bab ii bahan rujukan

31
BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Audit Dalam kegiatan audit terdapat proses pembandingan antara kondisi dan Kriteria. Kondisi adalah kenyataan yang ada atau keadaan yang sebenarnya yang melekat pada objek yang di audit, sedangkan Kriteria adalah bahan pembanding, tolak ukur, atau hal-hal yang seharusnya dikerjakaan ataupun juga hal-hal yang seharusnya melekat pada objek yang diaudit. Pada dasarnya audit bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan dari suatu kegiatan sudah sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa audit merupakan suatu proses membandingkan antara kenyataan yang ada dengan yang seharusnya ada. 2.1.1 Pengertian Audit Audit atau yang biasa dikenal dengan auditing mempunyai banyak definisi. Pengertian menurut Arens et al (2008 : 4) adalah : ’’Auditing adalah pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas suatu informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.’’ Menurut Sukrisno Agoes (2004 : 3), pengertian audit adalah : “Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.”

Upload: truongquynh

Post on 31-Dec-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II

BAHAN RUJUKAN

2.1 Audit

Dalam kegiatan audit terdapat proses pembandingan antara kondisi dan

Kriteria. Kondisi adalah kenyataan yang ada atau keadaan yang sebenarnya yang

melekat pada objek yang di audit, sedangkan Kriteria adalah bahan pembanding,

tolak ukur, atau hal-hal yang seharusnya dikerjakaan ataupun juga hal-hal yang

seharusnya melekat pada objek yang diaudit.

Pada dasarnya audit bertujuan untuk menilai apakah pelaksanaan dari suatu

kegiatan sudah sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa audit merupakan suatu proses membandingkan antara kenyataan

yang ada dengan yang seharusnya ada.

2.1.1 Pengertian Audit

Audit atau yang biasa dikenal dengan auditing mempunyai banyak definisi.

Pengertian menurut Arens et al (2008 : 4) adalah :

’’Auditing adalah pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas suatu

informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari

informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.’’

Menurut Sukrisno Agoes (2004 : 3), pengertian audit adalah :

“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak

yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh

manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti

pendukungnya dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai

kewajaran laporan keuangan tersebut.”

Page 2: BAB II BAHAN RUJUKAN

Definisi auditing menurut Mulyadi (2002 : 9), adalah :

“Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan

mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat

kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah

ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang

berkepentingan.”

Sedangkan menurut Sunarto (2003 : 16-17) :

“Pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan

mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-

tindakan dan kejadian ekonomi secara objektif untuk menentukan tingkat

kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan

mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.”

Dari definisi di atas, auditing memiliki unsur-unsur penting yaitu sebagai

berikut :

1. Suatu Sistem Sistematik

Yaitu berupa suatu rangkaian langkah atau prosedur yang logis, berkerangka

dan terorganisasi, dan dilaksanakan dengan suatu urutan langkah yang

direncanakan, terorganisasi dan bertujuan.

2. Memperoleh dan Mengevaluasi Bukti Secara Periodik

Bertujuan untuk memperoleh bukti-bukti mendasari pernyataan yang dibuat

oleh individu atau badan usaha serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau

berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.

3. Pernyataan Mengenai Kegiatan dan Kejadian Ekonomi

Maksudnya adalah hasil proses akuntansi. Akuntansi merupakan proses

pengidentifikasian, pengukuran dan penyampaian informasi ekonomi yang

dinyatakan dalam satuan uang.

4. Menetapkan Tingkat Kesesuaian

Pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil

pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian

pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Page 3: BAB II BAHAN RUJUKAN

2.1.2 Tujuan dan Manfaat Audit

Tujuan audit secara umum menurut Mulyadi (2002 : 72), bahwa :

“Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan

pendapat atas kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material,

sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.’’

Dari tujuan umum di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan audit secara

umum adalah untuk menilai apakah informasi atau kondisi yang diperiksa telah

sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Kewajaran laporan keuangan dinilai berdasarkan asersi yang terkandung

dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan. SA Seksi 326 paragraf

03 menyebutkan berbagai asersi yang terkandung dalam laporan keuangan.

Asersi (assertions) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam

komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau

eksplisit. SA Seksi 326 mengklasifikasikan berbagai asersi tersebut kedalam 5

kategori utama yaitu :

1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence)

Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan, apakah

aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang

dicatat telah terjadi selama periode tertentu.

2. Kelengkapan (completeness)

Asers tentang kelengkapan berhubungan dengan, apakah semua transaksi dan

akuntansi yang seharusnya telah disajikan dalam laporan keuangan.

Asersi kelengkapan beraitan degan kemungkinan adanya sejumlah item yang

seharusnya tersaji, hilang, sehingga tidak tercatat dalam laporan keuangan,

sementara asersi keberadaan atau keterjadian berkaitan dengan pencatatan

sejumlah nilai yang seharusnya tidak tersaji dalam laporan keuangan.

3. Penilaian atau alokasi (valuation or allocation)

Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan, apakah komponen-

komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan biaya sudah dicantumkan dalaam

laporan keuangan pada jumlah yang semestinya.

4. Hak dan kewajiban (rights and obligations)

Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan, apakah aktiva

merupakan hak perusahaan dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada

tanggal terentu.

Page 4: BAB II BAHAN RUJUKAN

5. Penyajian dan penggungkapan (presentation and disclosure)

Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan, apakah

komponen-komponen tertentu laporan keuangaan diklasifikasikan, dijelaskan,

dan diungkapkan semestinya.

Adapun manfaat yang dapat diperoleh adalah untuk membantu pimpinan

dalam mengusahakan agar kegiatan perusahaan dapat berjalan sebagaimana

mestinya. Sedangkan manfaat ekonomis audit laporan keuangan menurut Sunarto

(2003 : 37) adalah :

1. Akses ke Pasar Modal

Undang-undang pasar modal mewajibkan perusahaan publik untuk

diaudit laporan keuangannya agar bisa didaftar dan bisa menjual

sahamnya di pasar modal. Tanpa audit, perusahaan akan ditolak untuk

melakukan akses ke pasar modal.

2. Biaya Modal Menjadi Lebih Rendah

Perusahaan kecil seringkali mengauditkan laporan keuangannya dalam

rangka mendapatkan kredit dari Bank atau dalam upaya mendapatkan

persyaratan pinjaman yang lebih menguntungkan.

3. Pencegah Terjadinya Ketidakefisienan dan Kecurangan

Penelitian telah membuktikan bahwa apabila para karyawan mengetahui

bahwa perusahaaan akan diaudit oleh auditor independen, maka mereka

cenderung untuk lebih hati-hati agar dapat memperkecil terjadinya

kekeliruan dalam pelaksanaan fungsi akuntansi dan memperkecil

kemungkinan terjadinya penyalahgunaan aktiva perusahaan.

4. Perbaikan, Pengendalian dan Ketaatan

Observasi yang dilakukan selama auditor melaksanakan audit, auditor

independen sering kali dapat memberi berbagai saran untuk

memperbaiki pengendalian dan mencapai efisiensi ketaatan yang lebih

besar dalam organisasi klien.

