bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1 pembelajaran matematika di...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Matematika di SD
Suherman (2001) menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan
yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain
diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan
aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan
hasil observasi atau eksperiment disamping penalaran. Menurut Mulyono (2010:
252), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedang fungsi
teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Lebih lanjut Mulyono menyebutkan
bahwa ciri utama matematika adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga
tidak melupakan cara bernalar induktif.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian
matematika adalah suatu pembelajaran yang tidak hanya suatu simbol, namun di
setiap simbol terdapat sebuah arti, yang digunakan untuk berfikir.
2.1.1.1 Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di SD
Berdasarkan Standar Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI yang tercantum
dalam peraturan menteri pendidikan nasional No. 22 Tahun 2006 disebutkan bahwa
matematika merupakan suatu mata pelajaran yang mempunyai ruang lingkup
meliputi operasi bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data. Adapun
tujuan pembelajaran matematika yaitu: (1) memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, dan (2) memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,
dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap uletdan percaya diri dalam
pemecahan masalah. Berdasarkan ruang lingkup dan tujuan pembelajaran
8
matematika tersebut, maka untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika,
menyelesaikan masalahdan menafsirkan solusinya. (BSNP, Standar Isi 2006: 147-
148).
2.1.1.2 Manfaat dan Tujuan Pengajaran Matematika di SD
Tujuan mata pelajaran matematika menurut Permendiknas nomor 22 tahun
2006 adalah sebagai berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.1.1.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar Matematika yang hendak dicapai dalam proses
pembelajaran telah tercantum dalam kurikulum yang sekarang digunakan yaitu
kurikulum SD 2006, meskipun demikian guru harus menjabarkan lebih dahulu
menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus yang disebut indikator.
Adapun kompetensi dasar Matematika yang digunakan dalam penelitian ini
sesuai dalam buku kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI sebagai berikut:
9
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika
Kelas 5 SD Semester I
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Melakukan operasi hitung bilangan
bulat dalam pemecahan masalah
1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan
sifat-sifatnya, pembulatan, dan penaksiran.
1.2 Menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB
1.3 Melakukan operasi hitung campuran bilangan bulat
1.4 Menghitung perpangkatan dan akar sederhana
1.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung,
KPK dan FPB
2. Menggunakan pengukuran waktu,
sudut, jarak, dan kecepatan dalam
pemecahan masalah
2.1 Menuliskan tanda waktu dengan menggunakan notasi 24 jam
2.2 Melakukan operasi hitung satuan waktu
2.3 Melakukan pengukuran sudut
2.4 Mengenal satuan jarak dan kecepatan
2.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, dan
kecepatan
3. Menghitung luas bangun datar
sederhana dan menggunakannya
dalam pemecahan masalah
3.1 Menghitung luas trapesium dan layanglayang
3.2 Menyelesaik-an masalah yang berkaitan dengan luas bangun
datar
4. Menghitung Volume Kubus Dan
Balok Dan Menggunakannya Dalam
Pemecahan Masalah
4.1 Menghitung volume kubus dan balok
4.2 Menyelesaik-an masalah yang berkaitan dengan volume kubus
dan balok
Sumber : Permendiknas Tahun 2006. No 22 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar kompetensi adalah tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi yang
bersifat umum sedangkan kompetensi dasar adalah pernyataan tujuan pembelajaran
yang berupa kompetensi yang sifatnya lebih khusus. Standar kompetensi dan
kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam
merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses
dan Standar Penilaian.
10
2.1.2 Model pembelajaran TGT
Aktivitas belajar adalah kegiatan yang melibatkan siswa dalam bentuk sikap,
pikiran, perhatian dalam suatu kegiatan belajar guna menunjang keberhasilan proses
belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Belajar dengan
permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa
dapat belajar lebih santai di samping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Usaha ini salah satunya ditunjang dengan
metode sebagai salah unsur yang menunjang keberhasilan kegiatan belajar mengajar
karena fungsinya sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan
sebagai alat untuk mencapai tujuan (Djamarah & Zain, 2010: 72) guna mewujudkan
hal tersebut dibutuhkan strategi dan metode dalam belajar untuk menciptakan
perubahan dan mencapai tujuan dari belajar itu sendiri. Salah satu model yang
digunakan adalah Teams Games Tournament (TGT).
