bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 model...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran NHT
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan
penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dalam Ibrahim
(2000:28) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut. Senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Trianto
(2007:62) memberikan definisi NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif
terhadap struktur kelas tradisional. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Anita
Lie (2004:59) memberikan definisi NHT atau kepala bernomor adalah suatu tipe
dari pembelajaran kooperatif pendekatan struktural yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban
yang paling tepat. Selain itu NHT juga mendorong siswa untuk meningkatkan
kerjasama mereka. Senada dengan pendapat Ahmad Zuhdi (2010:64) memberikan
definisi NHT adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana siswa diberi
nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu secara acak guru memanggil nomor
dari siswa.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa NHT adalah suatu
model pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi
diantara siswa untuk saling bekerjasama dalam kelompok untuk menguasai materi
pelajaran guna mencapai hasil belajar yang maksimal.
Pembelajaran NHT memiliki beberapa tujuan pembelajaran yang hendak
di capai. Ada tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran NHT menurut
pendapat Ibrahim (2000:29) yaitu :
6
a. Hasil belajar akademik struktural bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik.
b. Pengakuan adanya keragaman bertujuan agar siswa dapat menerima teman-
temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
c. Pengembangan keterampilan sosial bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagai
tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide
atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Pembelajaran NHT memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Menurut
pendapat yang dikemukakan oleh Ahmad Zuhdi (2010:65) kelebihan dan
kelemahan NHT yaitu:
a. Kelebihan model pembelajaran NHT adalah:
1) Setiap siswa menjadi siap semua.
2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
b. Kelemahan model pembelajaran NHT adalah:
1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
Dalam pembelajaran NHT terdapat beberapa langkah-langkah pelaksanaan
pembelajaran. Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran NHT menurut
pendapat Trianto (2007:62) yaitu:
a. Penomoran
Guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota
kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
b. Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi.
Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam kalimat tanya.
c. Berfikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.
d. Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai
mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh
kelas.
7
Berdasarkan langkah-langkah diatas diketahui bahwa pembelajaran NHT
menurut Trianto dapat mendorong siswa untuk saling bekerjasama dan
berpartisipasi aktif dalam kelompok untuk menguasai materi yang diterima. Siswa
saling membantu untuk menguasai materi pembelajaran sehingga semua anggota
kelompok dapat menguasai materi yang diberikan oleh guru.
Senada dengan langkah-langkah yang dikemukaan oleh Trianto, Anita Lie
(2004:60) juga menyebutkan langkah-langkah pembelajaran NHT yaitu:
a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat
nomor.
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan
setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
d. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerjasama mereka.
Fokus pada langkah-langkah pembelajaran NHT yang dikemukakan oleh
Trianto dan Anita Lie adalah sama, yaitu adanya kerjasama antara anggota
kelompok untuk menguasai materi yang diterima sampai semua anggota
kelompok menguasai materi tersebut.
Kerjasama kelompok dalam menguasai materi dalam pembelajaran NHT
juga dikemukakan oleh Ibrahim (2000:29) yaitu:
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan
membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok dan nama kelompok yang berbeda.
Langkah 3. Diskusi
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa
sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir
bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui
jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah
diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik
sampai yang bersifat umum.
8
Langkah 4. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap
kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban
kepada siswa di kelas.
Langkah 5. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan
yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Langkah 6. Memberi Penghargaan
Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian
pada siswa dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil
belajarnya lebih baik.
Langkah-langkah yang dikemukakan oleh Ibrahim diatas mengarahkan
kepada siswa untuk saling membantu dalam kelompok untuk menguasai materi
pelajaran dan kerjasama dalam mengerjakan LKS. Namun, langkah-langkah yang
dikemukakan oleh Ibrahim menambahkan adanya persiapan rancangan pelajaran
dengan membuat skenario pembelajaran dan LKS. Pemberian kesimpulan dan
adanya penghargaan yang bertujuan untuk memotivasi siswa agar belajar dengan
sungguh-sungguh.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat dilihat bahwa pembelajaran NHT
menekankan adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling
memotivasi dan saling bekerjasama dalam kelompok untuk menguasai materi
pelajaran guna mencapai hasil belajar yang maksimal. Berdasarkan tahapan-
tahapan diatas, peneliti memodifikasi langkah-langkah pembelajaran NHT adalah
sebagai berikut:
1. Pembentukan kelompok
Siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa yang
ada di dalam kelas, setiap kelompok beranggotakan 3-4 siswa.