2.1.3 Jenis-jenis Audit

Menurut Sunarto (2003 : 17), jenis-jenis audit dikelompokan menjadi tiga

jenis yaitu :

1. Audit Laporan Keuangan

Audit laporan keuangan adalah laporan yang akan digunakan oleh

berbagai pihak untuk berbagai tujuan. Pemakaian laporan keuangan

berkeyakinan bahwa audit tidak cukup memberi informasi sesuai dengan

tujuan yang bersangkutan, maka pemakai bisa mencari informasi

tambahan. Audit laporan keuangan menentukan apakah laporan keuangan

sebagai keseluruhan yaitu informasi kuantitatif yang akan diperiksa

dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Laporan

Page 5: BAB II BAHAN RUJUKAN

keuangan yang diperiksa biasanya meliputi neraca, laporan laba-rugi, dan

laporan arus kas, termasuk catatan kaki.

2. Audit Kesesuaian

Audit kesesuaian adalah menentukan apakah pihak yang diaudit telah

mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Audit

kesesuaian dapat berupa penentuan apakah karyawan-karyawan di bidang

akuntansi telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan perusahaan,

mengkaji ulang tarif upah yang disesuaikan, atau memeriksa perjanjian

yang dibuat dengan pemberi pinjaman, dan memastikan perusahaan telah

mematuhi semua perjanjian.

3. Audit operasional

Audit operasional adalah pengkajian atas setiap bagian dari prosedur dan

metode yang diterapkan suatu organisasi dengan tujuan untuk

mengevaluasi efisiensi dan efektivitas. Hasil akhir dari suatu audit

operasional berupa rekomendasi kepada manajemen untuk perbaikan

ketaatan.

2.2 Audit Ketaatan

Untuk mempertimbangkan apakah audit (klien) telah mengikuti prosedur

atau aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi,

maka untuk itu dilakukanlah audit ketaatan. Hasil audit ketaatan biasanya tidak

dilaporkan kepada pihak luar, tetapi kepada pihak tertentu dalam organisasi.

2.2.1 Pengertian Audit Ketaatan

Arens et al (2008 : 18) mendefinisikan audit ketaatan sebagai berikut :

“Audit ketaatan adalah proses kerja yang dilaksanakan untuk menentukan

apakah pihak yang di audit mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan yang

ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi.”

2.2.2 Tujuan Audit Ketaatan

Menurut Mulyadi (2002 : 32) tujuan audit ketaatan adalah sebagai berikut:

1. Mengevaluasi Kinerja

Setiap audit ketaatan meliputi pengevaluasian kinerja organisasi yang

ditelaah, pengevaluasian kinerja dilakukan dengan membandingkan

kegiatan organisasi dengan (1) tujuan, seperti kebijakan, standar, dan

sasaran organisasi yang ditetapkan manajemen atau pihak yang

menugaskan, serta dengan (2) kriteria pengevaluasian lain yang sesuai.”

2. Mengidentifikasi Kesempatan untuk Peningkatan

Page 6: BAB II BAHAN RUJUKAN

Peningkatan efektivitas, efesiensi, dan perbaikan. Auditor dapat

mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan tertentu dengan

mewawancarai individu (apakah dari dalam atau dari luar organisasi),

mengobservasi operasi, menelaah laporan masa lalu atau masa berjalan,

mempelajari transaksi, membandingkan dengan standar industri,

menggunakan pertimbangan profesional berdasarkan pengalaman, atau

menggunakan sarana dan cara lain yang sesuai.

3. Membuat Rekomendasi untuk Perbaikan atau Tindakan Lebih Lanjut

Sifat dan luas rekomendasi akan berkembang secara beragam selama

pelaksanaan audit ketaatan. Dalam banyak hal, auditor dapat membuat

rekomendasi tertentu. Dalam kasus lainnya, mungkin diperlukan studi

lebih lanjut di luar ruang lingkup penugasan, dimana auditor dapat

menyebutkan alasan mengapa studi lebih lanjut pada bidang tertentu

dianggap tepat.”

2.2.3 Manfaat Audit Ketaatan

Menurut Rob Reider (2002 : 34-38) manfaat audit ketaatan antara lain

sebagai berikut :

1. Identifying problem area, related causes, and alternative for

improvement (Mengidentifikasi area permasalahan, penyebab masalah

dan alternative perbaikannya).

2. Locating opportunities for eliminating waste and inefficiency-that is, cost

reduction (Menemukan peluang untuk menghilangkan pemborosan dan

ketidakefisienan yaitu pengurangan biaya ).

3. Locating opportunities to increase revenues, that is, income improvement

(Menemukan peluang untuk meningkatkan pendapatan yaitu perbaikan

pendapatan).

4. Identifying undefined organizational goals, objectives, policies, and

procedures (Mengidentifikasi sasaran, tujuan, kebijakan, dan prosedur

organisasi yang belum jelas atau belum terdefinisi).

5. Identifying criteria for measuring the achievement of organizational

goals (Mengidentifikasi kriteria untuk mengukur pencapaian sasaran

organisasi)

6. Recommending improvement in policies, procedures, and organizational

structure (Merekomendasikan perbaikan dalam hal kebijakan, prosedur

dan struktur organisasi).

7. Prividing check on performance by individual and by organizational

units (Mengadakan pemeriksaan kinerja individu dan unit organisasi).

8. Reviewing compliance with legal requirements and organizational goals,

objectives, and procedures (Memeriksa ketaatan terhadap kewajiban dan

sasaran, tujuan, kebijakan serta prosedur organisasi).

9. Testing for existence of unauthorized, fraudulent, or otherwise irregular

acts (Pengujian terhadap adanya tindakan kecurangan atau ketidak

beresan).

Page 7: BAB II BAHAN RUJUKAN

10. Assessing management information and control system (Menilai

informasi manajemen dan sistem pengendalian).

11. Identifying possible trouble spots in future operations (Mengidentifikasi

kemungkinan masalah yang timbul pada operasi yang akan datang).

12. Providing an additional channel of communication between operating

levels and top management (Menyediakan jalur informasi tambahan

antara manajement tingkat atas dan tingkat operasi).

13. Providing an independent, objective evaluation of operations

(Menyediakan secara independen, evaluasi tujuan dari operasi).

2.2.4 Jenis-jenis Audit Ketaatan

Ada tiga kategori audit ketaatan menurut Arens et al (2008 : 778-779), yaitu

:

1. Functional Audit (audit fungsional)

Fungsi merupakan suatu alat penggolongan kegiatan suatu perusahaan,

seperti fungsi penerimaan kas atau fungsi produksi. Keunggulan audit

fungsional adalah memungkinkan adanya spesialisasi oleh auditor.

2. Organizational Audit (audit organisasional)

Audit ketaatan atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan unit

organisasi seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Penekanan

dalam suatu audit organisasi adalah seberapa efisien dan efektif fungsi-

fungsi saling berinteraksi.

3. Special Assigment (penugasan khusus)

Penugasan audit ketaatan khusus timbul atas permintaan manajemen.

Ada banyak variasi dalam audit seperti ini, contohnya mencakup

penyelidikan kemungkinan kecurangan dalam suatu divisi dan membuat

rekomendasi untuk mengurangi biaya produksi suatu barang.

2.3 Tahap-tahap Audit Ketaatan

Audit ketaatan harus dilakukan tahap demi tahap agar dapat tercapai

tujuannya. Setiap tahap audit dapat dirancang sedemikian rupa sehinnga

memudahkan auditor melaksanakan tugasnya.

