bab ii etika bisnis islam dan corporate social

25
18 BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILTY (CSR) A. Etika Bisnis Islam 1. Definisi Etika Bisnis Islam Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama. 1 Persoalan etika adalah persoalan yang berhubungan dengan eksistensi manusia, dalam segala aspeknya, baik individu maupun masyarakat, baik dalam hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama manusia, maupun dengan alam disekitarnya, baik dengan kaitannya dengan eksistensi manusia dibidang sosial, ekonomi, politik, budaya maupun agama. 2 Secara harfiah, etika bisnis Islam terdiri dari tiga kata yang memiliki pengertian masing-masing : yaitu kata „etika‟, „bisnis‟, dan „Islam‟. Masi ng- masing maknanya akan dijelaskan sebagai berikut : a. Etika (Akhlaq) Kata “Akhlaq” berasal dari bahasa Arab yang diartikan perangai atau kesopanan. Kata اخ قadalah jama‟ taksir dari kata خلق. Secara etimologis adalah budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. 3 Secara terminologis, para ulama Ilmu Akhlaq merumuskan pengertian akhlaq dengan berbeda-beda tinjauan yang dikemukakan yaitu menurut Muhammad bin „Ilaan Ash-Shadiqy, Akhlaq adalah suatu pembawaan dalam diri manusia yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari orang lain). Sedangkan Imam al-Ghazali mengemukakan bahwa Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat 1 Veithzal Rivai & Andi Buchari, Islamic Economic (Ekonomi Syari‟ah Bukan Opsi, tetapi Solusi) (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), 233. Selanjunya ditulis Veithzal Rivai & Andi Buchari, Islamic Economic. 2 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 21. 3 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 21.

Upload: others

Post on 20-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

18

BAB II

ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILTY (CSR)

A. Etika Bisnis Islam

1. Definisi Etika Bisnis Islam

Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau ajaran tentang moral

khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama

dari ajaran agama.1

Persoalan etika adalah persoalan yang berhubungan dengan eksistensi

manusia, dalam segala aspeknya, baik individu maupun masyarakat, baik dalam

hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama manusia, maupun dengan

alam disekitarnya, baik dengan kaitannya dengan eksistensi manusia dibidang

sosial, ekonomi, politik, budaya maupun agama.2

Secara harfiah, etika bisnis Islam terdiri dari tiga kata yang memiliki

pengertian masing-masing : yaitu kata „etika‟, „bisnis‟, dan „Islam‟. Masing-

masing maknanya akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Etika (Akhlaq)

Kata “Akhlaq” berasal dari bahasa Arab yang diartikan perangai atau

kesopanan. Kata قاخلا adalah jama‟ taksir dari kata خلق. Secara etimologis adalah

budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.3

Secara terminologis, para ulama Ilmu Akhlaq merumuskan pengertian

akhlaq dengan berbeda-beda tinjauan yang dikemukakan yaitu menurut

Muhammad bin „Ilaan Ash-Shadiqy, Akhlaq adalah suatu pembawaan dalam diri

manusia yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah

(tanpa dorongan dari orang lain). Sedangkan Imam al-Ghazali mengemukakan

bahwa Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat

1 Veithzal Rivai & Andi Buchari, Islamic Economic (Ekonomi Syari‟ah Bukan Opsi, tetapi

Solusi) (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), 233. Selanjunya ditulis Veithzal Rivai & Andi Buchari,

Islamic Economic. 2 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 21. 3 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 21.

Page 2: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

19

melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk

memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang

terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, di-namakan akhlaq yang baik.

Tapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlaq yang

buruk.4

Menurut Yunahar Ilyas sebagaimana dikutip oleh Abdul Aziz bahwa

Kelima definisi tersebut diatas sepakat menyatakan bahwa akhlaq atau khuluq itu

adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara

sepontan bilamana diperlukan, tanpa perlu pemikiran atau pertimbangan lebih

dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Disamping istilah akhlaq, juga

dikenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai

baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaannya pada standar masing-

masing. Bagi akhlaq adalah standarnya al-Qur‟an dan Sunnah, bagi etika

standarnya pertimbangan akal pikiran dan bagi moral standarnya adat kebiasaan

yang umum berlaku dimasyarakat.5 Etika diartikan sebagai suatu perbuatan

standar (standard of conduct) yang memimpin individu dalam membuat

keputusan. Etik ialah suatu studi mengenai perbuatan yang salah dan benar dan

pilihan moral yang dilakukan oleh seseorang. Keputusan etik ialah suatu hal yang

benar mengenai perilaku standar. Jadi perilaku yang etis itu ialah perilaku yang

mengikuti perintah Allah dan menjauhi laranganNYA.6

Menurut Sen sebagaimana dikutip oleh Sofyan bahwa Perilaku manusia

biasanya dipengaruhi oleh pertimbangan etika dan yang mempengaruhi tindak-

tanduk manusia adalah aspek terpenting dalam etika. Ini berarti semua

pertimbangan pribadi, termasuk kesejahteraan ekonomi, masuk dalam faktor yang

mempengaruhi perilaku manusia. Menurut Bertens sebagaimana dikutip oleh

Sofyan secara sederhana, etika adalah ilmu tentang apa yang dapat dilakukan atau

4 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 22. 5 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 22-23. Lihat juga, Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak

(Yogyakarta : LPPI UMY, 1999) 6 Buchari Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam (Bandung : CV Alfabeta, 2003), 52. Selanjutnya

ditulis Buchari Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam.

Page 3: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

20

ilmu tentang adat kebiasaan. Namun, karena kata ini banyak digunakan dalam

berbagai nuansa, minimal ada tiga arti etika.7

Pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi

seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kedua kumpulan asas

atau nilai moral; ketiga, ilmu tentang yang baik atau buruk. Sementara itu,

menurut Bertens, moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai

yang berkenaan dengan baik dan buruk.

Satyanugraha sebagaimana dikutip oleh Sofyan mendefinisikan etika

sebagai nilai-nilai dan norma moral dalam suatu masyarakat. Etika sebagai ilmu

juga dapat diartikan pemikiran moral yang mempelajari tentang apa yang harus

dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan.8

DeGeorge sebagaimana dikutip oleh Sofyan membagi etika dalam tiga

kelompok, yaitu :

1) Etika deskriptif (descriptive ethics), mencoba melihat secara kritis dan

rasional fakta tentang sikap dan pola perilaku manusia yang sudah

membudaya, serta apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini sebagai

sesuatu yang bernilai bagi dirinya.

