bab ii bimbingan akademik untuk...
TRANSCRIPT
13
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
BAB II
BIMBINGAN AKADEMIK UNTUK MENINGKATKAN
ACADEMIC SELF-EFFICACY PESERTA DIDIK
A. Kajian Pustaka
1. Bimbingan Akademik
a. Pengertian Bimbingan
Secara harfiyah istilah bimbingan (guidance) berasal dari kata guide yang
berarti (1) mengarahkan (to direct), (2) memandu (to pilot), (3) mengelola (to
manage), (4) menyetir (to steer) (Yusuf dan Nurihsan, 2008: 5). Sunaryo (Yusuf
dan Nurihsan, 2008: 6) mengartikan „bimbingan sebagai proses membantu
individu mencapai perkembangan optimal.‟ Lebih lanjut, Natawidjaja (1987: 31)
menjelaskan :
Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada
individu yang dilakukan secara berkesinambungan, agar individu tersebut
dapat memahami dirinya sendiri. Sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya
dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan
lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya.
Dengan demikian individu dapat menikmati kebahagiaan hidupnya dan
memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada
umumnya.
Pakar bimbingan yang lain Shertzer and Stone (Suherman. AS, 2007: 8)
memandang bimbingan sebagai „process of helping and individual to understand
himself and his world.’ Sejalan dengan Shertzer dan Stone, Peters dan Shertzer
(Willis, 2007: 14) mengemukakan bimbingan sebagai „...process of helping the
individual to understand himself and his world so that he can utilize his
potentialities.’
Donadl G. Mortensen dan Alan M. Schuuller (Yusuf dan Nurihsan: 2008:
6) mendefinisikan bimbingan sebagai:
Guidance may be defined as that part of the total educational program that
helps provide the personal oppotunities and specialized staf services by which
each individual can develop to the fullest of his abbilities and capacities in
term of democratic idea.
13
14
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
Menurut Sukardi dan Kusmawati (2008:2) bimbingan dapat juga
didefinisikan sebagai
Proses pemberian bantuan oleh seorang konselor terhadap individu atau
sekelompok individu yang dilakukan secara beresinambungan dan sistematis
dengan tujuan agar individu atau sekelompok individu dapat tumbuh menjadi
pribadi yang mandiri”
Selanjutnya, Suherman. AS., (2007: 10) mengartikan bimbingan sebagai:
Proses bantuan kepada individu (konseli) sebagai bagian dari program
pendidikan yang dilakukan oleh tenaga ahli (konselor) agar individu (konseli)
mampu memahami dan mengembangkan potensinya secara optimal sesuai
dengan tuntutan lingkungannya.
Lebih lanjut, Frank W. Miller (Willis, 2007: 13) mendefinisikan
bimbingan sebagai „proses bantuan terhadap individu utuk mencapai pemahaman
diri dan pengarahan diri yag dibutuhkan bagi penyesuaian diri secara baik dan
maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.‟ Berbeda dengan Miller, Arthur
J. Jones (Willis, 2007: 11) mengartikan bimbingan sebagai „The help given by one
person to another in making choices and adjusment and in solving problems.’
Nurihsan (2006: 8) menjelaskan bimbingan dilingkungan pendidikan merupakan:
Pemberian bantuan kepada seluruh peserta didik yang dilakukan secara
berkesinambungan agar peserta didik dapat memahami dirinya, lingkungan dan
tugas-tugasnya sehingga peserta didik sanggup mengarahkan diri,
menyesuaikan diri serta bertindak secara wajar sesuai dengan keadaan dan
tuntutan lembaga pendidikan, keadaan keluarga, masyarakat dan lingkungan
kerja yang akan dimasukinya kelak.
Disimpulkan definisi bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan oleh seorang profesional (konselor) terhadap individu (konseli) untuk
mencapai perkembangan secara optimal, melalui upaya pemahaman diri,
pengarahan diri serta penyesuaian diri dengan tuntutan lingkungannya baik
disekolah, keluarga maupun masyarakat.
b. Bidang Bimbingan
Bidang bimbingan diklasifikasikan menjadi empat bidang bimbingan yang
terdiri dari bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan akademik (belajar),
serta bimbingan karir (Yusuf, 2009: 51).
15
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
1) Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi merupakan proses bantuan yang diberikan oleh
konselor kepada peserta didik (konseli) untuk membantu konseli (peserta didik)
memahami karakteristik dirinya baik terkait potensi maupun masalah-masalah
yang dialami, sehingga konseli mampu berkembang secara optimal.
2) Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial merupakan proses bantuan yang diberikan oleh konselor
terhadap peserta didik (konseli) untuk memfasilitasi peserta didik
mengembangkan keterampilan interaksi sosial serta meemecahkan masalah-
masalah sosial yang dialami peserta didik.
3) Bimbingan Akademik
Bimbingan akademik merupakan proses bantuan yang diberikan oleh
konselor terhadap peserta didik (konseli) untuk memfasilitasi peserta didik
mengembangkan keterampilan belajar serta memecahkan masalah-masalah
akademik yang dialami peserta didik.
4) Bimbingan Karir
Bimbingan karir merupakan proses bantuan yang diberikan oleh konselor
terhadap peserta didik (konseli) dalam melakukan perencanaan, pengembangan
serta pemecahan masalah-masalah karir yang dialami oleh peserta didik.
c. Tujuan Bimbingan
Berdasarkan standar yang ditetapkan Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas, 2008: 197) secara umum tujuan pelayanan bimbingan ialah agar
konseli dapat:
(1) merencanaan kegiatan penyelesaian studi dan perekembangan karir di
masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan
yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan
lingkungan baik lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta
lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi
dalam studi, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan, masyarakat,
maupun lingkungan kerja.
16
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
Pada Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam
Jalur Pendidikan Formal (Depdiknas, 2008: 197) dijelaskan untuk mencapai
tujuan bimbingan, peserta didik harus mendapatkan kesempatan untuk :
1) Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas
perkembangannya
2) Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di
lingkungannya
3) Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta
menentukan langkah-langkah dalam upaya pencapaian tujuan
tersebut
4) Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami
5) Menggunakan potensi yang dimiliki untuk kepentingan pribadi,
kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat
6) Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya
7) Mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya
secara optimal.
Merujuk pada tujuan umum bimbingan yang dijelaskan Depdiknas, dapat
disimpulkan tujuan pelaksanaan bimbingan adalah untuk memfasilitasi
perembangan optimal peserta didik baik dalam hal penyelesaian studi,
penyesuaian diri serta pengembangan potensi secara optimal.
d. Fungsi Bimbingan
Pada rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur
pendidikan formal dijelaskan sepuluh fungsi bimbingan dan konseling yang
meliputi fungsi pemahaman, fasilitasi, penyesuaian, penyaluran, adaptasi,
pencegahan, perbaikan, penyembuhan, pemeliharaan, serta pengembangan
(Depdiknas, 2008: 200-202). Secara rinci, masing-masing fungsi bimbingan
dijelaskan sebagai berikut:
1) Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan bimbingan dan konseling
yang membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya
(potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma
agama).
2) Fungsi fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam
mencapai perkembangan yang optimal, selaras dan seimbang yang
meliputi seluruh aspek dalam diri konseli.
3) Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam
membantu konseli agar dapat menyesuaiakan diri dengan diri dan
lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
17
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
4) Fungsi penyaluran yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam
membantu peserta didik memilih bidang ekstrakulikuler, jurusan atau
program studi dan menetapkan penguasaan karir atau jabatan yang
sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
5) Fungsi adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan,
kepala sekolah/madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk
menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang
pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli.
6) Fungsi pencegahan (preventif), yaitu fungsi yang berkaitan dengan
upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah
yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak
dialami oleh konseli.
7) Fungsi perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk
membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam
berpikir, berperasaan serta bertindak (berkehendak).
8) Fungsi penyembuhan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang
bersifat kuratif (penyembuhan).
9) Fungsi pemeliharaan yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk
membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mepertahankan
situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.
10) Fungsi pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang
sifatnya lebih produktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor
senantiasa berupaya untuk memciptakan lingkungan belajar yang
kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli.
Kesepuluh fungsi bimbingan disusun secara terstruktur mulai dari yang
paling mendasar yaitu terkait pemahaman diri konseli, sampai pada fungsi yang
sifatnya paling produktif yaitu fungsi pengembangan yang berupaya untuk
memfasilitasi konseli agar mampu mencapai perkembangan secara optimal tanpa
mengalami terlalu banyak masalah yang dapat menghambat perkembangannya.
e. Pengertian Bimbingan Akademik
Keberadaan layanan bimbingan telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Seperti yang telah dipetakan dalam
kurikulum 1975 yang secara konseptual telah secara tepat memetakan jenis
wilayah layanan dalam sistem persekolahan dengan mengajukan adanya tiga
wilayah layanan: (a) administrasi dan manajemen, kurikulum dan pembelajaran
serta (c) bimbingan dan konseling (Depdiknas, 2008: 24). Pada upaya pencapaian
hasil belajar yang optimal bagi peserta didik, perlu dilaksanakan pembelajaran
18
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
yang efektif melalui pengembangan kompetensi akademik peserta didik yang
termasuk didalamnya pengembangan keterampilan, sikap, dan pengetahuan yang
saling berberkontribusi. Pengembangan kompetensi akademik peserta didik dapat
dilakukan dalam suatu bentuk layanan bimbingan Akademik.
Menurut Nurihsan (2006: 15) “bimbingan akademik adalah bimbingan
yang diarahkan untuk membantu para individu menghadapi dan menyelesaikan
masalah-masalah akademik.” Adapun yang termasuk masalah-masalah akademik
yaitu pengenalan kurikulum, pemilihan jurusan, cara belajar, penyelesaian tugas
dan latihan, pencarian serta penggunaan sumber belajar, serta perencanaan
pedidikan lanjutan. Selanjutnya, Sukardi (2008: 56) menjelaskan bimbingan
akademik merupakan “bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat,
dalam memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi kesukaran yang
timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di institusi pendidikan.”
Pada upaya melaksanakan bimbingan akademik, konselor berperan dalam
memfasilitasi peserta didik mencapai tujuan akademik yang diharapkan melalui
upaya membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar, mengembangkan cara
belajar yang efektif, serta membantu peserta didik agar sukses dalam belajar dan
agar mampu menyesuaikan diri terhadap semua tuntutan pendidikan. Adapun
langkah-langkah dalam bimbingan akademik yang dapat dilaksanakan oleh guru
BK (Suherman, online, 2010) adalah:
1) Pengumpulan informasi tentang diri peserta didik, baik terkait
potensi, minat serta kelemahan peserta didik.
2) Pemberian informasi terhadap peserta didik. Informasi yang
diberikan dapat berupa cara-cara belajar efektif, keterampilan
memanajemen waktu, kiat-kiat dalam menghadapi ujian, dll.
3) Penempatan merupakan langkah bimbingan akademik yang terkait
dengan penempatan peserta didik dalam hal bidang ekstrakulikuler
maupun jurusan yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
4) Melakukan identifikasi peserta didik yang diduga mengalami
kesulitan dalam belajar
5) Memperkirakan faktor penyebab kesulitan belajar (diagnosa)
6) Memperkirakan cara pemecahan masalah belajar (prognosis)
7) Melakukan remedial atau bantuan (treatment)
8) Evaluasi dan tindak lanjut
19
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
Berdasarkan beberapa definisi bimbingan akademik yang dipaparkan,
dapat disimpulkan bimbingan akademik merupakan upaya bimbingan yang
dilakukan oleh konselor untuk membantu peserta didik (konseli) mengatasi
permasalahan akademik serta melakukan penyesuaian terhadap tuntutan
akademik.
f. Tujuan Bimbingan Akademik
Bimbingan akademik secara umum bertujuan untuk membantu para
individu untuk menyesuaikan diri dengan situasi belajar serta menghadapi dan
menyelesaikan masalah-masalah akademik. Pada Rambu-rambu Penyelenggaraan
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Depdiknas, 2008: 199)
disebutkan tujuan bimbingan akademik adalah memfasilitasi peserta didik agar:
1) Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, serta
memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses
belajar yang dialaminya.
2) Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif , seperti kebiasaan
membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap
semua pelajaran, serta aktif mengikuti seluruh aktivitas kegiatan belajar
yang diprogramkan.
3) Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat. Motif
berprestasi yang tinggi akan menjadi penentu dalam pencapaian prestasi
akademik peserta didik.
4) Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti
keterampilan membaca efektif, menggunakan kamus, dan mencatat
pelajaran.
5) Memiliki keterampilan untuk meetapkan tujuan dan perencanaan
pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas,
memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha
memperoleh informasi (melalui media cetak atau elektronik/internet).
6) Memiliki kesiapan dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
Berdasarkan tujuan umum dan tujuan khusus bimbingan akademik, dapat
disimpulkan tujuan utama bimbingan akademik adalah membantu peserta didik
untuk menyelesaikan masalah-masalah akademik yang dialaminya melalui upaya
pemahaman potensi diri, penanaman sikap dan kebiasaan belajar yang positif,
peningkatan motivasi belajar, pengembangan ketermapilan dan teknik belajar
efektif, penetapan tujuan dan rencana pendidikan serta peningkatan kesiapan
20
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
menghadapi ujian, sehingga peserta didik mampu mencapai tujuan serta hasil
belajar yang diharapkan.
g. Fungsi Bimbingan Akademik
Bimbingan akademik diarahkan untuk membantu peserta didik menghadapi
masalah-masalah akademik melalui pengembangan suasana-suasana belajar yang
kondusif agar terhindar dari kesulitan belajar (Nurihsan, 2006: 15). Konsep
bimbingan akademik yang dikemukakan Nurihsan analog dengan konsep
bimbingan belajar yang dikemukan Suherman (online, 2012) yaitu proses bantuan
yang dilakukan konselor terhadap peserta didik dengan cara mengembangkan
suasana belajar yang kondusif serta membantu peserta didik memecahkan
masalah akademik yang dialami. Oleh karena itu, bimbingan akademik sering
juga disebut bimbingan belajar.
Suherman (online, 2010) menjabarkan fungsi bimbingan yang terkait
dengan upaya bimbingan belajar, meliputi:
1) Fungsi Pencegahan
Bimbingan belajar berupaya untuk mencegah atau mereduksi
kemungkinan timbulnya masalah. Contoh yang dapat dilakukan dalam upaya
pencegahan masalah belajar diantaranya pemberian informasi tentang silabus,
tugas, ujian, dan sistem penilaian yang dilakukan, menciptakan iklim dan suasana
belajar yang kondusif, meningkatkan pemahaman guru terhadap karakteristik
peserta didik, pemberian informasi tentang cara-cara belajar dan pemberian
informasi tentang fungsi dan peranan peserta didik serta orientasi terhadap
lingkungan. Fungsi pencegahan dapat dilakukan melalui kerjasama dengan guru
mata pelajaran dan wali kelas.
2) Fungsi Penyaluran
Fungsi penyaluran berarti menyediakan kesempatan kepada peserta didik
untuk menyalurkan bakat dan minat sehingga mencapai hasil belajar yang sesuai
dengan kemampuannya, misalnya dalam pemilihan ekstrakulikuler ataupun
pemilihan proram studi
3) Fungsi Penyesuaian
Salah satu faktor penentu keberhasilan peserta didik dalam studinya adalah
faktor kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Guru BK
berupaya membantu peserta didik menyerasikan program pengajaran dengan
kondisi obyektif peserta diidk agar dapat menyesuaikan diri, memahami diri
dengan tuntutan program pengajaran yang sedang dijalaninya.
4) Fungsi Perbaikan
Kenyataan di sekolah menunjukan bahwa sering ditemukan peserta didik
yang mengalami kesulitan belajar. Dalam hal ini betapa pentingnya fungsi
21
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
perbaikan dalam kegiatan pengajaran. Tugas para guru/guru pembimbing adalah
upaya untuk memahami kesulitan belajar, mengetahui faktor penyebab, dan
bersama peserta didik menggali solusinya. Salah satu contoh fungsi perbaikan
dalam bimbingan belajar adalah pengajaran remedial (remedial teaching).
5) Fungsi Pemeliharaan
Fungsi pemeliharaan merupakan fungsi bimbingan belajar dalam upaya
mempertahankan siatuasi dan kondisi belajar yang kondusif bagi peserta didik,
agar merasa nyaman dan tidak lagi mengalami permasalahan belajar.
Apabila dilihat dari penjabaran kelima fungsi bimbingan akademik, kelima
fungsi bimbingan akademik dapat diklasifikasikan menjadi dua ranah layanan,
yaitu layanan dasar yang meliputi fungsi preventif, fungsi penyesuaian, serta
fungsi penyaluran, sementara fungsi perbaikan (kuratif) dan fungsi pemeliharaan
merupakan wilayah layanan responsif. Kelima fungsi bimbingan akademik pada
dasarnya berfungsi untuk membantu peserta didik mencapai hasil belajar yang
diharapkan melalui upaya pencegahan timbulnya masalah belajar, penyaluran
minat dan bakat, penyesuaian kakarteristik peserta didik dengan program
pengajaran, pengentasan masalah-masalah belajar serta mempertahankan suasana
belajar yang kondusif bagi peserta didik.
h. Lingkup Permasalahan Bimbingan Akademik
Bimbingan akademik merupakan upaya untuk membantu peserta didik
memecahkan masalah-masalah akademik serta membantu peserta didik agar
mampu melakukan penyesuaian diri dengan tuntutan akademik yang harus
dipenuhi. Pada bidang bimbingan akademik, pelayanan bimbingan di SMP
dilakukan untuk membantu peserta didik mengembangkan diri, sikap dan
kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan serta
menyiapkan melanjutkan pendidikan lanjutan yaitu sekolah menengah umum atau
menengah kejuruan.
Pelayanan bimbingan akademik dilakukan untuk memberikan bantuan
kepada peserta didik dalam mengatasi kesulitan belajar, seperti kurang mampu
menyusun dan menaati jadwal belajar di rumah, kurang siap menghadapi ujian
dan ulangan, kurang dapat berkonsentrasi dan kurang menguasai cara belajar yang
22
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
tepat diberbagai bidang studi. Menurut Sukardi dan Kusmawati (2008: 13), bidang
bimbingan akademik meliputi:
1) Pemantapan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif dan efisien
serta produktif
2) Pemantapan disiplin belajar
3) Pemantapan penguasaan materi program belajar
4) Pematapan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan
budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat,
serta;
5) Orientasi belajar di sekolah lanjutan.
Bimbingan akademik dilakukan dengan cara mengembangkan suasana
belajar mengajar yang kondusif agar terhindar dari kesulitan belajar. Konselor
membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar, mengembangkan cara belajar
yang efektif, membantu peserta didik sukses dalam belajar, dan agar mampu
menyesuaikan diri terhadap semua tuntutan pendidikan. Dalam bimbingan
akademik, pembimbing berupaya memfasilitasi peserta didik dalam mencapai
tujuan akademik yang diharapkan.
Salah satu bidang bimbingan akademik yang diungkap oleh Sukardi dan
Kusmawati (2008: 13) adalah pemantapan sikap dan kebiasaan belajar yang
efektif serta penguasaan materi pelajaran sebagai upaya untuk membantu kesiapan
peserta dalam menghadapi tuntutan-tuntutan akademik. Academic self-efficacy
merupakan salah satu unsur pembentuk kesiapan belajar peserta didik serta
menghadapi semua tuntutan-tuntutan akademik terutama penyelesaian tugas
sekolah. Peserta didik yang memiliki academic self-efficacy akan lebih siap
menghadapi tuntutan-tuntutan akademik karena merasa yakin terhadap potensi
akademik yang dimiliki. Peserta didik yang memiliki academic self-effiacy yang
tinggi akan menampilkan perilaku yang menunjukan kesiapan dalam belajar yaitu
mampu mengatur pembelajaran secara efektif baik dirumah maupun disekolah,
menetapkan rencana belajar yang tepat, memiliki optimisme terhadap potensi diri
dalam mengahadapi tuntutan-tuntutan akademik, mampu menyelesaikan semua
tugas-tugas sekolah serta mampu menguasai seluruh materi pembelajaran dengan
baik.
23
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
2. Program Bimbingan Akademik
a. Definisi Program Bimbingan Akademik
Program secara umum dapat diartikan sebagai suatu rencana. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (online, 2012) program diartikan sebagai
rancangan mengenai asas serta usaha yang akan dijalankan. Dalam konteks
pendidikan, program merupakan bagian dari kurikulum. Sebagaimana yang
diungkapkan Smith et al. (Mahyuni, 2011: 9) „program is the body of subjects,
topics, and learning experriences that constitute curriculum’.
Nurihsan (2006: 41) mendefinisikan program bimbingan merupakan
“suatu keutuhan yang mencakup berbagai dimensi yang terkait dan dilaksankan
secara terpadu, kerjasama antara personil bimbingan dan personil sekolah lainnya,
keluarga serta masyarakat.” Suatu program bimbingan dapat disusun berdasarkan
kepada suatu kerangka pikiran tertentu yang dapat mempengaruhi pola dasar
yang dipegang dalam mengatur seluruh kegiatan bimbingan yang diadakan.
Nurihsan menjelaskan mengenai konsep bimbingan akademik bagi peserta
didik (2006: 15) :
Bimbingan akademik adalah bimbingan yang diarahkan untuk membantu
para individu menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah akademik.
Adapun yang termasuk masalah-masalah akademik yaitu pengenalan
kurikulum, pemilihan jurusan, cara belajar, penyelesaian tugas dan latihan,
pencarian serta penggunaan sumber belajar, serta perencanaan pedidikan
lanjutan.
Berdasarkan definisi program serta definisi bimbingan akademik, maka
dapat disimpulkan definisi program bimbingan akademik merupakan suatu
rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir, dan terkoordinasi
selama periode tertentu dan dilaksanakan secara terpadu, kerjasama antara
personal bimbingan dan personal sekolah lainnya, keluarga, sekolah serta
masyarakat dalam upaya membantu peserta didik menghadapi dan menyelesaikan
masalah-masalah akademik.