Tahap-tahap pelaksanaan audit ketaatan menurut Rob Reider (2002 :39)

adalah sebagai berikut :

2.3.1 Planning (Perencanaan)

Pada tahap ini, auditor harus memperoleh informasi yang bersifat umum

mengenai aktivitas perusahaan, sifat umum dari aktivitas tersebut dan informasi

umum lainnya untuk membantu rencana awal dari audit. Hal pertama dalam audit

Page 8: BAB II BAHAN RUJUKAN

ketaatan adalah mengenai keputusan manajemen dalam menentukan area mana yang

akan di audit. Berdasarkan keputusan tersebut, auditor merumuskan tahap

perencanaan dari audit ketaatan. Tujuan utama dari tahap perencanaan ini adalah :

a. Mengumpulkan informasi mengenai wilayah ketaatan

b. Mengidentifikasi masalah yang mungkin terjadi dalam wilayah ketaatan

c. Memulai membuat dasar untuk program kerja audit operasi.

2.3.2 Work Programs (Program Kerja)

Dalam tahap ini auditor mempersiapkan program kerja audit ketaatan untuk

audit pendahuluan dari beberapa aktivitas yang telah ditentukan pada tahap

perencanaan. Dalam membuat program kerja audit ketaatan, tim audit harus selalu

mengingat empat langkah prosedur audit berikut :

a. Mengidentifikasi area ketaatan yang kritis dan yang berhubungan dengan

pengendalian serta area resiko.

b. Pengembangan pertanyaan kunci dan langkah kerja yang diperlukan untuk

memberikan jawaban atas resiko dan pertanyaan kunci.

c. Mengidentifikasi langkah-langkah kerja yang diperlukan untuk memberikan

jawaban atas resiko dan pertanyaan kunci

d. Pengembangan rencana kerja audit untuk setiap wilayah yang akan di audit

mencakup penugasan personil, jadwal, waktu dan audit anggaran.

2.3.3 Field Work (Kerja Lapangan)

Pada tahap ini, auditor menganalisis operasi untuk menentukan efektifitas

manajemen dari yang berhubungan dengan pengendalian. Maksud dari tahap ini

adalah untuk menentukan apakah suatu kondisi membutuhkan perbaikan, apakah itu

signifikan dan apa yang akan dilakukan. Berdasarkan pada area kritis yang di

identifikasi dalam tahap perencanaan dan langkah kerja yang telah dirancang dalam

tahap kerja lapangan yaitu :

Page 9: BAB II BAHAN RUJUKAN

a. Apakah kebijakan dan prosedur yang berhubungan dengan audit telah

dijalankan atau diikuti, yaitu dalam ketaatan terhadap otoritas dasar,

anggaran dasar dan maksud legislatif.

b. Apakah prosedur sistem operasi dan pengendalian manajemen berjalan

efektif dalam kegiatan.

2.3.4 Development Of Finding and Recommendation

(Pengembangan Temuan dan Rekomendasi).

Berdasarkan kepada area signifikan yang telah didefinisikan selama tahap

kerja lapangan, temuan-temuan yang spesifik dikembangkan menurut atribut berikut

:

a. Condition (Kondisi)

Dalam menentukan kondisi saat ini dari temuan audit ketaatan, auditor dapat

mengajukan pertanyaan sebagai berikut :

1) Whay was find?

2) What was observe observed?

3) What is defetive, deficient, or in error?

4) Is the condition isolated or widespread?

b. Criteria (Kriteria)

Dalam menganalisis kondisi saat ini, auditor ketaatan harus mengetahui

kondisi seperti apakah yang diharapkan untuk mempertemukan sasaran dan

tujuan organisasi. Dalam menentukan kriteria yang pantas untuk kondisi

yang spesifik, auditor harus melihat pada beberapa area seperti hukum yang

relevan, kontrak saat ini, kebijaksanaan, sistem dan prosedur. Peraturan

internal dan ekternal, tanggung jawab dan wewenang, standar, jadwal,

rencana dan anggaran serta prinsip manajemen dan administrasi yang baik.

Dalam menentukan kriteria yang tepat untuk temuan yang spesifik, auditor

dapat menjawab pertanyaan tersebut sehubungan dengan kondisi tersebut :

1) What should it be?

2) What do you measure against?

3) What is the standard procedure or informal practice?

Page 10: BAB II BAHAN RUJUKAN

c. Cause (Penyebab)

Temuan audit ketaatan belum lengkap sampai auditor telah mengidentifikasi

secara lengkap penyebab atau alasan terjadinya penyimpangan dari kriteria.

Untuk menganalisis penyebab, auditor ketaatan dapat menjawab pertanyaan

berikut ini :

1) Why did it happen?

2) What are the reason for the operational deficiency?

3) Why have operations become inefficient or uneconomical?

d. Effect (Efek atau Akibat)

Salah satu sasaran utama dalam menjalankan audit ketaatan adalah untuk

meyakinkan manajemen untuk mengambil tindakan positif memperbaiki

temuan audit yang berupa kesalahan ketaatan yang telah diidentifikasikan

oleh tim audit. Untuk membantu manajemen menemukan seserius apakah

kondisi tersebut mempengaruhi operasi, auditor harus mengukur luas akibat

yang mungkin terjadi. Ekonomi, efisiensi dan efektivitas adalah alat yang

tepat untuk mengukur akibat atau efek. Dalam menentukan akibat atau efek

audit ketaatan, auditor dapat menjawab pertanyaan berikut ini :

1) So what?

2) What is the effect of your finding?

3) What is the end result of the condition?

e. Recomendations (Rekomendasi)

Kesuksesan temuan dari audit ketaatan adalah pembuatan rekomendasi

berupa tindakan apa yang sebaiknya dilakukan untuk memperbaiki kondisi

yang tidak diinginkan. Rekomendasi sebaiknya secara logika berhubungan

dengan penjelasan mengapa kondisi ini bisa terjadi, penyebab utama, dan apa

yang harus dilakukan untuk mencegah terulangnya kondisi yang sama.

Dalam membuat rekomendasi, auditor dapat menjawab pertanyaan berikut:

1) What could be recommended to correct the situation?

2) If this recommendation based on logical connection to the present

condition, criteria, and causes?

3) Is the recommendation practical and reasonable for implementation?

Page 11: BAB II BAHAN RUJUKAN

2.3.5 Reporting Phase (Pelaporan)

Pada tahap ini, auditor ketaatan menyampaikan hasil dari pekerjaannya pada

pihak manajemen, yaitu apa yang telah dilakukan auditor ketaatan selama audit dan

apa hasil yang diperoleh dari pelaksanaan audit tersebut. Tujuan dasar dari laporan

audit ketaatan ini adalah :

a. Menyediakan informasi yang bermanfaat dan tepat waktu mengenai

kekurangan atau kelemahan dalam kegiatan ketaatan yang signifikan dan

kegiatan lainnya.

b. Merekomendasikan perbaikan.

Laporan audit ini merupakan kesempatan bagi auditor ketaatan untuk

mendapatkan perhatian dari pihak manajemen, kesempatan untuk menunjukan

kepada pihak manajemen manfaat dari audit ketaatan dan menunjukan apa yang

dapat diperoleh dari audit ketaatan.

2.4 The International Organization for Standardization (ISO)

Organisasi Internasional untuk Standardisasi (International Organization for

Standardization disingkat ISO atau Iso) adalah badan penetap standar internasional

yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standar nasional setiap negara. Pada

awalnya, singkatan dari nama lembaga tersebut adalah IOS, bukan ISO. Tetapi

sekarang lebih sering memakai singkatan ISO, karena dalam bahasa Yunani isos

berarti sama (equal). Penggunaan ini dapat dilihat pada kata isometrik atau isonomi.

Didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standar-standar industrial

dan komersial dunia. ISO, yang merupakan lembaga nirlaba internasional, pada

awalnya dibentuk untuk membuat dan memperkenalkan standardisasi internasional

untuk apa saja. Standar yang sudah kita kenal antara lain standar jenis film fotografi,

ukuran kartu telepon, kartu ATM Bank, ukuran dan ketebalan kertas dan lainnya.

Dalam menetapkan suatu standar tersebut mereka mengundang wakil anggotanya

dari 130 negara untuk duduk dalam Komite Teknis (TC), Sub Komite (SC) dan

Kelompok Kerja (WG).

Page 12: BAB II BAHAN RUJUKAN

Meski ISO adalah organisasi nonpemerintah, kemampuannya untuk

menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar

nasional membuatnya lebih berpengaruh daripada kebanyakan organisasi non-

pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi konsorsium dengan

hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah. Peserta ISO termasuk satu

badan standar nasional dari setiap negara dan perusahaan-perusahaan besar.

ISO bekerja sama dengan Komisi Elektroteknik Internasional (IEC) yang

bertanggung jawab terhadap standardisasi peralatan elektronik.

Penerapan ISO di suatu perusahaan berguna untuk:

• Meningkatkan citra perusahaan

• Meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan

• Meningkatkan efisiensi kegiatan

• Memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan,

pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan (plan, do, check, act)

• Meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan

dalam hal pengelolaan lingkungan

• Mengurangi resiko usaha

• Meningkatkan daya saing

• Meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai

pihak yang berkepentingan

• Mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra kerja/pemodal

2.4.1 ISO 9001 : 2000

ISO 9001 : 2000 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen

kualitas. ISO 9001: 2000 menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi

untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen kualitas, yang bertujuan

untuk menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk yang memenuhi

persyaratan yang ditetapkan. Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ini dapat

merupakan kebutuhan spesifik dari pelanggan, dimana organisasi yang dikontrak itu

bertanggung jawab untuk menjamin kualitas dari produk-prodk tertentu,

sebagaimana ditentukan oleh organisasi.

Page 13: BAB II BAHAN RUJUKAN

ISO 9001 : 2000 bukan merupakan standar produk, karena tidak menyatakan

persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk. Tidak ada kriteria

penerimaan produk dalam ISO 9001 : 2000, sehingga kita tidak dapat menginspeksi

suatu produk terhadap standar-standar produk. ISO 9001 : 2000 hanya merupakan

standar sistem manajemen kualitas. Dengan demikian apabila ada perusahaan yang

mengiklankan bahwa produknya telah memenuhi standar internasional, itu

merupakan hal yang salah dan keliru, jarena seyogianya manajemen perusahaan

hanya boleh menyatakan bahwa sistem manajemen kualitasnya yang telah

memenuhi standar internasional bukan produk berstandar internasional, karena tidak

ada kriteria pengujian produk dalam ISO 9001 : 2000.

2.4.2 Manfaat Penerapan Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001 : 2000

Manfaat dari penerapan ISO 9001 : 2000 telah diperoleh perusahaan.

Menurut Vincent (2006) beberapa manfaat dapat dicatat sebagai berikut :

1. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan kualitas

yang terorganisasi dan sistematik. Proses dokumentasi dalam ISO 9001 : 2000

menunjukam bahwa kebijakan, prosedur, dan instruksi yang berkaitan dengan

kualitas telah direncanakan dengan baik.

2. Perusahaan yang telah bersetifikat ISO 9001 : 2000 diijinkan untuk

mengiklankan pada media massa bahwa sistem manajemen kualitas dari

perusahaan itu telah diakui secara internasional. Hal ini berarti meningkatkan

image perusahaan serta daya saing dalam memasuki pasar global.

3. Audit sistem manajemen kualitas dari perusahaan yang telah memperoleh

sertifikat ISO 9001 : 2000 dilakukan secara periodik oleh registrar dari lembaga

registrasi, sehingga pelanggan tidak perlu melakukan audit sistem kualitas. Hal

ini akan menghemat biaya dan mengurangi duplikasi audit sistem kualitas oleh

pelanggan.

4. Perusahaan yang telah memperoleh sertifikat ISO 9001 : 2000 secara otomatis

terdaftar pada lembaga registrasi, sehingga apabila pelanggan potensial ingin

mencari pemasok bersertifikat ISO 9001 : 2000, akan menghubungi lembaga

Page 14: BAB II BAHAN RUJUKAN

registrasi. Jika nama perusahaan itu telah terdaftar pada lembaga registrasi

bertaraf internasional, maka hal itu berarti terbuka kesempatan pasar baru.

5. Meningkatkan kualitas dan produktivitas dari manajemen melalui kerjasama dan

komunikasi yang lebih baik, sistem pengendalian yang konsisten, serta

pengurangan dan pencegahan pemborosan karena operasi internal menjadi lebih

baik.

6. Meningkatkan kesadaran kualitas dalam perusahaan.

7. Memberikan pelatihan secara sistematik kepada seluruh karyawan dan manajer

organisasi melalui prosedur-prosedur dan instruksi-instruksi yang terdefinisi

secara baik.

8. Terjadi perubahan positif dalam hal kultur kualitas dari anggota organisasi,

karena manajemen dan karyawan terdorong untuk mempertahankan sertifikat

ISO 9001 : 2000 yang umumnya hanya berlaku selama tiga tahun.

2.4.3 Langkah-langkah Membangun dan Mengembangkan Manajemen

Kualitas

Dalam setiap lingkungan, pelaksanaan proses yang konsisten merupakan

kunci untuk peningkatan terus-menerus yang efektif agar selalu memberikan produk

yang memenuhi kebutuhan pelanggan dalam pasar global. Terdapat beberapa

langkah untuk menerapkan suatu sistem manajemen kualitas (QMS). Urutan-urutan

yang diberikan disini hanya merupakan suatu pentunjuk, yang dapat saja dilakukan

bersama atau dalam susunan yang tidak harus berurut, tergantung pada kultur dan

kematangan organisasi, tetapi semua langkah ini harus diperhatikan secara serius

dan konsiste. Menurut Gaspersz (2006 : 10), adapun langkah-langkah dalam

membangun dan mengembangkan manajemen kualitas tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Memutuskan untuk mengadopsi suatu standar sistem manajemen kualitas yang

akan diterapkan.

Standar-standar sistem manajemen kualitas itu dipilih berdasarkan dan sesuai

dengan kebutuhan pelanggan. Berkaitan dengan hal ini, sistem manajemen

kualitas ISO 9001 : 2000 dapat dipilih.

Page 15: BAB II BAHAN RUJUKAN

2. Menerapkan suatu komitmen pada tingkat pemimpin senior dari organisasi.

Implementasi dari sistem manajemen kualitas membutuhkan komitmen dari

manajemen organisasi dan semua standar sistem manajemen kualitas

membutuhkan komitmen ini agar dapat didokumentasikan yang biasanya dalam

bentuk Persyaratan Kebijakan Kualitas Organisasi. Komitmen organisasi

terhadap kualitas dapat ditunjukan sejak awal melalui penandatanganan

pernyataan Kebijakan Kualitas Organisasi, dan berikutnya diikuti oleh sikap

dan perilaku manajemen yang konsisten dalam menerapkan prosedur-prosedur

kerja. Pernyataan Kebijakan Kualitas Organisasi dapat didefinisikan sebagai :

“suatu deklarasi bertandatangan yang dikeluarkan oleh pemimpin-pemimpin

organisasi yang menyatakan komitmen organisasi terhadap suatu sistem

manajemen kualitas (QMS) tertentu.”

