bab ii doktrin fair use terkait karya tulis dalam …
TRANSCRIPT
10
BAB II
DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM
LINGKUP HAK CIPTA
A. Pokok-pokok pengaturan hak cipta
Hak cipta merupakan bagian dari perlindungan kekayaan intelektual yang
berada dalam kategori tersendiri, tidak termasuk dalam hak milik perindustrian.
Dengan demikian perlindungan hak cipta tidak mensyaratkan perlu digunakan
dalam kegiatan industri. Prinsip dasar perlindungan hak cipta adalah penuangan
pemikiran, imajinasi, ide dari pencipta dalam wujud yang nyata dan memiliki sifat
yang khas dan pribadi. Artinya, ciptaan yang mendapatkan perlindungan hak cipta
adalah benar-benar ciptaan si pencipta.1
Perlindungan hak cipta dalam kekayaan intelektual yang memiliki ruang
lingkup objek perlindungan yang paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan,
seni, sastra (art and literary), serta mencakup pula program komputer.
Perlindungan yang sangat luas dalam hak cipta mendukung perkembangan
ekonomi kreatif yang menjadi andalan perkembangan perekonomian di indonesia.
Oleh karena itu diperlukan perlindungan yang memadai terhadap hak cipta
sehingga menjadi faktor pendorong para pencipta untuk berkreasi. Adanya
perlindungan hak cipta juga berarti terdapat pengakuan terhadap hak moral dan
hak ekonomi para pencipta yang akan memotivasi tumbuhnya kreativitas para
pencipta dan pada akhirnya berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi
kreatif bangsa dan akan memberikan kontribusi pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
1 Indirani Wauran-Wicaksono, Op. Cit., Hlm. 52.
11
Hak cipta secara harfiah berasal dari dua kata yaitu hak dan cipta. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “hak” berarti suatu kewenangan yang
diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak.
Sedangkan kata “cipta” atau “ciptaan” tertuju pada hasil karya manusia dengan
menggunakan akal pikiran, perasaan, pengetahuan, imajinasi dan pengalaman.
Sehingga dapat diartikan bahwa hak cipta berkaitan erat dengan intelektual
manusia.
Istilah hak cipta diusulkan pertama kalinya oleh Sultan Mohammad Syah,
SH pada Kongres Kebudayaan di Bandung pada tahun 1951 (yang kemudian di
terima di kongres itu) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap
kurang luas cakupan pengertiannya, karena istilah hak pengarang itu memberikan
kesan “penyempitan” arti, seolah-olah yang di cakup oleh pengarang itu hanyalah
hak dari pengarang saja, atau yang ada sangkut pautnya dengan karang-
mengarang saja, padahal tidak demikian. Istilah hak pengarang itu sendiri
merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda Auteurs Rechts.2 Secara
yuridis, istilah Hak Cipta telah dipergunakan dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1982 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dipergunakan dalam
Auteurswet 1912.
Hak cipta adalah hak eksklusif atau yang hanya dimiliki si Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil karya atau hasil olah
gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk
menyalin suatu ciptaan" atau hak untuk menikmati suatu karya. Hak cipta juga
sekaligus memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi pemanfaatan,
2 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 85.
12
dan mencegah pemanfaatan secara tidak sah atas suatu ciptaan. Mengingat hak
eksklusif itu mengandung nilai ekonomis yang tidak semua orang bisa
membayarnya, maka untuk adilnya hak eksklusif dalam hak cipta memiliki masa
berlaku tertentu yang terbatas.3
WIPO (World Intellectual Property Organization) mengatakan copyright is
legal from describing right given to creator for their literary and artistic works.
Yang artinya hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak
yang diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan
sastra. Imam Trijono berpendapat bahwa hak cipta mempunyai arti tidak saja si
pencipta dan hasil ciptaannya yang mendapat perlindungan hukum, akan tetapi
juga perluasan ini memberikan perlindungan kepada yang diberi kepada yang
diberi kuasa pun kepada pihak yang menerbitkan terjemah daripada karya yang
dilindungi oleh perjanjian ini.
Istilah hak cipta dalam pengertian seperti dijelaskan di atas, merupakan
salah satu kekayaan intelektual yang diatur hukum positif nasional dan
internasional dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan siapa yang berhak atas
suatu ciptaan dan bagaimana cara memanfaatkan atau mengeksploitasi suatu
ciptaan yang dilindungi hukum? Pencipta dan ciptaan merupakan dua hal yang
masing-masing mempunyai konsepnya sendiri dan keduanya berkenaan dengan
hak cipta.
Pencipta mempunyai hak-hak yang dinamakan hak moral dan hak ekonomi.
Yang dinamakan hak moral tetap berada pada pencipta, tidak dapat dialihkan
kepada pihak lain. Hak untuk mengeksploitasi suatu ciptaan (= hak ekonomi)
3 Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI (Hak Kekayaan Intelektual : Hak Cipta,
Paten, Merek dan Seluk- beluknya), Erlangga, Jakarta, 2008, hlm. 14.
13
seperti halnya hak moral, pada mulanya ada pada pencipta. Namun, jika pencipta
tidak akan mengeksploitasi sendiri, pencipta dapat mengalihkannya kepada pihak
lain yang kemudian menjadi pemegang hak.
Dalam rangka pembahasan pengalihan hak cipta pencipta, yang perlu juga
dibahas dan diketahui adalah tentang adanya tindakan-tindakan tertentu yang oleh
hukum hak cipta diperkenankan untuk dilakukan oleh siapapun juga tanpa perlu
adanya persetujuan pencipta atau pemegang hak cipta, sehingga tidak melanggar
hukum hak cipta ciptaan yang bersangkutan.
1) Pengertian pencipta
Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pencipta
adalah seseorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melahirkan
suatu ciptaan. Selanjutnya, dapat pula diterangkan bahwa yang mencipta suatu
ciptaan menjadi pemilik pertama dari hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan.
Copinger dalam bukunya4 merumuskan artian ini dalam kalimat sebagai berikut:
... the “author” of a work is to be the first owner of the copyright therein.
UUHC Pasal 1(2) mendefinisikan pencipta5 secara rinci sebagai berikut:
4 Copinger and Skone James on Copyright, London: Sweet & Maxwell, 1971, Hlm. 135;
bandingkan dengan artian pencipta yang dirumuskan sebagai definisi dalam:
a. Black’s law dictionary, West Group, Eight Edition, 2007, Hlm. 121:
One who produces, by his own intellectual labor applied to the materials of his composition,
an arrangement or compilation new in itself. . .
b. WIPO Glossary of terms of the law of Copyright and Neighbouring Rights, 1980, Hlm. 17:
A person who creates a work.
5 Bagian keempat UUHC mengatur orang perorangan dan badan hukum yang dapat menjadi
pencipta dalam penggolongan:
a. Seorang tertentu
b. Dua atau lebih orang
c. Seorang karyawan
d. Instansi pemerintah
e. Badan hukum
Pembedaan pencipta dalam beberapa golongan implikasinya sangat penting terhadap hak dan
kewajiban pencipta, pendaftaran ciptaan, lama berlaku hak cipta dan pertanggungjawaban dalam
hal terjadinya pelanggaran hak cipta.
14
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri
atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan
pribadi.
Beberapa definisi di atas, menjelaskan bahwa pada dasarnya secara
konvensional yang digolongkan sebagai pencipta adalah seseorang yang
melahirkan suatu ciptaan untuk pertama kali sehingga ia adalah orang pertama
yang mempunyai hak-hak sebagai pencipta yang sebutan ringkasnya untuk
kepraktisannya disebut hak pencipta, dan lebih ringkas lagi menjadi hak cipta.6
Pada mulanya, untuk menentukan siapa yang menjadi pencipta pertama dari
suatu ciptaan tertentu tidaklah terlalu sulit. Misalnya, pencipta suatu ciptaan
karangan ilmiah adalah seorang yang menulis tulisan ilmiah bersangkutan.
Meskipun demikian, dengan semakin berkembangnya teknologi canggih, untuk
menentukan siapa yang menjadi pencipta pertama dari suatu ciptaan tertentu,
memerlukan penjelasan dengan suatu pendekatan yang agak berbeda. Terutama
dalam menentukan pencipta dan ciptaan-ciptaan yang tergolong hak terkait
dengan hak cipta.
Dalam rangka menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian pencipta pertama,
perlu dikemukakan siapa yang merupakan pencipta pertama suatu ciptaan adalah
sangat signifikan, karena:7
1. Hak-hak yang dimiliki seorang pencipta pertama sangat berbeda dengan
hak-hak pencipta terhadap hak terkait dengan hak cipta.
2. Masa berlakunya perlindungan hukum bagi pencipta pertama biasanya
lebih lama dari mereka yang bukan pencipta pertama.
3. Pengidentifikasian pencipta pertama secara benar, merupakan syarat bagi
keabsahan pendaftaran ciptaan (Pasal 31 UUHC), walaupun pendaftaran
tidak mutlak harus dilakukan.
6 Eddy Damian, Op. Cit., hlm. 131.
7 Ibid., hlm. 132.
15
Yang perlu juga dijelaskan mengenai pengertian pencipta pertama suatu
ciptaan, adalah tentang adanya beberapa cara untuk menjadi pencipta pertama:8
1. Seorang individu dapat secara mandiri menjadi pencipta pertama suatu
ciptaan dengan cara menciptakan suatu ide dan mewujudkannya secara
materiil
2. Seorang majikan dapat menyuruh pegawainya yang bekerja penuh
padanya untuk membuat suatu ciptaan berdasarkan suatu perintah kerja;
dalam hal yang demikian si majikan adalah pencipta pertama ciptaan
yang diperintahkan kepada pekerjanya.
