bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori ilmu pengetahuan alam€¦ · ipa terdiri dari tiga komponen...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Aly dan Rahma (2008: 18) bahwa “IPA adalah suatu
pendekatan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas
atau khusus yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan,
penyusunan teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait
mengait antara cara yang satu dengan yang lain”. Kemudian Menurut
Conant (dalam Asy’ari, (2006:7) IPA diartikan sebagai bangunan atau
deretan konsep yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimen dan
observasi. Sejalan dengan isi kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa
“IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan”. Jadi IPA merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang
alam sekitar beserta isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda
yang berada di alam, peristiwa, dan gejala-gejala yang muncul di alam.
Ilmu juga dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan yang bersifat objektif.
Jadi, IPA adalah suatu pengetahuan yang bersifat objektif tentang alam
sekitar beserta isinya.
IPA terdiri dari tiga komponen penting yaitu: produk ilmiah, proses
ilmiah dan sikap ilmiah. IPA sebagai produk ilmiah menurut Maslichah
Asy'ari (2006: 8) merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun dalam
bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori. IPA sebagai proses ilmiah,
yang menyangkut proses atau cara kerja untuk memperoleh hasil atau
produk, inilah yang kemudian dikenal sebagai proses ilmiah. Keterampilan
proses dalam IPA merupakan keterampilan yang dilakukan oleh para
9
ilmuwan (Iskandar, 1997:5). Sedangkan IPA adalah sebagai sikap adalah
obyektif terhadap fakta, jujur, tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan,
berhati terbuka, tidak mencampuradukkan fakta dengan pendapat, bersifat
hati-hati, ingin menyelidiki, ingin tahu dan lain-lain. Jadi ketiga komponen
tersebut tidak dapat dipisahkan, karena ketiganya saling berhubungan satu
sama lain.
2.1.2 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD
Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan, dalam hal ini
masa depan kehidupan anak yang ditentukan orang tua. Oleh karenanya,
sekolah mempersiapkan mereka untuk hidup dalam masyarakat yang akan
datang. Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan,
yang dilaksanakan dengan menuangkan pengetahuan kepada siswa
(Hamalik, 2008: 25). Bila pembelajaran dipandang sebagai suatu proses,
maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam
rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan
progam pengajaran tahunan, semester dan penyusunan persiapan mengajar
(lesson plan) berikut persiapan perangkat kelengkapannya antara lain
berupa alat peraga dan alat-alat evaluasinya (Hisyam, 2004: 4).
Berdasarkam beberapa pendapat diatas maka disimpulkan pembelajaran
adalah suatu proses dan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka
membuat siswa belajar, pembelajaran juga merupakan persiapan di masa
depan dan sekolah mempersiapkan mereka untuk hidup dalam masyarakat
yang akan datang.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang
dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep
yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman
melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan
dan penyajian gagasan-gagasan. IPA adalah pengetahuan khusus yaitu
dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan
teori dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan
10
cara yang lain (Abdullah, 2010: 18). IPA berhubungan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan sistematis dan IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan
(Sulistyorini, 2007: 39). IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-
peristiwa yang terjadi alam (Iskandar, 2001: 2). Ilmu Pengetahuan Alam
merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa
mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang
alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses
ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-
gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai cara mencari tahu dan
cara mengerjakan atau melakukan dan membantu siswa untuk memahami
alam sekitar secara lebih mendalam (Depdiknas dalam Suyitno, 2002: 7).
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran IPA
adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam
dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan
teori agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang
terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui
serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan
penyajian gagasan-gagasan.
Mata Pelajaran IPA di SD menurut KTSP Standar Isi 2006
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam
ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
11
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam
memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Tujuan Pembelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa: a)
mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif terhadap sains,
teknologi dan masyarakat. b) mengembangkan keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
c) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains
yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
d) mengembangkan kesadaran tentang peran dan pentingnya sains dalam
kehidupan sehari-hari. e) mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan
pemahaman ke bidang pengajaran lain. f) ikut serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam. g) menghargai berbagai
macam bentuk ciptaan Tuhan di alam semesta ini untuk dipelajari
(Sulistiyorini, 2007: 40)
Jadi, pada kesimpulannya mata pelajaran IPA di SD memiliki
tujuan seperti yakin terhadap kebesaran Tuhan YME karena setelah
mempelajari gejala-gejala alam, siswa dapat melihat keunikan dan
keindahan yang ada alam. Dapat mengembangkan pengetahuannya tentang
alam sekitar yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari sehingga secara
otomatis akan melatih siswa untuk berpikir kritis dan bersikap positif
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Selain itu, juga memiliki
12
kesadaran untuk menjaga dan menghargai alam sekitar sehingga akan
memperoleh bekal pengetahuan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
2.1.3 Hasil Belajar IPA
Hasil belajar sangat erat dengan belajar atau proses kegiatan belajar
mengajar. Hasil melajar merupakan suatu sasaran atau tujuan dari proses
belajar tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan
perolehan dari proses kegiatan belajar yang diperoleh siswa dengan tujuan
pembelajaran yang hendak di capai. Keberhasilan dari suatu proses belajar
dapat dilihat melalui hasil belajar yang diperoleh. Hasil belajar adalah
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut
aspek kognitif, afektif, dan pesikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar
(Ahmad Susanto 2013: 5). Sedangkan, menurut Nawawi (dalam K.
