bab ii jambu

Upload: mahesa-reyhan-prayoga

Post on 09-Oct-2015

54 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tes

TRANSCRIPT

18

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jambu Biji Merah

Jambu biji merah (Psidium guajava L.) berasal dari Amerika Tengah dan merupakan tanaman yang tumbuh di daerah tropis. Jambu biji termasuk dalam famili Myertaceae, kelas Dycotyledonaeae, yang dikenal dengan nama jambu klutuk. Jambu biji merah merupakan jenis tanaman perlu yang memiliki cabang banyak (Wirakusumah, 2000). Penampakan buah jambu biji merah dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber : Darmansyah (2013)

Jambu biji merah memiliki potensi komersial baik sebagai buah segar maupun produk olahan. Hal ini menyebabkan naiknya permintaan buah jambu biji merah. Menurut Bdan Pusat Statistik (2010), pada tahun 2010 produksi buah jambu biji merah mencapai 204.551. buah jambu biji merah merupakan jenis buah yang diprioritaskan dalam pengembangannya. Hal ini dikarenakan kandungan antioksidan yang tinggi pada buah jambu biji merah berfungsi untuk menjaga kesehatan.

Kandungan gizi dalam 100 g jambu biji merah masak segar disajikan pada tabel berikut :

Tabel 1. Kandungan gizi 100 g buah jambu biji merah Kandungan Gizi Jumlah

Energi 49,00 kal

Protein 0,90 g

Lemak 0,30 g

Karbohidrat 12,20 g

Kalsium 14,00 mg

Fosfor 28,00 mg

Besi 1,10 mg

Vitamin A 25 SI

Vitamin B1 0,05 mg

Vitamin B2 0,04 mg

Vitamin C 87,00 mg

Niacin 1,10 mg

Serat 5,60 g

Sumber : Cahyono (2010)

Kandungan vitamin C buah jambu biji merah lebih banyak daripada buah jeruk. Buah jambu biji memiliki kandungan serat yang tinggi, yaitu 5,60 g/100g (Wirakusumah, 1996). Buah jambu biji mengandung pektin sebanyak 0,5-1,8% per 100g (Jagtiani, 1988 dalam Marta., dkk 2009). Kandungan pektin pada buah jambu biji mentah 346-396 mg/100g dan pada buah jambu biji matang 705-804 mg/100g (Walter, 1991). Buah yang akan matang atau setengah matang mengandung pektin yang cukup banyak. Semakin matang buah kandungan pektin akan menurun karena adanya enzim pektinase yang memecah pektin menjadi asam pektat dan alkohol (Fachruddin, 2008). Kandungan vitamin C dan beta karoten pada jambu biji merah berperan sebagai antioksidan (Astawan, 2013).

Selain dikonsumsi dalam keadaan segar, dewasa ini jambu biji merah sering dimanfaatkan menjadi produk olahan. Produk olahan buah jmabu biji merah diantaranya yaitu jus, pulps, selai, jelly, atau manisan buah kering (Cabral dkk., 2007). Jambu biji merah mudah rusak setelah panen. Hal ini menyebabkan adanya upaya untuk memperpanajang umur simpan buah dengan menjadikan sebagai produk olahan. 2.2 Pektin

Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada sebagian besar tanaman pangan. Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan bobot molekul tinggi yang banyak terdapat pada tumbuhan. Pektin digunakan sebagai pembentuk gel dan pengental dalam pembuatan jelly, marmalade, makanan rendah kalori dan dalam bidang farmasi digunakan untuk obat diare (National Research Development Corporation, 2004). Berat molekul pektin sangat bervariasi, berkisar antara 30.000 hingga 300.000, tergantung pada sumber, metode pembuatan dan metode pengukuran (Guichard dkk., 1991).

Pektin merupakan polimer asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan -1,4 glikosidik (Winarno, 1997). Pektin tersusun atas ester termetilasi dari asam poligalakturonat dengan gugus metil ester yang meiliki muatan negative yang akan mengikat muatan positif NH3+ dari protein. Molekul pektin tersebut akan melindungi protein dan akan menutupi secara langsung permukaan molekul protein, sehingga molekul pektin dapat mencegah pengendapan protein (Broomes dan Neela, 2010). Sebagian gugus karboksil pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksil. Senyawa ini disebut sebagai asam pektinat atau pektin (Winarno, 1997). Struktur asam pektinat atau pektin disajikan pada Gambar 2.

