bab ii kajian pustaka 2.1 2.1 -...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pendidikan Matematika
2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran dalam
berbagai tema. Shoemaker (1989) mendefinisikan kurikulum terintegrasi (tematik)
sebagai “...pendidikan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga melintasi
garis-garis batas mata pelajaran, membawa bersama beragam aspek kurikulum ke
dalam asosiasi yang bermakna agar terfokus kepada bidang-bidang studi yang
luas. Ia memandang belajar dan mengajar secara holistik dan merefleksikan dunia
nyata, yang interaktif”. Pembelajaran dengan pendekatan tematik ini mencakup
kompetensi mata pelajaran yaitu: PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS,
Seni Budaya dan Prakarya, dan Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan.
Sedangkan mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti tidak termasuk
mata pelajaran dalam tematik.
Pengembangan kurikulum matematika ke depan diarahkan untuk
meningkatkan kecakapan hidup (life skill), terutama dalam membangun
kreatifitas, kemampuan berpikir kritis, berkolaborasi atau bekerjasama dan
keterampilan berkomunikasi. Selain itu, pengembangan kurikulum matematika
juga menekankan kemahiran atau keterampilan menggunakan perangkat teknologi
untuk melakukan perhitungan teknis (komputasi) dan penyajian dalam bentuk
gambar dan grafik (visualisasi), yang penting untuk mendukung keterampilan
lainnya yang bersifat keterampilan lintas disiplin ilmu dan keterampilan yang
bersifat nonkognitif serta pengembangan nilai, norma dan etika (soft skill). Pada
tingkat SD/MI, kompetensi mata pelajaran matematika disajikan sebagai mata
pelajaran tersendiri, tetapi pembelajarannya dilakukan secara tematik terpadu
dengan mata pelajaran lain dengan mempertimbangkan konteksnya.
9
Mata pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib
yang harus diberikan kepada siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Matematika adalah produk dari pikiran manusia, utamanya berpusat pada ide-ide,
proses, dan pemberian alasan atau penjelasan. Matematika merupakan sebuah pola
pikir, sebuah jalan, metode pengaturan dari bukti-bukti logis (Yustinus, 2017:1).
Menurut Susilo dalam (Ibrahim, 2012:12), bahwa matematika dipandang dari
aspek metode, cara penalaran, bahasa, dan objek penyelidikannya memiliki
kekhasan, yang keseluruhannya itu merupakan bagian dari kebudayaan manusia
yang bersifat universal. Matematika juga merupakan sebuah bahasa, sebuah
struktur yang terorganisasi dari pengetahuan, ilmu tentang keteraturan suatu pola,
juga bisa disebut sebagai bentuk seni (Yustinus, 2017:2-3). Jadi matematika
merupakan ilmu deduktif mengenai pola keteraturan, berpikir logika dan
terorganisir sehingga terdapat hubungan antar konsep satu dengan lainnya.
Matematika sangat penting dan menjadi dasar dalam perkembangan teknologi
modern, peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir
manusia. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan
penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Matematika
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, daam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada
pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuaut generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3)
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh,
(4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelaskeadaan atau masalah, (5) Memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,
dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
10
pemecahan masalah (Yustinus, 2017:5-6). Jadi matematika membekali siswa
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Kompetensi ini diperlukan agar siswa dapat memiliki
kemampuan memperoleh informasi, mengelola, dan memanfaatkan informasi
untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan
kompetitif.
2.1.1.3 Ruang Lingkup Pendidikan Matematika
Ruang lingkup Matematika SD/MI mencakup:
1. Bilangan,
2. Geometri dan pengukuran,
3. Statistika.
Peta Materi pada Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah sebagai berikut ini.