Brahim 2007: 39) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai
tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah
yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal
sejumlah materi pelajaran tertentu. Berdasarkan uraian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan-perubahan yang
terjadi pada siswa sebagai tingkat keberhasilan dalam mempelajari materi
yang ada disekolah melalui tes atau mengenal sejumlah materi pelajaran
tertentu yang dinyatakan dalam skor. Menurut Rohani (2010:205), “ hasil
belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang
nilai dari penggunaan strategi pembelajaran. Penilaian hasil belajar
bertujuan melihat kemajuan hasil belajar peserta didik dalam hal
penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya dengan tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan”. Jadi menurut Rohani , efek yang didapatkan
oleh siswa yang dijadikan sebagai indikator/ukuran tentang nilai yang
digunakan dalam strategi pembelajaran. Pada intinya hasil belajar
bertujuan untuk melihat kemajuan yang didapat oleh siswa dengan tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan.
13
Setelah melalui proses belajar seharusnya seorang siswa
mengalami perubahan perilaku. Perubahan perilaku tersebut merupakan
hasil belajar. Perubahan perilaku siswa tidak hanya pada perubahan
kognitif saja, melainkan perubahan afektif dan psikomotor juga. Ketiga
aspek tersebut merupakan taksonomi yang di klasifikasikan oleh bloom
(dalam Suprihatiningrum 2013: 38), yaitu :
1. Aspek Kognitif
Dimensi kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir,
mengetahui, dan memecahkan masalah seperti pengetahuan kompehensif,
aplikatif, sintesis, analisis, dan pengetahuan evaluatif.
2. Aspek Afektif
Dimensi akfektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap,
nilai, minat dan apresiasi.
3. Aspek Psikomotorik
4. Dimensi Psikomotorik mencakuo tujuan yang berkaitan dengan
keterampilan yang bersifat motorik.
Proses kegiatan belajar mengajar saat ini, hasil belajar pada ranah
kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan hasil belajar ranah
afektif dan ranah psikomotorik. Sehingga menimbulkan permasalahan
dalam proses kegiatan belajar mengajar. Seharusnya, ketiga ranah tersebut
hasur tercapai dengan baik dan seimbang, sehingga dapat dikatakan siswa
telah berhasil dalam proses belajar.
2.1.4 Model Cooperative Learning Tipe Problem Based Learning
berbantuan media Mind Mapping.
2.1.4.1 Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukisakan prosedur yang sistematis dalam mengorgannisaikan
pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru
dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas mengajar (Sagala, 2005).
Sedangkan menurut Joyce dan Weil (2000:13) menjelaskan secara luas
bahwa model pembelajaran merupakan deskripsi dari lingkungan belajara
yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, rancangan
14
unit pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, program
multimedia ddan bantuan belajar melalaui program komputer. Masih
menurut Joyce dan Weil hakekat mengajar adalah membantu pelajar
(peserta didik) memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai-nilai, cara
berpikir, dan belajar bagaimana belajar.
Merujuk pada pendapat di atas, memaknai model pembelajaran
adalah sebagai suatu rencana yang memperlihatkan pola pembelajaran
tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru dan peserta didik
di dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang
menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik. Di dalam pola
pembelajaran yang dimaksud terdapat karakteristik berupa rentetan atau
tahapan perbuatan/kegiatan guru peserta didik yang dikenal dengan istilah
sintaks. Secara implisist di balik tahapan pembelajaran tersebut terdapat
karakteristik lainnya dari sebuah model dan rasional yang membedakan
antara model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang
lainnya.
2.1.4.2 Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif sesungguhnya bukanlah hal yang
baru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Para guru telah
menerapkannya selama bertahun-tahun dalam bentuk kelompok
laboratorium, kelompok tugas, kelompok diskusi, dan sebagainya. Namun
model ini senantiasa mengalami perkembangan.
Saat ini, para peneliti sedang mempelajari aplikasi praktis dari
prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif. Hasilnya Sugiyanto (2008 : 35),
banyak model pembelajaran kooperatif yang ditemukan. Menurut
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan
belajar.
15
Slavin (2008: 8) Mendefinisikan bahwa model pembelajaran
kooperatif sebagai model pembelajaran dimana siswa bekerjasama dalam
suatu kelompok.” Di dalam pembelajaran kooperatif para siswa akan
duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk
menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Mortarela (1994),
Pembelajaran kooperatif secara umum menyangkut teknik pengelompokan
yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam
kelompok kecil yang umumnya terdiri dari lima atau enam siswa.
Pembentukan kelompok didasarkan pada penerataan karakteristik
psikologis individu yang meliputi, kecepatan belajar motivasi belajar,
perhatian cara berfikir dan daya ingat.
Lima unsur model pembelajaran kooperatif harus di terapkan yaitu:
a) Saling ketergantungan positif (Positive interdependence), b)
Tanggungjawab perseorangan (Personal responsibility), c) Interaksi
promotif (Face to face promotive interaction), d) Komunikasi antar
anggota (Interpersonal skill), e) Evaluasi proses kelompok (Group
processing). Salah satu model pembelajaran yang menuntut keaktifan
seluruh siswa adalah model pembelajaran kooperatif yaitu pambelajaran
yang secara sengaja didesain untuk melatih siswa mendengarkan
pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat tersebut dalam
bentuk tulisan (Suherman, 2003:259). Bahkan Ibrahim (2000:12)
menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif selain membantu
siswa memahami konsep-konsep yang sulit, juga berguna untuk membantu
siswa menumbuhkan keterampilan kerjasama, berfikir kritis, dan
kemampuan membantu teman”. Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran
penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap ragam dan
pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, 2000 : 7). Jadi dapat
disimpulkan, bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu
kegiatan belajar yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran sehingga
16
pembelajaran akan menjadi aktif serta dapat menumbuhkan ketrampilan
kerjasama, berfikir kritis, dan berani mengeluarkan pendapat.
