bab ii analisis video reaction terkait hak cipta...atau ulasan ulang, dimana yang dimaksud ulasan...
TRANSCRIPT
BAB II
ANALISIS VIDEO REACTION TERKAIT HAK CIPTA
A. Video Reaction Berupa Review dalam Hak Cipta
Video reaction atau reaksi video pada dasarnya merupakan aktifitas yang sedang
populer pada penonton Youtube (yang kemudian disebut Youtuber) untuk merekam
dengan video ekspresi dan emosi wajah Youtuber ketika sedang menonton sebuah
tayangan video yang kemudian diunggah kembali ke laman Youtube.1 Ketika
diunggah ke Youtube, seseorang yang melakukan Reaction harus menyajikan dua hal
di dalam satu layar posting-an, reaksinya sendiri dan sesuatu yang membuatnya
bereaksi yaitu video tersebut. Dalam Youtube sendiri banyak di temukan reaksi video
terhadap Music Video terutama tentang Korean pop ataupun jpop dimana hal tersebut
lebih menjual dan lebih menguntungkan serta menarik perhatian orang untuk
menonton Video Reaction tersebut. Didalam musik video tersebut tidak hanya
terdapat lagu tetapi tarian dan koreografi yang menarik.
Mv atau Music video merupakan sebuah film pendek atau video yang
mendampingi alunan musik. Umumnya sebuah Video musik modern berfungsi
sebagai alat pemasaran untuk mempromosikan sebuah album rekaman. Dalam hal ini
bisa dilihat bahwa seseorang mempublikasikan Video Reaction ke Youtube dengan
cara menggabungkan reaction tersebut dengan musik video, dimana orang tersebut
bisa dan tidak meminta izin atau lisensi kepada pemilik Music video tersebut. Di
1 Dwisanto Sayogo, Kajian Identitas Visual Video Travel Pariwisata Indonesia “Wonderfull
Indonesia: A Visual Journey” Yang Memicu Reaksi Youtuber Mancanegara. Jurnal Desain
Komunikasi Visual, Vol. 1, No. 1, November 2017, p. 1-16, h. 2-3.
dalam Youtube sendiri pemegang hak cipta yaitu adalah si pencipta video atau
pemilik video, pencipta video disini adalah orang yang meng upload video karya
yang asli dan tidak di mengupload ulang video orang lain. Hukum hak cipta
memberikan pemilik beberapa hak eksklusif untuk jangka waktu yang ditetapkan. Ini
berarti pemilik adalah satu-satunya pihak yang bisa menjalankan atau memberikan
hak untuk reproduksi, distribusi, pertunjukan di depan publik, penayangan untuk
publik, dan pembuatan karya turunan. Sedangkan Youtube hanyalah sebagai media
untuk menyiarkan video yang di upload di Youtube.
Youtube juga memberikan kesempatan kepada pengguna Youtube untuk
berkerjasama dengan pihak Youtube secara langsung melalui pembuatan materi
konten yang dapat diunggah secara langsung ke basis data pihak Youtube. Kelebihan
daripada kerjasama ini adalah pengguna Youtube dapat menandai kontennya dengan
beberapa lisensi, berikut ini adalah beberapa lisensi yang dapat dilakukan oleh
pengguna Youtube yang telah berkejasama dengan pihak Youtube. Pertama adalah
Full Copyright, yaitu seluruh isi lagu dan/atau musik dilindungi oleh hak cipta.
Bilamana ingin menggunakan lagu dan/atau musik dengan lisensi harus mendapat
izin langsung dari pemegang hak cipta, dengan kata lain para pembuat video tidak
dapat menggunakan jenis lagu dan/atau musik ini dalam karya videonya yang akan
diunggah ke dalam Youtube. Kemudian yang kedua adalah Creative Commons, yaitu
fasilitas yang diberikan oleh Organisasi Non Profit Creative Commons dengan
memberikan enam jenis lisensi yang memugkinkan artis atau musisi memberikan izin
kepada siapapun untuk menggunakan lagu dan/atau musik mereka yang dilindungi
oleh hak cipta dengan cara atau kondisi tertentu sesuai dengan pilihan pemberi izin
(pencipta lagu/musik). Jenis lisensi yang ketiga adalah Public Domain, yaitu lisensi
yang paling bebas dari keseluruhan lisensi yang telah dibahas. Public Domain adalah
sebuah karya yang sebelumnya dilindungi oleh hak cipta, namun karena pemegang
hak cipta memutuskan untuk tidak memperpanjang perlindungan hak cipta, karyanya
menjadi milik umum.2
Video Reaction sendiri dibuat dengan tujuan sebuah review atau ulasan ulang,
dimana yang dimaksud ulasan ulang adalah teks ulasan merupakan tulisan yang
isinya menimbang atau menilai sebuah karya yang dikarang atau dicipta orang lain.
Teks ulasan dalam pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk menyajikan
informasi menyeluruh tentang sebuah karya sastra juga memengaruhi penikmat karya
untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena atau
problema pada suatu karya dan memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah
katya layak dinikmati atau tidak.3
Teks ulasan film dan drama merupakan teks yang berisi kritikan terhadap hasil
karya film maupun drama yang disampakan secara santun, dengan pemilihan kata
yang baik, dan pada waktu yang tepat.4 Selain itu dalam Video Reaction terdapat
kritik, kritik (sastra) berasal dari kata krites (Yunani Kuno) yang berarti hakim. Krites
2 Ahmad Faldi Albar, Rohaini, Diane Eka Rusnawati, Perlindungan Hukum Penggunaan
Musik Sebagai Latar dalam Youtube Menurut Undang-Undang Hak Cipta, Pactum Law Journal, Vol 1
No. 04, 2018, h. 326. 3 Yuspa Fitri Meza, Ali Mustofa, Karomani, Pembelajaran Menulis Teks Ulasan pada Siswa
Kelas VIII SMP Negeri Metero Pada Tahun Pembelajaran 2014/2015, Jurnal Kata, Prodi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia FKIPUnivesitas Lampung, Desember, 2015, h. 2. 4 Aliza Keumala Devi, Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Ulasan Film Pendek pada
Siswa dengan Strategi Think Talk Write, Jurnal Penelitian Pendidikan, Agustus, 2018, h. 110.
sendiri semula beradasal dari krinein yang artinya menghakimi. Selanjutnya kritikos
pada mulanya digunakan pada kaum Pergamon pimpinan Crates untuk
membedakannya dengan kaum ahli tata bahasa (bahasawan) atau kaum gramatikos
pimpinan Aristarchos di Alexandria. Sekarang istilah kritik sastra sudah sangat kuat
dan pengertiannya mengalami beberapa perubahan.
Kritik adalah evaluasi dan anlisis dari segi bentuk dan isi melalui proses
menimbang, menilai, dan memutuskan. Kritik yang ilmiah mempertimbangkan baik
dan buruknya sebuah realitas sosial, kebenaran dan kesalahan, serta memberikan
penilaian yang objektif dan penuh kesadaran. Dengan demikian, kritik sastra adalah
kegiatan penilaian yang ditunjukkan pada karya sastra atau teks. Namun, melihat
kenyataan bahwa setiap karya sastra adalah hasil karya yang diciptakan pengarang,
maka kritik sastra mencakup masalah hubungan sastra dengan kemanusiaan. Namun,
sasaran utama kritik sastra adalah karya sastra atau teks tersebut dan makna bagi
kritikus tersebut, bukan pada pengarangnya. Seorang kritikus sastra mengungkapkan
pesan dalam satu bentuk verbal dengan bentuk verbal yang lain, mencoba
menemukan pengalaman estetis persepsi tentang realitas yang hendak disampaikan
oleh pengarang.5
Didalam Youtube sendiri apabila ingin menghasilkan materi atau pendapatan
harus memperhatikan apakah itu monetazion atau tidak, monetazion sendiri
merupakan Monetisasi Data, pada dasarnya data atau produk atau layanan yang
5 Hamila, Masalah-Masalah Sosial Dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta
Toer, Juenal Humanika, No. 15, Vol.3, Desember, 2015, h. 3-4.
berasal dari data yang merupakan sumber pendapatan yang dihasilkan ketika mereka
dijual atau diperdagangkan. Lebih jauh lagi, jenis produk atau layanan berbasis
informasi memengaruhi secara signifikan model bisnis yang digunakan dan dengan
demikian pilihan strategi dan logika menghasilkan pendapatan. Selain itu konten data
dan nilainya sangat mempengaruhi keberhasilan Monetisasi Data dan jumlah potensi
pendapatan yang dihasilkan dengan data karena, pada akhirnya, semakin tinggi
penilaian pelanggan, semakin tinggi pendapatan yang akan diperoleh. Di sisi lain,
penting untuk memperhatikan bahwa pemrosesan dan penyimpanan data adalah
operasi yang agak mahal dan karenanya model dan rencana bisnis yang tepat harus
dibuat karena investasi dan pengeluaran harus diseimbangkan dengan pendapatan
yang diharapkan dan direalisasikan yang dihasilkan. Dan juga bahwa Monetisasi
Data adalah hypernym untuk penawaran berbeda dan cara-cara untuk menghasilkan
pendapatan yang berarti bahwa Monetisasi Data tidak terbatas hanya untuk menjual
data atau kumpulan data meskipun terminologi mungkin menyarankan demikian.6
Seperti dijelaskan sebelumnya Monetisasi Data adalah fenomena yang belum
dipelajari secara luas. Ini dapat diamati dari sejumlah kecil literatur relevan yang
ditemukan ketika tinjauan literatur sistematis dilakukan. Selain itu, beragam definisi
Monetisasi Data menyoroti fakta bahwa dalam literatur ilmiah tidak ada definisi yang
berlaku umum untuk istilah ini.7
6 Jonna Fred, Data Monetization – How an Organization Can Generate Revenue With Data?,
Master od Science Thesis, Tampere University of Tecnology, March, 2017, h. 50-51. 7 Ibid., h. 55-56.
B. Hukum Hak Cipta di Indonesia Bagian Dari Hak Kekayaan Intelektual
1. Konsep Hak Cipta Indonesia
Hak kekayaan intelektual merupakan suatu bentuk hak milik yang berada dalam
lingkup kajian ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra. Dalam hal ini
kepemilikan bukan berada pada materinya, melainkan terhadap hasil kemampuan
intelektual manusia dalam menciptakan karya tersebut. Secara umum, hak kekayaan
intelektual di bagi menjadi dua kelompok besar, yaitu hak cipta dan hak milik
industry.
Hak cipta diatur dalam Konvensi Bern (1886) dan Konvensi Hak Cipta Universal
(1952), sedangkan hak milik industri diatur dalam Konvensi Paris (1883) yang terdiri
atas hak merek, paten, desain industry, desain tata letak sirkuit terpadu, indikasi
geografis, dan lain-lain. khususnya mengenai hak cipta, awalnya terdapat dua aliran
sistem hukum yang membentuknya, yaitu sistem hukum common law yang lahir di
Inggris, kemudian berkembang serta banyak mendapat pengaruh dari Amerika
Serikat dan sistem hukum kontinental yang awalnya dianut oleh Negara-negara Eropa
daratan, seperti Prancis, Belanda, Italia, dan Jerman. Perlindungan dan pemberian
jaminan perlindungan hak cipta yang dimuat dalam aturan-aturan nasional
kesemuanya itu diberikan kepada suatu ciptaan yang masuk dalam kategori seni,
sastra,dan ilmu pengetahuan.8
8 Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folkor di Indonesia, Graha ilmu, Yogyakarta,
2010 h. 10.
Kemunculan sistem perlindungan hak cipta di inggris tersebut berbeda ketika kita
bandingkan dengan sistem hak cipta yang ada di Negara Eropa Kontinental yang
banyak di pengaruhi oleh revolusi prancis tahun 1789. Sistem hukum hak cipta Eropa
Kontinental memang sangat berkembang setelah adanya Revolusi Perancis, etapi
sebelumnyapun di Negara-negara eropa daratan, telah dikenal mengenai masalah hak
cipta tetapi masih sederhana. Perkembangan demi perkembangan tersebut kemudia
memunculkan suatu kebutuhan tersendiri bagi manusia akan perlindungan dan
jaminan di bidang karya intelektual. Oleh karena itu, pada akhir abad 19 inilah
kemudian perkembangan akan kebutuhan di bidang perlindungan terhadap karya
intelektual ini tidak hanya muncul di dalam negri, tetapi sampai keluar negri. Guna
mememenuhi tuntuan tersebut, pada tahun 1886 dibentuklah satu aturan atau
konvensi yang mencoba menaungi seluruh aturan hak cipta di dunia. Melalui
konvensi-konvensi inilah kemudia berkembang dan mempengaruhi ke berbagai
Negara yang akhirnya menggunakannya sebagai acuan dalam menerapkan konsep
hak cipta di dalam Negara, termasuk Indonesia yang sudah meratifikasi Konvensi
Bern. Sekilas deskripsi tersebut merupakan gambaran awal kemunculan hak cipta
dalam dunia internasional. Sedangkan, perjalanan hak cipta sebagai sebuah aturan
regulasi yang ada di Indonesia sendiri telah melalui sejarah yang cukup panjang.9
Di Indonesia sendiri pengaturan tentang mengenai hak cipta hadir pada masa
pemerintahan kolonial Belanda setelah berlakunya Auteurswet 1912. Setelah
merdeka, Indonesia memiliki undang-undang hak cipta sendiri yang hingga kini telah
9 Ibid., h. 60-61.
mengalami beberapa kali perubahan.10
Keberadaan pengaturan mengenai hak cipt
dimulai dengan diterbitkannya udang-udang hak cipta nomor 6 tahun 1982 yang
diberlakukan oleh pemerintah untuk menggantikan auteurswet 1912 peninggalan
belanda. Setelah undang-undang hak cipta tahu 1982, berturut-turut dilakukan
perubahan terhadap udang-undang hak cipta di Indonesia, di antarnya undang-undang
hak cipta no 7 tahun 1987 yang kemudian diubah menjadi undang-undang hak cipta
no 12 tahun 1997 tentang perubahan atas undang-undang no tahun 1982 tentang hak
cipta, sebagaimaa telah diubah dengan undang-undang No.7 tahun 1987.
