bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 model...
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran Cooperative Script
Menurut Schank dan Abelson, (2007) pembelajaran cooperative
script adalah pembelajaran yang mengatur interaksi siswa seperti ilustrasi
kehidupan sosial siswa dengan lingkungannya sebagai individu, dalam
keluarga, kelompok masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas.
Berbeda dengan penjelasan sebelumnya yang menekankan pada
interaksi, Hamdani mengemukakan (2011:83), Pembelajaran cooperative
script merupakan salah satu bentuk atau model pemeblajaran cooperative.
Pembelajaran model cooperative script adalah metode belajar yang
mengarahkan siswa untuk bekerja berpasangan dan secara lisan
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari
Pendapat yang serupa juga dijelaskan oleh Suyatno (2009),
Cooperative script adalah metode belajar dimana siswa bekerja
berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian
dari materi yang di pelajari
Jadi model pembelajaran cooperative script adalah suatu pola
belajar kelompok yang dilakukan oleh sepasang siswa dimana mereka
meringkas materi untuk didiskusikan kemudian menentukan peran sebagai
pembicara dan pendengar setelah itu, saling berganti peran sebagai
seorang pembicara dan pendengar yang melibatkan siswa secara aktif dan
dominan dalam proses pembelajaran agar tercipta keefektifan dalam
proses belajar mengajar di kelas.
Setiap model pembelajaran mempunyai berbagai kelebihan dan
kekurangan, kelebihan dari model pembelajaran cooperative script adalah:
(1) melatih pendengaran, ketelitian atau kecermatan, (2) setiap siswa
mendapat peran, (3) melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan
lisan. Sedangkan kekurangan dari model ini adalah: (1) hanya digunakan
11
untuk mata pelajaran tertentu, (2) hanya dilakukan dua orang (tidak
melibatkan seluruh kelas sehingga koreksinya hanya sebatas pada dua
orang tersebut). Dengan demikian siswa harus memiliki keaktifan pada
saat proses pembelajaran .
Pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative script
memiliki langkah-langkah tertentu. Berikut ini beberapa pendapat tentang
langkah-langkah model pembelajaran cooperative script. Langkah-langkah
model pembelajaran cooperative script, menurut Agus Suprijono (2011:
126) sebagai berikut:
1. Guru membagi siswa untuk berkelompok untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan
membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin,
dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
5. Pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok
yang kurang lengkap, serta membantu mengingat/menghafal ide-
ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau
dengan materi lainnya.
6. Bertukar peran, yang semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti cara diatas.
7. Kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru.
8. Penutup.
Penekanan Agus Suprijono adalah siswa berpasangan, meringkas,
interaksi antara pembaca dan pendengar, dan kesimpulan. Menurut
Dansereau (1985 ) dalam Saminanto (2010:34), langkah –langkah
cooperative script yang diuraikan hampir sama dengan yang diuraikan
Agus Suprijono yaitu sebagai berikut:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan
membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin,
dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
5. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat /
12
menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi
sebelumnya atau dengan materi lainnya.
6. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
7. Kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru
8. Penutup
Penekanan Danserau dalam Saminanto adalah berpasangan,
meringkas, interaksi antara pembaca dan pendengar, dan kesimpulan.
Sedangkan Menurut Hamdani (2011;88), langkah-langkah cooperative
script yang diuraikan hampair sama dengan yang diuraikan Agus dan
Dansereau dalam Saminanto yaitu sebagai berikut:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan
2. Guru membagi wacana atau materi kepada setiap siswa untuk
dibaca dan membuat ringkasan
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang menjadi pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasanya selengkap mungkin dengan
masukan ide-ide pokok dalam ringkasan. Sementara, pendengar
menyimak atau mengoreksi atau menunjukan ide-ide pokok yang
kurang lengkap dan membantu mengingat atau menghapal ide-ide
pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan
materi lainya.
5. Bertukar peran. Siswa yang semula sebagai pembicara ditukar
menjadi pendengar dan sebaliknya.
6. Guru membuat kesimpulan.
Penekanan Hamdani dari langkah-langkah pembelajaran
cooperative script adalah pada proses penyamapaian ringkasan dan guru
yang menyimpulkan materi di akhir pembelajaran .
Dari beberapa langkah-langkah pembelajaran cooperative script
menurut para ahli, langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran
cooperativescript yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
1. Siswa berpasangan
2. Siswa menerima teks bacaan.
3. Siswa membuat ringkasan dari teks bacaan.
4. Masing-masing pasangan menetapkan pembicara I dan pendengar
I.
13
5. Pembicara I menjelaskan hasil ringkasan kepada pendengar I.
6. Pendengar I mendengarkan penjelasan dan mengoreksi jika ada
kesalahan dari pembicara I.
7. Bertukar peran, pembicara I menjadi pendengar II untuk
mendengarkan penjelasan.
