bab ii kajian pustaka 2.1. psoriasis vulgaris 2.1.1 definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per...

22
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit kulit inflamasi kronis residif yang dicirikan oleh lesi berupa plak eritema yang ditutupi oleh skuama tebal, kasar, kering berwarna putih keperakan pada area predileksi seperti ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral bagian bawah, bokong dan genitalia. Selain tempat-tempat tersebut lesi juga dapat dijumpai pada umbilikus dan ruang intergluteal (Gudjonsson dan Elder, 2012). 2.1.2 Epidemiologi Psoriasis terdapat di seluruh dunia dengan prevalensi yang bervariasi dari 1% sampai 3%. Di Amerika Serikat, prevalensi berkisar antara 2,2% - 2,6%, sedangkan di Asia 0,4%. Di Eropa insiden tertinggi dilaporkan terjadi di Denmark sebesar 2,9% (Gudjonsson dan Elder, 2012). Insiden penyakit ini diperkirakan 60 kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain. Psoriasis dapat dijumpai pada laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang sama (Griffiths dan Barker, 2010). Puncak insiden psoriasis terjadi pada usia dewasa awal (20 sampai 30 tahun) dan dewasa lanjut (50 sampai 60 tahun), psoriasis dapat dijumpai pada segala usia (Sales dan Torres, 2014).

Upload: others

Post on 13-Oct-2020

9 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Psoriasis Vulgaris

2.1.1 Definisi

Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit kulit inflamasi kronis residif yang

dicirikan oleh lesi berupa plak eritema yang ditutupi oleh skuama tebal, kasar,

kering berwarna putih keperakan pada area predileksi seperti ekstensor

ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral bagian bawah,

bokong dan genitalia. Selain tempat-tempat tersebut lesi juga dapat dijumpai pada

umbilikus dan ruang intergluteal (Gudjonsson dan Elder, 2012).

2.1.2 Epidemiologi

Psoriasis terdapat di seluruh dunia dengan prevalensi yang bervariasi dari 1%

sampai 3%. Di Amerika Serikat, prevalensi berkisar antara 2,2% - 2,6%,

sedangkan di Asia 0,4%. Di Eropa insiden tertinggi dilaporkan terjadi di Denmark

sebesar 2,9% (Gudjonsson dan Elder, 2012). Insiden penyakit ini diperkirakan 60

kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi

geografis, ras dan faktor lingkungan lain. Psoriasis dapat dijumpai pada laki-laki

dan perempuan dalam jumlah yang sama (Griffiths dan Barker, 2010). Puncak

insiden psoriasis terjadi pada usia dewasa awal (20 sampai 30 tahun) dan dewasa

lanjut (50 sampai 60 tahun), psoriasis dapat dijumpai pada segala usia (Sales dan

Torres, 2014).

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

7

2.1.3 Etiologi

Meskipun pola pewarisan psoriasis masih belum sepenuhnya dipahami, telah

banyak penelitian menemukan adanya bukti akan keterlibatan faktor genetik pada

terjadinya psoriasis. Psoriasis terjadi pada 50% saudara kandung penderita

psoriasis dengan kedua orang tua yang juga menderita psoriasis. Tujuh puluh satu

persen penderita psoriasis usia anak memiliki riwayat keluarga positif akan

psoriasis. Tingginya angka prevalensi psoriasis pada kembar monozigot, yaitu

70% sementara kembar dizigot 20% juga mendukung konsep predisposisi genetik.

(Schon dan Boehncke, 2005). Diduga adanya keterkaitan faktor genetik dengan

beberapa lokus gen yaitu PSORS1, PSORS2, PSORS3, PSORS4, PSORS5,

PSORS6, PSORS7, PSORS 8 dan PSORS 9. Diantara lokus gen suseptibel

psoriasis tersebut didapatkan hubungan yang paling kuat dengan insiden psoriasis

adalah PSORS1 (Chandran dkk., 2010).

Faktor lingkungan memegang peranan penting pada terjadinya psoriasis.