3. Dua atau lebih orang atau badan hukum/usaha dapat menjadi pencipta
bersama dari suatu ciptaan bersama.
Dengan salah satu cara di atas, seseorang dapat menjadi pencipta pertama.
Kendati demikian, seseorang yang mempunyai ide yang kemudian diwujudkan
menjadi suatu ciptaan, belum tentu menjadi seorang pencipta. Selanjutnya secara
ringkas pengertian tentang hak-hak pencipta. Hak-hak ini secara otomatis
diperoleh pencipta setelah suatu ciptaan terwujud dan sifatnya eksklusif atau
khusus, sebagaimana diatur Pasal 1 ayat 1 UUHC:
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Ketentuan diatas ini menegaskan pengakuan hak yang dimiliki pencipta
untuk melarang atau atau memberi izin menyewakan ciptaan-ciptaannya. Yang
dimaksud dengan hak eksklusif adalah bahwa tidak ada orang lain boleh
melakukan hak itu, kecuali dengan izin pencipta.
Sebagai contoh beberapa hak eksklusif yang dimiliki pencipta, adalah hak
untuk:
1. Mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi;
8 Ibid.
16
2. Mendistribusikan ciptaan yang telah diperbanyak dengan cara
menjualnya, menitipjualbelikan, menyewakan, atau cara-cara lain;
3. Pencipta pertama memberi izin kepada seorang yang menciptakan hak
terkait dengan hak cipta dengan cara menderevasikan ciptaannya dan
kemudian mengeksploitasi ciptaan pencipta pertama.
Istilah-istilah hak untuk mengumumkan atau hak untuk memperbanyak
seperti dikemukakan di atas padanan katanya kedua istilah ini dalam bahasa asing:
right to publish dan right to copy. Istilah hak mengumumkan sering digunakan
bagi perwujudan suatu ide dengan cara-cara pembacaan, penyiaran, pameran,
penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat
apa pun termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga
suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
Hak untuk mengumumkan seringkali digunakan untuk mengumumkan
pelbagai ciptaan oleh pencipta dibanding ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Hak
untuk mengumumkan berbeda arti dengan hak memperbanyak (right to copy)
yang juga merupakan suatu bentuk perwujudan suatu ide. Perwujudan ide dengan
suatu perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan, baik secara
keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-
bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara
permanen atau temporer. Perbanyakan oleh pencipta dapat dilakukan atas pelbagai
ciptaan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 40(1) UUHC.
2) Ciptaan-ciptaan yang dilindungi hak cipta
Menurut L.J. Taylor dalam bukunya Copyright for Librarians menyatakan
bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide, jadi bukan
17
melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sudah
dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan gagasan.9
Dengan demikian, terdapat dua persyaratan pokok untuk mendapatkan
perlindungan hak cipta, yaitu unsur keaslian dan kreatifitas dari suatu karya cipta.
Bahwa suatu karya cipta adalah hasil dari kreatifitas penciptanya itu sendiri dan
bukan tiruan serta tidak harus baru atau unik. Namun, harus menunjukkan
keaslian sebagai suatu ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya
yang bersifat pribadi.
UUHC telah merinci sembilan belas ciptaan, sesuai dengan jenis dan sifat
ciptaan. Ciptaan-ciptaan yang dikelompokkan merupakan ciptaan-ciptaan yang
tergolong tradisional dan yang tergolong baru. Pada dasarnya yang dilindungi
UUHC adalah pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam
bentuk khas dan menunjukan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra. Perlu ada keahlian intelektual pencipta untuk dapat menciptakan karya
cipta yang dilindungi hak cipta. Ciptaan yang lahir harus mempunyai bentuk yang
khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan
dan kreativitas yang bersifat pribadi pencipta.
Dengan perkataan lain, ciptaannya harus mempunyai unsur refleksi pribadi
pencipta. Tanpa adanya ego(kepribadian) pencipta yang tereflesikan pada
ciptaannya tidak akan lahir suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta. Keseluruhan
substansi tentang refleksi pribadi pencipta ini, tercermin dari ketentuan Pasal 1(3)
UUHC yang menetapkan:
9 Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 121.
18
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Untuk mengetahui ciptaan-ciptaan apa saja di bidang ilmu pengetahuan,
seni atau sastra yang dilindungi hak cipta, Pasal 1(3) ini perlu dihubungkan
dengan ketentuan Pasal 40 yang menetapkan ciptaan-ciptaan yang dilindungi
adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni atau sastra yang mencakup:
1. ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra, terdiri atas:
a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lain;
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni
pahat, patung, kolase;
g. Karya seni terapan;
h. Karya arsitektur;
i. Peta;
j. Karya seni batik atau seni motif lain;
k. Karya fotografi;
l. Potret;
m. Karya sinematografi;
n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya
tradisional;
p. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program
Komputer maupun media lainnya;
q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya
yang asli;
r. Permainan video; dan
s. Program Komputer.
2. Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat l dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan
tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2, termasuk perlindungan
terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah
diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 juga menjelaskan
pengertian dari jenis ciptaan yang dilindungi sebagaimana disebutkan dalam
Penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 sebagai berikut:
a. perwajahan karya tulis adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan "typholographical
arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis. Hal ini
19
mencakup antara lain format, hiasan, komposisi warna dan susunan atau tata letak huruf
indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas;
b. alat peraga adalah ciptaan yang berbentuk 2 (dua) ataupun 3 (tiga) dimensi yang
berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, biologi atau ilmu pengetahuan lain;
c. lagu atau musik dengan atau tanpa teks diartikan sebagai satu kesatuan karya cipta yang
bersifat utuh;
d. gambar antara lain meliputi: motif, diagram, sketsa, logo dan unsur-unsur warna dan
bentuk huruf indah. kolase adalah komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan
(misalnya dari kain, kertas, atau kayu) yang ditempelkan pada permukaan sketsa atau
media karya;
e. karya seni terapan adalah karya seni rupa yang dibuat dengan menerapkan seni pada
suatu produk hingga memiliki kesan estetis dalam memenuhi kebutuhan praktis, antara
lain penggunaan gambar, motif, atau ornament pada suatu produk;
f. karya arsitektur antara lain, wujud fisik bangunan, penataan letak bangunan, gambar
rancangan bangunan, gambar teknis bangunan, dan model atau maket bangunan;
g. peta adalah suatu gambaran dari unsur alam dan/atau buatan manusia yang berada di
atas ataupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar
dengan skala tertentu, baik melalui media digital maupun non digital;
h. karya seni batik adalah motif batik kontemporer yang bersifat inovatif, masa kini, dan
bukan tradisional. Karya tersebut dilindungi karena mempunyai nilai seni, baik dalam
kaitannya dengan gambar, corak, maupun komposisi warna. Karya seni motif lain
adalah motif yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai
daerah, seperti seni songket, motif tenun ikat, motif tapis, motif ulos, dan seni motif lain
yang bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan;
i. karya fotografi meliputi semua foto yang dihasilkan dengan menggunakan kamera;
j. karya sinematografi adalah Ciptaan yang berupa gambar gerak (moving images) antara
lain: film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan
skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita
video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk
dipertunjukkan di bioskop,layar lebar, televisi atau media lainnya. Sinematografi
merupakan salah satu contoh bentuk audiovisual;
k. bunga rampai meliputi: ciptaan dalam bentuk buku yang berisi kompilasi karya tulis
pilihan, himpunan lagu pilihan, dan komposisi berbagai karya tari pilihanyang direkam
dalam kaset, cakram optik atau media lain. Basis data adalah kompilasi data dalam
bentuk apapun yang dapat dibaca oleh komputer atau kompilasi dalam bentuk lain, yang
karena alasan pemilihan atau pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi
intelektual.Perlindungan terhadap basis data diberikan dengan tidak mengurangi hak
para pencipta atas ciptaan yang dimaksudkan dalam basis data tersebut. Adaptasi adalah
mengalihwujudkan suatu Ciptaan menjadi bentuk lain. Sebagai contoh dari buku
menjadi film. Karya lain dari hasil transformasi adalah merubah format ciptaan menjadi
format bentuk lain. Sebagai contoh musik pop menjadi musik dangdut.
Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi:10
1. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
2. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data
walaupun telah diungkapkan, dinyatakan , digambarkan , dijelaskan, atau
digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan
3. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan
masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan
fungsional.
10
Pasal 41 ayat (2) UUHC.
20
Hal-hal yang tidak termasuk hak cipta adalah hasil rapat terbuka lembaga
negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat
pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan kitab suci atau simbol
keagamaan.11
Hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai ciptaan adalah: 12
a. Ciptaan diluar bidang ilmu pengetahuan, seni, dan satra
b. Ciptaan yang tidak orisinil
c. Ciptaan yang bersifat abstrak
d. Ciptaan yang sudah merupakan milik umum
e. Ciptaan yang tidak sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Hak
Cipta.