Dikeluarkannya undang-undang hak cipta No.12 tahun 1997 ini sebenarnya
merupakan konsukuensi atas keikutsertaan Indonesia dalam organisasi perdagangan
dunia(WTO) dimana Indonesia telah meratifikasi perjanjian tersebut dalam undang-
undang No. 7 tahun 1994 tentang pengesahan Agreement estbilishing the world trade
organization. Dengan demikian, segala perangkat perundang-undangan yang
menyangkut hak kekayaan inelektual harus disesuaikan atau merujuk pada ketentuan
yang ada dalam TRIPS (Trade Related Intellectual Property Rights) yang
dihasilakan oleh WTO.
Kesulitan memahami hak cipta pada dasarnya lebih banyak berpangkal pada
kekusutan penggunaan kata “cipta” dan “ciptaan” yang selama ini menjadi ungkapan
umum untuk menunjukan kegiatan manusia yang menghasilkan suatu karya. Apapun
bentuk dan karakteristiknya, Selama ini pula kata “cipta” lazim digunakan untuk
menunjuk kegiatan kreatif yang menghasilkan ciptaan. Kefasihan seperti itu telah
10
Yusran Isnaini, Hak cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space, Ghalia Indonesia, Bogor,
2009, h. 1-2.
menjadi kendala dalam memahami konsepsi hak cipta. Untuk kebutuhan praktis,
upaya memahami hak cipta dapat diawali dengan mengenali objeknya. Yaitu, segala
bentuk ciptaan yang bermuatan ilmu pengetahuan, bebobot seni, dan bernuansa
sastra. Singkatnya karya ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Lingkup ketiga objek ini
yang menjadi wilayah perlingungan hak cipta.
Karena luasnya ragam ciptaan, prinsip-prinsip dan norma pengaturan
perlindungan hak cipta sangat dipengarui oleh bentuk dan sifat berbagai macam
ragam ciptaan itu. Dengan kata lain, bentuk dan sifat masing-masing ciptaan akan
menentukan ada tidaknya Hak Cipta tanpa mempertimbangkan kualitasnya.
Misalnya, bentuk ciptaan yang berupa lagu, termasuk karya seni yang bersifat orisinil
atau bukan hasil peniruan, akan diakui sebagai memiliki hak cipta apabila telah
ditulis notasi dan liriknya atau telah direkam secara demikian rupa, sehingga orang
orang lain dapat mendengarkan atau turut menyanyikannya. Karya yang telah selesai
di wujudkan seperti tulah yang mendapatkan perlindungan hak cipta.
Untuk jenis ciptaan lainnya, fiksasinya mengikuti bentuk dan sifat ciptaanya.
Misalnya, sebagai ciptaan buku, patung atau karya arsitektur.11
Pengertian mengenai
hak cipta dirumuskan dalam pasal 1 ayat (1) UUHC, yaitu:
Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesua dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.12
11
Henry Soelistyo, Hak cipta tanpa hak moral, rajawali pers, Jakarta, 2011, h. 46. 12
Undang-Undang Hak Cipta No. 28 tahun 2014
Pengertian hak cipta asal mulanya menggambarkan hak untuk mengadakan atau
memperbanyak suatu karya ciptaan. Istilah copyright (Hak cipta) tidak jelas siapa
yang pertama memakainya, tidak ada satu pun perundang-undangan yang secara jelas
menggunakannya pertama kali. Hak cipta lahir sebagai hasil cipta karsa dari seorang
pencipta melalui olah pikir manusia dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan yang
bersifat originality dan individualty. Hak cipta harus mendaftarkan , karena hak cipta
bersifat automatic protection. 13
Prinsip dalam membedakan perlindungan Hak cipta dengan perlindungan Hak
kekayaan intelektual lainnya adalah:
Bahwa hak cipta melindungi karya sasta (literary works) dan karya seni
(artistic works) dengan segala bentuk perekambangannya di dunia ini. Sebagai
contoh, karya sastra dapat berupa buku pelajaran, teks lagu, tulisan, dan lain-lain,
sedangkan karya seni dapat berupa lagu/music, tarian, lukisan, dan lain-lain. Hak
cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan Hak- Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) yang pengaturanya terdapat dalam ilmu hukum dan
dinamakan hukum HAKI. Yang dinamakan Hukum Haki ini, meliputi suatu
bidang hukum yang membidangi hak-hak yuridis dari karya-karya atau ciptaan-
ciptaan hasil oleh pola piker manusia bertautan dengan kepentingan-kepentingan
yang bersifat ekonomi dan moral.14
Dari berbagai perbedaan hak cipta dengan hak kekayaan intelektual lainnya
adalah pemahaman masyarakat terhadap perlindungan hak cipta ini, misalnya karena
pemahaman kurang, sehingga sering muncul pemikiran dan perkataan yang keluar,
yaitu “hak cipta-dipatenkan, merek di patenkan”.15
Pada umumnya, hak kekayaan
13
Endang Purwaningsih, Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi, Mandar Maju, Bandung,
2012, h. 35. 14
Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal 21,
dikutip dari Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Alumni, Bandung, 2003, h. 8. 15
Suyud Margono, Hukum dan Perlindungan Hak Cipta, Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta,
2003, h. 5.
intelektual bertujuan untuk melindungi para pencipta dan produser barang dan jasa
intelektual lainnya melalui pemberian hak tertentu secara terbatas untuk mengontrol
penggunaan yang dilakukan produser tersebut. Hak itu berlaku untuk barang-barang
fisik dimana kreasi dapat diwujudkan sebagai pengganti kreasi intelektual itu saja. 16
Sekarang sebagaimana dengan hak cipta, apakah dapat digolongkan sebagai hak
kebendaan. Dengan kata lain hak cipta memberikan hak khusus kepada pencipta atau
pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya, yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian,
tidak ada orang lain yang boleh menggunakan atau melakukan hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan milik orang lain, terkecuali dengan
izin dari pencipta atau pemegang hak cipta yang bersangkutan.17
Hukum mengakui, Hak cipta lahir secara otomatis sejak ciptaan selesai
diwujudkan. Artinya, selesai diwujudkan dalam material form (fixation) sesuai
dengan keinginan pencipta dan sesuai dengan kekhasan karakter pencipta.18
Dalam
model ini, objek utama yang menjadi titik tolak perlindungan hak cipta adalah ciptaan
atau karya hak cipta. Sejak awal, kesadaran untuk mengatur perlindungan Hak Cipta
dilatarbelakangi oleh rasionalitas ekonomi, yaitu kebutuhan untuk memberi insentif
16
Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, h. 24. 17
Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual , Alumni, Bandung, 2003, h. 81-
82. 18
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011, h. 12.
bagi pernerbit yang telah mengorbankan waktu, tenaga, dan biaya serta mengambil
risiko kerugian dalam memasarkan produk cetakaanya.19
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 UU No 28 tahun 2014 ditegaskan bahwa
pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.20
Apabila
suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang
atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta
mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut
yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpun dengan tidak
mengurangi hak cipta masing-masing atas sebagian ciptannya itu. Seseorang
dianggap pencipta jika ia merupakan orang yang merancang cipaanya itu.21
Ide dasar hukum Hak Cipta adalah untuk melindungi wujud hasil karya manusia
yang lahir karena kemampuan intelektualnya. Perlindungan hukum ini hanya berlaku
pada ciptaan yang telah berwujud secara khas sehingga dapat dilihat, didengar, atau
dibaca. Dengan gambaran seperti itu menunjukan bahwa Hak Cipta mempunyai
syarat substantif, yaitu meliputi tiga elemen, yaitu originalitas, kreativitas, dan
fiksasi. Suatu karya dapat dikatakan memiliki unsur originalitas dan merupakan
suatu bentuk kreativitas jika merupakan hasil kreasi sendiri walaupun bisa saja
terinspirasi dari karya orang lain. Adapun elemen fiksasi mengandung maksud suatu
19
Ibid., h. 23 . 20
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 21
Budi Agus Riswandi, Hak Cipta di Internet Aspek Hukum dan Permasalahannya di
Indonesia, Press, Yogyakarta, 2009, h. 36.
karya berhak mendapatkan hak cipta apabila terlah tertuang dalam bentuk nyata,
bukan masih dalam bentuk ide.22
Hak Cipta merupakan bagian dari KI yang mengandung hak ekonomi (economic
rights) dan hak moral (moral rights). Berdasarkan hak ekonomi, memungkinkan
seorang Pencipta mengeksploitasi suatu karya cipta sedemikian rupa untuk
memperoleh keuntungan-keuntungan ekonomi. Oleh karena itu, suatu Ciptaan jika
tidak dikelola secara tertib berdasarkan seperangkat kaidah-kaidah hukum, dapat
menimbulkan sengketa antara pemilik Hak Cipta dengan Pemegang Hak Cipta atau
pihak lain seperti pengguna Hak Cipta yang melanggarnya. Untuk pengaturannya
diperlukan seperangkat ketentuan-ketentuan hukum efektif dari segala kemungkinan
pelanggaran oleh mereka yang tidak berhak atas Hak Cipta yang dimiliki seseorang.23
Berdasarkan ketentuan konvensi Internasional dibidang Hak Cipta, termasuk
dalam praktek perlindungan atas kreasi terhadap karya seni dan karya sastra tidak
mengenal atau tidak mewajibkan adanya Pendaftaran Ciptaan pada instansi tertentu
pada suatu negara. Suatu doktrin yang digunakan untuk memproteksi Hak Cipta yaitu
suatu ciptaan sudah mendapatkan perlindungan hukum sejak ciptaan tersebut selesai
dibuat, dan dapat diketahui, didengar, dilihat oleh pihak lain (first to publish) yang
menimbulkan kepemilikan Hak bagi Pencipta ataupun Pemegang Haknya prinsip ini
dikenal dengan Asas Deklaratif (Declarative Principal). Artinya suatu Ciptaan
22
Muhamad Djumhan dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2014, h. 59. 23
Ghaesany Fadhila dan U. Sudjana,Pelindungan Karya Cipta Lagu dan/atau Musik yang
dinyayikan Ulang (cover song) di jejaring media social dikaitkan dengan Hak ekonomi Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta, Jurnal Hukum Kenotariatan dan ke-PPAT-
an, Volume 1, Nomor 2, juni, 2018, h. 224.
tersebut bukan berupa ide-ide atau gagasan namun merupakan ungkapan nyata dari
ide-ide atau gagasan tersebut (Protected expression of ideas). Dalam arti luas
ketentuan kepemilikan suatu Ciptaan tidak ditentukan oleh adanya registrasi karena
suatu karya cipta tersebut sudah mendapatkan perlindungan sejak pertama kali
dimumkan, namun secara khusus di Indonesia diselenggarakan mekanisme
Pendaftaran Ciptaan.24
Penggunaan teknologi Internet saat ini membawa keuntungan dan juga membawa
kerugian di dalam industri musik, khususnya pada perusahaan rekaman. Keuntungan
yang didapat dengan adanya internet adalah perusahaan rekaman tidak harus
mengandalkan penjualan fisik atau promo secara langsung, hanya dengan
mempromosikan karya mereka melalui jejaring media sosial, masyarakat dapat
melihat promosi tersebut, namun di sisi lain terdapat kerugian yang terjadi pula, salah
satunya adalah banyaknya pihak yang menyanyikan lagu ulang yang sudah popular
atau disebut juga dengan cover song kemudian mengunggahnya ke beberapa jejaring
media sosial.