8. pendengar I menjadi pembicara II untuk menjelaskan ringkasan.
9. Siswa bersama dengan guru membuat kesimpulan.
Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
Sains Teknologi Masyarakat dapat disebut juga dengan STM yang
merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yang ada di
masyarakat. Menurut Iim Wasliman dalam (Hidayati, dkk : 2010) istilah
Sains Teknologi Masyarakat (STM) pertama kali diciptakan oleh John
Ziman dalam bukunya “Teaching and Learning About Science and
Society” Ia mengemukakan bahwa konsep-konsep dan proses sains
seharusnya sesuai dengan kehidupan siswa sehari-hari. Adapun tujuan
pendekatan STM adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki
bekal pengetahuan, sehingga mampu mengambil keputusan penting
tentang masalah-masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan
tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah diambilnya.
Proses pembelajaran STM akan mengantarkan siswa untuk melihat
ilmu sebagai dunianya, siswa akan mengenal dan memiliki pengalaman.
STM dengan teknologinya berusaha menjembatani antara ilmu dan
masyarakat. Penerapan ilmu sudah saatnya terus dikembangkan agar apa
yang diperoleh di bangku sekolah tidak lagi hanya sebatas pengetahuan
yang sulit dipahami karena hanya berupa konsep-konsep abstrak, sehingga
sulit diterapkan di masyarakat (Hidayati, dkk. : 6-30).
Agar pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan STM dapat
berhasil dengan baik, maka diperlukan langkah-langkah dalam
pembelajaran. Adapun tahap-tahap implementasi pendekatan STM (dalam
hidayati dkk, 2010) dalam pembelajaran sebagai berikut.
1. Tahap apersepsi (inisiasi, invitasi, dan eksplorasi) yang
mengemukakan isu/masalah aktual yang ada di masyarakat.
2. Tahap pembentukan konsep, yaitu siswa membangun atau
mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui observasi,
eksperimen, dan diskusi.
14
3. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu
menganalisis isu/masalah yang telah dikemukakan di awal
pembelajaran berdasar yang telah dipahami siswa.
4. Tahap pemantapan konsep, dimana guru memberikan
pemahaman konsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada
siswa.
5. Tahap evaluasi, dapat berupa evaluasi proses maupun evaluasi
hasil.
Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran menggunakan
pendekatan STM, Yager (dalam Sutarno, 2007 : 9.19) menyarankan
hendaknya dalam belajar menggunakan strategi konstruktivisme. Yager
mengorganisasikan strategi konstruktivisme dalam pengajaran sains dalam
STM ke dalam 4 tahap, yaitu tahap invitasi, tahap eksplorasi, tahap
penjelasan dan solusi, dan tahap pengambilan tindakan.
1. Pada tahap pertama dalam pembelajaran (invitasi), siswa
didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang
konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan problematis tentang
fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan mengkaitkan
konsep-konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan
untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya
tentang konsep itu.
2. Pada tahap kedua (eksplorasi), siswa diberi kesempatan untuk
penyelidikan dan menemukan konsep melalui pengumpulan,
pengorganisasian, penginterpretasikan data dalam suatu kegiatan
yang telah dirancang oleh guru secara berkelompok/individu
siswa melakukan kegiatan dan diskusi. Secara keseluruhan,
tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang
fenomena disekelilingnya.
3. Tahap ketiga (penjelasan dan solusi), saat siswa memberikan
penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya
ditambah dengan penguatan guru, maka siswa dapat
menyampaikan gagasan, membuat model, membuat penjelasan
baru, membuat solusi, memadukan solusinya dengan teori dari
buku, membuat rangkuman dan kesimpulan. Siswa membangun
pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari. Hal ini
menjadikan siswa tidak ragu-ragu tentang konsepsinya.
4. Pada tahap keempat (pengambilan tindakan), siswa dapat
membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan
keterampilan, berbagi informasi dan gagasan, mengajukan
pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik bagi individu
15
maupun masyarakat yang berhubungan dengan pemecahan
masalah.
Penekanaan Yager adalah pada tahap keempat yaitu pengambilan
tindakan terhadap masalah yang ada dilingkungan masyarakat. Sedangkan
menurut Asy’ari (2006: 67) , langkah-langkah yang digunakan dalam
pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) yaitu sebagai berikut:
1. Invitasi
Pada tahap ini guru mengemukakan isu atau masalah aktual
yang sedang berkembang di masyarakat sekitaryang dapat
diamati/dipahami oleh siswa serta dapatmerangsang siswa untuk
bisa ikut mengatasinya.