2) Etika normatif (normative ethics), mencoba menetapkan berbagai sikap dan

pola perilaku yang ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia untuk

menuntun dan mencapai kehidupan yang bernilai bagi hidupnya.

3) Etika meta (meta ethics), atau disebut juga analytical ethics, merupakan

bidang yang mempelajari lebih dalam tentang asumsi dan investigasi

terhadap kebenaran dan ketidakbenaran menurut ukuran moral.9

b. Bisnis (perdagangan)

Kata “bisnis” dalam Bahasa Indonesia diserap dari kata “business” dari

Bahasa Inggris yang berarti kesibukan. Kesibukan secara khusus berhubungan

dengan orientasi profit/keuntungan. Menurut Buchari Alma sebagaimana dikutip

7 Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam (Jakarta : Salemba Empat, 2011), 17.

Selanjutnya ditulis Sofyan, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. 8 Sofyan, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, 17. 9 Sofyan, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, 24.

Page 4: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

21

Abdul Aziz pengertian Bisnis ditujukan pada sebuah kegiatan berorientasi profit

yang memproduksi barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Secara Etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang

sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis” sendiri

memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya- penggunanan singular kata bisnis

dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan

ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.10

Bisnis dalam Islam merupakan unsur penting dalam perdagangan. Sejarah

telah mencatat bahwa penyebaran agama Islam diantaranya melalui perdagangann

(bisnis). Konon, masuknya Islam ke Indonesia, dilakukan oleh para pedagang

Muslim yang mengadakan hubungan yang sangat baik dengan masyarakat dan

para tokoh setempat.

Menurut Muhammad Iqbal sebagaimana dikutip oleh Abdul Aziz

menjelaskan pengertian berdagang (bisnis) dari dua sudut pandang, yaitu menurut

mufasir dan ilmu fiqh.

1) Menurut para mufasir, perdagangan (bisnis) adalah pengelolaan modal

untuk mendapatkan keuntungan.

2) Menurut Ahli fiqh, memandang bahwa perdagangan ialah saling

menukarkan harta dengan harta secara suka sama suka, atau pemindahan

hak milik dengan adanya penggantian menurut yang dibolehkan.

Bisnis merupakan segala bentuk kegiatan yang dilakukan dalam produksi,

menyalurkan, memasarkan barang dan jasa yang diperlukan oleh manusia baik

dengan cara berdagang maupun bentuk lain dan tidak hanya mengejar laba (profit

oriented - social oriented).11

Orang yang suka memperbanyak harta, tanpa diiringi dengan keinginan

beramal dengan hartanya itu, akan mengalami kerusakan, baik berupa moral,

maupun kerusakan fisik hartanya.12

10 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 28. Lihat juga, Buchari Alma, Pengantar Bisnis

(Bandung : Alfabeta, 1999). 11 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 3. 12 Buchari Alma, Dasar-dasar Etika Bisnis Islam, 96.

Page 5: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

22

Dari hasil penjualan barang dan jasa, bisnis memperoleh laba. Dan tidak

dibenarkan mencari laba sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kepentingan

masyarakat.13

c. Islam

Kata Islam itu berasal dari bahasa Arab al-Islam. Secara lafzhiyyah, Islam

dimaknai sebagai “inqiyad” (tunduk), dalam arti tunduk dan menyerahkan diri

kepada siapa saja yang memerintah.

Biasanya juga kata Islam dipakai untuk dua macam arti, yaitu :

1) Mengandung penderita dengan sendirinya, “muta‟adi bi nafsihi”, yang

berarti “menyerahkan”.

2) Yang tidak bermaksud kepada penderita “al-lazim”, yang berarti

“Selamat”.14

Objek penyerahan diri ini adalah pencipta seluruh alam semesta, yakni

Allah SWT. Dengan demikian, Islam berarti penyerahan diri kepada Allah SWT.

Islam dalam konteks ini adalah suatu ajaran yang bersifat penyerahan; tunduk dan

patuh, terhadap perintah-perintah (hukum-hukum Tuhan) untuk dilaksanakan oleh

setiap manusia. Islam adalah tunduk dan menyerah diri sepenuhnya kepada Allah

lahir maupun batin dengan melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi

larangan-laranganNya. Ia merupakan agama yang berisi ajaran tentang cara hidup

yang diturunkan Allah kepada umat manusia melalui para rasulNya.15

Bahwa al-Islam adalah nama suatu ad-din (jalan hidup) yang ada di sisi

Allah maknanya adalah al-millah atau ash-shirath atau jalan hidup, Ia merupakan

berupa bentuk keyakinan (al-aqidah) dan perbuatan (al-„amal).

Seperti yang dapat dipahami dari al-Qur‟an surat Ali Imran (3) ayat 19 yang

berbunyi :

13 Buchari Alma, Dasar-dasar Etika Bisnis Islam, 101 14 Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syari‟ah (Bandung : Alfabeta, 2010), 3. Selanjutnya ditulis

Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syari‟ah. 15 Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syari‟ah, 4

Page 6: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

23

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada

berselisih orang-orang yang telah diberi Al-kitab kecuali sesudah datang

pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) diantara

mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka

sesungguhnya Allah sangat cepat hisabNya.” (QS Ali-Imran [3] : 19).

Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, kata (دين ) mempunyai

banyak arti, antara lain ketundukan, ketaatan, perhitungan, balasan. Juga berarti

agama, karena dengan agama seseorang bersikap tunduk dan taat, serta akan

diperhitungkan seluruh amalnya, yang atas itu ia memperoleh balasan dan

ganjaran.16

Kata Islam sebagai ajaran biasanya diidentikan dengan kata syariat,

sebagaimana dalam pemaknaan kata Ekonomi Islam dan Ekonomi Syari‟ah.

