bab ii biografi buya hamka 1. ayahnya, haji abdul karim ...digilib.uinsby.ac.id/14720/5/bab...
TRANSCRIPT
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
20
BAB II
Biografi Buya Hamka dan M. Quraish Shihab
A. Biografi Buya Hamka
1. Biografi Buya Hamka
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal sebagai Ham ka,
lahir 16 Februari 1908 di Ranah Minangkabau, desa Kampung Molek, Nagari
Sungai Batang, di tepian danau Maninjau, Luhak Agam, Sumatera Barat.
Nama kecilnya adalah Abdul Malik, sedangkan Karim berasal dari nama
ayahnya, Haji Abdul Karim dan Amrullah adalah nama dari kakeknya, Syeikh
Muhammad Amrullah.
Hamka seorang ulama multi dimensi, hal itu tercermin dari gelar-gelar
kehormatan yang disandangnya. Dia bergelar Datuk Indomo yang dalam
tradisi Minangkabau berarti pejabat pemelihara adat istiadat. Dalam pepatah
Minang, ketentuan adat yang harus tetap bertahan dikatakan dengan sebaris
tidak boleh hilang, setitik tidak boleh lupa. Gelar ini merupakan gelar pusaka
turun temurun pada adat Minangkabau yang didapatnya dari kakek dari garis
keturunan ibunya; Engku Datuk Rajo Endah Nan Tuo, Penghulu suku
Tanjung.1
1 Hamka, Ayahku (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1982), 5-10.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
Ayah Hamka bernama Muhammad Rasul, pada masa mudanya lebih
dikenal dengan sebutan Haji Rasul. Setelah menunaikan ibadah haji beliau
mengganti namanya dengan Abdul Karim lalu melekat pada namanya gelar
Tuanku. Beliau adalah pelopor gerakan pembaharuan Islam (tajdid) di
Minangkabau. Haji Rasul adalah putera seorang ulama berpengaruh di Nagari
Sungai Batang yang kemudian lebih dikenal sebagai wilayah Nagari Danau
bernama Syeikh Muahammad Amrullah.
Di masa kecilnya Abdul Malik yang biasa dipanggil Malik, hidup di
kampung bersama ayah bundanya. Dia merupakan anak kesayangan Haji Rasul
karena sebagai anak lelaki tertua, Malik menjadi tumpuan untuk melanjutkan
kepemimpinan umat. Tetapi metode dakwah Syeikh Abdul Karim yang
cenderung keras dan tak kenal kompromi terbawa pula dalam cara beliau
mendidik anak-anaknya. Hal itu rupanya tidak begitu berkenan di hati Malik.
Ia tumbuh menjadi anak dengan jiwa pemberontak.2
Tapi kemudian masa kecilnya yang indah itu berakhir. Malik mengikuti
ayahandanya yang mengajar di Sumatera Thawalib di Padang Panjang dan
tinggal di sana. Ia berkesempatan belajar di perguruan Thawalib yang dipimpin
oleh ayahnya selama beberapa waktu, namun tak sampai tamat. Hamka
memiliki beberapa kesenangan dan sifat pemberontak. Mengenai sifat
2 Hamka, Kenang-Kenangan Hidup, Jilid I(Jakarta; Bulan Bintang, 1979), 79.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
pemberontak dan kesenangannya mengembara, Hamka dalam salah satu
bukunya berjudul Falsafah Hidup menulis,
Tetapi entah bagaimana, dari umur sepuluh tahun, telah tampak jiwa saya
melawan beliau.... Jiwa beliau adalah jiwa diktator.... Kalau sekiranya cara
beliau mendidik itu sajalah, maulah saya terbuang, menjadi anak yang
tidak berguna. Saya tidak mau pulang ke rumah, saya tidak mau mengaji,
saya bosan mendengar kitab Fiqh yang diajarkan di Thawalib.
Sepanjang abad ke-19, pembaharuan Islam merupakan wacana dominan
di Mekah dan Madinah. Sebagai jantung dunia Islam, perkembangan ini
meluas sampai ke Ranah Minang, dibawa oleh banyak ulama negara-negara
Melayu yang mengkaji langsung ilmu agama di pusatnya, Mekah. Keadaan itu
mengancam posisi adat dan thareqat yang menjamur di Sumatera Barat sejak
abad ke-18, menyusul kemunduran Pagarruyung sebagai pusat teladan.
Pada masa-masa seperti itulah Abdul Malik mulai menapaki dunia ilmu
pengetahuan (agama). Dia menyaksikan arkeologi pengetahuan yang terbelah.
Jejak-jejak Islam thareqat masih tersisa yang berhadap-hadapan dengan
wacana baru pembaharuan Islam. Kondisi demikian sangat mempengaruhi
perkembangan pribadi Abdul Malik karena pelaku-pelaku sentral sejarah
perkembangan Islam di Nusantara, khususnya Sumatera Barat, itu tak lain
kakek dan ayah kandungnya sendiri.
Pergesekan antara dunia kakek dan ayah mendorong Abdul Malik untuk
melampauinya. Walau hanya berbekal pendidikan formal yang minim, yakni
antara 1916 sampai 1923 ia belajar agama pada lembaga pendidikan Sekolah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
Diniyah di Parabek, kemudian dilanjutkan belajar di Sumatera Thawalib di
Padang Panjang yang didirikan murid-murid ayahnya, Abdul Malik memiliki
kecerdasan alami yang menojol. Kemampuan baca tulis (Arab, Latin, dan
Jawi)-nya di atas rata-rata. Dipicu keberjarakan dengan ayah dan etos
perantauan Minangkabau, mendorong Abdul Malik mengembara mencari jati
diri.
Memasuki abad 20, di pulau Jawa mulai timbul gerakan-gerakan politik
dan keagamaan, seperti Sarekat Islam yang dipimpin oleh Haji Omar Said
Tjokroaminoto. Juga Muhammadiyah yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad
Dahlan di Yogyakarta, yang alirannya sejalan dengan paham pemikiran Haji
Rasul. Selain itu gerakan-gerakan nasionalis juga mulai timbul, kesemuanya
bertujuan untuk menuntut kemerdekaan Indonesia di bawah pimpinan
Soekarno. Bahkan aliran komunis juga muncul di Jawa dipelopori oleh Alimin,
Tan Malaka dan lain-lain. Berita-berita sekitar kebangkitan partai politik itu
telah sampai juga ke Minangkabau dan menjadi buah pembicaraan khalayak di
sana. Ini menjadi dorongan kuat bagi Abdul Malik sehingga pada 1924 ia
merantau ke Jawa dengan Yogyakarta.3
Pada 1925, Abdul Malik kembali ke Minang. Walau masih dalam usia
17 tahun, ia telah menjadi ulama muda yang disegani. Keterpikatannya pada
seni dakwah di atas panggung yang ditemuinya pada orator-orator ulung di
3 Yunan, Corak Pemikiran Kalam, 39.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
Jawa, membuatnya merintis kursus-kursus pidato untuk kalangan seusianya.