3. Menetapkan suatu kelompok kerja atau komite pengarah yang terdiri dari

manajer-manajer senior.

Semua manajer senior harus berpartisipasi aktif dan paham secara benar tentang

persyaratan-persyaratan standar dari sistem manajemen kualitas itu. Penting

untuk menunjuk seorang koordinator yang secara resmi akan mengembangkan

program sistem manajemen kualitas itu. koordinator harus diberi wewenang

untuk mengkoordinasikan pertemuan-pertemuan manajemen. Seorang

koordinator tidak perlu harus ahli dalam bidang manajemen kualitas, meskipun

akan lebih baik apabila orang ini memahami sistem manajemen kualitas.

Disarankan pula agar koordinator ini juga menjadi Wakil Manajemen

(Management Representative).

4. Menugaskan wakil manajemen (Management Representative).

Organisasi harus menugaskan atau mengangkat secara resmi seorang Wakil

Manajemen, yang bebas dari tanggung jawab lain, serta harus mendefinisikan

wewenang dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa persyaratan-persyaratan

standar dari sistem manajemen kualitas itu ditetapkan dan dipelihara. Wakil

Manajemen ini harus melapor kepada manajemen senior agar menjamin bahwa

persyaratan-persyaratan standar dari sistem manajemen kualitas itu tidak

dilanggar oleh fungsi-fungsi lain.

Page 16: BAB II BAHAN RUJUKAN

5. Menetapkan tujuan-tujuan kualitas dan implementasi sistem.

Tidak ada metode baku atau tunggal dari implementasi sistem manajemen

kualitas dalam organisasi. Bagaimanapun, program implementasi harus

merupakan tanggung jawab dari semua anggota organisasi dan dilakukan secara

benar sejak awal. Dalam kasus pengembangan dokumentasi, maka program

implementasi juga harus dari atas ke bawah. Manajemen dan tim supervisor

harus efektif dalam hal penerapan sasaran dan tujuan, komunikasi, koordinasi,

perencanaan, dan pemantauan agar mencapai manfaat maksimum dari

implementasi sistem manajemen kualitas itu.

6. Meninjau ulang sistem manajemen kualitas yang sekarang.

Berkaitan dengan hal ini perlu dilakukan suatu audit sistem atau penilaian

terhadap sistem manajemen kualitas yang ada. Perlu membandimgkan sistem

yang sekarang dengan persyaratan-persyaratan standar sistem manajemen

kualitas yang akan diterapkan. Setiap penyimpanan atau perbedaan harus

diperbaiki.

7. Mendefinisikan struktur organisasi dan tanggung jawab.

Pengembangan suatu sistem manajemen kualitas menghadirkan suatu

kesempatan ideal untuk mana suatu organisasi melakukan evaluasi terperinci

dan meninjau ulang struktur manajemen yang ada. Demikian pula peranan

untuk setiap personel di dalam organisasi dapat dinilai dan jika perlu

direstrukturisasi. Deskripsi pekerjaan harus disiapkan untuk semua personel

kunci. Perlu menggunakan suatu format standar, meskipun bukan merupakan

suatu hal yang mutlak. Deskripsi pekerjaan harus : (1) disusun berdasarkan

fungsi atau posisis, bukan individual, (2) merupakan dokumen umum apabila

terdapat sejumlah personel memiliki fungsi yang sama, dan (3) mengidentifikasi

individual dan persyaratan kualifikasi untuk mereka serta harus dipastikan

bahwa mereka memahami dan menyetujui terhadap wewenang dan tanggung

jawab yang didefinisikan itu.

8. Menciptakan kesadaran kualitas pada semua tingkat dalam organisasi.

Kesadaran kualitas dapat dibangkitkan melalui serangkaian pelatihan tentang

kualitas guna menjawab pertanyaan-petanyaan : apa itu kualitas?, mengapa

Page 17: BAB II BAHAN RUJUKAN

perlu memiliki sistem manajemen kualitas?, apa itu manual kualitas?, mengapa

harus mendokumentaskan sistem manajemen kualitas dalam prosedur-prosedur

sistem dan prosedur-prosedur kerja terperinci?, apa itu kebijakan kualitas

organisasi?, mengapa memerlukan kerjasama dalam implementasi sistem

manajemen kualitas?, dan lain-lain.

9. Mengembangkan peninjauan ulang dari sistem manajemen kualitas dalam

manual kualitas.

Hal ini berkaitan dengan peninjauan ulang secara singkat dari sistem

manajemen kualitas itu dan apakah kebijakan dan dokumen-dokumen yang

diperlukan telah lengkap dan tersusun dalam sistem manajemen. Semua ini

merupakan dokumen-dokumen resmi (terkendali) dari organisasi yang dapat

ditunjukkan kepada pelanggan dan pihak-pihak yang berwenang melakukan

audit untuk proses sertifikasi formal dari sistem manajemen kualitas itu.

Dokumen ini akan merupakan obyek untuk diperiksa dalam proses audit sistem

manajemen kualitas.

10. Menyepakati bahwa fungsi-fungsi dan aktivitas dikendalikan oleh prosedur-

prosedur.

Berkaitan dengan hal ini perlu mengembangkan suatu diagram alir dari aktivitas

bisnis organisasi dan menentukan hal-hal kritis yang akan mempengaruhi

keberhasilan organisasi. Aktivitas-aktivitas kritis ini perlu didokumentasikan

dalam bentuk prosedur-prosedur dan selanjutnya memastikan bahwa fungsi-

fungsi dan aktivitas itu dikendalikan oleh prosedur-prosedur kerja.

11. Mendokumentasikan aktivitas terperinci dalam posedur operasional atau

prosedur terperinci.

Hal ini berkaitan dengan dokumen-dokumen spesifik terhadap produk, aktivitas-

aktivitas atau proses-proses dan harus ditempatkan pada lokasi kerja sehingga

mudah dibaca oleh karyawan atau pekerja yang terkait.

12. Memperkenalkan dokumentasi.

Sekali manual kualitas dan prosedur-prosedur telah disetujui, maka

implementasi dari praktek-praktek sistem manajemen kualitas pada tingkat

manajemen dapat dilakukan. Distribusi dari dokumen harus disebarkan kepada

Page 18: BAB II BAHAN RUJUKAN

semua area di mana prosedur-prosedur itu akan diterapkan dan memastikan

bahwa manajer-manajer akan bertanggung jawab dalam program implementasi

prosedur-prosedur itu. Jika diperlukan, perlu diberikan pelatihan yang sesuai

berkaitan dengan implementasi prosedur-prosedur itu. Hal ini sangat penting

karena semua dokumen harus dipahami secara benar sebelum prosedur-prosedur

itu secara formal diadopsi untuk penggunaan dalam hal sistem manajemen

kualitas.

13. Menetapkan partisipasi karyawan dan pelatihan dalam sistem.

Tahap ini akan menjadi sangat penting untuk keberhasilan dan efisiensi dari

sistem manajemen kualitas. Hal ini menjadi kritis dan harus dipastikan setiap

orang dalam organisasi menyadari bahwa sistem manajemen kualitas akan

mempengaruhi aktivitas kerja mereka. Jika berhasil, pada tahap ini sistem

manajemen kualitas akan mengendalikan sekitar 85% dari aktivitas kerja dan

hanya menyisakan sekitar 15% pada pengendalian yang didasarkan pada orang.

Transformasi sistem manajemen kualitas akan ditentukan pada tahap ini apakah

berhasil atau gagal total.