Menurut Suherman. AS., (2007: 69) penyusunan program bimbingan dan
konseling di sekolah dilakukan melalui delapan tahapan aktivitas, yaitu:
1) Mengkaji kebijakan dan produk hukum yang relevan;
2) Menganalisis harapan dan kondisi sekolah;
24
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
3) Menganalisis karakteristik dan kebutuhan peserta didik;
4) Menganalisis program, pelaksanaan, hasil, dukungan serta faktor-
faktor penghambat program sebelumnya;
5) Merumuskan tujuan program, baik umum maupun khusus;
6) Merumuskan alternatif komponen dan isi kegiatan;
7) Menetapkan langkah-langkah kegiatan pelaksanaan program, dan
8) Merumuskan rencana evaluasi pelaksanaan dan kebehasilan program
Dalam melakukan pengembangan program bimbingan, Yusuf (2009: 69)
menjelaskan seperangkat kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan,
meliputi: “need asesmen, perumusan tujuan, pengembangan komponen program,
penyusunan deskripsi kerja para personel pelaksana, penetapan anggaran, serta
penyiapan sarana dan prasarana”. Secara visual pengembangan program
bimbingan dan konseling digambarkan pada bagan 2.1 :
Gambar 2.1
Alur Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling
Strategi
Layanan
Komponen
Program
Harapan dan
kondisi
lingkungan
Assesmen
Lingkungan
Layanan orientasi
Layanan informasi
Bimbingan kelompok
Konseling individual
Konseling kelompok
Rujukan (referal)
Bimbingan teman sebaya
Pengembangan media
Penilaian
individu/kelompok
Penempatan/ penyaluran
Konferensi kasus
Kolaborasi guru
Kolaborasi orang tua
Kolaborasi ahli lain
Konsultasi
Akses informasi dan
teknologi
Sistem manajemen
Kesepakatan
Evaluasi, akuntabilitas
Pengembangan profesi
1. Layanan dasar
BK
2. Layanan
responsif
3. Perencanaan
individual
4. Dukungan
sistem
- Perangkat tugas
perkembangan /
(Kompetensi/
Kecakapan hidup,
nilai dan moral
peserta didik)
- Tataran tujuan
bimbingan dan
konseling
(Penyadaran,
akomodasi,
tindakan)
- Permasalahan
yang perlu
dientaskan
Pengembangan
Program
Harapan dan
kondisi
Konseli
Assesmen
Perkembangan
Konseli
(Yusuf, 2009: 69)
25
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
Struktur program bimbingan akademik yang digunakan adalah struktur
pengembangan program berbasis tugas perkembangan (Depdiknas, 2008: 221-
224), meliputi: rasional, visi dan misi, deskripsi kebutuhan, tujuan program
bimbingan, komponen program bimbingan, rencana operasional,
pengembangan tema/topik, pengembangan satuan pelayanan, evaluasi, serta
anggaran.
b. Prinsip-Prinsip Pengembangan Program Bimbingan
Proses pelaksanaan serta ketercapaian program bimbingan memerlukan
prinsip-prinsip yang mendasari pengembangan program bimbingan. Santoadi
(2010: 10-11) menjelaskan prinsip-prinsip pengembangan program bimbingan
sebagai berikut:
1) Program layanan bimbingan dan konseling di sekolah harus didasarkan
pada kebutuhan nyata peserta didik berdasarkan hasil need asesement
yang merupakan tahap awal perencanaan program.
2) Program layanan bimbingan dan konseling harus dirumuskan sejelas-
jelasnya, dalam arti program dirancang secara idealistik, spesipik, serta
operasional (dapat dilaksanakan sesuai dengan sumber daya serta
realistis dalam hitungan waktu).
3) Penempatan bimbingan (staffing) yang tepat, artinya disesuaikan
dengan kualifikasi (pendidikan, kemampuan, serta minat-minat
personal).
4) Program bimbingan diorganisasikan (diatur dalam struktur kerangka
sederhana).
5) Perlu diciptakan hubungan kerjasama yang erat dan harmonis antara
seluruh personel dalam melaksanakan pelayanan bimbingan bagi
peserta didik.
6) Program bimbingan haruslah integral dengan seluruh program
pendidikan di sekolah. Integralisasi program menuntut kerjasama yang
erat dengan seluruh tenaga kependidikan. Integralitas program dalam
hal ini juga berarti program BK yang dirumuskan menjangkau semua
kebutuhan peserta didik, baik yang bermasalah maupun yang tidak.
Prinsip-prinsip pengembangan program bimbingan dirumuskan dengan
maksud agar pengembangan program bimbingan disusun seseuai dengan
karateristik kebutuhan peserta didik serta program pendidikan. Program
bimbingan disusun sejelas-jelasnya dalam suatu kerangka sederhana dengan
26
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
mempertimbangankan SDA yang ada serta waktu yang tersedia, dan dalam
pelaksanaannya melibatkan seluruh personil sekolah. Program bimbingan
diharapkan dapat dilaksanakan secara tepat sasaran menjangkau keseluruhan
peserta didik baik peserta didik yang bermasalah maupun yang tidak bermasalah.
c. Komponen Layanan Program
Program bimbingan dan konseling meliputi empat komponen pelayanan,
yaitu: (1) pelayanan dasar bimbingan, (2) pelayanan responsif, (3) perencanaan
individual, dan (4) dukungan sistem (Depdiknas, 2008: 207). Keempat komponen
program tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Pelayanan Dasar Bimbingan
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada
seluruh konseli melalui kegiatan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok
dalam upaya mengembangkan perilaku jangka panjang yang disesuaikan dengan
tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Pelaksanaan layanan dasar dimulai
dengan melakukan need asesmen untuk mengukur karakteristik kebutuhan peserta
didik guna untuk menentukan jenis layanan yang tepat. Pelaksanaan layanan dasar
meliputi bimbingan klasikal, pelayanan orientasi, pelayanan informasi, bimbingan
kelompok serta layanan pengumpulan data.
2) Layanan Responsif
Layanan responsif merupakan pemberian bantuan bagi peserta didik
konseli) yang memiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan bantuan
(pertolongan) dengan segera. Layanan responsif bertujuan untuk membantu
peserta didik memenuhi kebutuhannya yang dirasakan pada saat ini, atau yang
dipandang mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas-tugas
perkembangannya. Pelaksanaan layanan responsif dapat dilakukan dengan
konseling individual, konseling krisis, konsultasi dengan orag tua, guru, serta alih
tangan kepada ahli lain.
3) Layanan Perencanaan Individual
Perencanaan individual merupakan bantuan kepada konseli agar mampu
merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa
27
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
depan berdasarkan pada pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta
pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya.
Perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli agar memiliki
pemahaman tentang diri dan lingkungannya, mampu merumuskan tujuan,
perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, dapat melakukan
kegiatan beradasrkan pemahaman tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.
Kegiatan perencanaan individual diimplementasikan dalam bentuk kegiatan need
asesment, kegiatan orientasi, informasi, konseling individual, rujukan, kolaborasi
dan advokasi.
4) Layanan Dukungan Sistem
Ellis (Yusuf dan Nurihsan, 2008: 31) menjelaskan layanan dukungan
sistem merupakan :
Komponen layanan yang berupa kegiatan-kegiatan manajemen yang
bertujuan memantapkan, memelihara dan meningkatkan program bimbingan
secara menyeluruh melalui pengembangan profesional; hubungan masyarakat
dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat, masyarakat yang lebih
luas; manajemen program; penelitian dan pengembangan.
Sejalan dengan pendapat Ellis, dalam rambu-rambu penyelenggaraan
pendidikan profesional konselor (Depdiknas, 2008: 212-213) dijelaskan dukungan
sistem meliputi aspek-aspek (1) pengembangan jejaring baik dengan pihak orang
tua, guru, staf sekolah, serta kerjasama dengan ahli lain terkait pelayanan
bimbingan dan konseling, (2) kegiatan manajemen yang meliputi kegiatan
pengembangan program, pengembangan staf, pemanfaatan sumber daya, serta
pengembangan penataan kebijakan, (3) riset dan pengembangan yang merupakan
aktivitas konselor yang berhubungan dengan pengembangan profesional secara
berkelanjutan.
Layanan dasar bimbingan, layanan responsif, dan layanan perencanaan
individual, merupakan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada para
peserta didik secara langsung, sedangkan dukungan sistem merupakan komponen
pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infra struktur, dan pengembangan
kemampuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung
memberikan bantuan kepada peserta didik atau memfasilitasi kelacaran
28
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
perkembangan konseli. Program bimbingan belajar merupakan salah satu bagian
dari program bimbingan dan konseling yang memberikan dukungan kepada guru
pembimbing dalam memperlancar penyelengaraan layanan bimbingan dan
konseling yang mencakup empat komponen layanan tersebut (layanan dasar
bimbingan, layanan responsif, layanan dukungan sistem).
3. Academic Self-Efficacy
a. Perkembangan Self-Efficacy
Teori self-efficacy dikembangkan dari teori kognitif sosial Bandura yang
mengungkap tentang perilaku dan aspek-aspek mekanistis organisme perspektif
individu (Bandura, 1977; Sudrajat, 2008: 18). Model kognitif sosial mengungkap
mengenai hubungan antara faktor pribadi (kognitif, afektif dan proses biologis),
perilaku seseorang, dan kondisi lingkungan yang secara terus menerus saling
berinteraksi dan memberikan pengaruh satu sama lain yang sering disebut
hubungan segitiga timbal balik. Interaksi antara faktor pribadi dan perilaku
mencerminkan dampak dari pikiran, perasaan, dan keyakinan seseorang pada
dirinya atau perilakunya, sementara interaksi antara pengaruh lingkungan dan
faktor pribadi mencerminkan dampak dari pengaruh sosial (pemodelan,
pembelajaran serta persuasi) dalam hal harapan, keyakinan dan emosi orang lain
terhadap karakteristik dirinya (Bandura, 1989: Wernersbach, 2011: 4).
Sekitar tahun 1982, 1986 dan 1989 Bandura telah mengembangkan suatu
model perilaku sosial yang meliputi self-efficacy sebagai faktor utama (Sudrajat,
2008: 18). Bandura (Finaly, 2011: 38) menjelaskan self-efficacy secara eksplisit
berhubungan dengan kemampuan yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas khusus sebagai predioktor kuat dari perilaku. Selanjutnya,
Bandura (Wernersbach, 2011: 5) menjelaskan self-efficacy sebagai faktor motivasi
yang dapat meningkatkan atau menghambat tindakan berdasarkan penilaian
individu terhadap kemampuannya untuk mengendalikan suatu kejadian/peristiwa
yang dapat berpengaruh terhadap hidupnya.
29
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
b. Konsep Self-Efficacy
Self-efficacy merupakan suatu keadaan dimana seseorang yakin dan
percaya dirinya dapat berhasil melakukan sesuatu secara efektif. Bandura (1997;
2006: 307) menjelaskan “perceived self-efficacy is concered with people’s
beliefs in their capabilities to produce given attainments”, self-efficacy mengacu
pada keyakinan individu terhadap kompetensi dirinnya untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Selanjutnya, Bandura (Pajares, 1996: 544) menjelaskan „self efficacy
beliefs are defined as beliefs in one capabilities to organize and execute the
course of action required to to manage prospective situations’, self-efficacy
didefinisikan sebagai keyakinan dalam satu kemampuan untuk mengatur dan
melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mengelola siatuasi yang akan
datang. Lebih lanjut, Bandura (Hen dan Goroshit, 2012: 2) menjelaskan „Self-
efficacy refers to people’s judgments of their own capabilities to organize and
execute courses of action required to attain designated types of performances’ ,
self-efficacy mengacu pada penilaian individu terhadap kemampuan yang
dimilikinya untuk mengatur dan menjalankan rencana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai hasil yang diharapkan. Ketiga penjelasan dari Bandura mengenai
definisi self efficacy mengacu pada keyakinan diri individu terhadap potensi
dirinya.
Analog dengan definisi yang dikemukakan Bandura, Sudrajat (2008: 28)
menjelaskan:
Self-efficacy merujuk pada persepsi kognitif yang berisikan tentang
kemampuan dalam mengatur dan melaksanakan sejumlah tindakan atau
aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan tuntutan atau tugas-tugas
tertentu sehingga berhasil.