Abdul Malik rajin mencatat dan merangkum pidato kawan-kawannya,
kemudian diterbitkan menjadi buku. Dia sendiri yang menjadi editor buku
yang diberi judul Khatib al-Ummah. Inilah karya perdana Abdul Malik sebagai
seorang penulis. Melihat perkembangan buah hatinya yang demikian hebat
dalam hal tulis menulis dan pidato, Haji Rasul sangat gembira. Namun
menuruti adatnya yang keras, yang tercetus justru sebuah kritik tajam,
“Pidato-pidato saja adalah percuma, isi dahulu dengan pengetahuan, barulah
ada arti dan manfaatnya pidato-pidatomu itu”.4
Dua tahun di kampung halaman, pada 1927 Abdul Malik pergi tanpa
pamit kepada ayahnya untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam
pengetahuan (Islam) pada ulama-ulama di sana. Dia sengaja kabur dari rumah
sebagai jawaban atas kritik ayahnya. Dari Mekah, dia pun berkirim surat
kepada ayahnya, memberitahukan bahwa dia telah menunaikan ibadah haji. Di
Mekah, Abdul Malik sempat bekerja di perusahaan percetakan penerbitan
milik Tuan Hamid, putra Majid Kurdi yang merupakan mertua Syeikh Ahmad
Khatib Minangkabauwi, Imam dan Khatib Masjidil Haram, guru besar
ayahnya.5
Setelah menunaikan haji (sejak saat itu menyandang nama Haji Abdul
Malik Karim Amrullah - Hamka), dan beberapa lama tinggal di Tanah Suci, ia
4 Ibid., 105. 5 Yusuf, Corak Pemikiran Kalam, 43-44.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
berjumpa H. Agus Salim. Tokoh Muhammadiyah itu menyarankan agar
Hamka segera pulang ke Tanah Air. Menurut Agus Salim, banyak pekerjaan
yang jauh lebih penting menyangkut pergerakan, studi, dan perjuangan yang
dapat engkau lakukan. Karenanya, akan lebih baik mengembangkan diri di
tanah airmu sendiri.6 Kata-kata pemimpin besar itu oleh Hamka dianggap
sebagai suatu titah. Ia pun segera kembali ke tanah air setelah tujuh bulan
bermukim di Mekah. Tetapi bukannya pulang ke Padang Panjang di mana
ayahnya tinggal, Hamka malah menetap di Medan, kota tempat berlabuh kapal
yang membawanya pulang.
Pada 1956, Hamka selesai membangun sebuah rumah kediaman di
bilangan Kebayoran Baru. Di depan rumah itu terdapat sebuah lapangan luas
yang disediakan pemerintah untuk membangun sebuah masjid agung. Rencana
pembangunan masjid agung itu membuat Hamka begitu gembira karena
baginya apabila sebuah masjid berada di depan rumah, maka akan mudah
mendidik anak-anak dalam kehidupan Islami. Dua tahun kemudian, sebuah
peristiwa penting terjadi dalam hidup Hamka Dia diundang oleh Universitas
Punjab di Lahore, Pakistan, untuk menghadiri sebuah seminar Islam. Di
sanalah Hamka berkenalan dengan seorang pemikir besar Islam Dr.
Muhammad al-Bahay.
6 Hamka, Kenang-kenangan Hidup, 111.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
Usai mengikuti seminar, Hamka melanjutakan lawatan ke Mesir atas
undangan Mu’tamar Islamy, yang Sekretaris Jenderalnya ialah Sayid Anwar
Sadat, salah seorang perwira anggota “Dewan Revolusi Mesir” di samping
Presiden Jamal Abdel Nasser. Lawatan Hamka ke Mesir kebetulan bertepatan
dengan kunjungan kenegaraan Presiden Soekarno ke sana sehingga Saiyid Ali
Fahmi al-Amrousi pun tengah berada di negerinya. Maka, terjadilah
kesepakatan antara Mu’tamar Islamy dan al-Syubba al-Muslimun dengan
Universitas Al-Azhar untuk mengundang Hamka mengadakan suatu
muhad}arah (ceramah) di gedung al-Syubba al-Muslimun guna
memperkenalkan lebih jauh pandangan hidup Hamka kepada masyarakat
akademisi dan pergerakan di Mesir.
Disanlah kemudian Universitas Al-Azhar melalui Syeikh Mahmoud
Syaltout memberikan apresiasi begitu tinggi dengan pendalaman dan
pemahaman pemikiran Muhammad Abduh.7 Usai kuliah umum di Mesir,
Hamka melanjutkan lawatan ke Saudi Arabia dan disanalah Universitas Al-
Azhar menganugerahkan gelar ilmiah tertinggi kepada Buya Hamka, yakni
gelar Ustadzyyah Fakhriyah (Doctor Honoris Causa).8 Gelar Ustadzyyah
Fakhriyah itu merupakan penghargaan kehormatan akademis pertama yang
diberikan Universitas Al-Azhar kepada orang yang dianggap patut
menerimanya.
7 Yusuf, Corak Penafsiran Kalam, 49. 8 Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
Hamka adalah orang pertama yang mendapat gelar H.C. dari
Universitas Al-Azhar, Kairo. Inilah momentum penting dalam sejarah
perjuangan Hamka. Dalam pengantar Tafsir Al-Azhar, mengenai hal itu
Hamka menulis,
Ijazah yang amat penting di dalam sejarah hidup saya itu telah saya
terima dengan penuh keharuan. Sebab dia ditandatangani oleh Presiden
R.P.A. sendiri, Jamal Abdel Nasser dan Syeikh Jami’ Al-Azhar yang
baru, yang Al-Azhar sangat mencapai martabat yang gilang gemilang
selama dalam pimpinan beliau. Itulah Syeikh Mahmoud Syaltout. Dan
beliau turut hadir dalam muhadharah saya di gedung al-Syubba al-Muslimun itu.9
Gelar Ustadzyyah Fakhriyah itu begitu memotivasi Hamka untuk
melanjutkan syiar Islam yang berpusat di Masjid Agung Kebayoran Baru.
Hamka semakin sering menyampaikan pelajaran tafsir usai shalat Shubuh.
Disebabkan oleh bermacam kegiatan pengajian dan khutbah-khutbah Jum’at
Hamka yang memukau, Masjid Agung Kebayoran Baru pun mulai dipadati
jama’ah.
Rangkaian pelajaran tafsir yang dilaksanakan ba’da shubuh yang
dimuat dalam Gema Islam oleh Hamka diberi judul Tafsir Al-Azhar, merujuk
kepada tempat di mana tafsir itu diberikan sekaligus penghargaan pribadi
Hamka kepada Al-Azhar (Mesir). Tulis Hamka,
Atas usul dari tata usaha majalah di waktu itu, yaitu saudara Haji Yusuf
Ahmad, segala pelajaran “Tafsir” waktu Shubuh itu dimuatlah di dalam
majalah Gema Islam tersebut. Langsung saya berikan nama baginya
Tafsir Al-Azhar, sebab “Tafsir” ini timbul di dalam Masjid Agung Al-
9 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz I-II (Jakarta:Pustaka Panjimas, 1982), 46.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
Azhar, yang nama itu diberikan oleh Syeikh Jami’ Al-Azhar sendiri.
