bab ii kajian pustaka 2.1 2.1€¦ · 5.2 mengidentifikasi unsur ... faktual disertai alasan yang...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Bahasa Indonesia
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat yang
berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia
(Keraf, 1987: 16).Wibowo, Walija (1996: 4) ”bahasa adalah komunikasi
yang paling lengkap dan paling efektif untuk menyampaikan ide, pesan,
maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain”.Pendapat tersebut juga
didukung oleh Wujosoedamono (1983: 1)”bahasa adalah komunikasi antar
anggota masyakat, yang berupa bunyi suara atau tanda/isyarat atau
lambang yang dikeluarkan oleh manusia untuk menyampaikan isi hatinya
kepada manusia lainnya”. Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa bahasa merupakan salah satu alat komunikasi antar anggota
masyarakat yang berupa suara atau bunyi dan dihasilkan oleh alat ucap
manusia dan digunakan untuk menyampaikan pesan, ide, perasaan dan
pendapat pada orang lain.
Bahasa indonesia merupakan bahasa persatuan negara Indonesia yang
juga berfungsi sebagai identitas yang khas bagi bangsa Indonesia. Karena
bahasa Indonesia adalah bahasa yang digunakan sebagai identitas bangsa
Indonesia, maka dari itu dilakukan berbagai upaya dan cara untuk tetap
menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia, salah satunya yaitu dengan
cara menuliskan kaidah penulisan dan pengucapan yang benar sesuai
dengan ejaan yang disempurnakan (EYD), juga memberikan pembelajaran
bahasa Indonesia yang benar sejak usia sekolah dasar.
2.1.2 Tujuan Bahasa Indonesia
Tujuan bahasa Indonesia adalah agar siswa mempunyai kemampuan
berbahasa Indonesia yang baik dan benar juga dapat menghayati bahasa
dan sastra Indonesia (Akhadiah dkk, 1991: 1).Tujuan ini dapat tercapai
9
bila guru juga berperan baik dalam membimbing siswanya dalam
berbahasa.
Lebih lanjut lagi tujuan pembelajaran bahasa Indonesia menurut
Permendiknas No 22 tahun 2006 yang sesuai dengan standar kompetensi
bahasa Indonesia agar siswa mempunyai kemampuan:
(a) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika
yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis
(b) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara
(c) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan
tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
(d) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan
sosial
(e) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budipekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa
(f) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai
khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia untuk siswa di sekolah dasar
menekankan pada kemampuan kognitif siswa dalam pengembangan
kemampuan dalam berbahasa, sedangkan kemampuan afektif dan
psikomotor ditunjukkan dengan berkomunikasi dengan orang disekitar
menggunakan bahasa yang baik, benar dan santun sesuai kaidah-kaidah
yang telah ditetapkan. Melalui cara inilah siswa dapat menghargai dan
membanggakan bahasa Indonesia. Tujuan ini tidak hanya bagi siswa tetapi
juga bagi guru, yaitu agar para guru dapat mengembangkan potensi
berbahasa yang dimiliki siswa sesuai dengan lingkungan sekitar dan
kemampuan siswa secara personal.
Berikut ini merupakan uraian standar kompetensi dan kompetensi
dasar untuk mata pelajaran bahasa Indonesia yang ditunjukkan bagi siswa
kelas 5 Kanisius Cungkup Salatiga yang disajikan melalui tabel berikut ini.
10
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia Kelas V semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Mendengarkan
1. Memahami cerita
tentang suatu
peristiwa dan cerita
pendek anak yang
disampaikan secara
lisan
5.1 Menanggapi cerita tentang peristiwa yang
terjadi di sekitar yang disampaikan secara
lisan
5.2 Mengidentifikasi unsur cerita (tokoh,
tema, latar, amanat)
Berbicara
2. Mengungkapkan
pikiran dan
perasaan secara
lisan dalam diskusi
dan bermain drama
6.1 Mengomentari persoalan faktual disertai
alasan yang mendukung dengan
memperhatikan pilihan kata dan santun
berbahasa
6.2 Memerankan tokoh drama dengan lafal,
intonasi, dan ekspresi yang tepat
Membaca
3. Memahami teks
dengan membaca
sekilas, membaca
memindai, dan
membaca cerita
anak
7.1 Membandingkan isi dua teks yang dibaca
dengan membaca sekilas
7.2 Menemukan informasi secara cepat dari
berbagai teks khusus (buku petunjuk
telepon, jadwal perjalanan, daftar susunan
acara, daftar menu, dll.) yang dilakukan
melalui membaca memindai
7.3 Menyimpulkan isi cerita anak dalam
beberapa kalimat
Menulis
4. Mengungkapkan
pikiran, perasaan,
informasi, dan
fakta secara tertulis
dalam bentuk
ringkasan, laporan,
dan puisi bebas
8.1 Meringkas isi buku yang dipilih sendiri
dengan memperhatikan penggunaan ejaan
8.2 Menulis laporan pengamatan atau
kunjungan berdasarkan tahapan (catatan,
konsep awal, perbaikan, final) dengan
memperhatikan penggunaan ejaan
8.3 Menulis puisi bebas dengan pilihan kata
yang tepat
(Permendiknas No. 22 Tahun 2006)
11
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) diatas merupakan
kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa kelas 5. Kompetensi-kompetensi
tersebut meliputi empat ruang lingkup dalam bahasa Indonesia, yang telah di
rancangkan sesuai dengan lingkup dan porsinya.
