bab-ii-fix

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Glukosa 1. Pengertian Bentuk paling sederhana karbohidrat adalah monosakarida, misalnya glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Konsumsi yang paling banyak adalah jenis polisakarida (tepung, glikogen, selulosa). Melalui proses pencernaan semuanya akan diubah menjadi monosakarida yang dapat diserap tubuh kemudian di absorbsi oleh vena porta (Sherwood, 2011). 2. Metabolisme Glukosa a. Proses Pencernaan dan Absorbsi Glukosa Adapun gambar mengenai metabolisme glukosa dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini:

Upload: revaadenapio

Post on 09-Jul-2016

10 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB-II-fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Glukosa

1. Pengertian

Bentuk paling sederhana karbohidrat adalah monosakarida, misalnya

glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Konsumsi yang paling banyak adalah jenis

polisakarida (tepung, glikogen, selulosa). Melalui proses pencernaan

semuanya akan diubah menjadi monosakarida yang dapat diserap tubuh

kemudian di absorbsi oleh vena porta (Sherwood, 2011).

2. Metabolisme Glukosa

a. Proses Pencernaan dan Absorbsi Glukosa

Adapun gambar mengenai metabolisme glukosa dapat dilihat pada

Gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Proses Pencernaan Karbohidrat (Sherwood, 2011)

Page 2: BAB-II-fix

Proses metabolisme glukosa akan berlangsung melalui dua

mekanisme utama yaitu melalui proses anaerobik dan aerobik. Proses

secara anaerobik berlangsung di dalam sitoplasma sedangkan proses

metabolisme anaerobik akan mengunakan enzim sebagai katalis di dalam

mitokondria dengan bantuan oksigen (Murray et al., 2009).

Karbohidrat makanan dicerna di usus halus dalam bentuk disakarida

maltosa, sukrosa, dan laktosa. Di epitel usus, disakarida yang berada di

membran brush border mengalami penguraian menjadi monosakarida.

Glukosa dan galaktosa diserap oleh transport aktif sekunder dengan

bantuan ko-transpor di membran luminal, ko-transpor akan memindahkan

monosakarida dan Na+ dari lumen ke dalam interior sel usus. Ko-transpor

ini tidak menggunakan energi secara langsung tetapi bergantung pada

gradien konsentrasi Na+ yang tercipta oleh pompa Na+-K+ basolateral yang

menggunakan energi. Glukosa atau galaktosa diikat oleh ko-transpor

meninggalkan sel dengan cara menuruni gradien konsentrasi melalui

pembawa pasif di membran basolateral untuk masuk ke darah di dalam

vilus. Glukosa juga melintasi sawar epitel melalui taut erat yang bocor

diantara sel-sel epitel. Fruktosa diserap ke dalam darah hanya dengan

difusi terfasilitsi (Sherwood, 2011).

Glukosa, fruktosa, dan galaktosa kemudian diangkut ke hati melalui

vena porta hepatika. Galaktosa dan fruktosa akan cepat diubah menjadi

glukosa di hati dan didistribusikan ke seluruh sel tubuh. Selain itu,

glukosa juga di simpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah

(blood glucose). Fungsi glukosa dalam tubuh adalah sebagai bahan bakar

bagi proses metabolisme dan juga merupakan sumber energi utama bagi

otak (Irawan, 2007).

b. Pengaturan Glukosa Darah

Ada beberapa pengaruh beberapa hormon-hormon terhadap glukosa

darah yaitu hormon pertumbuhan (growth hormone) dari kelenjar hipofisis

Page 3: BAB-II-fix

anterior, epinefrin dari kelenjar medula adrenal, kortisol dari kelenjar

korteks adrenal, dan glukagon dikeluarkan oleh sel-sel alfa pulau

langerhans dalam pankreas (Sherwood, 2011).

Setelah makan makanan tinggi karbohidrat, kadar glukosa darah

naik menjadi 120-140 mg/dL dalam waktu 30 menit sampai satu jam

setelah makan dan kembali normal setelah 2 jam karena hormon insulin.

Pada orang dewasa normal, kadar glukosa darah dua jam setelah makan

˂120mg/dL sedangkan kadar glukosa serum atau plasma ˂140mg/dL.