Rusnawati (2012: 19) mendefinisikan self-efficacy sebagai “keyakinan
atau kepercayaan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam
melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang ia hadapi, sehingga mampu
mengatasi rintangan dan mencapai tujuan yang diharapkan”. Selanjutnya, Setiadi
(2010: 20) menjelaskan self-efficacy berhubungan dengan “someone’s belief in
his/her capability to do something or different things under a specific
circumstance”, self-efficacy berhubungan dengan keyakinan seseorang terhadap
30
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
kemampuannya untuk melakukan sesuatu atau hal-hal yang berbeda di bawah
kondisi tertentu. Lebih lanjut, Pajares (1996: 544) mengungkapkan “efficacy
beliefs help determine how much effort people will expend on an activity, how
long they will preserve when confronting obstacles and how resilent they will
prove in the face of adverse situstions”, self-efficacy membantu individu dalam
menentukan seberapa banyak usaha yang dilakukan ketika melaksanakan suatu
kegiatan serta seberapa lama individu mampu bertahan dalam menghadapi
hambatan dalam sebuah situasi.
Self-efficacy juga mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional individu.
Individu yang memiliki self-efficacy rendah akan mempersepsikan suatu kondisi
lebih sulit dari kenyataan yang sebenarnya, sehingga akan cenderung mengalami
stres, depresi dan tidak mampu menemukan cara yang terbaik untuk memecahkan
masalah yang dialami. Self-efficacy tinggi, akan membantu menciptakan perasaan
yang tenang dalam menghadapi tugas akademik maupun kondisi yang sulit. Pada
akhirnya, self-efficacy merupakan penentu dan prediktor yang kuat terhadap
tingkat prestasi yang akan dicapai oleh individu (Pajares, 1996: 544-545).
Disimpulkan self-efficacy merupakan keyakinan individu terhadap
kemampuan yang dimiliki untuk mengatur dan melaksanakan serangkaian
tindakan serta mampu bertahan menghadapi tantangan dalam mencapai tujuan
yang diharapkan.
c. Definisi Academic Self-Efficacy
Konseptualisasi self-efficacy dalam situasi akademik disebut dengan
academic self-efficacy. Schunk (Sudrajat, 2008: 18) telah mengawali penelitian
self-efficacy dalam bidang pendidikan. Schunk (Gore, 2005: 93) menjelaskan
„academic self-efficacy can be defined as individuals’ confidence in their ability
to successfully perform academic tasks at a designated level’, academic self-
efficacy dapat didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap kemampuan
yang dimilikinya sehingga berhasil melaksanakan tugas-tugas akademik sesuai
dengan tingkat kemampuannya. Sejalan dengan pendapat Schunk, Baron dan
Byrne (Dwitantyanov et al, 2010: 136) menjelaskan academic self-efficacy dapat
31
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
diartikan sebagai „keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu untuk melakukan
tugas akademik yang diberikan dan menandakan level kemampuan dirinya.‟
Menurut Bandura (Wijaya dan Pratitis, 2012: 6) „academic self-efficacy
mengacu pada keyakinan yang berkaitan dengan kemampuan dan kesanggupan
seorang pelajar untuk mencapai dan menyelesaikan tugas-tugas studi dengan
target hasil dan waktu yang telah ditentukan.‟ Menurut Bandura (Dwitantyonov,
et al, 2010: 136) academic self-efficacy jika disertai dengan tujuan-tujuan yang
spesifik dan pemahaman mengenai prestasi akademik, maka akan menjadi
penentu suksesnya perilaku akademik di masa yang akan datang.
Bandura (1997: 215) memperjelas konsep academic self-efficacy dengan
mengkorelasikan academic self-efficacy terhadap prestasi akademik peserta didik,
yaitu:
Students whose sense of efficacy was raised set higher aspirations for
themselves, showed greater strategic flexibility in the search for solutions,
achieved higher intellectual performances, and were more accurate in
evaluating the quality of their performances than were students of equal
cognitive ability who were led to believe they lacked such capabilities.
Mc Grew (Online, 2008) menjelaskan „academic self-efficacy refers to a
person's conviction that they can successfully achieve at a designated level in a
specific academic subject area’, academic self-efficacy mengacu pada keyakinan
seseorang bahwa dirinya dapat berhasil mencapai prestasi pada tingkat yang
ditetapkan dalam suatu subjek area akademik. Selanjutnya, Ayiku (2005: 21)
menjelaskan “academic self-efficacy is a construct where a student’s intellectual
performance is based on the development of cognitive skill and his or her
perceived self-efficacy”, academic self-efficacy adalah konsep tentang kinerja
intelektual peserta didik didasarkan pada pengembangan keterampilan kognitif
serta persepsi self-efficacy-nya. Definisi Ayiku menjelaskan kinerja akademik
peserta didik dalam menyelesaikan tugas serta tuntutan akademik didasarkan pada
keterampilan kognitif serta tingkat self-efficacy-nya.
Disimpulkan academic self-efficacy merupakan tingkat keyakinan diri
peserta didik dalam menyelesaikan serangkaian tugas akademik dengan target
hasil dan waktu yang telah ditentukan yang menandakan level kemampuannya.
32
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
d. Dimensi-Dimensi Self-Efficacy
Bandura (1997: 42-43) menjelaskan self-efficacy individu dapat dibedakan
atas dasar tiga dimensi, yaitu mangnitude atau level, generality, strength.
1) Magnitude atau Level
Magnitude merujuk pada tingkat kesulitan tugas atau masalah yang
diyakini oleh individu dapat diselesaikan sebagai hasil persepsi tentang
kompetensi diri. Pada konsep academic self-efficacy, dimensi magnitude berkaitan
dengan tingkat kesulitan tugas akademik yang diyakini peserta didik mampu
untuk diselesaikan. Peserta didik biasanya akan mencoba tugas yang dirasa
mampu untuk diselesaikan. Pada saat peserta didik dihadapkan pada tugas
akademik yang disusun menurut tingkat kesulitan tertentu, maka self-efficacy-nya
akan jatuh pada tugas yang sangat mudah, mudah, cukup mudah, sulit dan sangat
sulit. peserta didik yang memiliki academic self-efficacy yang tinggi cenderung
memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya. Peserta
didik yang tingkat academic self-efficacy nya rendah akan menghindari tugas
yang dirasa melampaui batas kemampuannya.
2) Generality
Dimensi Generality berkaitan dengan keluasan tingkat penguasaan atau
pencapaian individu terhadap tugas atau masalah dalam kondisi tertentu. Pada
konsep academic self-efficacy, generality berkaitan dengan keluasan bidang ilmu
pengetahuan yang diyakini dapat dikuasai peserta didik dalam menyelesaikan
berbagai tugas akademik berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Individu dapat menyatakan dirinya memiliki keyakinan diri pada berbagai bidang
akademik (mata pelajaran), atau terbatas pada satu bidang akademik tertentu saja.
Peserta didik dengan self-efficacy yang tinggi akan merasa yakin mampu
menguasai berbagai mata pelajaran sekaligus dalam menyelesaikan tugas
akademik. Individu yang memiliki self-efficacy yang rendah hanya menguasai
sedikit bidang pengetahuan (mata pelajaran) dalam menyelesaikan suatu tugas
akademik.
3) Strength
33
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
Strength merujuk pada tingkat kekuatan atau kelemahan keyakinan
individu terhadap kompetensi yang dipersepsinya. Pada konsep academic self-
efficacy, dimensi strength merupakan dimensi yang mengungkap kuat atau
lemahnya keyakinan peserta didik terhadap kompetensi yang dipersepsinya dalam
menyelesaikan tugas akademik yang sulit sekalipun. Dimensi strength berkaitan
dengan keteguhan hati keyakinan peserta didik bahwa dirinya akan berhasil dalam
mengerjakan tugas akademik yang dicerminkan dalam daya juang tinggi dan
pantang menyerah. Self-efficacy peserta didik yang kuat akan menjadi dasar bagi
individu untuk melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan
sekalipun.
e. Sumber-Sumber Self-Efficacy
Menurut Bandura (1995: 3-5) keyakinan individu terhadap keberhasilan
dirinya dapat dikembangkan oleh empat pengaruh utama, yaitu:
1) Pengalaman Penguasaan (Mastery Experiences)
Pengaruh pertama dalam membentuk dan memperkuat self-efficacy
individu adalah pengalaman penguasaan (mastery experiences). Kesuksesan
sebagai hasil dari pengalaman penguasaan, akan membangun kepercayaan yang
kuat dalam keyakinan pribadi individu. Sebaliknya, kegagalan akan mengurangi
rasa keyakinan (sense of efficacy) individu. Dengan kata lain, semakin sering
individu mengalami keberhasilan, maka tingkat self-efficacy nya akan semakin
tinggi. Sebaliknya, semakin sering individu mengalami kegagalan maka semakin
rendah tingkat self-efficacy nya.
Pada setting akademik, self-efficacy melalui pengalaman penguasaan
terbentuk ketika peserta didik berhasil menyelesaikan tugas akademik kemudian
menafsirkan dan mengevaluasi hasil yang diperoleh. Ketika peserta didik berhasil
menyelesaikan tugas, maka self-efficacy untuk menyelesaikan tugas serupa akan
cenderung meningkat juga, sebaliknya ketika peserta didik mengalami kegagalan
dalam menyelesaikan tugas, maka self-efficacy untuk berhasil pun akan cenderung
berkurang. Pengalaman penguasaan mempunyai pengaruh sangat kuat bagi
34
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
peserta didik dalam mengatasi hambatan atau mencapai keberhasilan pada tugas-
tugas menantang (Usher dan Pajares, 2008: 752).
2) Pengalaman Perumpamaan (Vicarious Experiences)
Pengaruh yang kedua dalam membentuk dan memperkuat self-efficacy
individu adalah pengalaman yang diperoleh melalui pengamatan terhadap model
sosial. Dengan mengamati pengalaman orang lain (model sosial) dalam mencapai
kesuksesan, akan memperkuat self-efficacy untuk mencapai hasil yang sama
dengan hasil yang dicapai oleh model yang diobervasinya. Sebaliknya, kegagalan
model yang diobservasi akan melemahkan tingkat motivasi dan self-efficacy
individu. Pengaruh pemodelan akan memberikan standar sosial terhadap individu
dalam melakukan penilaian terhadap kemampuan dirinya.
Pada setting akademik, model sosial memainkan peran yang kuat dalam
pengembangan self-efficacy, terutama ketika peserta didik tidak yakin tentang
kemampuan yang dimiliki. Peserta didik cenderung membandingkan kemampuan
akademik yang dimiliki dengan teman sekelasnya (Usher dan Pajares, 2008: 753).
Pembentukan self-efficacy melalui pengamatan pengalaman model sosial
(vicarious experiences) dapat dilakukan melalui kegiatan observasi, meniru,
berimajinasi, dan melalui media lainnya. Individu dalam membentuk kekuatan
self-efficacy cenderung mencari model yang memiliki kompetensi yang sesuai
dengan cita-citanya. Misalnya, ketika peserta didik bercita-cita untuk menjadi
dokter, maka dalam membentuk self-efficacy, peserta didik akan mencari model
seorang dokter yang sukses dibidangnya. Dengan mengamati perilaku, pemikiran,
pegetahuan, serta kompetensi yang dimiliki model, akan mengajarkan peserta
didik suatu keterampilan dan strategi dalam mencapai tujuan.
3) Persuasi Sosial atau Verbal (Social Persuasion)
Persuasi sosial atau verbal dapat memperkuat self-efficacy dalam
pencapaian keberhasilan. Pendapat orang lain yang menganggap individu
memiliki kemampuan dalam menyelesaikan suatu kegiatan dengan sukses akan
memperkuat self-efficacy individu dalam menghadapi berbagai masalah atau
tantangan ketika melaksanakan suatu kegiatan/aktivitas. Sebaliknya, pendapat
35
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
orang lain yang meganggap individu tidak mampu, akan melemahkan self-efficacy
individu dalam melaksanakan aktivitas dengan baik.