3) Plagiarisme sebagai pelanggaran UU hak cipta
Mencerna kembali arti dari plagiarisme13
dan plagiat memiliki beberapa
pendefinisian. Plagiarisme sebenarnya dapat dianalogikan dengan istilah
perbanyakan pada Hak Cipta yaitu penambahan jumlah suatu ciptaan, baik secara
keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial. Hanya saja pada plagiarisme
ditambahkan dengan kata tanpa memberikan informasi yang cukup tentang
sumber aslinya dan mengakuinya sebagai karyanya sendiri.
Sementara itu Paul Goldstein dalam bukunya Hak Cipta: Dahulu, kini dan
Esok14
mengatakan bahwa ”plagiat atau menjiplak sering dianggap orang banyak
memiliki kaitan yang erat dengan Hak Cipta”. Menurut Paul Goldstein definisi
11
Pasal 42 UUHC. 12
Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Op.Cit., hlm.18. 13
Kamus wikipedia yang merupakan kamus bebas, mendefinisikan bahwa plagiarisme atau
penjiplakan adalah penggunaan gagasan, informasi, atau tuisan orang lain tanpa memberikan
informasi yang cukup tentang sumber aslinya. Dikatakan lebih lanjut dalam kamus ini bahwa
plagiarisme berbeda dengan pelanggaran hak cipta (pelanggaran terhadap hak pemanfaatan
terhadap suatu karya). 14
Paul Goldstein, Hak Cipta: Dahulu, Kini dan Esok, diterjemahkan oleh Masri Maris, hlm. 13.
21
plagiat yang diberikan oleh Martial lebih tepat yaitu pengarang yang mengatakan
karya orang lain sebagai karangannya.15
Goldstein mengatakan:
. . . Adalah benar bahwa plagiat adalah suatu pelanggaran etika, bukan
merupakan pelanggaran hukum dan penegakannya berada ditangan pejabat
berwenang dunia akademik, bukan berada dalam lingkup kompetensi pengadilan.
Plagiat terjadi bila seseorang mahasiswa yang dikejar masa studinya, atau seorang
guru besar yang alpa (Neglectful professor) atau seorang penulis yang kurang
cermat, secara tidak jujur mengakui ciptaan karya tulis orang lain sebagai
ciptaanya sendiri. Sudah barang tentu, terjadi pelanggaran hak cipta, bila ciptaan
yang dijiplak merupakan ciptaan yang dilindungi hak cipta16
Pada umumnya, plagiat dianggap sebagai bukan suatu permasalahan hukum.
Namun, dalam prakteknya istilah plagiat sudah digunakan secara meluas yang
membentuk konsep peniruan terhadap karya-karya sebelumnya tanpa memberikan
perbedaan yang berarti dengan karya penirunya. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) juga membedakan antara plagiat dengan plagiarisme. KBBI menyatakan
bahwa plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar Hak Cipta.17
Sementara
plagiat adalah pengambilan karangan orang lain dan menjadikannya seolah-olah
karangan sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya
sendiri. Maka berkiblat pada definisi KBBI, diputuskan dalam penelitian ini
bahawa terminologi yang lebih tepat untuk digunakan adalah plagiarisme dan
bukan plagiat.
Secara filosofis, UU Hak Cipta menempatkan pencipta dan karya ciptanya
dalam kedudukan yang terhormat dan tinggi. Manusia sebagai pencipta tidak
diperlakukan seperti mesin produksi yang bekerja secara mekanis dan jauh dari
cita manusiawi. Sebaliknya, pencipta diperlakukan secara terhormat sebagai
15
Ibid., hlm 43. 16
Sebagaimana dikutip oleh Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung: Alumni, 2009), hlm.
265. Kutipan bersumber dari Paul Goldstein, Copyright’s Highway (Harper Collins, 1994), hlm
12. 17
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hlm. 881.
22
pribadi-pribadi yang berbudi, bermartabat dan berbudaya. Manusia, merupakan
sumber inspirasi, ide, gagasan yang mampu mengekspresikannya ke dalam kreasi
ciptaan yang berwujud, bernilai dan bermanfaat. Itu sebabnya, ciptaan kerap
dianggap sebagai refleksi pribadi pencipta karena ciptaan benar-benar berasal dari
diri pencipta (stem from the author).
Ciptaan dibuat dan dihasilkan dari ide, gagasan, kreativitas, serta
keterampilan pencipta. Oleh karena itu, ciptaan yang dilahirkan harus
diperlakukan secara layak dan pantas, terhormat dan terjaga integritasnya.
Pemahaman seperti itu memang tidak secara eksplisit dinyatakan dalam UU Hak
Cipta. Namun demikian, undang-undang pernah mensyaratkan suatu ciptaan harus
asli, memiliki bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Syarat keaslian atau
orisinalitas ciptaan ini sesunggunhnya memiliki alur logika yang berbanding lurus
dengan konsepsi itu. Seiring dengan itu, UU Hak Cipta juga memiliki misi
stategis, terutama dalam upaya mengembangkan kultur akademi dan nilai-nilai
budaya hukum. Itu semua berlangsung secara implisit melalui norma-norma,
kaedah, tuntuan dan larangan, berikut nilai-nilai kepatutan yang dijaga dan
dilestarikan oleh masyarakat.
Plagiarisme merupakan tindakan pelanggaran hukum, yakni melanggar
UUHC dan juga berseberangan dengan etika. Hal paling utama yang dilanggar
adalah hak moral pencipta yang ciptaannya diplagiat. Ketentuan Pasal 5(1) UUHC
menyebutkan bahwa hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada
diri pencipta untuk tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada
salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum. Tujuannya,
selain untuk menjaga identitas pencipta, dalam norma ini melekat pula kewajiban
23
menjaga integritasnya. Pengutipan dengan parafrase yang ceroboh dan tidak
cermat akan dapat mengubah makna gagasan yang disampaikan. Tindakan seperti
itu jelas mengganggu integritas pencipta, meski sumber kutipannya disebutkan.
Kedua elemen hak moral tersebut, yakni right of paternity (merupakan hak
pencipta untuk dicantumkan namanya pada hasil ciptaannya) dan right of
integrity18
(merupakan hak pencipta untuk mencegah perubahan yang terjadi
dalam hasil ciptaannya) telah dikukuhkan menjadi norma hukum disertai sanksi
dalam UUHC. pendeknya, sistem dan norma hukumnya jelas, apalagi dengan
stelsel delik biasa yang tidak mensyaratkan adanya aduan dari pihak manapun.
B. Doktrin Fair Use dalam Karya Tulis
1. Fair Use
a. Definisi Doktrin Fair Use
Fair use adalah pembatasan mengenai penggunaan karya cipta tanpa izin
pencipta. Fair use juga didefinisikan sebagai prinsip hak cipta berdasarkan
kepercayaan bahwa publik berhak menggunakan secara bebas porsi materi karya
cipta untuk tujuan komentar dan kritik. Berdasarkan definisi tersebut, fair use
adalah doktrin atau prinsip yang memperbolehkan pihak lain untuk menggunakan
kreasi hak cipta tertentu untuk kepentingan atau tujuan yang spesifik. Fair use
dapat digunakan sebagai konteks dengan menggunakan bagian dari buku tanpa
mencari otorisasi dari pemegang hak cipta. Jika pemegang hak cipta keberatan
atas hal tersebut maka kemudian pemegang atau pemilik hak cipta yang
bersangkutan dapat menggugat pemakai karya cipta tanpa izin sebagai
18
Robert merkin, copyright, designs and patents: the new law, first edition, longman group Ltd,
london, 1990, hlm. 233-234.
24
pelanggaran hak cipta dan pengguna dapat menggunakan pembelaan affirmative
sebagai sebuah fair use.19
Doktrin fair use tidak memiliki definisi yang seragam, menurut Prof. Eddy
Damian dengan adanya pengaturan hukum penggunaan yang wajar (fair use),
hukum hak cipta memperkenankan seseorang (pihak ketiga) menggunakan atau
mengeksploitasi suatu ciptaan tanpa perlu izin dari pencipta, asalkan masih dalam
batas-batas yang diperkenankan.20
Penjelasan Pasal 44 ayat 1 huruf a UUHC
mengatur tentang kepentingan yang wajar atas pengecualian hak cipta yang
didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu
ciptaan. Ketentuan tentang kepentingan yang wajar (fair use) merupakan asas
anglo-saxon yang di adopsi kedalam sistem hukum indonesia (sebagai warisan
sistem eropa kontinental). Terlepas dari perbedaan sistem hukum, kepentingan
yang wajar dalam pengecualian hak cipta masih tetap tidak jelas dalam hal
pengaturan parameter pengecualiannya. Menurut Paul Goldstein, fair use secara
umum didefinisikan sebagai:
“a privilege in others than the owner of a copyright to use the copyrighted
material in a a reasonable manner without his consent, nothwithstanding
the monopoly granted to the owner by the copyright.”21
Hal tersebut diuraikan lebih jelas oleh Ralph S. Brown dengan mendefinisikan
doktrin fair use sebagai:
“a legal doctrine the portions of copyrighted materials may be used without
permission of the copyright owner provided the use is fair and reasonable,
19
Richard Stim, Oktober 2010, the content for the copyright and Fair use overview, tersedia pada
website; stanford universities libraries and academic information sources, justia, NOLO,
librarylaw.com&onecle, chapter 9: Fair use and what is Fair use, measuring Fair use: the fourth
factors dalam
http://fairU.S.e.stanford.edu/copyright_and_fair_use_overview/chapter9/index.html/. Diakses pada
tanggal 5 desember 2017 20
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, hlm. 115. 21
Carl-Bernd Kaehlig, Indonesian copyright law: including licensing and registration
requirements, (tatanusa, jakarta: 2011), hlm. 7.