Pencetus dari lingkungan antara lain infeksi (streptokokus, stapilokokus dan

human immunodeficiency virus), stress, obat-obatan (litium, beta blockers, anti

malaria, obat antiinflamasi non steroid, tetrasiklin, angiotensin converting enzyme

inhibitors, calcium channel blockers, kalium iodida), trauma fisik, paparan sinar

ultraviolet, faktor metabolik (pubertas, kehamilan), merokok, dan konsumsi

alkohol yang berlebihan (Gudjonsson dan Elder, 2012; Griffiths dan Barker,

2010; Kuchekar dkk., 2011).

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

8

2.1.4 Patogenesis

Psoriasis vulgaris ditandai oleh hiperproliferasi dan gangguan diferensiasi

keratinosit epidermal, hiperaktivasi sel inflamasi seperti sel T, sel dendritik, atau

neutrofil, dan peningkatan angiogenesis di dermis (Krueger dan Bowcock, 2005;

Sun dan Zhang, 2014).

Terdapat beberapa jenis sel yang terlibat pada patogenesis terjadinya

psoriasis antara lain sel penyaji antigen (antigen-presenting cell/APC) termasuk

sel limfosit T, sel keratinosit, sel langerhans (Langerhans cell/LC) dan makrofag.

Sistem imunitas seluler alami dan didapat terutama aktivasi sel T memainkan

peran utama pada terjadinya psoriasis (Krueger dan Bowcock, 2005; Cao dkk.,

2007).

Pada individu dengan predisposisi genetik, rangsangan eksternal seperti

trauma (dikenal sebagai fenomena Koebner), infeksi, stres, obat-obatan, dan

alkohol dapat memicu episode awal psoriasis. Keratinosit yang terstimulasi

melepaskan deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA) yang

membentuk kompleks dengan katelisidin leusin-leusin 37 (LL37) yang kemudian

menginduksi produksi IFN-α oleh sel dendritik plasmasitoid (pDC), yang

kemudian mengaktivasi sel dermal dendritik (dDC). Sel dDC bermigrasi ke

kelenjar limfe regional menjadi sel dendritik matur. Sel dendritik matur

berinteraksi dengan sel T naif dan memproduksi sitokin yang akan memicu

diferensiasi dan ekspansi sel seperti sel Th1, Th17 dan Th22. Sel Th1 akan

menstimuli proliferasi keratinosit dengan mengekspresikan chemokine (c-x-c

motif) receptor 3 (CXCR3) dan dikemoatraksi oleh ligannya yakni chemokine (c-

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

9

x-c motif) ligand 9/10/11 (CXCL9/10/11). Sel Th17, menstimuli keratinosit dalam

menghasilkan kemokin penarik neutrofil yaitu chemokine (c-c motif) receptor 6

(CCR6) dan dikemoatraksi oleh ligannya yakni chemokine (c-c motif) ligand 20

(CCL20) yang akan memicu proliferasi keratinosit. Sel Th-17 mensekresikan IL-

17A dan IL-17F, juga IFN-γ dan IL-22 yang menstimulasi proliferasi keratinosit

dan melepaskan β-defensin 1/2, S100A7/8/9 dan kemokin perekrut neutrofil

CXCL1, CXCL3, CXCL5, dan CXCL8. Neutrofil menginfiltrasi stratum korneum

dan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) dan α-defensin dengan aktivitas

antimikrobial, seperti CXCL8, IL-6, dan CCL20. Keratinosit juga melepaskan

vascular endothelial growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor

(bFGF), dan angiopoetin untuk meningkatkan proliferasi sel endotel dan

merangsang angiogenesis (Gudjonsson dan Elder, 2012).

Sel Langerhans pada stratum basalis berhubungan dan berinteraksi erat

dengan sel keratinosit melalui E-cadherin. Sel Langerhans berperan melalui

produksi IL-22 dan akhirnya Th22 (Fujita dkk., 2009). Makrofag berinteraksi

dengan sel keratinosit dan mensekresikan berbagai sitokin proinflamasi seperti

TNF-α, IFN-α/β, IL-1β, IL-6, IL-12, IL-10 dan IL-18 (Wang dkk., 2009). Pada

perbatasan dermis dan epidermis, sel T cluster of differentiation-8 (CD-8)

mengekspresikan very late antigen-1 (VLA-1) berikatan kolagen tipe IV,

melepaskan sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-17, IL-21, IL-22 dan IFN-γ.