Pada setting akademik, persuasi sosial dapat berupa dukungan dari orang
tua, guru, dan teman sebaya yang akan memperkuat keyakinan diri peserta didik
terhadap kemampuan akademik yang dimiliki. Ketika peserta didik belum
terampil dalam membuat penilaian diri yang akurat, peserta didik sering
tergantung pada orang lain untuk memberikan umpan balik evaluatif dan penilaian
tentang kinerja akademis yang dimilikinya. Persuasi verbal dapat berfungsi untuk
meningkatkan upaya peserta didik dalam menanamkan self-efficacy terkait
kompetensi yang dimiliki (Usher dan Pajares, 2008: 754).
4) Kondisi Psikologis dan Emosional (Physiological and Emotional
States)
Sumber self-efficacy yang terakhir adalah keadaan fisiologis dan
emosional. Individu menafsirkan reaksi stres dan ketegangan sebagai tanda
kerentanan terhadap kinerja yang buruk. Pada kegiatan yang melibatkan kekuatan
dan stamina, individu cenderung menilai kelelahan fisik sebagai kelemahan,
suasana hati mempengaruhi penilaian individu tentang kompetensi dirinya
(Bandura, 1995: 4). Pengembangan self-efficacy tidak hanya tergantung pada
keadaan fisiologis dan emosional individu, melainkan pada bagaimana individu
menafsirkan kondisi fisiologis dan emosional yang sedang dialami. Peserta didik
yang kurang yakin terhadap kemampuan dirinya akan secara salah menafsirkan
kecemasan sebagai tanda ketidakmampuan. Penafsiran tersebut akan
mengakibatkan kegagalan dalam menyelesaikan tugas akademik. Keadaan
emosional peserta didik juga mempengaruhi bagaimana peserta didik menafsirkan
pengalamannya. Cara untuk mengembangkan self-efficacy adalah dengan
meningkatkan kekuatan fisik, mengurangi stres dan kecenderungan emosional
negatif, serta kesalahan memprespsikan suatu keadaan atau kondisi.
36
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan self-efficacy
Peserta didik
Schunk dan Meece (2005: 74-86) dalam jurnal penelitian “Self-Efficacy
Development and Adolesences” menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat academic self-efficacy remaja antara lain perubahan perkembangan,
lingkungan keluarga, sekolah, serta teman sebaya. Pengaruh yang terkait dengan
masing-masing konteks sosial dapat memiliki efek mendalam pada keyakinan
remaja tentang kemampuanya untuk berhasil baik di dalam maupun diluar
sekolah.
1) Perubahan Perkembangan (Developmental Changes)
Perubahan kognitif, fisik, dan sosial pada remaja memiliki implikasi
penting bagi remaja dalam mendeskripsikan kemampuan yang dimiliki. Penelitian
Harter (Schunk dan Meece, 2005: 77) menunjukkan deskripsi diri remaja
cenderung lebih abstrak dan multidimensi. Perubahan pada masa remaja
menunjukan sebagian kemampuan remaja menjadi meningkat untuk kemampuan
abstraksi kognitif, refleksi, dan perbandingan sosial . Pada masa remaja, individu
menjadi lebih terampil mengkoordinasikan informasi yang bertentangan dengan
harapan, serta membentuk pandangan yang lebih stabil terhadap kemampuan yang
dimiliki. Kemampuan remaja mempengaruhi self-efficacy yang dimiliki.
2) Sekolah (Schooling)
Situasi serta kondisi sekolah akan membantu membentuk self-efficacy
remaja. Eccles et al (Schunk danMeece, 2005: 79) menjelaskan dengan
kematangan kognitif, remaja lebih mampu menginterpretasikan dan
mengintegrasikan beberapa sumber informasi mengenai kompetensi yang
dimiliki, serta memiliki pandangan yang jauh lebih berbeda dari kemampuannya.
Sekolah memiliki pengaruh potensial pada self-efficacy remaja termasuk
bagaimana struktur pengajaran, kemudahan atau kesulitan belajar, umpan balik
tentang kinerja, persaingan, kegiatan penilaian, jumlah dan jenis perhatian guru,
dan transisi sekolah. Sebagai contoh, struktur pengajaran yang kaku menyebabkan
peserta didik mengalami kegagalan dan kesulitan belajar. Kesulitan belajar yang
dialami peserta didik akan mengakibatkan menurunnya self-efficacy peserta didik.
37
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
Ruang kelas dengan banyak kompetisi dan perbandingan sosial dapat menurunkan
self-efficacy peserta didik yang merasa kurang berprestasi.
Periode transisi di sekolah dapat menyebabkan perubahan dalam self-
efficacy. Transisi sekolah membawa banyak perubahan dalam hubungan guru dan
kelompok sebaya, kelas yang dapat mempengaruhi self-efficacy. Menurut
Anderman et al, (Schunk dan Meece, 2005: 80) remaja sering mengalami
penurunan kompetensi dan self-efficacy ketika remaja mengalami transisi antara
SD dengan SMP. Karakteristik peserta didik SMP berbeda dengan SD, peserta
didik SMP lebih cenderung terfokus pada persaingan dan perbedaan kemampuan
dibandingkan fokus pada pembelajaran dan penguasaan pengetahuan.
Hal lain yang mempengaruhi self-efficacy adalah sistem pembelajaran
sekolah serta lingkungan sekolah yang kondusif. Sistem pembelajaran yang tepat
serta lingkungan sekolah yang kondusif akan membantu peserta didik menetapkan
tujuan pembelajarannya dan fokus pada kegiatan belajar dan mengajar sehingga
peserta didik akan semakin yakin terhadap kemampan yang dimiliki.
3) Teman Sebaya (Peers)
Pengaruh teman sebaya sangat kuat di kalangan remaja karena teman
sebaya memberikan kontribusi yang signifikan untuk proses sosialisasi remaja.
Sebuah hasil penelitian menunjukkan self-efficacy remaja sangat dipengaruhi oleh
teman sebaya (Schunk dan Miller, 2002; Schunk dan Meece, 2005: 82).
Pengamatan peserta didik terhadap kemampuan teman sebayanya dalam
menyelesaikan tugas dapat meningkatkan self-efficacy peserta didik dan
mengarahkan peserta didik untuk meyakini dirinya mampu menyelesaikan tugas
seperti teman sebayanya. Sebaliknya, pada saat teman sebayanya tidak berhasil
menyelesaikan tugas, maka self-efficacy peserta didik pun akan menurun. Remaja
cenderung memilih teman-teman dan kelompok sebaya atas dasar kesamaan yang
kemudian akan meningkatkan pengaruh potensi pemodelan.
4) Keluarga (Families)
Lingkungan keluarga akan memberikan pengaruh terhadap self-efficacy
remaja (Schunk dan Meece, 2005: 84). Orang tua membangun kompetensi remaja
ketika memberikan lingkungan yang menawarkan beberapa tantangan, dorongan
38
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
untuk menetapkan aspirasi yang tinggi namun realistis, memberikan peran model
yang positif, menyediakan dan mendukung pengalaman penguasaan, dan
mengajarkan bagaimana menghadapi kesulitan.
Faktor lingkungan keluarga lainnya yang mempengaruhi self-efficacy
remaja adalah latar belakang ekonomi keluarga. Remaja yang latar belakang
keluarganya termasuk kelas ekonomi bawah, akan cenderung memiliki self-
efficacy yang rendah, karena keluarga dengan latar belakang ekonomi kelas bawah
akan kurang mampu memenuhi kebutuhan akademik yaitu berbagai fasilitas
belajar yang membantu menstimulasi perkembangan kognitif remaja seperti
komputer dan buku pelajaran.
Pola asuh orang tua akan mempengaruhi perkembangan self-efficacy
remaja. Remaja dengan Orang tua yang bersikap hangat, cepat tanggap dan ikut
terlibat dalam mendukung perkembangan akademik, akan meningkatkan self-
efficacy remaja. Selain itu, persepsi orang tua terhadap kemampuan yang dimiliki
anak, akan senantiasa berpengaruh terhadap persepsi remaja terhadap kompetensi
yang dimilikinya.
g. Proses-Proses Self-Efficacy
Efficacy mengatur fungsi individu melalui empat proses utama yaitu proses
kognitif, motivasi, afektif, dan seleksi (Bandura, 1995: 5-11).
1) Proses Kognitif
Fungsi utama dari kognitif adalah memungkinkan individu untuk
memprediksi kejadian, serta mengembangkan cara untuk mengontrol
kehidupannya. Misalnya, keterampilan pemecahan masalah secara efektif
memerlukan proses kognitif untuk memproses berbagai informasi yang diterima.
Asumsi yang timbul pada aspek kognitif adalah semakin efektif kemampuan
individu dalam analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-
gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan
mengembangkan cara untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya.
39
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
Proses kognitif akan menekan tuntutan atau tugas yang harus diselesaikan,
kegagalan, serta kemunduran yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan
pribadi sosial individu. Pada saat dihadapkan pada suatu keadaan yang sulit
akibat tuntutan lingkungan, individu yang memiliki self-efficacy yang rendah
cenderung kurang mampu berpikir secara analitis dalam mengungkapkan
aspirasinya. Individu yang mampu mempertahankan rasa keyakinannya dapat
menentukan tujuan dan menggunakan pemikiran analitik secara tepat yang
ditunjukan dalam prestasi yang dicapainya.
2) Proses Motivasi
Efficacy memainkan peran penting dalam regulasi diri motivasi. Individu
memotivasi dirinya dan mengarahkan tindakannya dengan latihan
pemikiran. Individu membentuk keyakinan tentang apa yang bisa dilakukan serta
mengantisipasi kemungkinan hasil dari tindakan yang dilaksanakan. Individu
menetapkan tujuan dan membuat rencana tindakan yang dirancang untuk
mewujudkan tujuan. Tingkat motivasi dipengaruhi oleh keyakinan individu terkait
dengan hal apa yang dapat dilakukan serta kemungkinan hasil yang dicapai.
Selain itu, tujuan yang ingin dicapai juga berpengaruh terhadap motivasi.
3) Proses Afektif
Keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya berpengaruh
terhadap tingkat stres dan depresi yang dialami dalam situasi mengacam. Persepsi
self-efficacy dalam melakukan kontrol terhadap stres memainkan peranan penting
dalam menentukan tingkat kecemasan individu.
Individu yang tidak yakin akan potensi dirinya akan berpersepsi
lingkungannya berbahaya dan dapat mengancam dirinya, serta merasa kurang
mampu menghadapi ancaman tersebut. Individu yang percaya atau yakin terhadap
potensi dirinya akan cenderung lebih waspada dan mampu menghadapi berbagai
masalah yang dialami.
4) Proses Seleksi
Kepribadian individu merupakan hasil dari lingkungan tempat tinggalnya.
Self-efficacy individu dapat dibentuk melalui pengkondisian lingkungan melalui
serangkainan proses yang dilakukan untuk menumbuhkan potensi-potensi dan
40
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
gaya hidup tertentu. Individu cenderung menghindari kegiatan dan lingkungan
yang diyakini diluar kapasitas kemampuan dirinya. Individu siap mengahadapi
tantangan ketika lingkungannya berpersepsi dirinya mampu.