Tabel 2.1
Ruang Lingkup Matematika
Ruang
Lingkup
Kelas
IV
Bilangan Pecahan senilai
Bentuk pecahan (biasa, campuran, decimal, persen)
Taksiran hasil pengoperasian dua bilangan pecahan
Faktor dan Kelipatan
Bilangan Prima
FPB dan KPK
Pembulatan hasil pengukuran ke satuan, pululuhan atau ke
ratusan terdekat
Geometri dan
Pengukuran
Segi banyak (beratutan dan tak beraturan)
Keliling dan luas daerah (persegi, persegipanjang,
segitiga)
Hubungan antar garis (sejajar, berpotongan, berhimpit)
Pengukuran sudut dengan busur derajat
Statistika Data dan pengukuran (diagram batang)
Sumber: Silabus Matematika SD versi 2016 hal 7
11
Menurut Permendikbud tahun 2016 No.24, Kompetensi Inti (KI) pada
kurikululum 2013 merupakan tingkatan kemampuan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat
kelas. Sedangkan Kompetensi Dasar (KD) adalah kemampuan dan materi
pembelajaran minimal yang harus dicapai peserta didik untuk suatu mata
pelajaran pada masing-masing satuan pendidikan yang mengacu pada kompetensi
inti. Kurikulum 2013 mencakup empat kompetensi yang harus dicapai oleh siswa,
yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4)
keterampilan. Rumusan Kompetensi Sikap Spiritual yaitu, “Menerima dan
menjalankan ajaran agama yang dianutnya”. Adapun rumusan Kompetensi Sikap
Sosial yaitu, “Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun,
peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru”.
Kedua kompetensi tersebut dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect
teaching), yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan
memperhatikan karakteristik mata pelajaran, serta kebutuhan dan kondisi peserta
didik.
KI pengetahuan dan KI keterampilan beserta dengan KD mata pelajaran
Matematika kelas 4 Sekolah Dasar Tahun Pelajaran 2017/2018 kurikulun 2013
disajikan secara rinci melalui tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.2
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas 4
KOMPETENSI INTI 3
(PENGETAHUAN)
KOMPETENSI INTI 4
(KETERAMPILAN)
3. Memahami pengetahuan faktual dan
konseptual dengan cara mengamati,
menanya dan mencoba berdasarkan
rasa ingin tentang dirinya, makhluk
ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan
benda-benda yang dijumpainya di
rumah, di sekolah dan tempat bermain.
4. Menyajikan pengetahuan faktual
dan anak sehat, dan dalam
tindakan yang mencerminkan
perilaku anak beriman dan
berakhlak mulia
12
KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR
3.2 Menjelaskan berbagai bentuk
pecahan (biasa, campuran,
desimal, dan persen) dan
hubungan di antaranya
4.2 Mengidentifikasi berbagai
bentuk pecahan (biasa,
campuran, desimal, dan persen)
dan hubungan di antaranya
3.3 Menjelaskan dan melakukan
penaksiran dari jumlah, selisih,
hasil kali, dan hasil bagi dua
bilangan cacah maupun pecahan
dan desimal
4.3 Menyelesaikan masalah
penaksiran dari jumlah, selisih,
hasil kali, dan hasil bagi dua
bilangan cacah maupun pecahan
dan desimal
Sumber: Permendikbud Tahun 2016 Nomor 024 Lampiran 14 halaman 7
2.1.2 Model Pembelajaran Think Pair Share
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Think Pair Share
Think Pair Share merupakan salah satu tipe model kooperatif yaitu dengan
berkelompok secara pasangan. Think Pair Share (TPS) atau Berpikir Berpasangan
Berbagi dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawannya dari Universitas
Maryland. TPS menurut Slavin dalam (Thobroni, 2015) adalah sebuah metode
yang sederhana, tetapi sangat berguna yang dikembangkan oleh Frank Lyman dari
Universitas Maryland. Ketika guru menerangkan pelajaran di depan kelas, siswa
duduk berpasangan dalam kelompoknya. Guru memberikan pertanyaan di kelas.