2.1.3 Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia menurut
Permendiknas No 22 tahun 2006 mencakup komponen kemampuan
berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek berikut:
(a) Mendengarkan
(b) Berbicara
(c) Membaca
(d) Menulis
Keaktifan yang ditunjukkan siswa tidak terlepas dari peran guru yang
juga senantiasa mendampingi siswa dalam kegiatan berkomunikasi dengan
temannya, peran guru dalam hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
Chandlin (Taringan, 1990: 201) yaitu, guru pemberi kemudahan dalam
proses komunikasi antara semua siswa didalam kelas, antara siswa dengan
kegiatan pembelajaran serta teks atau materi dan sebagai partisipan
mandiri dalam kelompok belajar-mengajar. Implikasi dari kedua peran ini
menimbulkan peran-peran kecil lainnya misalnya, sebagai pengorganisasi,
pembimbing, peneliti dan pembelajar dalam proses belajar-mengajar.
2.1.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Heri, 2012: 6). Sedangkan
menurut Gagne (Sumarjhono dkk, 2012: 3) pembelajran merupakan
pengaturan peristiwa yang berada diluar diri siswa, yang dirancang guna
memudahkan proses belajar dalam diri siswa. Kedua pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu interaksi antara
siswa dengan pendidik yang ada dalam luar siswa agar siswa dengan
12
mudah mengikuti proses belajarnya. Dalam pembelajaran bahasa
Indonesia menekankan pada pemerolehan empat keterampilan berbahasa
yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
Keempat keterampilan berbahasa tersebut disajikan secara terpadu namun
juga dimungkinkan untuk memberikan penekanan pada salah satu
keterampilan, misalnya pada keterampilan membaca. Aspek ini
merupakan aspek yang sangat penting bagi siswa, diharapkan dalam
pembelajaran yang melibatkan aspek membaca dapat menambah
pengetahuan siswa mengenai informasi-informasi yang aktual, tidak
hanya itu saja melalui kegiatan membaca ini siswa dapat menyampaikan
aspirasi maupun tanggapan mengenai suatu kejadian yang tengah
berlangsung, hal ini juga dapat menjadikan siswa tanggap dengan
lingkungan sekitar.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan berkomunikasi antara satu dengan yang lain, belajar bahasa
Indonesia disekolah merupakan hal yang paling utama untuk mencapai
tujuan pembelajaran sebagai suatu unsur proses pendidikan. Taringan
(Unnes, 2011: 39) mengungkapkan materi pembelajaran bahasa
hendaknya memungkinkan dapat diterapkannya metode permainan,
simulasi, bermain peran, dan komunikasi pasangan. Berdasarkan
pendapat ahli tersebut, dibutuhkan sebuah model yang mendukung
pembelajaranbahasa, agar bahasa dapat dipelajari siswa dengan mudah
dan menyenangkan. Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan
pembelajaran yang membutuhkan adanya keaktifan dalam berkomunikasi,
maka menurut Taringan (Unnes, 2011: 38) kedudukan materi
pembelajaran bahasa harus ditekankan pada sesuatu yang membuat siswa
aktif dalam berkomunikasi. Materi tersebut yaitu:
1. Materi yang berdasarkan teks
2. Materi yang berdasarkan tugas, dan
3. Materi yang berdasarkan bahan otentik.
13
2.1.5 Pengertian Model Pembelajaran
Sagala (2009: 175) model diartikan sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat
dipahami sebagai:
a. Suatu tipe atau desain
b. Suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk
membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan
langsung diamati
c. Suatu sistem asumsi-asumsi, data-data dan inferensi-
inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara
matematis suatu objek atau peristiwa
d. Suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja
e. Suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner
f. Penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan
menunjukkan sifat bentuk aslinya.
Suprijono (2009: 24) mengatakan model pembelajaran merupakan
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
dikelas maupun tutorial. Joyce & Weil (Rusman 2012: 133) berpendapat
bahwa model pembelajaran adalah rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain.Berdasarkan kedua pengertian diatas
maka dapat disimpulkan model pembelajaran merupakan rencana yang
digunakan untuk pembelajaran dalam kelas dan membentuk sebuah pola
yang dapat digunakan dalam rencana pembelajaran jangka panjang. Sagala
(2009: 176) mengemukakan ada empat kategori yang penting diperhatikan
dalam model mengajar yakni: model informasi, model personal, model
interaksi dan model tingkah laku.
Sardiman A. M (2004: 165) guru yang kompeten adalah guru yang
mampu mengelola program belajar mengajar. Pengelolaan dalam
pengertian ini adalan guru mampu dalam menguasai keterampilan dasar
misalnya saat membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan,
memvariasi media pembelajaran, bertanya, memberi penguatan dan lain
sebagainya. Bukan hanya itu saja, tetapi guru juga harus mampu
14
menerapkan strategi belajar dan menciptakan pembelajaran yang kondusif
agar pembelajaran dapat diterima dengan baik dan awet dalam ingatan
siswa.