Model TGT cocok digunakan dalam pembelajaran matematika karena
memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dalam proses pembelajaran dengan
saling berdiskusi menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan dalam kelompok masing-
masing. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran matematika bahwa seiring
perkembangan matematika yang begitu pesat serta diperlukannya matematika dan
pola pikirnya dalam berbagai bidang, maka guru perlu secara sengaja merancang
pembelajaran yang memungkinkan untuk membelajarkan nilai-nilai edukatif dalam
matematika secara aktif kepada siswa. Perencanaan pembelajaran yang demikian
menurut Soedjadi (1999: 66) disebut perencanaan pembelajaran by-design. Guru
secara sengaja mendesain pembelajaran matematika yang memungkinkan di
dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas yang dapat mendukung tumbuh kembangnya
kepribadian siswa.
Steve Parson (Slavin, 2010: 167) menyatakan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe TGT yang mempunyai ciri khas games dan tournament ini
menciptakan warna yang positif di dalam kelas karena kesenangan para siswa
11
terhadap permainan tersebut. Model ini dapat membuat peserta didik tidak merasa
bosan sehingga dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari hasil belajarnya.
Dian Rizki dan Rachman, A (2013:2), menyatakan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe TGT adalah model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa
sebagai tutor sebaya, mengandung unsur permainan yang bisa menggairahkan
semangat belajar dan mengandung reinforcement. Selanjutnya dipaparkan Slavin,
Robert E (2005:163), menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT
menggunakan permainan akademik. Para ahli Frank Lyman dan Spencer Kagan
(Anita Lie, 2002:56), menyatakan bahwa Model TGT (Teams Games Tournament)
mengandung kegiatan-kegiatan bersifat permainan.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas mengenai pengertian TGT, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran TGT merupakan model pembelajaran
kooperatif yang mengandung unsur permainan akademik yang mengandung
reinforcement dan melibatkan siswa sebagai turor sebaya.
2.1.2.1 Tahap-tahap Pembelajaran
Menurut Slavin (2010: 166) model pembelajaran kooperatif tipe Teams
games tournament (TGT) memiliki langkah-langkah (sintaks) sebagai berikut.
1. Presentasi kelas (class precentation).
Dalam presentasi kelas guru memperkenalkan materi pembelajaran yang
diberikan secara langsung atau mendiskusikan dalam kelas. Guru dalam hal ini
berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran mengacu pada apa yang disampaikan
oleh guru agar nantinya dapat membantu siswa dalam mengikuti game dan
turnamen.
2. Kelompok (teams).
Kelompok terdiri dari empat sampai lima orang yang heterogen misalnya
berdasar kemampuan akademik dan jenis kelamin, jika memungkinkan suku, ras,
atau kelas sosial. Tujuan utama pembentukan kelompok adalah untuk
meyakinkan siswa bahwa semua anggota kelompok belajar dan semua anggota
mempersiapkan diri untuk mengikuti game dan turnamen dengan sebaik-baiknya.
12
Diharapkan tiap anggota kelompok melakukan hal yang terbaik bagi
kelompoknya dan adanya usaha kelompok melakukan untuk membantu anggota
kelompoknya sehingga dapat meningkatkan kemampuan akademik dan
menumbuhkan pentingnya kerjasama diantara siswa dan meningkatkan percaya
diri.
3. Permainan (game).
Permainan (game) dibuat dengan isi pertanyaan-pertanyaan untuk mengetes
siswa yang didapat dari presentasi kelas dan latihan kelompok. Game dimainkan
dengan meja yang berisi tiga siswa yang mewakili tiga kelompok yang berbeda.
Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha untuk menjawab pertanyaan
sesuai dengan nomor. Aturannya membolehkan pemain untuk menantang
jawaban yang lain.