IL-17 dan IL-22 ini meningkatkan produksi LL-37 menyebabkan aktivasi terus

menerus dari sistem imunitas (Van de Kerkhoff, 2012; Gudjonson dan Elder,

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

10

2012; Davidovici dkk., 2010). Gambaran patogenesis psoriasis vulgaris dapat

dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Patogenesis psoriasis vulgaris (Van de Kerkhoff, 2012)

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis psoriasis vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan

pemeriksaan penunjang.

Anamnesis pada penderita psoriasis vulgaris biasanya memperoleh adanya

keluhan gatal dan bercak merah berisisik pada lokasi predileksi. Keluhan dapat

bersifat akut (hitungan hari) maupun kronis (bulanan sampai tahunan), dengan

ataupun tanpa riwayat rekurensi. Penyakit yang bersifat kronis dengan frekuensi

rekurensi tinggi memiliki prognosis yang lebih buruk karena sering dijumpai

perluasan lesi yang progresif (Krueger dan Bowcock, 2005). Selain hal diatas,

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

11

anamnesis juga sangat penting dalam mengetahui adanya konsumsi obat-obatan

yang dapat memicu psoriasis vulgaris, onset penyakit dan adanya riwayat

psoriasis pada anggota keluarga lain. Psoriasis beronset dini dengan adanya

anggota keluarga lain yang menderita psoriasis telah dihubungkan dengan lesi

yang lebih luas dan bersifat rekuren. Selain lesi kulit penderita psoriasis sering

kali mengeluhkan adanya nyeri sendi, kerusakan kuku maupun nyeri di lidah

(Gudjonsson dan Elder, 2012).

Psoriasis vulgaris atau psoriasis dengan lesi plak kronis merupakan

presentasi klasik dan yang paling sering dijumpai pada psoriasis. Lesi klasik

psoriasis berupa plak eritema berbatas tegas dan ditutupi skuama berwarna putih.

Skuama pada lesi tampak berwarna putih menyerupai lilin ketika dikerok

(fenomena Kaarsvlek atau tetesan lilin). Ketika pengerokan dilanjutkan maka

akan dijumpai bintik-bintik perdarahan berukuran kecil (pin point bleeding) yang

disebut sebagai tanda Auspitz. Kulit sehat yang sebelumnya digaruk oleh

penderita dapat berkembang menjadi lesi dalam jangka waktu kurang lebih dua

minggu (fenomena koebner atau isomorfik). Fenomena Kaarsvlek dan tanda

Auspitz merupakan ciri khas lesi psoriasis vulgaris yang sangat mudah diperiksa

secara klinis (Kuchekar dkk., 2011; Gudjonsson dan Elder, 2012). Lesi psoriasis

vulgaris cenderung simetris dijumpai pada bagian ekstensor ekstremitas terutama

siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral bagian bawah, bokong dan genitalia

Selain di tempat-tempat tersebut lesi juga dapat dijumpai pada umbilikus dan

celah intergluteal (Meffert, 2016).

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

12

Berdasarkan gambaran klinisnya psoriasis dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa bentuk antara lain (Gudjonsson dan Elder, 2012):

1. Psoriasis vulgaris

Psoriasis vulgaris merupakan 90% dari seluruh kasus psoriasis yang ditemukan.

Lesi khas dijumpai pada area predileksi psoriasis pada tipe ini. Meskipun

demikian variasi ukuran dan bentuk lesi menyebabkan lesi ini sering kali disebut

dengan nama yang berbeda-beda seperti psoriasis geografika (menyerupai peta),

psoriasis girata (gabungan beberapa plak), psoriasis anularis (menyerupai cincin),

psoriasis rupioid (menyerupai kerucut) dan psoriasis ostrasea (menyerupai kulit

kerang).