Ibrahim (2000 : 7) menyatakan pembelajaran koopratif memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1) Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya.
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki tinggi,
sedang, dan rendah.
3) Bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras,
budaya,, suku, jenis kelamin berbeda–beda berkembang
individu.
Supaya pembelajaran terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar
kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah
mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu
teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan materi tersebut. Kemudian
diminta mempresentasikan hasil diskusinya. Pada saatnya tes akhir harus
diusahakan agar siswa tidak bekerja sama pada saat mengerjakan tes.
Model pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihan Model pembelajaran kooperatif adalah: meningkatkan siswa,
meningkatkan percaya diri, menumbuhkan keinginan untuk menggunakan
pengetahuan dan keahlian yang ada dan memperbaiki hubungan antar
kelompok. Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif adalah
memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakannya bila terjadi
persaingan negatif maka hasilnya dalam kelompok akan terjadi
kesenjangan sehingga usaha kelompok tidak berjalan semestinya.
Model pembelajaran kooperatif menuntun setiap siswa saling
bekerjasama satu dengan yang lain, berdiskusi dan berpendapat, menilai
pengetahuan dan saling mengisi kekurangan anggota lainnya, apabila
dapat diorganisasikan secara tepat maka siswa akan lebih menguasai
konsep yang diajarkan bagi siswa kurang mampu mereka akan diberi
masukan dari teman-teman satu kelompoknya yang mempunyai lebih. Dan
bagi siswa mampu diharapkan bisa lebih berkembang dengan menyalurkan
17
pengetahuannya kepada siswa yang kurang mampu. Berdasarkan pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang memanfaatkan kelompok kecil dari kerjasama
anggota antara 2 sampai 6 orang dalam memecahkan masalah untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim
(2000:10) adalah sebagaimana berikut :
Tabel 2.1
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase Tindakan Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Guru mnyampaikan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai dan memotivasi siswa
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan
Fase 3
Mengorganisasikan siswa
kedalam kelompok-
kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
membentuk kelompok belajar dan membantu
kelompok melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil belajarnya
Fase 6
Memberikan
penghargaan
Guru mencari cara-cara menghargai baik upaya
maupun hasil belajar individu dan kelompok
18
2.1.4.3 Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Problem Based
Learning.
Pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning menurut
Arends dalam Suprihatiningrum (2013:66) adalah “model pembelajaran
dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga
ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan
ketrampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta
meningkatkan kepercayaan diri”. Suprihatiningrum (2013:65-66)
memberi pengertian bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa
untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari
materi pelajaran.
Ibrahim dan Nur dalam Trianto (2011:241) mengemukakan
pembelajaran berbasis masalah atau istilah asingnya problem based
learning merupakan model pembelajaran yang digunakan untuk
merangsang berfikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi
pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar dan bagaimana
belajar.
Pembelajaran ini sangat cocok untuk mengembangkan
pengetahuan siswa dari dasar maupun kompleks. Dalam model
pembelajaran PBL guru memandu siswa untuk mencari dan
menyelesaikan masalah berdasarkan sesuatu yang siswa amati dari
kejadian-kejadian di dunia nyata. Guru membimbing siswa tentang
strategi atau cara-cara untuk menyelesaikan masalah supaya siswa dapat
menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian Problem
Based Learning dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning
19
merupakan model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa
dalam melakukan pemecahan masalah berdasarkan pengamatan pada
dunia nyata yang memerlukan pemikiran tingkat tinggi yang bertujuan
untuk melatih siswa berfikir kritis, memecahkan masalah serta
menemukan pengetahuan baru berdasarkan masalah yang mereka
pecahkan.
Ciri-ciri model Problem Based Learning menurut Ibrahim dan
Nur dalam Putra (2013:73) sebagai berikut: 1) pengajuan pertanyaan atau
masalah. 2) berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu. 3) penyelidikan
autentik. 4) menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. 5)
kerjasama.
Menurut Rusman (2011:232) menjelaskan bahwa model Problem
Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran.
2. Permasalahan diangkat adalah permasalahan yang ada
didunia nyata yang tidak terstruktur. 3. Permasalahan
menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. 4.
Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam,
penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan
proses yang esensial dalam PBL. 5. Keterbukaan proses dalam
PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar
dan PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa
dan proses belajar.
Pada model pembelajaran berdasarkan masalah terdapat lima
tahapan utama yang dimulai dengan memperkenalkan siswa terhadap
masalah dan diakhiri dengan tahap penyajian atau analisis hasil kerja
siswa. Kelima tahapan tersebut disajikan dalam bentuk tabel (Nurhadi
2009: 111)
20
Tabel 2.2
Fase-fase Model Cooperative Learning
Tipe Problem Based Learning
Fase Indikator Aktifitas/Kegiatan Guru
Fase 1
Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan
logistikyang diperlukan,
pengajuan masalah,
memotivasi siswa terlibat
dalam aktivitas pemecahan
masalah yang dipilihnya.
Fase 2
Mengorganisasikan siswa untuk
belajar
Guru membantu siswa
mendefenisikan dan
mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
Fase 3
Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa
untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen,
untuk mendapat penjelasan
pemecahan masalah.
Fase 4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa
dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan,
video, model dan membantu
mereka untuk berbagai
tugas dengan kelompoknya.