Peserta didik yang memiliki academic self-efficacy rendah cenderung
menghindar dari tugas yang sulit, yang dipersepsikan mampu mengacam dirinya,
sehingga memiliki aspirasi rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan
yang ingin dicapainya. Selain itu, ketika dihadapkan pada tugas-tugas sulit,
peserta didik kurang mampu menghadapi hambatan dan cenderung menyerah,
serta lebih berfokus pada pikiran mengenai kegaglan-kegagalan yang akan dialami
dibanding berfokus pada bagaimana cara yang harus dilakukan untuk mencapai
keberhasilan, sehingga menimbulkan stres dan depresi. Sebaliknya, academic self-
efficacy yang kuat akan meningkatkan prestasi belajar peserta didik dan
pencapaian keberhasilan dalam berbagai hal.
Self-efficacy yang tinggi ditandai dengan memiliki komitmen yang kuat
dalam mencapai tujuan, selalu mempertahankan dan meningkatkan usahanya
dalam menghadapi kesulitan, mampu dengan cepat mengembalikan rasa
keberhasilan setelah mengalami kegagalan, selalu berpersepsi dirinya mampu
mengontrol atau menghapi hambatan yang dilalami. Self-efficacy yang tinggi akan
menghasilkan prestasi yang tinggi, mengurangi stres, dan terhindar dari depresi.
Self-efficacy merupakan hasil dari sebuah proses kompleks yang melibatkan
proses persuasi diri yang bergantung pada pengolahan kognitif, pengalaman
pribadi, sosial, dan fisiologis.
h. Pengukuran Academic Self-Efficacy
Salah satu pengukuran academic self efficacy berbentuk skala self-efficacy
yang dikembangkan oleh Bandura (2006: 312-314). Instrumen self-efficacy
disusun berdasarkan tiga aspek self-efficacy yaitu magnitde/level, generality dan
strength. Menurut Bandura (2006:312-314) dalam metodologi pengukuran self-
efficacy, disajikan item-item yang menggambarkan berbagai tuntutan tugas yang
harus dilaksanakan oleh seorang individu, kemudian individu diharuskan memilai
kemampuannya menyelesaikan tugas berdasarkan tingkat keyakinannya.
41
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
Penilaian keyakinan akan kemampuan diri diklasifikasikan pada skala 0-
100 dengan jarak interval 10 dengan ketentuan dimulai dari 0 (tidak yakin
sanggup melakukan), 50 (cukup yakin mampu melakukannya); hingga keyakinan
penuh, 100 (sangat yakin mampu melakukan). Adapun format respon skala self-
efficacy secara sederhana adalah 0 -10. Berikut adalah format respon dari skala
self-efficacy yang dijadikan acuan oleh Bandura:
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Tidak
sanggup
melakukannya
Cukup
mampu
melakukann
Sangat
mampu
melakukannya
Menurut Pajares et al (Bandura, 2006: 312) skala self efficacy dengan
format respon 0-100 lebih baik untuk digunakan dibandingkan pengukuran yang
menggunakan skala interval 5, karena hasilnya akan lebih sensitif dan lebih
reliabel. Skala self-efficacy berkisar mulai dari 0 sampai dengan kekuatan
maksimal. Skala bipolar atau pengukuran negatif dibawah 0 tidak disertakan
karena sudah menunjukan ketidakyakinan individu, sehingga item pernyataan
yang disusun pun hanya menggunakan item pernyatan positif (Bandura: 2006:
312).
i. Karakteristik Peserta didik Sekolah Menengah Pertama
Pikunas (Yusuf, 2009: 10 ) membagi masa remaja menjadi tiga bagian
yaitu „(1) remaja awal 12-15 tahun, (2) remaja madya : 15-18 tahun dan (3)
remaja akhir : usia 18-22 tahun.‟ Berdasarkan konsep perkembangan individu bila
dilihat dari klasifikasi remaja menurut Pikunas, peserta didik yang memasuki
jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada masa remaja
awal dengan rentang usia antara 12-15 tahun.
Selanjutnya, Santrock (1995: 16) mengemukakan peserta didik kelas tujuh
sekolah menengah pertama cenderung merasa kurang puas terhadap sekolah,
kurang bertanggung jawab terhadap sekolah serta kurang yakin terhadap potensi
akademik yang dimiliki. Karaktersitik remaja yang diungkap Sanrock timbul
karena adanya transisi sekolah dari tingkat sekolah dasar ke sekolah menengah
42
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
pertama yang menimbulkan banyak perubahan pada diri remaja baik didalam
keluarga maupun sekolah yang berlangsung secara serentak.
Permasalahan academic self-efficacy dapat mempengaruhi pencapaian
prestasi akademik. Menurut Papalia et al, (2008: 569) faktor yang paling penting
dalam pencapaian prestasi akademik adalah keyakinan peserta didik dan orang
tuanya terhadap kemampuan peserta didik dalam mencapai prestasi. Peserta didik
dengan tingkat academic self-efficacy yang tinggi menunjukan kemampuan
menguasai materi akademis dan mengatur pembelajaran sendiri, memiliki
kecenderungan lebih besar untuk mencoba berprestasi dan lebih cenderung sukses
dibanding peserta didik yang tidak yakin dengan kemampuannya sendiri (Bandura
et al., 1996; Papalia et al., 2008: 56).
Karakteristik perkembangan remaja, termasuk peserta didik Sekolah
Menengah Pertama dipengaruhi oleh berbagai dimensi perkembangan remaja
yang terdiri dari aspek fisik, kognitif, sosial, psikologis dan emosional (Yusuf,
2008: 201-204).
a) Aspek Fisik
Menurut Yusuf (2008: 193) masa remaja merupakan “salah satu diantara
dua masa rentangan kehidupan individu, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang
sangat pesat”, Pada masa remaja pria ditandai dengan sangat cepatnya
pertumbuhan testis, yaitu pada tahun pertama dan kedua diusia remaja awal.
Sedangkan pada remaja wanita, kematangan organ-organ seksnya ditandai dengan
tumbuhnya rahim, vagina, dan ovarium. Terdapat ciri-ciri seks sekunder seperti
suara laki-laki mulai serak dan tinggi suara menurun, sedangkan pada perempuan
pinggul dan payudara mulai membesar. Pada perkembangan fisik, penampilan
laki-laki dan perempuan semakin berbeda dan mulai timbul daya tarik akan lawan
jenis.
b) Aspek Kognitif
Menurut Piaget masa remaja awal (11-15 tahun) berada pada periode
pemikiran operasional formal (Santrock, 2007: 126). Pemikiran operasional
formal ditandai dengan kemampuan remaja dalam menyelesaikan persamaan
aljabar, memiliki keterampilan berpikir abstrak idealistik dan logis, memikirkan
43
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan dunia, menyusun berbagai
rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji solusi. Pada
masa remaja, individu menjadi lebih terampil mengkoordinasikan informasi yang
bertentangan dengan harapan, serta membentuk pandangan yang lebih
stabil terhadap kemampuan yang dimiliki. Kemampuan remaja tersebut dapat
mempengaruhi self-efficacy yang dimilikinya.
c) Aspek Sosial
Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain (Yusuf, 2008: 198). Remaja memahami orang lain sebagai
individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun
perasaannya. Social cognition mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial
yang lebih akrab dengan teman sebayanya. Kemampuan social cognition dapat
digunakan oleh remaja untuk membentuk dan memperkuat self-efficacy melalui
pengalaman yang diperoleh dari pengamatan terhadap model sosial. Dengan
mengamati pengalaman orang lain (model sosial) dalam mencapai kesuksesan,
akan memperkuat self-efficacy untuk mencapai hasil yang sama dengan hasil yang
dicapai oleh model yang diobervasinya.
d) Aspek Moral
Melalui pengalaman atau berinteraksi sosial dengan orang tua, guru, teman
sebaya, atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang
jika dibandingkan dengan usia anak. Remaja sudah lebih mengenal tentang nilai-
nilai moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopana,
dan kedisplinan. Pada masa remaja muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-
perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan
hanya untuk memenuhi kepuasan fisik, tetapi juga kepuasan psikologis (rasa puas
dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang
perbuatannya).
e) Aspek Emosional
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi
yang tinggi. Pertumbuhan fisik terutama organ-organ seksual mempengaruhi
berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang
44
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
belum dialami sebelumnya. Pada masa remaja awal, perkembangan emosi
menunjukan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai
peristiwa atau situasi sosial, emosi remaja bersikap negatif dan tempramental
(Yusuf, 2008: 197).
f) Aspek Kepribadian
Perkembangan kepribadian merupakan sistem yang dinamis dari sifat,
sikap dan kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi individu yang
beragam ( Pikunas; Yusuf, 2008: 200). Fase remaja merupakan saat yang paling
penting bagi perkembangan dan integrasi kepribadian. Masa remaja merupakan
saat berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan “identity” merupakan isu
sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa.
Erikson (Yusuf, 2008: 201) meyakini perkembangan identity pada masa
remaja berkaitan erat dengan komitmennya terhadap okupasi masa depan, peran-
peran masa dewasa dan sistem keyakinan pribadi. Masa remaja merupakan saat
pertama berkembang usahanya yang sadar untuk menjawab pertanyaa “Who am
I”. Menurut James Marcia dan waterman (Anita E. Woolfolk, 1995; Yusuf, 2008:
201) identitas diri merujuk kepada „pengorganisasian atau pengaturan dorongan,
kemampuan-kemampuan dan keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara
konsisten yang meliputi kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik
menyangkut pekerjaan, orientasi seksual, dan filsafat hidup.‟
4. Program Bimbingan Akademik untuk Meningkatkan Academic Self-
Efficacy Peserta Didik
Pengembangan program bimbingan akademik untuk meningkatkan
academic self-efficacy peserta didik disusun berdasarkan struktuk pengembangan
program berbasis tugas perkembangan yang meliputi: rasional, visi dan misi,
deskripsi kebutuhan, tujuan program bimbingan, komponen program bimbingan,
rencana operasional, pengembangan tema dan topik/topik, pengembangan satuan
pelayanan (satlay), serta evaluasi (Depdiknas, 2008: 221-224). Secara lengkap,
struktur isi program bimbingan akademik untuk meningkatkan academic self-
efficacy peserta didik dirumuskan sebagai berikut:
45
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
a. Rasional
Menurut Bandura (Wijaya dan Pratitis, 2012: 6) „academic self-efficacy
mengacu pada keyakinan yang berkaitan dengan kemampuan dan kesanggupan
seorang pelajar untuk mencapai dan menyelesaikan tugas-tugas studi dengan
target hasil dan waktu yang telah ditentukan‟. Academic self-efficacy dapat
mempengaruhi pencapain prestasi peserta didik. Bandura (Papalia et al, 2008:
369) menjelaskan peserta didik dengan tingkat kecakapan diri yang tinggi, yakin
dirinya dapat menguasai materi akademis dan mengatur pembelajaran sehingga
mencapai prestasi yang lebih tinggi dibanding peserta didik yang tidak yakin
terhadap kemampuan yang dimiliki.
Pajares (1996: 544) mengungkapkan self-efficacy individu akan
menentukan seberapa banyak usaha yang dilakukan dalam melaksanakan suatu
kegiatan serta seberapa lama individu mampu bertahan dalam menghadapi
hambatan. Self-efficacy juga mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional
individu. Individu yang memiliki self-efficacy rendah akan mempersepsikan suatu
kondisi lebih sulit dari kenyataan yang sebenarnya, sehingga akan cenderung
mengalami stres, depresi dan tidak mampu menemukan cara yang terbaik untuk
memecahkan masalah yang dialami. Sebaliknya, self-efficacy tinggi, akan
membantu menciptakan perasaan yang tenang dalam menghadapi tugas akademik
maupun kondisi yang sulit. Pada akhirnya, self-efficacy merupakan penentu dan
prediktor yang kuat terhadap tingkat prestasi yang akan dicapai oleh peserta didik.