4. Pertandingan (tournament).
Biasanya turnamen diselenggarakan akhir minggu, setelah guru membuat
presentasi kelas dan kelompok-kelompok mempraktikkan tugas-tugasnya. Untuk
turnamen pertama guru mengelompokkan siswa dengan kemampuan serupa yang
mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan sistem penilaian kemampuan
yang mewakili tiap timnya. Kompetisi ini merupakan penilaian sistem penilaian
kemampuan perorangan dalam STAD. Kompetisi ini juga memungkinkan bagi
siswa dari semua level di penampilan sebelumnya untuk memaksimalkan nilai
kelompok mereka menjadi terbaik.
Menurut Johnson & Johnson (2001), model TGT ini meliputi tiga tahap, yaitu:
1) Tahap mengajar (teaching)
Dalam tahap ini, guru mengajarkan materi pelajaran yang akan digunakan dalam
kompetisi. Materi pelajaran yang diajarkan hanya secara garis besarnya saja dari
suatu materi. Tahap ini meliputi pembukaan yang dapat memotivasi siswa dalam
belajar, membangun suatu pengetahuan awal mengenai materi tersebut, dan
memberikan petunjuk pelaksanaan model pembelajaran TGT termasuk
13
pembentukan kelompok. Tahap ini dapat dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan.
2) Tahap belajar dalam kelompok (team study)
Dalam tahap ini anggota kelompok mempunyai tugas untuk mempelajari materi
pelajaran secara tuntas dan saling membantu dalam mempelajari materi
tersebut.Jika ada kesulitan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum bertanya
pada guru. Setiap anggota kelompok dalam berdiskusi hendaknya dengan suara
perlahan, sehingga kelompok yang lain tidak terganggu.
3) Tahap Kompetisi (tournament)
Dalam tahap ini setiap kelompok mewakilkan anggotanya untuk maju ke meja
kompetisi, di atas meja tersebut telah tersedia kartu.Kemudian siswa mengambil
sebuah kartu dan membacanya keras-keras. Kelompok yang mengambil
pertanyaan tersebut harus menjawab, jika jawaban salah maka kelompok lawan
dapat mengajukan jawabannya.Setiap jawaban kelompok yang benar diberikan
poin atau skor, dan skor-skor tersebut dijumlah sebagai skor kelompok.
Selanjutnya menurut Slavin (2010:170) model pembelajaran TGT terdiri dari siklus
regular dari aktifitas pengajaran yaitu:
a) Pengajaran. menyampaikan materi.
b) Belajar tim. Para siswa mengerjakan lembar-kegiatan dalam tim mereka untuk
menguasai materi.
c) Turnamen. Para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang
homogen, dengan meja turnamen 3-5 peserta.
14
Adapun alur penempatan peserta turnamen menurut Slavin (2010: 168) dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Alur Penempatan Peserta Turnamen
Slavin (2010) menyatakan bahwa dalam pengimplementasian model
pembelajaran TGT, yang harus diperhatikan yaitu:
1. Pembelajaran terpusat pada siswa
2. Proses pembelajaran dengan suasana berkompetisi
3. Pembelajaran bersifat aktif (siswa berlomba untuk dapat menyelesaikan
persoalan)
4. Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi tim-tim
5. Dalam kompetisi diterapkan sistem point
6. Dalam kompetisi disesuaikan dengan kemampuan siswa atau dikenal kesetaraan
dalam kinerja akademik
7. Kemajuan kelompok dapak diikuti oleh seluruh kelas melalui jurnal kelas yang
diterbitkan secara mingguan
8. Dalam pemberian bimbingan guru mengacu pada jurnal
Tournamen 2 Tournamen 1 Tournamen 4 Tournamen 3
15
9. Adanya sistem penghargaan bagi siswa yang memperoleh point banyak.
Memperhatikan langkah-langkah di atas diharapkan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) dapat menjadi salah satu model
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang
diharapkan. Sehingga hasil belajar peserta didik dapat meningkat. Adapun langkah-
langkah TGT yang diterapkan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1) Guru melakukan presentasi kelas untuk menerangkan materi yang diajarkan
2) Guru membagi siswa dalam kelompok secara heterogen untuk kegiatan tim
3) Pembelajaran diterapkan dengan mengelompokkan siswa menjadi tim-tim
4) Guru mengkondisikan kelas untuk kegiatan game dan tournament. Pada kegiatan
tournament siswa dibagi ke dalam meja tournament berdasarkan kemampuan
akademik.