2.1.6 Pembelajaran Kooperatif
Slavin (Isjoni 2012: 12) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah suatu pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang
dengan struktur kelompok heterogen. Jonhson & Jonhson (Isjoni 2012: 17)
cooperative learning merupakan mengelompokkan siswa di dalam kelas
kedalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan
kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain
dalam kelompok tersebut. Sedangkan menurut Anita lie (2004: 28)
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama
dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Pembelajaran kooperatif pada dasarnya merupakan pembelajaran
dengan cara berkelompok, pembelajaran ini terdiri dari beberapa siswa
dalam sebuah kelas dan terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan
heterogen, dengan kemampuan yang heterogen inilah siswa dapat belajar
dan bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Johnson &
Johnson (Anita lie, 2004: 7) mengatakan pembelajaran cooperative
learning menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan positif dan
penyesuaian psikologis yang baik dari pada pembelajaran dengan
persaingan dan pemisahan siswa. Sedangkan tujuan yang terpenting dari
pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2010: 33) yaitumemberikan para
siswa pengetahuan, konsep, kemampuan dan pemahaman yang mereka
butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan
memberikan kontribusi.
Roger dan David Johnson (Anita lie, 2004: 31-35) mengatakan tidak
semua kerja kelompok dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai
15
hasil yang maksimal, terdapat lima unsur pembelajaran gotong royong
yang harus diterapkan:
1. Saling ketergantungan positif, menekankan adanya rantai
keterhubungan antara anggota kelompok yang satu dengan
kelompok yang lain, tiap anggota harus dapat menyelesaikan
tugasnya sendiri agar yang lain juga dapat mencapai tujuan
mereka.
2. Tanggung jawab perseorangan, tiap anggota kelompok harus
dapat menyelesaikan tugas-tugas mereka sendiri.
3. Tatap muka, tiap kelompok diberi kesempatan untuk
bertemu dengan anggota kelompok mereka agar mereka
dapat mendiskusikan hasil kerja yang telah mereka peroleh,
sehingga dapat membentuk sebuah sinergi yang
menguntungkan bagi seluruh anggota.
4. Komunikasi antaranggota, menghendaki agar setiap anggota
dapat berkomunikasi dengan baik sehingga dapat
menyampaikan pendapat mereka dengan jelas.
5. Evaluasi proses kelompok, untuk mengevaluasi proses dan
hasil dari kerja kelompok sehingga nantinya dapat bekerja
sama dengan lebih efektif.
Pembelajaran dengan cara berkelompok, merupakan pembelajaran
yang tepat bagi siswa dalam mata pelajaran bahasa indonesia, karena
dalam pembelajaran berkelompok siswa diharuskan aktif berkomunikasi
dengan anggota kelompok mereka hal ini sesuai dengan tujuan
pembelajaran bahasa Indonesia, tidak hanya itu saja pembelajaran
berkelompok merupakan pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang
membutuhkan kerjasama dan tanggung jawab dari anggota kelompoknya,
tanpa kerjasama dan tanggung jawab dengan baik maka pembelajaran
berkelompok tidak akan berjalan dengan baik.
2.1.7 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
Slavin (2005: 200) menyebutkan Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC), yaitu sebuah program yang komprehensif untuk
mengajari pelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa pada kelas
yang lebih tinggi di sekolah dasar. Tujuan utama dari CIRC menurut
Slavin (2005: 203) adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk
16
membantu para siswa untuk mempelajari kemampuan memahami bacaan
yang dapat diaplikasikan secara luas.CIRC dikembangkan dari hasil
analisis masalah-masalah tradisional dalam pengajaran pelajaran
membaca, menulis, seni berbahasa. Isu-isu prinsipil yang ditunjukkan
dalam proses pengembangan yaitu (Slavin, 2005: 200):
1. Tindak lanjut
2. Membaca lisan
3. Kemampuan memahami bacaan
4. Menulis dan seni berbahasa
Slavin (2010: 204-209) menyebutkan unsur-unsur utama dari CIRC yaitu:
(1) Kelompok membaca,
(2) Tim,
(3) Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan cerita,
(4) Pemeriksaan oleh pasangan,
(5) Tes,
(6) Pengajaran langsung,
(7) Seni berbahasa dan menulis terintegrasi,
(8) Membaca independen dan buku laporan.
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) merupakan
salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yang dalam cara
pembelajarannya siswa dalam tim kooperatif atau kelompok diberi suatu
wacana/kliping kemudian siswa berlatih membaca, memahami isi
wacana/kliping tersebut dan memberikan tanggapan mengenai bacaan
tersebut. Model pembelajaran CIRC ini disebut model pembelajaran
terpadu karena didalam pembelajaran ini terdapat dua aspek yaitu
membaca dan menulis. Fogarty (1991), memaparkan bahwa berdasarkan
sifat keterpaduannya, sebuah pembelajaran terpadu dapat dikelompokkan
menjadi:
a) Model dalam satu disiplin ilmu yang meliputi
modelconnected (keterhubungan) dan model nested
(terangkai),
b) Model antar bidang studi yang meliputi model
sequenced(urutan), model shared (perpaduan), model
webbed (jaring laba-laba), model theaded (bergalur) dan
model integrated (terpadu),
c) Model dalam lintas siswa.
