukungan dan semangat agar
sang anak bisa segera sembuh dari penyakit yang sedang dilanda.
3. Kang Lagi Nandhang Roga 3 ‘Yang Sedang Tertimpa Sakit 3’
Geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 3 merupakan lanjutan dari
geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 1 dan Kang Lagi Nandhang Roga 2.
Geguritan ini masih menceritakan bentuk kasih sayang orang tua kepada anak
terutama ketika anak sedang sakit. Orang tua yang sedih ketika melihat sang anak
sakit tentu saja tidak hanya dialami pengarang tetapi hampir setiap orang tua tentu
akan sedih apabila sang anak sedang sakit.
Dalam geguritan Kang Lagi Nandhang Roga 3 karya Wieranta terlihat
kesedihan pengarang ketika sang anak sedang sakit. kesedihan itu dikemas dalam
kata-kata yang indah dalam geguritan. Orang tua hanya berharap semoga yang
sedang sakit segera diberi kesembuhan.seperti terlihat dalam kutipan berikut ini:
Kutipan:
Kereta dewa ngambah nggegana
Nyebar mawar lan tetawar
Kanggo bocah-bocah timur
Kang lagi nandhang rudhita
Salaksa pandonga mulya
Mbleber ngebeki pangkon dhuhkita
Terjemahan:
Kereta dewa menembus angkasa
102
Menyebar mawar dan obat
Untuk anak-anak kecil
Yang sedang sakit
Menyisipkan doa kesembuhan
Menyebar memenuhi pangkuan sedih
Kesedihan orang tua dituangkan dalam bahasa yang indah. Orang tua
hanya meminta kepada anak supaya tabah dalam menghadapi cobaan. Setiap
penyakit sebetulnya ada obatnya. Setiap orang yang tetap sabar dalam
menghadapi cobaan akan mendapatkan derajat yang tinggi di hadapan Tuhan.
4. Panglocitaku
Geguritan Panglocitaku merupakan salah satu geguritan yang tertulis
dalam kumpulan geguritan berjudul Dongeng Saka Pabaratan. Geguritan ini
berkisah tentang kesedihan orang tua yang melihat sang anak sedang sakit.
Kesehatan memang sangat mahal harganya, namun tidak semua orang sadar akan
pentingnya kesehatan. Sebagian besar orang baru akan sadar akan pentingnya
kesehatan ketika sedang terkena sakit.
Geguritan Panglocitaku memperlihatkan betapa sedihnya orang tua ketika
sang anak sedang sakit. Tidak hanya ibu, akan tetapi seorang ayah juga merasakan
kesedihan yang sama ketika sang anak sedang sakit. seperti terlihat pada kutipan
geguritan di bawah ini:
Kutipan:
Bapakmu melang-melang nak
Krungu tangismu ngrujit ati
Leluconmu kepungkur
Tansah, lelewa ana mripatku
O boya kapan kulup
Ragamu oleh banyu bening
Terjemahan:
Ayahmu bersedih, Nak
mendengar tangismu menyayat hati
103
candamu kemarin
selalu terbayang dimataku
o, kapankah Nak
ragamu mendapat air jernih
Dari kutipan di atas terlihat betapa sedihnya seorang ayah ketika sang anak
sedang dilanda sakit. Orang tua sangat berharap ketika sang anak sakit maka
segera mendapat kesembuhan sehingga dapat ceria dan bermain kembali.
5. Lare Lara 1 ‘Anak Sakit 1’
Lare dalam bahasa Indonesia berarti anak, sedangkan Lara berarti sakit.
Secara umum geguritan Lare Lara 1 berisi kesedihan orang tua ketika sang anak
sedang sakit. kesedihan yang dialami orang tua ketika sang anak sakit tentu tidak
akan dapat diobati kecuali dengan kesembuhan sang anak.
Bentuk kasih sayang orang tua kepada anak dalam geguritan Lare Lara 1
ditunjukkan dengan keinginan sang ayah untuk selalu memeluk sang anak ketika
sedang sakit san selalu menceritakan dongeng-dongeng kepada anak agar sang
anak menjadi senang dan segera lekas sembuh. Seperti terlihat pada kutipan
berikut:
Kutipan:
Ayo kulup
Dak keloni
Sambi dak critani
Lelakone wong urip
Nang ngalam donya
Kang kalamangsane
Kepranggul dhuhkita
Kaya kang kosandhang saiki
Terjemahan:
Ayo Nak
Aku dekap
Sebari aku ceritakan
Perjalanan manusia hidup
Di alam dunia
104
Yang pada waktunya
Dilanda kesedihan
Seperti yang kau alami sekarang
Dari kutipan juga terlihat sang ayah hanya mampu berserah diri kepada
Tuhan ketika sang anak sedang sakit. Apapun yang terjadi pada manusia maka
manusia hanya mampu berusaha sebaik mungkin dan Tuhan yang akan
menentukan jalan takdir manusia.
6. Lare Lara 2 ‘Anak Sakit 2’
Geguritan Lare Lara 2 merupakan lanjutan dari geguritan Lare Lara 1.
Geguritan ini juga menceritakan tentang kesedihan pengarang ketika melihat sang
anak sedang sakit. Dalam geguritan diperlihatkan betapa sedihnya orang tua
ketika melihat sang anak sedang sakit serta dikemas dalam sebuah geguritan
pendek. Seperti yang terlihat dalam geguritan berikut ini:
Kutipan:
Kapan weruh gegambarane
Ati keiris kaya
Hem, ngene perihe
Ngrasakake lare kang lagi lara
Wus sayah angine
Leren ana sangisore wit-witan
Hem, ngene lelakone
Yen lagi kena kacintrakan
Terjemahan:
kapan melihat bayangannya
hati teriris seperti
hem, seperti ini perihnya
merasakan anak yang sedang sakit
sudah lelah anginnya
beristirahat di bawah pepohonan
hem, seperti ini cobaannya
kalau sedang terkena musibah
105
Dari kutipan di atas terlihat orang tua juga ikut merasakan penderitaan
anak ketika sedang sakit. Orang tua hanya bisa pasrah dan berdoa agar diberikan
yang terbaik untuk sang anak.
7. Nalika Anak Kena Lara ‘Ketika Anak Sedang Sakit ’
Geguritan Nalika Anak Kena Lara merupakan geguritan ketujuh dari
kumpulan geguritan berjudul Dongeng Saka Pabaratan karya Wieranta yang
bertema kasih sayang orang tua kepada anak ketika sang anak sedang sakit.
Geguritan Nalika Anak Kena Lara merupakan bentuk kerinduan pengarang untuk
dapat bercanda kembali dengan sang anak. Hal ini terlihat pada kutipan berikut
ini:
Kutipan:
Kapangku dak simpen ana pangrasaku
Dak anti balimu ing pangkonanku
Kaya dina-dina katemben
Bebarengan nlusuri ratan
Sinambi gegojekan
Terjemahan:
dipangkuan kusimpan di perasaanku
aku tunggu kembalimu di pangkuanku
seperti hari-hari kemarin
bersama menelusuri jalan
sambil bercanda
Dari kutipan di atas tercermin bentuk kasih sayang orang tua kepada anak
ketika sang anak sakit. Orang tua dengan sabar akan menanti kesembuhan sang
anak dan rindu untuk melakukan bercanda bersama seperti ketika sang anak
belum sakit.