Merangkaplah dia sebagai alamat terimakasih saya atas penghargaan
yang diberikan oleh Al-Azhar kepada diri saya.10
2. Kondisi Sosial Buya Hamka
Di ujung abad ke-19 dan awal abad ke-20, ranah Minang di Tanah Sira
di mana Hamka dilahirkan, orang-orang di sekitar Minangkabau telah
menyaksikan fenomena yang dikenal sebagai gerakan perubahan. Empat orang
tokoh terkenal dalam gerakan yang dilakukan putra-putra Minang yang dikenal
dengan sebutan kaum muda ini adalah Syekh Taher Djalaluddin, Syekh Djamil
Djambek, H. Abdul Karim Amrullah dan H. Abdullah Ahmad.11
Syekh Taher Djalaluddin, meski sekembalinya dari studi di Timur
Tengah menetap di Singapura dan hanya pulang kampung dua kali tetapi
memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap tiga tokoh lainnya. Pengaruh
tersebut terutama tersalur melalui majalah al-Imam, yang diterbitkan pada
tahun 1906, majalah hanya mampu bertahan terbit sampai tahun 1909 yang
memuat artikel-artikel mengenai masalah-masalah agama, juga laporan
mengenai beberapa peristiwa penting di dunia Islam. Melalui majalah ini
Syekh Taher berusaha dan berikhtiyar menyebarkan pemikiran-pemikiran
Muhammad Abduh dengan cara mengutip pandangan-pandangannya
sebagaimana yang tertuang dalam majalah al-mana>r.12
10 Ibid., 48. 11 Hamka, Kenang-kenangan Hidup, I/ 7. 12 Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1982), 40-42.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
Terepengaruh oleh semangat pembaharuan al-Imam, Syekh Muhammad
Djamil Djambek, H Abdul Karim Amrullah dan H. Abdullah Ahmad
melakukan berbagai aktifitas yang mengguncangkan kaum adat dan kaum
agama yang masih kuat berpegang pada tradisi, juga pemerintah kolonial
Belanda. pada tahun 1910 misalnya, H. Abdul Karim Amrullah melancarkan
kecaman yang cukup keras terhadap rabit}ah dan wasilah yang biasa dilakukan
para penganut tarekat, yang ia muat dalam sebuah buku berjudul qat’u razdi al-
mulhidin. Tujuan menulis buku ini adalah untuk membela gurunya yaitu Sekh
Ahmad Khatib. Sekh Ahmad Khatib dalam bukunya iz}har zuqal al-kadzibin
pernah melakukan kecaman terhadap golongan tarekat bahwa segala amalan
terekat bukan berasal dari ajaran al-Qur’an dan hadis. Kecamannya itu
mendapat bantahan dari Syekh Ahmad Munka, seorang tokoh kaum tua dan
penganut paham tarekat naqsabandiyah al-khalidiyah dengan menulis bukunya
yang berjudul irqa>m muta’annitin li inkarihim rabit}ah al-wasilin.13
Reaksi terhadap langkah pembaharuan H. Abdul Karim Amrullah,
Syekh Muhammad Djamil Djambek dan Syekh H. Abdullah Ahmad cukup
keras, terutama dari kalangan kaum tua, seperti ucapan keluar dari madzhab
ahl al-sunnah wa al-jamaah dan mereka juga dituduh sebagai zindiq yakni sesat
dan menyesatkan. Bahkan tidak hanya sampai disitu, dengan membawa hadis
Nabi, man tashabbaha bi qaum fahuwa minhu, syekh Djamel Djambek, Syekh
13 Hamka, Ayahku (Jakarta: Ummindi, 1982), 290-291.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
Abdul Karim Amrullah, dan Syekh Abdullah Ahmad dituduh telah menjadi
kafir disebabkan mereka memakai tas, baju, jas dan dasi yang notabenenya
adalah pakaian orang Belanda.14
Adapun organisasi yang pertama didirikan oleh ulama muda adalah
organisasi yang mereka beri nama sumatra tawalib. Sebuah organisasi atas
gagasan yang dilontarkan oleh Bagindo Jamluddin Rasyid, salah seorang putra
Minangkabau yang menuntut ilmu di Eropa dan baru pulang studinya pada
tahun 1915, kemudian atas inisiatif Haji Habib diresmikanlah berdirinya
organisasi sumatra tawalib.15
Pada awal perjalanan organisasi ini belum dirasa ada kemajuan yang
menonjol. Sebuah oraganisasi yang pada waktu itu masih terbatas pada
anggota-anggota yang berasal dari pelajar-pelajar tawalib school. Itulah
sebabnya organisasi ini pada awal pertumbuhannya hanya berbentuk
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh pelajar. Namun dalam
perkembangannya, setelah sumatra school cakupannya tidak hanya pada
pelajar-pelajar tawalib school akan tetapi hingga mencakup kulliyatud diniyah
yang dipimpin oleh Syekh Ibrahim Musa di Parabek Bukit Tinggi. Maka
usahanya diperluas untuk mengawasi dan mebina sekolah serta memajukan
pendidikan.16
14 Ibid., 105. 15 Ibid. 16 Ibid., 30.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
Kondisi terpolarisasi struktur sosial keagamaan di Mingkabau menjadi
lama dan baru, menjadi berambah mengental ketika kaum muda aktif
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan model baru dan pada awal mula
mengarahkan orientasinya ke bidang politik dengan membentuk organisasi
politik yaitu Persatuan Muslim Indonesia (PERMI). Di tengah realitas sosial
sebagaimana terungkap pada bagian sebelumnya, Hamka dilahirkan ditepi
danau Maninjau di desa Tanah Sirah.17
3. Karya-karya Buya Hamka
Karya-karya Hamka sangat banyak, dan secara keseluruhan karya-karya
Hamka lebih dari seratus buku yang di antaranya adalah di bawah Lindungan
Ka’bah (1936), Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1938), Falsafah Hidup
(1994), Tasawuf Perkembangan dan pemurnian Sejarah Umat Islam (1993),
Revolusi Ideologi dan keadilan Sosial (1984), Hamka di mata hati Umat
(1983), Merantau ke Deli (1939), Tasawuf Modern, Tafsir al-Azhar, Di dalam
lembah kehidupan (1940), Ayahku (1949), Khatibul Ummah, Pembela Islam
(1929), Ringkasan Tarikh Ummat Islam (1929), Kepentingan Melakukan
Tabligh (1929), Revolusi Agama (1946), Mandi Cahaya di Tanah Suci (1950),
Mengembara di Lembah Nil (1950),Ditepi S ungai Dajlah (1950), Kenangan-
kenangan Hidup (4 series, Hamka’s autobiography) (1950), 1001 Soal Hidup
(1950), Sayid Jamaluddin Al-Afghani (1965), Ekspansi Ideologi (Al-ghazwul Fikri)
17 Hamka, Kenang-kenag Hidup, 7.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
(1963), Hak Asasi Manusia Dipandang dari Segi Islam (1968), Falsafah Ideologi Islam
(1950), Keadilan Sosial Dalam Islam (1950), Muhammadiyah di Minangkabau (1975),
Pandangan Hidup Muslim (1960), Kedudukan perempuan dalam Islam (1973), dan
Falsafah ketuhanan.18
4. Metode Penafsiran Buya Hamka
a) Metode Tafsir Al-Azhar.
