bab ii kajian pustaka 2.1 hakikat belajar 2.1.1 pengertian...

16
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Menurut Gagne (Suprijono,2009:2) belajar adalah perubahan atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Selanjutnya menurut Suprijono (2009:3) guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat mengumpulkan atau menerimanya. Proses belajar mengajar ini banyak didominasi aktivitas menghafal. Peserta didik sudah belajar jika mereka sudah hafal dengan hal-hal yang telah dipelajarinya. Menurut Cronbach (Syaiful Bahri Djamarah, 2008: 13) belajar adalah suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Harold Spears (M.Thobroni, 2015:19) belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu. Menurut Baharuddin (2015:14) dalam bukunya Teori Belajar dan Pembelajaran. menjelaskan belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Menurut Slameto (2010:2) dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menjelaskan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Belajar sebagai suatu proses artinya kegiatan belajar terjadi secara dinamis dan terus-menerus yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam diri anak. Perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan (knowledge) atau

Upload: dinhdien

Post on 21-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Belajar

2.1.1 Pengertian Belajar

Menurut Gagne (Suprijono,2009:2) belajar adalah perubahan atau

kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Selanjutnya menurut

Suprijono (2009:3) guru bertindak sebagai pengajar yang berusaha memberikan

ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta didik giat mengumpulkan atau

menerimanya. Proses belajar mengajar ini banyak didominasi aktivitas menghafal.

Peserta didik sudah belajar jika mereka sudah hafal dengan hal-hal yang telah

dipelajarinya. Menurut Cronbach (Syaiful Bahri Djamarah, 2008: 13) belajar

adalah suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil

dari pengalaman.

Menurut Harold Spears (M.Thobroni, 2015:19) belajar adalah mengamati,

membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu.

Menurut Baharuddin (2015:14) dalam bukunya Teori Belajar dan Pembelajaran.

menjelaskan belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk

mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau

pengalaman-pengalaman.

Menurut Slameto (2010:2) dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Menjelaskan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungan. Belajar sebagai suatu proses artinya kegiatan belajar terjadi secara

dinamis dan terus-menerus yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam diri

anak. Perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan (knowledge) atau

7

perilaku (behavior). Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

belajar sesungguhnya mengadung tiga unsur yaitu:

1. Belajar merupakan perubahan tingkah laku.

2. Perubahan tingkah laku itu terjadi karena didahului oleh proses latihan dan

pengalaman secara berulang-ulang

3. Perubahan tingkah laku karena belajar bersifat relative permanen dan

secara terus menerus

2.1.2 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah

proses belajar berlangsung yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik

pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan sehingga lebih baik dari pada

sebelumya. Menurut Nana Sudjana (2014:22) hasil belajar adalah segala

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Menurut Purwanto (2014:38) hasil belajar adalah proses dalam diri

individu yang berinteraksi dengan lingkungannya untuk mendapatkan perubahan

dalam perilakunya yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah

lakunya. Sedangkan meurut Dimyanti dan Mudjiono (Saur Tampubolon,

2014:140) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak

belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Gagne

(Aunnurrahman, 2014:47) menyimpulkan ada lima macam hasil belajar:

1) Keterampilan intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup

belajar konsep, prinsip, dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui

penyajian materi di sekolah.

2) Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah

baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam

memperhatikan, belajar, mengingat, dan berpikir.

3) Informasi vebal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan

kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.

4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan

mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.

8

5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku

seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan serta faktor

intelektual.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

suatu atau hasil yang dicapai atau dimiliki siswa dari suatu kegiatan atau usaha

yang dilakukan selama mengalami aktivitas belajar yang merupakan bukti

keberhasilan seseorang setelah mengalami proses/pengalaman dalam belajar.

Untuk mengukur bukti keberhasilan seseorang setelah mengalami proses belajar

digunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi dangan hasil yang dinyatakan dalam

bentuk nilai. Jadi, berhasil tidaknya seseorang dalam proses belajar tergantung

dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu dari dalam diri

siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan.