17
Slavin (Suyitno, 2005: 3-4) mengemukakan bahwa pembelajaran
CIRC memiliki delapan komponen antara lain:
1. Teams, yaitu pembentukan kelompok yang heterogen
(campuran) dan terdiri atas 4-5 siswa,
2. Placement test, misalnya didapat dari nilai rata-rata ulangan
harian sebelumnya atau berdasarkan dari nilai rapor agar
guru dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada
bidang tertentu,
3. Student creative, yaitu melaksanakan tugas dalam sebuah
kelompok dengan menciptakan kondisi dimana keberhasilan
setiap individu ditentukan atau dipengaruhi oleh
keberhasilan dari kelompoknya,
4. Team study, merupakan tahapan tindakan belajar yang harus
dilaksanakan oleh kelompok. Guru hanya bertugas
memberikan bantuan kepada kelompok yang
membutuhkannya,
5. Team scorer and team recognition, adalah pemberian skor
terhadap hasil kerja dalam kelompok dan memberikan
penghargaan atau reward terhadap kelompok yang berhasil
secara unggul dan kelompok yang dipandang belum cukup
berhasil dalam menyelesaikan tugas kelompok,
6. Teaching group, yaitu guru harus memberikan materi secara
singkat dan jelas menjelang pemberian tugas kelompok,
7. Facts test, merupakan pelaksanaan tes atau ulangan
berdasarkan fakta (materi) yang telah diperoleh siswa,
8. Whole-class units, merupakan pemberian rangkuman materi
oleh guru setelah pembelajaran telah mencapai akhir dengan
strategi pemecahan masalah.
Pembelajaran menggunakan model CIRCmempunyai delapan buah
komponen, seperti yang dijelaskan diatas. Komponen tersebut bermula
pada pembentukan kelompok, ketika pembentukan kelompok dimulai
maka guru harus melakukan penyeleksian siswa melalui nilai rapor agar
kelompok-kelompok yang dibentuk memiliki keragaman (heterogenitas)
dalam intelegensi. Setelah pemilihan tersebut, siswa harus mengerjakan
tugas yang telah diberikan guru secara berkelompok dengan rasa tanggung
jawab, dalam keadaan ini peran guru hanyalah memberikan bantuan pada
kelompok yang membutuhkan. Selanjutnya guru memberikan penilaian
untuk tiap kelompok, tidak hanya menilai saja namun guru juga
18
memberikan reward untuk kelompok yang telah mengerjakan tugasnya
dengan baik. Guru yang telah memberikan reward selanjutnya
menyampaikan materi singkat mengenai tugas kelompok, lalu untuk
mengukur keberhasilan siswa maka guru memberikan sebuah tes mengenai
materi yang disampaikan. Hal terakhir yang dilakukan oleh guru setelah
pemberian tes yaitu merangkum materi pembelajaran dan mengajarkan
strategi dalam memecahkan masalah. Belajar dengan pembelajaran
kooperatif tipe CIRC merupakan belajar mandiri tanpa harus selalu
mengandalkan peran guru, karena mereka telah dibagi dalam kelompok-
kelompok yang memiliki kemampuan yang sama (siswa dipilih
berdasarkan nilai). Dalam pembelajaran model ini guru hanya bertugas
untuk memberikan bantuan pada kelompok bila kelompok tersebut belum
dapat menyelesaikan tugasnya.
Maden, dkk (Mohammad Nur, 2011: 13) menyebutkan unsur-unsur
kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
adalah:
1. Penghargaan kepada tim berupa pemberian sertifikat yang
didasarkan pada kinerja kelompok.
2. Pemberian kesempatan yang sama untuk berhasil pada setiap
tim, yaitu dengan siswa bekerja pada bahan yang sesuai
dengan tingkat membaca mereka.
3. Tanggung jawab individual dengan cara memberikan ide atau
usahannya yang nantinya akan masuk pada skor kuis dan
karya tulis akhir mandiri
Reward atau penghargaan yang berupa sertifikat diberikan untuk setiap
kelompok berdasarkan keberhasilan dalam kinerja mereka ketika
menyelesaikan tugasnya dengan baik, hal ini bertujuan agar siswa mampu
berkompetisi secara sehat untuk mengerjakan tugasnya dengan maksimal,
sehingga hasil belajar yang diperoleh akan meningkat.
19
2.1.8 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
Model pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu pertama kali
dikembangkan oleh Steven dan Slavin, berikut adalah langkah-langkah
model pembelajaran CIRC oleh Steven, dkk (Miftahul huda, 2013: 222):
1. Guru membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing
terdiri dari 4 siswa. 2. Guru memberikan wacana sesuai dengan topik
pembelajaran. 3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan
ide pokok dan memberikan tanggapan terhadap wacana dan
ditulis pada lembar kertas. 4. Siswa mempresentasikan/membacakan hasil diskusi
kelompok. 5. Guru memberikan penguatan (reinforcement). 6. Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan.
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran CIRC menurut Suprijono (2009:
137) yaitu:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang
secara heterogen
2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik
3. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan
ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping
dan ditulis pada lembar kertas
4. Mempresentasikan hasil kerja kelompok
5. Guru membuat kesimpulan bersama
6. Penutup
Dari setiap fase diatas, dapat dilihat beberapa tahap (Miftahul huda,
2013: 222-223):
Tahap 1: Pengenalan konsep
Guru mulai mengenalkan konsep atau istilah baru yang mengacu
pada hasil penemuan selama eksplorasi. Bisa di dapatkan dari
guru, buku, atau media lain.
Tahap 2: Eksplorasi dan aplikasi
Memberi kesempatan siswa dalam mengungkap pengetahuan
awal, mengembangkan pengetahuan baru dan menjelaskan
fenomena yang dialami dengan bimbingan guru. Fase ini
bertujuan untuk membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa
terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang
konkret.