2. Eksplorasi
Pada tahap ini siswa melalui aksi dan reaksinya sendiri
berusaha memahami/mempelajari situasi baru atau yang
merupakan masalah baginya. Dapat ditempuh dengan cara
membaca buku, majalah, koran, mendengarkan berita di radio,
melihat TV, diskusi dengan sesama teman atau wawancara
dengan masyarakat maupun melakukan observasi langsung di
lapangan.
3. Penjelasan dan Solusi
Pada tahap ini berdasar hasil eksplorasinya siswa
menganalisis terjadinya fenomena dan mendiskusikan
bagaimana cara pemecahan masalahnya. Dengan kata lain siswa
mengenal dan membangun konsep baru yang sesuai dengan
kondisi lingkungan setempat. Untuk memantapkan konsep yang
diperoleh siswa tersebut guru perlu memberikan umpan
balik/peneguhan.
4. Aplikasi
Pada tahap ini siswa mendapat kesempatan untuk
menggunakan konsep yang telah diperoleh. Dalam hal ini siswa
mengadakan aksi nyata dalam mengatasi masalah-masalah
sosial di lingkungan setempat yang dimunculkan pada tahap
invitasi.
Dari beberapa langkah-langkah pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat (STM) menurut para ahli, langkah-langkah pelaksanaan
pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) yang akan dilakukan
dalam penelitian ini yaitu:
1. Inisiasi, siswa menyimak materi tentang isu/masalah sosial.
16
2. Invitasi, guru memberikan pertanyaan masalah fenomena sosial,
siswa merespon pertanyaan masalah fenomena sosial.
3. Eksplorasi, pengumpulan data melalui menyimak,mendengar,
wawancara, diskusi, observasi, dan eksperime.
4. Penyelesaian masalah, siswa menganalisis/mengorganisasikan
data.
5. Interpetasi, siswa menyampaikan gagasan dalam diskusi,
membuat model, membuat solusi, memadukan solusinya dengan
teori buku, dan membuat kesimpulan.
6. Pemantapan konsep, guru memberikan pemahaman konsep.
7. Evalusai, penilaian proses dan penilaian hasil.
Model Pembelajaran Cooperative Script Dengan Pendekatan Sains
Teknologi Masyarakat (STM)
Berdasarkan penejelasan menurut para ahli, maka dapat
disimpulkan langkah-langkah model pemebelajaran cooperative script
dengan pendekatan sains teknologi masyarakat (STM) sebagai berikut:
1. Siswa berpasangan.
2. Siswa menerima teks bacaan tentang isu/masalah sosial.
3. Siswa menyimak teks bacaan tentang isu/masalah sosial.
4. Guru memberikan pertanyaan masalah fenomena sosial.
5. siswa merespon pertanyaan masalah sosial.
6. Siswa mengumpulkan data tentang masalah fenomena sosial.
7. Masing-masing pasangan menentukan pembicara I dan pendengar I.
8. Pembicara I menjelasakan perolehan data kepada pendengar I,
pendengar Imendengarkan penjelasan perolehan data dari pembicara I.
9. Bertukar peran, pendengar I menjadi pembicara II untuk menjelaskan
perolehan data kepada pendengar II, pembicara I menjadi pendengar II
untuk mendengarkan penjelasan perolehan data dari pembicara II.
10. Siswa menganalisis/mengorganisasikan data secara berpasangan.
11. Siswa membuat kesimpulan.
17
12. Guru memberikan pemahan konsep
13. Penilaian proses dan penilaian hasil.
2.1.2 Unjuk kerja
Salah satu bentuk penilaian nontes adalah penenilaan unjuk kerja,
unjuk kerja adalah suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melauai
pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa
tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi
dan berdiskusi, kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah
dalam kelompok, partisipasi peserta didik dalam diskusi, ketrampilan
menari, ketrampialan memainkan alat music, kemampuan berolahraga,
ketrampilan menggunakan peralatan laboratorium, praktek sholat,bermain
peran, bernyanyi, dan ketrampilan mengoperasikan suatu alat (Wardani
Naniek Sulistya dkk, 2012: 73).
Menurut M. Sholeh Sahid dalam bukunya yang berjudul “Standar
Mutu Penilaian Dalam Kelas” menjelaskan bahwa penilaian unjuk kerja
adalah yaitu merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati
kegiatan atau kinerja siswa dalam melakukan sesuatu. Cara penilaian ini
lebih autentik daripada tes tertulis karena bentuk tugasnya lebih
mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Semakin banyak guru
mengamati unjuk kerja yang dilakukan siswa, semakin reliable hasil
penilaian kemampuan siswa.
Sejalan dengan pemikiran Wardani,Ns dkk dan M.Sholeh,
Denilson (1998:1 dalam M.Sholeh) juga mengemukakan bahwa penilaian
unjuk kerja adalah penilaian belajar siswa yang meliputi semua penilaian
dalam bentuk tulisan, produk, atau sikap kecualai bentuk pilihan ganda,
menjodohkan, benar- salah, atau jawaban singkat.