Merokok dapat meningkatkan kadar glukosa serum (Kee, 2007).

Insulin memfasilitasi uptake glukosa ke dalam jaringan

ekstrahepatik seperti di otot yaitu dengan cara merangsang transport

glukosa ke dalam sel otot dan mendorong pengerahan transporter glukosa

ke dalam membran sel, sedangkan di jaringan adiposa insulin merangsang

transport glukosa ke dalam sel lemak dan membentuk gugus gliserol untuk

sintesis triasilgliserol dan membentuk asam lemak. Insulin juga

menstimulasi hati untuk menyimpan glukosa sebagai glikogen,

menstimulasi HMP shunt, dan meningkatkan lipogenesis di jaringan

adiposa sehingga kadar glukosa darah kembali menjadi normal (Guyton

dan Hall, 2007).

Faktor utama yang mengatur kadar glukosa darah adalah

konsentrasi glukosa itu sendiri, hormon (insulin dan glukagon). Hormon

glukagon bekerja berlawanan dengan hormon insulin, disekresi sebagai

respon terhadap hipoglikemia. Efek utama glukagon terhadap

metabolisme glukosa adalah pemecahan glikogen hati (glikogenolisis) dan

meningkatnya proses glukoneogenesis (asam amino dipecah menjadi

glukosa) di hati. Kadar glukagon yang dihasilkan sel α pankreas

tergantung jenis makanan. Sekresi glukagon menurun setelah konsumsi

makanan tinggi karbohidat dan meningkat setelah makan makanan yang

tinggi protein. Sedangkan setelah makan makanan yang mengandung

Page 4: BAB-II-fix

lemak, karbohidrat, dan protein, kadar glukagon relatif tetap, sedangkan

insulin meningkat (Suparmin, 2010).

Pada keadaan puasa selalu terdapat konsentrasi glukosa dalam batas

tertentu 90 mg/100 ml darah. Selama puasa singkat insulin menurun,

glukagon meningkat sehingga terjadi proses glikogenolisis untuk

menghasilkan glukosa dan pembentukan glukosa melalui bahan non

karbohidrat melalui glukoneogenesis sehingga kadar glukosa dapat

dipertahankan. Selama puasa jangka panjang tubuh lebih banyak

menggunakan hasil penguraian triasilgliserol adiposa, yaitu asam lemak

dan turunannya benda keton (Suparmin, 2010). Ada juga respon hormon

pertumbuhan dan kortisol dengan cara menghambat pemakaian glukosa

dalam sel dan juga meningkatkan pemakaian lemak tetapi respon kedua

hormon ini sangat lambat butuh waktu berjam-jam untuk menimbulkan

efek maksimum (Guyton dan Hall, 2007).

Ketika sistem saraf simpatis seseorang dirangsang seperti saat

stres, saat kerja fisik, syok sirkulasi, dan cemas maka akan timbul respon

hormon epinefrin untuk meningkatkan konsentrasi glukosa melalui

peningkatan proses glikogenolisis, glukoneogenesis namun juga

meningkatkan konsentrasi asam lemak dalam plasma karena epinefrin

punya efek sangat kuat terhadap proses glikogenolisis di dalam hati dan

efek lipolitik terhadap sel-sel lemak. Epinefrin dapat mengaktifkan

hormon jaringan lemak yang peka lipase sehingga meningkatkan

konsentrasi lemak darah. Peningkatan asam lemak jauh lebih besar

daripada peningkatan glukosa darah (Guyton dan Hall, 2007).

c. Kadar Glukosa Darah

Faktor yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah salah

satunya adalah pola makan yang tidak sehat meliputi diet tinggi

karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi dan tinggi lemak.

Mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat dan rendahnya konsumsi

Page 5: BAB-II-fix

makanan yang mengandung serat, dan perubahan gaya hidup tidak sehat

merupakan faktor risiko terjadi gangguan toleransi glukosa. Konsentrasi

glukosa perlu dijaga karena glukosa dapat menimbulkan sejumlah besar

tekanan osmotik dalam cairan ekstrasel, jika meningkat berlebihan akan

menimbulkan dehidrasi sel. Tingginya glukosa darah menyebabkan

keluarnya glukosa dalam urin sehingga menimbulkan diuresis osmotik

pada ginjal, akhirnya mengurangi jumlah cairan tubuh dan elektrolit.