Beberapa situs jejaring media sosial yang sering diakses oleh masyarakat dan juga
banyak digunakan untuk mengunggah cover song antara lain adalah YouTube,
Soundcloud, iTunes atau Spotify. Musik merupakan salah satu konten yang paling
dicari di jejaring media sosial. Menariknya, video musik yang dicari tidak selalu
Ciptaan sang musisi yang membawakan lagu tersebut. Tidak sedikit orang juga
24
Suyud Margono, Prinsip Deklaratif Pendaftaran Hak cipta: Kontradiksi kaedah Pendaftaran
Ciptaan dengan Asas Kepemilikan Publikasi Pertama kali, Juenal Recths Vinding, Volume1, Nomor
2, Agustus, 2012, h. 239.
tertarik untuk mencari versi alternatif dari lagu yang populer, yang biasa disebut
dengan cover song Dalam usaha untuk memperoleh eksistensi dan popularitas para
pelaku cover song mengunggah karyanya di jejaring media social karena melalu
jejaring media sosial tersebut seseorang lebih mudah dalam menunjukkan karyanya
kepada masyarakat umum. Tidak jarang seseorang menjadi terkenal dan mendapatkan
banyak pemasukan dengan cara tersebut. Begitu mudahnya cara untuk menjadi
terkenal, maka banyak orang yang berlombalomba membuat cover song terhadap
lagu yang sudah populer dan mengunggahnya di beberapa jejaring media sosial. 25
Pencipta dan kepimilikan adalah pokok utama yang terpenting adalah hukum hak
cipta. Yang dimaksud pencipta harus mempunyai kualifikasi tertentu agar hasil
karyanya dapat dilindungi. Seorang pencipta harus mempunyai identitas dan status
untuk menentukan kepemilikan hak. pada dasarnya seorang yang membuahkan hasil
karya tertentu adalah seorang pemilik hak cipta. Pencipta adalah seorang atau
beberapa orang secara bersama-sama yang dari inspirasinya lahir suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, dan keahlian
yang dituangkan dalam bentuk khas dan bersifat pribadi.26
2. Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Fungsi hak cipta itu adalah untuk mengumumkan, memperbanyak, memberi izin
untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak atas ciptaan itu, dan meperjanjikan
hak cipta itu dengan pihak lain, misalnya untuk menerbitkan. Apabila hak cipta atas
25
Ibid., h. 225. 26
Muhamad Djumhan dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2014, h. 76.
sebuah buku diperjanjikan untuk diterbitkan, maka perjanjian itu harus lengkap serta
dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami oleh kedua belah pihak, dan jangan
sampai bahasa perjanjian itu bisa diinterpretasikan yang bermacam-macam. Dengan
demikian perjanjian itu harus jelas mengenai wewenang-wewenang yang diberikan,
ini disebabkan jangan sampai di kemudian hari terjadi penyesalan salah satu pihak
atau terjadi perselisihan dengan penerbit.27
Walaupun hak cipta merupakan hak istimewa yang hanya dimiliki oleh pencipta
atau pemegang hak cipta, penggunaan atau pemanfaatanya hendaknya befungsi
sosial.28
Suatu ciptaan memiliki fungsi sosial selain melalui mekanisme pembatasan
dan pemberian kesempatan kepada masyarakat suatu pengecualian, juga dengan
mekanisme tentang kewajiban untuk mewujudkan ciptaan atau memberi liseni kepada
pihak lain. Pembatasan, yaitu suatu ketentuan yang dibebankan kepada pemilik atau
pemegang hak bahwa ciptaanya dapat digunakan oleh pihak lain dan hal tesebut tidak
dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran hak.29
Disamping itu, berbicara mengenai masalah sifat dasar hak cipta maka perlu
diketahui bahwa pada dasarnya hak cipta ini merupakan satu kekayaan intelektual
dalam kondisi yang tidak berwujud (intangible right) dan sangat pribadi, sehingga
orang lain yang menggunakannya wajib mendapatkan izin atau lisensi dari pemegang
hak ciptanya secara sah. Dalam beberapa tulisan lain disebutkan juga bahwa hak cipta
27
Rooseno Harjowidigdo, Mengenal Hak Cipta Indonesia : Beserta Peraturan Pelaksanaanya,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1992, h. 22. 28
Rachmadi Usman, Hukum Atas Hak Kekayaan Intelektual, Alumni, Bandung, 2003, h. 87. 29
Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Miliki Intelektual, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2014, h. 104.
ini bersifat manunggal dengan si penciptanya. Oleh karena itu, hal ini yang
menyebabkan berbeda antara kepemilikan dalam arti hak cipta dengan kepemilikan
benda-benda lainnya, baik dalam penguasaanya maupun dalam pengalihannya,
disamping memang hak moral yang selalu melekat dalam ciptaan. Salah satu yang
paling bisa dilihat dengan mudah adalah mengenai masalah pengalihannya. Ketika
hak cipta dialihkan kepada orang lain, maka tidak serta merta kemudian
menghilangkan hak moral si pencipta. Karena pada dasarnya hak cipta itu hanya
dimiliki orang yang memiliki kemampuan dalam berkreasi dan dengan demikian
itulah, dia menjadi pemilik hak moralnya meskipun telah beralih. 30
Pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan dimaksud sudah tentu
bertujuan agar dalam setiap mengunakan atau memfungsikan hak cipta harus sesuai
dengan tujuannya. Sebenarnya, yang dikehendaki dalam pembatasan terhadap hak
cipta ini agar setiap orang atau badan hukum tidak menggunakan haknya secara
sewenang-wenang. Setiap penggunaan hak cipta harus diperhatikan terlebih dahulu
apakah hal itu tidak bertentangan atau tidak merugikan kepentingan umum. Ini
menimbulkan kesan sesungguhnya hak individu itu dihormati. Namun, dengan
adanya pembatasan, sesungguhnya pula dalam penggunaanya tetap didasarkan atas
kepentingan umum. Untuk itulah, undang-undang hak cipta inipun bertolak dari
perpaduan antara sistem individu dengan sistem kolektif Sama dengan hak milik
lainnya, sudah tentu penggunaan hak cipta sematamata tidak hanya untuk
kepentingan pribadi penciptanya, apalagi kalau pemanfaatanya dapat menimbulkan
30
Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Foklor di Indonesia, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2010, h. 70-71.
kerugian bagi masyarakat dan kepentingan umum. Penggunaan hak cipta harus
disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari hak cipta tersebut, hingga mendatangkan
kemanfaatan bersama dan demi kepentingan umum penggunaanya juga harus
bermanfaat bagi kepentingan negara dan bangsa. Namun, harus diingat bahwa tidak
berarti kepentingan tadi terhadap hak cipta akan terdesak oleh kepentingan
masyarakat (umum).31
Sesuai dengan konsepsi hak cipta, hak moral bersifat abadi melekat pada nama
pencipta, sedangkan hak ekonomi mengenal batas waktu. Yaitu, batas masa
menikmati manfaat ekonomi pada pencipta. Dengan kata lain, merupakan batasan
masa penguasaan monopoli dan peluang melakukan eksploitasi ciptaan. Bila batas
waktu berakhir, kekuatan monopoli juga berakhir. Status ciptaan dengan demikian
menjadi public domain. Ini berarti, masyarakat bebas mengekspolitasi tanpa
memerlukan lisensi.32
Sifat hak cipta adalah bagian dari hak milik yang abstrak
(Incoporeal property), yang merupakan penguasaaan atas hasil kemampuan kerja,
dari gagasan, serta hasil pikiran.33
Hak-hak yang tercakup di dalam hak cipta, adalah
hak eksklusif dan hak ekonomi dan hak moral. Beberapa hak eksklusif yang
umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
1. membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan
tersebut (termasuk, pada umumnya salinan elektronik);
31
Ita Susanti dan NS Junaedi, Perlindungan Hukum Hak Cipta (Copyright) dalam proses
belajar mengajar di politeknik negeri bandung menurut undang-undang nomor 19 Tahun 2002 Tentang
Hak Cipta, Studi di jurusan tata niaga Politeknik Negeri Bandung, Volume 5, No. 2, Bandung,
September, 2013, h. 110. 32
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, h. 51. 33
Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Miliki Intelektual, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2014, h. 70.
2. mengimpor dan mengekspor ciptaan;
3. menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi
ciptaan);
4. menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum; dan
5. menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak
lain.34
3. Hak Moral dan Hak Ekonomi pada Hak Cipta
Hak yang tidak dapat dipisahkan dengan hak eksklusif yaitu hak moral (Moral
Right) merupakan hak yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun juga karena
hak moral merupakan hak yang selalu melekat dimanapun ciptaan itu berada
meskipun penciptanya sudah meninggal dunia. Selain itu sebagai penghargaan
kepada pencipta atas karya ciptaannya seperti contoh lagu Indonesia Raya ciptaan
Wage Rudolf Supratman, dimana nama pencipta tetap dicantumkan, Hak Moral
bersifat non transferable atau tidak dapat dipindah tangankan atau dialihkan. Pada
dasarnya, Hak Moral meliputi hak pencipta untuk dicantumkan namanya dalam
ciptaan (right of paternity) dan hak pencipta untuk melarang orang lain mengubah
ciptaanya, termasuk judul ataupun anak judul ciptaan (right of integrity). 35
Sesuai dengan sifatnya yang manunggal hak cipta dengan penciptanya, dari segi
moral seseorang atau badan hukum tidak diperkenankan untuk melakukan perubahan
terhadap sesuatu hasil karya, baik itu mengenai judul, isi, apalagi penciptanya. Hal
demikian, pencipta atau ahli warisnya saja yang mempunyai hak untuk mengadakan
perubahan pada ciptaan-ciptaanya untuk disesuaikan dengan perkembangan.
Meskipun demikian, jika penciptanya tidak dapat melaksankan sendiri penyesuain
34
Trias Palupi Kurnianingrum, Material Baru Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta, Negara Hukum, Vol. , No.1 , Juni, 2015, h. 96. 35
Zulvia Makka, Aspek Hak Ekonomi dan Hak Moral Dalam Hak Cipta, Jurnal Akta Yudisia,
Volume I, No. 1, Februari, 2016, h. 7-8.
karya ciptaanya dengan perkembangan, hal itu dapat dialihkan kepada pihak lain
dengan izin penciptanya untuk melaksanakan pengerjaanya. Pada dasarnya, sistem
hak moral bersumber dari kenyataan bahwa karya cipta adalah refleksi kepribadian
pencipta. Hak moral dalam konteks hak cipta sangat tidak bisa dipisahkan dari
Negara Perancis sebab dari sanalah munculnya istilah itu (Droit Moral) yang
kemudian menyebar ke Negara-negara Eropa Kontinental dan berujung masuk dalam
Konvensi Bern.36
Hak moral ini mengharuskan identitas pencipta diletakan pada ciptaan, baik
dengan nama diri maupun samaran. Dalam hal-hal tertentu, dan atas dasar
pertimbangan yang rasional dari pencipta, ia dapat meniadakan identitas dirinya dan
membiarkan ciptaanya berstatus anonim. Hal ini dapat dilakukan dalam kondisi dan
dengan alasan yang dapat diterima (reasonable in the circumstances). Prinsip adanya
keadaan dan alasan dapat diterima itu belum teruji dalam kasus-kasus di pengadilan.
Namun, hal itu di antaranya dilatarbelakangi oleh kondisi kerumitan dalam proses
penciptaan karya kolektif dan pertimbangan untuk sekadar memudahan penulisan
identitas pencipta dengan hanya mencantumkan naman dan nama-nama lainya. Pada
dasarnya aspek hak moral ini merupakan bagian dari hak integritas pencipta.
Pelanggaran terhadap hak ini terjadi apabila tindakan yang dilakukan terhadap
ciptaan telah merugikan martabat dan menggangu reputasi pencipta, bila pencipta
keberatan ia dapat melarang atau menolak memberi izin. Hal itu sesuai dengan
prinsip bahwa pencipta dapat mengontrol penggunaan ciptaanya terkait dengan
36
Bernard Nainggolan, Pemberdayaan Hukum Hak Cipta dan Lembaga Manajemen Kolektif,
Alumni, Bandung, 2011, h. 91-92.
produk.37
Hak Moral atau Moral Rights sebagaimana yang dapat kita lihat dalam
Pasal 5 ayat (1) UUHC 2014 adalah hak yang melekat secara abadi (tidak dapat
hapus/hilang) pada diri Pencipta untuk tetap mencantumkan atau tidak
mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya
untuk umum; menggunakan nama aliasnya atau samarannya; mengubah Ciptaannya
sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; mengubah judul dan anak judul Ciptaan;
dan mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan,
modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau
reputasinya. Hak moral juga melekat pada pelaku pertunjukan yang tidak dapat
dihilangkan atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun walaupun hak
ekonominya telah dialihkan.38
Bagian besar lainnya dari hak cipta adalah hak ekonomi (economic rights). Diatas
telah diuraikan bahwa hak ekonomi pada ciptaan atau karya boleh disebut baru
muncul belakangan setelah hak moral. Masalahnya kegiatan mencipta pada masa dulu
belum dipandang sebagai suatu pekerjaan. Jadi, kalau terjadi misalnya peniruan
ciptaan adalah lebih dianggap sebagai pelanggaran etika atau moral dibanding
pelanggaran yang mengakibatkan kerugian ekonomis. Pemikiran yang bekembang
kemudian, bahwa kegiatan mencipta dipandang sama dengan pekerjaan lain, yang
seyogianya menghasilkan materi. Jadi, jika hak moral merupakan refleksi kepribadian
37
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Rajagrafindo Persada, Jakarta, September,
2011, h. 108-110 38
Ferol Mailangakay, Kajian Hukum Tentang Hak Moral Pencipta dan Pengguna Menurut
Undang -Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Lex Privatum, Vol V, No.4, Juni, 2017, h.