Sumber : Anonim (2013)

Senyawa pektin diklasifikasikan menjadi asam pektat, pektinat, dan protopektin. Pada asma pektat, gugus karboksil asam galakturonat dalam polimernya tidak teresterkan, asam pektat dapat membentuk garam. Asam pektat terdapat dalam jaringan tanaman sebagai kalsium atau magnesium pektat. Asam pektinat atau pektin dalam molekulnya terdapat ester metil pada beberapa gugusan karboksil sepanjang rantai polimer dari galakturonat. Bila pektinat mengandung metil ester lebih dai 50% dari seluruh karboksil disebut pektin. Pektin mempunyai sifat terdispersi dalam air, membentuk larutan koloid (Winarno, 1997).

Berdasarkan derajat esterifikasinya, pektin dibagi menjadi dua yaitu high methoxyl (HM) dan low methoxyl (LM). Nilai derajat esterifikasi pada pektin HM yaitu 60 sampai 70% dan untuk pektin LM 20 sampai 40%. Pektin HM dapat membentuk gel melalui interaksi hidrofobik dengan adanya sukrosa. Pektin LM dapat membentuk gel pada pH yang rendah atau dengan adanya ion divalen. Pektin metoksil tinggi dalam pembentukan gel dibagi menjadi rapid-set, medium rapid-set, dan slow-set pectin berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan gel.

Pektin termasuk salah satu serat pangan larut yang terdapat dalam tumbuhan yang berfungsi mempercepat pencernaan dalam usus untuk mempermudah penguraian dan penyerapan makanan dalam usus (Rusilanti dan Clara, 2007). Viskositas larutan pektin bergantung pada berat molekul, derajat esterifikasi, pH, temperatur dan konsentrasi elektrolit sehingga pektin yang sama dalam membentuk gel (Guichard dik., 1991 dan Ovodov, 2009). Peningkatan konsentrasi elektrolit akan menyebabkan menurunnya viskositas. Sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin (Guichard dkk., 1991). Pektin digunakan sebagai pembentuk gel dan pengental dalam pembuatan jelly, marmalade, makanan rendah kalori dan dalam bidang farmasi digunakan untuk obat diare (National Research Development Corporation, 2004). Gel akan terbentuk pada kondisi pH 2.8-3.5 dan 58-75% sukrosa serta pektin 1%. Pektin larut dalam air, terutama air panas, sedangkan dalam bentuk larutan koloidal akan berbentuk pasta. Jika pektin dalam larutan ditambah sukrosa dan asam, maka akan terbentuk gel (Bromes dan Neela, 2010).

2.3 Sukrosa

Secara kimiawi sukrosa sama dengan karbohidrat, tetapi umumnya pengertian sukrosa mengacu pada karbohidrat yang memiliki rasa manis, berukuran kecil dan dapat larut dalam air (DeMan, 1997). Sukrosa mudah mengalami hidrolisa menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, kelarutan dalam air yang tinggi, larutan sukrosa yang lewat jenuh mudah mengkristal, dan pemanasan akan menimbulkan reaksi karamelisasi. Sukrosa berfungsi untuk memberikan rasa manis dan kelembutan yang mempunyai daya larut tinggi, mempunyai kemampuan menurunkan aktivitas air (aw) dan mengikat air. Sukrosa terdapat dalam gula aren, gula tebu, dan gula bit (Winarno, 1997). Struktur kimia sukrosa disajikan pada Gambar 3.

Penambahan sukrosa dalam pembuatan selai akan mempengaruhi tekstur, flavour, dan penampakan selai. Jumlah sukrosa yang ditambahkan dalam proses pembuatan selai dipengaruhi oleh tingkat keasaman buah, kandungan sukrosa pada buah, dan tingkat kematangan buah (Jariyah, 2007). Penambahan sukrosa mempengaruhi keseimbangan sukrosa dan pektin dimana pada buah yang memiliki kandungan pektin rendah, penambahan sukrosa lebih sedikit daripada bagian buah. Apabila buah mempunyai kandungan pektin tinggi, maka penambahan sukrosa akan lebih banyak. Kandungan sukrosa pada produk selai berkisar 60-65% (Fachrudin, 2008).