Fase 5
Menganalisa dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa
melakukan refleksi atau
21
Kelebihan dan kekurangan model Cooperative Learning tipe Problem
Based Learning yaitu :
1. Kelebihan model Problem Based Learning antara lain :
a. Merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami pelajaran
b. Meningkatkan aktivitas pembelajaran
c. Mendorong siswa untuk mengevaluasi sendiri hasil maupun
proses belajarnya.
d. Mengembangkan minat belajar siswa
2. Kekurangan model Problem Based Learning antara lain :
a. Ketika siswa kurang berminat belajar, maka akan sulit
dipecahkan masalah tersebut, karena enggan mencoba
b. Keberhasilannya membutuhkan cukup waktu persiapan.
c. Tanpa pemahaman mereka berusaha memecahkan masalah yang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka
ingin pelajari.
2.1.4.4 Media pembelajaran Mind Mapping
Dalam pembelajaran berbasis masalah atau sering disebut
Problem Based Learning ini memperlukan adanya media pembelajaran
yang bertujuan sebagai alat untuk merangsang pemikiran siswa dalam
pembelajaran.
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa
evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dalam
proses-proses yang mereka
gunakan.
22
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman 2006 : 7).
Sedangkan, pengertian media yang menyepembelajaran juga
disampaikan oleh Miarso dalam Sanaky (2009: 4) yang menyatakan
bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemajuan pembelajaran
sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri
pembelajarnya. Maka secara umum, media adalah “alat bantu” yang
dapat digunakan dalam proses pembelajarannya. Jadi, pada
kesimpulannya media pembelajaran adalah alat bantu dalam proses
pembelajaran untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat
siswa sehingga pembelajaran berlangsung dengan baik.
Secara umum manfaat media pembelajaran adalah
memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehinggs kegiatan
pembelajaran lebih efektif dan efisien. Sedangkan secara lebih khusus
manfaat media pembelajaran adalah (Mustikasari, 2008):
1. Penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan
Dengan bantuan media pembelajaran, penafsiran yang berbeda antar
guru dapat dihindari dan dapat mengurangi terjadinya kesenjangan
informasi diantara siswa dimanapun berada.
2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik
Media dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan
dan warna, baik secara alami maupun manipulasi, sehingga
membantu guru untuk menciptakan suasana belajar menjadi lebih
hidup, tidak monoton dan tidak membosankan.
3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
Dengan media akan terjadinya komukasi dua arah secara aktif,
sedangkan tanpa media guru cenderung bicara satu arah.
4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga
Dengan media tujuan belajar akan lebih mudah tercapai secara
maksimal dengan waktu dan tenaga seminimal mungkin. Guru tidak
harus menjelaskan materi ajaran secara berulang-ulang, sebab
dengan sekali sajian menggunakan media, siswa akan lebih mudah
memahami pelajaran.
5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa
Media pembelajaran dapat membantu siswa menyerap materi belajar
lebih mandalam dan utuh. Bila dengan mendengar informasi verbal
dari guru saja, siswa kurang memahami pelajaran, tetapi jika
diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan dan
mengalami sendiri melalui media pemahaman siswa akan lebih baik.
6. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja
dan kapan saja
23
Media pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga
siswa dapat melakukan kegiatan belajar dengan lebih leluasa
dimanapun dan kapanpun tanpa tergantung kepada seorang
guru.Perlu kita sadari waktu belajar di sekolah sangat terbatas dan
waktu terbanyak justru di luar lingkungan sekolah.
7. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan
proses belajar
Proses pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga mendorong
siswa untuk mencintai ilmu pengetahuan dan gemar mencari sendiri
sumber-sumber ilmu pengetahuan.
8. Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif
Guru dapat berbagi peran dengan media sehingga banyak mamiliki
waktu untuk memberi perhatian pada aspek-aspek edukatif lainnya,
seperti membantu kesulitan belajar siswa, pembentukan kepribadian,
memotivasi belajar, dan lain-lain.
Penggunaan media pengajaran sangat diperlukan dalam kaitannya
dengan peningkatan mutu pendidikan. Tujuan penggunaan media
pengajaran adalah (Sudrajat, 2008):
1. Agar proses belajar mengajar yang sedang berlangsung dapat berjalan
dengan tepat guna dan berdaya guna,
2. Untuk mempermudah bagi guru/pendidik daiam menyampaikan
informasi materi kepada anak didik.
3. Untuk mempermudah bagi anak didik dalam menyerap atau menerima
serta memahami materi yang telah disampaikan oleh guru/pendidik.
4. Untuk dapat mendorong keinginan anak didik untuk mengetahui lebih
banyak dan mendalam tentang materi atau pesan yang disampaikan oleh
guru/pendidik.
5. Untuk menghindarkan salah pengertian atau salah paham antara anak
didik yang satu dengan yang lain terhadap materi atau pesan yang
disampaikan oleh guru/pendidik.
Salah satu media dalam pembelajaran adalah Mind Mapping. Mind
Mapping adalah suatu cara mencatat yang kreatif, efektif dan secara
harafiah akan memetakan pikiran-pikiran (Buzan 2009: 4). Mind
Mapping adalah cara kreatif bagi peserta didik secara individual untuk
menghasilkan ide-ide, mencatat pelajaran atau merencanakan penelitian
baru (Silberman 2006: 177). Jadi, pada kesimpulannya Mind Mapping
merupakan suatu teknik mencatat yang dapat memetakan pikiran yang
kreatif dan efektif serta memadukan dan mengembangkan potensi kerja
otak untuk memeakan pikiran-pikiran.