138.
pencipta, hak ekonomi boleh jadi merupakan repleksi kebutuhan pencipta, baik
kebutuhan jasmani maupun rohani.
Berbeda dengan hak moral, pencipta yang dewasa ini sudah hampir mendaptkan
sudut pandang yang sama dari berbagai negara terutama dikalanga pengikut Konvensi
Bern, menyangkut hak pencipta (termsuk hak ekonomi pelaku) cenderung tidak ada
kesamaan pandang antara berbagai Negara, baik menyangkut terminologinya maupun
ruang lingkupnya.39
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomis atas ciptaan serta
produk terkait. hak ekonomi dapat beralih kepada orang lain apabila si Pencipta
memberikan ijin kepada orang lain untuk melakukan perbanyakan atau penggandaan
ciptaan tersebut. Biasanya hal ini ditandai dengan adanya perjanjian lisensi.40
Pencipta diberikan kebebasan dalam memanfaatkan hak yang didapat atas suatu karya
cipta yang telah dibuatnya, salah satunya dengan melakukan perjanjian lisensi dengan
pihak lain.
Tujuan dari dilakukannya perjanjian lisensi tersebut adalah dapat memberikan
perlindungan kepada para pihak yang berjanji dalam kerangka hukum kontrak
sehingga dapat mengakomodir kepentingan para pihak dalam suatu kontrak. Selain
daripada itu, tujuan diadakannya perjanjian lisensi terhadap pencipta juga dapat
memberikan keuntungan berupa royalty. Royalty tersebut diberikan oleh penerima
39
Otto Hasibuan, Hak cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring
rights dan Collecting society, Cetakan ke 1 edisi pertama, Alumni, Bandung, 2008, h. 71-72. 40
Lutfi Ulinnuha, Penggunaan Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fiducia, Journal Of Private
and Commercial Law, Volume 1, No. 1, November, 2017, h. 87.
lisensi kepada pencipta (selaku pemberi lisensi) atas dasar keuntungan banyaknya
atau besarnya produk yang dihasilkan dan atau dijual dalam suatu kurun waktu
tertentu. Mengingat hak ekonomis yang terkandung dalam setiap hak eksklusif adalah
banyak macamnya, maka perjanjian lisensi pun dapat memiliki banyak variasi.
Terdapat jenis-jenis perlisensian yang dibedakan dalam beberapa kelompok
berdasarkan objek, sifat, lingkup, dan cara terjadinya perlisensian. Menurut Lee dan
Davidson, membedakan dalam 2 (dua) jenis lisensi yaitu Exclusive dan Non
Exclusive licenses, sedangkan Dratler membedakan cara terjadinya perlisensian, yaitu
:
a. Voluntary Licenses, yaitu perlisensian yang terjadi berdasarkan
prakarsa dan karena adanya kesepakatan pihak-pihak pemberi dan
penerima lisensi;
b. Non Voluntary licenses, yaitu perlisensian yang terjadi karena adanya
permintaan pihak yang memerlukan lisensi dan diajukan kepada,
disetujui dan diberikan oleh pihak yang berwenang yang ditetapkan
oleh dan dengan syarat serta tata cara yang ditetapkan dalam undang-
undang. 41
Setelah menguraikan dua bagian besar hak cipta tersebut, ada satu pertanyaan
menarik: manakah yang lebih penting hak moral atau hak ekonomi, tentunya bagi
seorang pencipta atau pelaku? Stewart (1989: 58-59) mengungkapkan: The major
right under copyright law include both economic rights and moral rights. While
copyrights is an idealistic concept, starry eyed idealism should be discouraged.
Copyright is 90% about money, but that is not to say that remaining 10% cannot be
as important as the 90%.
41
Ahmad Faldi Albar, Rohaini dan Eka Rusmawati, Perlindungan Hukum Penggunaan Musik
Sebagai Latar Dalam Youtube Menurut Undang-Undang Hak Cipta, Pactum Law Jurnal, Vol 1, No.
04, 2018, h. 325.
Hak utama menurut undang-undang hak cipta mencakup hak ekonomi dan hak moral.
Sementara hak cipta adalah konsep idealis, idealisme berbintang harus dicegah. Hak
cipta adalah 90% tentang uang, tetapi itu tidak berarti bahwa sisa 10% tidak bisa
sepenting 90%.
Tentang pentingnya hak ekonomi yang 90% dan hak moral yang 10 %, Stewart
(1989: 59) mengemukakan:
People say that is not nodle on the part of authors to plead sordid
interest while claiming to aspire to glory, they are right, glory is attaractive,
but the forget that, to enjoy it for just one year, nature condemns us dine three
hundred and sixty-five times.
The importance of the other 10% is contained in the definition of the
“droit moral” in French law: “The authors shall enjoy the right to respect for
his name, his authorship, and his work. This right shall be attached to his
person. It shall be perpetual, inalienable and imprescriptible‟. Its main
objective is to safeguard the author‟s reputation, what Shakespeare called „
that immortal part myself‟.42
Orang-orang mengatakan bahwa tidak mengiyakan pada pihak penulis
untuk membela minat kotor sambil mengaku menginginkan kemulian, mereka
benar, kemuliaan adalah attaraktif, tetapi lupa bahwa, untuk menikmatinya
hanya satu tahun, alam menghukum kita makan tiga ratus enam puluh lima
kali.
Pentingnya 10% lainnya terkandung dalam definisi "moral droit"
dalam hukum Prancis: "Para penulis akan menikmati hak untuk menghormati
namanya, kepengarangannya, dan karyanya. Hak ini harus melekat pada
orangnya. Itu harus abadi, tidak dapat dicabut dan tidak dapat ditembus '.
Tujuan utamanya adalah untuk menjaga reputasi penulis, apa yang
Shakespeare sebut 'bagian abadi itu sendiri'.
4. Pelanggaran Hak Cipta
Pelanggaran hak cipta sudah terjadi sejak berlakunya Auteurswet 1912 dan makin
meningkat sehingga berlakunya UUHC 1982, pada hakikatnya tidak mempunya
42
Otto Hasibuan, Hak cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring
rights dan Collecting society, Cetakan ke 1 edisi pertama, Alumni, Bandung, 2008, h. 76.
dampak terhadap perlindungan hak cipta. Mengingat masyarakat Indonesia pada
waktu itu, yaitu masa berlakunya Auteurswet tersebut belum cukup mencapai tingkat
pemahaman mengenai arti dan kegunaan hak cipta. Tumbuhnya kesadaran bahwa
ciptaan itu perlu perlindungan hukum setelah dihadapinya bahwa ciptaan itu
mempunyai nilai ekonomi. Baru setelah menonjol bilai ekonomis dari hak cipta,
terjadilah pelanggaran terhadap hak cipta, terutama dalam bentuk tindak pidana
pembajakan lagu atau musik, buku dan penerbitan, film dan rekaman video serta
komputer.
Pelanggaran terhadap hak cipta ini disebabkan oleh sikap dan keinginan sebagai
(anggota) masyarakat kita untuk memeroleh keuntungan dagang dengan cara mudah.
Sebagai akibatnya bukan saja merugikan pencipta atau pemegang hak cipta, tetapi
juga merugikan perekonomian pada umumnya.43
Umumnya pelanggaran hak cipta
didorong untuk mencari keuntungan finansial secara cepat dengan mengabaikan
kepentingan para pencipta dan pemegang izin hak cipta. Perbuatan para pelaku jelas
melanggar pasal hukum yang menentukan agar setiap orang dapat mematuhi,
menghormati dan menghargai hak-hak orang lain dalam hubungan keperdataan
termasuk penemuan baru sebagai ciptaan orang lain yang diakui sebagai hak milik
oleh ketentuan hukum.
Dampak dari kegiatan tersebut telah sedemikian besarnya merugikan terhadap
tatanan kehidupan bangsa di bidang ekonomi, hukum dan sosial budaya. Di bidang
43
Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual , Alumni, Bandung, 2003, h.
158.
sosial budaya, misalnya dampak semakin maraknya pelanggaran hak cipta akan
menimbulkan sikap dan pandangan bahwa pembajakan sudah merupakan hal yang
biasa dalam kehidupan masyarakat dan tidak lagi merupakan tindakan melanggar
undang-undang (wet delicten). Pelanggaran hak cipta selama ini lebih banyak terjadi
pada negara-negara berkembang (developing countries) karena ia dapat memberikan
keuntungan ekonomi yang tidak kecil artinya bagi para pelanggar (pembajak) dengan
memanfaatkan kelemahan sistem pengawasan dan pemantauan tindak pidana hak
cipta. Harus diakui, upaya pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran hak
cipta selama ini belum mampu membuat jera para pembajak untuk tidak mengulangi
perbuatannya, karena upaya penanggulangannya tidak optimal.44
Dalam realitas, kebanyakan orang menganggap bahwa pelanggaran hak cipta
hanya sebatas pembajakan atau memperdagangkan produk-produk bajakan. Banyak
orang mengumumkan atau menyiarkan lagu atau musik tanpa ada izin pencipta lagu,
penyanyi, dan pemusik – di berbagai tempat dengan maksud untuk didengar atau
dilihat orang lain, ada yang secara langsung untuk mencari keuntungan, ada yang
secara tidak langsung mendapatkan keuntungan, dan ada yang sekedar pelayanan
(service). Secara umum, hal-hal tersebut dianggap sebagai wajar dan bukan
merupakan pelanggaran hak cipta. Di seluruh wilayah Indonesia ini ada beberapa
perusahaan televisi, radio, tempat hiburan, hotel, rumah sakit, mal, restoran,
perusahaan angkutan udala, laut, darat, dan lain-lain, yang setiap hari memutar lagu
44
Febri Dwi Setyawan, Perlindungan Hak Cipta Atas Program Televisi Dalam Undang-
Undang Nomor 19 tahun 2002, In Right Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia, Vol. 2, No. 2, Mei
2013, h. 7-8.
atau music. Dari sekian banyak pihak yang memutar lagu atau musik, masih sangat
sedikit yang memiliki izin atau lisensi dari pencipta dan membayar royalti pemakaian
lagu atau musik tersebut.45
Dalam penjelasan umum UUHC dinyatakan bahwa:
“perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya
cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan menunjukan keaslian
sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian
sehingga ciptaan dapat dilihat, dibaca, dan didengar”
Berdasarkan ketentuan tersebut, keaslian merupakan unsur mutlak dari suatu
ciptaan. Sebuah ciptaan yang merupakan hasil peniruan atas ciptaan yang sudah ada
sebelumnya tidak mendapat perlindungan hak cipta. Akan tetapi, apakah pelaku yang
meniru ciptaan yang sudah ada dianggap melangar hak cipta, hal ini masih
memerlukan penjelasan.46
Apapun bentuk pelanggaran terhadap hak cipta
(copyright‟s violation) pada dasarnya berkisar pada dua hal pokok, yakni:
1. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak, atau
memberi izin untuk itu. Salah satu contoh pelanggaran tersebut adalah
berupa dengan sengaja melanggar larangan atau untuk mengumumkan
setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di
bidang pertanahan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta ketertiban
umum.
2. Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
sesuatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta.
45
Otto Hasibuan, Hak cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring
rights dan Collecting society, Cetakan ke 1 edisi pertama, Alumni, Bandung, 2008, h. 242. 46
Ibid., h. 247.
Sengketa merupakan salah satu hak yang tidak dapat dihindarkan dan merupakan
suatu proses yang wajar. Menurut Gatot Soemarto, bahwa:
“Sesuatu akan berpotensi menjadi sengketa ketika kita melakukan hubungan
dengan pihak lain dengan kepentingan tertentu untuk mendapatkan
keuntungan, tetapi karna satu dan lain hal tidak tercapai, maka timbullah
sengketa. Sengketa yang perlu diantisipasi dapat timbul karena perbedaan
penafsiran, baik mengenai BAGAIMANA „cara‟ melaksanakan klausal-
klausal perjanjian maupun tentang APA „isi‟ dari ketentuan-ketentuan di
dalam perjanjian ataupun disebabkan hal-hal laiya.