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa
unjuk kerja adalah suatu penilaian atau pengukuran yang dilakukan dengan
melakukan pengamatan terhadap aktivitas dan kegiatan yang dilakukan
siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Jadi peningkatan unjuk
kerja itu diperoleh skor dari aktivitas yang dilakukan, sehingga unjuk kerja
dapat dibedakan dalam layak dan tidak layak. Untuk penilaian layak dan
tidak layak dapat diukur melalui kriteria minimal yang ditetapkan.
18
2.1.3 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Sampai saat ini, IPS merupakan suatu program pendidikan dan
bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik
dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science),
maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence Education
Council (SSEC) dan National Council forSocial Studies (NCSS),
menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”.
Nama IPS dalam Pendidikan Dasar dan Menengah di Indonesia muncul
bersamaan dengan diberlakukannya kurikulum SD, SMP dan SMA tahun
1975.
Dilihat dari sisi ini, maka IPS sebagai bidang studi masih “baru“.
Disebut demikian karena cara pandang yang dianutnya memang dianggap
baru, walaupun bahan yang dikaji bukanlah hal yang baru. Dengan kata
lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata
pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah,
antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya. Perpaduan ini
dimungkinkan karena mata pelajaran tersebut memiliki obyek material
kajian yang sama yaitu manusia. Dalam bidang pengetahuan sosial, kita
mengenal banyak istilah yang kadangkadang dapat mengacaukan
pemahaman. Istilah tersebut meliputi: Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi
Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Untuk
memperjelas penggunaan istilah tersebut secara tepat, berikut ini akan
dijelaskan dari masing-masing istilah.
Tujuan Pendidikan IPS
Setiap usaha pendidikan senantiasa memiliki tujuan tertentu yang
hendak dicapai. Berdasarkan tujuan pendidikan yang jelas, tegas, terarah,
barulah pendidik dapat menentukan usaha apa yang akan dilakukannya
dan bahan pelajaran apa yang sebaiknya diberikan kepada anak didiknya.
Demikian juga di dalam negara kita telah dirumuskan tujuan pendidikan
nasional dirumuskan berdasarkan pada falsafah negara Pancasila dan UUD
1945, seperti digariskan dalam GBHN.
19
Berdasarkan pada falsafah negara tersebut, maka telah dirumuskan
tujuan pendidikan nasional, yaitu:
membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk
membentuk manusia yang sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas
dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan
penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang
tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya,
dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud
dalam UUD 1945.
Berkaitan dengan tujuan pendidikan di atas, kemudian apa tujuan
dari pendidikanIPS yang akan dicapai? Tentu saja tujuan harus dikaitkan
dengan kebutuhan dandisesuaikan dengan tantangan-tantangan kehidupan
yang akan dihadapi anak.Berkaitaan dengan hal tersebut, kurikulum 2004
untuk tingkat SD menyatakanbahwa, Pengetahuan Sosial (sebutan IPS
dalam kurikulum 2004), bertujuan untuk:
1. mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi,
ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan
psikologis.
2. mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.
3. membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai
sosial dan kemanusiaan
4. meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional
maupun global
Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan IPS menurut
(Nursid Sumaatmadja. 2006) adalah “membina anak didik menjadi warga
negara yang baik,yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
kepedulian social yang berguna bagidirinya serta bagi masyarakat dan
negara” Sedangkan secara rinci Oemar Hamalikmerumuskan tujuan
20
pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu: (1)
pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial
dansikap, (4) keterampilan (Oemar hamalik. 1992 : 40-41).