2. Penomoran anggota kelompok
Siswa diberi nomor 1-4 sesuai dengan jumlah anggota kelompok.
3. Pembagian LKS
Siswa menerima LKS. Di dalam LKS tersebut terdapat sejumlah pertanyaan
yang diberikan oleh guru.
9
4. Menyimak materi dalam kelompok.
Siswa menyimak materi yang diberikan oleh guru. Siswa harus benar-benar
menyimak materi agar mereka menguasai dan memahami materi pelajaran.
5. Menjawab pertanyaan dengan berpikir bersama teman dalam kelompok untuk
mengerjakan LKS dan memastikan setiap anggota kelompok dapat
mengerjakan/mengetahui jawabannya.
6. Menyampaikan jawaban LKS setelah ada pemanggilan nomor oleh guru.
7. Siswa dari kelompok lain yang bernomor sama memberikan tanggapan
jawaban.
8. Menyampaikan jawaban LKS setelah ada pemanggilan nomor oleh guru
begitu seterusnya sampai jawaban dalam LKS berakhir/selesai.
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.
Proses penilaian terhadap hasil belajar siswa dapat memberikan informasi kepada
guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran dan
kompetensinya melalui kegiatan belajar.
Memahami pengertian hasil belajar secara garis besar harus bertitik tolak
pada pengertian hasil belajar itu sendiri. Oleh karena itu para ahli mengemukakan
pendapat yang berbeda-beda menurut pandangan yang mereka anut. Namun dari
pendapat yang berbeda-beda itu dapat ditemukan satu titik persamaan.
Sehubungan dengan hasil belajar Sudjana (2011:22) mendefinisikan hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya. Senada dengan pendapat Howart Kingsley dalam
bukunya menurut Sudjana (2011:22) mengemukakan bahwa pengalaman belajar
akan menghasilkan kemampuan yang dibedakan menjadi tiga macam hasil belajar
yaitu (1) Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap
dan cita-cita. Ketiga hasil belajar (kemampuan) itulah yang harus dimiliki oleh
siswa. Hasil belajar ini dapat dilihat dari dua sisi sasaran yaitu dari sisi siswa dan
dari sisi guru, seperti yang dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono (1999). Dari
sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
10
bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental
tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan
pelajaran.
Senada dengan Bloom dalam Agus Suprijono (2010:6-7) mengemukakan
bahwa:
Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan),
analysys (menguraikan, menentukan hubungan), sysnthesis (mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai). Domain afektif
adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing
(nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain
psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga
mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajar.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas
pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau
upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Untuk
menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan
instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk
mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara,
skala sikap dan angket. Untuk mengukur hasil belajar peserta didik digunakanlah
alat penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar dapat diukur melalui teknik tes
dan non tes.
1. Tes
Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang
harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-
tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu
11
aspek tertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut
adalah indikator pencapaian kompetensi. Menurut Ebster’s Collegiate (dalam
Arikunto, 1995), tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Senada dengan pendapat Ebster’s Collegiate, Endang Poerwanti, dkk
(2008:1-5) memberikan definisi tes adalah seperangkat tugas yang harus
dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk
mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan materi yang
dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.
Seperti halnya yang dikemukakan oleh Sudjana (2008:35) memberikan
definisi tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan),
dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes
pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa,
terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran
sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran, namun demikian dalam batas
tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar
bidang afektif dan psikomotoris.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah
sejumlah pertanyaan yang diberikan untuk mendapat jawaban dengan tujuan
untuk mengukur kemampuan seseorang.
Tes sangat bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Menurut Endang
Poerwanti (2008:4-9) yang termasuk dalam teknik tes yaitu:
a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
1. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal
maupun jawabannya.