24
2.1.4.5 Model Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping.
Pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning menurut
Arends dalam Suprihatiningrum (2013:66) adalah “model pembelajaran
dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga
ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan
ketrampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta
meningkatkan kepercayaan diri”. Sedangkan menurut Ibrahim dan Nur
dalam Trianto (2011:241) mengemukakan pembelajaran berbasis
masalah atau istilah asingnya problem based learning merupakan model
pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi
siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata,
termasuk di dalamnya belajar dan bagaimana belajar. Maka dapat
disimpulkan bahwa Problem Based Learning merupakan model
pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam melakukan
pemecahan masalah berdasarkan pengamatan pada dunia nyata yang
memerlukan pemikiran tingkat tinggi yang bertujuan untuk melatih siswa
berfikir kritis, memecahkan masalah serta menemukan pengetahuan baru
berdasarkan masalah yang mereka pecahkan.
Dalam pembelajaran berbasis masalah atau sering disebut Problem
Based Learning ini memperlukan adanya media pembelajaran yang
bertujuan sebagai alat untuk merangsang pemikiran siswa dalam
pembelajaran. Media yang digunakan dalam metode Problem Based
Learning ini adalah media Mind Mapping. Mind Mapping merupakan
suatu teknik mencatat yang dapat memetakan pikiran yang kreatif dan
efektif serta memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak untuk
memeakan pikiran-pikiran. Dengan model Problem Based Learning
berbantuan media Mind Mapping ini dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam melakukan
pemecahan masalah berdasarkan pengamatan pada dunia nyata yang
memerlukan pemikiran tingkat tinggi yang bertujuan untuk melatih siswa
berfikir kritis, memecahkan masalah serta menemukan pengetahuan baru
25
berdasarkan masalah yang mereka pecahkan dengan bantuan Mind
Mapping siswa akan lebih mudah dalam belajar. Karena media Mind
Mapping merupakan suatu teknik mencatat yang dapat memetakan
pikiran yang kreatif dan efektif serta memadukan dan mengembangkan
potensi kerja otak untuk memeakan pikiran-pikiran.
2.1.5 Penerapan pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran
kooperatif Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang disusun secara
terencana dan sistematis sesuai dengan prosedur pembelajaran. Sebelum
kegiatan pembelajaran dilaksanakan guru harus membuat RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran) terlebih dahulu. Agar pembelajaran dapat
berlangsung secara interaktif, menyenangkan, dan memotivasi peserta
didik untuk berperan aktif di dalam mengikuti pelajaran. RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran) disusun untuk setiap KD yang dilaksanakan
dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP
untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan jadwal yang tersedia
(Permendiknas No. 41 Tahun 2007).
Peraturan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 pelaksanaan
pembelajaran meliputi 3 tahapan yaitu pendahuluan, inti dan penutup.
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran.
b. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui
proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri
aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk
26
rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik,
dan tindak lanjut.
Uraian di atas ada tiga tahapan dalam pelaksanaan pembelajaran di
kelas yang pertama yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan pendahuluan
berisi menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran, dan disini guru juga harus memotivasi untuk memfokuskan
perhatian siswa terhadap pembelajaran, sehingga siswa akan lebih siap dan
aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas serta tidak lupa guru
menyampaikan tujuan pembelajaran. Kedua yaitu kegiatan inti dilakukan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan dan menantang agar siswa
senang dalam mengikuti pembelajaran. Ketiga, kegiatan penutup berisi
kesimpulan atau rangkuman pembelajaran dan mengakhiri aktivitas
pembelajaran. Apabila pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan
standar proses tersebut maka diharapkan pembelajaran di dalam kelas akan
lebih bermakna sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Di dalam
pembuatan RPP juga perlu memperhatikan metode yang di gunakan dalam
proses pembelajaran. Metode yang di digunakan oleh guru harus di
sesuaikan dengan kondisi siswa dan juga kondisi kelas siswa selain itu
metode yang dipilih juga disesuaikan dengan materi pembelajaran. Dengan
menggunakan model Problem Based Learning berbantuan media Mind
Mapping diharapkan siswa lebih bisa berfikir aktif, kritis, kreatif dan siswa
lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
27
Tabel 2.3
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model Pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) berbantuan media Mind Mapping
Kegiatan Guru Tahapan Pelaksanaan Kegiatan murid
1. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran.
2. Guru menjelaskan kebutuhan
bahan dan alat misalnya
materi tentang peristiwa
alam dan lembar mind
mapping yang diperlukan
untuk penyelesaian masalah.
3. Guru memberikan motivasi
kepada siswa terhadap
aktivitas pembelajaran
berkaitan dengan
penyelesaian masalalah
1) Melakukan
orientasi siswa
pada masalah
1. Siswa menyimak
penyampaian tujuan
pembelajaran
2. Memperhaikan
penjelasan guru
berkaitan kebutuhan
alat dan bahan
misalnya materi
peristiwa alam dan
lembar mind
mapping..
3. Siswa ikut serta
dalam kegiatan
pembelajaran
berkaitan
penyelesaian
masalah
1. Guru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas
yang berkaitan dengan
penyelesaian pemecahan
masalah.
2) Mengorganisasi
siswa untuk
belajar.
1. Siswa
mendefenisikan dan
mengorganisasikan
tugas yang berkaitan
dengan penyelesaian
tugas yang berkaitan
pemecahan masalah.
