bab ii fix

8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kucing Kucing (Felis Catus) merupakan hewan karnivora yang dapat ditemui hampir diseluruh dunia karena kemampuan beradaptasinya yang cukup baik. Pada umumnya kucing peliharaan memiliki hubungan yang erat dengan pemiliknya. Hal ini karena sifat kucing yang mudah di pelihara dan mudah menyesuaikan diri. Kucing juga memiliki kecerdasan dan pengabdian yang cukup tinggi pada tuannya (McCoy,1969). Setiap pemilik kucing sebaikmya mengetahui tentang pencegahan dan perawatan berbagai penyakit pada kucing sehingga kesehatan lingkungan masyarakat pada umumnya juga ikut terpelihara. Usaha pencegahan penyakit dapat dilakukan antara lain menjaga kebersian lingkungan sumber infeksi, di sekitar pemukiman biasanya juga terdapat kucing berkeliaran secara bebas tanpa pemilik (kucing liar). Kucing liar yang berada di sekitar hewan peliharaan sangat potensial sebagai sumber infeksi berbagai penyakit antara lain cacingan yang disebabkan oleh cacing kait (Ancylostoma spp). Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi 4

Upload: desy-ariani-ferdianti

Post on 13-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Ancylostomiasis

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Kucing

Kucing (Felis Catus) merupakan hewan karnivora yang dapat ditemui hampir diseluruh dunia karena kemampuan beradaptasinya yang cukup baik. Pada umumnya kucing peliharaan memiliki hubungan yang erat dengan pemiliknya. Hal ini karena sifat kucing yang mudah di pelihara dan mudah menyesuaikan diri. Kucing juga memiliki kecerdasan dan pengabdian yang cukup tinggi pada tuannya (McCoy,1969).

Setiap pemilik kucing sebaikmya mengetahui tentang pencegahan dan perawatan berbagai penyakit pada kucing sehingga kesehatan lingkungan masyarakat pada umumnya juga ikut terpelihara. Usaha pencegahan penyakit dapat dilakukan antara lain menjaga kebersian lingkungan sumber infeksi, di sekitar pemukiman biasanya juga terdapat kucing berkeliaran secara bebas tanpa pemilik (kucing liar). Kucing liar yang berada di sekitar hewan peliharaan sangat potensial sebagai sumber infeksi berbagai penyakit antara lain cacingan yang disebabkan oleh cacing kait (Ancylostoma spp). Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi Ancylostoma spp pada kucing peliharaan antara lain kepadatan populasi kucing termasuk kucing liar serta cara pemeliharaanya. Kucing liar memperoleh pakannya secara bebas sehingga lebih mudah terinfeksi cacing dan berpotensi menyebarkan produk biologis parasit tersebut secara meluas. (McCoy,1969)2.2 Ancylostomiasis pada kucing

Ancylostomiasis merupakan penyakit akibat infeksi cacing Ancylostoma spp. (Monti et al., 1998). Gejala yang sangat umum dari penyakit ini adalah adanya anemia, 1000 cacing dewasa dapat menghisap banyak darah dari tubuh kucing yang terinfeksi (Hotez dan Prritchard, 1995). Ancylostomiosis merupakan penyakit zoonosis dan menjadi salah satu penyakit penting di dunia, secara kasar satu dari lima orang di dunia pernah terinfeksi cacing ini (Beveridge, 2002). Pada manusia penyakit ini lebih dikenal dengan nama Creeping Eruption, gejalanya berupa peradangan dikulit yang berbentuk linear atau berkelok-kelok dan progresif (Djuanda et al., 2010). Gejala klinis infeksi ancylostomiosis adalah diare berdarah. Cacing dewasa menghisap darah sebanyak 0,1-0,8 ml setiap hari. Kucing mulai kehilangan darah pada 10-25 hari pasca infeksi, tetapi paling banyak terjadi pada 10-15 hari pasca infeksi, oleh karena itu kucing akan menderita anemia, hipoproteinemia, malabsorbsi usus serta penurunan kekebalan