Lalu, siswa diperintahkan untuk memikirkan jawaban, kemudian siswa
berpasangan dengan masing-masing pasangannya untuk mencari kesepakatan
jawaban. Terakhir guru meminta siswa untuk membagi jawaban kepada seluruh
siswa di kelas. Sedangkan menurut Frank Lyman dalam (Tampubolon, 2014)
berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif TPS adalah pembelajaran
yang dilakukan dengan pertukaran pemikiran melalui pengalaman belajar peserta
didik. Selanjutnya Suprijono dalam (Thobroni, 2015) berpendapat bahwa TPS
memiliki makna: thinking, siswa diberi kesempatan untuk memikirkan ide-ide
mereka tentang pertanyaan atau wacana yang diberikan oleh guru; pairing, siswa
13
menentukan dengan siapa mereka akan berpasangan; sharing, ide-ide yang telah
ditemukan dibagikan kepada kelompok lain melalui kegiatan diskusi dan tanya
jawab.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
TPS adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk berfikir secara
individual yang dilanjutkan dengan bertukar pikiran secara berpasangan, dimana
hasil ide-ide atau pemecahan masalah dibagikan kepada kelompok lain melalui
diskusi.
2.1.2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Think Pair Share
Langkah-langkah penggunaan TPS menurut Lyman dan kawan-kawan dalam
(Thobroni, 2015) sebagai berikut:
1) Langkah 1: Berpikir (Thinking)
Langkah pertama, guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait
dengan pelajaran dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri
mengenai jawaban atau isu tersebut.
2) Langkah 2: Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya, pada langkah kedua, guru meminta kepada siswa untuk
berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan.
Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika
suatu pernyataan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu
isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya, guru mengizinkan tidak lebih
dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
3) Langkah 3: Bebagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi atau
bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah
mereka bicarakan. Pada langkah ini, akan menjadi efektif jika guru
berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain.
Kemudian menurut Miftahul Huda (2014), langkah-langkah model
pembelajaran TPS sebagai berikut:
14
1) Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri
dari empat anggota/siswa.
2) Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.
3) Masing-masing kelompok memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut
sendiri-sendiri terlebih dahulu.
4) Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan. Setiap
pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individu.
5) Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya masing-masing
untuk menshare hasil diskusinya.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Saur Tampubolon (2014) bahwa
langkah-langkah model TPS sebagai berikut:
1) Pengelompokkan peserta didik dengan jumlah anggota 5 orang.
2) Pendidik memberikan permasalahan yang dapat dijawab oleh peserta didik
dengan mempelajari buku ajar/handout.
3) Pertama peserta didik memikirkan sendiri jawaban permasalahan tersebut.
4) Selanjutnya, peserta didik berbagi pemikiran dalam kelompok.
5) Setelah pekerjaan kelompok tuntas, selanjutnya peserta didik berbagi
pemikiran antar kelompok.
6) Peserta didik bersama pendidik menyimpulkan jawaban atas masalah yang
diberikan.
7) Penilaian dilakukan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran.
Berdasarkan ketiga pendapat para ahli mengenai langkah-langkah model
pembelajaran TPS, maka dapat disimpulkan langkah model TPS sebagai berikut:
1) Guru memberikan permasalahan terkait dengan pelajaran.
2) Siswa berpikir secara individu mengenai jawaban permasalahan.
3) Masing-masing siswa mengemukakan hasil pemikirannya kepada
pasangannya.
4) Setiap pasangan menshare hasil diskusi pasangan ke kelompok.
5) Masing-masing kelompok menshare hasilnya ke dalam diskusi kelas.
6) Simpulan.
15
2.1.2.3 Kelebihan Model Pembelajaran Think Pair Share
Menurut Hartina (dalam Rosita, Leonad, 2013: 7-8), model pembelajaran
Think Pair Share memiliki kelebihan, antara lain: 1) memungkinkan siswa untuk
merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang
diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang
diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang
diajarkan, 2) siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan
pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan
masalah, 3) siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya
dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang, 4) siswa
memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dengan
seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar, 5) memungkinkan guru untuk
lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran.