1. Guru mendorong siswa
untuk mencari informasi
yang sesuai, melakukan
eksperimen dan mencari
penjelasan dan pemecahan
masalahnya.
3) Mendukung
penyelidikan
kelompok maupun
individu
1. Siswa secara
berkelompok
mencari informasi
yang sesuai dengan
pemecahan masalah
tentang peristiwa
alam
1. Guru membantu siswa dalam
perwujudan laporan hasil
kerja yang sesuai dengan
tugas yang diberikan berupa
laporan tentang pengukuran
(panjang, berat dan waktu).
2. Guru membantu siswa saling
4) Mengembangkan
dan menyajikan
artefak dan
mamerkannya.
1. Siswa secara
berkelompok
menyusun laporan
hasil kerjanya.
2. Siswa berbagi tugas
dengan kelompknya.
3. Siswa
28
Berdasarkan prosedur pelaksanaan model Problem Based
Learning berbantuan media Mind Mapping yang disajikan pada tabel
tersebut bahwa rancangan prosedur pelaksanaan pembelajaran dapat
dikatakan berhasil jika telah dilaksanakan sesuai dengan sintaks apabila
disertai dengan adanya pengamatan adanya pengamatan tentang kegiatan
guru dan siswa dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran
Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping. Hal-hal yang
perlu diamati dalam pelaksanaan prosedur pembelajaran model Problem
Based Learning berbantuan media Mind Mapping) agar dapat berjalan
dengan baik yaitu:
1. Pada langkah pertama yaitu guru melakukan orientasi siswa terhadap
masalah berkaitan dengan materi pembelajaran dengan yang akan
diajarkan sehingga pada tahap ini siswa memperhatikan tujuan
pembelajaran yang berkaitan dengan materi pemecahan masalah,
kemudian guru menjelaskan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan masalah, sedangkan siswa memperhatikan penjelasan
tentang alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pemecahan sehingga
siswa dapat mengeahui alat-alat yang dibutuhkan dalam pemecahan
masalah. Setelah siswa memperhatikan penjelasan guru tentang alat
dan bahan yang dibutuhkan, guru memberikan motivasi terhadap
siswa agar ikut serta terlibat dalam pemecahan masalah yang
diberikan.
berbagi satu sama lainnya
terkait hasil kerjanya tentang
peristiwa alam
3. Guru membimbing siswa
mempresentasikan hasil
kerjanya.
mempresentasikan
hasil kerjanya
sebagai bukti
pemecahan masalah
peristiwa alam.
1. Guru membimbing siswa
untuk melakukan refleksi
terhadap hasil
penyelidikannya
2. Guru membimbing siswa
untuk melakukan refleksi
proses-proses pembelajaran
yang telah dilaksanakan.
5) Menganalisis
dan
mengevaluasi
proses
penyelesaian
masalah.
1. Siswa melakukan
refleksi terhadap
hasil kerja
kelompok
2. Siswa melakukan
refleksi
pembelajaran yang
dilakukan.
29
2. Pada langkah kedua siswa mendefinisikan masalah dan
mengorganisasikan tugas-tugas yang diberikan berkaitan dengan
pemecahan masalah serta melakukan eksperimen berdasarkan
informasi-informasi telah dikumpulkan oleh siswa sedangkan guru
membimbing siswa dalam pemecahan masalah yang dilakukan oleh
siswa sehingga pada tahap ini siswa menyususn pemecahan masalah
yang akan dilakukan.
3. Pada langkah ketiga guru membimbing siswa dalam membentuk
kelompok, setelah itu siswa mendiskusikan tentang pemecahan
masalah secara berkelompok dengan informasi – informasi yang
didapatkan untuk pemecahan masalah yang diberikan berkaitan
dengan materi yang diajarkan serta merumuskan pemecahan masalah
yang diberikan. Pada tahap ini guru mengamati kegiatan siswa saat
melakukan kerja kelompok dalam memecahkan masalah dan
membimbing siswa merumuskan penyelesaian masalah yang
diberikan.
4. Pada tahap keempat siswa menyusun dan mengembangkan hasil dari
kerja kelompok berupa laporan berdasarkan informasi dan eksperime
yang dilakukan, guru membimbing siswa dalam penyusunan laporan
yang dilakukan berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan oleh
siswa. Setelah siswa selesai menyusun dan mengembangkan laporan
guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil pemecahan
masalah yang dilakukan oleh siswa agar sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
5. Pada tahap kelima, guru melakukan refleksi terhadap hasil kerja
siswa melalui laporan kerja kelompok tentang pemecahan masalah
yang dilakukan oleh siswa serta guru bersama siswa melakukan
refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan siswa
sehingga dapat perbaiki dalam pembelajaran-pembelajaran
selanjutnya.
30
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Problem Based Learning Sudah diteliti oleh beberapa orang.
Penelitian yang pertama dilakukan oleh Ralita Ayu Trisnaningsih pada
tahun 2014. Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan
menggunakan model problem based learning (PBL) yang terdiri atas 2
siklus, setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi. Ada dua variabel dalam penelitian ini yaitu hasil belajar sebagai
variable y dan problem based learning (PBL) sebagai variable x. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas IV yang berjumlah 30 siswa, SD Negeri
01 Candisari kecamatan Ampel kabupaten Boyolali tahun ajaran
2013/2014. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan
observasi. Teknik analisis data yang digunakan deskriptif kuantitatif.