25
does not substantially impair the value of the materials, and does not curtail
the profits reasonably expected by the owner”22
Berdasarkan doktrin fair use hukum memungkinkan pengguna untuk
menggunakan karya cipta tanpa izin dari pemilik hak cipta dengan penggunaan
wajar, yaitu pembelaan terhadap pelanggaran hak cipta. Ini berarti bahwa
penggunaan yang tidak sah dari materi berhak cipta dimaafkan jika menggunakan
prinsip penggunaan wajar, meskipun hukum tidak memberikan pedoman untuk
membuat penilaian ini, penentuan penggunaan wajar tidak selalu mudah karena
merupakan wilayah abu-abu hukum. Akibatnya, pengadilan membuat keputusan
atas dasar kasus per kasus.
Menurut Thomas Reuters dalam analisisnya terhadap kasus Folsom vs
Marsh mendefinisikan doktrin fair use sebagai doktrin yang memungkinkan
penggunaan karya berhak cipta tanpa memperoleh izin dari pemegang hak
ciptanya dan ini adalah salah satu jenis pembatasan dan pengecualian terhadap
hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta termasuk
komentar, kritik, parodi, pelaporan berita, penelitian, pengajaran, pengarsipan
perpustakaan dan untuk kepentingan beasiswa dapat dikategorikan sebagai
pembatasan hak cipta asalkan memenuhi empat faktor yang harus dipenuhi agar
dapat dikategorikan sebagai penggunaan karya secara wajar atau termasuk
kedalam doktrin fair use.
Thomas juga mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, doktrin fair use ini
dikembangkan oleh lembaga peradilan dan sekarang ditetapkan kedalam statuta
22
Ralph. S. Brown, copyright: unfair competition and related topics bearing onthe protecion of
works of autoship, (foundation pres, new york:2010), hlm. 65.
26
yang menyeimbangkan hak dari pencipta dan kepentingan publik. Doktrin fair use
di Amerika Serikat dapat dilihat sebagai berikut:23
“untuk tujuan seperti kritik, komentar, laporan berita, pengajaran (termasuk
beberapa salinan untuk penggunaan dalam kelas), keilmuan, atau penelitian,
bukanlah suatu pelanggaran dari hak cipta
1. Tujuan dalam karakter dari suatu penggunaan, termasuk apakah
penggunaan tersebut bersifat komersial atau tujuan pendidikan yang
nirlaba
2. Sifat dari suatu ciptaan
3. Jumlah dan kekukuhan dari bagian yang digunakan dalam kaitannya
dengan ciptaan secara keseluruhan
4. Efek dari penggunaan terhadap pasar potensial bagi suatu ciptaan atau
nilai dari satu ciptaan”
Berdasarkan definisi fair use tersebut fair use juga dapat digunakan untuk
kepentingan kritik, komentar, laporan berita, pengajaran, dan penelitian.
Penentuannya akan mempertimbangkan maksud dan karakter pengguna, meliputi
apakah digunakan untuk kepentingan komersial atau untuk kepentingan
pendidikan yang bersifat nonprofit. Sifat dari karya ini sendiri; porsi substansi
yang digunakan dalam hubungan dengan karya cipta secara keseluruhan, dampak
dari pengguna diatas nilai pasar secara potensial atau nilai karya cipta.
b. Keberlakuan Doktrin Fair Use Terhadap Ciptaan
Melihat pada pengertian doktrin fair use, yaitu doktrin yang
memperbolehkan penggunaan suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta tanpa izin
dari pencipta atau pemegang hak cipta maka terlihat bahwa doktrin fair use
berlaku hanya ketika suatu ciptaan yang digunakan secara wajar tersebut
23
Diterjemahkan secara bebas oleh peneliti dengan teks asli “for purposes such as criticism,
comment, news reporting, teaching (including multiple copies for classroom use), scholarship, or
research, is not infringement of copyright. In determining whether the use made of a work in any
particular case is a Fair use the factors to be considered shall include: 1) the purpose and
character of the use, including whether such use is a commercial nature or is for nonprofit
educational purposes; 2) the nature of the copyrighted work; 3) the amount and substantial of the
portion used in relation to the copyrighted work as a whole; and 4) the effect of the use upon the
potential market value or value of the copyrighted work.” (USA, Copyright Act of 1976, Section
107)
27
dilindungi oleh hak cipta. Artinya, doktrin fair use di amerika serikat tidak
berlaku bagi ciptaan atau karya yang tidak mendapat perlindungan hak cipta
berdasarkan Copyright act 1976.
Menurut Martine Courant Rife, menyatakan bahwa doktrin fair use menjadi
irrelevant ketika hak cipta tidak melindungi suatu ciptaan. Selanjutnya, menurut
Martine Courant Rife, ada beberapa hal yang dapat membuat doktrin fair use
menjadi tidak berlaku pada suatu ciptaan, yaitu:
1. Ciptaan tersebut sudah berada dalam domain publik, artinya masa
perlindungan hak cipta sudah habis.
2. Ciptaan yang diciptakan oleh pemerintah amerika serikat, seperti antara
lain, putusan pengadilan, statuta, dan peraturan-peraturan lainnya.
3. Ciptaan yang tidak orisinal
4. Penggunaan ciptaan yang de minimalis, artinya penggunaan ciptaan
tersebut tidak cukup melibatkan kuantitas dari ciptaan yang disalin
untuk membuat adanya kesamaan subtansial.
5. Penggunaan ciptaan dengan seizin dari penciptanya.24
Selain lima ciptaan di atas, terdapat juga ciptaan yang tidak mendapat
perlindungan hak cipta, yaitu ciptaan yang melanggar hukum. Terhadap ciptaan-
ciptaan yang mengandung muatan melanggar hukum ini, Paul Goldstein
menyatakan bahwa pertimbangan untuk menentukan suatu muatan yang
melanggar hukum ini, pada intinya, terdapat pada hukum negara bagian dan nilai-
nilai yang dianut masyarakat setempat.25
Sama seperti di Amerika Serikat, doktrin fair use di Indonesia juga hanya
berlaku pada ciptaan-ciptaan yang memiliki perlindungan hak cipta karena doktrin
fair use adalah doktrin yang memperbolehkan penggunaan suatu ciptaan yang
dilindungi hak cipta tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Artinya,
24
Martis Courant Rife, “The Fair use doctrine: history, application, and implications for (new
media) writing teachers,“ Depatment of Communication, Lansing Community College, USA:
2007, http://www.msu.edu/-mcgrat71/writing/fair_use_rife.pdf, hlm. 161. 25
Paul Goldstein, Copyright, Volume I, hlm. 85-87.
28
pemberlakuan doktrin fair use haruslah terdapat ciptaan yang memiliki
perlindungan hak cipta saja.
Dengan demikian, ada beberapa ciptaan dalam hukum hak cipta Indonesia
yang tidak dapat memberlakukan doktrin fair use, yaitu:
1. Ciptaan berdasarkan Pasal 41 UUHC, yaitu: hasil karya yang belum
diwujudkan dalam bentuk nyata; setiap ide, prosedur, sistem, metode,
konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan,
dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah
ciptaan; dan alat benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk
menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan
untuk kebutuhan fungsional.
2. Ciptaan yang telah habis masa perlindungannya. Ketika suatu ciptaan
telah habis masa perlindungan hak ciptanya maka segala hak ekonomi
yang dimiliki oleh pencipta, ahli waris pencipta dan pemegang hak
cipta tidak memiliki perlindungan lagi, hak moral berkenaan dengan
larangan untuk mengubah suatu ciptaan juga tidak berlaku.26
Hanya hak
moral pencipta untuk tetap dicantumkan atau tidak dicantumkan
namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk
umum; menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
mempertahankan haknya dalam terjadi distorsi ciptaan, mutilasi
ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan
kehormatan diri atau reputasinya, tidak mengenal batas waktu
berdasarkan Pasal 57 ayat (1) UUHC
26
Zen Umar Purba, Hak kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Edisi pertama, Cetakan ke-1, (alumni,
bandung:2005), hlm. 123
29
3. Ciptaan yang tidak memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1 angka 2 dan
Pasal 1 angka 3 UUHC. Ciptaan yang mendapat perlindungan hak cipta
adalah ciptaan yang memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1 angka 2 dan
Pasal 1 angka 3 UUHC. Apabila suatu ciptaan tidak memenuhi unsur
tersebut maka ciptaan tersebut tidaklah mendapat perlindungan hak
cipta.
Apabila dibandingkan dengan pengaturan yang ada dalam hukum hak cipta
Amerika Serikat, UUHC tidak mengatur mengenai tidak adanya perlindungan hak
cipta terhadap ciptaan yang mengandung muatan yang melanggar hukum.
Amerika Serikat memiliki pengaturan terhadap ciptaan yang mengandung muatan
melanggar hukum melalui praktik pengadilan dan berdasarkan praktik pengadilan
itu dapat terlihat bahwa ciptaan yang mengandung muatan melanggar hukum.