Selanjutnya menurut Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

siswa yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri atas faktor-faktor

jasmaniah, psikologi, minat, motivasi dan cara belajar. Sedangkan faktor ekstern

terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kedua faktor yang ada

sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Selanjutnya menurut Slameto (Saur Tampubolon, 2014:142) faktor-faktor

yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi tiga golongan yang

ada pada diri siswa itu sendiri meliputi:

1) Faktor biologis: meliputi kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan.

Jika salah satu faktor biologis terganggu, hal itu akan mempengaruhi hasil

belajar.

2) Faktor psikologis: meliputi inteligensi, minat dan motivasi, serta perhatian

ingatan berpikir.

3) Faktor kelelahan: meliputi jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani ditandai

dengan lemah tubuh, lapar, haus, dan mengantuk. Sedangkan kelelahan

9

rohani dapat dilihat dengan adanya kebosanan sehingga minat dan

dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan hilang.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal adalah fisiologis dan psikologis yang terdiri dari

motivasi, minat, kebiasaan dan cara belajar. Sedangkan faktor eksternal adalah

lingkungan dan instrumental yang terdiri dari lingkungan keluarga (suasana rumah

dan keadaan ekonomi), sekolah (model mengajar dan alat peraga yang digunakan)

dan masyarakat (teman bergaul). Keduanya dapat diminimalisir apabila guru

dalam hal ini selaku pendidik mampu dan mau berusaha mengorganisir atau

mengelola proses belajar mengajar yang tidak hanya dilakukan didalam kelas saja.

2.2 Hakikat IPA

2.2.1 Pengertian Pembelajaran IPA

IPA merupakan salah satu pelajaran wajib di sekolah Dasar. Dengan

belajar IPA siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.

Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pemahaman langsung dan kegiatan

praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan

memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari

tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman

yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), ilmu pengetahuan

alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran wajib disekolah. IPA merupakan

mata pelajaran yang berhubungan dengan fenomena seluk beluk alam dan

fenomenanya. Melalui mata pelejaran IPA siswa diharapkan mampu memahami

manfaat alam dalam kehidupan sehari-hari.

Samatowa, (2011) menerangkan bahwa pembelajaran IPA yang baik harus

mengaitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang

ada di lingkungannya, membangun keterampilan yang diperlukan dan

menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat perlu dan

penting untuk dipelajari. Pembelajaran IPA di sekolah dasar seharusnya

10

difokuskan pada pengembangan kemampuan berpikir siswa dan keterlibatan siswa

secara aktif dalam pembelajaran. Namun hal tersebut belum sepenuhnya

dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Menurut Wahyana (Trianto,

2010:136) IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematis dan

dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan faktor, tetapi oleh

adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan

sikap ilmiah. Menurut Trianto (2010: 141) dalam bukunya Model pembelajaran

Terpadu dijelaskan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenalkan dengan

proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud

sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa

konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal. Menurut Kardi dan Nur

(Trianto, 2010:136) IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang zat, baik

makhluk hidup maupun benda mati yang diamati.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA pada

dasarnya adalah ilmu yang mempelajarai segala sesuatu yang ada di alam yang

dibangun atas dasar sikap ilmiah yang dipandang dari segi proses, produk dan

pengembangan sikap.

2.2.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Suatu tujuan pendidikan ditetapkan untuk menentukan arah dan kegiatan

pendidikan yang dilaksanakan.Tujuan pendidikan IPA di Indonesia dinyatakan

dalam tujuan kurikuler mata pelajaran IPA Sekolah Dasar yang dinyatakan dalam

Permendiknas No 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi sebagai cakupan kelompok

mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok mata pelajaran ilmu

pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal,

menyikapi dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan

kebiasaan berpikir dan perilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri.

11

Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA di

SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.