Selain pelanggaran terhadap ketentuan hukum pidana, juga kemungkinan
terjadi adanya pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan
masalah hak cipta yang bersifat keperdataan.47
Pada dasarnya pelanggaran hak cipta
berkisar pada 2 (dua) hal pokok. Pertama, dengan sengaja dan tanpa hak
mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu. Kedua, dengan sengaja
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum sesuatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran hak cipta. Bentuk pelanggaran hak cipta antara lain berupa
pengambilan, pengutipan, perekaman, pertanyaan, dan pengumuman sebagian atau
seluruh ciptaan orang lain dengan cara apapun tanpa izin pencipta/pemegang hak
cipta, bertentangan dengan undang-undang atau melanggar perjanjian.48
Contoh lain
dari pelanggaran hak cipta, yaitu:
a. Infringment (pengunaan secara tidak Sah lewat Copy) Pelanggaran Hak Cipta
atau yang disebut juga sebagai infringement. Henry Campbell Black
47
Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Miliki Intelektual, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2014, h. 118-119. 48
Ahmad Faldi Albar, Rohaini, Diane Eka Rusnawati, Perlindungan Hukum Penggunaan
Musik Sebagai Latar dalam Youtube Menurut Undang-Undang Hak Cipta, Pactum Law Journal, Vol 1
No. 04, 2018, h. 331.
mendefinisikan Infringement of Copyright sebagai penggunaan secara tidak
sah atas materi yang berada di bawah perlindungan Hak Cipta.49
Adapun
bentuk pelanggaran (infringement) yang paling umum terjadi adalah copying
atau melakukan reproduksi secara menyeluruh atau pada bagian-bagian
substansial dari suatu ciptaan. Copying tidak lain adalah suatu tindakan
melakukan reproduksi atau duplikasi langsung atas suatu ciptaan misalnya
melalui mesin photocopy, alat perekam atau video perekam.
b. Non Literal Coppping, pelanggaran Hak Cipta yang disebut sebagai "non
literal copying" dari suatu ciptaan dengan cara menyusun kembali suatu
ciptaan baru berdasarkan bahan-bahan yang berasal dari suatu ciptaan lain.
Tindakan melakukan non literal copying inilah yang menjadi wacana penting
dalam penerapan hukum Hak Cipta. Penerapan hukum Hak Cipta akan
menggambarkan dan merumuskan tindakan non literal copying yang mana
yang dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta dan yang mana yang
tidak.Sudah menjadi doktrin dasar hukum Hak Cipta bahwa Hak Cipta hanya
melindungi "ekspresi" dan tidak melindungi suatu "ide". Doktrin dasar inilah
yang sering disebut sebagai idea and expression dichotomy. Perlindungan Hak
Cipta hanya diberikan kepada ciptaan yang telah diekspresikan.
c. Plagiat (Peniruan) Peniruan "ide" sering terjadi sehingga menimbulkan
ciptaan yang mempunyai kemiripan dengan meniru "ide" dari ciptaan orang
lain yang terlebih dahulu lahir sehingga menimbulkan banyak sengketa Hak
Cipta. Dari sengketa-sengketa sejenis di beberapa negara, muncullah
49 Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary, St.Paul Minn: West Group, 1990, h. 781.
perkembangan pemikiran berkaitan dengan dikotomi "ide" dan "ekspresi".
Salah satu hasil pemikiran dimaksud adalah metode substantial similarity.
Substantial similarity adalah suatu pendekatan yang dilakukan oleh
Pengadilan untuk memecahkan kasus pelanggaran Hak Cipta dengan cara
membandingkan tingkatan kemiripan diantara 2 (dua) ciptaan.50
5. Pengecualian Pada Hak Cipta
Pembatasan Hak Cipta bermakna bahwa Hak Cipta tidak absolut, karena hukum
yang memberikan hak kepada seseorang perlu juga memperhatikan hal-hal lain
dengan membatasi hak yang telah dimiliki tersebut agar dapat tercipta tata kehidupan
yang serasi dan seimbang. Namun demikian, pembatasan hak tersebut harus
dicantumkan secara tegas dalam perundang-undangan, sehingga pihak yang haknya
di batasi tidak merasa diperlakukan sewenang-wenang karena memang sudah ada
norma pengaturannya, di sisi lain pihak yang berwenang membatasi hak seseorang
mempunyai dasar pembenaran untuk melakukan pembatasan tersebut. Hal ini sesuai
dengan tujuan hukum yaitu mewujudkan keadilan sebagaimana dikemukakan oleh
Aristoteles dan kemanfaatan berdasarkan teori kegunaan (utility theory) dari Jeremy
Bentham serta menjamin kepastian hukum sesuai dengan pendapat John Austin.
Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu Ciptaan
dan/atau produk Hak Terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak
50
Ferol Mailangakay, Kajian Hukum Tentang Hak Moral Pencipta dan Pengguna Menurut
Undang -Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, Lex Privatum, Vol V, No.4, Juni, 2017, h.
141.
dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau
dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:
a. pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b. keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;
c. ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
d. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan
ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta. 51
Fair Use atau Fair dealing yaitu perbuatan yang dapat dilakukan oleh pihak
lain (dosen) atau peneliti untuk menggunakan, mengutip, dan sejenisnya karya
pencipta atau pemegang hak cipta dengan syarat-syarat tertentu tanpa dikategorikan
sebagai pelanggaran hukum (hak cipta), namun dengan syarat secara wajar dan/atau
adil.52
Selain itu Undang-undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta juga mengatur
Fair Use atau Ciptaan yang dilindungi, terdapat pada Pasal 40 ayat (1) huruf n dimana
disebutkan bahwa Tafsir termasuk kedalam Fair Use atau ciptaan yang dilindungi.
Mengacu pada KBBI dan sinonim dari kata Tafsir adalah Penjelasan dan Ulasan.
Dan Pasal 40 ayat (2) Undang-undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
menyebutkan bahwa Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dilindungi
sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak cipta atas Ciptaan asli. Yang
dimaksud tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli adalah tidak mengurangi hak
moral dan hak ekonomi dari hak cipta si pencipta, hak moral adalah hak yang
51
Sudjana, Sistem Perlindungan atas Ciptaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun
2014 Tentang Hak Cipta Dalam Perspektif Cyber Law, Volume 2, Nomor 2, h. 272. 52
Sudjana, Implikasi Doktrin “Fair Use” Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan Oleh
Dosen atau Peneliti dalam Perspektif Hukum Hak Cipta, Vej, Volume 4, Nomor 2, 2018, h. 495.
selamanya melekat pada diri si pencipta sekalipun si pencipta bukan lagi merupakan
pemegang hak cipta.
Pengakuan akan adanya hak moral merupakan bentuk perlindungan hukum
bagi pencipta, Nampak bahwa perlindungan hak moral menjaga aspek koneksitas
personal dengan penciptnya. Hal ini konsisten dengan pengertian ciptaan yang
merupakan perwujudan pemikiran dan kreatifitas pencipta yang khas dan pribadi.
Sedangkan, hak ekonomi merupakan hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta atau
pemegang hak cipta untuk menikmati manfaat ekonomi dari ciptaan yang dihasilkan.
Hak ekonomi merupakan hak ekslusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaam, konsukuensi dari sifat ekslusif dari hak
cipta yaitu setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan ijin dari
pencipta atau pemegang hak cipta.53
akan tetapi dalam perlindungan hak cipta atau
fair use terdapat hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta, meliputi:
a. Hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
b. Setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data
walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau
digabungkan, dalam sebuah ciptaan; dan
c. Alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan
masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan
fungsional.54
C. Hak Cipta Amerika Serikat
1. Konsep Hak Cipta Amerika Serikat
53
Indirani Wauran Wicaksono, Hukum Kekayaan Intelektual, Tisara Grafika, Salatiga , 2017,
h. 56-58. 54
Ibid., h. 69.
Sejarah undang-undang hak cipta Amerika berasal dengan diperkenalkannya
mesin cetak ke Inggris pada akhir abad kelima belas. Ketika jumlah pers bertambah,
pihak berwenang berupaya mengendalikan penerbitan buku dengan memberikan
percetakan yang hampir monopoli kepada penerbitan di Inggris. Undang-undang
Perizinan tahun 1662 menegaskan bahwa monopoli dan membuat daftar buku
berlisensi untuk dikelola oleh Stationers' Company, sekelompok printer dengan
wewenang untuk menyensor publikasi. Undang-undang 1662 berakhir pada 1695
yang mengarah pada pelonggaran sensor pemerintah, dan pada 1710 Parlemen
memberlakukan Statuta Anne untuk mengatasi masalah penjual buku dan printer
Inggris.
Undang-undang 1710 menetapkan prinsip-prinsip kepemilikan hak cipta penulis
dan jangka waktu tetap perlindungan atas karya berhak cipta (empat belas tahun, dan
dapat diperpanjang selama empat belas tahun lagi jika penulis masih hidup setelah
kedaluwarsa). Undang-undang tersebut mencegah monopoli pihak penjual buku dan
menciptakan “domain publik” untuk literatur dengan membatasi syarat-syarat hak
cipta dan dengan memastikan bahwa begitu sebuah karya dibeli, pemilik hak cipta
tidak lagi memiliki kendali atas penggunaannya. Meskipun undang-undang memang
menyediakan hak cipta penulis, manfaatnya minimal karena untuk dibayar untuk
suatu karya, penulis harus menugaskannya kepada penjual buku atau penerbit. Sejak
Statuta Anne hampir tiga ratus tahun yang lalu, undang-undang AS telah direvisi
untuk memperluas cakupan hak cipta, untuk mengubah jangka waktu perlindungan
hak cipta, dan untuk menangani teknologi baru. Selama beberapa tahun, AS telah
mempertimbangkan dan bertindak atas reformasi hak cipta. Pemerintah Kanada juga
sedang mempertimbangkan reformasi hak cipta.
Revisi 1976 dilakukan karena dua alasan utama. Pertama, perkembangan
teknologi dan dampaknya terhadap apa yang mungkin dilindungi hak cipta,
bagaimana pekerjaan dapat disalin, dan apa yang merupakan pelanggaran yang perlu
ditangani. Kedua, revisi tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kepatuhan Berne
Convention oleh Amerika Serikat merasa bahwa undang-undang tersebut perlu
diamandemen untuk membawa Amerika Serikat sesuai dengan hukum, praktik, dan
kebijakan hak cipta internasional. Undang-undang 1976 mendahului semua undang-
undang hak cipta sebelumnya dan memperpanjang masa perlindungan seumur hidup
penulis ditambah 50 tahun (karya untuk disewa dilindungi selama 75 tahun).
Undang-undang tersebut mencakup bidang-bidang berikut: ruang lingkup dan
subjek pekerjaan yang dicakup, hak eksklusif, istilah hak cipta, pemberitahuan hak
cipta dan pendaftaran hak cipta, pelanggaran hak cipta, penggunaan yang adil dan
pertahanan serta pemulihan atas pelanggaran. Dengan revisi ini, untuk pertama
kalinya penggunaan yang adil dan doktrin penjualan pertama dikodifikasi, dan hak
cipta diperluas ke karya yang tidak dipublikasikan. Selain itu, bagian baru
ditambahkan, bagian 108, yang memungkinkan fotokopi perpustakaan tanpa izin
untuk keperluan beasiswa, pelestarian, dan pinjaman antar perpustakaan dalam
keadaan tertentu.
Selain bagian 108, bagian 107 penting untuk perpustakaan karena berisi
pengecualian terhadap hak eksklusif pemilik untuk membuat dan mendistribusikan
salinan karya mereka. Disebutkan bahwa “penggunaan wajar karya hak cipta,
termasuk penggunaan semacam itu oleh reproduksi dalam salinan atau rekaman
telepon atau dengan cara lain apa pun yang ditentukan oleh bagian itu, untuk tujuan
seperti kritik, komentar, pelaporan berita, pengajaran (termasuk beberapa salinan
untuk penggunaan di ruang kelas), beasiswa, atau penelitian, bukan merupakan
pelanggaran hak cipta.” Untuk menentukan apakah penggunaan suatu karya adalah
penggunaan yang adil, empat faktor berikut harus dipertimbangkan: tujuan dan
karakter penggunaan, sifat dari karya berhak cipta, jumlah dan substansi dari porsi
yang digunakan dalam kaitannya dengan keseluruhan, dan pengaruh penggunaan
terhadap pasar potensial. Lihat Title 17of the U.S. Code.55
Hukum hak cipta modern biasanya dibicarakan seolah-olah itu merupakan
perlindungan bagi penulis terhadap orang lain yang "mencuri" dan mengambil untung
dari karya mereka tanpa pencipta asli diberi imbalan. Tetapi konsepsi yang asli
sedikit berbeda. Hak cipta dikembangkan pada awalnya sebagai hak istimewa yang
diberikan kepada pencetak buku yang disetujui, yang diberi lisensi eksklusif untuk
mencetak beberapa karya tertentu. Itu adalah bentuk penyensoran daftar putih: tidak
ada yang bisa mencetak apa pun kecuali mereka diberi hak cipta untuk
melakukannya. Ini pada saat hak kedaulatan (hak penguasa) dianggap lebih penting
55
Association Of Research Libraries, Copyright Timeline: A History of Copyright in the
United State, https://www.arl.org/copyright-timeline/, dikunjungi pada tanggal 26 Juli 2019 pukul
23.20.
daripada hak individu. Tidak ada konsepsi tentang "Kebebasan Berbicara" seperti
yang kita tahu - Anda benar-benar harus memiliki izin untuk mencetak sesuatu.