Terhadap semua ciptaan tersebut, tidak terdapat perlindungan hak cipta. Sama
dengan US Copyright Act 1976, UUHC tidak mengatur mengenai bentuk ciptaan
ini.
c. Pengaturan Doktrin Fair Use Pada Perjanjian Internasional
Ketentuan terhadap pembatasan dan/atau pengecualian di dalam TRIP‟s,
terdapat pada pasal 13 yang berbunyi: “di dalam hal-hal tertentu, Anggota dapat
menentukan pembatasan atau pengecualian terhadap hak eksklusif yang diberikan
sepanjang tidak bertentangan dengan tata cara eksploitasi dari karya yang
bersangkutan secara normal dan tidak mengurangi kepentingan sah dari pemegang
hak secara tidak wajar.” Kata hak eksklusif dalam pasal 13 ini menimbulkan
penafsiran bahwa ketentuan ini berlaku terhadap semua hak eksklusif dari
30
pemegang hak cipta dan merupakan syarat untuk penentuan pengecualian dan
pembatasan hak cipta yang baru.
Perjanjian TRIP’s mengadopsi doktrin Three-Step-Test atau tiga langkah
pengujian sebagai acuan aturan untuk melindungi karya cipta dari pencipta.
Doktrin Three-Step-Test ini memiliki keterkaitan dengan pembatasan dan
pengecualian atas reproduksi dari hak cipta. Akan tetapi, doktrin Three-Step-Test
pada perjanjian ini diperluas,27
dimana pada awal mulanya hanya terkait dengan
hak reproduksi, dalam perjanjian ini diperluas menjadi hak eksklusif pencipta.
Terkait dengan pembatasan dan pengecualian hak cipta disebutkan dalam
Pasal 13 Trips Agreement sebagai berikut:
Members shall confine limitations or exceptions to exclusive rights to
certain special cases which do not conflict with a normal exploitation of the work
and do not unreasonably prejudice the legitimate interests of the right holder.
Maksud dari pasal tersebut bahwa setiap negara anggota dalam perjanjian
ini memberikan pembatasan atau pengecualian terhadap hak eksklusif yang
dimiliki pencipta atas suatu karyanya terhadap kasus-kasus tertentu yang tidak
bertentangan dengan eksploitasi dan dengan secara tidak wajar tidak merugikan
kepentingan pencipta.
Secara lebih jelas lagi, tiga langkah pengujian yang terkait dengan
pembatasan dan pengecualian hak cipta28
adalah sebagai berikut:
1) Suatu karya sastra dan seni dapat diperbolehkan untuk direproduksi di
suatu kondisi atau kasus-kasus tertentu.
Maksud dari kondisi atau kasus-kasus tertentu adalah dalam hal
melakukan reproduksi karya cipta tersebut dilakukan sebatas untuk
27
Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 30 TRIPs Agreement. 28
TRIPs, Art. 13.
31
kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, penelitian, dan
pengembangan serta kegiatan lain yang bersifat nonkomersial.
2) Selama reproduksi tersebut tidak bertentangan dengan eksploitasi atau
penggunaan yang wajar atas suatu karya.
Terkait dengan seberapa banyak suatu karya dapat direproduksi tidak
diatur dengan jelas dalam perjanjian ini, akantetapi, ada hak moral dari
pencipta yang harus dihormati dan dijaga. Penggunaan ciptaan pihak
lain yang sudah melebihi setengah dari bagian substansial dari karya
tersebut, dianggap sebagai pelanggaran hak cipta dan hal itu dikatakan
sebagai tindakan eksploitasi atas suatu karya cipta.
3) Selama tidak secara tidak wajar merugikan kepentingan
pengarang/pencipta.
Tidak diatur secara lebih rinci lagi terkait batasan penggunaan ciptaan
pihak lain untuk direproduksi, namun para negara anggota telah
bersepakat bahwa diperbolehkan untuk dilakukan reproduksi atas suatu
karya dengan tidak melanggar kepentingan yang wajar dari pencipta.
Kepentingan yang wajar dalam hal ini dikaitkan dengan hak ekonomi,
artinya, jika dalam mereproduksi suatu karya itu ada unsur materi di
dalamnya, maka pihak yang mereproduksi wajib meminta izin terlebih
dulu kepada penciptanya sebagai pemegang hak eksklusif atas suatu
karya cipta.
d. Perbandingan Pengaturan Doktrin Fair Use
Pengaturan doktrin fair use dalam Pasal 44 UUHC mengutamakan
pencantuman sumber dalam setiap penggunaan. Hal ini berhubungan dengan hak
32
moral dari pencipta, yaitu hak agar namanya dicantumkan dalam setiap
pengambilan ciptaan. Hal ini sejalan dengan fokus utama perlindungan hak cipta
di Indonesia, yaitu perlindungan kepada pencipta. Sedangkan di Amerika Serikat,
pencantuman sumber tidak menjadi syarat utama karena fokus perlindungan hak
cipta Amerika Serikat adalah kepada pemegang hak cipta.
Apabila dibandingkan, pengaturan doktrin fair use dalam Pasal 44 UUHC
tidak memiliki faktor-faktor yang secara tegas diberikan oleh pembuat undang-
undang untuk menentukan apakah terdapat suatu penggunaan yang wajar atau
tidak. Pembuat UUHC mengatur bentuk-bentuk tindakan penggunaan yang dapat
dianggap sebagai penggunaan yang wajar, seperti pengutipan, pengambilan
bagian ciptaan, pengubahan bentuk, perbanyakan ciptaan, dan pembuatan salinan
untuk program komputer. Pengaturan bentuk-bentuk penggunan tersebut disertai
dengan tujuan atau kepentingan masing-masing.
Sehubungan dengan perbedaan pengaturan tersebut, akan leih mudah bagi
hakim untuk menentukan suatu penggunaan yang wajar apabila diberikan faktor-
faktor pertimbangan seperti Copyright Act. Dengan memberikan faktor-faktor
pertimbangan, hakim dapat mengelaborasikan faktor-faktor tersebut dengan fakta
yang terjadi untuk menentukan suatu penggunaan yang wajar (fair use). Namun,
konsekuensi dari pemberian faktor-faktor pertimbangan adalah tidak akan atau
mungkin jarang sekali terjadi persamaan pandangan terhadap adanya suatu
penggunaan yang wajar karena semua bergantung pada penafsiran hakim. Dengan
demikian, pendekatan kasus sangat diperlukan dalam menentukan suatu
penggunaan yang wajar.
33
2. Karya Tulis
a. Lingkup Pengaturan
Konvensi Bern29
dan undang-undang hak cipta berbagai negara30
menempatkan karya tulis sebagai salah satu jenis ciptaan yang dilindungi.
Perlindungan hukum diberikan untuk selama waktu tertentu memiliki hak
eksklusif berdasarkan kaedah-kaedah, norma dan bahkan etika yang berlaku.
Obyek perlindungan hak cipta meliputi karya ilmu pengetahuan, termasuk karya
tulis dan karya seni. Sebagai karya cipta, karya tulis merupakan media tempat
pengekspresian ide atau gagasan-gagasan pencipta guna membangun dialektika
dengan pembaca.31
Karena dianggap pula sebagai media untuk sarana
komunikasi, karya tulis memiliki format tertentu yang harus diperhatikan dan
dipatuhi oleh penulisnya. Sama seperti media komunikasi lain, karya tulis juga
mengenal bentuk, format dan sistematika, termasuk kaedah-kaedah penulisan
serta rambu-rambu teknis dan etika yang harus diindahkan.
Adapun pengertian karya tulis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI)32
adalah Secara bahasa karya tulis disusun dari dua kata yang berbeda
yaitu karya dan tulis. Kata karya dalam KBBI memiliki arti pekerjaan, buatan,
ciptaan dan hasil perbuatan (terutama untuk hasil karangan). Sedangkan tulis
berarti sebuah huruf atau angka yang dibuat dengan pena atau alat tulis lainnya.
Dari pengertian masing-masing kata, maka dapat diartikan bahwa karya tulis
adalah sebuah karangan yang kita tuliskan dalam suatu bidang. Atau sebuah
29
Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Works 1886, yang telah beberapa
kali direvisi, terakhir tahun 1971 di Paris. Andrew Christie and Stephen Gare, 2001, Black Stone’s
Statutes on Intellectual Property, Blackstone Press, London, Hlm. 416. 30
Negara-negara Anggota WIPO/UN menggunakan Konvensi Bern sebagai acuan dasar
kepatuhan dalam pengaturan Hak Cipta pada Undang-undang nasional masing-masing. 31
Henry Soelistyo, Op. Cit., Hlm, 27. 32
https://kbbi.web.id, dikunjungi pada tanggal 29 Mei 2018.
34
karangan hasil dari sebuah pemikiran, pengamatan dalam bidang tertentu yang
ditulis secara terarah.
Dalam UUHC (penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf a) terdapat rumusan
pengertian karya tulis sebagai berikut “Yang dimaksud dengan "perwajahan karya
tulis" adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan "typholographical
arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis.
Hal ini mencakup antara lain format, hiasan, komposisi warna dan susunan atau
tata letak huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas”.