Secara bahasa Syariat (asy-syari‟ah), berarti sumber air minum (mawrid al-ma‟li

al-istisqa) atau jalan lurus (atthariq al-mustaqim). Sedangkan secara istilah,

Syariah sepadan dengan makna perundang-undangan yang diturunkan Allah SWT

melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik yang

menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman, pakaian maupun

muamalah guna meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Menurut Syafi‟i

Antonio sebagaimana dikutip oleh Abdul Aziz, syari‟ah mempunyai keunikan

tersendiri, syari‟ah tidak saja komprehensif, tetapi juga universal. Universal

bermakna bahwa syari‟ah dapat diterapkan setiap waktu dan tempat oleh setiap

manusia. bahwa bisnis syari‟ah adalah bisnis yang santun, bisnis yang penuh

kebersamaan dan penghormatan atas hak-hak masing-masing.17

16 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbᾱ h ( Jakarta : Lentera Hati, 2007), 40. Selanjutnya ditulis

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbᾱ h. 17

Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 34. Lihat juga, Muhammad Syafi‟i Antonio,

Syari‟ah Marketing, 169

Page 7: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

24

d. Etika Bisnis Islam

Setelah mengetahui makna atau pengertian satu persatu dari kata “etika”,

“bisnis”, “Islam” atau juga dikenal sebagai “Syariat”, maka dapat digabungkan

makna ketiganya adalah bahwa etika bisnis Islam merupakan Suatu proses dan

upaya untuk mengetahui hal-hal yang benar dan yang salah yang selanjutnya tentu

melakukan hal yang benar berkenaan dengan produk, pelayanan perusahaan

dengan pihak yang berkepentingan dengan tuntunan perusahaan.

Etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi

dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji dan tercela, dan

karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia.18

Dalam membicarakan etika bisnis adalah menyangkut “business firm” atau

“business person” yang mempunyai arti yang bervariasi. Berbisnis berarti suatu

usaha yang menguntungkan. Jadi etika bisnis Islam adalah studi tentang seseorang

atau organisasi melakukan usaha atau kontak bisnis yang saling menguntungkan

sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Karakteristik standar moral bisnis, lanjutnya harus: tingkah laku yang

diperhatikan dari konsekuensi serius untuk kesejahteraan manusia,

memperhatikan validitas yang cukup tinggi dari bantuan atau keadilan. Etika

untuk berbisnis secara baik dan fair dengan menegakkan hukum dan keadilan

secara konsisten dan konsekuen setia pada prinsip-prinsip kebenaran, keadaban

dan bermartabat.

1) Karena bisnis tidak hanya bertujuan untuk profit melainkan perlu

mempertimbangkan nilai-nilai manusiawi, apabila tidak akan

mengkorbankan hidup banyak orang, sehingga masyarakat pun

berkepentingan agar bisnis dilaksanakan secara etis.

2) Bisnis dilakukan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya,

sehingga membutuhkan etika sebagai pedoman dan orientasi bagi

pengambilan keputusan, kegiatan, dan tindak tanduk manusia dalam

berhubungan (bisnis) satu dengan lainnya.

18

K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 5. Selanjutnya ditulis K.

Bertens, Pengantar Etika Bisnis.

Page 8: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

25

3) Bisnis saat ini dilakukan dalam persaingan yang sangat ketat, maka dalam

persaingan bisnis tersebut, orang yang bersaing dengan tetap

memperhatikan norma-norma etis pada iklim yang semakin profesional

justru akan menang.19

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengertian etika bisnis Islam

tersebut selanjutnya dijadikan sebagai kerangka praktis yang secara fungsional

akan membentuk suatu kesadaran beragama dalam melakukan setiap kegiatan

ekonomi (religiousness economy practical guidance).20

2. Nilai-Nilai Etika Islam

Berikut ini akan diungkapkan nilai-nilai etika Islam yang dapat mendorong

bertumbuhnya dan suksesnya bisnis, yaitu :

a. Konsep Ihsan

Ihsan adalah suatu usaha individu untuk sungguh-sungguh bekerja, tanpa

kenal menyerah dengan dedikasi penuh menuju pada optimalisasi sehingga

memperoleh hasil maksimal.

b. Itqan

Itqan adalah membuat sesuatu dengan teliti dan teratur, jadi harus bisa

menjaga kualitas produk yang dihasilkan, adakan penelitian dan pengawasan

kualitas sehingga hasilnya maksimal.

c. Konsep hemat

Sejak abad 14 lalu, konsep ini telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada

umatnya. Kita harus hemat jangan boros, pekerjaan memboros-boroskan harta

adalah teman syaitan. Harus hemat dengan harta tapi tidak kikir dan tidak

menggunakannya kecuali untuk sesuatu yang benar-benar bermanfaat. Dengan

berhemat ini, maka dapat menghemat sumber-sumber alam, menyimpan dan

menabung. Dana tabungan ini akan dapat digunakan sebagi sumber investasi lebih

lanjut, yang pada gilirannya digunakan untuk produksi. Lingkaran ini akan

19 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 36 20 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 36

Page 9: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

26

menghasilkan tambahan harta bagi seseorang. Dengan harta sangat berguna bagi

dukungan ketaqwaan kepada Allah dan mengarahkan kekehidupan bergama yang

lebih bermakna.

d. Kejujuran dan Keadilan

Ini adalah konsep yang membuat ketenangan hati bagi orang yang

melaksanakannya, kejujuran yang ada pada diri seseorang membuat orang lain

senang berteman dan berhubungan. Didalam bisnis merupakan pemupukan relasi

sangat mutlak diperlukan, sebab relasi ini akan sangat membantu kemajuan bisnis

dalam jangka panjang.

Sedangkan keadilan menurut Islam, adil merupakan norma paling utama

dalam seluruh aspek. Hal ini dapat ditangkap dalam al-Qur‟an yang menjadikan

adil sebagai tujuan agama samawi. Bahkan adil adalah salah satu asma Allah.

Kebalikan sifat adil adalah zalim, yaitu sifat yang dilarang Allah pada diriNya. 21

e. Kerja Keras

Rasulullah sangat terkenal dengan pelaksanaan konsep ini. Kita mengetahui

bagaimana Rasulullah pada masa kecilnya telah mulai bekerja keras

menggembalakan domba-domba orang-orang Mekkah, dan beliau menerima upah

dari gembalaan itu. Sangat dianjurkan kerja keras itu dilakukan sejak pagi hari

setelah shalat subuh, janganlah kalian tidur, tapi carilah rizki dari Rabmu. Simbol

“tali dan tampak” adalah lambang kerja keras, yang dicontohkan oleh Rasulullah

dalam menyuruh umatnya bekerja keras, jangan hanya berpangku tangan dan

minta belas kasihan orang.22

3. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam

Prinsip-prinsip etika bisnis Islam harus mencakup :

a. Kesatuan (Unity)

Kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan

keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik,

sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep

21 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta : Gema Insani press, 2000), 182.