20
Tahap 3: Publikasi
Siswa mampu mengomunikasikan hasil temuan serta
membuktikan dan memperagakan materi yang dibahas.
Penemuan dapat berupa hal baru atau hanya membuktikan hasil
pengamatan.
Langkah-langkah dalam model CIRC pada dasarnya dapat di
simpulkan menjadi 3 langkah, yaitu berkelompok secara heterogen,
mengerjakan tugas yang diberikan. Hasil diskusi pada tiap kelompok
kemudian dikomunikasikan atau dipersentasikan didepan kelas. Guru
memfasilitasi terjadinya intersubjektif, dialog interaktif, tanya jawab dan
sebagainya. Kegiatan ini dimaksudkan agar pengetahuan yang diperoleh
melalui dikusi pada tiap kelompok dapat diobjektivasi dan menjadi
pengetahuan bersama seluruh kelas (Supriyono, 2012: 99).
Mengkomunikasikan hasil kelompoknya didepan kelas, dapat melatih
siswa dalam berbicara menggunakan bahasa yang benar, tidak hanya itu
saja siswa juga dapat melatih kepercayaan diri mereka didepan kelas.
21
Tabel 2.2
Sintak Pembelajaran CIRC No Langkah Pembelajaran Aktivitas Guru Aktifitas Siswa
1. Membentuk
kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 siswa.
a. Menjelaskan indikator
yang hendak dicapai b. Mengadakan apersepsi
dan mempersiapkan siswa secara fisik dan psikis
c. Membagi siswa dalam kelompok
d. Membimbing siswa dalam berkelompok
a. Berkumpul bersama teman
kelompok sesuai dengan arahan dari guru
b. Berinteraksi dengan baik dalam kelompok
2. Memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran.
e. Membagikan wacana ke seluruh kelompok
c. Memperhatikan petunjuk guru
3. Bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberikan tanggapan terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas.
f. Memfasilitasi siswa untuk berdiskusi dalam kelompok
g. Membantu siswa ketika mengalami kesulitan
d. Membaca teks yang diberikan guru secara bergantian
e. Menyimak teks yang dibacakan oleh temannya dengan baik
f. Memberikan tanggapan terhadap teks yang dibaca
4. Mempresentasikan/memembacakan hasil diskusi kelompok
h. Membahas hasil pekerjaan tiap kelompok
i. Menilai hasil kerja kelompok
g. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok
5. Memberikan penguatan
(reinforcement).
j. Bertanya jawab mengenai
materi
h. Bertanya jawab mengenai
materi
6. Guru dan siswa bersama-
sama membuat kesimpulan.
k. Membuat kesimpulan bersama-sama
l. Melakukan evaluasi melalui tes
i. Membuat kesimpulan bersama-sama
j. Mengerjakan soal evaluasi
2.1.9 Kelebihan dan Kelemahan Model CIRC
Secara khusus, Slavin (Suyitno, 2005: 6) menyebutkan kelebihan dan
kelemahan model pembelajaran CIRC, kelebihan model CIRC yaitu:
a. CIRC amat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa
dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.
b. Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang.
c. Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja
dalam kelompok.
d. Para siswa dapat memahami makna soal dan saling
mengecek pekerjaannya.
e. Membantu siswa yang lemah.
22
Sedangkan kelemahan model CIRC adalah:
a. Pada saat persentasi hanya siswa yang aktif tampil.
b. Tidak semua siswa bisa mengerjakan soal dengan teliti.
CIRC memang merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif
yang tepat diterapkan pada mata pelajaran bahasa Indonesia, model ini
membuat siswa belajar dalam kelompok dengan kemampuan yang
heterogen, memecahkan masalah atau tugas yang diberikan guru secara
tanggung jawab dan mengkomunikasikan atau mempresentasikannya
kedepan kelas. Sintak atau langkah pembelajaran seperti inilah yang dapat
membantu siswa dalam meningkatkan kepercayaan dirinya didepan umum,
meningkatkan kemampuan berbahasa, dan kemampuan bersosialisasi
dengan teman satu anggota kelompoknya. Hal ini yang menjadikan CIRC
menjadi model yang tepat bagi mata pelajaran bahasa Indonesia,
namundalam ketepatannya masih banyak kekurangan-kekurangan
didalamnya. Kekurangan-kekurangan yang ada dalam pembelajaran
kooperatif tipe CIRC inilah yang nantinya menuntut para guru agar lebih
kreatif lagi mengembangkan model tersebut, sehingga kelemahan yang
ada dalam model ini dapat diatasi serta hasil belajar siswa dapat meningkat
dengan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan.