Maksud dari tujuan tersebut adalah agar siswa dapat memiliki pengetahuan

untuk mempelajari gejala alam, beberapa jenis perangkat lingkungan yang dapat

ditemukan melalui pengamatan. Hal itu dilakukan agar siswa tidak buta pada

pengetahuan dasar mengenai IPA

2.2.3 Pembelajaran IPA di SD

Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam

mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan

jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun

karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam

lingkungan dan teknologi.

Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil

prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan

metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi

peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek

12

pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,

yang didasarkan pada metode ilmiah.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik

mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”. Hal

ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih

mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan

dengan keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry skills” yang meliputi

mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun

hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan,

mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada

situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan

informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan

sebagainya. Melalui keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai yang

meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak percaya tahyul, kritis, tekun,

ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan

kerja, dan bekerja sama dengan orang lain.

Pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya memberikan pengalaman pada

peserta didik untuk belajar menguji suatu pernyataan yang didapat dari

pengamatan terhadap kejadian sehari-hari, sehingga dari hasil pengujian tersebut

mereka dapat memperoleh jawaban sementara dari pengamatan yang dilakukan.

Adanya jawaban sementara yang dibuat dapat membantu peserta didik untuk

berpikir logis terhadap suatu bentuk peristiwa alam yang terjadi karena

pembelajaran IPA dapat membantu menjawab berbagai masalah yang berkaitan

dengan peristiwa alam yang terjadi Trianto, (2010:151-153). IPA di SD

hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik

secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan

bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara

berfikir ilmiah. Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditunjukkan

untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka

dimana mereka hidup (Samatowa, 2011:2).

13

Jadi pembelajaran IPA di SD hendaknya membuka kesempatan kepada

anak didik untuk memperoleh pemahaman secara mendalam dan pengalaman

secara langsung untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar secara ilmiah

2.3 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Slavin (2015:4), mengemukakan pendapatnya bahwa pembelajaran

kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa

bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainya

dalam mempelajari materi pelajaran. Hal ini bertujuan agar proses pembelajaran

tidak didominasi oleh satu orang, melainkan setiap anggota kelompok memiliki

kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menyelesaikan masalah

kelompoknya sehingga proses pembelajaran yang terjadi dapat berperan dalam

mengaktifkan semua sisswa dan lebih berpusat kepada siswa.

Koes (Isjoni, 2013:20) menyebutkan bahwa belajar kooperatif didasarkan

pada hubungan antara motivasi, hubungan interpersonal, strategi pencapaian

khusus, suatu ketegangan dalam individu memotivasi gerakan ke arah pencapaian

hasil yang diinginkan. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen

yang saling terkait didalamnya, akuntabilitas individual, keterampilan untuk

menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang sengaja diajarkan.

Nurhadi (Isjoni,2013:20) mengemukkan bahwa keempat elemen tersebut tidak

bisa dipisahkan dalam pembelajaran kooperatif karena sangat mempengaruhi

kesuksesan dari pembelajaran kooperatif sendiri. Pada pembelajaran kooperatif

diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik

di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar

kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan

kepada temannya. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah

mencapai ketuntasan.Tujuan pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) untuk

meningkatkan partisipasi siswa, 2) untuk memfasilitasi siswa dengan pengalaman

sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, 3) memberikan

kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang

berbeda latar belakangnya (Trianto, 2010:42).

14

2.4 Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Tan, (Rusman, 2014: 229) Pembelajaran Berbasis Masalah

merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir

siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang

sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan

mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambung.

Pelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk

pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk

memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun

pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajran ini

cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

Dalam model ini siswa dilatih untuk berinteraktif dengan bertanya dan

mengemukakan pendapat mengenai masalah yang dikemukakan di awal

pembelajaran. Untuk mencapai jawaban dari permasalahan yang diajukan maka

siswa melakukan kegiatan penyelidikan, mengumpulkan dan menganalisa

informasi, mencari jawaban, sampai akhirnya siswa mampu menghasilkan produk

yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian dari masalah yang mereka

temukan. Hal itu sesuai dengan yang dikemukan Tan, (Rusman, 2014:230)

merupakan pendekatan pembelajaran yang relevan dengan tuntutan abab ke-21

dan umumnya kepada para ahli dan praktisi pendidikan yang memusatkan

perhatiannya pada pengembangan dan inovasi sistem pembelajaran.