Ruang Lingkup Pembelajaran IPS
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai
berikut:
1. Manusia, tempat, dan lingkungan
2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan
3. Sistem sosial dan budaya
4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
5.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh setiap peserta didik,
kemampuan peserta didik yang standar dinamakan Standar Kompetensi
(SK). Secara lengkap yang dimaksud dengan SK adalah kualifikasi
kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap
kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran atau kemampuan yang
harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan
penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. Standar
kompetensi ini selanjutnya akan diperinci ke dalam Kompetensi Dasar
(KD). Kompetensi dasar ini merupakan sejumlah kemampuan yang harus
dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan
penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. Secara rinci SK
dan KD untuk mata pelajaran IPS kelas IV semester II ditunjukkan dalam
tabel sebagai berikut :
21
Tabel
SK dan KD untuk Mata Pelajaran IPS Kelas IV, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mengenal sumber daya
alam, kegiatan ekonomi,
dan kemajuan teknologi
di lingkungan
kabupaten/kota dan
provinsi
2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan
dengan sumber daya alam dan potensi lain di
daerahnya
2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi,
komunikasi, dan transportasi serta
pengalaman menggunakannya
2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya
2.2 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan tentang penggunaan model cooperative
scriptdengan pendekatan STM untuk meningkatkan unjuk kerja IPS siswa
kelas 4 SD Negeri Sidokumpul Kecamatan Guntur Kabupaten Demak
semester 2 tahun ajaran 2012/2013 sebagai berikut:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Trias Indiantika dengan
judul “Penerapan model cooperative script untuk meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV SDN
Kebonagung 06 Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang”. Berdasarkan
hasil observasi pra tindakan pada tanggal 18 Februari 2011 di SDN
Kebonagung 06 Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang, aktivitas dan
hasil belajar siswa relatif rendah KKM yang di peroleh hanya mencapai
42,00. Hal tersebut berhubungan dengan cara pembelajaran yang
digunakan guru masih bersifat konvensional, hal tersebut menyebabkan
siswa kurang aktif dalam mencari pengetahuannya sendiri. Hasil dari pra
tidakan yang diberikan pada 30 siswa menunjukkan bahwa hanya ada 3
siswa (10%) yang mencapai KKM yang ditentukan 75,00. Penelitian ini
dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan penerapan model
pembelajaran Cooperative Script, aktivitas dan hasil belajar siswa setelah
diterapkan model pembelajaran Cooperative Script. Penelitian ini
22
menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK), subjek dalam
penelitian ini yaitu seorang guru kelas IV dan seluruh siswa kelas IV SDN
Kebonagung 06, dengan prosedur (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3)
Observasi dan Penilaian, (4) Refleksi di setiap siklusnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPS materi “Koperasi” siswa
kelas IV SDN Kebonagung 06 dengan penerapan model pembelajaran
Cooperative Script dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Aktivitas belajar siswa kelas IV dalam belajar IPS materi “Koperasi”
meningkat ketika diterapkan model pembelajaran Cooperative Script.
Rata-rata aktivitas pada siklus I 70,80 dan rata-rata pada siklus II 90,31.
Pada siklus I dan II rata-rata aktivitas siswa mengalami peningkatan 19,51.
Hasil belajar siswa kelas IV dalam belajar IPS materi “Koperasi”
meningkat setelah diterapkan model pembelajaran Cooperative Script.
Rata-rata hasil belajar pada siklus I 74, 83 dan pada siklus II 85,33. Pada
siklus I dan II rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan 10,50.
Ketuntasan siswa kelas IV pada siklus I 19 (63%) siswa, dan jumlah siswa
yang tidak tuntas belajar 11 (37%) siswa. Pada siklus II siswa yang tuntas
30 (100%) hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II mengalami
peningkatan 37%. Nilai ketuntasan yang diperoleh pada siklus II sudah
melebihi dari nilai KKM yang ditentukan yaitu 75, maka dapat
disimpulkan bahwa siswa kelas IV SDN Kebonagung 06 dalam belajar
IPS materi “Koperasi” tuntas belajar. Sedangkan kelebihannya adalah
dapat meningkatkan ketuntasan siswa hingga 100%, yang mulanya hanya
tuntas 10%. Kelemahan dalam penelitian ini adalah terlalu menekankan
pada ketuntasan belajar, padahal seharusnya peningkatan hasil belajar.
Dalam penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut dengan
meningkatkan hasil belajar sehingga ketuntasan belajarnya juga akan
tercapai.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih tahun 2011
dengan judul “Pengaruh penerapan model pembelajaran cooperative script
pada pelajaran bahasa Indonesia terhadap peningkatan hasil belajar siswa
23
SD Negeri mangunsari Salatiga semester II tahun 2010/2011”. Hasil
penelitian menunjukkan rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok
eksperimen sebesar 80.52 lebih besar daripada rata-rata skor hasil belajar
siswa pada kelompok kontrol sebesar 60.00 dengan besarnya nilai t adalah
9,839 dengan tingkat signifikansisebesar 0,000, karena besarnya t hitung
9,839 > dari t table 1,734 maka hipotesis yang diajukan diterima berarti
ada perbedaan yang sangat signifikan antara nilai posttest kelas kontrol
dengan nilai posttest kelas eksperimen yang artinya terdapat perbedaan
pengaruh yang sangat signifikan pada penggunaan model pembelajaran
cooperative script terhadap peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia
siswa kelas IV SD N Mangunsari 04 Salatiga semester 2 tahun 2010/2011.
Kelebihan dari penelitian ini adalah penerapan model cooperative scrip
yang sangat berhasil dengan terbuktikannya dengan adanya perbedaan
yang sangat signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Sedangkan kelemahannya adalah tidak ada pembahasan tentang proses
belajar siswa yang turut mengalami peningkatan atau tidak. Dalam
penelitian ini akan mengatasi kelemahan tersebut dengan cara melakukan
penilaian terhadap kegiatan siswa melalui unjuk kerja.
Ketiga, Penelitian oleh Sulistiyah Larasfitri (2010).