Hiperglikemia post prandial ditentukan oleh banyak faktor yaitu:

waktu, jumlah, komposisi makanan, dan jumlah karbohidrat di makanan.

Keadaan gula darah yang tiba-tiba meningkat memicu disfungsi endotel,

reaksi inflamasi dan stres oksidatif. Peningkatan jangka panjang glukosa

darah menyebabkan kerusakan pada banyak jaringan, terutama pembuluh

darah. Hiperglikemia kronis merusak pembuluh darah dan degenerasi

neuron melalui 3 jalur metabolik utama yakni pembentukan AGEs

(advanced glycation end product), aktivasi protein kinase C (PKC), dan

hiperglikemia intraseluler karena kerusakan jalur polyol. Produk akhir ini

akhirnya meningkatkan Reactive Oxygen Spesies (ROS) sehingga

mengakibatkan stres oksidatif kronis. Radikal bebas akan mempercepat

pembentukan AGE. AGE yang terakumulasi akan merusak struktur dan

fungsi sel (Agustien, 2013).

Hiperglikemia post prandial merupakan salah satu kelainan awal

homeostasis glukosa yang berhubungan dengan diabetes melitus tipe 2 dan

sudah mulai terjadi sebelum menjadi diabetes melitus tipe 2. Diabetes tipe

2 biasanya berkembang secara bertahap selama beberapa tahun, dimulai

ketika otot dan sel-sel lain berhenti merespons insulin. Kondisi ini yang

dikenal sebagai resistensi insulin, menyebabkan gula darah dan insulin

tetap tinggi setelah makan. Seiring waktu, sel-sel akan berhenti

mensekresi insulin (Riskesdas, 2013).

Page 6: BAB-II-fix

Menurut pedoman American Diabetes Association (ADA) 2011

dan konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011

untuk pencegahan dan pengelolaan DM tipe 2, kriteria diagnostik DM

dapat ditegakkan bila: 1) glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl bila

terdapat keluhan klasik DM penyerta, seperti banyak kencing (poliuria),

banyak minum (polidipsia), banyak makan (polifagia), dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya; 2) glukosa plasma

puasa ≥ 126 mg/dl dengan gejala klasik penyerta; 3) glukosa 2 jam pasca

pembebanan ≥ 200 mg/dl.

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Melitus

(PERKENI, 2011).

Bukan DM Belum pasti

DM

DM

Kadar

glukosa

darah

sewaktu

(mg/dl)

Plasma Vena

Darah Kapiler

<100

<90

100-199

90-199

≥200

≥200

Kadar

glukosa

darah

puasa

(mg/dl)

Plasma Vena

Darah kapiler

<100

<90

100-125

90-99

≥126

≥100

Page 7: BAB-II-fix

B. Kopi

1. Taksonomi Kopi Robusta Coffea canephora 

Gambar 2.2 Foto Buah dan Daun Kopi Robusta (Photo taken in or near Amani Nature Reserva East Usambara Mountains, Tanzania By C.E. Seltzer Post-Production by J. Quicho).

Taksonomi kopi robusta menurut Interagency Taxonomic Information System

(ITIS) tahun 2011 adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Viridiplantae

Infra kingdom : Streptophyta

Super divisi : Embryophyta

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Spermatophytina

Kelas : Magnoliopsida

Superordo : Asteranae

Ordo : Gentianales

Famili : Rubiaceae

Genus : Coffea

Spesies : Coffea canephora – robusta coffee

Page 8: BAB-II-fix

2. Jenis-Jenis Kopi

Ada puluhan spesies kopi dan berbagai varietasnya, hanya ada dua

yang populer dikenal oleh masyarakat, yaitu arabika dan robusta (Panggabean,

2011).

