bab ii enzim kolinesterase

7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bila nervus vagus dirangsang maka di ujung saraf tersebut akan dilepaskkan suatu zat aktif yaitu asetil kolin (Ach). Dalam ujung saraf kolinerik, Ach disimpan dalam gelembung sinaps dan dilepaskan oleh NAP (Nerve Action Potensial). Asetilkholin sebagai transmitter harus diinaktifkan dalam waktu yang cepat. Pada sambungan saraf otot, Ach dirusak srcara cepat dalam waktu kurang dari 1 milidetik. Kolinesterase yang tersebat luas si berbagai jaringan dan cairan tubuh, menghidrolisis Ach menjadi kolin dan asam asetat. Ada 2 macam kolinesterase yaitu asetilkolinesterase (AchE) dan butiril kolinesterase (BughE). Asetilkolinesterase terutama terdapat di tempat transmisi kolinergik pada membrane pra maupun post sinaps dan merupakan kolinesterase sejati yang terutama memecah Ach. BuchE berfungsi memecah butiril kolin dan banyak terdapat dalam plasma hati, disebut juga Pseudo Kolinesterase. BuchE berfungsi dalam eliminasi suksiokolin suatu obat relaksan otot rangka dan fungsi fisiologi lainnya belum diketahui. Sedangkan metakolin dihidrolisis oleh AchE. Transmisi kolinergik praktis dihentikan oleh enzim Ach E sehingga penghambatan terhadap enzim ini misalnya oleh senyawa organofosfat (sejenis insektisida) menyebabkan aktivitas kolinerik yang berlebihan dan perangsasngan reseptor kolinerik secara terus menerus yang diakibatkan oleh penumpukan Ach yang tidak dihidrolisis. Kelompok zat yang menghambat AchE dikenal

Upload: neneng-wulandari

Post on 30-Jul-2015

953 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Enzim Kolinesterase

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bila nervus vagus dirangsang maka di ujung saraf tersebut akan dilepaskkan suatu zat

aktif yaitu asetil kolin (Ach). Dalam ujung saraf kolinerik, Ach disimpan dalam gelembung

sinaps dan dilepaskan oleh NAP (Nerve Action Potensial). Asetilkholin sebagai transmitter harus

diinaktifkan dalam waktu yang cepat. Pada sambungan saraf otot, Ach dirusak srcara cepat

dalam waktu kurang dari 1 milidetik. Kolinesterase yang tersebat luas si berbagai jaringan dan

cairan tubuh, menghidrolisis Ach menjadi kolin dan asam asetat. Ada 2 macam kolinesterase

yaitu asetilkolinesterase (AchE) dan butiril kolinesterase (BughE). Asetilkolinesterase terutama

terdapat di tempat transmisi kolinergik pada membrane pra maupun post sinaps dan merupakan

kolinesterase sejati yang terutama memecah Ach. BuchE berfungsi memecah butiril kolin dan

banyak terdapat dalam plasma hati, disebut juga Pseudo Kolinesterase. BuchE berfungsi dalam

eliminasi suksiokolin suatu obat relaksan otot rangka dan fungsi fisiologi lainnya belum

diketahui. Sedangkan metakolin dihidrolisis oleh AchE.

Transmisi kolinergik praktis dihentikan oleh enzim Ach E sehingga penghambatan

terhadap enzim ini misalnya oleh senyawa organofosfat (sejenis insektisida) menyebabkan

aktivitas kolinerik yang berlebihan dan perangsasngan reseptor kolinerik secara terus menerus

yang diakibatkan oleh penumpukan Ach yang tidak dihidrolisis. Kelompok zat yang

menghambat AchE dikenal sebagai antikolinesterase (anti AchE). Dalam urutan kekuatan yang

meningkat dikenal senyawa-senyawa anti AchE sebagai berikut: fosfostigmin, prostigmin,

diisopropilfluorofosfat (DPFP) dan berbagai senyawa insektisida organofosfat seperti malathion,

parathion dll.

Toksin butolinus maupun tetanus menghambat pengelepasan Ach di semua saraf

kolinergik sehingga dapat menyebabkan kematian akibat paralysis pernafasan perifer. Toksin

tersebut memblok secara ireversibel penglepasan Ach di gelembung saraf pada ujung saraf pada

ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling poten yang dikenal orang.

