bab ii done
DESCRIPTION
internaTRANSCRIPT
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Heart Failure
Heart failure atau gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan
gejala), ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau beraktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. 1
Beberapa istilah dalam gagal jantung : 1,2,4,8
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisik, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan
aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan
fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan
relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,
kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan
resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A –
4
V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat
dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea.
Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan
seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik
sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,
hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal
jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal
jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Gagal jantung akut adalah serangan cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau
tanda-tanda (symtoms and signs) akibat fungsi jantung yang abnormal, dapat
terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya.
Gagal jantung kronik adalah sindrom klinik yang komplek yang disertai
keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau
latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan
istirahat.
2.2 Etiologi Heart Failure
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit
katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium
primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang
menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis.
5
Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada
pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor polmunale)
dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid. 5
2.3 Patofisiologi Heart Failure
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka
kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan
timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena
yang menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis. 5,6,7
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai
terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup
peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini
mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat.
Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi
semakin kurang efektif. 1,5,6,7
1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah
peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas
adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf
adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan
kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif) dan peningkatan
kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk
menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi
6
aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah misal kulit dan ginjal
untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Vasokonstriksi akan
meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya
menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar katekolamin
dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung
akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk
mempertahankan kerja ventrikel namun pada akhirnya respons miokardium
terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang
pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. 1, 4, 6
Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan parasimpatik pada
gagal jantung. 8
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan
air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan
7
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas.
Namun apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai
serangkaian peristiwa berikut:
- Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus
- Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
- Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensinI
- Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
- Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
- Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.
Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan
tekanan darah. 1, 5, 6, 7
3. Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah
tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan
kekuatan kontraksi ventrikel.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan;
namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala,
meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi
cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan
terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga
meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi
ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya,
kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi
miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan
oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi
8
akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir
dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium
dan terus berlangsungnya gagal jantung. 1, 4,6,7
Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon terhadap
hemodinamik berlebih. 8
2.4 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat
latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala
hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal
jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih
awal dengan aktivitas yang lebih ringan. 1, 4
9
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai
dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.1, 4, 9
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan
adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan
merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak
kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang.
Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar
membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang
paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat
kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru, meningkatnya
tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti
paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan
akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea juga berkembang progresif.
Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri.
Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran
darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral,
reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan
kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND)
dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi yang
lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea atau
ortopnea.
Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada
posisi berbaring.
10
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas
dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru
karena pengaruh gaya gravitasi.
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat
distensi vena.
Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena
sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher
mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara
paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat
menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama
inspirasi.
Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan
kapsula hati.
Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema
mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada
malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi
retensi cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada
waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu
istirahat.
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara
11
klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling
dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada
gagal jantung kanan yang nyata.
Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat
mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia
ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf
simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting kematian mendadak
dalam situasi ini.
2.5 Diagnosis Gagal Jantung
Diagnosis gagal jantung didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan penemuan
klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG,
ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker. 2, 10
Kriteria Diagnosis : 10
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif 1, 9
Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
12
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan
tingkat aktivitas fisik, antara lain: 1
13
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula
darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah
untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau
riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya
menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.
3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan
bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi
pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi
penyebab nonkardiak pada gejala pasien. .
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi
penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis.
Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik
ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis,
14
meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari
etiologi serta beratnya kondisi. 1
a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan
pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat
dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik
dengan profesi yang masih bisa dilakukan.
Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan
panjang.
- Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal
jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah
cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter
pada gagal jantung ringan.
Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30
g/hari pada yang lainnya.
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu
selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu
selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung
maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
eksaserbasi akut.
15
b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE,
Antagonis Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, β-
blocker, vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-
trombotik, dan anti-aritmia. 14, 15
1. Diuretik. Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau
tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat
dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop
diuretik dengan tiazid. Diuretik hemat kalium,
spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat
mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung
sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan
gagal jantung sistolik.
2. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas
neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan
disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai
dosis yang efektif.
3. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama
beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal
jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada
gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang
digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa
16
digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
4. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
intoleransi terhadap ACE ihibitor.
5. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang
dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik,
ACE inhibitor, beta blocker.
6. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi
atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan
perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan
riwayat emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks,
trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
7. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang
asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap.
Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang
mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron
dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat
digunakan untuk mencegah kematian mendadak.
8. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada
gagal jantung.
2.8 PROGNOSA
17
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat
berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas
setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50%
pada pasien dengan gejala berat dan progresif.