Academic self-efficacy dapat berpengaruh terhadap perkembangan optimal
peserta didik, khususnya dalam pencapaian prestasi akademik. Apabila academic
self-efficacy peserta didik tidak dikembangkan akan menimbulkan berbagai
permasalahan akademik peserta didik, antara lain perilaku prokrastinasi akademik,
rendahnya kemandirian belajar, tingkat stres akademik yang tinggi, mudah
menyerah ketika mengalami hambatan dalam belajar sehingga berpengaruh
terhadap pencapaian prestasi akademik. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
mengembangkan academic self-efficacy peserta didik sebagai upaya untuk
mencegah timbulnya masalah-masalah akademik pada peserta didik melalui
bimbingan akademik.
46
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
Bimbingan akademik yaitu bimbingan yang diarahkan untuk membantu
para individu dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah akademik
(Nurihsan, 2006: 15). Bimbingan akademik merupakan salah satu lingkup layanan
yang diarahkan untuk membantu peserta didik dalam menghadapi dan
memecahkan masalah-masalah akademik. Oleh karena itu, bimbingan akademik
dipandang tepat untuk mengembangkan academic self-efficacy peserta didik.
Lancarnya pelaksanaan bimbingan dan konseling di Sekolah, tergantung
kepada sejauh mana layanan bimbingan dipersiapkan secara matang. Dengan kata
lain, adanya layanan bimbingan yang telah direncanakan secara matang
merupakan hal yang esensial bagi keberhasilan penyelenggaraan bimbingan di
sekolah. Bimbingan akademik untuk meningkatkan academic self-efficacy peserta
didik dirumuskan dalam suatu program bimbingan akademik yang terencana,
terorganisir, dan terkoordinasi selama satu semester dan dilaksanakan secara
terpadu. Kerjasama antara personal bimbingan dan personal sekolah lainnya yang
terkait dengan upaya meningkatkan keyakinan peserta didik dalam menghadapi
kesulitan penyelesaian tugas akademik, meningkatkan keyakinan peserta didik
terhadap penguasaan kompetensi dalam berbagai bidang akademik sehingga
peserta didik mampu menggunakan potensi akademik yang dimiliki secara
optimal dalam upaya pencapaian prestasi akademik.
Perumusan program bimbingan akademik didasarkan pada hasil penelitian
tingkat academic self-efficacy peserta didik kelas VII SMPN 9 Bandung tahun
ajaran 2012/2013 yang mengungkap tiga dimensi self-efficacy yang dikemukakan
oleh Bandura (1997: 42-43), yaitu:
1) Magnitude atau level yaitu tingkat kesulitan tugas akademik yang
diyakini oleh individu dapat diselesaikan sebagai hasil persepsi tentang
kompetensi diri.
2) Generality yaitu keluasan tingkat penguasaan atau pencapaian individu
terhadap penyelesaian tugas akademik.
3) Strength yaitu tingkat kekuatan atau kelemahan keyakinan individu
terhadap kompetensi yang dipersepsinya
47
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
Program bimbingan akademik untuk meningkatkan academic self-efficacy
peserta didik diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif intervensi yang
dilakukan guru BK di SMPN 9 Bandung dalam memfasilitasi kebutuhan dan
perkembangan siswa, khususnya dalam meningkatkan academic self-efficacy
sebagai upaya pencapaian prestasi belajar yang diharapkan.
b. Visi dan Misi
Visi dari penyelenggaraan program bimbingan akademik adalah
menjadikan peserta didik kelas VII SMPN 9 Bandung unggul dalam prestasi
akademik dengan memiliki keyakinan yang tinggi terhadap potensi diri yang
ditampilkan dalam keseluruhan aktivitas akademik, sedangkan misi program
bimbingan akademik adalah memfasilitasi peserta didik dalam meningkatkan
keyakinan diri pada saat menjalani serangkaian aktivitas akademik di sekolah,
yang selaras dengan visi misi SMPN 9 Bandung yakni:
1) Visi dan Misi BK SMPN 9 Bandung
a) Visi
Unggul Dalam Prestasi Akademis, Olahraga, Dan
Keterampilan Berdasarkan Iman Dan Taqwa.
b) Misi
(1) Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT
(2) Mewujudkan suasana kerja dan belajar yang kondusif dan
harmonis.
(3) Membina sikap dan perilaku yang dinamis serta tanggap
terhadap perubahan
(4) Meningkatkan hasil belajar, olahraga dan seni
(5) Mengembangkan lingkungan kerja dan belajar yang
nyaman dan indah,
(6) Menumbuhkan kreatifitas Seni dan Budaya
48
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
c. Deskripsi Kebutuhan
Deskripsi kebutuhan, merupakan rumusan hasil need asesment peserta
didik kelas VII SMPN 9 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 mengenai tingkat
academic self-efficacy yang dijadikan sebagai dasar pengembangan program
bimbingan akademik hipotetik untuk meningkatkan acaddemic self-efficacy
peserta didik. Adapun deskripsi kebutuhan didasarkan pada dimensi serta
indikator pengungkap academic-efficacy, meliupti:
a. Peningkatan minat terhadap penyelesaian tugas sulit
b. Kemampuan perencaan tindakan dalam menghdapi persaingan akademik
c. Kemampuan memandang tingkat kesulitan tugas sebagai tantangan
bukan sebagai beban
d. Kemampuan berwawasan optimis terhadap potensi diri
e. Peningkatan keyakinan penguasaan berbagai mata pelajaran pada
penyelesaian tugas sekolah
f. Kemampuan belajar dari pengalaman untuk mencapai keberhasilan
akademik
g. Kemampuan menyelesaikan seluruh tugas sekolah
h. Kemampuan menampilkan sikap yang menunjukan keyakinan diri
i. Peningkatan kekuatan keyakinan
j. Peningkatan semangat juang dalam menghadapi hambatan
k. Peningakatan ketekukan mengerjakan tugas sekolah
l. Pembentukan komitmen untuk menyelesaikan tugas sekolah dengan baik.
d. Tujuan Program Bimbingan
Program bimbingan akademik untuk meningkatkan academic self-
efficacy peserta didik bertujuan untuk:
1) Memiliki keyakinan diri yang kuat terhadap potensi diri
2) Memiliki wawasan yang optimis terhadap potensi diri
3) Mampu menetapkan rencana tindakan yang tepat dalam menghadapi
tuntutan akademik sebagai peserta didik
4) Mampu menguasai berbagai bidang akademik
49
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
5) Menampilkan sikap yang menunjukan keyakinan diri pada seluruh
proses pembelajaran
6) Memiliki ketekunan dalam mengerjakan tugas sekolah
7) Memiliki komitmen penyelesaian tugas dengan baik
8) Mampu mencapai prestasi akademik sesuai dengan potensi yang
dimiliki
e. Komponen Program Bimbingan
Adapun komponen-komponen yang terlibat dalam pelaksanaan program
bimbingan akademik mencakup layanan berikut :
1) Layanan dasar. Layanan dasar pada program bimbingan akademik
yang dikembangkan berdasarkan pada hasil penelitian academic
self-efficacy peserta didik yang mencakup pada indikator-indikator
academic self-efficacy di sekolah. Layanan dasar yang
dilaksanakan meliputi:
a) Bimbingan klasikal. Dilakukan secara terjadwal oleh konselor
dengan memberikan pelayanan bimbingan kepada siswa.
Kegiatan bimbingan klasikal dapat berupa diskusi kelas dan
tanya jawab. Materi yang disampaikan antara lain persepsi
tentang tingkat kesulitan tugas, optimis terhadap kemampuan
diri, strategi monitoring waktu, komitmen penyelesaian tugas
sekolah, pentingnya ketekunan dalam belajar, serta
menumbuhkan semangat juang dalam diri.
b) Bimbingan kelompok. Guru BK memberikan layanan
bimbingan kepada peserta didik melalui kelompok-kelompok
kecil (5 sampai dengan 10 orang). Topik yang didiskusikan
dalam bimbingan kelompok antara lain cara-cara mengambil
keputusan dan memecahkan masalah secara efektif, cara-cara
mengatur dan merencanakan tindakan, keterlibatan aktif dalam
kegiatan pembelajaran, cara-cara bertahan dalam menghadapi
hambatan penyelesaian tugas, cara-cara menetapkan sasaran
dan tujuan pembelajaran berdasarkan pengalaman yang telah
50
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
dialami, cara-cara menguasai berbagai materi pelajaran,
kemampuan menghadapi situasi yang sulit dan penuh
tantangan, serta merancang urutan kegiatan. Kegiatan
bimbingan kelompok dapat berupa diskusi kelompok, umpan
balik serta simulasi permainan yang disesuaikan dengan topik
yang akan dibahas
c) Pelayanan Pengumpulan Data. Pelayanan pengumpulan data
merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi
mengenai academic self-efficacy peserta didik. Layanan
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen
pengungkap academic self-efficacy peserta didik serta data
hasil prestasi belajar peserta didik.
2) Layanan responsif. Pelayanan responsif dilakukan untuk
membantu peserta didik yang memiliki academic self-efficacy
rendah melalui layanan konseling individual. Tujuan pelaksanaan
konseling adalah agar konseli mampu mengubah persepsi terhadap
tingkat kesulitan tugas, menguasai berbagai bidang akademik pada
upaya penyelesaian tugas sekolah serta memiliki keyakinan yang
kuat terhadap potensi diri dalam menyelesaikan tugas-tugas
sekolah.
3) Layanan perencanaan individual merupakan upaya tindak lanjut
dari pelaksanaan layanan bimbingan kelompok serta layanan
responsif, agar konseli dapat mempertahankan tindakan-tindakan
yang telah dipelajarinya untuk tetap diaplikasikan secara
berkelanjutan.
4) Dukungan sistem. Kegiatan manajemen yang bertujuan
memantapkan, memelihara dan meningkatkan program bimbingan
secara menyeluruh melalui pengembangan professional,
manajemen program, penelitian, dan pengembangan. Dukungan
sistem yang dilakukan adalah kerjasama dalam pemberian layanan
51
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
dengan melibatkan guru mata pelajaran dan wali kelas sebagai
fasilitator materi, dan kerjasama dengan pihak manajemen sekolah.