Tafsir al-Azhar menggunakan metode tahlili atau analitis yakni,
menafsirkan ayat-ayat al Quran dengan memaparkan segala aspek yang
terkandung dalam ayat-ayat al Quran dan menjelaskan makna-makna yang
tercacup di dalamnya sesuai dengan keahlian mufassir dan kecenderungan
dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.19
Hal ini terlihat, dalam menafsirkan al Quran Hamka memaparkan
hampir seluruh aspek yang terccakup dalam kandungan ayat tersebut. Hail
inilah yang menyebabkan tafsir al-Azhar muncul dalam jumlah jilid yang
sangat banyak. Bahkan 1 jilid yang rata-rata berjumlah 300-400 halaman
hanya merupakan penafsiran dari 1 juz al Quran saja. Misalnya, dalam
menafsirkan ayat 90-93 surat al-Maidah yang berbicara tentang Khamr, judi,
sembelihan untuk berhala dan mengundi nasib. Hamka menafsirkan secara
mendetail dan hampir seluruh aspek terkait. Ini membutuhkan lebih dari 17
18Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. Hamka, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983). 19 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998),31
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
halaman dalam menjelaskan kandungan ayat-ayat tersebut, Hamka berusaha
mengekplorasinya mulai dari cara-cara pembuatan arak, istilah-istilah untuk
menyebut arak, jenis permainan judi dan mengundi nasib yang diapakai di
beberapa daerah, akibat yang diarsakan oleh pengguna minuman keras, ayat-
ayat al Quran dan Hadis yang membahas tentang tema tersebut dan kondisi
sosio-kulturan masyarakat Arab ketika ayat tersebut turun.
Contoh yang dapat dikemukakan adalah penafsiran hamka terhadap
surat al-An’am: 151,
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan
memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di
antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar.” demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya
kamu memahami(nya).
Dalam menafsirkan potongan ayat “Dan janganlah kalian bunuh anak-
anak kalian karena kemiskinan”, Hamka mengaitkannya dengan program
keluarga berencana (KB). alam mengeksplorasi ayat tersebut, hamka
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
mengutip data-data historis tentang adanya kebiasaan membunuh anak
karena faktor kemiskinan yang terjadi pada zaman Jahiliyah, persoalan
keluarga berecana (KB), akibat dari pil anti hamil, tentang kesehatan mental
anak dan kemerosotan moral. Bahkan untuk kepentingan itu, beliau
melakukan wawancara dengan para pengguna alat-alat kontrasepsi tersebut.20
b) Corak Tafsir al-Azhar
Corak yang ada dalam tafsir al-Azhar adalah sosial kemasyarakatan
(alAdabi al-Ijtima’i). Secara teoritis memang metode tahlili merupakan salah
satu metode penafsiran yang dalam aplikasi praktisnya bisa mengandalkan
berbagai ragam corak penafsiran, tak terkecuali corak sosial kemasyarakatan
atau al-Adabi al-Ijtima’i.21
Metode ini dapat dilihat ketika Hamka menafsirkan surat al-Rum: 41,
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar).
Di daratan memang telah maju pengangkutan, jarak dunia bertambah
dekat, namun hati bertambah jauh. Heran, banyak orang yang membunuh diri
20 Hamka, Tafsir Al-Azhar., VIII/ 103-121. 21 Baidan, Metodologi Penafsiran al-Quran,50.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
karena bosan dengan hidup yang serba mewah dan serba mudah ini. Banyak
orang yang sakit jiwa. Tepat sambungan ayat “Supaya mereka deritakan
setengah dari apa yang mereka kerjakan”. Dalam sambungan ayat ini terang
sekali bahwa tidaklah semua pekerjaan manusia jahat, bahkan hanya
setengah. Seumpama kemajuan kecepatan kapal udara, yang tengah ada
faedahnya bagi manusia, sehingga mudah berhubungan. Tetapi yang
setengahnya lagi kapal udara itu telah digunakan untuk melemparkan bom,
bahkan bom atom, bom hidrogen, dan senjata-senjata nuklir.22
c) Bentuk penafsiran
Dari segi bentuk penafsirannya, tafsir al-azhar ini termasuk dalam
kategori tafsir bi al-ra’yi. Dalam penafsirannya, penelitian hamka tampak
kelihatan sangat dominan dan tidak tergantung pada riwayah. Sedangkan
posisi riwayah hanyalah sebagai konfirmasi dan justifikasi semata terhadap
skspresi Hamka. Kenyataan inilah yang memberikan ruang gerak lebih lebar
bagi Hamka dalam menjelaskan kandungan sepanjang dalam batas-batas
yang di izinkan oleh syara’ dan kaidah-kaidah penafsiran yang mu’tabar.
Bentuk penafsiran semacam itu dapat tergambar melalui
penjelasannya terhadap surat al-Nisa’: 34,
22 Ibid., XXI/ 94.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah
yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika
mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
Di dalam ayat ini tidak langsung datang perintah mengatakan wahai
laki-laki, wajiblah kamu jadi pemimpin.Atau wahai perempuan, kamu mesti
menerima pimpinan.Yang diterangkan lebih dahulu ialah kenyataan.Tidak
pun ada perintah, namun kenyataannya memang laki-lakilah yang memimpin
perempuan.Sehingga kalau datanglah misalnya perintah perempuan
memimpin laki-laki, tidaklah bisa perintah itu berjalan, sebab tidak sesuai
dengan kenyataan hidup manusia.Laki-laki memimpin perempuan, bukan saja
pada manusia bahkan pada binatangpun.Para rombongan itik, itik jantan
jugalah yang memimpin berpuluhpuluh itik yang mengiringkannya.
Diterangkan sebab yang pertama di dalam ayat, ialah lantaran Allah telah
melebihkan sebagian mereka yaitu mereka laki-laki atas yang sebagian, yaitu
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
perempuan. Lebih dalam tenaga, lebih dalam kecerdasan, sebab itu lebih pula
dalam tanggung jawab. Misalnya berdiri rumah tangga, ada bapak, ada istri
dan ada anak, dengan sendirinya meskipun tidak disuruh, lakilakilah yaitu si
bapak yang akan menjadi pimpinan. Seibarat batang tubuh manusia, ada
kepala, ada tangan dan kaki, ada perut.Semuanya penting, tetapi yang kepala
tetap kepala.23
Jadi, secara metodologis tafsir al-azhar karya hamka ini merupakan
karya sebuah tafsir yang disususn dengan menggunakan metode tahlili
(analitis) dengan bentuk bi al-ra’yi, yang mana corak dominan yang muncul
di dalamnya adalah corak sosial kemasyarakatan atau al-Adabi al-Ijtima’i.