2. Tes Lisan
Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (respons) semuanya
dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-
rambu penyelenggaraan tes yang baku. Oleh karena itu, hasil dari tes lisan
biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen
asesmen yang lain.
12
3. Tes Unjuk Kerja
Pada tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai
indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
1. Tes Esei (Essay-type Test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan
gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakannya dalam bentuk tulisan.
2. Tes Jawaban Pendek
Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes
diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi
memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata
pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.
3. Tes objektif
Tes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yang
diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering
pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test).
2. Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif
dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek
kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes (Endang Poerwanti, 2008:3-19),
yaitu:
1. Observasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat
dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen
yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar
peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh
pendidik tanpa menggunakan instrumen.
2. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang
diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek
kepribadian peserta didik.
3. Angket
Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa
data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (Attitude
Questionnaires).
4. Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja)
Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat
siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai
kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah,
tipe, pola, dan lain sebagainya.
13
5. Task Analysis (Analisis Tugas)
Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan
menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar
komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
6. Checklists dan Rating Scales
Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur,
yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa
kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan.
7. Portofolio
Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam
karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan
belajar dan prestasi siswa.
8. Komposisi dan Presentasi
Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya.
9. Proyek Individu dan Kelompok
Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan
untuk individu maupun kelompok.
Berdasarkan pada uraian di atas, hasil belajar diukur dengan kemampuan
kognitif melalui tes formatif, kemampuan afektif melalui menyimak dan kerja
kelompok sedangkan kemampuan psikomotorik melalui presentasi. Pengukuran
menggunakan teknik tes dan non tes, sehingga penilaiannya terdiri dari penilaian
proses dan penilaian hasil.
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara
pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, presentasi atau checklist dan
rating scales. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas
instrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan
menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau
mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi.
Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid,
maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur.
Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat kisi-kisi.
Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks
pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau
14
pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan
tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun atau
menulis soal menjadi perangkat tes. Adapun kisi-kisi tersebut didalamnya
meliputi:
1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
2. Indikator.
3. Proses berfikir (C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4
(analisis), C5 (evaluasi), C6 (kreasi)).
4. Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi).
5. Bentuk instrumen.
Hasil dari pengukuran tersebut dipergunakan sebagai dasar penilaian atau
evaluasi. Naniek Sulistya Wardani, dkk (2010: 2.8) mengartikan bahwa evaluasi
itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil
pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan
kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran
tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah
pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan
minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), atau
batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata
unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas
kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak
disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria
(PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran
dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut
dengan Penilaian Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria ketuntasan
minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh
satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok
mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas
ambang kompetensi.
15
2.1.3 Mata Pelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang
diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji
seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu
sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah,
sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan
untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung
jawab, serta warga dunia yang cinta damai (KTSP Standar Isi 2006).
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat
karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat.
Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial
masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu
dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam
kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik
akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu
yang berkaitan. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi
sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan
sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di
lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD
meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006):
1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan.
2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan.
3. Sistem Sosial dan Budaya.
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006):
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
16
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang
standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang
secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan
kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada
pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan
pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD mata
pelajaran IPS yang ditujukan untuk siswa kelas IV SD disajikan melalui tabel 2.1
berikut ini.