PeningkatanHasilBelajarIPAMelaluiPendekatanSainsTeknologidan
Masyarakat (STM) Pada SiswaKelas III SDN Lesanpuro 4 Kecamatan
Kedungkandang Kota Malang. Program SI PGSD, Jurusan Kependidikan
Sekolah Dasar dan Pra Sekolah Universitas Negeri Malang. Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa pada umumnya guru IPA di
Sekolah Dasar hanya terpaku pada penggunaan metode ceramah,
penggunaan pendekatan pembelajaran berpengaruh pada hasil
belajarsiswa. Hal ini terbukti dari hasil observasi yang dilakukan, dengan
hanya menggunakan metode ceramah hasil belajarsiswa masih rendah,
banyak yang belum mencapai ketuntasan belajar dan aktivitas siswa
cenderung pasif. Sebagai upaya meningkatkan aktivitas dan hasil
belajarsiswa diperlukan berbagai metode dan pendekatan lain yang
24
bervariasi yang dapat dijadikan alternatif pengganti metode ceramah.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan hasil belajar IPA siswa
kelas III SDN Lesanpuro 4 Kota Malang sebelum diterapkan pendekatan
pembelajaran Sains Teknologi dan Masyarakat (STM); (2)
mendeskripsikan aktivitas belajar IPA setelah diterapkan pendekatan
pembelajaran Sains Teknologi dan Masyarakat (STM); (3)
mendeskripsikan pendekatan pembelajaran Sains Teknologi dan
Masyarakat (STM) dapat meningkatkan hasil belajarsiswa pada mata
pelajaran IPA. Rancangan penelitian ini menggunakan Penelitian
Tindakan Kelas model Kemmis dan Mc Taggart melalui dua siklus (siklus
I dan II). Subyek penelitian ini adalah siswa kelas III A SDN Lesanpuro 4
dengan jumlah siswa 39 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan
observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi. Analisis data yang dilakukan
secara kualitatif. Hasil penelitian siklus I menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan pendekatan STM mampu meningkatkan aktivitas
dan prestasibelajarsiswa. Pada siklus I aktivitas belajarsiswa bisa mencapai
75,2% meningkat pada siklus II menjadi 85,5% dan prestasibelajarsiswa
pada siklus I dengan rata- rata sebesar 66,3 meningkat pada siklus II
menjadi 81,7. Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada guru IPA
hendaknya menerapkan pendekatan pembelajaran STM sebagai salah satu
alternatif untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajarsiswa di kelas
dengan menyesuaikan materi yang dipelajari.
Keempat, Penelitian oleh Amrih Wicaksono Adi (2012). Pengaruh
Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat(STM) Terhadap Hasil Belajar
IPS Siswa Kelas IV SD Negeri Mangunsari Salatiga Semester 2 Tahun
Ajaran 2011/2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
adakah pengaruh positif signifikan pendekatan STM terhadap hasil belajar
IPS siswa kelas IV SD Negeri Mangunsari Salatiga semester 2 tahun
ajaran 2011/2012. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan
desain Two Group Posttest Only. Unit penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV di SD Negeri Mangunsari 04
25
Salatiga sebanyak 32 siswa sebagai kelompok eksperimen dan seluruh
siswa kelas IV di SD Negeri Mangunsari 07 sebanyak 37 siswa sebagai
kelompok kontrol. Teknik pengumpulan data menggunakan tes dan non
tes. Bentuk tes berupa pilihan ganda dan uraian, sedangkan bentuk non tes
adalah menyimak, diskusi presentasi dan lembar kerja siswa. Teknik
analisis yang digunakan adalah analisis beda rerata (uji t) hasil belajar IPS
dari kelompok eksperimen dan kontrol pada taraf signifikansi 5% (α =
0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata
dari hasil belajar kelompok eksperimen dan kontrol. Hal ini ditunjukkan
dengan perolehan rata-rata skor hasil belajar kelompok eksperimen adalah
90,75 dan ratarata skor hasil belajar kelompok kontrol adalah 80,05.
Selisih rata-rata kelompok eksperimen dan kontrol sebesar 10,7. Hasil
perhitungan uji T diperoleh nilai t hitung > t tabel (8,299 > 1,996) dan
taraf signifikansi < 0,05 (0,000 < 0,05), itu hipotesis diterima. Maka,
hipotesis yang berbunyi ada pengaruh positif signifikan pendekatan Sains
Teknologi Masyarakat(STM) terhadap hasil belajar IPS siswa kelas IV SD
Negeri Mangunsari Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012 terbukti.
Berdasarkan hasil penelitian disarankan supaya guru dalam pembelajaran
IPS menggunakan pembelajaran dengan pendekatan STM sebagai salah
satu solusi untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan
pendekatan STM perlu dikembangkan oleh guru di sekolah agar siswa
dapat belajar secara kontekstual dan memecahkan permasalahan berkaitan
dengan perkembangan teknologi yang sesuai dengan realita kehidupannya.