Kopi dibagi menjadi dua berdasarkan jenis produknya, yaitu biji kopi

mentah (green bean) yang biasa dipasarkan dan biji kopi sangrai (roasted

bean). Kini tanaman kopi robusta telah berkembang pesat dan mendominasi

areal tanaman kopi di Indonesia karena memiliki adaptasi yang lebih baik

dibandingkan kopi jenis arabika namun rasa kopi robusta lebih pahit sehingga

biasanya kopi jenis ini harganya lebih murah (Hardiman, 2014).

3. Jenis Kopi berdasarkan pengolahannya terdiri dari:

a. Kopi Bubuk

Pengolahan kopi bubuk hanya ada tiga tahapan yaitu:

penyangraian (roasting), penggilingan (grinding) dan pengemasan.

Penggilingan untuk menghaluskan partikel kopi sedangkan penyangraian

untuk menentukan warna, rasa, dan aroma produk kopi yang akan

dikonsumsi. Suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas

3 golongan yaitu ligh roast suhu yang digunakan 193 °C sampai 199 °C,

medium roast suhu yang digunakan 204 °C dan dark roast suhu yang

digunakan 213 °C sampai 221 °C (Ridwansyah, 2002).

b. Kopi Instan

Kopi instan dibuat dari ekstrak kopi dari proses penyangraian yang

melalui tahapan: ekstraksi, drying (pengeringan), dan pengemasan. Kopi

yang telah digiling, diekstrak dengan menggunakan tekanan tertentu dan

alat pengekstrak. Ekstraksi fungsinya memisahkan kopi dari ampasnya.

Proses drying bertujuan untuk menambah daya larut kopi terhadap air,

Page 9: BAB-II-fix

sehingga kopi instan tidak meninggalkan endapan saat diseduh dengan air

(Ridwansyah, 2002).

4. Kandungan Kopi

a. Komposisi Kimia Kopi

Tabel 2.2 Komposisi Biji Kopi Mentah, Biji Kopi yang Disangrai, dan Kopi Instan dinyatakan dalam Persentase Kering

(Patarroyo, 2003).

b. Efek Kopi

Dua senyawa yang paling berperan dalam hal ini antara lain

adalah kafein dan asam klorogenat.

1) Kafein

Page 10: BAB-II-fix

Kafein merupakan senyawa kimia alkaloid yang tergolong

dalam keluarga metilxantin bersama dengan teofilin dan teobromin

(Katzung, 2010). Struktur kimianya (1,3,7-trimethylxantin) dengan

rumus kimianya C8H10N4O2 (Saputra, 2008). Kafein berbentuk kristal

panjang, berwarna putih seperti sutra, dan memiliki rasa pahit

(Ridwansyah, 2002). Kafein berfungsi sebagai unsur rasa dan aroma

pada kopi (Bhara, 2009).

Kafein ditemukan secara alami dalam beberapa jenis

tumbuhan seperti biji kopi, biji kakao, biji kola, dan daun teh. Kafein

juga biasanya ditambahkan ke beberapa minuman ringan, makanan,

dan obat-obatan. Kafein terdapat dibagian biji, daun, dan beberapa

bagian lain kopi. Kandungan kafein setiap jenis kopi berbeda-beda.

Kadar kafein kopi robusta lebih tinggi dibandingkan kadar kafein

kopi arabika (Panggabean, 2011).

Konsumsi kafein dosis moderat, biasanya 400 mg dari semua

sumber, dapat dijadikan sebagai bagian dari diet seimbang dan gaya

hidup yang sehat. Kafein yang dikonsumsi dalam kadar yang moderat

memiliki efek positif pada kinerja ketahanan fisik dan mental.

Konsumsi kafein dalam kadar moderat belum terbukti memiliki efek

samping pada fungsi kardiovaskular dan gastro-intestinal, tidak

menyebabkan dehidrasi, tidak mempengaruhi fungsi kesehatan

tulang. Kadar konsumsi kafein pada ibu hamil dan menyusui harus

dikurangi menjadi 200-300 mg kafein per hari dari semua sumber

kafein. Individu juga tidak akan mengalami toleransi terhadap efek

stimulan dari kafein (Institute scientific information on coffee, 2014).