Menurut Jariyah (2007), penambahan sukrosa akan mempengaruhi keseimbangan pektin dan air serta meniadakan kenampakan pektin karena pektin akan menggumpal dan membentuk serabut halus yang mampu menahan cairan. Kontinuitas dan kepadatan serabut yang terbentuk ditentukan oleh banyaknya kadar pektin. Semakin tinggi kadar pektin yang ditambahkan, maka struktur serabut semakin padat. Makin tinggi kadar sukrosa yang ditambahkan, makin berkurang air yang dapat ditahan oleh struktur serabut. Syarat mutu gula pasir disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu gula pasir SNI 01-3140-2001

NoKriteria UjiSatuanPersyaratan

1. Keadaan :1.1. Bau1.2. Rasa

2. Warna (nilai remisi yang direduksi), %, b/bMin. 53

3.Besar jenis butirMm0,8-1,2

4.Air, %, b/bMaks. 0,1

5.Sakarosa, %, b/bMin. 99,6

6.Gula pereduksi, %, b/bMaks. 0,1

7. Abu, %, b/bMaks. 0,1

8.Bahan asing tidak larutDerajatMaks. 5

9. Bahan tambahan makanan :Belerang dioksida (SO2)mg/kgMaks. 30

10.Cemaran logam :10.1. Timbal (Pb)10.2. Tembaga (Cu)mg/kgmg/kgMaks. 2,0Maks. 2,0

11.Arsen (As)mg/kgMaks. 1,0

Sumber : Standar Nasional Indonesia (2001)

2.4 Selai

Selai adalah salah satu produk makanan yang berbentuk pasta yang diperoleh dari hasil pemasakan bubur buah, sukrosa, dan dapat ditambahkan bahan pengental. Selai termasuk pangan semi basah yang mempunyai kadar air 10-40% atau aw antara 0,6-0,9 (Muchtadi,1997), sedangkan menurut Winarno (1980) dalam Laksmi (2005), selai merupakan makanan semi basah dengan kadar air berkisar 15-50% yang mempunyai daya simpan relatif lama. Menurut SNI 01-3746-1995, selai merupakan produk makanan semi basah dibuat dari bubur buah, gula dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan.

Selai yang baik adalah selai dengan warna sesuai bahan dasar, aroma wangi, konsistensi kental, dan rasanya manis. Pada pembuatan selai diakukan pencampuran antara buah yang matang penuh dengan buah setengah matang. Buah setengah matang mengandung asam dan pektin yang cukup, sedangkan buah yang matang penuh akan memberikan aroma yang baik dari pencampuran tersebut akan menghasilkan konsistensi selain yang baik (Fachrudin, 2008). Selai yang baik adalah selai yang memnuhi standar SNI 01-3746-1995 yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu selai buah SNI 01-3746-1995NoKriteria UjiSatuanPersyaratan

1.Keadaan

1.1Bau-normal

1.2Rasa-normal

1.3Warna-normal

1.4Tekstur-normal

2.Padatan terlarut% b/bmin. 65

3.Identifikasi buah (secara mikroskopis)-sesuai label

4.Bahan Tambahan Makanan

4.1Pewarna tambahan

4.2PengawetSesuai SNI 01-0222-1987*

4.3Pemanis buatan (Sakarin, Siklamat)negatif

5.Cemaran Logam

5.1Timbal (Pb)mg/kgmaks. 1,5

5.2Tembaga (Cu)mg/kgmaks. 10,0

5.3Seng (Zn)mg/kgmaks. 40,0

5.4Timah (Sn)mg/kgmaks. 40,0

6.Cemaran Arsen (As)mg/kgmaks. 1,0

7.Cemaran Mikroba

7.1Angka Iempeng totalkolonimaks. 5,102

7.2Bakteri bentuk coliAPM< 3

7.3Kapang & Khamirkolonimaks. 50

Sumber : Standar Nasional Indonesia (1995)