14. Meninjau ulang dan melakukan audit sistem manajemen kualitas.

Peninjauan ulang sistem manajemen kualitas diperlukan untuk menjamin

kesesuaian terhadap persyaratan-persyaratan standar dari sistem manajemen

kualitas itu. Adalah penting bahwa setelah implementasi, organisasi harus

melakukan peninjauan ulang oleh manajemen senior dalam periode waktu yang

teratur guna menjamin status dan ketepatan dari sistem manajemen kualitas

sesuai persyaratan-persyaratan standar. Jaminan terhadap kelanjutan kesesuaian

dan efektivitas dari sistem manajemen kualitas sangat penting. Setelah program

implementasi sistem manajemen kualitas, langkah berikut adalah peningkatan

kualitas terus-menerus. Perlu dipahami bahwa implementasi bukan akhir dari

program, tetapi merupakan awal dari penerapan manajemen kualitas secara

terorganisasi dan sistematik. Pada dasarnya total quality management (TQM)

terdiri dari dua aspek pokok, yaitu : (1) sistem manajemen kualitas, dan (2)

peningkatan kualitas terus-menerus. Untuk peningkatan kualitas terus-menerus

perlu mengikuti tahap-tahap berikut : (1) menerapkan proyek peningkatan

Page 19: BAB II BAHAN RUJUKAN

spesifik, (2) meninjau ulang praktek-praktek manajemen, (3) menetapkan sistem

tindakan korektif, dan (4) melakukan proses audit terhadap sistem manajemen

kualitas. Tahap-tahap ini akan menjamin peningkatan kualitas terus-menerus.

2.4.4 Persyaratan Standar atas Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001 : 2000

Klausul 8.2.2 Audit Internal

Karena sistem manajemen kualitas ISO 9001 : 2000 merupakan sistem

manajemen kualitas yang berfokus pada proses dan pelanggan, maka pemahaman

terhadap persyaratan-persyaratan standar dari ISO 9001 : 2000 ini akan membantu

organisasi dalam menetapkan dan mengembangkan sistem manajemen kualitas

secara sistematik untuk memenuhi kepuasan pelanggan dan peningkatan proses

terus-menerus.

Klausul-klausul ISO 9001 : 2000 yang penting dan harus diperhatikan oleh

manajemen organisasi, khususnya audit internal akan dibahas berikut ini :

Klausul 8.2.2 Audit Internal

Menurut klausul ini, organisasi harus melaksanakan audit terhadap sistem

manajemen kualitas, agar menjamin bahwa sistem manajemen kualitas telah sesuai

dengan persyaratan-persyaratan, serta telah diimplementasikan dan dipelihara secara

efektif.

Kesesuaian dan efektivitas dari sistem manajemen kualitas merupakan

tanggung jawab manajemen. bagaimanapun implementasi yang efektif dari

persyaratan-persyaratan dalam Standar Internasional ISO 9001 : 2000, harus diuji

lebih sering daripada hanya mengandalkan peninjauan ulang oleh manajemen.

Program audit internal organisasi, termasuk setiap jadwal, harus berdasarkan

pada status dan kepentingan dari aktivitas yang diaudit, hasil-hasil audit terdahulu,

dan ukuran-ukuran sistem yang lain.

Program audit internal harus mencakup hal-hal berikut agar sesuai :

a) Perencanaan dan penjadwalan aktivitas-aktivitas spesifik dan area yang diaudit,

juga berdasarkan pada input lain termasuk perubahan-perubahan organisasional,

umpan-balik pelanggan termasuk keluhan-keluhan pelanggan, laporan-laporan

nonkonformans, dan survey.

Page 20: BAB II BAHAN RUJUKAN

b) Penugasan personel, bebas dari tanggung jawab langsung terhadap aktivitas

yang diaudit, dengan kualifikasi yang tepat untuk melakukan audit.

c) Suatu daftar periksa yang digunakan guna memberikan landasan yang konsisten

untuk proses audit.

d) Menindaklanjuti (Follow Up) hasil-hasil dari audit terdahulu.

e) Laporan audit berisi hasil-hasil audit.

Laporan audit internal harus mencakup :

a) Aktivitas dan area yang diaudit,

b) Ketidaksesuaian atau kekurangan-kekurangan yang ditemukan,

c) Tindakan korektif yang diambil sebagai hasil dari audit sistem kualitas

terdahulu yang menentukan ketidaksesuaian,

d) Kesempatan-kesempatan untuk peningkatan (Improvement).

2.5 Persediaan

Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan jasa ataupun

perusahaan manufaktur, selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan,

para pengusaha akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu

waktu tidak dapat memenuhi para pelanggannya.

Hal ini bisa saja terjadi, karena tidak selamanya barang-barang atau jasa-jasa

tersedia pada setiap saat, yang berarti pula bahwa pengusaha akan kehilangan

kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya ia dapatkan. Jadi persediaan

sangat penting untuk setiap perusahaan, baik yang menghasilkan suatu barang

maupun jasa.

Page 21: BAB II BAHAN RUJUKAN

2.5.1 Pengertian Persediaan

Persediaan menurut Kieso dan Weygandt (2008 : 402) adalah :

’’Persediaan adalah pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk

dijual dalam operasi bisnis normal, atau barang yang akan digunakan atau

dikonsumsi dalam membuat barang yang akan dijual, investasi dalam

persediaan biasanya merupakan aktiva lancar paling besar dari perusahaan

barang dagang (ritel) dan manufaktur.’’

Menurut Freddy Rangkuti (2002 : 2), persediaan adalah :

“Merupakan sejumlah bahan-bahan. Bagian-bagian yang disediakan dan

bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses

produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi

permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu.”

Sedangkan menurut SAK (2007 : 14,1) pengertian persediaan sebagai

berikut:

Persediaan adalah aset

a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.

b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan.

c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan

dalam proses produksi atau pemberi jasa.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa persediaan

dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Perusahaan Manufaktur

a. Bahan baku dan bahan pembantu, yaitu barang yang akan menjadi barang

jadi.

b. Barang dalam proses (Work in process), merupakan barang yang sedang

dalam proses produksi, tapi pada tanggal yang bersangkutan barang tersebut

belum selesai dikerjakan.

c. Barang jadi, yaitu barang yang telah selesai diproduksi, namun belum terjual.

d. Barang pembantu, yaitu barang-barang yang digunakan untuk membantu

kelancaran produksi.

Page 22: BAB II BAHAN RUJUKAN

2. Perusahaan Dagang

Barang dagang yaitu barang-barang yang sudah siap untuk dijual. Barang ini

dibeli perusahaan dengan maksud untuk dijual kembali pada kegiatan normal

perusahaan.

3. Perusahaan Jasa

Bagi perusahaan jasa, persediaan meliputi biaya jasa, dimana pendapatan yang

bersangkutan belum diakui perusahaan.

2.5.2 Sistem Pencatatan Persediaan

Menurut Kieso dan Weygandt (2008 : 404) ada dua sistem pencatatan

persediaan, yaitu :

1. Perpetual Sistem

Dalam sistem ini, setiap perubahan dalam persediaan harus dicatat secara

kontinu. Setiap pembelian dan pengeluaran persediaan harus langsung dicatat

dalam perkiraan persediaan pada saat terjadi. Harga pokok persediaan langsung

dihitung pada saat pengeluaran barang. Jumlah persediaan barang yang ada

dapat diketahui dari catatan pemasukan dan pengeluaran barang tanpa harus

melaksanakan audit fisik. Sistem ini biasanya digunakan untuk perusahaan yang

mempunyai jenis persediaan barang sedikit dan harga pokoknya tinggi.