Selanjutnya ditulis Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam. 22

Buchari Alma, Dasar-dasar Etika Bisnis Islam, 58-59.

Page 10: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

27

konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka Islam

menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan.

Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal

maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam

sistem Islam.

b. Keseimbangan (Equilibirium)

Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk

berbuat adil, tidak terkecuali pada pihak yang tidak disukai.

c. Kehendak bebas (free will)

Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis Islam, tetapi

kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan Individu dibuka

lebar. Tidak adaya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk

aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.

d. Tanggung jawab (Responsibility)

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh

manusia karena tidak menuntut adanya pertanggung jawaban dan akuntabilitas

untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggung

jawabkan tindakannya. Secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan

kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh

manusia dengan bertanggung jawab atas semua yang dilakukannya.

e. Kebenaran : Kebajikan dan kejujuran

Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudukan sebagai niat, sikap dan

perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau

memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau

menetapkan keuntungan. Dalam prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam

sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian

salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian dalam

bisnis. 23

23

Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 45-47.

Page 11: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

28

B. Corporate Social Responsibility (CSR)

1. Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)

Perbedaan perspektif di dalam memandang CSR telah mengakibatkan

munculnya berbagai rumusan CSR saat ini dan berbagai element atau program

yang terkandung dalam aktivitas CSR, sesuai dengan perspektif masing-masing

pihak sebagai berikut :

Business for Social Responsibility/BSR sebagaimana dikutip oleh Dwi

Kartini, mendefinisikan “Business practices that strengthen accountability,

respecting ethical values in the interest of all stakeholders.”

BSR juga menyatakan bahwa pelaku bisnis yang bertanggung jawab

menghormati dan memelihara lingkungan hidup serta membantu meningkatkan

kualitas hidup melalui pemberdayaan masyarakat dan melakukan investasi di

dalam masyarakat di manapun perusahaan beroperasi.24

Kemudian World Business Council for Sustainable development/ WBCSD

sebagaimana dikutip oleh Poerwanto, secara khusus mengarahkan tanggung jawab

sosial lebih difokuskan pada pembangunan ekonomi. WBCSD menggambarkan

tanggung jawab sosial sebagai berikut : “Business comitment to contribute to

sustainable economic development, working with employees, their families, that

local community, and society at large to improve their quality of live” Definisi

tersebut menunjukan bahwa setiap perusahaan harus bertanggung jawab secara

ekonomi terhadap karyawan dan keluarganya, masyarakat sekitar lokasi

perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Karyawan

dalam hal ini menjadi bagian pokok dari proses produksi. Pemahaman tersebut

dapat diartikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan yang utama adalah

karyawan. Karyawan yang berkualitas akan mendukung produk yang berkualitas

pula. Kualitas karyawan mencakup kondisi fisik kerja, upah serta balas jasa lain.25

Menurut C. Ferrel, George Hirt dan Linda Ferrel, sebagaimana dikutip oleh

Poerwanto mendefinisikan tanggung jawab sosial sebagai kewajiban para pelaku

24

Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 2. 25 Poerwanto, Corporate Social Responsibility, 18.

Page 12: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

29

bisnis untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif

pada masyarakat.26

Dalam tanggung jawab sosial untuk setiap jenis organisasi, pemerintah

adalah pihak penting. Di bawah dukungan pemerintah, perusahaan-perusahaan

dapat memiliki ijin untuk menjalankan bisnis.27

Lebih jauh lagi, di Indonesia,

bahwa adanya CSR semakin menguat setelah dinyatakan tegas dalam UU

Perseroan Terbatas ( UU PT) Nomor 40 tahun 2007, khususnya pasal 74 antara

lain menyebutkan:

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang atau berkaitan

dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan

lingkungan.

(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban perseroan

yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang

pelaksanaannya dilakukan dengan memperhitungkan kepatutan dan

kewajaran.

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan

diatur dengan peraturan Pemerintah.28

Definisi tanggung jawab sosial dan lingkungan menurut Pasal 1 butir 3 UU

No. 40 / 2007 tentang PT (Perseroan Terbatas) adalah komitmen perseroan untuk

berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan

kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,

komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya.29

26

Poerwanto, Corporate Social Responsibility, 19. Lihat juga, C. Farrel, George Hirt and Linda

Ferrel, Business: A Changing World (New York : McGraw-Hill, 2006). 27

R. Wayne Mondy, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta : Erlangga, 2008), 43.

Selanjutnya ditulis Mondy, Manajemen Sumber Daya Manusia. 28 Anggota IKAPI, Undang-undang Perseroan Terbatas (Bandung : Fokus Media, 2010), 44.

Selanjutnya ditulis Anggota IKAPI, Undang-undang Perseroan Terbatas. 29

Anggota IKAPI, Undang-undang Perseroan Terbatas, 3.

Page 13: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

30

Tanggung jawab sosial atau CSR merupakan pangakuan bahwa organisasi

menimbulkan pengaruh signifikan terhadap sistem sosial dan pengaruh ini harus

dipertimbangkan dan diseimbangkan dengan tepat dalam semua tindakan

organisasi.30

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan konsep yang

menyeimbangkan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan dengan aspek

sosial dan lingkungan.31

Konsep CSR lahir dari perubahan model perusahaan yang dominan

ekonomis ke model sosio – ekonomis yang lebih luas. Model ekonomis terutama

menekankan produksi, eksploitasi sumber daya, kepentingan individual, sedikit

peranan pemerintah, dan pandangan umum perusahaan sebagai sistem yang

tertutup, sebaliknya model sosio-ekonomis menekankan kualitas-kehidupan

keseluruhannya, kelestarian sumber-daya, kepentingan masyarakat, keterlibatan

aktif pemerintah, dan pandangan sistem terbuka dari perusahaan.32

Dimasa lampau hampir seluruh organisasi menggunakan model sosio-

ekonomi, baik organisasi bisnis atau pemerintahan, mengambil keputusan atas

dasar nilai ekonomi dan teknis. Penekanan baru dalam ketanggapan sosial telah

mengarah pada model pengambilan keputusan sosio-ekonomi dimana dalam

pengambilan keputusan juga turut dipertimbangkan faktor kerugian dan

kemaslahatan bagi masyarakat. Organisasi sekarang memandang sistem sosial dan

saling bergantungannya secara luas. Belajar untuk lebih manusiawi dan beroperasi

secara lebih harmonis dengan lingkungan dan bertanggung jawab secara sosial.33

30

Keith Davis dan John W. Newstrom, Perilaku Organisasi (Jakarta:Penerbit Erlangga,1994) ,