5) Guru memberikan penilaian
6) Guru memberi penghargaan bagi siswa yang memperoleh point banyak.
2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatife Model TGT
Seperti halnya metode pembelajaran yang lain TGT juga mempunyai kelebihan
dan kekurangan.
1) Kelebihan TGT
Keunggulan implementasi model TGT dapat dicapai apabila kondisi
pembelajaran dapat diciptakan secara efektif, di antaranya adalah :
a) Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan adanya kegiatan kelompok
b) Menumbuhkan sikap sosial siswa
c) Mendukung proses pembelajaran yang menyenangkan dengan adanya kegiatan
games.
d) Kegiatan tournament membuat siswa belajar berkompetisi secara adil dan jujur.
16
2) Kekurangan TGT.
Beberapa kekurangan TGT yang kemungkinan perlu diantisipasi oleh guru
diantaranya adalah:
a) Bagi para pengajar pemula, model ini menumbuhkan waktu yang banyak
b) Membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai seperti persiapan soal
turnamen.
c) Siswa terbiasa belajar dengan adanya hadiah.
2.1.3 Pengertian belajar dan pembelajaran
2.1.3.1 Pengertian Belajar
Slameto (2003:13) menyatakan belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru,
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Untuk mendapatkan sesuatu seseorang harus melakukan usaha agar
apa yang di inginkan dapat tercapai. Usaha tersebut dapat berupa kerja mandiri
maupun kelompok dalam suatu interaksi. Adapun Syah (2006: 109) mendefinisikan
belajar sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif. Dari berbagai pengertian belajar tadi dapat ditarik pengertian bahwa belajar
merupakan suatu usaha yang menyebabkan perubahan mental secara keseluruhan
yang bersifaf positif dan menetap.
Dewasa ini belajar sering diasosiasikan dengan kegiatan pendidikan di sekolah,
yaitu dalam proses belajar mengajar/pembelajaran di kelas. Menurut Usman (2008:
12) pembelajaran adalah inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru
sebagai pemegang peranan utama. Pembelajaran merupakan suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik
yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut
Mulyana (2008:17), pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang
sistematis dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan
belajar membelajarkan. Teori Vygotsky, yang dikutip oleh Daniel Muijs dan David
17
Reynolds percaya bahwa interaksi anak dengan orang lain melalui bahasalah yang
paling kuat mempengaruhi tingkat pemahaman konseptual yang dapat dicapai anak.
Jadi bagi Vygotsky, cooperation (kerja sama)lah yang menjadi dasar belajar.
Vygotsky sangat percaya bahwa kita dapat belajar dari orang lain baik yang seumur
maupun yang lebih tua dan memiliki tingkat perkembangan yang lebih tinggi.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah inti dari
sebuah pendidikan sebagai upaya yang sistematis yang mengandung interaksi dengan
orang lain untuk mencapai tujuan pembelajaran dan merubah tingkah laku akibat dari
kegiatan belajar yang telah dilakukan secara berkelompok. Perubahan itu hasil yang
telah dicapai dari proses belajar.
2.1.3.2 Hasil belajar
Menurut Widiyoko, Eko Putro (2009:1), mengemukakan bahwa hasil belajar
terkait dengan pengukuran, kemudian akan terjadi suatu penilaian dan menuju
evaluasi baik menggunakan tes maupun non-tes. Hasil belajar merupakan segala
upaya yang menyangkut aktivitas otak (proses berpikir) terutama dalam ranah
kognitif, afektif,dan psikomotor. (Arikunto,2003:114-115). Bloom (Suprijono,
2012:6), mengatakan bahwa: hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Domain kognitif meliputi: knowledge (pengetahuan, ingatan),
comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application
(menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk, bangunan baru), dan evaluation
(menilai). Domain afektif meliputi: receiving (sikap menerima), responding
(memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization
(karakterisasi). Sedangkan domain psikomotor meliputi keterampilan produktif,
teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai definisi hasil belajar di atas,
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah angka yang diperoleh untuk mengukur
18
kemampuan yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diukur
dengan teknik tes dan non-tes.