tubuh. Bahaya yang akan timbul pada kucing adalah badan yang kurus. Hal yang lebih parah bisa terjadi apabila diikuti oleh infeksi sekunder (Kusumamihardja, 1992).Prevalensi cacing Ancylostoma spp. Pada kucing di beberapa negara telah membuktikan pentingnya penyakit ini pada kucing. Penelitian yang pernah dilakukan di Rio de Janeiro, Brazil dengan meneliti 135 kucing dari dua area berbeda yaitu kucing liar sebanyak 99 ekor. Dari 99 kucing liar yang ditangkap, 80 ekor positive terinfeksi A. braziliense (85%). Kucing liar mempunyai tingkat infeksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kucing rumahan (Baker et al., 1989). Penelitian yang lain dilakukan di Afrika Selatan dari 1.502 ekor kucing yang dinekropsi ditemukan infeksi Ancylostoma tubaeforme yaitu sebanyak 41%, dan Ancylostoma braziliense sebanyak 25% (Labarthe et al., 2004). Penelitian juga pernah dilakukan di Bangkok, Thailand dengan menggunakan sampel sebanyak 176 feses kucing, didapat 148 sampel positif mengandung telur dan larva dari Ancylostoma spp.( Jittapalapong et al., 2007). Penelitian tentang kucing rumahan pernah dilakukan oleh Holyoake (2008) di Australia dengan prevalensi sebesar 0,2%, jauh berbeda dengan penelitian tentang kucing rumahan yang dilakukan di Nigeria oleh Sowemimo (2012) dengan prevalensi sebesar 57%. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena sanitasi lingkungan di setiap wilayah yang berbeda. Sedangkan dikota Denpasar pemeriksaan prevalensi infeksi cacing Ancylostoma spp pada kucing lokal sebesar 36.2 % . Prevalensi infeksi cacing Ancylostoma spp pada kucing rumahan sebesar 25% dan kucing liar sebesar 47,5%. (Oktaviana dkk.,2014)Cara penularan infeksi cacing Ancylostoma spp ini tidak lepas dari tiga hal yaitu host, agen dan lingkungan. Infeksi terjadi apabila terdapat larva infektif dari Ancylostoma spp sebagai sumber infeksi dan tersedianya inang yang peka pada suatu tempat dan kondisi lingkungan yang menyebabkan kontak antara keduanya. Lingkungan yang kotor merupakan tempat yang cocok untuk berkembangnya bentuk infektif dari cacing Ancylostoma spp. (Adams, 2003). Larva dapat masuk ke tubuh kucing melalui dua cara yaitu lewat oral dan kulit. Pada infeksi per oral larva stadium ketiga yang infektif memasuki tubuh melalui mulut, bersama makanan atau cairan (air susu), sedangkan pada infeksi melalui kulit larva masuk dengan cara menembus kulit ataupun membrane mukosa mulut (Borthakur, 2011).2.3 Siklus Hidup Ancylostoma sppCacing Ancylostoma sp betina bertelur di usus halus kucing dan telur akan keluar bersama dengan feses (Levine, 1994). Didalam telur akan terbentuk larva I. Setelah 12-36 jam, telur yang mengandung larva I akan segera menetas dan terbebaslah larva I yang mempunyai bentuk esofagus yang rhabditiform berukuran 275 mikron serta memanfaatkan sisa organik dan bakteri sebagai bahan makanan. Larva I akan segera memasuki fase lethargi (istirahat) dan selanjutnya menyilih menjadi larva II yang esofagusnya sudah kelihatan lebih langsing, setelah 5-8 hari akan mengalami penyilihan lagi dan menjadi larva III (infektif) dengan esofagus filariform. Baik larva II dan larva III sumber makanan sama dengan Larva I. (Marquardt et al., 2000).Cara penularan cacing ini dengan larva infektif melalui :1. Per oral. Infeksi terjadi karena tertelannya larva III bersama makanan atau minuman. Setelah berada didalam saluran pencernaan, larva III akan segera memasuki kelenjar lambung atau krypta liberkun dan setelah 3 hari larva III akan mengalami penyilihan menjadi larva IV dan kembali bermigrasi ke lumen usus. Setelah beberapa hari larva IV akan mengalami penyilihan sekali lagi dan berkembang menjadi cacing muda.2. Per-kutan (penetrasi kulit), larva infektif (L3) yang aktif akan menembus kulit atau mukosa rongga mulut, selanjutnya bersama aliran darah mencapai jantung dan selanjutnya masuk ke paru-paru. Di dalam paru-paru sebagian besar larva 3 akan tertahan kapiler paru-paru, selanjutnya menembus kapiler dan masuk ke dalam alveoli. setelah berada di alveoli larva 3 menyilih menjadi larva 4, selanjutnya bermigrasi ke bronchiolus, bronchus, trachea, pharing dan akhirnya karena batuk larva 4 tertelan dan sampai di usus halus. Di dalam usus halus mengalami ekdisis menjadi cacing muda. Cacing dewasa akan ditemukan setelah 17 hari setelah infeksi.3. Pre-natal. Pada hospes definif bunting infeksi terjadi karena larva 3 yang berada pada aliran darah dapat melewati placenta dan akhirnya menginfeksi foetus. Larva 3 akan mengalami fase istirahat didalam usus foetus sampai dilahirkan. Setelah anak lahir larva 3 baru melanjutkan perkembangannya menjadi cacing dewasa.4. Laktogenik. Infeksi pada anak terjadi karena anak menyusu pada induknya dan larva yang berada di dalam kelenjar susu akan keluar bersama air susu. Perkembangan selanjutnya akan terjadi didalam usus anaknya.Beberapa spesies cacing Ancylostoma sp yang menginfeksi kucing antara lain: A. braziliense dan A. ceylanicum. Adapun identifikasi cacing ini dapat dilakukan berdasarkan perbedaan morfologi (ukuran cacing, susunan gigi (alat pemotong) pada kapsul bukalis dan panjang spikulum pada bursa cacing jantan ) dan ukuran telur cacing.