Sedangkan dalam Konvensi Bern menyebutkan salah satu ciptaan yang dilindungi
adalah buku, pamflet, dan tulisan lainnya. Namun tidak ada uraian tegas dalam
Konvensi Bern mengenai ciptaan yang dilindungi ini.
berdasarkan beberapa pengertian karya tulis diatas, dapat disimpulkan
bahwa karya tulis memiliki banyak ragam pengertian. Dengan demikian dalam
Skripsi ini yang dimaksud dengan karya tulis adalah mengacu pada pengertian
dalam UUHC.
b. Jenis Karya Tulis
Karya tulis mempunyai banyak ragam tergantung dari tujuan, manfaat,
sumber penulisan, dan aspek-aspek lainnya. Berdasarkan sumbernya, secara
umum karya tulis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:33
1. Karya Fiksi (tidak ilmiah)
Karya fiksi merupakan karya tulis yang sumbernya semata-mata imajinasi,
fantasi atau rekaan dari si penulis. Tujuan seseorang menulis fiksi biasanya untuk
menghibur atau untuk mengungkapkan isi hati penulis. Karya tulis fiksi
33
http://www.kampus-info.com/2012/08/pengertian-karya-tulis-dan-karya-ilmiah.html, diakses
tanggal 20 Januari 2018.
35
merefleksikan situasi masyarakat tertentu. Contoh dari karya tulis jenis ini adalah
dongeng, novel, cerpen, drama, dan roman.34
2. Karya Non-fiksi (ilmiah)
Karya ilmiah (scientific paper) adalah tulisan atau laporan tertulis yang
memaparkan hasil penelitian atau pengkajian suatu masalah oleh seseorang atau
sebuah kelompok dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan
dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Data, simpulan, dan informasi lain yang
terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan
lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Karya ilmiah
berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
berupa penjelasan (explanation), prediksi (prediction), dan pengawasan (control).
Contoh dari karya tulis jenis ini adalah makalah, skripsi, tesis, surat pembaca,
proposal penelitian, dan resensi.35
Karakteristik karya ilmiah yang membedakannya dengan karya non-ilmiah
antara lain:36
a. Mengacu pada teori sebagai landasan berpikir (kerangka pemikiran)
dalam pembahasan masalah;
b. Lugas, tidak emosional, bermakna tunggal, tidak menimbulkan
interpretasi lain;
c. Logis, disusun berdasarkan urutan yang konsisten;
d. Efektif, ringkas, dan padat;
e. Efisien, hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan
mudah dipahami;
f. Objektif berdasarkan fakta, setiap informasi dalam kerangka ilmiah
selalu apa adanya;
g. Sistematis, baik penulisan dan pembahasan sesuai dengan prosedur dan
sistem yang berlaku.
34
https://karyapemuda.com/karya-tulis/#1_Karya_Tulis_Ilmiah, diakses tanggal 20 Januari 2018. 35
Ibid. 36
http://www.komunikasipraktis.com/2014/09/karya-tulis-ilmiah-pengertian.html, diakses 20
Januari 2018.
36
Karya ilmiah ditulis dengan mendasarkan pada aturan dan teknik-teknik
tertentu.37
Materinya, dapat berupa karya ilmu pengetahuan dan/atau teknologi.
Karya ilmu pengetahuan adalah gabungan berbagai pengetahuan yang disusun
secara logis dan konsisten dengan memperhitungkan sebab dan akibat.38
Dalam
kerangka pengaturan hak cipta, karya semacam ini lazim disebut literary works,
yaitu ciptaan selain karya drama atau musik yang diwujudkan secara tertulis, atau
diucapkan atau didendangkan yang meliputi pula tabel dan kompilasi data, (di luar
data base), program komputer berikut persiapan desain materi untuk program
komputer.
Sedangkan teknologi adalah gagasan pemecahan masalah yang bersifat
konkrit. Dengan dua kemungkinan lingkup materi itu, penulisan karya tulis
lazimnya diawali dengan suatu gagasan atau ide yang jelas. Lazimnya, ide itu
telah diendapkan dan dimatangkan ke dalam topik yang eksak dan jelas serta
mencerminkan esensi gagasannya. Dari segi proses, penulisan karya ilmiah
memerlukan langkah-langkah persiapan seperti penelusuran (searching) guna
pengumpulan bahan dan melengkapi referensi. Lebih banyak karya tulis yang
dibaca lebih lengkap referensi yang dapat dikumpulkan. Ini berarti, lebih luas
wawasan yang ditulis, serta lebih komprehensif pemikiran ataupun pandangan-
pandangan yang disampaikan. Kesemuanya itu menggambarkan suatu proses
bahwa tulisan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa berkembang di
atas hamparan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada sebelumnya.
37
Sri Hartinah, Penulisan Karya Ilmiah Bagi Pustakawan, Makalah disampaikan pada Diklat Alih
Ajar se Provinsi Jawa Tengah, hlm. 2, 38
Kamus bahasa indonesia online, http://www.kamusbahasaindonesia.org, diakses tanggal 2
november 2017.
37
Dengan basis state of the art atau prior art39
seperti itu karya-karya ilmu
pengetahuan dan teknologi terus tumbuh dan berkembang mengisi kebutuhan
untuk peningkatan kemaslahatan hidup masyarakat.
Dalam dunia akademik, karya tulis merupakan media penyampaian konsep
yang berisi ide dan gagasan.40
Gagasan seperti itu dikomunikasikan dalam bentuk
tulisan untuk dipahami, diuji, ditanggapi atau dimengerti layaknya sebagai
informasi bagi masyarakat yang berkepentingan. Oleh karena itu, tulisan harus
dirancang dan diarahkan sesuai dengan minat pembaca yang menjadi sasarannya.
Dalam konteks yang lebih personal, tulisan adalah sarana dialog antara penulis
dengan pembaca. Itu yang harus disadari dan mengharuskan perlunya segmen
pembaca ditentukan sesuai dengan topik karya tulisnya.
Sejauh ini telah banyak referensi teknis yang mengajarkan bagaimana
menulis karya ilmiah yang baik dan efektif untuk menyampaikan gagasan, ide
atau konsep penulis. Aturan dan pedoman juga telah secara lengkap tersedia untuk
menuntun dan mengarahkan proses penulisan. Demikian pula rambu-rambu teknis
yang telah lama digunakan untuk mendampingi aktivitas kreatif masyarakat
melalui ketentuan-ketentuan yang bersifat melarang maupun membolehkan
sesuatu tindakan dilakukan. Esensinya, ketentuan yang menuntun dan
mengarahkan perilaku masyarakat. Demikian pula norma-norma hukum yang
memagari dan menetapkan sanksi-sanksi bila rambu-rambu dan pagar-pagar itu
dilanggar. Selebihnya, dalam derajat yang lebih longgar, etika dan tatanan moral
memayungi aktivitas masyarakat agar terbebas dari cela dan kecaman.
39
State of the art atau prior art adalah status teknologi yang telah diungkapkan sebelumnya.
Pengungkapan atau disclosure seperti itu mencakup semua literatur paten dan dokumen lain yang
bukan merupakan literatur paten. Baca ketentuan pasal 3 UU Paten No. 14 Tahun 2001, berikut
penjelasannya. 40
Henry Soelistyo, Op. Cit., Hlm, 30.
38
Dalam kegiatan tulis menulis, seorang dosen atau mahasiswa memiliki
semuanya. Memiliki pedoman teknis penulisan karya imiah yang lengkap dan
memadai. Mereka juga memiliki aturan hukum, yang harus dipahami secara
seksama dan dipedomani agar tidak terseret pada tindakan pelanggaran hak cipta.
Terakhir, nilai-nilai etika yang sarat dengan arahan kepada terwujudnya perilaku
yang baik dalam menulis dan menghindari yang buruk dalam mengeksplorasi
gagasan. kesemuanya menuju pada sasaran tunggal, yaitu mewujukan karya tulis
ilmiah yang terbebas dari pelanggaran hak cipta maupun pelanggaran niali-nilai
etika. Singkatnya, terbebas dari tindak plagiarisme, baik plagiat ide maupun
plagiat tulisan. Apapun dua filter hukum dan etika itu telah dapat menjaga
legalitas dan kepatutan tulisan, maka yang berikutnya perlu memperoleh perhatian
adalah aturan mengenai tulisan. Sudah tentu ini lebih merupakan masalah teknis
yang berpangkal pada soal keterampilan atau writing skill. Hal yang terakhir ini
diantaranya mencakup bagaimana cara mengutip tulisan orang lain dengan benar.
Bagaimana bila kutipan itu menyangkut frasa yang panjang, bagaimana membuat
kutipan pendek, bagaimana pula cara melakukan parafrase atau membuat ekstrak
gagasan.
Harus diakui, kesemuanya menjadi penting dan relevan untuk dipahami,
penting untuk dipedomani para dosen dan mahasiswa termasuk para peneliti dan
tenaga kependidikan dalam rangka penulisan karya ilmiah, baik selaku
pembimbing, promotor, penguji maupun penyusun langsung karya tulis, disertasi
atau tesis, atau penulisan makalah, ataupun laporan hasil penelitian. Karya tulis
yang menjadi basis pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik untuk
masa kini maupun pada masa yang akan datang. Yang pasti, segala format tulisan
39
karya ilmiah itu, termasuk karya tulis lainnya, merupakan karya intelektual yang
dilindungi hak cipta.
Ketika suatu karya tulis telah menjadi ciptaan dengan label hak cipta, maka
secara yuridis tidak hanya berhak mendapatkan perlindungan hak cipta, tetapi juga
mendapatkan pengakuan, penghormatan dan penghargaan masyarakat secara
sepantasnya. Perlakuan seperti itu ditumbuhkan dari basis konsep hak moral yang
dimiliki pencipta. Atas dasar alasan itu pula, maka plagiarisme secara langsung
membentur norma moral dan etika. Prinsipnya, merupakan tindakan yang tidak
patut dan selayaknya dikecam bila seseorang melakukan plagiarisme.