B. M. Quraish Shihab dan Konsepnya tentang Jihad
1. Biografi M. Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab adalah putra kelima dari dua belas
bersaudara. Dia lahir di Rappang Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Februari
1944. Dia berasal dari keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya,
Abdurrahman Shihab (1905-1986 M) adalah tamatan Jami’at al-Khairat
Jakarta yang juga pernah menjabat sebagai rektor IAIN Alaudin
Makassar,sebuah perguruan tinggi Islam yang mendorong tumbuhnya Islam
moderat di Indonesia.24
23 Ibid., V/ 58-59. 24Abuddin Nata, Tokoh – Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo,
2005), 362-363.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang, dia
melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil "nyantri" di Pondok
Pesantren Dar al-Hadits al-Faqihiyah.25 Pada tahun 1958 dalam usia 14 tahun,
dia berangkat ke Kairo Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar dan
pada tahun 1967, dia meraih gelar Lc (S1) pada Fakultas Ushuluddin jurusan
Tafsir dan Hadis Universitas al-Azhar. Kemudian dia melanjutkan
pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 dia meraih gelar
M.A. untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Qur’an dengan tesis berjudul Al-I'jâz
al-Tasyri’iy li Al-Qur’an al-Karîm.26
Keinginan Muhammad Quraish Shihab belajar ke Kairo Mesir ini
terlaksana atas bantuan beasiswa dari pemerintah daerah Sulawesi (waktu itu
wilayah Sulawesi belum dibagi menjadi Sulawesi Utara dan Selatan). Mesir
dengan Universitas al-Azhar, seperti diketahui, selain merupakan pusat
gerakan pembaharuan Islam, juga merupakan tempat yang tepat untuk belajar
Al-Qur’an. Sejumlah tokohnya, seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho
adalah Mufassir kenamaan yang terlahir dari daerah Mesir.
Setelah meraih gelar magister untuk spesialisasi tafsir Al-Qur’an, dia
kembali ke tanah air Indonesia (1970) dan langsung diberi kepercayaan untuk
menduduki berbagai jabatan. M. Quraish Shihab dipercayakan untuk menjabat
wakil rektor bidang akademisdan kemahasiswaan pada IAIN Alaudin, Ujung
25 Ibid., 6. 26 Raziqin, 101 Jejak Tokoh..., 269-270.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
Pandang (1974-1980). Selain itu, dia juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik di
dalam kampus seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII
Indonesia Bagian Timur (1967-1980), maupun di luar kampus seperti
pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan
mental (1973-1975). Selama di Ujung Pandang ini, dia juga sempat melakukan
berbagai penelitian antara lain, penelitian dengan tema "Penerapan Kerukunan
Hidup Beragama di Indonesia Timur"(1975) dan "Masalah Wakaf Sulawesi
Selatan" (1978).
Meskipun sudah menduduki sejumlah jabatan, semangat M. Quraish
Shihab untuk melanjutkan pendidikannya tetap tinggi. Oleh karena itu ketika
ada kesempatan untuk melanjutkan belajar, M. Quraish Shihab kembali ke
Kairo tepatnya pada tahun 1980 dan melanjutkan pendidikannya di
almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Pada tahun 1982, dengan
disertasi berjudul "Nazhm al-Durar li al-Biqa'iy,Tahqiq wa Dirasah," dia
berhasil meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan yudisium
summa cum laude, disertasi penghargaan tingkat I (mumtaz ma'a martabat al-
syaraf al-‘ula).27
Sekembalinya ke Indonesia setelah meraih Doktor dari Al-Azhar sejak
tahun 1984 M. Quraish Shihab di tugaskan di Fakultas Ushuluddin dan
Fakultas Pascasarjana dan akhirnya menjadi Rektor IAIN yang sekarang
27Nata, Tokoh – Tokoh Pembaruan, 364.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1992-1998). Selain itu, diluar
kampus, dia juga dipercayakan untuk menduduki berbagai jabatan. Antara lain
Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tahun (1985-1998), anggota
Lajnah Pentashhih Al-Qur’an Departemen Agama sejak tahun 1989 dan
sampai sekarang, menjadi anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional
tahun (1988-1996). Anggota MPR RI 1982-1987, 1987-2002, anggota Badan
Akreditasi Nasional (1994-1998), Direktur Pengkaderan Ulama MUI (1994-
1997), anggota Dewan Riset Nasional (1994-1998), anggota Dewan Syari’ah
Bank Mu’amalat Indonesia (1992-1999) dan Direktur Pusat Studi Al-Qur’an
(PSQ) Jakarta. Beliau juga pernah meraih Bintang Maha Putra.28
Selain jabatan-jabatan di atas, M. Quraish Shihab juga banyak terlibat
dalam beberapa organisasi profesional antara lain: pengurus Perhimpunan
Ilmu-Ilmu Syari'ah, pengurus Konsorsium Ilmu- Ilmu Agama Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan yang sekarang menjadi Departemen Pendidikan
Nasional, Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
dan disela-sela kesibukannya, dia juga terlibat dalam berbagai kegiatan
ilmiyah di dalam maupun luar negri. Yang tidak kalah pentingnya, M. Quraish
Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis menulis seperti di surat kabar Pelita.
Setiap hari Rabu dia menulis dalam rubrik "Pelita Hati" Dia juga mengasuh
rubrik "Tafsir al-Amanah" dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta
28 Umar, Membumikan Al-Qur’an, 6.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
yaitu majalah Amanah. Selain itu, dia juga tercatat sebagai anggota Dewan
Redaksi majlah Ulumul Qur'an dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di
Jakarta.29
2. Kondisi Sosial M. Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab berasal dari keluarga keturunan Arab yang
terpelajar. Ayahnya bernama Prof. Abdurrahman Shihab, beliau adalah seorang
ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang
sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi
baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.
Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari usahanya
membina dua perguruan tinggi di Ujung Pandang, yaitu Universitas Muslim
Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan
Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujung Pandang. Ia juga tercatat
sebagai rektor pada kedua perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 – 1965 dan
IAIN 1972 – 1977.
Sebagai seorang yang berpikiran progresif, Abdurrahman percaya
bahwa pendidikan adalah merupakan agen perubahan. Sikap dan pandangannya
yang demikian maju itu dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya, yaitu
Jami’atul Khair, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Murid-
murid yang belajar di lembaga ini diajari tentang gagasan-gagasan pembaruan
29 Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
gerakan dan pemikiran Islam. Hal ini terjadi karena lembaga ini memiliki
hubungan yang erat dengan sumber-sumber pembaruan di Timur Tengah
seperti Hadramaut, Haramaian dan Mesir. Banyak guru-guru yang didatangkan
ke lembaga tersebut, di antaranya Syaikh Ahmad Soorkati yang berasal dari
Sudan, Afrika. Sebagai putra dari seorang guru besar, Quraish Shihab
mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir
dari ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama setelah
magrib.
Pada saat-saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihatnya yang
kebanyakan berupa ayat-ayat Al-Qur'an. M. Quraish Shihab kecil telah
menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap Al-Qur’an sejak umur 6-7 tahun.
Ia harus mengikuti pengajian al-Qur’an yang diadakan oleh ayahnya sendiri.