2.1.2.4 Kelemahan Model Pembelajaran Think Pair Share
Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya
rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk
banyak (Hartina, dalam Rosita, Leonard, 2013:8). Dalam hal ini dapat dijabarkan
antara lain: 1) untuk siswa yang memiki kemampuan akademik yang tinggi,
mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki
kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat menggangu iklim kerja sama
dalam kelompok. 2) Ciri utama pembelajaran kooperatif adalah siswa saling
membelajarkan. Oleh karena itu jika tanpa pertemuan yang efektif, dibandingkan
dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian,
apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa. 3)
Penilaian yang diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok, namun guru
perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah
prestasi setiap individu siswa. 4) Upaya mengembangkan kesadaran berkelompok
memerlukan periode waktu yang cukup panjang sehingga hal ini tidak dapat
tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini. 5)
Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting
16
untuk siswa akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan
kepada kemampuan secara individu.
2.1.3 Motivasi
2.1.3.1 Pengertian
Motivasi sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Motivasi belajar
yang tinggi akan menghasilkan proses pembelajaran yang baik. Hal ini dapat
dilihat dari hasil belajar siswa yang tinggi. Motivasi belajar adalah dorongan
internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan
perubahan perilaku (Suprijono, 2011). Dorongan intrinsik merupakan dorongan
dari dalam diri seseorang yang akan berusaha karena merasa senang melakukan
pembelajaran yang baik serta mengalami kepuasan atas hasil belajarnya.
Sedangkan dorongan ekstrinsik merupakan dorongan yang timbul oleh
rangsangan yang berasal dari luar diri seseorang. Crawford dalam (Tampubolon,
2013) berpendapat bahwa motivasi adalah dorongan yang menimbulkan kemauan
pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Kemudian Sardiman berpendapat
bahwa motivasi adalah suatu daya penggerak seseorang untuk melakukan
kegiatan dalam mencapai tujuan tertentu. Dari pengertian beberapa ahli diatas,
dapat disimpulkan pengertian dari motivasi yaitu dorongan yang timbul baik
secara internal maupun eksternal sebagai daya penggerak seseorang untuk
melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan tertentu.
Motivasi belajar dapat dilihat dari indikator-indikator seperti keantusiasan
dalam belajar, minat atau perhatian pada pembelajaran, keterlibatan dalam
kegiatan belajar, rasa ingin tahu pada isi pembelajaran, ketekunan dalam belajar,
selalu berusaha mencoba, dan aktif mengatasi tantangan yang ada dalam
pembelajaran (Wena, 2013).
Indikator motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno dalam (Suprijono, 2011)
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil.
2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.
3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan.
4) Adanya penghargaan dalam belajar.
17
5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.
6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan
peserta didik dapat belajar dengan baik.
Pengukuran motivasi diperlukan untuk mengetahui indikator-indikator
motivasi telah tercapai. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengukur motivasi, yaitu observasi langsung, penilaian skala oleh individu lain,
dan pelaporan diri. Observasi, menurut Sutrisno Hadi dalam (Sugiyono, 2013)
mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks,
tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua diantara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Observasi langsung
mengacu pada contoh-contoh perilaku dari pilihan tugas, usaha yang dikeluarkan,
dan kegigihan. Penilaian skala oleh Individu lain merupakan penilaian yang
dilakukan oleh pengamat terhadap murid pada berbagai karakteristik yang
mengindikasikan motivasi. Sedangkan metode pelapor diri merupakan penilaian
individu mengenai dirinya sendiri.
Langkah penilaian:
a. Penilaian pelaksanaan proses pembelajaran di kelas. Tim kolaborator yang
terdiri dari 2 orang (guru dan mahasiswa) melakukan penilaian
berdasarkan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan
oleh peneliti. Penilaian pelaksanaan pembelajaran diberikan dalam bentuk
centang atau ceklist pada instrumen yang sama.
b. Melakukan pengisian angket tentang motivasi belajar oleh siswa setelah
pembelajaran selesai. (Tampubolon, 2014)
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sigit Rizkiawan (2013)
terkait penggunaan model pembelajaran Think Pair Share untuk meningkatkan
motivasi belajar dan hasil belajar Matematika pada siswa kelas IV SD Negeri 01
Ampel Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, menunjukkan bahwa pada kondisi
awal, dari total keseluruhan siswa sebanyak 46 siswa, ditemukan yaitu 24 siswa
18
yang lulus KKM atau 52,17% kemudian setelah diberikan tindakan perbaikan
pada siklus I siswa yang lulus KKM menjadi 36 siswa atau meningkat menjadi
78,26%, pada siklus II 43 siswa lulus KKM dengan prosentase 93,48%. Motivasi
belajar siswa juga meningkat dari siklus I ke siklus II, yaitu pada siklus I motivasi
belajar Matematika dengan penerapan model kooperatif tipe Think Pair Share
sebesar 72,80% menjadi 87,66% pada siklus II.
Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Normalasarie, Muhammad Rizki
Zukkarnain (2017) dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS) menggunakan alat peraga untuk meningkatkan motivasi dan hasil
belajar Matematika pada siswa kelas V SDN Pakauman 1 Banjarmasin
menunjukkan telah berhasil meningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa. Pada
kondisi awal hasil belajar dan motivasi siswa berada di 50% masih di bawah
ketuntasan minimal. Pada siklus pertama diperoleh data dengan kriteria baik,
namun ada beberapa siswa yang masih belum memahami konsep. Hasil belajar
siswa secara klasikal tuntas sebanyak 60% sehingga tindakan ini belum mencapai
keberhasilan. Setelah perbaikan pembelajaran dilakukan siklus kedua mencapai
80% dengan rata-rata nilai keseluruhan sebesar 86,31%.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Dian Febriani (2016) terkait
penggunaan model pembelajaran Think Pair Share untuk meningkatkan hasil
belajar Matematika pada siswa kelas IV SDN Kutowinangun 01 Kota Salatiga,
hasilnya menunjukkan peningkatan dari kondisi awal 63,84% meningkat pada
siklus I menjadi 68,71% dan telah meningkat lagi mencapai 88,43% pada siklus
II. Penelitian seupa juga dilakukan oleh Supardi (2013) dalam meningkatkan hasil
belajar matematika melalui pembelajaran Kooperatif Think Pair Share pada siswa
kelas IV semester 1 SD Negeri 3 Tambakrejo tahun Pelajaran 2012/2013 telah
berhasil. Diketahui hasil penelitian yang dilakukan melalui dua siklus
menunjukkan adanya peningkatan pada siklus ke II. Dari hasil analisis didapatkan
bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II
yaitu, siklus I (60,25%), siklus II (89,00%).
19
Penelitian juga telah dilakukan oleh Sri Novianti (2013) yaitu peningkatan
hasil belajar Matematika melalui model pembelajaran Think Pair Share pada kelas
V SDN Karangwage 02 Trangkil Pati Semester 1 tahun pelajaran 2013/2014
berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. pada kondisi awal hanya 35% dari 20
siswa yang memenuhi hasil belajar sesuai KKM 75. Setelah dilakukan tindakan
penelitian yang berlangsung dalam dua siklus diketahui hasil penelitian siklus I
siswa memperoleh nilai >75 mencapai 45%. Pada siklus II telah mengalami
peningkatan yaitu siswayang memperoleh nilai >75 mencapai 90%. Sehingga
penelitian yang dilakukan telah berhasil.
Maka, dari beberapa hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran TPS dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IV SD pada
mata pelajaran Matematika.
20
2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran yang kurang menarik dapat mengakibatkan rendahnya motivasi
belajar Matematika, sehingga diperlukan adanya model pembelajaran yang dapat
membangkitkan motivasi belajar Matematika pada siswa. Model pembelajaran
TPS merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi belajar
Matematika pada siswa. Model pembelajaran TPS adalah kegiatan pembelajaran
Matematika SD yang melibatkan secara maksimal kemampuan siswa pada proses
berfikir secara kritis dan analisis untuk merumuskan sendiri penemuannya yang
dilanjutkan dengan bertukar pikiran secara berpasangan, dimana hasil ide-ide atau
pemecahan masalah dibagikan kepada kelompok lain melalui diskusi. Adapun
langkah-langkah model pembelajaran TPS yaitu: (1) Guru memberikan
permasalahan terkait dengan pelajaran, (2) Siswa berpikir secara individu
mengenai jawaban permasalahan, (3) Masing-masing siswa mengemukakan hasil
pemikirannya kepada pasangannya, (4) Setiap pasangan menshare hasil diskusi
pasangan ke kelompok, (5) Masing-masing kelompok menshare hasilnya ke
dalam diskusi kelas, (6) Simpulan.