C. Batasan Penerapan Prinsip Fair use Dalam Karya Tulis
1) Penggunaan Yang Wajar Dalam Karya Tulis Menurut UUHC
Mengenai Doktrin Fair use pada penggunaan karya tulis dalam Pasal yang
berkaitan dengan penggunaan karya cipta untuk tujuan pendidikan dan
pengelolaan karya tulis oleh perpustakaan. Pada UUHC diatur pada Pasal 44
mengenai penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu
ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial
tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau
dicantumkan secara lengkap untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan,
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak
cipta. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa syarat mencantumkan sumber
adalah sebuah syarat mutlak untuk dapat terbebas dari pelanggaran hak cipta.
Pasal 47 UUHC menyebutkan bahwa setiap perpustakaan atau lembaga
arsip yang tidak bertujuan komersial dapat membuat 1 (satu) salinan ciptaan atau
40
bagian ciptaan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dengan cara
penggandaan tulisan secara reprografi yang telah dilakukan pengumuman,
diringkas, atau dirangkum untuk memenuhi permintaan seseorang dengan syarat
perpustakaan atau lembaga arsip menjamin bahwa salinan tersebut hanya akan
digunakan untuk tujuan pendidikan atau penelitian, penggandaan tersebut
dilakukan secara terpisah dan jika dilakukan secara berulang, penggandaan
tersebut harus merupakan kejadian yang tidak saling berhubungan; dan tidak ada
lisensi yang ditawarkan oleh lembaga manajemen kolektif kepada perpustakaan
atau lembaga arsip sehubungan dengan bagian yang digandakan. Selain itu
pembuatan salinan dilakukan untuk pemeliharaan, penggantian salinan yang
rusak, atau penggantian salinan dalam hal salinan hilang, rusak, atau musnah dari
koleksi permanen di perpustakan atau lembaga arsip lain dengan syarat.
Perpustakaan menghimpun dan melayankan berbagai bentuk karya yang
dilindungi hak ciptanya, Buku, jurnal, majalah, ceramah, pidato, peta, foto, tugas
akhir, gambar adalah sebagai format koleksi perpustakaan yang didalamnya
melekat hak cipta. Oleh karena itu perpustakaan sebenarnya sangat erat
hubungannya dengan hak cipta. Koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan melekat
hak cipta yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak berhati-
hati atau memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan justru
perpustakan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta. Untuk itu dalam
memberikan layanan pada berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka
perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada
masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta dan
41
idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta
dan sosialisasi hak cipta.
Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber
ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap, artinya, dengan
mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan
nama penerbit jika ada. Sedangkan yang dimaksud dengan kepentingan yang
wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta adalah suatu kepentingan yang
didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu
ciptaan.41
Aturan mengenai pembatasan hak cipta diatur di dalam Pasal 43 sampai
dengan Pasal 51 Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku sampai saat ini. Secara
lebih khusus aturan pembatasan hak cipta yang berkaitan dengan bidang karya
tulis ilmiah terdapat di dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a UUHC, yaitu, penggunaan,
pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk
hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara
lengkap untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilimiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta.
Walaupun hak cipta itu merupakan hak istimewa yang hanya dimiliki oleh
pencipta atau pemegang hak cipta, penggunaan atau pemanfaatannya hendaknya
berfungsi sosial, karena ada pembatasan-pembatasan tertentu yang telah diatur di
dalam Undang-Undang Hak Cipta. Dengan kata lain, hasil karya cipta atau
41
Sophar Maru Hutagalung, Op.Cit., hlm. 21.
42
ciptaan bukan saja hanya dinikmati oleh penciptanya saja, tetapi juga dapat
dinikmati, dimanfaatkan, dan digunakan oleh masyarakat luas, sehingga ciptaan
itu mempunyai nilai guna, di samping nilai moral dan ekonomis.42
Pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan dimaksud sudah
tentu bertujuan agar dalam setiap menggunakan atau memfungsikan hak cipta
harus sesuai dengan tujuannya. Sebenarnya, yang dikehendaki dalam pembatasan
terhadap hak cipta ini agar setiap orang atau badan hukum tidak menggunakan
haknya secara sewenang-wenang. Setiap penggunaan hak cipta harus diperhatikan
terlebih dahulu apakah hal itu tidak bertentangan atau tidak merugikan
kepentingan umum.Ini menimbulkan kesan sesungguhnya hak individu itu
dihormati. Namun, dengan adanya pembatasan, sesungguhnya pula dalam
penggunaannya tetap didasarkan atas kepentingan umum. Oleh karena itu,
Indonesia tidak menganut paham individualistis dalam arti sebenarnya. Hak
individu dihormati sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Untuk itulah, Undang-Undang Hak Cipta inipun bertolak dari perpaduan antara
sistem individu dengan sistem kolektif.43
Dari ketentuan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang boleh
saja mengutip karya orang lain untuk kepentingan yang bersifat nonkomersial
dengan syarat harus menyebutkan atau mencantumkan sumbernya. Jika sudah ada
nilai ekonomi di dalamnya, maka pengutip berkewajiban untuk meminta izin
kepada penciptanya, dan dalam hal pencipta sudah meninggal dunia maka
pengutip dapat meminta izin kepada pemegang hak cipta dengan memberikan
42
Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 87. 43
Ibid.
43
sejumlah royalti yang besarnya ditentukan oleh kedua belah pihak untuk
menghindari terjadinya pelanggaran hukum atau plagiarisme.
2) Penggunaan yang wajar dalam karya tulis menurut Copyright
Act
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa belum ada kasus mengenai
penggunaan yang wajar (fair use) mengenai karya tulis di Indonesia. Ketiadaan
kasus tersebut yang membuat peneliti harus menafsirkan penggunaan yang wajar
dalam karya tulis dengan menggunakan putusan yang ada di Amerika Serikat
melalui perkara Wright v. Warner Books, Inc.
Posisi kasus:
Hal ini berasal dari perselisihan mengenai publikasi sebuah biografi
almarhum penulis Afika-Amerika Richard Wright, yang dikenal dengan karyanya
Native Son dan Black Boy. Penggugat memegang hak cipta dalam karya yang
dipublikasi dan tidak dipublikasikan oleh suaminya yang meninggal tahun 1960.
Biografi tersebut, yang berjudul Richard Wright Daemonic Genius, ditulis oleh
seorang kenalan Wright, tergugat Dr. Margaret Walker, dan diterbitkan oleh
tergugat Warner Books, Inc tahun 1988.
Perselisihan ini telah berlangsung tiga putaran, masing-masing telah
mempersempit ketidaksetujuan pihak-pihak yang ada. Pertama-tama Dr. Walker
melengkapi draf biografinya tentang Richard Wright pada awal hingga
pertengahan 1980an. Penerbitnya pada saat itu, Howard University Press,
meminta ijin penggugat pada tahun 1984 untuk menggunakan sejumlah besar
karya Wright yang tidak dipublikasi dan telah dipublikasi pada biografinya.
Penggugat menolaknya. Apakah karena ketidakmampuannya untuk mendapatkan
44
persetujuan penggugat atau faktor lain yang tidak terkait dengan perselisihan ini,
Howard University Press memutuskan untuk tidak menerbitkan buku Dr. Walker
pada tahun 1986. Penerbit kedua, Dodd, Mead, setuju untuk menerbitkan buku
tersebut. Namun penerbit ini kemudian menarik komitmennya untuk menerbitkan
biografi tersebut, untuk berbagai alasan yang tidak relevan dengan perselisihan
ini. Versi biografi tersebut tidak pernah diterbitkan.
Karena tidak bisa mendapatkan persetujuan penggugat, Dr. Walker menulis
ulang gagasan naskah awal dengan menggunakan lebih sedikit karya Wright yang
sudah dipublikasi dan tidak dipublikasikan. Versi yang dihilangkan bagian-
bagiannya diterbitkan oleh Warner Books pada November 1988. Penggugat
meresponnya dengan melakukan tuntutan pada bulan Mei 1989. Keluhannya
adalah menentang penggunaan sejumlah besar karya Wright dalam biografi
tersebut: surat-surat ke Dr. Walker yang ditulis pada 1930, surat-surat ke
penerjemah Wright yaitu Margrit de Sabloniere, jurnal, dan essai “i Choose
Exile”, dan karyanya yang dipublikasikan termasuk Black Boy, Native Son, dan
Pagan Spain. Penggugat menyebutkan bahwa dia dirugikan atas pelanggaran hak
cipta, false designation of origin, pelanggaran persetujuan tentang akses naskah
asli antara Yale University dan Dr. Walker yang mana perjanjian tersebut menurut
penggugat merupakan warisan dari pihak ketiga dan fitnah/pencemaran nama. Dia
juga meminta penetapan permanen yang melarang penerbitan dan distribusi
biografi tersebut.