Selain menyuruh membaca al-Qur’an, ayahnya juga menguraikan secara
sepintas kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Di sinilah, benih-benih kecintaannya
kepada Al-Qur’an mulai tumbuh.30
3. Karya-karya M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab salah seorang intelektual yang produktif dalam dunia
keilmuan. Dia banyak menulis, baik berupa buku maupun artikel di berbagai
surat kabar dan majalah, Republika, Pelita, majalah al-Amanah, Ulum Al-
Qur’an, Mimbar Ulama dan sebagainya. Dia juga sibuk melakukan dakwah di
30 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:pesan kesan dan keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati,
2002)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
masyarakat baik secara perorangan maupun lembaga bahkan di berbagai Media
elektronika seperti RCTI, Metro dan stasiun-stasiun TV Swasta lainnya.
Kemudian hasilnya dicetak menjadi buku sebagai karyanya.
Karya-karyanya diterbitkan dan disebarkan secara luas, bukan hanya di
Indonesia, tapi juga di negri tetangga, seperti Malaysia dan Brunai Darussalam.
Diantara karya-karya itu diantaranya,31 Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan
Kelemahannya, Filsafat Hukum Islam, Satu Islam Sebuah Dilema, Tafsir al-
Amanah, Tafsir Al-Qur’an al-Karim atas surat-surat pendek berdasarkan urutan
turunnya, Pengantin Al-Qur’an, Sejarah dan UlumAl-Qur’an, Fatwa-Fatwa
Seputar Al-Qur’an dan Hadis, Fatwa-Fatwa Seputar Ibadah dan Muamalah,
Fatwa-Fatwa Seputar Wawasan Agama, Fatwa-Fatwa Seputar Tafsir Al-Qur’an,
Menuju Haji Mabrur, Panduan Puasa Bersama Muhammad Quraish Shihab,
Hidangan Ilahi Ayat-Ayat Tahlil, Membumikan Al-Qur’an, Lentera Hati Kisah
dan Hikmah Kehidupan, Studi Kritis Tafsir al-Manar Karya M. Abduh dan
M.Rasyid Ridha, Tafsir al-Mishbah, dan lain sebagainya.
4. Metode Penafsiran M. Quraish Shihab
a) Metode Tafsir al-Misbah
Dalam penyajian tafsir Al-Misbah, Quraish masih menggunakan
tahlili dalam penjelasannya. Akan tetapi tidak menghilangkan metode
maudhu’i untuk mengarahkan pesan kandungan Al-Qur’an yakni dengan
31 Ibid., 272.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
mengelompokkan ayat-ayat dalam satu surat sesuai tema, agar kemudian
tidak bertele-tele dan menyita waktu yang luas dalam pembahasannya.
Seperti yang ia jelaskan ketika menafsirkan surat al-Nahl: 125:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.
Dalam tafsir Al-Mishbah, Quraish menafsirkan ayat ini terlebih dahulu
dengan menerangkan munasabah ayat adalah perintah mengamalkan prinsip-
prinsip tauhid Nabi Ibrahim as, yakni dengan sedikit menerangkan korelasi
ayat ini dengan ayat sebelumnya, seperti uraiannya: “Nabi Muhammad saw
yang diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim, sebagaimana terbaca
pada ayat yang lalu, kini diperintahkan lagi untuk mengajak siapa pun
agar mengikuti pula prinsip-prinsip ajaran Bapak para Nabi dan
pengumandang tauhid itu”.
Setelah menguraikan satu ayat seutuhnya, barulah Ia menjelaskan
lebih lanjut isi dari tema ayat mengenai metode dakwah serta
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
menerangkan lebih detail kosa kata-kosa kata yang dianggap penting
untuk dibahasnya. Penjelasan inilah yang merupakan ciri dari Tafsir tahlili.32
b) Corak Tafsir al-Misbah
Tafsir al-Mishbah memiliki corak tafsir al-Adabi al-Ijtimai. Corak
tafsir ini terkonsentrasi pada pengungkapan balaghah dan kemukjizatan
Alquran, menjelaskan makna dan kandungan sesuai hukum alam, memperbaiki
tatanan kemasyarakatan umat.
Hal ini sangat jelas terlihat ketika Quraish Shihab menafsirkan surat al-
Furqan ayat 63,
Quraish Shihab menjelaskan:
Kata (هونا) haunan berarti lemah lembut dan halus. Patron kata yang di sini
adalah mashdar/indefinite noun yangmengandung makna “kesempurnaan”.
Dengan demikian, maknanya adalah penuh dengan kelemahlembutan.
Sifat hamba-hamba Allah itu, yang dilukiskan dengan ( الرض على يمشون
berjalan di atas bumi dengan lemah lembut, dipahami oleh banyak (هونا
ulama dalam arti cara jalan mereka tidak angkuh atau kasar. Dalam
konteks cara jalan, Nabi Saw. mengingatkan agar seseorang tidak berjalan
dengan angkuh, membusungkan dada. Namun, ketika beliau melihat
seseorang berjalan menuju arena perang dengan penuh semangat dan
terkesan angkuh, beliau bersabda: “Sungguh cara jalan ini dibenci oleh
Allah, kecuali dalam situasi (perang) ini.” (HR. Muslim). Kini, pada masa
kesibukan dan kesemrawutan lalu lintas, kita dapat memasukkan dalam
pengertian kata (هونا) haunan, disiplin lalu lintas dan penghormatan
terhadap rambu-rambunya. Tidak ada yang melanggar dengan sengaja
peraturan lalu lintas kecuali orang yang angkuh atau ingin menang sendiri
sehingga berjalan dengan cepat dengan melecehkan kiri dan kanannya.
Penggalan ayat ini bukan berarti anjuran untuk berjalan perlahan atau
larangan tergesa-gesa. Nabi Muhammad Saw. dilukiskan sebagai yang
32 Ibid., I/ 253.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
berjalan dengan gesit, penuh semangat, bagaikan turun dari dataran
tinggi.33
Dari sini jelas, usaha Quraish Shihab untuk memperbaiki tatanan
kehidupan sosial sungguh kuat, sehingga masalah disiplin lalu lintas pun
disinggung dalam tafsirannya, walau pun mungkin sebagai contoh. Jadi wajar
dan sangat pantas sekali, kalau tafsirnya ini digolongkan dalam corak al-Adabi
al-Ijtima`i.
c) Bentuk Penafsiran
Bentuk penafsiran dari tafsir al-Misbah mengambil bentuk tafsir bi al-
riwayah. Hal ini dapat dilihat dari cara Quraish Shihab menafsirkan surat al-
Nisa’ ayat 1,
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu.