Mekanisme kontraksi otot, adalah sebagai berikut, AcH dibentuk dari Acetil S Ko-A,

kemudian Acetil S Ko-A berikatan dengan kolin dengan bantuan enzim astilkolin transferase,

enzim ini mempunyai bilangan pertukaran (turn over number) sangat tringgi yang menjamin

pemisahan segera dari substansi sinyal. Produk pemecahannya, yaitu asetilkolin dan Ko-A di

sitosol terminal sinaps. Setelah terkena rangsang, AcH dalam vesikel sinaps keluar karena

Page 2: BAB II Enzim Kolinesterase

depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan Ca2+ masuk di sinaps, kemudian menyebabkan AcH

tersebut eksositasi ke lamina basalis. Terjadi depolarisasi lagi, hal ini disebabkan oleh Na+ masuk

dan K+ keluar . Akhirnya AcH masuk ke dalam otot yang diubah lagi oleh AcHE menjadi asetat

dan kolin.

Patofisiologi organofosfat, yaitu insektisida ini adalah ester asam fosfat atau asam

tiofosfat, masing-masing diwakili oleh dikorvos dan parathion. Mereka bekerja menghambat

asetilkolinesterase (AcHE), mengakibatkan akumulasi asetilkolin (AcH). AcH yang berlebihan

menyebabkan berbagai jenis simptom dan tanda-tanda. Beratnya gejala kurang lebih berkorelasi

dengan tingkat penghambatan kolinesterase dalam darah, tetapi hubungan yang tepat tergantung

pada senyawa (Wills, 1972). Senyawa organofosfor yang sering digunakan, adalah malathion,

fenthion, OMPA (Octas-methyul pyrophosporamide), TEPP (Tetera-Ethyl Pyrophosphate).

(Klaus-Heinrich Rohman et Jan Koolman, 2001)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA ENZIM (PENGARUH SUHU

DAN pH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM)

A. PELAKSANAN PRAKTIKUM.

1. Tujuan:

a.Mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzyme amylase

b.Mengetahui pengaruh pH pada aktivitas enzim amylase

c.Mengetahui suhu optimum enzyme amylase

d. Mengetahui pH optimum enzim amilase

2. Hari/Tanggal : Rabu/ 19 Mei 2010

3. Tempat : Laboratorium Kimia Fakultas MIPA. Universitas mataram.

B. LANDASAN TEORI

Enzim meruakan unit fungsional dari metabolism tubuh. Enzim bekaerja dengan urutan-

urutan yang teratur dan mengkatalis ratusan reaksi didalam tubuh. Enzim dibagi lagi menjadi

beberapa jenis. Secara internasional enzim di kelompokkan menjadi 6 kelas besar yaitu :

1. Oksidoreduktase : enzim yang berperan dalam reaksi pemindahan electron (Redoks)

2. Transferase : enzyme yang berperan dalam reaksi pemindahan gugus fungsionil.

3. Hidrolase : enzim yang membantu dalam reaksi hidrolisis (pemindahan gugus fungsional

ke air)

Page 3: BAB II Enzim Kolinesterase

4. Liase : enzim yang membantu dalam reaksi penambahan gugus pada ikatan ganda atau

sebaliknya.

5. Isomerase : enzim yang bereran dalam reaksi pemindahan gugus dalam molekul,

menghsilkan bentuk isomer.

6. Ligase :emzim yang membantu dalam reaksi pembentukan ikatan C-C, C-S, C-O, dan C-N

oleh reaksi kondensasi yang berkaitan dengan Penguraian ATP.

(Thenawijaya: 1988)

Enime amylase yang terdapat di air liur (saliva) merupakan enzim yang digolongkan dalam

kelas hidrolase. Hal ini di seababkan keraja enzim amilese yaitu pada reaksi hidrolisisi amilum

menjadi maltose. Enzi mini dibagi menjadi tiga macam yaituα-amilase,β-amilase, danγ-amilase.

Yang terdapatdalam ludah hanyaα-amilase, enzyme ini memecah amilum pada ikatan 1-4

glikosidanya bukan pada iktan 1-6 yang merupakan cabang dari molekul amilum ( Poedjiadi:

1994).