2. Psoriasis gutata

Dicirikan oleh munculnya plak berukuran kecil (diameter 0,5-1,5 cm) pada bagian

proksimal badan dan ekstremitas yang terjadi secara akut. Psoriasis gutata

umumnya dijumpai pada usia dewasa muda, dihubungkan dengan HLA-Cw6 dan

didahului oleh infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh streptokokus.

3. Psoriasis plak kecil

Dibedakan dengan psoriasis gutata oleh onsetnya yang terjadi pada usia tua,

sifatnya yang kronis serta ukuran lesi yang lebih besar (diameter 1 sampai 2 cm).

Selain itu lesi juga lebih tebal dan lebih berskuama.

4. Psoriasis inversa/fleksural

Sesuai namanya, lesi psoriasis inversa/fleksural umumnya dijumpai pada lipatan-

lipatan utama tubuh seperti aksila, genitokrural dan leher. Skuama biasanya sangat

sedikit atau tidak ada dan lesi menunjukkan eritema mengkilap berbatas jelas.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

13

5. Psoriasis eritroderma

Psoriasis eritroderma merupakan bentuk psoriasis generalisata yang mengenai

seluruh tubuh termasuk wajah, tangan, kaki, kuku, badan dan ekstremitas.

Meskipun gejala klasik psoriasis dapat dijumpai, pada tipe ini eritema adalah

gejala yang paling dominan.

6. Psoriasis pustulosa

Gejala utama psoriasis pustulosa ialah dijumpainya pustul multipel steril yang

menyebar di atas kulit yang eritema. Terdapat beberapa varian klinis psoriasis,

antara lain psoriasis pustulosa generalisata (tipe von Zumbusch), psoriasis

pustulosa anularis, impetigo herpetiformis dan psoriasis pustulosa lokalisata yaitu

pustulosis palmaris et plantaris dan akrodermatitis kontinua Hallopeau.

7. Sebopsoriasis

Sebopsoriasis ditandai oleh plak eritema dengan skuama berminyak terlokalisir

pada daerah-daerah seboroik seperti kulit kepala, lipatan nasolabial, perioral,

presternal dan intertriginosa.

8. Psoriasis popok

Psoriasis popok biasanya terjadi pada usia 3 sampai 6 bulan. Lesi awalnya muncul

pada area popok sebagai eritema multipel yang berkonfluen, kemudian diikuti

oleh munculnya papul eritema kecil. Papul ini memiliki skuama putih psoriasis

yang tipikal.

9. Psoriasis linearis

Bentuk ini merupakan bentuk psoriasis yang sangat jarang dijumpai. Lesi yang

dijumpai berbentuk linear dan berlokasi di ekstremitas.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

14

Selain pada kulit, lesi psoriasis juga dapat dijumpai pada sendi, kuku dan

lidah. Empat puluh persen penderita psoriasis mengalami artritis yang disebut

dengan artritis psoriatik. Gejala yang djumpai berupa nyeri, bengkak, kaku,

kemerahan dan penurunan mobilitas sendi perifer, aksial, seluruh jari, tendon

maupun entesis (tempat perlekatan ligamen atau tendon ke tulang). Terdapat

beberapa manifestasi psoriasis pada kuku antara lain pitting nail, oil drop atau

salmon patch sign, beau lines, splinter hemorrhages, onikoreksis, leukonikia,

onikolisis, penipisan lempeng kuku, hiperkeratosis subungual dan onikolisis.

Meskipun tidak bersifat spesifik pada penderita psoriasis dapat dijumpai lidah

geografik yang juga dikenal sebagai glositis migratori benigna atau glositis areata

migrans. Kondisi ini terjadi akibat hilangnya papila filiformis lokal pada lidah

(Gudjonsson dan Elder, 2012; Boehncke dkk., 2015).

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam menegakkan

diagnosis psoriasis vulgaris terdiri dari pemeriksaan darah, pemeriksaan

histopatologi. Pemeriksaan darah lengkap bersifat tidak spesifik dan berbagai

penanda inflamasi seperti C-reactive protein (CRP), makroglobulin 2 dan laju

endap darah menunjukkan peningkatan. Albumin serum biasanya menurun akibat

hilangnya stratum korneum sementara profil lipid menunjukkan peningkatan.

Pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya hiperkeratosis jenis

parakeratosis, akantosis, papilomatosis, dilatasi pembuluh darah, spongiform

pustules of Kogoj maupun mikroabses Munro. (Gudjonsson dan Elder, 2012;

Gerkowicz, 2012).

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

15

2.1.6 Penilaian Derajat Keparahan Psoriasis Vulgaris

Metode perhitungan derajat keparahan psoriasis vulgaris yang digunakan adalah

Psoriasis Area and Severity Index (PASI). Penilaian ini membagi tubuh menjadi 4

regio, yaitu kepala (10% luas permukaan tubuh), lengan (20%), badan (30%) dan

tungkai (40%). Terdapat tiga faktor yang dinilai yaitu eritema (E), indurasi (I) dan

skuama (S), yang masing masing diberi angka 0 sampai 4 untuk menunjukkan

tidak adanya gejala sampai kondisi yang paling berat. Luasnya permukaan kulit

yang tertutup lesi kemudian diberi angka 0 sampai 6 (Oakley, 2016).

Nilai akhir PASI diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkalian dari

penjumlahan nilai eritema, indurasi dan deskuamasi tiap-tiap regio tubuh dengan

luas permukaan tubuh yang terlibat (angka 0 sampai 6) dengan koefisien peregio

tubuh (kepala 0,1, lengan 0,2, badan 0,3 dan tungkai 0,4). Nilai 0 menunjukkan

tidak adanya penyakit dan 72 menunjukkan kondisi penyakit yang paling berat.

Berdasarkan nilai PASI maka penderita psoriasis diklasifikasikan menjadi ringan

jika PASI < 7, sedang jika PASI 7-12 dan berat jika PASI > 12 (Oakley, 2016).

2.1.7 Penatalaksanaan

Terdapat 3 jenis terapi yaitu terapi topikal, fototerapi dan sistemik seperti yang

dapat dilihat pada Gambar 2.2. Terapi pada psoriasis vulgaris diberikan

berdasarkan pada luas area tubuh yang terkena. Bila area permukaan tubuh yang

terkena kurang dari 10% (ringan), pilihan pengobatannya adalah pengobatan

topikal dan dapat dikombinasi dengan fototerapi. Bila area yang terlibat antara 10-

30 % (sedang) dapat diberikan terapi kombinasi antara terapi topikal, fototerapi

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

16

dan pusat perawatan harian. Sementara itu untuk kategori berat dengan

keterlibatan lesi lebih dari 30% area permukaan tubuh diperlukan pengobatan

sistemik yang dikombinasi dengan pusat perawatan harian, fototerapi dan terapi

topikal (Gudjonsson dan Elder, 2012).

Terapi topikal terdiri dari emolien, glukokortikoid, analog vitamin D,

asam salisilat, dithranol, tazaroten dan tar. Fototerapi terdiri dari narrow-band

ultraviolet B (NB-UVB), broad-band ultraviolet B (BB-UVB), psoralen yang

dikombinasikan dengan sinar ultraviolet A (PUVA), laser excimer dan

klimatografi. Terapi sistemik terdiri dari metotreksat, asitretin, agen biologis

(alefacept, etanercept, adalimumab, infliximab, ustekinumab), siklosporin A,

hidroksiurea, 6-tioguanin, celcept dan sulfasalazin (Gudjonsson dan Elder, 2012).

Gambar 2.2 Algoritme pemilihan terapi pada psoriasis vulgaris

(Gudjonsson dan Elder, 2012).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

17

2.2 Insulin

2.2.1 Metabolisme Glukosa dan Peranan Insulin

Karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh akan dicerna dalam saluran

gastrointestinal untuk membentuk monosakarida yang kemudian diabsoprsi ke

dalam sirkulasi. Glukosa adalah hasil utama metabolisme karbohidrat. Glukosa ini

kemudian akan berperan sebagai sumber energi utama tubuh. Konsentrasi glukosa

dalam darah ditentukan oleh beberapa proses diantaranya penyerapan glukosa dari

saluran pencernaan, transportasi glukosa ke dalam sel, serta pembentukan glukosa

oleh hati (glikogenolisis) dan ginjal (glukoneogenesis) (Aronoff dkk., 2004).