Dalam hal tersebut, Quraish Shihab menjelaskan ayat pertama surah al-
Nisa’ sebagai berikut:
33 Ibid.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
Ayat Al-Hujurat memang berbicara tentang asal kejadian manusia yang
sama dari seorang ayah dan ibu, yakni sperma ayah dan ovum/indung telur
ibu. Tetapi, tekanannya pada persamaan hakikat kemanusiaan orang
perorang, karena setiap orang walau berbeda-beda ayah dan ibunya, tetapi
unsur dan proses kejadian mereka sama .... Adapun ayat al-Nisa’ ini, maka
walaupun ia menjelaskan kesatuan dan kesamaan orang-perorang dari segi
hakikat kemanusiaan, tetapi konteksnya untuk menjelaskan banyak dan
berkembangbiakannya mereka dari seorang ayah, yakni Adam, dan
seorang Ibu, yakni Hawa. Ini dipahami dari pernyataan: Allah
memperkembang-biakkan laki-laki yang banyak dan perempuan. Ini
tentunya baru sesuai jika kata nafs wdhidah dipahami dalam arti ayah
manusia seluruhnya (Adam AS) dan pasangannya (Hawa) lahir darinya
laki-laki dan perempuan yang banyak.34
C. Komentar Ulama terhadap Tafsir al-Azhar dan al-Misbah
1. Komentar Terhadap Tafsir al-Azhar
Tafsir al-Azhar adalah salah satu karya fenomenal tafsir Indonesia yang
dihasilkan oleh seorang tokoh panutan bagi generasi setelahnya. Menurut
Nurcholis Madjid, selain keilmuaannya dalam bidang Agama, Hamka juga
dikenal sebagai negarawan. Dalam hal komentarnya terhadap falsafah
Pancasila, menurut Nurcholis Madjid Hamka memberikan perumpamaan
terhadap Pancasila.
Menurut Hamka, Pancasila bagaikan bilangan 10.000 dimana angka 1
(satu) merupakan perumpamaaan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan
bilangan nol yang jumlahnya ada empat diumpamakan sebagai sila kedua
sampai kelima. Maka apabila dihilangkan angka satunya, bilangan empat nol
34 Ibid, II/ 314-315.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
yang ada setelahnya menjadi tidak ada nilainya walaupun ditambah lagi
dengan deretan nol yang panjang.35
Zuriati menambahkan tentang kelebihan Buya Hamka. Menurut
pandangnnya, Buya Hamka selain mengayomi internal Islam, beliau juga
pandai berdiplomasi dengan agama lain. Beliau bersama-sama dengan Isma’il
al-Faruqi termasuk cendikiawan muslim yang meneruskan tongkat estafet
keilmuan perbandingan agama (Comperative Religion). Hamka mempunyai
kontribusi yang tidak sedikit dalam bidang yang disebut dengan
Religionswissenschaft.36
Mengenai tafsir al-Azhar, Milhan Yusuf berkomentar bahwa karya
fonemenal Hamka ini membuktikan posisi intelektual Hamka dan memberikan
sumbangsih literatur ke-Islaman.37 Lebih lanjut, Yusuf berpendapat bahwa
tafsir al-Azhar adalah tafsir yang fenomenal sejak permulaan abad ke-20.38
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Howard M. Federspiel, tafsir
yang ditulis oleh Hamka mempunyai kelebihan yaitu diantaranya, tafsir ini
menyajikan pengungkapan kembali teks dan maknanya serta penjelasan dalam
istilah-istilah agama mengenai maksud bagian-bagian tertentu dari teks.
Disamping itu semua, tafsir ini delengkapi materi pendukung lainnya seperti
35 Nurcholis Majid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1998), 178. 36 Zuriati ibn Muhammad Rashid, “al-Faruqi and His Views on Comparative Religion”, dalam
InternationalJournal of Business and Social Science 1, no. 1, 2010: 1. 37 Milhan Yusuf, Hamka’s Method of Interpreting the Legal Verses of the Qur’an: A Study of His Tafsir al-Azhar (Montreal: Thesis of the Faculty of Graduate Studies and Research in Institute of
Islamic Studies McGill University Canada (non publish), 1995), 22. 38 Ibid., 20.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
ringkasan surat, yang membantu pembaca dalam memahami materi apa yang
dibicarakan dalam surat-surat tertentu dari al-Qur’an.39 Dalam tafsir ini juga
Hamka berusaha mendemonstrasikan keluasan pengetahuannya pada hampir
semua disiplin bidang-bidang ilmu agama Islam, ditambah juga dengan
pengetahuan-pengetahuan non-keagamaannya yang begitu kaya dengan
informatif.40 Karakteristik seperti tersebut di atas sebagaiman diungkapkan
oleh Karel Steenbrink bahwa secara umum, Hamka dalam melakukukan
tekhnik penafsirannya “mencontoh” tafsir al-Manar karya Rasyid Ridho dan
tafsir al-Jawahir karya Tantawi Jauhari.41 Dan yang terakhir Hamka lebih
banyak menekankan pada pemahaman ayat secara menyeluruh. Oleh karena itu
dalam tafsirnya Hamka lebih banyak mengutip pendapat para ulama
terdahulu.42 Sikap tersebut diambil oleh Hamka karena menurutnya
menafsirkan al-Qur’an tanpa melihat terlebih dahulu pada pendapat para
mufassir dikatakan tahajjum atau ceroboh dan bekerja dengan serampangan.
2. Komentar Terhadap Tafsir al-Misbah
Tafsir al-Misbah merupakan karya tafsir yang paling populer dalam
literatur tafsir di Indonesia. Tafsir ini dipandang sebagai tafsir dengan cakupan
39 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia, terj. Tajul Arifin (Jakarta: Mizan, 1996),
143. 40 Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani; Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi (melacak Hermeneutika Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Manar (Yogyakarta: Qolam, 2002), 73. 41 Karel Steenbrink, Qur’an Interpretations of Hamzah Fansuri (CA. 1600) and Hamka (1908-1982): A Comparison, Jurnal Studi Islamika, Vol. 2, No. 2, 1995, 83. 42 Muhammad Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Qur’an di Indonesia Abad Ke-20, Jurnal Ilmu
dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, Volume III, No.4, 1992, 57.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
pembahasan yang lengkap. Dengan keahlian yang dimiliki Quraish Shihab,
tafsir ini tidak hanya memunculkan respon dari masyarakat Indonesia, akan
tetapi juga diminati oleh berbagai kalangan peneliti luar Indonesia.
Hal ini dapat dilihat dalam beberapa pandangan peneliti yang tertarik
terhadap metode dan sistematika Quraish Shihab dalam menjelaskan
kandungan al-Qur’an. Dengan pendekatan sosial-kemasyarakatan yang dipakai
oleh Quraish Shihab, dianggap oleh Howard M. Federspiel yang dikutip
Muhammadiyah Amin dan Kusmana, sebagai era baru dalam perkembangan
penafsiran dan memberikan sumbangsih terhadap perkembangan pemahaman
keagamaan dan kehidupan sosial masyarakat.43
Mohd Hisyam Abdul Rahim, seorang intelektual Malaysia menganggap
bahwa Tafsir al-Misbah dipandang sebagai maqnum opus. Tafsir al-Misbah
memberikan sumbangsih besar terhadap perkembangan penafsiran yang ditulis
dalam bahasa Indonesia.44
D. Persamaan dan perbedaan Latar Belakang dan Sosio-Kultural Hamka dan M.
Quraish Shihab
Hamka dan M. Quraish Shihab memiliki rentan waktu yang cukup jauh.