Kelima, penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 oleh Naila
Fikrina Afrih Lia dengan judul “Efektivitas Teknik Penilaian Unjuk Kerja
terhadap Kemampuan Matematis Materi Pokok Garis dan Sudut pada
Peserta Didik Kelas VII SMP Putri Nawa Kartika Kudus Tahun Pelajaran
2009/2010”. Dalam mata pelajaran matematika setiap guru dituntut untuk
mampu mengetahui kemampuan matematis setiap anak didiknya. Hal ini
menjadi barometer keberhasilan seorang guru dalam pembelajaran, Namun
sebagaimana yang terjadi di SMP Putri Nawa Kartika Kudus, belum dapat
26
mengidentifikasi setiap indikator dalam kemampuan matematis. Selama
ini dalam proses pengambilan nilai masih menggunakan teknik penilaian
konvensional (uraian), yang cenderung global hanya dibatasi dengan
ketercapaian pada KKM matematika 60. Sehingga diperlukan inovasi
dalam penilaian, salah satunya dengan teknik penilaian yang diduga dapat
mengukur kemampuan matematis peserta didik yaitu teknik penilaian
unjuk kerja.
Melalui penelitian ini diimplementasi teknik tersebut dan
permasalahan dalan penelitian ini yaitu apakah penggunaan teknik
penilaian unjuk kerja efektif terhadap kemampuan matematis materi pokok
garis dan sudut pada peserta didik kelas VII SMP Putri Nawa Kartika
Kudus tahun pelajaran 2009/2010?. Dengan tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui efektivitas penggunaan teknik penilaian unjuk kerja
terhadap kemampuan matematis materi pokok garis dan sudut pada peserta
didik kelas VII SMP Putri Nawa Kartika Kudus tahun pelajaran
2009/2010.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang berdesain
"posttest-only control design". Populasi dalam penelitian ini peserta didik
kelas VII semester II SMP Putri Nawa Kartika Kudus Tahun Pelajaran
2009/2010. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster
sampling. Terpilih peserta didik kelas VII-A sebagai kelompok
eksperimen dan peserta didik kelas VII-B sebagai kelompok kontrol. Pada
akhir pembelajaran kedua kelompok sama-sama diberi tes yang telah diuji
validitas, taraf kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitasnya. Metode
pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode wawancara,
dokumentasi dan tes. Data dianalisis dengan uji perbedaan rata-rata (uji t)
pihak kanan. Berdasarkan penelitian diperoleh thitung = 1,904 sedangkan
nilai t = 1,67. Karena t hitung> t maka H ditolak. Artinya rata-rata
kemampuan matematis yang diukur dengan teknik penilaian unjuk kerja
lebih besar dari pada rata-rata kemampuan matematis yang diukur dengan
teknik penilaian konvensional (uraian).
27
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa rata-rata kemampuan matematis kelompok eksperimen lebih besar
dari pada kelompok kontrol sehingga dapat dikatakan teknik penilaian
unjuk kerja lebih efektif daripada teknik penilaian konvensional (uraian)
pada materi pokok garis dan sudut di kelas VII SMP Putri Nawa Kartika
Kudus tahun pelajaran 2009/2010, dan disarankan guru dapat terus
mengembangkan teknik penilaian unjuk kerja serta menerapkan penilaian
unjuk kerja ini pada materi pokok yang lainnya. Karena kunci dari
penerapan penilaian unjuk kerja ini tergantung dari kreatifitas guru dalam
menyesuaikan antara tujuan pembelajaran dengan instrument penilaian
unjuk kerja, terlebih pada waktu penyusunan rubrik dan penskoran.
Kelebihan dari penelitian ini adalah menekankan pada teknik yang
digunakan pada penilaian hasil belajar. Sedangkan kelemahnya tidak
dibahas proses dalam kegiatan pembelajaran hanya fokus pada teknik
penilaian unjuk kerja. Pada penelitian ini akan mengatasi masalah dengan
menggunakan model pembelajaran cooperative script agar proses
pembelajaran dapat dinilai dengan menggunakan penilaian unjuk kerja.
2.3 Kerangka Berfikir
Keberhasilan kegiatan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah model pembelajaran. Model
pembelajaran yang baik yaitu yang sesuai dengan karakteristik materi dan
karakter siswa. Akan tetapi pada kenyataanya pada kegiatan pembelajaran
masih banyak guru yang menggunakan model pembelajaran tradisional
dengan metode ceramah yang berpusat pada guru. Contohnya, seperti
kelas yang akan diteliti ini guru sering menggunakan model pembelajaran
tradisional. Pada KD 2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, siswa tidak aktif dalam
pembelajaran, ada yang sibuk menggambar, asyik berbiacara dengan
teman sebangku, dan tidak memperhatiakan penjelasasn guru. Setelah
melakukan pembelajaran dengan model pembelajaran tradisional,
28
selanjutnya guru melakukan penilaian hasil belajar. Penilaian yang
digunakan oleh guru untuk mengukur hasil belajar hanyalah tes formatif
yang dilakukan setiap selesai membahas satu pokok bahasan atau bab.