Dosis anak-anak usia lebih dari 12 tahun dan dewasa

direkomendasikan adalah 100-200mg. Dosis 200-250 mg per hari

jarang menyebabkan efek merugikan pada orang dewasa sehat

(Lelyana, 2008)

Page 11: BAB-II-fix

Di dalam tubuh kafein akan diserap di lambung dan usus kecil

(duodenum/jejunum). Absorbsi kafein di saluran pencernaan

mencapai kadar 99% dalam waktu 5-15 menit kemudian

didistribusikan ke seluruh tubuh, termasuk otak, dan mencapai

puncak di aliran darah dalam 30-45 menit (Lelyana, 2008).

Setelah diabsorbsi dan diedarkan seluruh jaringan tubuh

kafein dieliminasi terutama melalui metabolisme di dalam hati oleh

enzim sitokrom P-448/450 oksidase. Kafein yang sudah mengalami

metabolisme akan menghasilkan tiga metabolit, yaitu: paraxantin,

teobromin, dan teofilin. Ketiga metabolit tersebut dapat memberikan

efek peningkatan tekanan darah, diuresis, kadar glukosa darah, asam

lambung, kadar plasma asam lemak, kortisol, epinefrin, tekanan

intraokular, dan kehilangan kalsium (Ogah dan Obebe, 2012).

Selanjutnya ketiga metabolit tersebut dimetabolisme dan

kemudian dikeluarkan tubuh melalui urin. Meskipun demikian,

kemampuan tubuh untuk mengeluarkan hasil metabolit (waktu paruh)

tersebut bervariasi pada setiap individu, tergantung usia, fungsi hati,

kehamilan, konsumsi obat, dan konsentrasi enzim dalam hati. Pada

orang dewasa sehat jangka waktu paruh 5-6 jam, wanita hamil waktu

paruh 9-10 jam, sedangkan wanita yang menggunakan kontrasepsi

oral 5-10 jam, dan pada bayi yang baru lahir 30 jam. Bayi memiliki

imaturitas enzim sitokrom P-448/450 (Albina et al, 2002).

Kafein dapat berakumulasi pada individu dengan kerusakan

hati yang berat, waktu paruhnya meningkat hingga 96 jam. Hasil

eksresi melalui urin dalam bentuk asam metilurat atau metilxantin.

Lima persen kafein akan ditemukan di urin dalam bentuk utuh (Sari et

al., 2004).

Beberapa obat-obatan seperti fluvoxamine, levofloxacin, dan

kontrasepsi oral menghambat enzim hati, sitokrom P-450 yang

Page 12: BAB-II-fix

terlibat dalam metabolisme kafein sehingga kadarnya dapat

meningkatkan dalam darah sedangkan tembakau dan ganja

mempercepat metabolisme kafein, yang mengurangi waktu beredar

kafein di dalam tubuh (Ogah dan Obebe, 2012).

Kafein bekerja pada tingkat sel dengan beberapa mekanisme,

yaitu: (1) meningkatkan affinitas myofilament terhadap kalsium (Ca2+)

dan meningkatkan pelepasan Ca2+ di retikulum sarkoplasama, (2)

menghambat enzim phospodiesterase sehingga terjadi akumulasi cyclic-

3,5-adenosine monophosphat (cAMP) diberbagai jaringan termasuk

jaringan adiposa dan otot skelet, (3) menghambat secara kompetitif

reseptor adenosine (Daly dan Fredholm, 2004).

Menurut Chemistry World tahun 2011, reseptor adenosin

adalah target utama kafein di otak. Kafein dikenal dapat

meningkatkan daya ingat dan kecepatan otak dalam memproses

informasi. Kafein mampu melewati sawar darah otak kemudian

memberikan efek dengan mempengaruhi neurotransmitter dan

senyawa kimia yang mampu mengatur interaksi sel-sel saraf.

Kafein adalah antagonis reseptor adenosin (A1) dan adenosin

(A2A) non selektif dalam hati dan otak. Reseptor A1 didistribusikan

luas ke seluruh otak di hipokampus, kortek serebral, serebral, dan

talamus. A2A di striatum, nucleus accumbens, dan tuberkel

olfaktorius.