Enzim tertentu dapat bekerja secara optimal pada kondisi tertentu pula. Beberapa faktor  yang

mempengaruhi kerja enzim adalah sebagai berikut:

1).Suhu

Sebagian besar enzim mempunyai suhu optimum yang sama dengan suhu normal sel  organisme

tersebut. Suhu optimum enzim pada hewan poikilotermik di daerah dingin  biasanya lebih rendah

daripada enzim pada hewan homeotermik. Contohnya, suhu  optimum enzim pada manusia

adalah 37 derajat celcius, sedangkan pada katak adalah 25  Derajat Celcius.

Kenaikan suhu di atas suhu optimum dapat mengakibatkan peningkatan atau penurunan  aktivitas

enzim. Secara umum, tiap kenaikan suhu 10 derajat C, kecepatan reaksi menjadi  dua kali lipat

dalam batas suhu yang wajar. Hal tersebut juga berlaku pada enzim. Panas  yang ditimbulkan

akibat kenaikan suhu dapat mempercepat reaksi sehingga kecepatan  molekul meningkat.

Hasilnya adalah frekuensi dan daya tumbukan molekuler juga  meningkat.

Akibat kenaikan suhu dalam batas tidak wajar, terjadi perubahan struktur enzim  (denaturasi).

Enzim yang terdenaturasi akan kehilangan  kemampuan katalisnya. Sebagian  besar enzim

Page 4: BAB II Enzim Kolinesterase

mengalami denaturasi yang tidak dapat balik pada  suhu 55-65 Derajat C.  Enzim yang secara

fisik telah rusak biasanya tidak dapat diperbaiki lagi. Hal tersebut  merupakan salah satu alasan 

bahwa enzim lebih aman dimakan pada makanan yang  sudah dimasak.Khususnya daging dan

telur daripada makanan mentah.

Pengontrolan panas terhadap susu dan makanan dengan bahan susu lainya secara  dramatis

mengurangi penyebaran penyakit seperti TBC. Pada suhu kurang dari suhu  optimum, aktivitas

enzim mengalami penurunan. Enzim masih beraktivitas pada suhu  kurang dari 0 derajat C dan

aktivitasnya hampir terhenti pada suhu 196 derajat C.

2).pH atau Keasaman

Seluruh enzim peka terhadap perubahan derajat keasaman (pH). Enzim menjadi nonaktif  bila

diperlakukan pada asam basa yang sangat kuat. Sebagian besar enzim dapat bekerja  paling

efektif pada kisaran pH lingkungan yang agak sempit. Diluar pH optimum tersebut,  kenaikan

atau penurunan pH menyebabkan penurunan aktivitas enzim dengan cepat.  Misalnya, enzim

pencerna dilambung mempunyai pH optimum 2 sehingga hanya dapat  bekerja pada kondisi

sangat asam. Sebaliknya, enzim pencerna protein yang dihasilkan  pankreas  mempunyai pH

Optimum 8,5 .  Kebanyakan enzim intrasel mempunyai pH  optimum sekitar 7,0 (netral).

Pengaruh pH terhadap kerja enzim dapat terdeteksi karena enzim terdiri atas protein.  Jumlah

muatan positif dan negative yang terkandung didalam molekul protein serta bentuk  permukaan

protein sebagian ditentukan oleh pH.

3).Konsentrasi Enzim, Substrat dan Kofaktor.

Jika pH dan suhu suatu sistem enzim dalam keadaan konstan serta jumlah substrat  berlebihan,

laju reaksi adalah sebanding dengan enzim yang ada. Jika pH, suhu, dan  konsentrasi enzim

dalam keadaan konstan, reaksi awal hingga batas tertentu sebanding  dengan substrat yang ada.

Jika sistem enzim memerlukan suatu koenzim atau ion kofaktor  , konsentrasi subsrat dapat

menentukan laju keseluruhan sistem enzim.

4).Inhibitor Enzim

Page 5: BAB II Enzim Kolinesterase

Enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu. Zat  kimia

tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biasa terikat pada sisi aktif enzim  (substrat

normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan untuk  mendapatkan sisi aktif .

Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai  kemiripan  kimiawi dengan

substrat normal. Pada konsentrasi Substrat yang rendah akan  terlihat dampak inhibitor terhadap

laju reaksi, kondisi tersebut berbalik bila konsentrasi  substrat naik.

Dari; http://forum.um.ac.id/index.php?topic=25285.0

Dari: tesis tuti handayani