Evaluasi pembelajaran berfungsi untuk memberikan masukan atau informasi
secara komprehensif tentang hasil belajar siswa mulai dari proses pembelajaran
hingga hasil akhir pembelajaran. Evaluasi proses belajar adalah evaluasi atau
penilaian yang dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung (Wardani,
Naniek Sulistya dkk, 2010). Sedangkan evaluasi hasil belajar adalah evaluasi yang
dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar
peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan
secara berkesinambungan. (Wardani, Naniek Sulistya dan Slameto, 2012:51).
Berikut dibawah ini dijelaskan mengenai jenis-jenis evaluasi pembelajaran
menurut Wardani, Naniek Sulistya dan Slameto (2012:6):
Jenis-jenis Evaluasi Pembelajaran
Jenis-jenis evaluasi pembelajaran dibedakan menjadi 5 dan diuraikan sebagai
berikut:
1. Evaluasi Formatif Yakni penilaian yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan,
tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi yang telah
dicapai peserta didik.
2. Evaluasi Sumatif Yaitu penilaian yang dilakukan pada akhir satuan program tertentu (catur
wulan, semester atau tahun ajaran) seperti ujian umum.
3. Evaluasi Diagnostik Yaitu penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemahan peserta didik dan
faktor-faktor yang diduga menjadi penyebabnya.
4. Evaluasi Penempatan Yaitu penilaian yang ditujukan untuk menempatkan peserta didik sesuai
dengan bakat, minat,dan kemampuannya, misalnya pemilihan jurusan.
5. Evaluasi Seleksi Yakni penilaian yang ditujukan untuk memillih orang yang paling tepat
pada kedudukan atau posisi tertentu.
19
Prinsip Evaluasi Pembelajaran
Permendikbud No. 23 tahun 2016 menyebutkan bahwa ada beberapa prinsip
penilaian hasil belajar
a) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
b) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
c) adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
d) Terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
e) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
f) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang
sesuai, untuk memantau dan menilai perkembangan kemampuan peserta
didik.
g) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
h) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
i) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggung jawabkan, baik dari segimekanisme, prosedur, teknik, maupun hasilnya
Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik tentulah merupakan hasil dari
pengamatan dan pengukuran guru terhadap apapun yang dilakukan peserta didiknya
sehari-hari. Menurut Allen dan Yen (1979) dalam Wardani, Naniek Sulistya dan
Slameto (2012:2), pengukuran yang dilakukan dimaksudkan sebagai penetapan angka
dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu.
Dalam kegiatan pengukuran, diperlukannya instrumen atau alat-alat yang
membantu dalam proses pengukuran. Adapun instrumen atau alat-alat yang
digunakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik seperti tes, lembar observasi,
panduan wawancara, sikap skala dan angket. Dalam perencanaan menyusun
instrumen evaluasi hasil belajar, yang perlu dilakukan adalah menyusun kisi-kisi/blue
print dan menentukan KKM/Kriteria Ketuntasan Minimal. Kisi-kisi (testblue print
20
atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan butir-butir
pernyataan/pertanyaan yang menggambarkan distribusi butir untuk berbagai tujuan
belajar berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan sikap atau
psikomotor tertentu. Penyusunan kisi-kisi digunakan untuk pedoman menyusun atau
menulis soal menjadi perangkat tes. Demikian, dari tes tersebut akan diperoleh skor
pengukuran yang digunakan sebagai dasar evaluasi, selanjutnya skor yang diperoleh
dari tes tersebut diupayakan dapat mencapai hasil minimal sesuai dengan KKM.
KKM merupakan kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik
mencapai ketuntasan dan harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai.
Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga
dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus).Angka maksimal 100 merupakan
kriteria ketuntasan ideal. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) adalah Kriteria Ketuntasan Belajar (KKB) yang
ditentukan oleh satuan pendidikan.
Teknik yang digunakan dalam penilaian pembelajaran untuk mengukur hasil
belajar peserta didik, yaitu dengan menggunakan teknik tes dan teknik nontes.