Adenosin merupakan senyawa nukleotida berfungsi

mengurangi aktivitas sel saraf/otak. Adenosine diproduksi di semua

jaringan dan berperan dalam proses pemecahan ATP selama

metabolisme sel dan transmisi neuron. Dua kerja adenosin

melatarbelakangi efek kafein di sistem kardiovaskular dan endokrin.

Pertama, adenosine bekerja pada kanal kalium menyebabkan

hiperpolarisasi membran sel neuron, otot polos pembuluh darah, dan otot

Page 13: BAB-II-fix

jantung. Efek adenosin menyebabkan penurunan laju transmisi neuron

dan penurunan respon jantung dan pembuluh darah. Kedua, adenosin

bekerja dalam menurunkan pelepasan neurotransmitter presinaps di

sistem saraf pusat maupun sistem saraf autonom. Hal ini akan

mengurangi efek simpatis yang terjadi di jantung, pembuluh darah, dan

medulla adrenal (Lelyana, 2008).

Kafein sebagai antagonis adenosin dapat menghasilkan efek

stimulan karena meningkatkan aktivitas sistem saraf akan

menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah mengakibatkan

keluarnya hormon epinefrin sehingga dampaknya meningkatkan

denyut jantung, tekanan darah, aliran darah ke otot, glikogenolisis di

hepar dan otot rangka. Telah terbukti terdapat interaksi antara pusat

A2A dan reseptor dopamin D2 dalam neuron striatal menyebabkan

neurotransmisi dopaminergik sehingga seseorang akan merasa gairah

dan senang (Chemistry World, 2011).

2) Asam klorogenat

Asam klorogenat/chlorogenic acids (CGA) poyphenol utama

pada biji kopi. CGA merupakan golongan ester yang dibentuk dari

ikatan antara hydroxynnamic acid tertentu dan quinic acid. Terdapat

tiga hydroxynnamic acid dalam kopi yaitu, caffeic acid, ferulic acid,

pcoumaric acid. Fraksi paling aktif CGA adalah 5-O-caffeoylquinic

acid bentuk ester dari caffeic acid/asam kafeat dan quinic acid/asam

kuinat (Gerhastuti, 2009). CGA menentukan cita rasa dan kualitas

kopi sebagai antioksidan yang dapat menurunkan kadar gula darah

Page 14: BAB-II-fix

(Farah et al., 2008). Kandungan asam klorogenat dalam kopi robusta

4% (European Food Safety Authority (EFSA, 2011).

Setelah pemberian CGA oral, 1/3 asam klorogenat (33%) dan

hampir semua asam kafeat (95%) diabsorbi di usus kecil pada

manusia. Hal ini menunjukkan sebagian besar asam klorogenat akan

masuk ke dalam sirkulasi darah, tetapi sebagian besar akan diteruskan

di kolon. Asam klorogenat kemudian akan dihidrolisis menjadi asam

kafeat dan asam kuinat oleh mikroflora di kolon. Senyawa ini akan

diabsorbsi oleh kolon yang selanjutnya akan dimetabolisme di hati

dan ginjal membentuk asam benzoat, kemudian terkonjugasi dengan

glisin membentuk asam hipurat. Setengah jam setelah minum kopi

akan dijumpai dalam urin kandungan asamhipurat (Ciptaningsih,

2012).

Salah satu mekanisme yang diduga memiliki efek

menguntungkan dari kopi yaitu dapat mempengaruhi homeostasis

glukosa dengan menstimulasi hormon incretin seperti hormon

glukagon-like peptide 1 (GLP-1) dan glucose-dependent

insulinotropic peptide (GIP) yang keduanya dapat meningkatkan

insulin. Komponen kopi dapat mempengaruhi sekresi GLP-1 yang

dapat menunda penyerapan glukosa karena menstimulasi sel K di

usus (McCarty, 2005).