49. Selanjutnya ditulis Keith dan John, Perilaku Organisasi. 31

M. Suyanto, Strategic Management (Global Most Admired Companies) (Yogyakarta : Andi

Offset, 2007), 36. Selanjutnya ditulis M. Suyanto, Strategic Management 32

Fremont E.Kast, James E. Rosenzweig, Organisasi dan Manajemen, Penerjemah A.Hasyim

Ali (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), 214-215. Selanjutnya ditulis Fremont, Organisasi dan

Manajemen. 33

Keith dan John, Perilaku Organisasi, 50.

Page 14: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

31

Menurut Carroll sebagaimana dikutip oleh Dwi kartini, Konsep CSR

memuat komponen-komponen sebagai berikut34

:

a. Economic responsibilities

Tanggung jawab sosial utama perusahaan adalah tanggung jawab ekonomi,

karena lembaga bisnis terdiri dari aktivitas ekonomi yang menghasilkan barang

dan jasa bagi masyarakat secara menguntungkan.

b. Legal responsibilities

Masyarakat berharap bisnis dijalankan dengan mentaati hukum dan

peraturan yang berlaku yang pada hakikatnya dibuat oleh masyarakat melalui

lembaga legislatif.

c. Ethical responsibilities

Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis. Menurut

Epstein sebagaimana dikutip oleh Dwi Kartini35

bahwa etika bisnis menunjukan

refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara perorangan maupun

secara kelembagaan (organisasi) untuk menilai suatu isu di mana penilaian ini

merupakan pilihan terhadap nilai tersebut, individu atau organisasi akan

memberikan panilaian apakah sesuatu yang dilakukan itu benar atau salah, adil

atau tidak serta memiliki kegunaan (utilitas) atau tidak.

d. Discretionary responsibilities

Masyarakat mengharapkan keberadaan perusahaan dapat memberikan

manfaat bagi mereka. Ekspektasi masyarakat tersebut dipenuhi oleh perusahaan

malalui berbagai program yang bersifat filantropis. Dalam kaitan ini perusahaan

juga ingin dipandang sebagai warga negara yang baik (good citizen) di mana

kontribusi yang mereka berikan kepada masyarakat akan mempengaruhi reputasi

perusahaan.

34

Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 14. Lihat juga, Archie B. Carrol,

A Three Dimensional Conceptual Model of Corporate Performance, The Academy of Management

Review, 1997. 35 Dwi Kartini, Corporate Social responsibility transformasi, 14. Lihat juga Edwin Epstein,

Business Ethics, Corporate Good Citizenship and The Corporate Social Policy Process : A view

from the United States, (Journal of Business Ethics, 1989), 584-585.

Page 15: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

32

Secara konseptual terdapat tiga pendekatan dalam pembentukan tanggung

jawab sosial36

, yaitu :

a. Pendekatan moral

Pendekatan moral yaitu kebijakan atau tindakan yang didasarkan pada

prinsip kesantunan dan nilai-nilai positif yang berlaku, dengan pengertian bahwa

apa yang dilakukan tidak melanggar atau merugikan pihak lain.

b. Pendekatan kepentingan bersama

Menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan moral harus didasarkan pada

standar kebersamaan, kewajaran, keterbukaan dan kebebasan.

c. Pendekatan manfaat

Konsep tanggung jawab sosial yang didasarkan pada nilai-nilai bahwa apa

yang dilakukan oleh organisasi harus dapat menghasilkan manfaat besar bagi

pihak-pihak berkepentingan secara adil.

Perusahaan harus mementingkan berbagai pihak yang berkepentingan

terhadap suatu perusahaan maka dari itu dapat dibagi menjadi dua kelompok,

yaitu :

a. Kelompok dalam (insiders) adalah orang atau kelompok yang merupakan

pemegang saham atau karyawan perusahaan.

b. Kelompok luar (outsiders) adalah semua orang atau kelompok lain yang

terkena dampak tindak-tanduk perusahaan. Kelompok luar ini yang sangat

besar dan mengharapkan perusahaan bertanggung jawab secara sosial.37

Adapun menurut Buchari Alma, bahwa kegiatan social responsibility yang

harus diperhatikan perusahaan38

, adalah :

a. Bertanggung jawab terhadap Masyarakat dan Lingkungan

Ini menyangkut masalah polusi, kontaminasi zat-zat berbahaya yang

merusak udara, air dan tanah. Ini disebabkan oleh gas buangan knalpot mobil,

36 Poerwanto, Corporate Social Responsibility, 20. 37 John A. Pearce dan Richard Robinson, JR, Manajemen Strategi (Jakarta : Binarupa Aksara,

1997), 77. Selanjutnya ditulis John dan Richard, Manajemen Strategi. 38

Buchari Alma, Pengantar Bisnis, 183.