Setelah alat bukti tertulis dilengkapi, penggugat menyiapkan summary
judgment mengenai tuntutan hak cipta. Kemudian penggugat membuat summary
judgment pada semua hal dalam keluhan. Karena tidak menemukan perselisihan
45
faktual material, pengadilan distrik menggunakan empat faktor fair use yang
disebutkan dalam 17 U.S.C. § 107 dan semuanya memenangkan tergugat dan
memberikan summary judgment kepada mereka. Pengadilan menolak permintaan
penggugat atas penetapan permanen dan tuntutannya bahwa penggunaan jurnal
Wright pada biografi merupakan pelanggaran perjanjian penelitian antara Dr.
Walker dan Perpustakaan Beinecke Universitas Yale. Penggugat secara sukarela
menarik tuntutannya atas false designation of origin. Pengadilan menolak tanpa
prasangka tuntutan pencemaran nama karena tidak mencukupinya yurisdiksi.
Dalam banding, perselisihan ini telah berada pada putaran akhir. Penggugat
telah meninggalkan semua tuntutan awalnya. Dia tidak lagi menantang
penggunaan karya Wright yang dipublikasikan dalam biografi. Dia juga tidak
menantang penggunaan surat yang ditulis Margrit de Sabloniere atau esai “i
Choose Exile”.
Dia juga tidak menantang keputusan pengadilan distrik untuk
menghilangkan tuntutan pencemaran nama baik. Dua dari tuntutan awal
penggugat masih sama: (1) penggunaan surat Wright/Walker dalam biografi dan
pelanggaran jurnal yang tidak dipublikasikan, serta (2) penggunaan jurnal dalam
biografi ini melanggar perjanjian penelitian Dr. Walker dengan Yale University.
Berdasarkan kasus tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Ringkasan kasus
Kasus mengenai dugaan pelanggaran hukum fair use di Amerika Serikat
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Perkara ini berasal dari perselisihan mengenai publikasi sebuah biografi
almarhum penulis Afika-Amerika Richard Wright yang meninggal pada
46
tahun 1960 dan kemudian istri nya menjadi pemegang hak cipta atas
karya almarhum suaminya yang telah diterbitkan dan tidak diterbitkan
(penggugat).
2) Pertama-tama Dr. Walker melengkapi draf biografinya tentang Richard
Wright pada awal hingga pertengahan 1980an. Penerbitnya pada saat itu,
Howard University Press, meminta ijin penggugat pada tahun 1984 untuk
menggunakan sejumlah besar karya Wright yang tidak dipublikasi dan
telah dipublikasi pada biografinya. Penggugat menolaknya.
3) Karena tidak bisa mendapatkan persetujuan penggugat, Dr. Walker
menulis ulang gagasan naskah awal dengan menggunakan lebih sedikit
karya Wright yang sudah dipublikasi dan tidak dipublikasikan. Versi yang
dihilangkan bagian-bagiannya diterbitkan oleh Warner Books pada
November 1988.
4) Sebagai tanggapan, penggugat melakukan tuntutan atas pelanggaran hak
cipta tersebut ke pengadilan dan menyatakan bahwa biografi tersebut
melanggar hak ciptanya.
2. Permasalahan hukum
Apakah ada pelanggaran hak cipta seperti yang dituduhkan?
Pengadilan menganalisis fair use dengan melihat pada bukti dan
mengaplikasikannya pada tiap faktor. Berdasarkan faktor tersebut dapat
diketahui apakah tindakan pengguna tadi termasuk fair use atau tidak. Setelah
semua dipertimbangkan, faktor yang paling menonjol harus dipenuhi
sehingga dapat memecahkan isu kemungkinan fair use itu sendiri.44
44
March Lindsey, “ Chapter Five : The Mystic Doctrine of Fair use” in Copyright Law, hlm. 18.
47
Empat faktor pada undang-undang ini yang digunakan sebagai pedoman
adalah sebagai berikut:45
1. Tujuan dan sifat penggunaan
Pada tahun 1994, The U.S. Supreme Court menyatakan bahwa tujuan
dan karakter penggunaan adalah faktor utama untuk memutuskan apakah
suatu perbuatan termasuk kualifikasi fair use atau tidak. Faktor ini
memfokuskan pada pemeriksaan pengadilan pada tipe penggunaan bukan
tipe pengguna.46
sebagai tambahan, untuk mengevaluasi efek dari faktor
pada fair use dengan tekhnologi, pengadilan harus mengevaluasi karakter
komersial dan keaslian perubahan bentuknya.47
Hal paling penting yang
harus disadari adalah nilai dari karya cipta asli milik pencipta dan informasi
yang ditambahkan. Hal ini berarti bahwa fair use terpenuhi jika faktor
pertama, yaitu orang yang menggunakan karya cipta pencipta menambahkan
suatu informasi baru dan memiliki perbedaan dengan karya asli pencipta
sebelumnya. Pada perkara Wright v. Warner Books, inc. tujuan dan sifat
penggunaan biografi surat Wright/Walker dan jurnal Wright secara jelas
memberikan dukungan bagi tergugat, Buku Dr. Walker merupakan biografi
ilmiah. Hal ini “sesuai dalam beberapa kategori penggunaan dalam undang-
undang” yang telah diindikasikan penggunaan yang wajar—“ „kritik,‟ „ilmu
pengetahuan,‟ dan „penelitian.‟
2. Sifat karya yang diberi hak cipta
45
17 U.S.C.S Section 107. 46
William F Pantry and Shira Perlmutter, Fair use Misconstrued: Profit, Presumption, and Parody,
11 Cardozo Arts & Ent. L.J. 667,676 (1993) 47
Stanford Universities Libraries and Academic Information Sources, Justia, NOLO,
LibraryLaw.com&Onecle,
48
Tidak seperti faktor pertama fair use, yang titik beratnya pada hal
salinan atau karya cipta baru hasil dari penggunaan karya cipta asli. Faktor
yang kedua ini menitik beratkan pada orisinalitas. Berdasar dari tidak
seringnya faktor ini muncul pada kasus-kasus, legislatif dan pengadilan
menyatakan bahwa faktor kedua memiliki pengaruh paling sedikit dari
seluruh faktor analisis fair use.48
Keaslian dari karya cipta memiliki
argumen kuat menggunakan doktrin fair use bila si pengguna menggunakan
karya yang telah dipublikasikan atau karya faktual daripada karya yang
belum dipublikasikan atau karya fiksi. Hal ini beralasan sebab orisinalitas
penulis memiliki hak untuk mengontrol penampilan publik pertama kalinya
lewat ekspresi.
Pada perkara Wright v. Warner Books, inc. Pengadilan distrik
menyatakan bahwa faktor dua mendukung tergugat terkait dengan surat
Wright/Walker, meskipun surat tersebut tidak dipublikasikan. Untuk
mendukung kesimpulan ini, pengadilan mencatat bahwa (1) Dr Walker
memparafrasekan surat, dan (2) Dr Walker “menggunakan surat bukan
untuk menciptakan kembali ungkapan kreatif Wright, namun hanya
menetapkan fakta yang dibutuhkan untuk biografinya.
3. Jumlah dan substansialitas dari bagian yang digunakan
Alat yang digunakan untuk memutuskan berapa banyak jumlah dan
substansi yang digunakan adalah “makin sedikit apa yang diambil, makin
besar pula perbuatan tersebut berada pada kategori doktrin fair use”. Ini
berarti makin sedikit materi yang diambil makin besar kemungkinan bahwa
48
Universal City Studios, Inc v Sony Corp of Am, 659 F.2d 963, 972 (9th Cir 1981), rev’d, 464
U.S. 417 (1984) (“ The legislative history and the case law dealing with this factor rather
sparse..”)
49
perbuatan tersebut termasuk doktrin fair use dan bukan pelanggaran hak
cipta. Bagaimanapun, doktrin ini tidak akan berlaku
jika porsi yang diambil adalah porsi jantung atau paling penting dari
suatu karya cipta.49
Pada perkara Wright v. Warner Books, inc. Pengadilan
distrik menentukan bahwa faktor ketiga mendukung para tergugat. Faktor
ini membahas “jumlah dan substansial bagian yang digunakan dalam
kaitannya dengan karya berhakcipta secara keseluruhan.” pengadilan
memeriksa volume dan substansi karya yang digunakan dengan mengacu
pada karya berhakcipta, bukan pada karya yang diduga melanggar.
4. Efek dipasar
Faktor keempat ini berhubungan dengan potensi pemasaran atas barang
yang diciptakan menggunakan tindakan fair use. Faktor keempat ini
bertujuan untuk mengevaluasi potensi pasar atas karya cipta baru yang
dihasilkan tersebut.50
Pada perkara Wright v. Warner Books, inc. Faktor
keempat berfokus pada “pengaruh penggunaan terhadap potensi pasar atau
nilai karya berhakcipta. Biografi Dr. Walker tidak menimbulkan ancaman
signifikan terhadap pasar potensial surat atau jurnal Wright.
3. kesimpulan
penggunaan doktrin fair use yang jarang digunakan pada ranah hukum
telah digunakan dalam putusan pengadilan di Amerika Serikat dalam kasus
hak cipta yaitu pada pembatasan hak cipta. Putusan ini mengungkapkan
suatu analisis terhadap makna dari penggunaan yang wajar atau fair use
yang tertuang pada Pasal 17 U.S.C (107), dan di dalamnya terdapat empat
49
March Lindsey, “ Chapter Five : The Mystic Doctrine of Fair use” in Copyright Law,ibid 50
17 U.S.C Section 107 (4) (1994), Ibid
50
faktor yang menunjukkan suatu karya telah digunakan dengan penggunaan
yang wajar.