2.1.10 Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah bentuk perubahan diri seseorang yang dinyatakan
dalam cara bertingkah laku yang baru, akibat dari pengalaman dan latihan
W.S Winkel (1989: 6). Sedangkan pengertian belajar yang lain
dikemukakan oleh Sabri (2005: 20) belajar merupakan proses perubahan
tingkah laku berdasarkan pengalaman dan pelatihan. Cronbach (1954: 45)
menyatakan bahwa learning is shown by a change in behavior as result of
experience (proses belajar terlihat pada perubahan perilaku sebagai hasil
dari pengalaman), begitu pula menurut Slameto (2010: 2) belajar
merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
23
memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai
hasil dari pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dari
keempat pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang dilakukan oleh seseorang atas hasil dari
pengalaman yang telah dialaminya. Nana Sudjana (2005: 2)
mangungkapkan belajar mengajar sebagai suatu proses yang mengandung
tiga unsur yang dapat dibedakan. Yaitu tujuan pengajaran (instruksional),
pengalaman belajar-mengajardan hasil belajar. Hubungan ketiga unsur
tersebut digambarkan dalam diagram berikut ini:
Tujuan instruksional
(a) (b)
Pengalaman belajar Hasil belajar
(proses belajar-mengajar) (c)
Diagram 2.1
Hubungan antara tujuan, proses, dan hasil belajar
Garis (a) merupakan hubungan antara tujuan instruksional
dengan pengalaman belajar, garis (b) hubungan antara
pengalaman belajar dan hasil belajar, dan garis (c) adalah
hubungan antara tujuan instruksional dengan hasil belajar,
jadi melalui diagram diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kegiatan penilaiandinyatakan oleh garis (c) yaitu tindakan
atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan instruksional
telah dikuasai oleh siswa dalam bentuk hasil belajar setelah
menempuh pengalaman belajarnya(proses belajar-mengajar).
Sedangkan garis (b) merupakan kegiatan penilaian untuk
mengetahui keefektifan pengalaman belajar dalam mencapai
hasil belajar yang optimal.
Belajar mengajar pada dasarnya adalah kegiatan yang berhubungan
dengan perubahan tingkah laku seseorang dan bagaimana mengubah
tingkah laku seseorang. Dalam kegiatan tersebut ternyata ada beberapa
unsur yang dapat dibedakan yaitu tujuan, pengalaman belajar dan hasil
belajar. Tiap-tiap unsur tersebut saling berhubungan satu sama lain, tidak
24
akan ada hasil belajar apabila pengalaman belajar dan tujuan instruksional
tidak terdapat didalamnya, begitu pula sebaliknya.
b. Pengertian Hasil Belajar
Gagne (Prayitno, 2007: 8) mengatakan bahwa hasil
belajar adalah dicapainya sejumlah kemampuan setelah
mengikuti proses belajar mengajar, yaitu ketrampilan
intelektual (pengetahuan), strategi kognitif (memecahkan
masalah), informasi verbal (mendeskripsikan sesuatu),
ketrampilan motorik, sikap dan nilai.
Dimyati dan Mudjiono (1999: 34) menyatakan bahwa hasil belajar
merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental
tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Hasil belajar dapat dikategorikan menjadi tiga bidang, yaitu
bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tabrani Ruysin (Herlina,
2008: 24) ”hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah ia
melakukan proses belajar mengajar tertentu atau setelah ia menerima
pengajaran dari seorang guru”. Sudjana (2011: 22) Hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah hasil yang diperoleh siswa setelah menerima pengalaman belajar
disekolah maupun di lingkungannya yang dinilai oleh seorang guru. Hasil
belajar merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan, bukan hanya
satu aspek saja namun hasil belajar meliputi tiga aspek yaitu aspek
kognitif, aspek afektif, aspek psikomotorik dan berbeda-beda hasilnya
pada tiap siswa karena kemampuan mereka berbeda-beda antara yang satu
dengan yang lain. Benyamin Bloom membagi klasifikasi hasil belajar
secara garis besar menjadi tiga ranah yaitu:
1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual
yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau
ingatan, pemahaman, aplikasi, sistesis, dan evaluasi.
Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan
keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
25
2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima
aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian,
organisani, dan internalisasi.
3) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam ranah
psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan
gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d)
keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan
kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.
Dalam sistem pendidikan di Indonesia, rumusan tujuan pendidikan
baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan tujuan
klasifikasi belajar dari Benyamin Bloom tersebut. Tujuan ini tidak hanya
menilai pada pengetahuan yang diperoleh siswa, tetapi juga menilai pada
sikap dan keterampilan yang dimiliki siswa, sehingga siswa tidak hanya
pandai dalam pengetahuan saja tetapi juga terampil. Hasil belajar yang
didapat siswa merupakan perpaduan dari hasil yang didapatkan pada
ketiga ranah tersebut. Hasil belajar siswa dapat diperoleh melalui berbagai
cara, salah satunya adalah penilaian evaluasi.
Oemar Hamalik (2008: 159) evaluasi adalah keseluruhan kegiatan
pengukuran pengumpulan dan informasi, pengolahan, penafsiran, dan
pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang
dicapai siswa setelah melakukan kegiatan hasil belajar dalam upaya
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Nana Sudjana (2005:
2) menjelaskan tentang kegiatan penilaian yakni suatu tindakan atau
kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah
dicapai atau dikuasai oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang
diperlihatkan setelah mereka menempuh pengalaman belajarnya (proses
belajar-mengajar). Jadi evaluasi merupakan kegiatan pengukuran
pengumpulan dan informasi, pengolahan, penafsiran dan pertimbangan
untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar dan sejauh apa
tujuan-tujuan instruksional telah dicapai dan dikuasai siswa setelah
mengalami pengalaman belajarnya, tujuan dari evaluasi yang dilakukan
oleh guru yaitu seberapa dalam materi dan tujuan yang telah dicapai juga
26
dikuasai oleh siswa terhadap sebuah materi pembelajaran yang telah
disampaikan oleh guru, dan bagaimana guru mengadakan tindakan
selanjutnya pada siswa yang belum dapat menguasai atau mencapai tujuan
yang telah ditetapkan oleh guru.