Page 16: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

33

motor, industri, semua ini dapat mengotori udara dan menyebabkan hujan asam,

yang dapat merusak hutan.

b. Bertanggung jawab terhadap konsumen

Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan hak-hak konsumen seperti

the right to be safe, right to be informed, the right to choose, and the right to be

heard. Dengan memperhatikan hak-hak konsumen ini, maka akan dapat dicegah

munculnya gejala consumerism, yaitu gejala action, demonstrasi, perusakan, yang

akan dilancarkan oleh konsumen, karena perlakuan produsen yang tidak baik

terhadap konsumen.

c. Bertanggung jawab terhadap Investor

Para investor juga memperhatikan masalah etika dan tanggung jawab dari

perusahaan dimana mereka melakukan investasi. Investor pasti tidak senang jika

pimpinan perusahaan melakukan manipulasi dalam pembukuan bisnis sehingga

merugikan pihak investor.

d. Bertanggung jawab terhadap karyawan

Para pengusaha mulai hati-hati dalam merekrut karyawan, melatih dan

menaikkan pangkat karyawan, perilaku, tanggung jawab, etika yang dijalankan

oleh perusahaan. Tidak dikehendaki adanya diskriminasi. Sebuah perusahaan

mungkin melakukan berbagai aktivitas tanggung jawab sosial yang lain, seperti

penyediaan pelatihan karyawan yang menyeluruh, bimbingan dan pendirian

program bantuan karyawan.39

2. Tujuan dan Manfaat Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR)

Menurut J.David Hunger dan Thomas L.Wheelen40

, tujuan perusahaan

untuk melakukan tanggung jawab sosial dalam bisnisnya, yaitu :

a. Moralitas

Perusahaan harus bertanggung jawab kepada banyak pihak yang

berkepentingan karena hal ini merupakan hal benar yang harus dilakukan.

Terutama berdasarkan pada nilai-nilai keagamaan atau beberapa tanda moral yang

39 James L. Gibson, James H. Donnely, John M. Ivancevich, Manajemen (Jakarta : Erlangga,

1996), 112. Selanjutnya ditulis James, Manajemen. 40

David dan Wheelen, Manajemen Strategis, 97-98.

Page 17: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

34

diyakini secara personal, suatu tindakan dinilai berdasarkan pada apa yang

dianggap baik oleh masyarakat secara umum. Pemikiran tersebut bersifat altruistik

(hanya memikirkan kepentingan orang lain), dan tujuan dari penerapan CSR

dalam moralitas yaitu tidak ada harapan untuk menerima balasan jasa dari apa

yang dilakukan.

b. Pemurnian Kepentingan

Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap pihak-pihak yang

berkepentingan karena pertimbangan kompensasi kadang-kadang dicerminkan

dalam istilah “apa yang ditabur, itulah yang akan dituai”. Alasan ini menunjukkan

bahwa perusahaan kemungkinan besar akan dihargai karena tindakan-tindakan

tanggung jawab mereka, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

c. Investasi

Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap stakeholder perusahaan

karena tindakan itu akan dicerminkan dalam tingkat laba yang lebih tinggi dan

dalam harga persediaan perusahaan. Kenyataan ini menunjukkan hubungan

langsung antara tindakan tanggung jawab sosial dan kinerja keuangan perusahaan.

d. Mempertahankan Otonomi

Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap stakeholders untuk

menghindari campur tangan kelompok-kelompok yang ada dalam lingkungan

kerja dalam pengambilan keputusan manajerial.

Manfaat penerapan Corporate Social Responsibilty (CSR) bagi perusahaan

adalah41

:

a. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra perusahaan.

b. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial.

c. Mereduksi risiko bisnis perusahaan.

d. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha.

e. Membuka peluang pasar yang lebih luas.

f. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah.

41

Irham Fahmi, Etika Bisnis Teori, Kasus, dan Solusi (Bandung : Alfabeta, 2013), 83. Selanjutnya

ditulis Irham Fahmi, Etika Bisnis Teori, Kasus, dan Solusi.

Page 18: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

35

g. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders.

h. Memperbaiki hubungan dengan regulator.

i. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan dan Peluang

mendapatkan penghargaan.

Pada dasarnya tanggung jawab sosial akan memberikan manfaat dalam

jangka panjang bagi semua pihak yaitu42

:

a. Manfaat bagi Perusahaan

Manfaat yang jelas bagi Perusahaan yaitu munculnya citra positif dari

masyarakat akan kehadiran perusahaan di lingkungannya.

b. Manfaat bagi Masyarakat

Terciptanya hubungan kemitraan dalam membangun masyarakat lingkungan

yang lebih baik, tidak hanya di sektor perekonomian, tetapi juga dalam sektor

sosial, pembangunan dan lain-lain.

c. Manfaat bagi Pemerintah

Pemerintah tidak hanya berfungsi sebagai wasiat yang menetapkan aturan

main dalam hubungan masyarakat dengan dunia bisnis, dan memberikan sanksi

bagi pihak yang melanggarnya dan mendapat legitimasi untuk mengubah tatanan

masyarakat ke arah yang lebih baik dalam mewujudkan tatanan masyarakat

tersebut.

3. Kebijakan dan Pedoman Penerapan Program Corporate Social

Responsibility (CSR)

Perusahaan yang mengambil sikap untuk menanggapi tuntutan sosial sesuai

dengan kepentingan perusahaan tentu saja akan menetapkan kebijakan/ strategi

pelaksaannya. Adapun kebijakan penerapan program CSR43

yaitu :

a. Untuk mempertimbangkan tanggung jawab sosialnya dengan seksama.

42 Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen (Jakarta : Kencana

Pernada Media Group, 2008), 81 – 82. Selanjutnya ditulis Ernie dan Kurniawan, Pengantar

Manajemen. 43

George A. Steiner & John B. Miner, Kebijakan dan Strategi Manajemen (Jakarta : Erlangga,

1997), 60-61. Selanjutnya ditulis George & John, Kebijakan dan Strategi Manajemen.

Page 19: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

36

b. Benar-benar memanfaatkan keringanan pajak melalui kontribusi, apabila

margin laba memungkinkan hal itu. Kebijakan ini hanya memanfaatkan

undang-undang perpajakan tetapi tidak mengikat perusahaan diluar

kedermawanan minimum yang diperlihatkan pada saat sekarang kecuali

apabila perusahaan merasa bahwa margin laba yang diperoleh cukup tinggi

untuk memberi lebih banyak.

c. Untuk memikul biaya sosial dalam operasi perusahaan apabila mungkin

melakukan hal itu tanpa mengorbankan posisi kompetisi atau keuangannya.

d. Untuk memusatkan program sosialnya pada tujuan terbatas.

e. Untuk memusatkan program sosial pada sejumlah bidang yang secara

strategis berkaitan dengan fungsi perusahan pada saat sekarang dan dimasa

datang.

f. Untuk mengkaji kebutuhan sosial yang perlu ditanggapi perusahaan,

kontribusi yang dapat diberikan, risiko yang mungkin timbul, dan

kemungkinan manfaatnya bagi perusahaan dan masyarakat.