Keduanya hidup dalam dalam dua kondisi yang berbeda, Hamka hidup dalam
43 Muhammadiyah Amin dan Kusmana, “A Study of Quraish Shihab’s Themathic Inerpretation”
dalam Abdullah Saeed (ed.), Approaches to the Qur’an in Contemporary Indonesia (New York:
Oxford University Press, 2005), 78. 44 Mohd. Hisyam Abdul Rahim dan Zulkifli Mohd Yusoff, Shihab’s Perspektuve on Working Women Issue: An Analysis in His Book, Tafsir, al-Misbah, Research and Development, Academy of Islamic
Studies University of Malaya, 2011, 1.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
kondisi bangsa Indonesia dalam masa penjajahan hingga awal masa
kemerdekaan. Sedangkan Quraish Shihab hidup dalam masa dimana
masyarakat Indonesia sudah dapat menikmati kemerdekaan seutuhnya.
Latar inilah kemudian mempengaruhi cara keduanya dalam
menafsirkan al-Qur’an dalam konteks ke-Indonesiaan. Meskipun demikian
keduanya memeliki beberapa kesamaan dalam hal sosial kultur masyarakat
Indonesia. Beberapa persamaan dan perbedaannya, dipaparkan sebagai berikut:
1. Persamaan
Berdasarkan pendekatan Historis bahwa keduanya hidup pada abad
ke-20 dimana perkembangan pemahaman Islam dipengaruhi oleh revolusi
yang dilakukan para intelektual kontemporer di Mesir. Pengembangan
pemahaman ke-Islaman yang terjadi di Mesir juga memiliki pengaruh
terhadap perkembangan para pemikir di Indonesia.
Begitu juga dengan Hamka dan Quraish Sihab. Hamka yang sejak
kecil di hadapkan pada polemik kaum tua (tradisional) dengan kaum muda
(kontemporer) membawanya pada kecintaan terhadap pola pemahaman
kontemporer yang dibawa ayahnya sendiri. Ketertarikan tersebut berujung
pada kekagumannya terhadap pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh yang
menjadikannya mendapatkan gelar Honoris Causa (HC) dari Universitas al-
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
Azhar Kairo dengan makalah berjudul “Pengaruh Faham Muhammad Abduh
di Indonesia dan Malaya”.45
Tidak berbeda dengan Hamka, Quraish Shihab yang hidup pada masa
dimana pengaruh perkembangan keagamaan yang dibawa para pembaharu
Islam di Indonesia sudah berkembang. Disamping itu, Quraish Shihab yang
menimba ilmu di Universitas al-Azhar membuka peluangnya untuk lebih
memahami pemikiran-pemikiran pembaharu Islam di Mesir seperti
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lainnya.46 Pemikiran tokoh-tokoh ini
kemudian mempengaruhi caranya dalam memahami al-Qur’an.
Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa Hamka dan
Quraish Shihab memiliki kesamaan dalam latar sosial yang melingkupinya
dalam keilmuannya. Proses keilmuan keduanya kemudian memberikan
sumbangsih dalam bentuk dan model penafsiran al-Qur’an.
2. Perbedaan
Meskipun dalam pembahasan sebelumnya telah dipaparkan bahwa
antara Hamka dan Quraish Shihab memiliki kesamaan dalam kondisi sosial
keilmuan, akan tetapi dalam sisi yang lain keduanya memeliki perbedaan
historis maupun sosial yang juga menjadikan keduanya memiliki perbedaan
dalam melakukan pendakatan penafsiran al-Qur’an. Perbedaan ini muncul
diakibatkan kondisi sosial masa Hamka yang hidup dalam masa penjajahan
45 Yusuf, Corak Penafsiran Kalam, 49. 46 Raziqin, 101 Jejak Tokoh..., 269-270.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
dan awal kemerdekaan yang dalam segala masih labil. Berbeda dengan
Quraish Shihab yang hidup pada masa dimana Bangsa Indonesia sudah
terbebas dari penjajahan dan kondisi sosial politik yang sudah beranjak
mapan.
Perjalanan hidup Hamka melewati masa pemerintahan kolonial
Belanda, Jepang, Orde Lama dan Orde Baru. Pada masa penjajahan Belanda,
Hamka berjuang lewat jalur intelektual, spiritual dan bahkan fisik bersama
tokoh-tokoh nasional, terutama dalam organisasi Syarikat Islam dan
Muhammadiyah.
Perjalanan hidup hamka yang terkait dengan proses penafsirannya
dalam tafsir al-Azhar justru terjadi ketika beliau hidup dalam masa Orde
Lama Soekarno. Sikap kritis Hamka pada masa itu dilakukan dengan penuh
konsisten dan etika dalam aktivitas politik yang sangat mempengaruhi
pemerintahan karena harus ada ketegasan dalam membela kebenaran.
Pemerintah Indonesia pasca kemerdekaan memang sangat labil dan masih
banyak konflik yang bergejolak. Kritik yang disampaikan Hamka dalam
berdakwah di Masjid Agung al-Azhar lebih mengkritik pemerintahan
Soekarni di dalam menjalankan pemerintahannya yang diktator dan dekat
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
dengan komunis atheis.47 Sikap kritis ini menjadikannya dituduh makar dan
dijebloskan ke dalam penjara.
Dengan kondisi semacam ini, Hamka menulis tafsirnya. Sehingga
tafsir yang dikarang Hamka sangat kental dengan pengalaman hidupnya yang
dimulai dari masa penjajahan hingga rezim orde lama.
Berbeda dengan Quraish Shihab, dengan kondisi masyarakat yang
hampir memasuki era Millenium, perkembangan sosial budaya masyarakat
sudah masuk dalam era modern. Persepsi masyarakat terhadap al-Qur’an juga
menagalami pergeseran. Quraish Shihab melihat bahwa masyarakat muslim
Indonesia sangat mencintai dan mengagumi Al-Qur’an. Hanya saja sebagian
dari mereka itu hanya kagum pada bacaan dan lantunan dengan
menggunakan suara Merdu. Kenyataan ini seolah-olah mengindikasikan
bahwa Al-Qur’an hanya sekedar untuk dibaca saja.48 Sebenarnya bacaan dan
lantunan Al-Qur’an harus disertai dengan pemahaman dan penghayatan
dengan menggunakan akal dan hati untuk mengungkapkan pesan-pesan
dalam Al-Qur’an.
Al-Qur’an juga telah memberikan banyak motivasi agar manusia
merenungi kandungan-kandungan al-Qur’an melalui dorongan untuk
47 Shobahussurur dkk, Mengenang 100 Tahun Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) (Jakarta:
YPI al-Azhar, 2008), 69. 48 Shihab, Tafsir al-Misbah, I/ 4.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
memberdayakan akal pikirannya. Tradisi tila>wah, qira>’ah dan tadabbur al-
Qur’an merupakan upaya memahami dan mengamalkan Al-Qur’an.
Dari latar belakang ini dapat disimpulkan bahwa Hamka maupun
Quraish Shihab memiliki konteks yang berbeda yang mempengaruhi peroses
penafsiran masing-masing. Hamka yang hidup pada masa penjajahan dan
pembangunan konsep pemerintahan memiliki gaya penafsiran yang
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pada waktu itu. Begitu juga
dengan Qurasih Shihab yang hidup pada masa modern yang lebih melihat
konpleksitas masyarakat sehingga memerlukan penafsiran yang langsung
dapat dipahami dan langsung mengena pada problematika masyarakat.