Penerapan model problem based learning untuk meningkatkan hasil
belajar pada siswa dengan langkah-langkah sebagai berikut orientasi siswa
pada situasi masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, dan menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini terjadi
peningkatan hasil belajar dari pra siklus rata-rata 67,5, siklus I rata-rata 78
dan siklus II rata-rata 85,5. Peningkatan ketuntasan belajar terjadi secara
bertahap dari pra siklus tuntas 14 siswa (46,7%), siklus I tuntas 23 siswa
(76,7%) dan siklus II tuntas 27 siswa (90% ).
Penelitian yang kedua dilakukan oleh Wiwik Utaminingsih yang
dilakukan pada tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
hasil belajar IPA melalui penerapan model problem based learning (PBL)
pada siswa kelas V SDN Kutowinangun 10 Salatiga Semester II Tahun
Ajaran 2013/2014. Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah
31
apakah melalui penerapan model problem based learning (PBL) dapat
meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SDN Kutowinangun
10 Salatiga Semester II Tahun ajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini
adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini dilaksanakan melalui dua
siklus, setiap siklus mempunyai tahap-tahap yaitu perencanaan,
pelaksanaan tindakan-pengamatan atau observasi, dan refleksi. Analisis
data yang digunakan adalah analisis data deskriptif. Semua data
terkumpul, dan data tersebut dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah melalui penerapan model problem based
learning (PBL) telah mengalami peningkatan hasil belajar IPA. Dimana
pada kondisi awal sebelum peneliti menerapkan model problem based
learning (PBL), jumlah siswa yang tuntas hanya 7 dengan presentase
46,67% dan siswa yang tidak tuntas ada 8 dengan presentase 53,33%.
Setelah peneliti melakukan kegiatan pembelajaran pada siklus I dengan
menerapkan model problem based learning (PBL) ketuntasan hasil belajar
IPA mengalami peningkatan menjadi 11 siswa yang tuntas dengan
presentase 73,33% dan masih ada 4 siswa yang tidak tuntas dengan
presentase 26,67%. Sedangkan pada kegiatan pembelajaran yang
dilakukan pada siklus II hasil belajar IPA mengalami peningkatan dengan
jumlah 15 siswa yang tuntas dengan presentase 100%. Dimana ada lebih
dari 80% siswa yang memenuhi nilai KKM. Hasil penelitian ini disarankan
untuk guru harus mempunyai keterampilan dalam menerapkan model-
model pembelajaran, salah satunya model problem based learning (PBL)
pada pembelajaran IPA. Guru harus melibatkan siswa dalam masalah agar
siswa dapat berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah yang diberikan,
kreatif dalam mengembangkan jawaban yang didapat dari berbagai
sumber, kemudian membuat suatu karya ilmiah berupa laporan yang
nantinya akan dikomunikasikan dengan orang lain. Dengan begitu dapat
meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V.
32
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ruswinarno pada tahun 2013.
Permasalahan dalam penelitan tindakan kelas ini ialah hasil belajar
matematika siswa kelas 6 SD Negeri Batiombo 02 hasilnya rendah. Hal
tersebut dapat dilihat dari hasil tes matematika 23 siswa kelas 6 yang
tuntas hanya 14 siswa (60,26%), dan 9 siswa (39,13%) tidak tuntas, dan
nilai rata-rata kelas 63,26. Kondisi tersebut masih jauh dari yang
diharapkan. Pembelajaran matematika dalam kurikulum KTSP dianggap
tuntas apabila 75% siswanya mencapai nilai ≥ 60. Tujuan dari penelitian
tindakan kelas ini untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Bentuk
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus,
tiap-tiap siklus dilaksanakan tiga kali pertemuan tatap muka dengan subjek
penelitian siswa kelas 6 SD Negeri Batiombo 02 yang berjumlah 23 siswa.
Untuk mengatasi hasil belajar matematika siswa kelas 6 yang rendah itu
digunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL). Dalam
pengumpulan data metode yang digunakan adalah observasi dan tes. Hasil
belajar siswa mengalami peningkatan, sebelum penelitian ketuntasan
hanya 39,13% dengan rata-rata kelas 63,26 setelah dilakukan tindakan,
pada siklus1 ketuntasan belajar siswa 73,91% dengan nilai rata-rata 66,30.
Pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa 100% dengan nilai rata-rata kelas
71,08 Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan
penerapan model pembelajaran berbasisi masalah (PBL) dapat
meningkatkan hasil belajar matematika. Saran dalam penelitian ini ialah
guru dapat mencoba menerapkan model pembelajaran berbasis masalah
(PBL) sebagai salah satu alternative model pembelajaran dalam kegiatan
pembelajaran di kelas sehingga pelaksanaan pembelajaran lebih bermakna,
dapat meningkatkan keaktifan siswa, dapat meningkatkan kerjasama dan
toleransi serta dapat membangun kepercayaan diri pada siswa, sehingga
pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
Penelitian yang selanjutnya dilakukan oleh Silverius Novie Paranso
yang dilakukan pada tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
33
Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Mind Mapping Siswa Kelas 5 SDN Tlogo Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2012/2013.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Variabel
dalam penelitian ini adalah model pembelajaran mind mappingdan (hasil
belajar IPA siswa. Teknik pengumpulan data yaitu observasi dan tes.