Teknik Tes
Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang trait atu sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir
pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
(Suryanto Adi, dkk., 2009). Sama halnya dengan pendapat Poerwanti, Endang
(2008:1-5) mengatakan bahwa tes merupakan seperangkat tugas yang harus
dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk
mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan materi yang
dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Adapun menurut
Arikunto dan Jabar (2004) mengemukakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur
yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan menggunakan cara
atau aturan yang telah ditentukan.
21
Mendasarkan pada beberapa pendapat ahli mengenai pengertian tes di atas,
dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat berisi pertanyaan yang direncanakan
untuk mengukur pemahaman siswa dengan menggunakan cara dan aturan tertentu.
Berikut ini adalah teknik tes yang dikemukan oleh Poerwanti, Endang
(2008:4-9) sebagai berikut:
Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
1. Tes tertulis Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun
jawabannya.
2. Tes lisan Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam
bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu
penyelenggaraan tes yang baku, karena itu hasil dari tes lisan biasanya tidak
memiliki informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain.
3. Tes unjuk kerja Pada tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian
kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
1. Tes Esai (Essay-type Test) Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntuk siswa mengorganisasikan gagasan-
gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya
dalam bentuk tulisan.
2. Tes Jawaban Pendek Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta
menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esai, tetapi memberikan jawaban-
jawaban pendek dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas
maupun angka-angka.
3. Tes objektif Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk
menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes
pilihan jawaban (selected response tes).
Teknik Nontes
Wardani, Naniek S. dan Slameto (2012:7-11), mengatakan bahwa: teknik
nontes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau
salah. Instrumen nontes dapat berbentuk kuesioner atau inventori.Kuesioner berisi
sejumlah pertanyaan atau pernyataan.Sedangkan inventori merupakan instrumen
22
yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta
didik.
Teknik tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan
psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada
beberapa macam teknik nontes menurut Poerwanti, Endang (2008:3-19 3-31) yaitu:
1. Observasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan
secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang
untuk mengamati unjuk kerja dan kemampuan belajar siswa, maupun observasi informal
yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.
2. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara
lisan dan spontan, tentang kawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik.
3. Angket
Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data
deskriptif.Teknik ini biasanya berupa angket sikap (attitude questionnaires).
4. Work sample analysis (analisa sampel kerja)
Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam
pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengena kesalahan atau jawaban benar yang
sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola dan lain sebagainya.
5. Task analysis (analisis tugas)
Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan menyusun skills
dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skills
yang diperlukan.
6. Checklists dan rating scales
Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur,yang sulit
dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif,
tergantung format yang dipergunakan.
7. Portofolio
Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu
yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa.
23
8. Komposisi dan presentasi
Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya.
9. Proyek individu dan Kelompok
Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk
individu maupun kelompok.
2.1.4 Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
2.1.4.1 Pengertian PTK
Arikunto (2006) menyatakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
merupakan suatu pencermataan dari kegiatan pembelajaran yang berupa sebuah
tindakan dan sengaja dilakukan di dalam kelas. Lebih lanjut Arikunto menjelaskan
bahwa PTK merupakan kegiatan ilmiah yang terdiri dari Penelitian-Tindakan-Kelas,
dengan definisi Penelitian menurut Arikunto adalah kegiatan pengamatan suatu obyek
yang sesuai aturan metodologi untuk memperoleh data atau informasi dalam rangka
peninkatan mutu suatu hal yang dirasa penting oleh peneliti. Selanjutnya pengertian
Tindakan menurut Arikunto adalah suatu kegiatan yang sengaja dilakukan dengan
tujuan tertentu, kegiatan tersebut berbentuk rangkaian siklus. Arikunto juga
menjelaskan pengertian Kelas sebagai kelompok peserta didik yang sama dan
menerima pelajaran yang sama dari seorang pendidik.