Menurut Ibrahim dan Nur, (Rusman, 2014:241) mengemukakan bahwa

Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran

yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi

yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar

bagaimana belajar. Depdiknas, (Rusman, 2014:241) mengemukakan bahwa

Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar

tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk

memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pembelajaran

15

Mendasarkan pada pendapat para ahli di atas tentang pengertian model

pembelajaran berbasis masalah (PBM), maka peneliti menyimpulkan bahwa

model pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah model pembelajaran dimana

siswa dihadapkan pada masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,

dimana masalah nyata ini disuguhkan pada awal pembelajaran, sehingga

membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya

dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.

Dari berbagai pemaparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

model pembelajaran merupakan sebuah rencana atau pola yang

mengorganisasikan pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan penggunaan

materi pembelajaran, dimana model pembelajaran itu sendiri berbeda dengan

metode maupun strategi pembelajaran. Ciri mendasar yang membuat model

pembelajaran berbeda dengan metode pembelajaran maupun strategi pembelajaran

adalah bahwa model pembelajaran merupakan satu kesatuan yang disebut sintaks

atau tingkah laku mengajar.

2.4.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahapan-tahapan Model Problem Based Learning menurut Ibrahim dan

Nur (Rusman, 2014:243) sebagai berikut.

Tabel 2.1

Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Fase Indikator Guru

1 Orientasi siswa pada

masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik

yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah

2 Mengorganisasi siswa

untuk belajar

Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan

tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

3 Membimbing Pengalaman

individual/ kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan

penjelasan dan pemecahan masalah

4 Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan

karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka

untuk berbagai tugas dengan temannya

5 Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi

terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan

16

2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Kelebihan

Sebagai suatu model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa

kelebihan Sanjaya, (2007) sebagai berikut:

1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan keluasan untuk

menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

2. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.

3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk

memahami masalah dunia nyata.

4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan

bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di

Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa untuk melakukan

evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk meyesuaikan dengan

pengetahuan baru.

6. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan

pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

7. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar

sekali pun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

8. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari

guna memecah kan masalah dunia nyata.

b. Kelemahan

Disamping kelebihan diatas, PBM juga memiliki kelemahan Sanjaya,

(2007), diantaranya:

1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau mempunyai kepercayaan

bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka

akan merasakan enggan untuk mencobanya.

2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman

mengenai materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah

mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang

17

sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin

pelajari.

Sumber:https://www.google.com/search?q=kelebihan+dan+kekurangan+PB

L+wikipedia&ie=utf-8&oe=utf-8

2.4.3 Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam

kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan

dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala suatu yang baru dan

kompleksitas yang ada menurut Tan, (dalam Rusman, 2014:232) karakteristik

pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar

b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata

yang tidak terstruktur

c. Permasalahan, membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective)

d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,

dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan

belajar dan bidang baru dalam belajar

e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama

f. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya.

g. Belajar adalah kalaboratif, komunikkasi, dan kooperatif

h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama

pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari

sebuah permasalahan

i. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari

sebuah proses belajar

j. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses

belajar.

Alur proses Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dilihat pada flowchart

berikut ini.

18

Bagan 2.1

Bagam 2.1 Keberagaman Pendekatan PBM

PBM digunakan tergantung dari tujuan yang dicapai apakah berkaitan

dengan: (1) penguasaan isi pengetahuan yang bersifat multidisipliner; (2)

penguasaan keterampilan proses dan disiplin heuristik; (3) belajar keterampilan

pemecahan masalah; (4) belajar keterampilan kolaboratif; dan (5) belajar

keterampilan kehidupan yang lebih luas. Ketika tujuan PBM lebih luas, maka

permasalahan pun menjadi lebih kompleks dan proses PBM membutuhkan siklus

yang lebih panjang. Jenis PBM yang akan dimasukkan dalam kurikulum

tergantung pada profil dan kematangan siswa, pengalaman masa lalu siswa,

fleksibilitas kurikulum yang ada, tuntutan evaluasi, waktu, dan sumber yang ada.