Teknik analisis datadengan cara persentase untuk hasil belajar siswa (data
kuantitatif) dan deskriptif untuk data kualitatif (hasil observasi kinerja
guru dan aktivitas siswa dalam menerapkan pembelajaran mind mapping).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar IPA
siswa dapat diupayakan menggunakan model pembelajaran mind mapping
pada siswa kelas 5. Hal ini nampak pada peningkatan hasil belajar melalui
ketuntasan belajarnya.Pada kondisi sebelum ada tindakan, ketuntasan
belajar dicapai46%. Setelah tindakan pada siklus I, ketuntasan belajar
mencapai 70.3% dan pada siklus II sebesar 100%. Kesimpulannya,
pembelajaran dengan menerapkan model mind mapping, berhasil
diupayakan dalam pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. Kinerja
guru juga meningkat. Siklus I, kinerja guru menerapkan model mind
mapping; cukup baik dengan perolehan skor 45 (66.1%). Pada siklus II,
meningkat menjadi baik sekali dengan perolehan skor 60 (88.2%).
Aktivitas siswa juga meningkat. Siklus I, aktivitas siswa cukup baik
dengan perolehan skor 44 (64.7%). Siklus II aktivitas siswa baik dengan
skor 54 (79.4%). Sekolah dan guru disarankan untuk menerapkan model
mind mapping dalam pembelajaran IPA materi lain maupun mata
pelajaran lain. Siswa disarankan berlatih melakukan pemetaan konsep
setiap materi pelajaran. Dengan melakukan pemetaan konsep, akan
memungkinkan siswa lebih mudah dan lebih banyak memahami materi
pelajaran. Dengan demikian dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Bertolak dari ketiga penelitian diatas, menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning berbantuan media
34
Mind Mapping tersebut menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa.
Melihat berhasilnya penelitian tindakan yang sudah dilakukan
sebelumnya, maka penulis juga optimis dengan keberhasilan yang akan
dicapai dengan meodel Problem Based Learning berbantuan media Mind
Mapping ini. Penulis optimis bahwa dengan melalui model pembelajaran
kooperatif tipe Problem Based Learning berbantuan media Mind Mapping
ini dapat meningkatkan hasil belajat pada mata pelajaran IPA kelas V SD
Negeri Binangun 01. Inovasi yang penulis dalam melakukan penelitian
dengan menggunakan model Problem Based Learning berbantuan media
Mond Mapping adalah meningkatkan keaktifan dan kreativitas siswa serta
prestasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar, karena dalam penggunaan
model PBL siswa dituntut untuk aktif dan kreatif dalam setiap proses
pembelajarannya.
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan kajian teori yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penerapan model Problem Based Learning berbantuan media Mind
Mapping pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Dengan pemikiran jika menggunakan Dengan pemikiran jika
menggunakan metode Problem Based Learning berbantuan media Mind
Mapping diharapkan siswa akan mampu meningkatkan hasil belajar yang
semula rendah akan menjadi tinggi dan siswa lebih bisa berfikir aktif,
kritis, kreatif. Kemudian, siswa juga sadar akan pentingnya tujuan
pembelajaran yang akan dicapai, bukan hanya sadar namun juga harus
termotivasi dalam mengikuti pembelajaran di kelas.
Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang melibatkan proses
berfikir, pengamatan, keaktifan serta kesadaran terhadap gejala alam. Oleh
karena itu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran memerlukan
suatu inovasi. Salah satunya Problem Based Learning berbantuan media
Mind Mapping .
35
Pembelajaran model Problem Based Learning berbantuan media Mind
Mapping juga dapat membuat siswa lebih aktif sehingga akan melatih
siswa untuk berpikir kritis dan mempunyai keinginan untuk membatu
temannya sehingga akan tercipta suasana yang aktif, menyenangkan,
inovatif dan kondusif yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar.
Dalam penyampaian materi pelajaran, model Problem Based Learning
diharapkan siswa akan lebih tertarik mengikuti pembelajaran IPA dengan
baik. Dengan ini penggunaan model Problem Based Learning diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas V.
36
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berpikir dalam Penelitian
Proses
Pembelajaran
Siklus I
Pembelajaran
dengan Model
PBL berbantuan
media Mind
Mapping dengan
materi : Peristiwa
Alam
Diskusi kelompok
dan
mempresentasika
n hasil diskusi
kelompok
Tes Evaluasi
Siklus I
Hasil belajar IPA
masih rendah dan
banyak yang
berada dibawah
KKM (65)
Perbaikan pada
Pembelajaran
Siklus II
Indikator :
Menjelaskan Peristiwa
alam yang ada di Indonesia
Menyebutkan jenis- jenis
peristiwa alam di
Indonesia.
Mengidentifikasi penyebab
terjadinya peristiwa alam
Pembelajaran dengan
Model Problem
Based Learning
berbantuan media
Mind Mapping
dengan materi :
Peristiwa Alam
Indikator :
Mengidentifikasi
jenis-jenis peristiwa
alam yang
disebabkan oleh
manusia dan alam
Mengidentifikasi
dampak yang
ditimbulkan oleh
peristiwa alam.
Menganalisis cara
mencengah peristiwa
alam yang
disebabkan oleh
manusia.
Diskusi kelompok
dan
mempresentasika
n hasil diskusi
kelompok
Tes Evaluasi
Siklus II
HASIL
BELAJAR
SISWA
MENINGKAT
37
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir dapat disusun
hipotsis tindakan sebagai berikut :
1. Melalui model Problem Based Learning berbantuan media Mind
Mapping dapat menjelaskan bagaimana model Problem Based
Learning berbantuan media Mind Mapping dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri
Binangun 01 kecamatan Bandar kabupaten Batang semester II
tahun pelajaran 2016/2017,
2. Melalui model Problem Based Learning berbantuan media Mind
Mapping dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA pada siswa kelas V SD Negeri Binangun 01
kecamatan Bandar kabupaten Batang semester II tahun pelajaran
2016/2017.