Suhardjono (2007) memaparkan bahwa PTK merupakan penelitian tindakan
yang dilakukan di ruang kelas dan bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan
mutu dari proses maupun praktik pembelajaran. Sejalan dengan pengertian tersebut
Kunandar (2008) menjelaskan PTK sebagai kegiatan yang dilakuakn pendidik atau
bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) yang bertujuan untuk meningkatkan
atau memperbaiki mutu dari proses pembelajaran yang berlangsung di kelas.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan
penelitian yang sengaja dirancang untuk dapat memperbaiki atau mengatasi
permasalahan yang terjadi di kelas. PTK dalam penelitian ini merupakan jenis PTK
kolaborasi, adapun kolaborasi yang dilakukan adalah kolaborasi dengan guru kelas V
24
di SDN Sidorejo Kidul 03. Kolaborasi yang dilakukan antara lain, peneliti merancang
dan menyiapkan segala instrumen yang akan digunakan dalam PTK. Selanjutnya
guru memberikan masukan sehingga instrumen yang dirancang sesuai dengan kondisi
kelas dan dapat digunakan. Pada penelitian ini peneliti akan mengajar dan guru kelas
V akan memberikan penilaian pada lembar observasi guru dan siswa. Lembar
observasi diisi oleh guru dengan tujuan hasilnya sesuai dengan keadaan, bukan dari
sudut pandang peneliti sendiri.
2.1.4.2 Tujuan PTK
Suhardjono (2007: 61) mengatakan bahwa tujuan penelitian tindakan kelas itu
adalah :
a) Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan pembelajaran
disekolah
b) Membantu tenaga kekependidikan lainnya mengatasai masalah pembelajaran dan
pendidikan di dalam kelas.
c) Meningkatkan sikap professional pendidik dan tenaga kependidikan
d) Menumbuh-kembangkan budaya akademik dilingkungan sekolah sehingga
tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan
pembelajaran secara berkelanjuta (sustainable)
Menurut Santyasa (2007), tujuan PTK digolongkan dalam dua tujuan yakni
tujuan utama dan tujuan sertaan. Adapun tujuan utama adalah (1) melakukan
perbaikan dan peningkatan layanan pendidik dalam menangani proses pembelajaran.
Tujuan tersebut dapat dicapai dengan melakukan refleksi untuk mendiagnosis
kondisi, kemudian mencoba secara sistematis berbagai model pembelajaran alternatif
yang diyakini secara teoretis dan praktis dapat memecahkan masalah pembelajaran.
Dengan kata lain, guru melakukan perencanaan, melaksanakan tindakan, melakukan
evaluasi, dan refleksi. (2) Melakukan pengembangan keterampilan. Tujuan ini
dilandasi oleh tiga hal penting, (1) kebutuhan pelaksanaan tumbuh dari pendidik
sendiri sesuai dengan permasalahan yang dialami di kelas, bukan karena ditugaskan
25
oleh orang lain ataupun pihak lainnya, (2) proses latihan terjadi secara hand-
on dan mind-on, tidak dalam situasi artifisial, (3) produknyas adalah sebuah nilai,
karena keilmiahan segi pelaksanaan akan didukung oleh lingkungan.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh beberapa
peneliti yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk
memecahkan masalah pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Penelitian tersebut
antara lain penelitian yang dilakukan oleh Korayanti (2013) yang berjudul
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT)
untuk meningkatkan prestasi belajar ilmu pengetahuan sosial (IPS) siswa kelas IV
SD Negeri Mancasan Gamping Sleman Yogyakarta pada materi Sumber Daya Alam
dan Pemanfaatannya dalam Kegiatan Ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada siklus yang pertama, sebanyak 63,33% siswa berhasil memperoleh nilai rata-rata
60,37. Adapun pada siklus yang kedua 80% siswa memperoleh nilai dengan rata-rata
69,90. Dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas 4
Sekolah Dasar Negeri 01 Macanan dalam meningkatkan prestasi belajar IPS.