2.4.1 Proses Pembentukan Gel

Pada proses pembentukan gel dalam pembuatan selai, hal yang perlu diperhatikan yaitu kandungan pektin, sukrosa, dan asam. Pada proses pematangan buah, protopektin berubah menjadi pektin secara enzimatik selanjutnya pektin berubah menjadi asam pektat. Selain secara enzimatik, protopektin yang dimasak bersama air dan asam akan menghasilkan pektin. Dengan demikian buah yang belum masak juga dapat diolah menjadi selai. Perebusan yang berlebihan pada buah yang akan dibuat selai akan menyebabkan penguapan asam, pemecahan pektin, serta kerusakan cita rasa dan warna (Winarno, 1997).Pembentukan gel dari pektin diawali dengan terdispersinya pektin dalam air dan membentuk koloid hidrofilik bermuatan negatif. Koloid tersebut distabilkan oleh ion H+ dari asam. Ikatan elektrostatik semakin kuat dengan semakin banyaknya ion H+, tetapi penambahan ion H+ akan mengacaukan keseimbangan antara pektin dan air sehingga pektin tidak akan membentuk gel pada saat molekul-molekul pektin tersebut bergabung dalam pembentukan gel. Penambahan sukrosa akan menurunkan tingkat kestabilan antara pektin dan air. Hal ini disebabkan sukrosa sebagai senyawa pendehidrasi, akibatnya ikatan antara pektin akan lebih kuat dan menghasilkan jaringan kompleks yang mampu menangkap molekul air dan molekul terlarut (Harris, 1990).Setting time adalah waktu yang diperlukan untuk terbentuknya gel sejak ditambahkan bahan-bahan pembentuk gel (pektin, gula, dan asam) pada kondisi panas sampai saat terbentuknya gel (Winarno, 1997). Pada pembentukan gel, pektin akan menggumpal dan membentuk serabut halus yang mampu menahan cairan. Kepadatan serabut-serabut yang terbentuk ditentukan oleh banyaknya kadar pektin. Semakin tinggi kadar pektin akan semakin padat struktur serabut selai, sehingga penambahan kadar pektin yang terlalu tinggi akan menghasilkan gel yang keras (Harris, 1990).

2.4.2 Proses Pembuatan Selai

Pada umumnya selai dibuat dari bahan dasar buah-buahan seperti mangga, jambu biji, nanas, strawberry, anggur dan lain sebagainya. Proses pembuatan selai meliputi tiga tahap utama yaitu persiapan bahan, pemasakan dan pengisian serta pasteurisasi (Suryani dkk., 2004). Sortasi dilakukan berdasarkan penampakan fisik buah, ukuran buah, dan tingkat kematangan mature atau setengah matang. Pemasakan diperlukan untuk mencampur rata hancuran buah dan bahan tambahan serta menguapkan sebagian air sehingga diperoleh struktur gel. Proses pemasakan selai harus dikontrol dengan baik. Proses pemasakan yang berlebihan akan menyebabkan selai menjadi lebih keras dan kental, sedangkan jika pemasakan kurang akan menghasilkan selai yang lunak. Suhu pemasakan pada proses pembuatan selai 105oC-110oC, namun suhu pemasakan ini bervariasi menurut buah dan perbandingan gula yang digunakan (Fachruddin, 2008). Selama pemasakan selai, dilakukan proses pengadukan agar pektin, gula, asam, dan sari buah menjadi homogen. Pengadukan bertujuan untuk memperoleh struktur gel yang homogen dan mencegah pembentukan kristal. Pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat menimbulkan gelembung-gelembung yang dapat merusak tekstur dan penampakan akhir (Fachruddin, 2008). Pemasakan dihentikan bila gel telah terbentuk dengan menggunakan metode spoon test dengan cara mencelupkan sendok ke dalam selai, lalu diangkat. Bila selai meleleh dan terpisah menjadi dua bagian, selai telah terbentuk dan pemasakan dihentikan (Margono, 2000). Setelah proses pemasakan dihentikan, selanjutnya dilakukan pengemasan. Proses pengisian produk ke dalam kemasan merupakan faktor penting untuk menunjang keawetan produk. Pengisian hendaknya dilakukan dalam kondisi higienis. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi produk yang menyebabkan produk mudah berjamur. Proses penutupan wadah yang benar juga bertujuan untuk menghindari kontaminasi produk (Suryani dkk., 2004). Proses pembuatan selai jambu biji disajikan pada Gambar 3.

PektinBuah Segar

Pelarutan hidrokoloid pektin/gelatin/agar-agar (T 95-1000C), t 5 menitPengupasan

Bahan Baku

Asam Sitrat

Pemasakan (T 105-1100C), t 25-30 menit

Penambahan bahan pemanis (sukrosa)

Pengisian selai ke wadah

Pendinginan

Selai

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan selai (Suryani dkk., 2004)