Ada beberapa spesies lain :

1. A. tubaeforme, predeleksi pada usus halus kucing.2. A. duodenale, berparasit pada manusia.Ancylostomiasis merupakan suatu penyakit yang bersifat zoonosis karena manusia juga merupakan hospes dari parasit ini, siklus hidup Ancylostoma spp pada manusia yaitu telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1 1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 78 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan. Infeksi cacing menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah (anemia) akibatnya dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktifitas. (SK MENKES No: 424/ MENKES/ SK/VI/, 2006:10).Oleh karena ancylostomiasis merupakan penyakit yang bersifat zoonosis maka penting untuk memperhatikan kebersihan lingkungan sumber infeksi dan untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal/sepatu bila keluar rumah. (Gandahusada.S, 2000). serta pemberian obat cacing rutin pada hewan.2.4 Terapi Ancylostomiasis

Pemberian bermacam-macam anthelmentika sangat efektif. Terapi biasanya diulang dalam 3 minggu untuk membunuh parasit yang masuk pada lumen intestinal dari jaringan. (Nelson and Couto, 2003). Pengobatan pada kucing perlu mempertimbangkan jenis obat cacing yang digunakan dan umur atau bobot minimum penderita. Obat pirantel pamoat hendaknya diberikan pada umur lebih dari 2 minggu dengan dosis 25 mg/kgBB per oral, diberikan setelah makan (Subronto, 2006). Anemia karena difisiensi Fe adalah masalah utama pada ancylostomiasis, pemberian suplemen Fe dan konsumsi makanan tinggi protein dapat mengobati anemia yang ditimbulkan oleh cacing Ancylostoma sp. (Shah, F.S.N., 2000).PAGE 8