2.1.11 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Slameto (2010: 54) membagi beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar yaitu:
a. Faktor Intern
1. Faktor jasmaniah, meliputi: faktor kesehatan dan cacat
tubuh
2. Faktor psikologis, meliputi: inteligensi, perhatian,
minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.
3. Faktor kelelahan
b. Faktor Ekstern
1. Faktor keluarga, meliputi: cara orang tua mendidik,
relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan
ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar
belakang kebudayaan.
2. Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode
belajar, dan tugas rumah.
3. Faktor masyarakat, meliputi: kegiatan siswa dalam
masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk
kehidupan masyarakat.
Berdasarkan hal-hal diatas, dapat dikaji bahwa banyak sekali faktor-
faktor yang mempengaruhi seseorang dalam belajar. Faktor tersebut tidak
hanya berasal dari fisik dan kondisi psikologis individu saja, namun juga
faktor tersebut berasal dari lingkungan keluarga maupun lingkungan di
luar (masyarakat dan sekolah).
27
2.1 Kajian Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurnia Senti (2012) dengan
judul ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative
Integrated Reading And Composition (CIRC) untuk Meningkatkan
Kemampuan Memahami Paragraf siswa Kelas IVSD Negeri 161
Pekanbaru” menunjukkan pada siklus I pertemuan pertama sebesar 50, 0
% , pada pertemuan kedua siklus 1 dari 70, 0 % , pada siklus pertemuan
pertama 2 dari 80 , 0 % dan pertemuan kedua pada siklus 2 dari 95, 0 %.
Kemudian untuk kegiatan siswa dalam pertemuan pertama siklus I adalah
55, 5 % , pertemuan kedua siklus 1 dari 70, 0 % , pada siklus kedua
pertemuan I 82, 5 % , dan pertemuan kedua dari siklus 2 dari 92 , 5 %.
Adapun kemampuan untuk memahami paragraf yang UH I di 69, 46 dan
naik menjadi 82, 43 pada UH II. Dari kesimpulan penelitian diperoleh
dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative tindakan Studi
Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) untuk
meningkatkan kemampuan untuk memahami paragraf siswa kelas IV SDN
161 Pekanbaru. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Kurnia Senti
terlihat adanya peningkatan hasil belajar setelah menggunakan metode
kooperatif tipe CIRC.
Hasil penelitian yang kedua dilakukan oleh Ririn Andriyani (2009)
dengan judul ”Penerapan Model PembelajaranCooperative Integrated
Reading And Composition Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis
Pada Siswa Kelas V SD Negeri Dawungan I Sragen Tahun Pelajaran
2008/2009”menunjukkan nilai rata-rata keaktifan siswa meningkat dari
nilai siklus I yang sebesar 32 menjadi 53 pada siklus II dan 70 pada siklus
III. Nilai rata-rata kerja sama siswa dalam kelompok juga meningkat dari
nilai siklus I yang sebesar 52, 47 menjadi 63, 13 pada siklus II dan 75
pada siklus III. Peningkatan kualitas hasil pembelajaran menulis ringkasan
ditandai dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil ringkasan siswa. Nilai
rata-rata hasil ringkasan siswa juga meningkat dari nilai siklus I yang
sebesar 58 menjadi 67, 6 pada siklus II dan 78, 27 pada siklus III dan
28
telah mencapai batas nilai ketuntasan yang ditetapkan, yaitu
65.Berdasarkan hasil penelitian yang dicapai dalam penelitian tindakan
kelas, dapat disimpulkan bahwa dengan diterapkannya model
pembelajaran CIRC oleh peneliti dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia dalam kompetensi
dasar meringkas isi buku yang dipilih sendiri dengan memperhatikan
penggunaan ejaan pada siswa kelas V SD Negeri Dawungan I
SragenTahun Pelajaran 2008/2009.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmatyas Reana Mardiningsih
(2012) dengan judul”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) untuk
Meningkatkan Kemampuan Menemukan Kalimat Utama Dalam Paragraf”
memperlihatkan hasil pada siklus I kemampuan siswa dalam menemukan
kalimat utama paragraf sudah meningkat hal ini ditunjukkan pada
peningkatan nilai yang diperoleh siswa ≥ 70 sebanyak 12 siswa atau 71%
dengan nilai rata-rata 75, 53 dan nilai yang terendah adalah 60 sedangkan
nilai tertingginya adalah 87, 5. Dengan demikian keberhasilan sesuai yang
tertera dalam indi-kator kinerja pada rencana sebelumnya yaitu 80% siswa
memperoleh nilai di atas KKM belum tercapai, sehingga pembelajaran
akan dilanjutkan ke siklus II. Pada siklus II diketahui bahwa siswa yang
mencapai nilai ≥70 meningkat sebanyak 17 siswa atau 100% dengan nilai
rata-rata 85. Nilai terendah adalah 70 sedangkan nilai tertingginya adalah
97, 5. Disimpulkan bahwa penerapan model belajar CIRC pada
pembelajaran bahasa Indonesia dapat meningkatkan prestasi belajar
siswakelas kelas IV SD Negeri 02 Paseban, semester genap yang
beralamat di Desa Seban Lor, Kecamatan Jumapolo, Kabupaten
Karanganyar.