Dari hasil belajar yang diperoleh siswa masih banyak yang nilanya <
KKM (65).
Kondisi tersebut perlu dilakukan perbaikan dalam proses
pembelajaran, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran
cooperative script dan pendekatan STM. Pada KD 2.3 Mengenal
perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta
pengalaman menggunakannya, diharapkan ada peningkatan unjuk kerja
setelah menggunakan model pembelajaran cooperative script dengan
pendekatan STM. Pada model pembelajaran cooperative script dengan
pendekatan STM langakah-langkah yang dilakukan. Siswa menyimak
script materi yang diberikan oleh guru. Siswa merespon pertnyaan yang
telah diberikan oleh guru, setelah itu siswa mengumpulkan data.
Kemudian terjadi kesepakan antara siswa, siapa yang pertama akan
menjadi pembicara dan pendengar. Pembicara I menjelasakan perolehan
data kepada pendengar I, pendengar I menyimak penjelasan peolehan data
dari pembicara I.bertukar peran, pendengar I menjadi pembicara II untuk
menjelaskan hasil perolehan data kepda pendengar II, pendengar II
menyimak hasil perolehan data dari pembicara II. Siswa menganalisis
hasil perolehan data secara berpasangan. Kemudian mereka mengevaluasi
hasil dari data yang diperoleh. Setelah selesai mengevaluasi siswa
membuat laporan dan dilanjutkan dengan guru memberikan pemahaman
kosep. Pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung dilakukan penilaian
unjuk kerja, karakter dan laporan.. Dalam model pembelajaran cooperative
script dan pendekatan STM ini siswa menjadi aktif dan guru hanya
bertugas sebagai fasilitator. Selain menjadi fasilitator guru juga
mengontrol siswa selama proses pembelajaran berlangsung serta
mengarahkan siswa jika mengalami kesuliatan. Dari model cooperative
script dengan pendekatan STM pembelajaran ini akan terjadi interaksi
29
tidak hanya pada guru dan siswa tetapi juga interaksi antara siswa dengan
siswa.
Model pembelajaran cooperative script dengan pendekatan STM
akan membuat siswa aktif dalam pembelajaran, berani bertanya dan
mengemukakan pendapat. Selanjutnya akan meningkatkan unjuk kerja ,
yang sebelumya siswa tidak aktif dalam pembelajaran yang membuat
masih banyak nilai < KKM. Setelah menggunakan model pembelajaran
cooperative script dengan pendekatan STM akan dilakukan penilaian yaitu
penilaian unjuk kerja. Diamana unjuk kerja siswa selama pembelajaran
akan di amati dan akan mecapai indikator yang telah ditentukan yaitu
kriteria minimal unjuk kerja IPS yang layak dengan persentasi yang akan
dicapai diatas 80% dari jumlah seluruh siswa.
30
Skema Kerangka Berfikir
Gambar 2.1 Hubungan antara model pembelajaran cooperative script dengan
pendekatan STM dengan unjuk kerja siswa
Pembelajaran IPS: KD
2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Menggunakan metode ceramah sehingga siswa hanya
mendengarkan sebagai objek yang pasif dan pembelajarn
menjadi kurang eektif
Pembelajaran tradisional
Guru mendominasi KBM
Guru menjadi fasilitator
Hasil belajar rendah
siswa tidak aktif
Pemeblajaran IPS:KD
2.3 Mengenal perkembangan teknologi
produksi, komunikasi, dan transportasi serta
pengalaman menggunakannya
Langkah-langkah pembelajaran cooperative script dan
pendekatan STM:
menyimak script materi
1. Siswa menyimak script
materi
merespon pertanyaan
Menganalisis perolehan data
Menjadi Pendengar
Menjadi Pembicara
mengumpulka data
Membuat laporan
Mengevaluasi perolehan data
Rubrik unjuk kerja
Rubrik unjuk kerja
Rubrik unjuk kerja
Rubrik karakter
Rubrik unjuk kerja
Rubrik karakter
Rubrik laporan
Rubrik unjuk kerja
Skor unjuk
kerja IPS
31
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir seperti yang
diuraikan, diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: melalui penggunaan
model pembelajaran cooperative script dengan pendekatan STM dapat
meningkatkan unjuk kerja IPS siswa kelas 4 SD Negeri Sidokumpul
Kecamatan Guntur Kabupaten Demak semester 2 tahun ajaran 2012/2013.