Tabel 2.1
SK dan KD Mata Pelajaran IPS Kelas IV Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mengenal sumber daya
alam, kegiatan
ekonomi, dan
kemajuan teknologi di
lingkungan
kabupaten/kota dan
provinsi
2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang
berkaitan dengan sumber daya alam dan
potensi lain di daerahnya
2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2.3 Mengenal perkembangan teknologi
produksi, komunikasi, dan transportasi
serta pengalaman menggunakannya
2.4 Mengenal permasalahan sosial di
daerahnya
(Permendiknas No. 22 Tahun 2006)
17
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian penulis yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Efi Andriyani pada tahun 2011 yang berjudul Pengaruh Model
Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar IPS
Siswa Kelas V SD N Blotongan 02 Salatiga Semester II Tahun 2010/2011. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar pada kelompok eksperimen
dengan menggunakan model pembelajaran NHT sebesar 79,09 sedangkan
kelompok kontrol dengan menggunakan model ceramah sebesar 66,66. Hasil
analisis uji-T kelompok eksperimen 79,09 dan kelompok kontrol 66,66. T hitung
sebesar 4,317 dan t tabel sebesar 2,021. Signifikansi 0,000 yang artinya 0,000 <
0,05 hal ini menunjukkan perbedaan hasil belajar kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Maka hipotesis yang berbunyi ada perbedaan pengaruh
penggunaan model NHT terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SD N Blotongan
02 Salatiga Semester II tahun ajaran 2010/2011 terbukti. Kelebihannya: perbedaan
hasil belajar yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan menggunakan
model pembelajaran NHT dan kelompok kontrol yang menggunakan metode
ceramah ditunjukkan selisih mean hasil belajar kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sebesar 12,43. Kelemahannya: hasil belajar hanya diukur
berdasarkan tes formatif saja (penilaian hasil) tidak disertai dengan penilaian
proses (pada saat proses pembelajaran berlangsung) padahal guru juga harus
memperhatikan proses siswa dalam belajar bukan hanya berdasarkan hasilnya
saja.
Penelitian yang dilakukan oleh Elvera Dwi Wijayanti pada tahun 2011
yang berjudul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik
Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran
IPS Kelas V SDN Gladagsari Tahun Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa
yang diberi pengajaran menggunakan teknik Numbered Heads Together (NHT)
dengan siswa yang diberi pengajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan mean
hasil belajar siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif teknik Numbered
Heads Together (NHT) sebesar 82,07 sedangkan nilai rata-rata siswa yang diberi
18
strategi pembelajaran metode konvensional sebesar 70,39. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengujian hipotesis menggunakan uji t diperoleh sig 0,000 <
0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi penggunaan model pembelajaran
kooperatif teknik Numbered Heads Together (NHT) berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa dibandingkan dengan pembelajaran dengan metode konvensional.
Kelebihannya: Perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok
eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran NHT dan kelompok
kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan
dengan selisih mean hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
sebesar 11,68. Kelemahannya: hasil belajar hanya diukur berdasarkan tes formatif
saja (penilaian hasil) tidak disertai dengan penilaian proses (pada saat proses
pembelajaran berlangsung) padahal guru juga harus memperhatikan proses siswa
dalam belajar bukan berdasarkan hasilnya saja.
Penelitian yang dilakukan oleh Rima Chandra Novitasari pada tahun 2011
yang berjudul Upaya Peningkatan Hasil Belajar Dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Mata Pelajaran IPA Pokok Bahasan
Perubahan Lingkungan Kelas IV SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota
Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2010/2011. Hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini nampak ada peningkatan ketuntasan belajar, yakni dari 65,6%
sebelum siklus, meningkat menjadi 71,8% pada siklus 1 dan 100% pada siklus 2.
Terjadi peningkatan rata-rata kelas dari 66,25% sebelum tindakan, meningkat
menjadi 70,31 pada siklus 1 dan menjadi 82,18% pada siklus 2. Peningkatan skor
minimal dari 40 pada sebelum siklus, menjadi 50 pada siklus 1, dan menjadi 70
pada siklus 2. Peningkatan skor maksimal dari 90 pada sebelum tindakan, tetap
pada siklus 2 sebesar 100 dan menjadi 100 pada siklus 2. Kelebihan dari
penelitian ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk penelitian tidak begitu lama,
hanya dalam 2 siklus indikator pencapaian kompetensi dapat tercapai
dibandingkan dengan PTK lainnya dengan ketuntasan 100% sedangkan untuk
ketuntasan belajar mengalami peningkatan yang signifikan yaitu 34,4% dan
peningkatan rata-rata kelas sebesar 15,93% dengan skor minimal dari 40 sebelum
tindakan menjadi 70 pada siklus 2 dan skor maksimal 90 sebelum tindakan
19
menjadi 100 pada siklus 2. Pembelajaran menarik karena adanya pengaturan
tempat duduk berbentuk U atau ankare sehingga memudahkan siswa
berkomunikasi pada saat diskusi kelompok.