Menurut Sawyer sebagaimana dikutip oleh Jhon dan Richard44

pedoman

bagi perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosial, yaitu:

a. Tujuan usaha adalah menghasilkan laba, para manajernya harus berusaha

mengejar laba optimal yang dapat dicapai dalam kurun waktu panjang.

b. Laba sejati tidak dapat diperoleh sebelum semua biaya usaha dibayarkan

termasuk semua biaya sosial, seperti ditentukan oleh analisis rinci mengenai

keseimbangan sosial antara perusahaan dan masyarakat.

c. Jika ada biaya sosial di bidang-bidang yang standar objektif untuk

koreksinya belum tersedia, manajer haruslah mengembangkan standar

korektif. Standar ini haruslah didasarkan pada pertimbangan manajer

mengenai apa yang seyogyanya ada dan sekaligus harus mendorong

keterlibatan individual dari para warga perusahaan dalam mengembangkan

standar sosial yang perlu.

44 John dan Richard, Manajemen Strategi, 83.

Page 20: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

37

d. Bila desakkan persaingan menghalangi dilakukannya tindakan yang

bertanggung jawab secara sosial, perusahaan harus menyadari bahwa

operasinya ini menggunakan model sosial dan karenanya merupakan

kerugian. Perusahaan harus memulihkan operasi yang mampu menghasilkan

laba melalui manajemen yang lebih baik, jika masalahnya bersumber dari

dalam atau dengan menyerukan perubahan peraturan, jika masyarakat

dirugikan oleh aturan main persaingan dalam bisnis yang bersangkutan.

4. Jenis-jenis Program Corporate Social Responsibility (CSR)

Kotler dan Lee sebagaimana dikutip oleh Dwi Kartini45

menyebutkan enam

kategori aktivitas CSR atau program CSR, yaitu :

a. Promosi kegiatan sosial (cause promotions)

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan menyediakan dana atau sumber daya

lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat

terhadap suatu kegiatan sosial atau untuk mendukung pengumpulan dana,

pastisipasi dari masyarakat atau perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan

tertentu.

b. Pemasaran terkait kegiatan sosial (cause related marketing)

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan memiliki komitmen untuk

menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan

sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Kegiatan ini biasanya didasarkan

pada penjualan produk tertentu. Untuk jangka waktu tertentu serta untuk aktivitas

tertentu.46

c. Pemasaran kemasyarakatan korporat (corporate societal marketing)

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan

kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan

kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

45

Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 63. Lihat juga, Philip Kotler and

Lee Nancy, Corporate Social Responsibilty : Doing The Most Good for Your Company and Your

Cause, 2007. 46 Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 66-67.

Page 21: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

38

d. Kegiatan filantropi perusahaan (corporate philanthropy)

Dalam aktivitas ini, perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam

bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut biasanya

berbentuk pemberian uang secara tunai. Bingkisan/paket bantuan atau pelayan

secara cuma-cuma.

e. Pekerja Sosial kemasyarakatan secara sukarela

Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mendukung serta mendorong para

karyawan, rekan pedagang eceran, atau pemegang franchise agar menyisihkan

waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasi-organisasi masyarakat

lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program.

f. Paktik bisnis yang memiliki tanggung jawab sosial (socially responsible

business practice)

Perusahaan sangat mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan

kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup. Komunitas yaitu

karyawan perusahaan, pemasok, distributor, organisasi-organisasi nirlaba yang

menjadi mitra perusahaan serta masyarakat secara umum. Sedangkan yang

dimaksud kesejahteraan yaitu kesehatan, keselamatan, kebutuhan pemenuhan

psikologis dan emosional.

5. CSR dan Etika Organisasi

Tanggung jawab sosial organisasi mencakup hubungannya dengan

lingkungan luas sehingga keberadaan organisasi diterima dalam kehidupan

masyarakat. Sebaliknya, etika organisasi mencakup hubungan antara faktor-faktor

internal dengan lingkungan tanggung jawab organisasi. 47

Tanggung jawab sosial

berkaitan erat dengan peran keuntungan dan prestasi sosial seperti dapat

dijelaskan berikut ini :

a. Peran Keuntungan

Sebelum perusahaan mampu menggunakan sumberdaya untuk kepentingan

sosial, perusahaan harus mendapatkan keuntungan yang cukup sehingga cukup

memadai untuk mempertahankan kepercayaan dan dukungan dari pemegang

47 Yayat, Dasar-Dasar Manajemen, 61.

Page 22: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

39

saham dan kreditur (pemberi pinjaman). Pelayanan sosial bagi perusahaan

dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pertikaian antara lingkungan eksternal

dengan perusahaan. Pengaruh biaya sosial yang harus dipikul oleh perusahaan

dapat diperiksa dengan empat cara, seperti peningkatan efisiensi, kenaikan harga,

penurunan upah atau pengurangan keuntungan perusahaan tertentu dan mampu

menyediakan lapangan kerja (aspek sosial). Meningkatkan efisiensi tanpa (harus)

mengurangi keuntungan.

b. Prestasi Sosial Organisasi

Mendefinisikan prestasi sosial organisasi sama sulitnya dengan

mendefinisikan keefektifan organisasi pada umumnya. Salah satu kesulitan dalam

kedua kasus adalah banyak pihak yang memiliki tuntutan dan kepentingan yang

berbeda terhadap perusahaan.

Menurut Dody Prayogo sebagaimana dikutip oleh Irham Fahmi48

ada empat

indikator keberhasilan CSR yang dapat dilihat, yaitu :

1) Secara umum, keberhasilan CSR dapat dilihat dari capaian nilai etika yang

dikandungnya yaitu turut menegakkan social justice, sustainability dan

equity.

2) Secara sosial, keberhasilan CSR dapat dinilai dari tinggi rendahnya

legitimasi sosial korporasi di hadapan stakeholder sosialnya.

3) Secara bisnis, keberhasilan CSR dapat dinilai dari meningkatnya nilai

saham akibat peningkatan corporate social image.

4) Secara teknis, keberhasilan CSR dapat dilihat dari capaian program hasil

evaluasi teknis lapangan.