Pada abad ke-18, dan terutama setelah Revolusi Amerika, konsep kebebasan
berbicara telah menjadi fakta yang paling diterima. Undang-undang hak cipta tidak
dapat lagi memberikan izin khusus untuk mencetak sesuatu, karena asumsi Free
Speech adalah bahwa siapa pun bebas untuk mencetak apa pun. Dari pada lisensi
untuk mencetak sesuatu yang Anda tidak diizinkan, hak cipta menjadi hak untuk
menghentikan orang lain dari mencetak hal-hal yang seharusnya tidak diizinkan. Di
era pembatasan, hak cipta adalah izin. Di era kebebasan, itu menjadi batasan. Alasan
untuk hak cipta juga berubah. Alih-alih menjadi bentuk sensor, gagasan itu menjadi
insentif ekonomi untuk diciptakan. Gagasan di balik hukum hak cipta modern adalah
bahwa jika seniman dapat mengontrol siapa yang diizinkan untuk menyalin kreasi
mereka, maka seniman dapat mengenakan biaya atas izin itu dan menghasilkan
uang.56
Dasar untuk perlindungan hak cipta berasal langsung dari Konstitusi A.S. tujuan
utama dari hak cipta adalah untuk membujuk dan memberi penghargaan kepada
penulis, melalui ketentuan hak-hak properti, untuk menciptakan karya-karya baru dan
membuat karya-karya itu tersedia untuk umum untuk dinikmati. Teorinya adalah
bahwa dengan memberikan hak eksklusif tertentu kepada pencipta yang
memungkinkan pencipta ini untuk melindungi karya kreatif mereka dari pencurian,
56
Frank Moraes, Copyright Law in 2019 explained in one page, 27 Juni 2019,
https://www.whoishostingthis.com/resources/copyright-guide/, dikunjungi pada tanggal 26 Juli 2019
pukul 22.55.
pencipta menerima manfaat dari imbalan ekonomi dan publik menerima manfaat dari
karya kreatif yang mungkin tidak dapat dibuat atau disebarluaskan.
Meskipun undang-undang hak cipta dimaksudkan untuk melayani tujuan
memperkaya masyarakat umum melalui akses ke karya kreatif, penting untuk
dipahami bahwa undang-undang hak cipta tidak mewajibkan pembuat konten untuk
membuat karya mereka yang dilindungi hak cipta. Akibatnya, sebuah karya yang
tidak diterbitkan yang tidak pernah didistribusikan kepada publik menerima
perlindungan hak cipta yang sama dengan yang akan diterima oleh karya yang
diterbitkan.57
2. Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Filosofi hak cipta di Amerika Serikat didasarkan pada tujuan pemberian hak
cipta yaitu dalam rangka produksi ciptaan yang kreatif untuk kepentingan dan
keuntungan public dalam fungsi hak cipta sendiri terdapat beberapa penjelasan
seperti:
a. Ekonomi dan Kepentingan Umum
Kisah utama tentang hak cipta dalam undang-undang AS berfokus
pada insentif ekonomi dan kemajuan sosial. Konstitusi A.S. memberi
Kongres kemampuan "... untuk mempromosikan Kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Seni yang bermanfaat, dengan memperoleh Waktu
terbatas untuk Penulis dan Penemu Hak eksklusif untuk masing-
57
Copyright Alliance, Copyright Basics, https://copyrightalliance.org/education/copyright-
law-explained/copyright-basics/, dikunjungi pada tangga 26 Juli 2019 pukul 23.07.
masing Tulisan dan Penemuan mereka." Semua undang-undang hak
cipta A.S. (dan hukum paten) tumbuh dari satu frasa singkat ini dalam
Konstitusi.
b. Hak Eksklusif
Jika Anda membuat objek fisik, Anda dapat menggunakan sarana fisik
untuk mengontrol siapa yang akan menggunakannya. Tetapi karya-
karya kreatif dan ekspresif sedikit lebih sulit untuk dikendalikan: jika
Anda menulis buku dan ingin mengontrol siapa yang akan
membacanya, begitu Anda mengeluarkan salinan dari tangan Anda,
Anda telah kehilangan banyak kendali. Orang yang Anda berikan
salinannya untuk dapat membagikannya kepada orang lain, membuat
salinan baru, atau bahkan menghafal potongan-potongan itu dan
membacanya di depan umum! Hak cipta menangani masalah-masalah
ini dengan menyediakan undang-undang untuk mengontrol
kepemilikan dan distribusi karya kreatif dan ekspresif. Tujuan dari hak
cipta adalah menciptakan mekanisme untuk mengontrol kepemilikan
dan distribusi karya ekspresif.
c. Diamankan untuk Penulis
Jika hak cipta tidak ada, semua orang akan dapat membuat salinan dari
setiap karya kreatif baru tanpa izin pembuatnya. Tetapi karena itu
terjadi, pencipta harus memutuskan apakah karya kreatif mereka
didistribusikan atau tidak, dan bagaimana mereka didistribusikan. Dan
jika banyak orang menginginkan salinan karya itu, penciptanya dapat
membuat orang membayar untuk memiliki salinan itu. Tujuan hak
cipta adalah menciptakan mekanisme bagi pembuat konten untuk
mengontrol kepemilikan karya ekspresif, sehingga mereka dapat
menerima pembayaran untuk karya mereka.
d. Mempromosikan Kemajuan
Sebagian besar pencipta, menurut cerita ini, menciptakan karya-karya
mereka karena mereka tahu mereka dapat dibayar untuk salinan yang
diinginkan orang. Karena hak cipta memungkinkan pembuat konten
dibayar, lebih banyak pembuat konten membuat lebih banyak karya.
Dan lebih banyak karya kreatif dan ekspresif baik untuk masyarakat,
karena membantu kita mengembangkan seni, sains, pengetahuan, dan
budaya. Tujuan hak cipta adalah menciptakan mekanisme yang
membantu para pembuat konten mengontrol dan menerima
pembayaran untuk karya-karya mereka, karena itu akan menghasilkan
penciptaan banyak karya yang lebih ekspresif, yang menguntungkan
semua masyarakat.
e. Hak Moral untuk Pencipta
Banyak negara memiliki sistem hak cipta berdasarkan justifikasi "hak
moral", alih-alih teori insentif yang populer di AS dan negara hukum
umum lainnya. Hak moral dianggap muncul secara alami dari
hubungan mendalam yang dimiliki para pencipta dengan karya-karya
mereka. Karena hubungan itu, cerita ini melanjutkan, hukum harus
mengakui hak-hak pencipta di sekitar atribusi dan reputasi. Dalam hak
cipta berdasarkan teori hak moral, pencipta memiliki beberapa hak
ekonomi (seperti hak untuk membuat salinan), tetapi mereka juga
memiliki hak paralel untuk atribusi dan untuk mencegah penggunaan
karya mereka yang tidak mereka setujui. Di banyak negara, hak moral
tidak dapat dijual atau diberikan, dan tetap bersama pencipta tidak
peduli siapa yang mengendalikan hak ekonomi.58
Sedangkan untuk sifat hak cipta amerika sendiri dalam
penggunaan yang adil adalah sifat pekerjaan yang sedang disalin.
Misalnya, kesopanan akan dipertimbangkan apakah karya yang disalin
bersifat informatif atau menghibur. Dilihat dari karya faktual, seperti
biografi, bukan karya fiksi, seperti karya roman, seperti novel roman
atau film horor. Seperti yang dinyatakan Mahkamah Agung di Sony
Corp of America v. Universal City Studios, Inc., "menyalin siaran
berita mungkin memiliki klaim yang lebih kuat untuk penggunaan
yang adil daripada menyalin film." Mengapa? Karena menyalin dari
karya informasi seperti jurnal ilmiah, ilmiah, atau berita mendorong
penyebaran ide dan dorongan secara bebas.
Selain itu, pengadilan akan mempertimbangkan apakah karya
yang disalin diterbitkan atau tidak diterbitkan. Ruang lingkup
penggunaannya lebih sempit sehubungan dengan karya-karya yang
tidak dipublikasikan karena hak penulis untuk mengontrol penampilan
58
University Of Minnesota, Copyright‟s Purpose,
https://www.lib.umn.edu/copyright/purpose, dikunjungi pada tanggal 26 Juli 2019 pukul 23.51.
publik pertama dari ekspresinya. Kasus Salinger v. Random House
memberikan contoh. Seorang penulis biografi ditulis karena memiliki
bagian-bagian yang diparafrasekan dari surat yang ditulis oleh J.
Salinger. Meskipun publik dapat membaca surat-surat ini di
perpustakaan universitas, Mr. Salinger tidak pernah mengizinkan
reproduksi atau publikasi mereka. Terlepas dari tujuan biografi
Salinger yang diusulkan, pengadilan tidak akan mengizinkan parafrase
yang tidak sah atas surat-surat Mr. Salinger yang tidak dipublikasikan
sebagai penggunaan yang adil.59
3. Hak Ekonomi dan Hak Moral pada Hak Cipta
Salah satu tujuan utama undang-undang hak cipta amerika serikat adalah untuk
melindungi hak ekonomi pemilik hak cipta. Ini adalah salah satu inspirasi di balik
monopoli terbatas yang diberikan kepada pemegang hak berdasarkan undang-undang
hak cipta. Hak-hak ekonomi ini, seperti kemampuan untuk membuat dan
mendistribusikan salinan, tidak melindungi dari cedera untuk reputasi atau
kehormatan artis. Mereka dimaksudkan untuk memungkinkan pemilik hak cipta
mendapat untung dari karya hak cipta. Sistem insentif ini dimaksudkan untuk
mendorong kreativitas, dan untuk membantu individu mendukung diri mereka sendiri
ketika mereka mengejar kreativitas mereka, baik itu dalam seni lukis, arsitektur, atau
sastra.
59
Richard Stim, Fair use: The Four Factors Courts Conside In a Copytight Infringement Case,
https://www.nolo.com/legal-encyclopedia/fair-use-the-four-factors.html, dikunjungi pada tanggal 27
Juli 2019 pukul 0.12.
Hak moral dimaksudkan untuk melindungi "kehormatan atau reputasi" pencipta.
Selain itu, hak moral tidak dapat ditransfer ke orang lain atau ke entitas perusahaan.
Mereka tetap dengan pencipta sebuah karya, bahkan jika sisa dari pencipta itu
ditransfer. Konstitusi AS menyatakan bahwa Kongres memiliki kekuatan untuk "[P]
romote kemajuan Sains dan Seni yang bermanfaat." Namun ketentuan ini tidak cukup
jauh. Terkait dengan hak cipta, perlu ada keseimbangan yang lebih besar antara hak-
hak penulis dan Minat kongres dalam kemajuan sosial dan ekonomi dari domain-
domain ini. Secara khusus, pendekatan penyeimbangan perlu didefinisikan dalam
batas tertentu, mengukur kebutuhan ekonomi masyarakat terhadap hak moral dan hak
milik penulis. Meskipun kewajibannya berdasarkan Berne Convention dan perannya
sebagai juara global vocal hak kekayaan intelektual, Amerika Serikat tidak
melindungi hak moral untuk tingkat yang sama seperti rekan-rekannya di Eropa.60
Di sisi lain, hanya karya seni visual yang diberi perlindungan hak moral
berdasarkan undang-undang hak cipta. Ini dilakukan melalui Visual Artists Rights
Act (VARA), Title 17 AS § 106A. VARA tidak melindungi karya sastra (seperti
buku dan pamflet), karena mereka tidak akan dianggap sebagai karya seni visual.61
4. Pelanggaran Hak Cipta
Pelanggaran hak cipta adalah penggunaan atau produksi materi yang
dilindungi hak cipta tanpa izin dari pemegang hak cipta. Pelanggaran hak cipta berarti
60
Elizabeth Schere, Where in the morality? Moral Rights in Internasional Intellectual
Property and Trade Law, Fordham Internasional Law Journal Volume 41, Issue 3, Article 6, 2018, 61
Nelson, “Moral Right in the United States” in Copyright Corner, The Ohio State
University, Colombus United State, 2017
bahwa hak yang diberikan kepada pemegang hak cipta, seperti penggunaan eksklusif
suatu karya untuk jangka waktu tertentu, dilanggar oleh pihak ketiga. Musik dan film
adalah dua bentuk hiburan paling terkenal yang menderita sejumlah besar
pelanggaran hak cipta.62
Undang-undang hak cipta di AS diatur oleh undang-undang federal, yaitu
Undang-Undang Hak Cipta 1976. Undang-Undang Hak Cipta mencegah penyalinan
tidak sah atas karya kepenulisan. Namun, hanya penyalinan karya yang dilarang -
siapa pun dapat menyalin gagasan yang terkandung dalam sebuah karya tersebut.
Misalnya, hak cipta dapat meliputi deskripsi tertulis dari mesin, tetapi mesin yang
sebenarnya itu sendiri tidak tercakup. Jadi, tidak ada yang bisa menyalin deskripsi
tertulis, sementara siapa pun bisa menggunakan deskripsi untuk membangun mesin
yang dijelaskan.