Sel EE terdistribusi secara difus di epitel usus kecil. Ada 16

jenis subpopulasi sel EE berdasarkan produk/hasil sekresi utamanya,

diantaranya sel K dan sel L. Sel K merupakan sel target untuk

mengekspresikan gen insulin manusia sehingga dapat menghasilkan

insulin dalam jumlah banyak karena sel ini mensekresi hormon

glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP). Hormon GIP

termasuk golongan yang disebut sebagai hormon incretin yang

dilepaskan ke dalam darah setelah makan seperti glukosa, hasil

Page 15: BAB-II-fix

hidrolisis protein, asam amino spesifik, dan lemak. Hormon ini

memiliki potensi merangsang pelepasan insulin (Harapan et al, 2010).

Ketika GIP disekresikan maka sel K akan merespon dengan

cepat dan akan merangsang ekspresi gen insulin. GIP meningkatkan

transkripsi dan translasi gen proinsulin setelah berikatan dengan

reseptor GIRR melalui peningkatan cAMP. GIP berfungsi sebagai

faktor pertumbuhan untuk sel beta pankreas dan sebagai apoptosis.

Selain itu gastrin releasing peptide (GRP) juga merangsang

pelepasan GIP. Sel K memiliki enzim prohormon konvertase 2 dan 3.

Sedangkan sel L banyak terdapat pada jejunum distal dan ileum

terminal. Sel L merupakan subpopulasi EE yang menghasilkan

Glucagon-Like-Peptide (GLP-1). GLP-1 pada reseptornya (GLP-1R)

di sel beta pankreas akan merangsang pengeluaran insulin (Harapan

et al, 2010).

Asam klorogenat telah terbukti dapat mempengaruhi

konsentrasi gula darah post prandial, toleransi glukosa mempengaruhi

konsentrasi gula darah post prandial, toleransi glukosa, konsentrasi

lipid serum, dan penyerapan glukosa dari usus. Penelitian pada tikus

menunjukkan bahwa asam klorogenat dapat mengurangi penyerapan

glukosa pada usus tikus dengan membantu menurunkan grandien

konsentrasi Na+, sehingga menurunkan ambilan glukosa oleh

enterosit. Asam klorogenat juga menghambat aktifitas glukosa-6-

fosfatase yang terlibat dalam homeostatis glukosa (Thom, 2007).

Hal ini telah dikonfirmasi dalam sebuah studi in vivo yang

meneliti ekstrak asam klorogenat dan derivatnya pada kopi terhadap

konsentrasi glukosa darah dan sekresi dari incretin, glucose-

dependent insulinotropic polypeptide (Thom, 2007).

Page 16: BAB-II-fix

Selain itu, 5-caffeoylquinic acid (5-CQA) dilaporkan dapat

menekan kenaikan kadar glukosa darah post prandial setelah

pemberian maltosa atau sukrosa dengan cara menghambat α-

glukosidase dan penyerapan glukosa pada tikus (Ishikawa et al.,

2007).

Asam klorogenat dan asam kafeat memiliki potensi inhitior α-

glukosidase senyawa yang dapat menghambat kerja enzim α-

glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus, α-glukosidase

merupakan enzim yang dapat menghidrolisis pati dari arah luar rantai

ujung nonreduktif sehingga menghasilkan glukosa. α-glukosidase

bekerja menghidrolisis pati menjadi glukosa kemudian diserap oleh

usus sehingga mengurangi penyerapan dan pencernaan karbohidrat

kompleks (Shobana et al., 2009; Anugrahati et al., 2010).

Antioksidan tertentu seperti asam klorogenat dan trigonelin

mampu menurunkan kadar glukosa dan insulin di 15 menit awal

dalam tes toleransi glukosa oral (van Dijk A.E. et al., 2009).

Page 17: BAB-II-fix

C. Kerangka Teori Penelitian

Asupan karbohidrat (polisakarida)

Monosakarida (glukosa)

Absorbsi glukosa di usus halus

Glukosa darah postprandial

Diabetes melitus tipe 2

Asam klorogenat

Hormon incretin

insulin

kafein

kopi

Antagonis reseptopr adrogen

Peningkatan aktifitas sistem saraf

Epinefrin tercetus

Page 18: BAB-II-fix

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian

D. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Kelompok II :Pemberian kopi

berkafein + Makanan berkalori

Kelompok I :(Kontrol)

Pemberian air putih + Makanan berkalori Kadar gula darah

post prandial