Perhitungan ini memang tidak perlu dalam sistem ini, namun umumnya tetap

dilakukan untuk menguji keakuratan catatan persediaan.

2. Periodik Sistem

Nilai persediaan tegantung pada hasil perhitungan fisik persediaan pada akhir

periode. Pada waktu terjadi pembelian, tambahan persediaan itu dimasukan ke

dalam perkiraan pembelian, bukan kedalam perkiraan persediaan. Demikian

juga jika terjadi penjualan, tidak dibuat ayat jurnal untuk mencatat harga pokok

barang yang akan dijual. Sistem pencatatan persediaan ini mengakibatkan nilai

persediaan tidak berubah sampai perhitungan fisik persediaan berikutnya

dilakukan.

Page 23: BAB II BAHAN RUJUKAN

Tabel 2.1

Pencatatan jurnal dengan menggunakan

sistem pencatatan periodik dan perpetual

PERIODIK PERPETUAL

KETERANGAN DEBET CREDIT KETERANGAN DEBET CREDIT

PEMBELIAN :

Purchase

Acc.Payable

XXX

XXX

PEMBELIAN :

Inventory

Acc.Payable

XXX

XXX

BIAYA

TRANSPORT :

Freight In

Cash

XXX

XXX

BIAYA

TRANSPORT :

Inventory

Cash

XXX

XXX

PENJUALAN :

Cash

Sale

XXX

XXX

PENJUALAN :

Cash

Sale

COGS

Inventory

XXX

XXX

XXX

XXX

PEMAKAIAN

BAHAN :

Work in Process

Inventory

XXX

XXX

PEMAKAIAN

BAHAN :

Work in Process

Inventory

XXX

XXX

Page 24: BAB II BAHAN RUJUKAN

PEMAKAIAN

NONBAHAN :

Work in process

Applied

factory overhead

XXX

XXX

PEMAKAIAN

NONBAHAN :

Work in process

Applied

factory overhead

XXX

XXX

BARANG

SELESAI :

Finished good

inventory

Work in

process

XXX

XXX

BARANG

SELESAI :

Finished good

inventory

Work in

process

XXX

XXX

2.5.3 Metode Penilaian Persediaan

Menurut Warren Reeve Fess (2006 :459-473) metode penilaian persediaan

meliputi :

1. Berdasarkan harga perolehan (Based on cost valuation)

a. Sistem Perpetual

1) First In First Out Method (Metode pertama masuk pertama keluar)

Menurut metode ini, persediaan barang yang pertama kali dibeli harus

digunakan atau dijual terlebih dahulu, sehingga yang dinilai sebagai

persediaan akhir adalah persediaan yang dibeli kemudian.

2) Last In First Out Method (Metode terakhir masuk pertama keluar)

Menurut metode ini, persediaan barang yang terakhir kali dibeli harus

digunakan atau dijual terlebih dahulu, sehingga yang dinilai sebagai

persediaan akhir adalah persediaan yang dibeli pertama kali.

3) Moving Average Cost Method (Metode rata-rata bergerak)

Page 25: BAB II BAHAN RUJUKAN

Biaya rata-rata per unit masing-masing barang dihitung setiap kali

pembelian dilakukan. Biaya per unit kemudian digunakan untuk

menentukan harga pokok setiap penjualan sampai pembelian berikutnya

dilakukan dan rata-rata baru dihitung.

b. Sistem Periodik

1) First In First Out Method (Metode pertama masuk pertama keluar)

Biaya dimasukan dalam harga pokok penjualan sesuai dengan urutan

terjadinya. Barang yang pertama kali dibeli harus digunakan atau dijual

terlebih dahulu.

2) Last In First Out Method (Metode terakhir masuk pertama keluar)

Biaya dari unit yang dijual merupakan biaya pembelian paling akhir.

Barang yang terakhir kali dibeli harus digunakan atau dijual terlebih

dahulu.

3) Weighted Average Cost Method (Metode rata-rata tertimbang)

Biaya-biaya dibandingkan terhadap pendapatan sesuai dengan rata-rata

per unit harga pokok penjualan. Biaya rata-rata tertimbang per unit yang

sama digunakan dalam menentukan biaya persediaan pada akhir periode.

2. Berdasarkan pengganti harga perolehan (Based on replacement cost valuation)

a. Lower cost of market

Metode ini digunakan untuk menilai persediaan jika biaya penggantian suatu

persediaan lebih rendah daripada biaya pembeliannya.

b. Estimation

1) Retail inventory method (Metode persediaan eceran)

Mengestimasikan biaya persediaan berdasarkan hubungan antara harga

pokok barang dagang yang tersedia untuk dijual dengan harga eceran

dari barang dagang yang sama. Persediaan eceran ditentukan dengan

mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang

yang tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan

Page 26: BAB II BAHAN RUJUKAN

Tabel 2.2

Perhitungan dengan menggunakan metode persediaan eceran

Harga Pokok Harga

Jual/Eceran

Persediaan awal XXX XXX

Pembelian XXX XXX

Barang siap dijual XXX XXX

Penjualan (Bersih) (XXX)

Persediaan akhir XXX

2) Gross profit method (Metode laba kotor)

Menggunakan estimasi laba kotor yang direalisasi selama periode

dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir periode. Metode

laba kotor sangat berguna dalam mengestimasi persediaan untuk laporan

keuangan bulanan atau triwulanan dalam sistem persediaan periodik.

Tabel 2.3

Perhitungan dengan menggunakan metode laba kotor

Pejualan (Bersih) XXX

HPP :

• Pembelian (Bersih) XXX

• Persediaan awal XXX

• Siap jual XXX

• Persediaan akhir (XXX) (XXX)

Laba kotor XXX

Metode penilaian persediaan diperlukan untuk menghitung persediaaan akhir

yang dilaporkan di neraca dan harga pokok penjualan yang akan dilaporkan dalam

laba/rugi. Dalam konsep akuntansi, penilaian persediaan dibahas dalam pengakuan

dan pengukuran.

Lima atribut pengukuran dalam penilaian persediaan, yaitu :

Page 27: BAB II BAHAN RUJUKAN

1. Biaya historis (Historical cost)

Atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas atau setara kas yang dibayar untuk

mendapatkan aktiva sampai siap digunakan.

2. Biaya pengganti saat ini (Current cost/Replacement cost)

Atribut yang dibayar adalah uang kas atau setara kas yang akan dibayar untuk

memperoleh aktiva yang sejenis saat ini.

3. Nilai pasar saat ini (Current market value)

Atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas dan setara kas yang akan diperoleh

dengan menjual aktiva sekarang berdasarkan harga pasar yang berlaku saat ini.

4. Nilai realisasi bersih (Net realizable value)

Atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas dan setara kas yang akan diperoleh

dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah uang yang harus dibayar.

5. Nilai waktu uang saat ini dari arus kas massa depan (Present value of future

cash flows)

Atribut yang dinilai adalah nilai uang saat ini atau arus kas masuk bersih yang

diharapkan akan diterima dari penggunaan aktiva masa depan.