Pembelajaran kooperatif tipe CIRC merupakan pembelajaran yang
sangat cocok untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, dikarenakan pada
pembelajaran CIRC ruang lingkup bahasa Indonesia dapat dipenuhi,
misalnya pada poin membaca, dalam pembelajarannya salah seorang
29
siswa dalam kelompok harus membacakan sebuah teks yang disediakan
oleh guru kelas, pada poin mendengarkan selain siswa yang membacakan
teks anggota kelompok tersebut mendengarkan teks yang telah dibacakan
oleh temannya. Poin yang selanjutnya yaitu menulis, pada poin ini seluruh
siswa dalam kelompok menuliskan pendapat mereka mengenai teks yang
telah dibacakan tersebut, dan poin yang terakhir berbicara salah seorang
kelompok maju kedepan kelas untuk mengkomunikasikan atau
mempresentasikan hasil kelompoknya. Dengan cara berkelompok ini,
siswa yang tadinya tidak berani berpendapat manjadi berani berpendapat
karena pendapatnya ditampung dalam kelompok dan akan disimpulkan
dalam kelompok tersebut. Beberapa penelitian yang menggunakan model
pembelajaran CIRC di sekolah terbukti menunjukkan hasil yang signifikan
dalam pemerolehan hasil belajar siswa. Dengan temuan tersebut maka
peneliti melakukan penelitian dengan menerapkan pembelajaran kooperatif
tipe CIRC pada pelajaran bahasa Indonesia untuk membuktikan bahwa
dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe CIRC tersebut dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
2.2 Kerangka Berpikir
Penerapan pembelajaran dengan menggunakan model CIRC pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia diduga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa, karena dalam pembelajarannya siswa dapat belajar secara
kelompok dan saling berdiskusi dan menanggapi sebuah wacana/kliping
yang diberikan oleh guru untuk dapat dikerjakan secara bersama-sama dan
siswa juga dapat menyatukan pendapat mereka yang berupa tanggapan
mengenai wacana yang telah disediakan oleh guru.Penjelasan mengenai
materi yang merupakan ceramah dari guru hanya dapat didengarkan siswa
saja dan tidak ada tanggapan darisiswa. Siswa cenderung monoton dalam
kegiatan pembelajaran tersebut, karena bagi siswa tidak ada kegiatan yang
menarik dari penjelasan dari guru yang berupa ceramah. Hal ini berakibat
hasil belajar siswa akan rendah dan kurang optimal.
30
Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan model CIRC
sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan
menggunakan metode CIRC ini, siswa dapat meningkatkan
keterampilannya dalam soal pemecahan masalah secara berkelompok yang
nantinya mereka akan termotivasi pada hasil yang akan diperoleh.Siswa
juga dapat memahami makna soal dengan mudah dan saling mengecek
pekerjaan antara siswa yang satu dengan yang lain, dalam hal ini model
pembelajaran CIRC membuat siswa menumbuhkan ketelitiannya dalam
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Peran guru dalam model
CIRC tidak terlalu banyak, karena siswa dapat belajar melalui
kelompoknya namun, bila mereka mengalami kesulitan maka guru dapat
membantu dalam penyelesaian soal. Pembelajaran dengan menggunakan
model ini, akan menjamin keterlibatan oleh seluruh siswa, karena mereka
bisa mengungkapkan idenya, mengembangkan pemikirannya untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dan nantinya akan ditemukan
sebuah solusi dari masalah tersebut dengan cara menyimpulkan pendapat
dari masing-masing anggota kelompok.
Penilaian yang dilakukan dalam pembelajaran yang menggunakan
model CIRC ini diukur melalui tes (obyektif) dan non tes (unjuk kerja
dalam hasil diskusi kelompok). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat
digambarkan dalam kerangka berpikir seperti dibawah ini:
31
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir menggunakan Model CIRC
Penggunaan Model
pembelajaran CIRC
Siswa mengikuti
pembelajaran dengan
berkelompok secara
heterogen
Siswa lebih aktif karena
mendapatkan tugas yang
sama dalam kelompok
dan saling mengutarakan
pendapat
Siswa dapat lebih
memahami materi
karena belajar bersama
teman sekelompok
Hasil belajar siswa
meningkat
32
2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas, maka hipotesis
yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Diduga melalui Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat
meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas 5 SD
Kanisius Cungkup Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.
2. Diduga dengan penerapan Model pembelajaran tipe CIRC dapat
meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas 5 SD
Kanisius Cungkup Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.
2.5 Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan adalah tolak ukur keberhasilan dalam tindakan
perbaikan yang telah ditetapkan, sehingga akan memudahkan dalam
pengukuran tingkat keberhasilan tindakan yang telah dilakukan. Penelitian
ini akan dikatatakan berhasil jika indikator keberhasilan dapat tercapai
dengan patokan sebagai berikut:
1. Penelitian berhasil apabila pembelajaran tipe CIRC 80% telah di
terapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas 5 SD
Kanisius Cungkup Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.
2. Penelitian berhasil bila hasil belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas
5 SD Kanisius Cungkup Salatiga Semester II Tahun Pelajaran
2013/2014 memperoleh rata-rata nilai hasil sesuai dengan KKM yaitu
72 dan presentase siswa tuntas sebanyak 80%.