Hak cipta dapat didaftarkan di Kantor Hak Cipta di Perpustakaan Kongres,
tetapi karya yang baru dibuat tidak perlu didaftarkan. Bahkan, tidak perlu lagi
menempatkan pemberitahuan hak cipta pada suatu karya agar dilindungi oleh
undang-undang hak cipta. Namun, Undang-Undang Hak Cipta memang memberikan
manfaat tambahan bagi mereka yang mendaftar di Kantor Hak Cipta. Karenanya,
62
Will Kenton, Copyright Infringement 25 juni 2018,
https://www.investopedia.com/terms/c/copyright-infringement.asp, dikunjungi pada tanggal 4 Agustus
2019 pukul 23.38.
pendaftaran hak cipta dan penggunaan pemberitahuan hak cipta direkomendasikan.63
Dalam hak cipta sendiri terdapat jenis pelanggaran hak cipta seperti:
a. Selain pelanggaran hak cipta langsung, seseorang mungkin juga bersalah
atas pelanggaran kontribusi jika mereka secara sengaja mendorong atau
membantu orang lain dalam menggunakan materi hak cipta pencipta.
Dalam kasus Napster yang mungkin paling terkenal dari jenisnya,
Pengadilan Distrik A.S di San Francisco menyatakan bahwa layanan
berbagi musik Napster merupakan pelanggaran kontribusi dengan secara
sadar mengizinkan para penggunanya untuk berdagang musik yang
dilindungi.
b. Hak cipta gambar dan teks adalah dua jenis pelanggaran umum. Saat Anda
membuat gambar asli, apakah itu selfie atau lanskap megah, anda secara
otomatis memiliki hak atas gambar itu. Dengan menjamurnya berbagi
gambar di internet, adalah hal biasa bagi orang lain untuk mengambil
gambar tersebut dan menggunakannya untuk tujuan mereka sendiri.
Dalam terlalu banyak kasus, mereka melanggar hak cipta gambar Anda.
c. Seperti gambar, saat Anda menulis novel, puisi, atau artikel blog, Anda
memiliki perlindungan hak cipta. Dengan demikian, anda memiliki hak
eksklusif untuk mendistribusikan, menyalin, melakukan, atau
menggunakan teks itu. Ketika datang ke konten yang diterbitkan di
internet, pelanggaran hak cipta teks dapat merajalela karena sangat mudah
untuk hanya menyalin dan menempelkan teks.64
Pada 17 U.S.C Section 501 undang-undang hak cipta amerika juga
menyebutkan pelanggaran hak cipta pada § 501 terkusus bagian a dan b, Dijelaskan
bahwa Siapa pun yang melanggar hak eksklusif pemilik hak cipta seperti yang
disediakan oleh bagian 106 hingga 122 atau dari penulis sebagaimana disebutkan
dalam bagian 106A (a), atau yang mengimpor salinan atau rekaman telepon ke
Amerika Serikat yang melanggar pasal 602, adalah pelanggar hak cipta atau hak
penulis. Kemudian pada bagian b, Pemilik sah dari hak eksklusif di bawah hak cipta
63
Bit Law, Copyright Law in The United States,
https://www.bitlaw.com/copyright/index.html , dikunjungi pada tanggal 23 Juli 2019 pukul 21.27. 64
River Braun, Forms of Copyright Infringement, January 2019, https://www.legalzoom.com/articles/forms-of-copyright-infringement, dikunjungi pada tanggal 5 Agustus 2019 pukul 1.07.
berhak tunduk pada persyaratan bagian 411, untuk melaporkan tindakan atas
pelanggaran apa pun dari hal tersebut yang benar dilakukan saat dia adalah
pemiliknya. Pengadilan dapat meminta pemilik tersebut untuk menyampaikan
pemberitahuan tertulis tentang tindakan tersebut dengan salinan pengaduan atas setiap
orang yang ditunjuk oleh catatan Kantor Hak Cipta atau sebaliknya. Pengadilan dapat
meminta perkumpulan, dan harus menizinkan campur tangan dari setiap orang yang
memiliki kepentingan hak cipta. 65
5. Pengecualian Dalam Hak Cipta
Doktrin fair use diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta yang dikenal dengan
sebutan 17 U.S.C Section 107.106 Pada awal Section 107 undang-undang
menjelaskan bahwa fair use menyalin dengan tujuan seperti kritikan, komentar,
laporan berita, kegiatan belajar mengajar (termasuk penggunaan salinan materi untuk
keperluan kelas), beasiswa, atau penelitian bukanlah suatu pelanggaran terhadap Hak
Cipta.66
yang dimaksud kritikan dalam fair use adalah sebagai contoh, mengutip
sebuah karya dalam ulasan atau kritik untuk tujuan ilustrasi atau komentar biasanya
akan digunakan fair use. Peninjau buku akan diizinkan mengutip kutipan dari sebuah
buku di kolom surat kabar sebagai bagian dari pemeriksaan buku tersebut.67
Sejarah legislatif saat pembuatan undang-undang 17 U.S.C section 107 secara
jelas mengindikasikan, bahwa bagaimanapun pengadilan bebas untuk
65
17 U.S.C. Section 501 hal 158-159 66
17 U.S.C. Section 107 67
Richard Stim, The „Fair Use‟ Rule: When Use of copyrighted Material is Acceptable,
https://www.nolo.com/legal-encyclopedia/fair-use-rule-copyright-material-30100.html, dikunjungi
pada tanggal 4 Agustus 2019 pukul 2.35.
mengembangkan artian konsep fair use, secara prinsipal tidak semata-mata terikat
dengan empat faktor yang ada pada undang-undang ini yang notabene diciptakan
sebagai pedoman bagi pengadilan. Empat faktor pada undang-undang ini yang
digunakan sebagai pedoman adalah sebagai berikut:
a. Tidak diperuntukan untuk sarana komersial
b. Tidak mengubah sifat dari hak cipta itu sendiri
c. Jumlah yang digunakan, dan;
d. Tidak mempengaruhi pemasaran dari hak cipta itu sendiri.68
Yang dimaksud tidak diperuntukan untuk sarana komersial adalah Pengadilan
biasanya berfokus pada apakah penggunaan tersebut bersifat "transformatif." Artinya,
apakah penggunaan menambahkan ekspresi atau makna baru pada materi asli, atau
hanya salinan dari aslinya. Penggunaan komersial kemungkinan kurang dianggap
sebagai penggunaan wajar, meskipun monetisasi video dapat dilakukan dan masih
ada manfaat yang dapat diambil dari penggunaan wajar. Kemudian, tidak mengubah
sifat dari hak cipta itu sendiri adalah Menggunakan materi dari karya yang sebagian
besar merupakan kenyataan lebih dapat dianggap sebagai penggunaan wajar
dibandingkan dengan menggunakan karya yang benar-benar fiksi.
Selanjutnya, Jumlah yang digunakan adalah Meminjam sebagian kecil materi
dari karya original lebih cenderung dianggap sebagai penggunaan yang
diperkenankan daripada meminjam bagian yang besar. Namun, dalam situasi tertentu,
pengambilan sebagian kecil materi bisa dianggap bukan penggunaan yang
68
17 U.S.C. Section 107
diperkenankan, yaitu jika yang digunakan merupakan "inti" dari karya yang
dimaksud. Dan tidak mempengaruhi pemasaran dari hak cipta itu sendiri adalah
Penggunaan yang merugikan kemampuan pemilik hak cipta untuk mendapatkan
keuntungan dari karya aslinya cenderung tidak dianggap sebagai penggunaan wajar.
Pengadilan terkadang membuat pengecualian berdasarkan faktor ini dalam kasus
yang melibatkan parodi.69
Review menurut Collin English Dictionary70
adalah Ulasan laporan di media di
mana seseorang memberikan pendapatnya tentang sesuatu seperti buku atau film
baru. Dan sinonim dari ulasan adalah kritik atau tafsiran, sehingga bisa disimpulkan
bahwa Review bukan merupakan sebuah pelanggaran hak cipta. dan juga dalam hak
cipta amerika menjelaskan bahwa hak cipta amerika memiliki hak cipta yang tidak
dilindungi, berupa:
a. Gagasan, prosedur, metode, sistem, proses, konsep, prinsip, atau penemuan
b. Karya yang tidak diperbaiki dalam bentuk nyata (seperti karya koreografi
yang belum pernah dilakukan dinotasikan atau direkam atau pidato
improvisasi yang belum ditulis)
c. Judul, nama, frasa pendek, dan slogan
d. Simbol atau desain yang familier
e. Hanya variasi ornamen tipografi, huruf, atau pewarnaan
f. Hanya daftar bahan atau konten.71
69
Youtube, Fair Use Guidelines, https://www.youtube.com/intl/id/yt/about/copyright/fair-use/#yt-copyright-myths, dikunjungi pada tanggal 12 Agustus 2019 pada pukul 23.48.
70 English Dictionary, https://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/review,
dikunjungi pada tanggal 4 Agustus 2019 pukul 01.30. 71
Copyright United States Copyright Office, Copyright Basics, Cirtular 1, h. 2.
D. Penilaian Video Reaction Menurut Hak Cipta Indonesia dan Amerika
Serikat
1. Hak Cipta Indonesia
Video reaction merupakan sebuah kegiatan dimana seorang pembuat konten
akan melakukan sebuah ulasan atau tafsiran, kritikan atau saran terhadap suatu
produk yang akan di review. Salah satu contoh produk yang bisanya banyak direview
oleh pembuat konten adalah music video, music video merupakan sebuah video klip
dimana dilatar belakangi oleh lagu dan video dari seorang artis terkenal. Tujuan
utama dari sebuah review ini adalah untuk memberitahukan kepada penontonnya
apakah music video tersebut layak di dinikmati atau tidak dan bisa juga digunakan
untuk saran komersial.
Secara gramatikal kata ulasan dan tafsiran memiliki arti yang sama, ulasan
merupakan tulisan yang isinya menimbang atau menilai sebuah karya yang dikarang
atau dicipta orang lain, sedangkan tafsiran menurut KBBI72
merupakan penjelasan
atau pendapat (tentang suatu kata, kalimat, cerita, dan sebagainya), interpretasi, hasil
menafsirkan. KBBI73
menjelaskan interpretasi merupakan sebuah kesan, pendapat
atau pandangan teoritis terhadap sesuatu. Sehingga menurut penulis kedua hal ini
ulasan dan tafsiran memiliki arti atau makna yang sama. Kemudian bila dilihat dari
Pasal 40 ayat (1) huruf n dan ayat (2) UUHC No.28 Tahun 2014 sebagai berikut:
Pasal 40 ayat (1) huruf n berbunyi; ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam
72
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/tafsiran, dikunjungi pada tanggal 12 Agustus 2019 pada pukul 18.20.
73 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/interpretasi, dikunjungi pada tanggal 12 Agustus 2019
pada pukul 18.19.
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas: terjemahan, tafsir, saduran,
bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil
transformasi. Kemudian ayat (2) berbunyi; Ciptaan sebagai mana dimaksud pada ayat
(1) huruf n dilindugi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak cipta
atas Ciptaan Asli. Pada bagian huruf n terdapat kata tafsir dimana tafsir menurut
KBBI74
memiliki kata turunan berupa tafsiran.
Pada Pasal (2) UUHC No.28 Tahun 2014 menjelaskan bahwa pada ayat (1)
huruf n dilindungi sebagai ciptaan tersendiri atau ciptaan baru, sehingga apabila tafsir
atau tafsiran di gramatikalkan sesuai dengan tata bahasa berupa ulasan maka kedua
hal tersebut bisa diartikan sama. Akan tetapi ciptaan tersendiri atau ciptaan baru
tersebut tidak boleh mengurangi hak cipta atas ciptaan asli. Tidak boleh mengurangi
hak cipta atas ciptaan asli adalah tidak mengurangi hak eksklusif dari si pencipta yang
berupa hak ekonomi dan hak moral.
Hak moral memiliki sifat yang abadi terhadap si pencipta dimana pada pasal 5
ayat (1) Undang-undang no. 28 tahun 2014 tentang hak cipta menjelaskan yang
dimaksud hak cipta yang melekat abadi adalah tetap mencantumkan atau tidak
mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaanya
untuk umum, menggunakan nama aslinya atau samaranya, mengubah ciptaanya
sesuai dengan kepatutan masyarakat, mengubah judul dan anak judul ciptaan dan
mempertahankan haknya dalam hal terjadi distrosi ciptaan, mutilasi ciptaan,
74
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/tafsir, dikunjungi pada tanggal 12 Agustus 2019 pada pukul 18.35.
modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau
reputasinya. Sehingga bisa disimpukan bahwa hak moral dari sang pencipta ciptaan
tidak bisa di ganggu gugat (tidak dapat hapus/hilang) sama sekali oleh siapapun
selama sang pencipta ciptaan masih hidup ataupun sudah meninggal dunia, akan
tetapi dalam hak moral apabila pencipta merasa terganggu bisa menyatakan keberatan
terhadap tindakan perusakan, pemotongan, atau perubahan karya yang bersifat
merugikan nama baik atau reputasinya. Oleh karena itu apabila review dalam video
reaction disangkut pautkan terhadap hak moral menurut penulis tidak melanggar hak
cipta dari hak moral pencipta video asli karena pada dasarnya dalam review video
reaction selalu mencantumkan nama pencipta atau pemegang hak cipta, dan dalam
review-review yang dilakukan oleh pembuat video reaction biasanya mereka akan
memberikan kritik, saran atau ulasan-ulasan tentang isi dari video yang mereka
reaksi.