Menetukan Masalah

Kesimpulan, Integrasi dan Evaluasi

Analisis Masalah dan Isu

Belajar

Pertemuan Solusi dan

Laporan

Penyajian Solusi dan

Refleksi

Belajar

Pengarahan Diri

Belajar

Pengarahan Diri

Belajar

Pengarahan Diri

Belajar

Pengarahan Diri

19

2.5 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian Yang dilakukan oleh Reno, Agus (2013) yang berjudul .Upaya

Peningkatan Partisipasi dan Prestasi Belajar IPA Menggunakan Model

Pembelajaran Berbasis Masalah Siswa Kelas 4 SDN Tlogo Kecamatan Tuntang

Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil penelitian

menunjukkan adanya peningkatan partisipasi dan prestasi belajar IPA siswa kelas

4 SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Setelah diberikan

tindakan pembelajaran berbasis masalah, persentase partisipasi tinggi pada siklus I

sebesar 56,7% dan siklus II 100%. Disamping itu, terjadi juga peningkatan

prestasi belajar siswa yang ditunjukkan oleh kenaikan persentase ketuntasan

belajar siswa. Sebelum tindakan sebanyak 7 siswa (23.3%).Setelah diberikan

tindakan pada siklus I, terjadi peningkatan jumlah yang tuntas menjadi 17 siswa

(56.7%). Pada siklus II terjadi peningkatan jumlah yang tuntas menjadi 30

(100%).

Nurhaelah, (2011). Upaya Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar

IPA dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa

Kelas IV SDN Pagerwangi Lembang. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa

perolehan nilai rata-rata hasil tes meningkat yaitu nilai rata-rata individu pada

siklus I adalah 50.2, sedangkan nilai rata-rata individu pada siklus II adalah 62

dan pada siklus III adalah 71.3. Dari perolehan ini dapat disimpulkan bahwa

penerapan model pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan minat dan

hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Pagerwangi

Kecamatan Lembang.

2.6 Kerangka Pikir

Ada berbagai macam cara guru untuk meningkatkan hasil belajar

siswanya, misalnya dengan menggunakan media yang beragam agar pembelajaran

tidak membosankan bagi siswa. Untuk itu salah satu model yang digunakan dalam

penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Pembelajaran Berbasis

Masalah model pembelajaran ini diharapkan dapat mengubah paradigma

pembelajaran agar media yang digunakan dapat membangkitkan semangat belajar

20

siswa serta hasil belajar siswa meningkat karena dengan menggunakan model ini

siswa dilatih untuk berpikir kritis teliti dan melatih tanggung jawab siswa atas apa

yang dipelajarinya.

Bagan 2.2

Kerangka Berfikir

Kondisi awal Guru belum

menggunakan model

PBM

Siklus II

menggunakan model

pembelajaran berbasis

masalah dalam

pembelajaran dengan

alat peraga dan LCD

Hasil belajar siswa belum

mencapai KKM

Menggunakan

model PBM

dalam

pembelajaran IPA

melalui 2 siklus

Tindakan

Siklus I menggunakan

model pembelajaran

berbasis masalah

dalam pembelajaran

dengan alat peraga

dan LCD

Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah hasil belajar

siswa dalam pembelajaran IPA meningkat mencapai

KKM.

Kondisi akhir

21

2.7 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian pada landasan teori dan kerangka berpikir

sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis tindakan penelitian ini

adalah melalui “Penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dapat

meningkatkan hasil belajar IPA Siswa Kelas 4 SD N Sidorejo Lor 05 Salatiga “