Keunggulan dari penelitian ini yaitu terciptanya kerjasama diantara siswa yang lain
atau anggota kelompok yang lain, sedangkan kelemahannya yaitu masih belum bisa
sepenuhnya mengaktifkan siswa, Oleh karena itu, penelitian yang akan dilakukan ini
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT yang diharapkan
meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Nur (2007) yang berjudul model pembelajaran
kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) sebagai upaya meningkatkan
keaktifan belajar matematika siswa pada pokok bahasan peluang dan statistika di
smp negeri 4 depok yogyakarta kelas IX C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
keaktifan belajar matematika siswa setelah dilakukan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) menunjukkan bahwa rata-rata
26
seluruh aspek keaktifan belajar matematika siswa kelas IX C SMP Negeri 4 Depok
Yogyakarta pada pokok bahasan Peluang dan Statistika mengalami peningkatan. Hal
ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil rata-rata persentase lembar
observasi keaktifan belajar siswa untuk tiap siklus, yaitu pada siklus I keaktifan siswa
sebesar 61,17% untuk siklus II sebesar 71,11%. Selain itu hasil dari angket respon
siswa terhadap pembelajaran juga meningkat yaitu sebesar 63% pada siklus I dan
sebesar 70,11% pada siklus II. Keunggulan dari penelitian ini yaitu terciptanya
aktualisasi bersaing secara seimbang antar siswa, sedangkan kelemahannya yaitu
masih belum bisa sepenuhnya mengaktifkan siswa, Oleh karena itu, penelitian yang
akan dilakukan ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT yang
diharapkan meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Mencermati keberhasilan yang ditujukkan oleh penelitian-penelitian terdahulu
maka peneliti menerapkan model TGT dalam pembelajaran matematika untuk
meningkatkan hasil belajar siswa kelas V di SDN Sidorejo Kidul 03. Adapun yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian lainnya adalah subyek
penelitian. Penelitian ini bersubyek pada siswa kelas V di SDN Sidorejo Kidul 03.
Selain itu materi yang diajarkan juga berbeda di mana dalam penelitian ini materi
yang diajarkan adalah operasi hitung bilangan bulat.
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang, pada pembelajaran matematika dikelas SD Negeri
Sideroje Kidul 03 yang berpusat pada guru. Guru belum memberikan kegiatan yang
bisa membuat siswa berinteraksi dalam pembelajaran sehingga menyebabkan siswa
bosan dan tidak fokus dalam pembelajaran. Hasil belajar dalam proses pembelajran
tersebut tidak masksimal. Ketuntasan belajar hanya mencapai 56.25%, ini
menunjukkan hampir setengah dari jumlah keseluruhan siswa mendapat nilai di
bawah KKM.
Oleh karena itu, diperlukan usaha perbaikan yang dapat meningkatkan hasil
belajar matematika siswa. Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti melakukan
27
perbaikan proses pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran kooperatif
TGT (Teams Games Tournament). Pada TGT terdapat kegiatan Tim yang dapat
menumbuhkan rasa kerjasama antar siswa dalam kelompok, selanjutnya kegiatan
games melatih siswa untuk memiliki tanggung jawab pribadi dengan permainan yang
menyenangkan, kegiatan turnamen melatih siswa untuk berkompetisi secara
seimbang. Melalui upaya tersebut maka pembelajaran dapat menjadi lebih
menyenangkan, dengan demikian kualitas pembelajaran dikelas 5 SD Negeri Sidorejo
Kidul 03 dapat dikatakan meningkat. Berdasarkan uraian diatas, kerangka berpikir
pada penelitian ini dapat digambarkan melalui bagan Peningkatan Hasil Belajar
Matematika Melalui Model Pembelajaran TGT sebagai berikut.
Gambar 2.2
Bagan Kerangka Pikir Model Pembelajaran Team Games Tounament (TGT)
Model TGT
Hasil belajar
Butir Soal
Presentasi kelas :pemberian materi guru kepada siswa
Tim : untuk menumbuhkan rasa kerjasama antar siswa
dalam kelompok
Games : tanggung jawab pribadi dengan permainan yang
menyenangkan
Tournament : aktualisasi karena bersaing secara seimbang
Skor Tes
KD:
1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan, dan penaksiran.
1.2 Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan dan penaksiran
28
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kerangka berfikir, maka hipotesis tindakan yang diajukan
dalam penelitian ini adalah diduga model pembelajaran TGT dapat meningkatkan
hasil belajar matematika siswa kelas 5 SD Negeri Sidorejo Kidul 03 Salatiga semester
1 tahun pelajaran 2016/2017.