Kegiatanyang dilakukan guru BK dalam melancarkan program
bimbingan akademik yaitu:
a) Pertemuan dengan orang tua peserta didik dalam rangka
bertukar informasi mengenai perkembangan siswa;
b) Menghimpun berbagai data dari wali kelas dan guru mata
pelajaran khususnya berkait dengan aktifitas peserta didik di
kelas/sekolah.
f. Rencana Operasional
Rencana operasional diperlukan untuk menjamin peluncuran program
bimbingan akademik agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. .Rencana
operasional adalah uraian detail dari program yang menggambarkan struktur isi
program baik kegiatan di sekolah maupun diluar sekolah, untuk memfasilitasi
peserta didik meningkatkan academic self-efficacy-nya. Rencana operasional
program berisi tentang jenis kegiatan, tujuan, sasaran, materi, strategi layanan,
alokasi waktu serta pelaksana program.
g. Pengembangan Tema/Topik
Pengembangan tema secara spesifik dirumuskan dalam bentuk materi
untuk setiap komponen program yang disusun sesuai dengan aspek serta indikator
academic self-efficacy peserta didik.
h. Pengembangan Satuan Pelayanan
Pengembangan satuan pelayanan yang dikembangkan sesuai dengan
tema/topikyang dirumuskan. Format satuan layanan kegiatan layanan bimbingan
dan konseling (Rusmana, 2009: 166): materi layanan; bidang bimbingan; jenis
bimbingan; standar kompetensi; kompetensi dasar; indicator; tujuan; materi;
metode; alat/bahan; kelas; teknik; eksperientasi; identifikasi; analisis; generalisasi;
evaluasi dan tindak lanjut.
i. Evaluasi
Rencana evaluasi program bimbingan dirumuskan atas dasar tujuan yang
ingin dicapai. Evaluasi program bimbingan akademik untuk meningkatkan
52
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
academic self-efficacy peserta didik dilakukan dengan melakukan penilaian proses
dan hasil. Penilaian proses dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari prosesnya, sementara penilaian hasil
dimaksudkan untuk memperoleh informasi keefektifan pelayanan bimbingan
dilihat dari prosesnya. Adapun aspek yang dinilai baik dari proses maupun hasil
(Depdiknas, 2008: 231), meliputi:
1) Kesesuaian antara program dengan pelaksanaan
2) Keterlaksanaan program
3) Hambatan-hambatan yang dijumpai
4) Dampak kegiatan pelayanan bimbingan terhadap peningkatan academic
self-efficacy peserta didik
5) Perubahan kemajuan peserta didik dilihat dari pencapaian tujuan
pelayanan bimbingan akademik untuk meningkatkan academic self-
efficacy peserta didik.
B. Kerangka Pemikiran
Peserta didik kelas VII sekolah menengah pertama merupakan peserta
didik yang mengalami periode transisi sekolah yang cukup signifikan karena
dihadapkan pada serangkaian situasi serta tuntutan akademik yang berbeda
dengan yang dialami pada saat sekolah dasar. Perbedaan yang terjadi anatara lain,
sistem pembelajaran, jumlah pelajaran, guru, lingkungan teman sebaya serta
persaingan akademik yang lebih luas dibanding pada waktu sekolah dasar.
Periode transisi di sekolah dapat menyebabkan perubahan dalam self-efficacy
peserta didik.
Self-efficacy merupakan suatu keadaan dimana seseorang yakin dan
percaya dirinya dapat berhasil melakukan sesuatu secara efektif. Bandura (Pajares,
1996: 544) menjelaskan „self efficacy beliefs are defined as beliefs in one
capabilities to organize and execute the course of action required to to manage
prospective situations’ , self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan dalam satu
kemampuan untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk
mengelola siatuasi yang akan datang. Konseptualisasi self-efficacy dalam situasi
53
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
akademik disebut dengan academic self-efficacy. Schunk (Gore, 2005: 93)
menjelaskan „Academic self-efficacy can be defined as individuals’ confidence in
their ability to successfully perform academic tasks at a designated level’.
Definisi academic self-efficacy dalam penelitian merujuk pada definisi
academic self-efficacy yang dipaparkan oleh Schunk dan Bandura, maka dapat
disimpulkn definisi academic self-efficacy merupakan keyakinan diri peserta didik
terhadap kempuan yang dimiliki untuk menyelesaikan serangkaian tugas
akademik dengan target hasil dan waktu yang telah ditentukan yang menandakan
level kemampuannya. Sementara itu, Bandura (1997: 42-43) menjelaskan self-
efficacy individu meliputi tiga dimensi yaitu tingkat kesulitan tugas (mangnitude
atau level), keluasan (Generlity), kekuatan keyakinan (strenght).
1. Tingkat Kesulitan Tugas (Magnitude atau Level)
Magnitude merujuk pada tingkat kesulitan tugas akademik yang diyakini
peserta didik mampu untuk diselesaikan sebagai hasil persepsi tentang kompetensi
diri.
2. Keluasan (Generality)
Dimensi geerality berkaitan dengan keluasan bidang ilmu pengetahuan
yang diyakini dapat dikuasai peserta didik dalam menyelesaikan berbagai tugas
akademik berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Peserta didik dapat
menyatakan dirinya memiliki keyakinan diri pada berbagai bidang akademik, atau
terbatas pada satu bidang akademik tertentu saja.
3. Kekuatan Keyakinan (Strength)
Dimensi strength merupakan dimensi yang mengungkap kuat atau
lemahnya keyakinan peserta didik terhadap kompetensi yang dipersepsinya dalam
menyelesaikan tugas akademik yang sulit sekalipun.
Dalam mengembangkan academic self-efficacy peserta didik, diperlukan
suatu upaya layanan bimbingan dan konseling yang dapat dilakukan melalui
layanan bimbingan akademik (belajar). Bimbingan akademik diarahkan untuk
meningkatkan academic self-efficacy peserta didik. Konselor membantu peserta
didik mengembangkan self-efficacy dalam menghadapi semua tuntutan-tuntututan
akademik agar mampu mencapai prestasi akademik secara optimal sesuai dengan
54
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
tingkat kemampuannya. Bimbingan akademik untuk meningkatkan academic self-
efficacy disusun dalam rancangan program bimbingan dan konseling yang
direncanakan secara sistematis, terarah, dan terpadu sebagai upaya meningkatkan
academic self-efficacy peserta didik agar mampu mencapai prestasi akademik
secara optimal.
Maka berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, peneliti ingin mengetahui
bagaimana gambaran umum academic self-efficacy peserta didik kelas VII SMP N
9 Bandung sebagai dasar pengembangan program bimbingan akademik untuk
mengembangkan academic self-efficacy peserta didik yang selanjutnya alur
kerangka berpikir dituangkan dalam Gambar 2.2 berikut:
55
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang
diakukan melalui
wawancara dan
pengamatan lapangan,
peserta didik kelas VII
SMPN 9 Bandung
memiliki masalah
(1) cenderung cepat
menyerah ketika
mendapat tugas yang
sulit, (2) merasa
terbebani dengan tugas
yang banyak, (3) ragu-
ragu ketika
mengemukakan
pendapat, (4) merasa
takut memperoleh nilai
rendah dalam ulangan
atau tugas lainnya (6)
merasa kurang yakin
mampu memperoleh
prestasi belajar yang
tinggi (masuk 5 besar di
kelasnya)
Magnitude
/ Level
Generality
Strength
Peserta didik mampu
mencapai prestasi
akademik secara
optimal
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Tinggi
Sedang
Rendah
Implikasi :
Program Hipotetik
Bimbingan
Akademik untuk
Meningkatkan
Academic Self-
Efficacy Peserta
Didik
Academic
Self-
Efficacy
56
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
C. Penelitian Tedahulu
Penelitian terdahulu yang menyajikan data yang relevan dengan penelitian
Academic Self-Efficacy adalah:
1. Penelitian Pujiati (2010: 94-125) mengenai ” Hubungan Efikasi Diri
dengan Kemadirian Belajar peserta didik “ yang dilakukan terhadap 78
orang peserta didik kelas VIII SMP N 1 Rajapolah tahun ajaran 2010-2011
menunjukan hasil secara umum peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2
Rajapolah memiliki tingkat academic self-efficacy sangat tinggi sebesar
25,64%, tinggi sebesar 53,85%, sedang sebesar 14,10% dan pada kategori
rendah sebesar 6,41%. Penelitian Pujiati menunjukan adanya fenomena
rendahnya academic self-efficacy pada peserta didik sekolah menengah
pertama. Selain itu, self efficacy peserta didik meliki korelasi positif
dengan kemandirian belajar, yaitu semakin tinggi self-efficacy peserta
didik maka semakin tinggi kemandirian eserta didik dalam menyelesaikan
tugas akademik.
2. Penelitian Finaly (2011: 103-104) mengenai “Layanan Bimbingan
Akademik untuk Meningkatkan Self-efficacy Peserta Didik yang
Mengalami Prokrastinasi Akademik” terhadap 284 peserta didik
menunjukkan hasil tingkat self-efficacy akademik peserta didik kelas XI
SMAN 6 Bandung tahun ajaran 2010-2011 12,7% berada pada kategori
tinggi, 68,7% berada pada kategori sedang, dan 18,7% berada pada
kategori rendah. Selain itu, self-efficacy peserta didik memiliki korelasi
negatif dengan tingkat prokrastinasi akademik. Artinya, semakin tinggi
tingkat self-efficacy peserta didik, maka semakin rendah tingkat
prokrastinasi akademik. Sebaliknya, semakin rendah tingkat self-efficacy
peserta didik, maka semakin tinggi tingkat prokrastinasi akademiknya.
3. Penelitian Wisantyo (2010: 13-15) mengenai “Stres pada peserta didik
SMAN 3 Semarang ditijau dari Efikasi Diri Akademik dan Jenis
Kelasmin” menunjukan ada hubungan negatif antara academic self-
efficacy dengan stres pada peserta didik SMAN 3 Semarang, semakin
tinggi academic self-efficacy pada peserta didik, cenderung akan diikuti
57
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
dengan menurunnya stres pada peserta didik SMAN 3 Semarang.
Penelitian Wisantyo mengindikasikan peserta didik yang memiliki self-
efficacy rendah akan mengalami tingkat stres akademik yang lebih tinggi.
4. Penelitian Muhid (2009: 1) mengenai hubungan antara Self-Control dan
Self-Efficacy Serta Kecenderungan Perilaku Prokrastinasi Akademik
Mahasiswa terhadap 245 mahasiswa fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel
Surabaya tahun ajaran 2007-2008, menunjukan hasil terdapat hubungan
yang signifikan antara self-efficacy dengan kecenderungan perilaku
prokrastinasi akademik. Semakin tinggi self-efficacy mahasiswa maka
semakin rendah tingkat kecenderungan mahasiswa untuk melakukan
prokrastinasi akademik. Sebaliknya, semakin rendah tingkat self-efficacy
mahasiswa maka semakin tinggi kecenderung mahasiswa melakukan
prokrastinasi akademik.
5. Penelitian Adeyemo (2008: 119-213) mengenai Moderating Influence of
Emotional Intelligence on the Link Between Academic Self-efficacy and
Achievement of University Students menunjukan hasil academic self-
efficacy memiliki korelasi yang positif dengan prestasi akademik karena
mahasiswa yang memiliki academic self-efficacy yang tinggi memiliki
kapasitas untuk menerima tantangan yang lebih, lebih tekun dalam
menghadapi tantangan, dan cenderung mampu memotivasi diri untuk
menghadapi tantangan.
6. Penelitian Wijaya dan Pratitis mengenai “Hubungan Efikasi Diri
Akademik, Dukungan Sosial Orang tua dan Penyesuaian diri Mahasiswa
dalam Perkuliahan” (Online, 2012) menunjukan hasil terdapat korelasi
positif antara academic self-efficacy dengan penyesuaian diri pada
perkuliahan. Artinya semakin tinggi academic self-efficacy maka semakin
tinggi penyesuaian diri mahasiswa pada perkuliahan. Sebaliknya, semakin
rendah academic self-efficacy maka semakin rendah penyesuaian diri
mahaasiswa pada perkuliahan.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang dipaparkan, menunjukan
Academic Self-Efficacy berperan penting dan mempengaruhi faktor lainnya dalam
58
Desi nur hidayati,2013
Program Bimbingan Akademik Untuk Meningkatkan Academic Self-Efficacy Peserta Didik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No.Daftar : 056/S/PPB/2012
pencapaian perkembangan optimal individu, antara lain kemadirian belajar, stres
akademik, prokrastinasi akademik, self-control, prestasi akademik serta
penyesuaian diri, sehingga peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
mengenai academic self-efficacy peserta didik dan menyusun program bimbingan
akademik yang dapat meningkatkan academic self efficacy peserta didik.