2.5.4 Pengelolaan Persediaan

Menurut Freddy Rangkuti (2002 :9), tujuan dari adanya pengelolaan

persediaan adalah untuk :

1. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan

2. Agar pembentukan persediaan stabil.

3. Menghindari pembelian kecil-kecilan.

4. Pemesanan yang ekonomis.

2.5.4.1 Perencanaan Persediaan

Perencanaan persediaan pada dasarnya meliputi aktivitas sebagai berikut:

1. Penentuan tingkat persediaan yang dikehendaki

2. Penentuan waktu atau penjadwalan pemesanan atau produksi pemesanan

3. Penentuan persediaan minimal digudang.

4. Penentuan tempat penyimpanan persediaan untuk memenuhi kebutuhan yang

diproyeksikan

Page 28: BAB II BAHAN RUJUKAN

Persediaan bahan baku dalam suatu perusahaan dapat menimbulkan masalah-

masalah jika tidak ada perencanaan yang baik. Misalnya untuk bagian yang besar

untuk memenuhi persediaan bahan baku untuk kegiatan produksi. Sebaliknya,

bagian keuangan melihat dari segi hilangnya suatu kesempatan untuk

menginvestasikan dana yang ditanam dalam persediaan pada bidang lain, sehingga

bagian ini akan berusaha menekan jumlah persediaan pada tingkat yang seminimal

mungkin. Karena itu, diperlukan suatu perencanaan yang baik sehingga dapat

menguntungkan perusahaan secara keseluruhan.

Agar tercapainya tujuan dari pengelolaan persediaan, maka perencanaan

persediaan harus mempertimbangkan hal-hal berikut :

1. Penentuan tingkat persediaan yang dikehendaki.

Cara ini dapat ditempuh dengan melakukan perhitungan EOQ (Economic Order

Quantity) yaitu merupakan penentuan jumlah pesanan pada setiap kali pesan

dengan biaya yang paling rendah. Untuk itu dilakukan usaha-usaha untuk

memperkecil biata-biaya pesanan (Ordering cost), biaya-biaya penyimpanan

(Carrying cost).

EOQ =

2. Penentuan waktu atau penjadwalan pemesana atau produksi pemesanan

Cara ini dapat ditempuh dengan melakukan perhitungan ROP (Reorder Point)

yaitu titik pemesanan yang harus dilakukan suatu perusahaan, sehubungan

dengan adanya lead time dan safety stock.

ROP =

3. Penentuan persediaan di gudang

Cara ini dapat ditempuh dengan menetapkan minimum persediaan yang harus

ada di gudang. Ini dilakukan agar tidak menghambat produksi yang dikarenakan

tidak adanya persediaan bahan baku, ataupun terjadi karena penggunaan

persediaan melebihi dari perkiraan.

Page 29: BAB II BAHAN RUJUKAN

4. Penentuan tempat penyimpanan persediaan untuk memenuhi kebutuhan yang

diproyeksikan.

Cara ini dapat ditempuh dengan menetapkan apakah persediaan akan

ditempatkan di gudang milik perusahaan atau perusahaan akan menyewa

gudang untuk mpenyimpanan persedian.

2.5.4.2 Pengendalian Persediaan

Sistem pengendalian persediaan dapat dibagi menjadi dua bentuk

pengendalain, yaitu :

1. Pengendalian Fisik Persediaan

a. Fungsi Pembelian

Pengendalian yang baik atas fungsi pembelian yang ada pada suatu

perusahaan menuntut adanya bagian pembelian yang terpisah dari bagian

penerimaan barang, pencatatan pada pembayaran. Harus ada wewenang dan

tanggung jawab khusus yang diberikan kepada bagian pembelian untuk

melakukan transaksi pembelian. Pembelian harus memuat secara jelas

meliputi jenis, jumlah dan kualitas yang sesuai dengan yang dibutuhkan.

Permintaan pembelian ini harus disetujui oleh kepala bagian yang

bersangkutan atau oleh orang yang berwenang untuk menyetujui pembelian

itu, agar pembelian yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan.

b. Fungsi Penerimaan

Fungsi penerimaan barang haruslah terpisah dari fungsi pembelian dan

penyimpanan. Harus ada prosedur yang dapat memastikan bahwa jenis

kualitas, kuantitas dan harga barang yang diterima adalah benar dan sesuai

dengan pesanan pembelian.

c. Fungsi Penyimpanan

Fungsi penyimpanan barang harus terpisah dari fungsi pembelian dan

penerimaan. Sebaiknya disimpan di gudang supaya lebih aman dan

kualitasnya lebih baik dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Page 30: BAB II BAHAN RUJUKAN

d. Perhitungan Pengeluaran

Semua pengeluaran barang dari gudang harus melewati prosedur yang telah

ditetapkan. Misalnya dengan menggunakan bon permintaan yang harus

ditandatangani pihak berwenang.

e. Perhitungan Fisik Persediaan

Pelaksanaan perhitungan fisik persediaan membantu perusahaan untuk

mengetahui jumlah persediaan sebenarnya dan apakah pengendaliannya

sudah cukup memadai dalam arti tidak terdapat perbedaan yang material

antara jumlah fisik persediaan dan catatan persediaan yang ada.

Pengendalian persediaan merupakan bagian penting dari pengelolaan

persediaan pada dasarnya meliputi aktivitas berikut :

1) Penetapan tingkat persediaan optimal dan prosedur tinjauan atas

pemeriksaan dan penyesuaiannya.

2) Penetapan tingkat pengendalian yang diperlukan untuk mencapai hasil

terbaik.

3) Perencanaan dan disain sistem pengendalian persediaan

2. Pengendalian Pencatatan Persediaan

Pengendalian fisik persediaan dapat dilakukan dengan adanya catatan akuntansi

yang baik, masing-masing pengelola barang harus dapat

mempertanggungjawabkan kuantitas barang yang dipercayakan kepadanya,

catatan harus dapat menunjukan berapa kuantitas barang yang diterima, yang

ada, dan yang dikeluarkan dari masing-masing gudang. Bila terjadi selisih, akan

mudah membatasi perhatian hanya pada daerah kecil saja, sehingga

penyebabnya lebih mudah ditentukan. Pencatatan akuntansi harus dapat

menggambarkan pergerakan barang saat terjadi transaksi. Laporan penerimaan

barang merupakan perwujudan akuntabilitas dan laporan pemindahan barang

dapat digunakan untuk mencerminkan pergerakan barang dari bagian

penerimaan ke bagian penyimpanan.

Page 31: BAB II BAHAN RUJUKAN

2.5.5 Audit Ketaatan atas Pengelolaan Persediaan

Audit ketaatan atas pengelolaan persediaan adalah penilaian sistematik dan

menyeluruh terhadap seluruh aktivitas pengelolaan persediaan yang dilaksanakan

untuk memberikan penilaian terhadap cara kerja bagian pengelolaan persediaan,

sehingga nantinya diharapkan audit ketaatan atas pengelolaan persediaan ini dapat

dijalankan dengan baik dan dapat menunjang aktivitas perusahaan secara

menyeluruh. Dalam melaksanakan audit ini auditor mempunyai pemahaman atas

kebijakan, prosedur dan peraturan yang ditetapkan perusahaan dalam pengelolaan

persediaan, serta bagaimana pelaksanaannya.

Tujuan audit ketaatan atas pengelolaan persediaan adalah untuk membantu

manajemen perusahaan meningkatkan efektivitas pengelolaan persediaan melalui :

1. Penilaian atas prosedur pengelolaan persediaan dan mendeteksi berbagai

kemungkinan kelemahan yang ada didalamnya.

2. Penilaian atas ketaatan pelaksanaan prosedur pengelolaan persediaan terhadap

peraturan dan prosedur yang berlaku.

3. Pemberian saran dan rekomendasi perbaikan yang diperlukan.