Akan tetapi, apabila didalam video reaction terjadi distrosi ciptaan, mutilasi
ciptaan atau modifikasi ciptaan terhadap video asli atau original dari pencipta maka
hal tersebut merupakan sebuah pelanggaran Hak Cipta pada hak moral pencipta.
Karena pada video asli atau original pencipta terdapat hak moral yang melekat abadi
pada diri pencipta yang tidak bisa diganggu oleh orang lain, dimana sesuai dengan
Pasal 5 ayat (1) huruf e UUHC No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta menjelaskan
bahwa; hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta
untuk: mempertahankan haknya dalam hal terjadi distrosi ciptaan, mutilasi ciptaan,
modifikasi ciptaan atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
Oleh karena itu selama tidak terjadi distrosi, mutilasi, dan modifikasi terhadap video
asli atau video original dari pencipta, maka video reaction tersebut bukan lah
pelanggaran hak cipta pada hak moral.
Kemudian hak ekonomi dari pencipta, merupakan hak ekslusif untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. Manfaat ekonimi yang dimaksud adalah
memiliki harga jual dari ciptaan pencipta berupa uang atau royalty, sehingga apabila
seseorang ingin menggunakan ciptaan dari pencipta harus memberikan keuntungan
atas ciptaanya kepada pencipta, hak ekonomi bisa beralih kepada orang lain apabila
sipencipta memberikan ijin kepada orang lain untuk memperbanyak atau pengadaan
yang bisanya hal tersebut ditandai dengan perjanjian lisensi, sesuai dengan Pasal 8
dan Pasal 9 ayat (1), dan (2) Undang-undang No. 28 tentang hak cipta.75
Kemudian apakah Video Reaction berupa review tersebut melanggar hak cipta
dari sipemilik cipta, sesuai Pasal 40 ayat (2) Undang-undang No.28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta. penulis menjawab video reaction yang isinya berupa ulasan atau
tafsiran bukanlah pelanggaran hak cipta karena merupakan ciptaan baru dan tujuan
ulasan dan tafsiran adalah untuk memberikan pengetahuan kepada orang-orang yang
menonton video reaction tersebut apakah video tersebut layak untuk dinikmati atau
75
Bunyi Pasal 8 dan 9 ayat (1) dan (2) UUHC No.28 tahun 2014 sebagai berikut: Pasal 8 berbunyi; Hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipt untuk mendaptkan manfaat ekonomi atas ciptaan. Kemudian Pasal 9 ayat (1) berbunyi; Pencipta atau Pemegang hak cipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan: Penerbitan Ciptaan, Pengadaan ciptaan dalam dalam segala bentuknya, penerjemahan ciptaan, pengadaptasian pengaransemenan atau pentransformasian ciptaan, pendistribusian ciptaan atau salinannya, pertunjukan ciptaan, pengumuman ciptaan, komunikasi ciptaan, dan penyewaan ciptaan. Ayat (2); Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin pencipta atau pemengang hak cipta.
tidak. Apabila review dikaitkan dengan Pasal 43 huruf d Undang-Undang No. 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, maka review tidak memenuhi ketentuan tersebut
karena tujuannya bukan untuk komersial dan apabila dilihat pada penjelasan di atas
review juga termasuk menguntungkan pencipta atau pihak terkait.
Video reaction sendiri merupakan gabungan antara review secara langsung
oleh pemilik konten dengan menggabungkan music video asli atau original yang
biasanya akan di edit kembali seolah-olah didalam video reaction tersebut pembuat
konten sedang menonton music video artis tersebut, salah satu contoh pembuat konten
adalah the connell twins, dimana the connell twins sedang melakukan reaction
terhadap music video dengan judul Kill This Love dari artis Korean pop bernama
Blackpink.76
Apabila dilihat dari konten tersebut video reaction merupakan sebuah
pelanggaran dimana pihak pembuat konten telah melakukan melakukan
pengumuman, pengumuman diatur pada pasal 9 ayat (1) huruf g UUHC No.28 tahun
2014 menjelaskan yang memiliki hak ekonomi atas pengumuman adalah pencipta
atau pemegang hak cipta. sedangkan pengertian pengumuman dijelaskan dalam pasal
1 angka 11 UUHC No. 28 Tahun 2014 bahwa; pembacaan, penyiaran, pameran, suatu
ciptaan dengan menggunakan alat apapun baik elektronik atau non elektronik atau
melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau
dilihat orang lain.
76
The Connell Twins, https://www.youtube.com/watch?v=ekXSwz9haJ8, Kemudian Video asli dari Blackpink dengan Judul Lagu Kill This Love, https://www.youtube.com/watch?v=2S24-y0Ij3Y, dikunjungi pada tanggal 8 Agustus 2019 pukul 18.25.
Akan tetapi didalam hak cipta indonesia terdapat peraturan tentang
pengecualian apabila konten tersebut tersebut tidak ingin dikatakan sebagai suatu
pelanggaran. Pengecualian pertama terdapat didalam pasal 43 huruf d UUHC No. 28
Tahun 2014 menjelaskan bahwa; pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta
melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial
dan/atau menguntungkan pencipta atau pihak terkait, atau pencipta tersebut
menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut. kemudian
yang kedua terdapat pada pasal 9 ayat (2) menjelaskan bahwa; setiap orang yang
melaksanakan hak ekonomi sebagai mana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan
izin pencipta atau pemegang hak cipta. dilihat dari pengecualian di atas pada pasal 43
huruf d penulis berpendapat bahwa video reaction tidak memenuhi ketentuan pasal
tersebut karena pada penjelasan di atas yang berhak mlakukan pengumuman adalah
pencipta asli atau pemegang hak cipta.
Tetapi apabila ingin melakukan kegiatan pengumuman maka lebih baik
meminta izin terlebih dahulu atau melakukan perjanjian lisensi kepada pencipta,
sehingga apabila sudah mendapatkan izin dari pencipta maka pasal 43 huruf d bisa
terpenuhi dan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta terkhusus pada hak
ekonomi pencipta. Oleh karena itu penulis memberikan kesimpulan bahwa video
reaction bukanlah pelanggaran hak cipta selama tidak menggangu kepentingan yang
wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta.
2. Hak Cipta Amerika Serikat
Pada hukum hak cipta amerika serikat video reaction belum memiliki peraturan
yang mengatur. Akan tetapi bentuk didalam video reaction berupa review ulasan atau
kritik sudah diatur didalam UU Hak Cipta Amerika yaitu Title 17of the U.S. Code.
Pada bagian 107 tentang fair use menjelaskan bahwa menyalin dengan tujuan
kritikan, komentar, laporan berita, kegiatan belajar mengajar (termasuk penggunaan
salinan materi untuk keperluan kelas), beasiswa, atau penelitian bukanlah suatu
pelanggran hak cipta. sehingga apabila di kaitkan dengan video reaction berupa
review bukanlah sebuah pelanggaran hak cipta karena sudah cukup jelas disebutkan
bahwa kritik bukanlah sebuah pelanggaran.
Dalam Undang-Undang yang berlaku di amerika serikat ada empat poin penting
yang menjadi pertimbangan apakah seseorang melanggar atau tidak terdapat pada
bagian 107 tentang fair use berupa; tidak diperuntukan untuk sarana komersial, tidak
mengubah sifat dari hak cipta itu sendiri, jumlah yang digunakan, dan tidak
mempengaruhi pemasaran dari hak cipta itu sendiri. Untuk mengetahui apakah video
reaction tersebut melanggar atau tidak masih belum jelas dikarenakan hukum hak
cipta amerika secara principal tidak terikat pada 4 hal tersebut saja, untuk mengetahui
melanggar atau tidaknya harus melalui pengadilan amerika serikat, salah satu
karakteristik litigasi konstitusional di amerika Serikat ialah kecenderungan lembaga
yudikatif mengembangkan dan mengubah aturan dalam Konstitusi guna disesuaikan
dengan perkembangan dalam masyarakat.77
Dalam kasus salah satu Youtubers yang bernama Ethan dan Hila Klein mereka di
tuntut oleh Matt Hoss yang merupakan pemilik dari video dari “Bold Guy vs Pakour
Girl” dimana didalam video Ethan dan Hilan Klein dibuka dengan komentar dan
diskusi antara Ethan, diikuti oleh segmen dari video hoss yang mereka mainkan,
hentikan, dan meneruskan dengan memberi komentar dan kritik.78
Akan tetapi hakim
memutuskan bahwa video klein yang mengritik karya dari matt merupakan
penggunaan yang adil atau fair use dalam masalah hukum. Matt mengatakan dengan
keluhan awalnya bahwa pasangan tersebut telah memproduksi hampir semua
perkerjaanya. Namun hakim distrik New York Katherine Forrest menolak klaim matt.
Menurut hakim tersebut setiap review dalam video ethan dan hilan klein merupakan
komentar kritis terhadap video matt. Keputusan tersebut penting karena video reaksi
di mana Youtuber menggunakan klip karya orang lain dan bereaksi terhadapnya,
merupakan genre populer di Youtube. Forrest memperingatkan bahwa sementara
video Kleins cukup bagus, video reaksi lainnya seringkali lebih jelek. Dengan
demikian, pengadilan tidak memutuskan bahwa semua video reaksi merupakan
penggunaan wajar. Hal ini berarti meskipun kasus ini menang dalam hal fair use,
77
Abdul Fickar Hadjar, Analisi Perbandingan Hukum Amerika Serikat dan Indonesia, https://www.kompasiana.com/fickar15/552a5ca1f17e614102d623d5/analisis-perbandingan-sistem-hukum-amerika-serikat-dan-indonesia?page=all, dikunjungi pada tanggal 13 Agustus 2019 pukul 15.23.
78 BBC , Youtube start H3h3 Win ‘landmark’ court case against Matt Hoss,
http://www.bbc.co.uk/newsbeat/article/41037631/youtube-stars-h3h3-win-landmark-court-case-against-matt-hoss, dikunjungi pada tanggal 13 Agustus 2019 pukul 16.05
bukan berarti jika ada kasus lain akan menang juga.79
Dijelaskan didalam kasus
tersebut bahwa untuk mengkritik dan mengomentari suatu karya, atau klip asli dapat
digunakan. Tanpa menggunakan klip aktual, komentar dan kritik di sini akan
kehilangan konteks dan manfaat. Di sini, "tingkat" dan "kualitas dan pentingnya" klip
video yang digunakan oleh terdakwa masuk akal untuk mencapai tujuan transformatif
dari komentar kritis.80
Apabila dilihat pada kasus diatas menjelaskan bahwa kritik atau mengometari
suatu video orang lain dalam video reaction bukanlah sebuah pelanggaran, selama
komentar atau kritikan tersebut bersifat kritis, sehingga orang-orang yang
menontonnya bisa memahami apa maksud dari video yang telah di reaction
sebelumnya. Sesuai disebutkan dalam Title 17of the U.S. Code. Pada bagian 107
sudah menjelaskan bahwa kritik dan komentar termasuk kedalam perlindungan hak
cipta. selama tidak melanggar 4(empat) point diatas juga maka video reaction
dikategorikan sebagai fair use.
Akan tetapi apabila hal tersebut dianggap sebagai penggunaan yang merugikan
kemampuan pemilik hak cipta untuk mendapatkan keuntungan dari karya asli
cenderung tidak dianggap sebagai kepentingan yang wajar, yang dimaksudkan
sebagai kepentingan yang wajar adalah hak pemilik hak cipta dalam menikmati
manfaat ekonomi dari ciptaanya.
79
BBC News, Youtube stars win fair use lagal battle, https://www.bbc.com/news/technology-41043209, dikunjungi pada tanggal 13.16.25
80 Matt Hosseinzadeh v Ethan Klein and Hila Klein, United States Ditrict Court Southern
District Of New York, Document 116, 23 Agust 2017, h. 16.
Oleh karena itu apabila tidak ingin suatu konten seperti video reaction dianggap
sebagai pelanggaran hak cipta lebih baik dilakukan hal sebagai berikut:
1. Tentukan Apakah Konten diperlukan izin
2. Identifikasi pemiliknya
3. Identifikasi hak-hak yang diperlukan
4. Hubungi pemilik dan negosiasikan apakah pembayaran diperlukan
5. Dapatkan persetujuan izin secara tertulis.81
81
Rich Stim, The Basics of Getting Permission, https://fairuse.stanford.edu/overview/introduction/getting-permission/, October 2016, dikunjungi pada tanggal 13 Agustus 2019 pukul 0.18.