Reward bagi corporate yang melaksanakan CSR

1) Reward finansial bagi perusahaan49

Dalam menerapkan CSR pada perusahaan, maka perusahaan mendapatkan

reward finansial diantaranya : menurunkan biaya operasional perusahaan,

48 Irham Fahmi, Etika Bisnis Teori, kasus, dan Solusi, 85. Lihat juga, Dody Prayogo, Socially

Responsible Corporation : Peta Tanggung Jawab Sosial dan Pembangunan komunitas pada

Industri Tambang dan Migas (Jakarta : UI-Press, 2011), 196 49 Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 83

Page 23: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

40

meningkatkan volume penjualan dan pangsa pasar, menarik calon investor,

pertumbuhan nilai saham yang signifikan, membuat kesejahteraan karyawan lebih

baik, mencegah risiko dari dampak sosial, mencegah risiko dari dampak alam.

2) Reward non finansial bagi perusahaan50

Reward non finansial yang diberikan kepada perusahaan yaitu berupa :

kepercayaan, kredibilitas, responsibility, akuntabilitas serta mengelola risiko

bisnis secara lebih tanggap dan terperinci.

Menurut penulis, bagi perusahaan yang telah melaksanakan program CSR,

berhak mendapatkan penghargaan baik itu berupa finansial maupun berupa

penghargaan kepercayaan. Oleh karena itu, masyarakat dapat menilai sendiri

apakah perusahaan tersebut baik atau buruk terhadap masyarakat sekitar.

6. Pro dan Kontra CSR

Argumen yang mendukung / Pro terhadap CSR yaitu :

a. Situasi persaingan murni itu tidak ada dan lingkungan ekonomi sekarang

tidak otomatis menjamin alokasi optimal sumber daya. Tidak ada jaminan

efisiensi dan persamaan.

b. Perusahaan itu bukan instrumen ekonomi saja. Aktivitasnya mempunyai

pengaruh sosial yang besar. Laba saja bukanlah satu-satunya indikator

prestasi (performance = penyelenggaraan) sosial.

c. Para Manajer biasanya memang tidak dilatih untuk menghadapi CSR, tetapi

dampak sosial dari tindakan mereka tidak dapat diletakkan. Banyak

perseroan memiliki sumber-daya yang sangat besar, sebagian dari pada

sumber-daya itu hendaknya disalurkan ke dalam aktivitas yang berhubungan

dengan kesejahteraan sosial.

d. CSR tidak mesti merugikan persero. Dalam jangka panjang, pertimbangan

terhadap tanggung jawab sosial akan meningkatkan kepentingan persero.

50 Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 89

Page 24: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

41

e. Masyarakat yang bertambah baik akan memberikan kesempatan untuk

keadaan masa depan yang lebih baik. Investasi dalam perbaikan jaringan

sosial akan memberikan iklim usaha yang menguntungkan.

f. Perusahaan yang bersifat lebih tanggap itu akan mengecilkan hari

(discourge) kelompok-kelompok lain seperti serikat buruh dan pemerintah

untuk melangkah masuk mengisi kekosongan tersebut, sehingga akhirnya

dapat dihindari kerusakan yang disebabkan oleh persaingan dan sistem

“perusahaan yang bebas”. Dalam arti luas terjun dalam tindakan-tindakan

yang bertanggung jawab sosial ini adalah untuk kepentingan terbaik bagi

perseroan itu sendiri.51

Argumen yang menentang CSR / Kontra terhadap CSR meliputi :

a. Sistem pasar yang kompetitif hanya dapat bekerja efektif jika perseroan

memusatkan perhatiannya pada penyelenggaraan ekonomis dan

mengutamakan kepentingan para persero. Model ini menjamin pemakaian

yang optimal dari sumber-daya masyarakat.

b. Sebagai lembaga ekonomi, perseroan itu hendaklah menspesialisasikan diri

dalam bidang terbaik yang dapat mereka laksanakan –produksi barang dan

jasa-jasa yang efisien. Laba adalah imbalan untuk penyelenggara sosial

yang efektif.

c. Perusahaan bukan dibutuhkan untuk mengejar sasaran-sasaran sosial.

Fungsi ini hendaklah diserahkan kepada lembaga-lembaga lain dalam

masyarakat.

d. Perusahaan menjalankan kekuatan ekonomi yang besar. CSR akan

menyebabkan perseroan memiliki pengaruh yang tidak semestinya terhadap

banyak kegiatan yang lain.

e. Perusahaan yang mengutamakan tanggung jawab sosial akan lemah

bersaingan dengan perusahaan yang tidak. Ini terutama merugikan dalam

persaingan Internasional.52

51

Fremont, Organisasi dan Manajemen, 219. 52 Fremont, Organisasi dan Manajemen, 218-219.

Page 25: BAB II ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL

42

C. CSR dalam Perspektif Islam

CSR dalam perspektif Islam merupakan konsekuensi inheren dari ajaran

Islam itu sendiri. Tujuan dari syariat Islam adalah maslahah sehingga bisnis

adalah upaya untuk menciptakan maslahah, bukan sekedar mencari keuntungan.

Program CSR merupakan investasi bagi perusahaan untuk mendorong

pertumbuhan berkelanjutan. CSR bukan sebagai sentra biaya, melainkan sebagai

sentra laba (profit centre) dimasa yang akan datang.

Dalam pandangan Islam, CSR merupakan kewajiban pengusaha yang

dikeluarkan dari pendapatan yang jatuh pada kewajiban zakat, infaq ataupun

sedekah. Dalam pandangan Islam kewajiban melaksanakan CSR bukan hanya

menyangkut pemenuhan kewajiban secara hukum dan moral, tetapi juga strategi

agar perusahaan dan masyarakat tetap survive dalam jangka panjang.

Definisi CSR secara Syari‟ah 53

:

Gambar 2.1

CSR secara Syari‟ah

53 Irham Fahmi, Etika Bisnis Teori, kasus, dan Solusi, 85. Lihat juga, Edi Suharto, Pekerjaan

Sosial di Dunia Indsutri : Memperkuat CSR (Corporate Social Responsibility) (Bandung :

Alfabeta) 103

CSR CSI

(Corporate Social

Investment)

Amal

Pemberdayaan

Pemberian

Perusahaan

Kedermawanan

sosial

Relasi

Kemasyarakatan

Perusahaan

Pengembangan

Masyarakat