Model pembelajaran TPS merupakan salah satu pemecahan masalah yang
digunakan untuk mengatasi rendahnya motivasi belajar Matematika. Motivasi
belajar adalah dorongan yang timbul baik secara internal maupun eksternal
sebagai daya penggerak seseorang untuk melakukan kegiatan dalam mencapai
tujuan pembelajaran Matematika SD. Adapun indikator dari motivasi belajar
siswa: 1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil, 2) Adanya dorongan dan
kebutuhan dalam belajar, 3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan, 4) Adanya
penghargaan dalam belajar, 5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, 6)
Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik
dapat belajar dengan baik. Melaui model pembelajaran TPS ini, diharapkan siswa
lebih aktif dalam pembelajaran sehingga motivasi belajar siswa meningkat.
Penjelasan lebih rinci disajikan dalam gambar berikut ini.
21
Kompetensi Dasar 3.8 Menganalisis sifat-sifat segi
banyak beraturan dan segi
banyak tidak beraturan
4.8 Mengidentifikasi segi banyak
beraturan dan segi banyak tidak
beraturan.
3.9 Menjelaskan dan menentukan
keliling dan luas persegi,
persegi panjang, dan segitiga
serta hubungan pangkat dua
dengan akar pangkat dua.
4.9 Menyelesaikan masalah
berkaitan dengan keliling dan
luas persegi, persegi panjang,
dan segitiga termasuk
melibatkan pangkat dua dengan
akar pangkat dua.
Masalah Pembelajaran + Motivasi
Belajar Siswa
Pembelajaran Inovatif
Model Pembelajaran TPS
Lembar
Observasi dan
Angket
Motivasi, tes
Jumlah skor
penilaian motivasi
belajar Matematika
2. Siswa berpikir secara individu mengenai
jawaban permasalahan.
3. Masing-masing siswa mengemukakan hasil pemikirannya kepada pasangannya.
4. Setiap pasangan menshare hasil diskusi
pasangan ke kelompok.
Pengukuran
Motivasi
Gambar peningkatan motivasi belajar Matematika melalui model TPS
5. Masing-masing kelompok menshare
hasilnya ke dalam diskusi kelas.
6. Simpulan.
Indikator Motivasi Belajar Matematika
1. Guru memberikan permasalahan terkait
dengan pelajaran.
4) Adanya lingkungan belajar yang
kondusif sehingga memungkinkan
peserta didik dapat belajar dengan baik.
1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil.
2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam
belajar.
3) Adanya harapan dan cita-cita masa
depan.
5) Adanya penghargaan dalam belajar.
6) Adanya kegiatan yang menarik dalam
belajar.
22
Bagan Siklus Pembelajaran
Tindakan
Model Pembelajaran
Think Pair Share Kondisi Akhir
Upaya Peningkatan Motivasi Belajar Matematika Melalui Model
Pembelajaran Think Pair Share Siswa Kelas 4 SDN Sidorejo Lor
01 Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2017/2018
Siklus 1 guru sudh
menggunakan
model
pembelajaran Think
Pair Share (TPS)
Siklus 2 memperbaiki
siklus 1 dengan
menggunakan model
pembelajaran Think Pair
Share (TPS)
Kondisi Awal Guru sudah
menggunakan model
pembelajaran inovatif
namun belum optimal.
Motivasi belajar
siswa rendah
23
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian pada kajian pustaka dan kerangka pemikiran di atas
maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas peningkatan motivasi
belajar Matematika diduga dapat diupayakan melalui model pembelajaran Think
Pair Share siswa kelas 4 SD Negeri Sidorejo Lor 01 Kota Salatiga tahun pelajaran
2017/2018.