Penelitian yang dilakukan oleh Intan Putri Utami pada tahun 2011 yang
berjudul Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered
Heads Together) Terhadap Hasil Belajar Matematika Bagi Siswa Kelas V SD.
Program studi S1 PGSD Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Hasil
perhitungan penelitian ini didapat signifikan 0,006 < 0,05 dan thitung sebesar
2,840 > ttabel 2,000. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diambil keputusan
bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) dengan siswa
yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional, hasil belajar
matematika siswa kelas V SD yang diajar menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) lebih baik dibandingkan siswa
yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional, dan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) efektif terhadap
hasil belajar Matematika siswa kelas V SD. Kelebihannya: Perbedaan hasil belajar
yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan menggunakan model
pembelajaran NHT dan kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran
konvensional ditunjukkan selisih mean hasil belajar kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol sebesar 10,96. Kelemahannya: hasil belajar hanya diukur
berdasarkan tes formatif saja (penilaian hasil) tidak disertai dengan penilaian
proses (pada saat proses pembelajaran berlangsung) padahal guru juga harus
memperhatikan proses siswa dalam belajar bukan hanya berdasarkan hasilnya
saja.
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nugroho Sandi Ananta pada tahun
2011 yang berjudul Penerapan Model Numbered Heads Together (NHT) Dalam
pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Pitrosari
Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Heads Together
20
(NHT) ternyata dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas IV SD Negeri
Pitrosari Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung. Hal ini ditunjukkan
pada kondisi awal atau pra siklus siswa yang nilainya diatas KKM terdapat 8
siswa (33%) dan yang belum tuntas atau dibawah KKM terdapat 16 siswa (67%).
Siklus 1 menerapkan model NHT terjadi peningkatan signifikan yaitu terdapat 18
siswa yang nilainya diatas KKM (75%) dan 6 siswa (25%) yang belum memenuhi
KKM yang ditetapkan. Kemudian siklus 2 terjadi peningkatan yaitu 21 siswa
(87%) yang nilainya sudah memenuhi KKM dan 3 siswa (13%) yang nilainya
belum memenuhi KKM. Kelebihan dari penelitian ini adalah adalah hasil
perbaikan pembelajaran dari siklus ke siklus mengalami peningkatan. Terbukti
dari siklus 1 terdapat 18 siswa (75%) yang nilainya diatas KKM dan terdapat 6
siswa (25%) nilainya dibawah KKM kemudian siklus 2 terjadi peningkatan yaitu
21 siswa (87%) yang nilainya sudah memenuhi KKM dan 3 siswa (13%) yang
nilainya belum memenuhi KKM. Pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan
siswa ditunjukkan dengan meningkatnya keberanian siswa dalam bertanya dan
menjawab pertanyaan pada saat pembelajaran. Kelemahan dari penelitian ini
adalah perbaikan pembelajaran selesai pada siklus 2 padahal masih ada 3 siswa
(13%) yang nilainya belum memenuhi KKM.
Berdasarkan analisis judul yang pernah digunakan peneliti diatas maka
dengan menggunakan model pembelajaran NHT dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Dengan analisis tersebut maka pembelajaran NHT akan coba
dieksperimenkan pada mata pelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
2.3 Kerangka Pikir
Dalam pembelajaran konvensional, untuk mencapai tujuan pembelajaran
dan kompetensinya, guru selalu menyampaikan materi dengan ceramah. Pada
pembelajaran ini, guru tidak melibatkan siswa sama sekali dalam proses
pembelajaran. Siswa hanya mendengarkan dan menyimak materi melalui ceramah
dari guru. Setelah guru selesai menjelaskan materi, guru memberikan soal
evaluasi kepada siswa. Siswa mengerjakan soal yang diberikan guru hanya
berdasarkan dari penjelasan guru sebelumnya. Siswa tidak mempunyai
21
kesempatan untuk bertanya dan mengungkapkan pendapat. Hal ini menjadikan
kebiasaan siswa untuk diam dan pasif dalam merespon cermah dari guru. Siswa
yang belajar dengan menggunakan metode ceramah, tidak mengalami pengalaman
belajar sendiri dalam membentuk pengalaman baru dalam mendalami suatu materi
pendidikan akibatnya hasil belajar siswa rendah (< KKM 90).
Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
membantu mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui penggunaan model
pembelajaran NHT. Pembelajaran IPS di kelas IV dengan pokok bahasan koperasi
dalam perekonomian Indonesia akan coba dieksperimenkan dengan menggunakan
model pembelajaran NHT. Model pembelajaran NHT adalah suatu model
pembelajaran kooperatif yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi diantara
siswa untuk saling bekerjasama dalam kelompok untuk menguasai materi
pelajaran guna mencapai hasil belajar yang maksimal dengan menggunakan
langkah-langkah yaitu: membentuk 6 kelompok, setiap kelompok beranggotakan
3-4 orang. Setelah terbentuk kelompok dilakukan penomoran anggota kelompok
dari nomor 1-4 sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Langkah selanjutnya
yaitu mengajukan pertanyaan dengan membagikan LKS (Lembar Kerja Siswa)
kemudian siswa menyimak materi pelajaran yang dibagikan oleh guru dalam
kelompok. Setelah siswa menyimak materi pelajaran, siswa menjawab pertanyaan
dengan berpikir bersama teman dalam kelompok untuk mengerjakan LKS dan
memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakan/mengetahui
jawabannya. Siswa menyampaikan jawaban LKS setelah ada pemanggilan nomor
kemudian siswa dari kelompok lain yang bernomor sama memberikan tanggapan
jawaban selanjutnya siswa mengerjakan tes formatif.
Model pembelajaran NHT ini melibatkan siswa secara aktif untuk
membangun pengetahuannya sendiri melalui kerjasama dan saling ketergantungan
satu sama lain. Pembelajaran NHT menekankan adanya aktivitas dan interaksi
diantara siswa untuk saling bekerjasama dan saling membantu dalam kelompok
untuk menguasai materi pelajaran dengan memberikan waktu lebih banyak untuk
berfikir, menjawab, dan saling membantu antar anggota dalam satu kelompok
sehingga siswa saling mendukung dalam meningkatkan kemampuan kognitif dan
22
kemampuan bekerjasamanya. Penilaian yang dilakukan oleh guru tidak hanya
berupa penilaian hasil melainkan juga menggunakan penilaian proses. Sesuai
dengan kegiatan yang dilakukan, untuk mengukur penilaian proses dari
menyimak, kerja kelompok, presentasi dan LKS. Penilaian hasil diperoleh dari
skor tes formatif yang dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran. Dengan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran maka motivasi belajar siswa
menjadi meningkat dalam mengikuti setiap kegiatan belajar di kelas sehingga
hasil belajar yang diharapkan adalah optimal (≥ KKM 90). Penjelasan lebih rinci
disajikan dalam gambar 2.1 berikut ini.
23
Gambar 2.1
Hubungan antara metode ceramah dan model pembelajaran NHT
Pembelajaran IPS
Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat
Metode Ceramah Pembelajaran NHT
Guru menyampaikan materi dengan ceramah
Siswa pasif hanya mendengarkan
ceramah
Tes formatif
Penilaian
hasil
belajar
Hasil belajar rendah
(< KKM 90)
Pembagian LKS
Tes formatif
Hasil belajar ( ≥ KKM 90)
Pembentukan kelompok
Penomoran anggota kelompok
Menyimak materi dalam kelompok
Berpikir bersama teman
(kerja kelompok)
Presentasi (menyampaikan
jawaban LKS setelah ada
pemanggilan nomor)
Tanggapan dari kelompok lain
yang bernomor sama
Penilaian hasil
Hasil belajar
Penilaian proses
24
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan di
atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Ada efektivitas
penggunaan model pembelajaran NHT terhadap hasil belajar IPS bagi siswa kelas
IV SD Negeri 1 Nglinduk Kecamatan Gabus Kabupaten Grobogan Semester II
Tahun Ajaran 2011/2012”.