Metabolisme glukosa terkait dengan insulin dalam pengaturannya. Insulin

disekresi sebagai respon atas meningkatnya konsentrasi glukosa darah. Insulin

mengatur konsentrasi glukosa darah dengan cara membawa glukosa masuk ke

dalam sel melalui reseptor yang terdapat pada membran sel. Glukosa tidak dapat

masuk dan diproses ke dalam sel tanpa adanya insulin. Target utama insulin

adalah hati, otot dan jaringan adiposa. Pada saat yang sama, produksi glukosa

endogen ditekan oleh efek langsung insulin yang disampaikan melalui vena portal

di hati dan efek parakrin atau komunikasi langsung dengan pankreas yang

menyebabkan penekanan glukagon. Setelah proses tersebut kadar glukosa dalam

tubuh akan kembali normal (Wilcox, 2005; Napolitano dkk., 2015).

2.2.2 Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin

Insulin merupakan adalah hormon polipeptida yang disintesis dan diekskresikan

oleh sel β dari pulau langerhans pankreas. Fungsi insulin adalah mengatur kadar

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

18

normal glukosa darah. Ketika terjadi peningkatan kadar glukosa dalam plasma

darah, akan terjadi peningkatan sekresi insulin oleh sel β Langerhans. Tujuannya

adalah untuk memasukkan glukosa darah tersebut ke dalam sel sebagai sumber

energi, cadangan energi, dan mempertahankan kadar normal gula di dalam darah.

(Wilcox dkk., 2005; McAuley dkk., 2011)

Insulin memiliki struktur dipeptida yang terdiri dari rantai A dan rantai B.

kedua rantai ini dihubungkan dengan jembatan sulfida yang menghubungkan

struktur helix dari rantai A dengan struktur sentral helix dari rantai B. insulin

mengandung 51 asam amino dengan berat molekul 5,8 kDA. Rantai A terdiri dari

21 asam amino dan rantai B 30 asam amino. (McAuley dkk., 2011; Ozougwu

dkk., 2013)

Preproinsulin merupakan produk translasi pertama dari gen insulin. Sinyal

peptida diikat oleh partikel pengenal sinyal (signal recognition particle, SRP),

kemudian melalui interaksi dengan reseptor SRP pada membran retikulum

endoplasma (RE), terjadi penetrasi preproinsulin ke dalam lumen RE yang diikuti

pembelahan proteolitik sinyal peptida dari preproinsulin menjadi proinsulin.

Selanjutnya proinsulin akan mengalami lipatan yang sesuai untuk membentuk

ikatan disulfida. Pada saat itu proinsulin yang telah dilipat dipindahkan ke

aparatus golgi untuk menghasilkan insulin dan peptida C (Senel E dkk., 2011; Fu

dkk., 2013).

Sekresi insulin dari sel-sel beta pulau langerhans diatur oleh sejumlah

faktor, tetapi sinyal stimulasi yang dominan ialah peningkatan glukosa darah yang

terjadi dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat. Selain

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

19

glukosa yang merangsang terjadinya sekresi insulin, pada sel beta secara

langsung, hal ini dimungkinkan juga oleh fungsi potensial dari efektor lainnya

seperti asam lemak bebas, asam amino, dan hormon inkretin (glucagon-like

peptide-1, GLP-1). Kesemuanya ini memerlukan tingkat ambang glukosa tertentu

untuk dapat berefek. (Joshi dkk., 2007; Tosson dkk., 2013).

Setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa, tahap pertama adalah

proses glukosa diangkut dari dalam darah melewati membran sel masuk ke dalam

sel; proses ini memerlukan senyawa pengangkut glukosa yaitu glucose

transporter (GLUT). Glukosa akan mengalami fosforilasasi dan oksidatif oleh

aktivasi glukokinase (mengubah glukosa menjadi glukosa-6 fosfat) didalam sel

dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk

dibutuhkan untuk proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel.

Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang

menyebabkan terjadinya depolarisasi membran sel. Selanjutnya akan terjadi

pembukaan voltage-gated Ca2+

channel diikuti dengan masuknya Ca2+

ekstrasel

yang berfungsi untuk mengaktifkan eksositosis granul yang mengandung insulin.

Selanjutnya molekul insulin masuk ke dalam sirkulasi darah terikat dengan

reseptor (Wilcox dkk., 2005; Boucher dkk., 2014; King, 2016 ).

2.2.3 Aktivitas Insulin

Insulin dalam melakukan aksinya harus berikatan dengan reseptor spesifik insulin.

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan

reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

20

tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal

yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan

lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah

berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas glucose

transporter-4 (GLUT-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya

pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja

memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami

metabolisme (Wilcox, 2005). Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa

normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal,

dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas

atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu

faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya DM tipe 2 (Boura dkk., 2009).

Insulin membantu mengatur glukosa postprandial dengan tiga cara.

Pertama, insulin mengirimkan sinyal kepada sel-sel jaringan perifer yang sensitif

terhadap insulin, terutama otot skelet untuk meningkatkan ambilan atau uptake

glukosa. Kedua, insulin meningkatkan terjadinya glikolisis pada hati. Terakhir,

insulin secara simultan menghambat sekresi glukagon dari sel α pankreas, yang

memberi sinyal kepada hati untuk menghentikan produksi glukosa melalui

glikogenolisis dan glukoneogenesis. (Arora dkk., 2011).

2.2.4 Resistensi insulin

Resistensi insulin adalah ketidakmampuan dari sejumlah insulin endogen atau

eksogen untuk meningkatkan pengambilan dan penggunaan glukosa. Akibatnya

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

21

untuk kadar glukosa plasma tertentu dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak

daripada normal untuk mempertahankan keadaan normoglikemik. Pankreas akan

melepas lebih banyak insulin untuk menyeimbangkan glukosa darah, namun

sebagian besar dari insulin tersebut tidak akan berfungsi efektif (Napolitano dkk.,

2015).

Resistensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan pre reseptor, reseptor

dan post reseptor. Gangguan pre reseptor dapat disebabkan oleh antibodi insulin

dan ganguan pada insulin. Gangguan reseptor dapat disebabkan oleh jumlah

reseptor yang kurang atau kepekaan reseptor yang menurun. Sedangkan gangguan

post reseptor disebabkan oleh gangguan pada proses fosforilasi dan pada signal

transduksi didalam sel. Daerah utama terjadinya resistensi insulin adalah pada

post reseptor sel target dijaringan otot skeletal dan sel hati. Kerusakan post

reseptor ini menyebabkan kompensasi peningkatan sekresi insulin oleh sel beta

sehingga terjadi hiperinsulinemia pada keadaan puasa maupun postprandial

(Huang, 2009).

Resistensi insulin lebih sering terjadi pada dewasa dengan usia lebih dari

40 tahun. Resistensi terhadap insulin dihubungkan pada banyak gangguan

metabolisme tubuh dan penyakit, seperti sindroma polikistik ovarium, kanker,

infeksi, obesitas dan diabetes (khususnya tipe 2). Resistensi insulin juga berkaitan

dengan kondisi hipertensi, hiperglikemia, dan dislipidemia, suatu kumpulan gejala

yang disebut sebagai sindroma metabolik. Resistensi insulin diyakini menjadi

faktor inisiasi terjadinya sindroma metabolik dan mendasari patofisiologi gejala-

gejla yang ada pada sindroma metabolik. Resistensi insulin menyebabkan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

22

hiperinsulinemia yang dapar berlanjut menjadi intoleransi glukosa, dislipidemia

aterogenik, hipertrigliseridemia dan peningkatan tekanan darah. Korelasi kuat

resistensi insulin dengan sindroma metabolik menyebabkan sindroma metabolik

juga disebut sebagai sindroma resistensi insulin. Resistensi insulin biasanya telah

terjadi jauh sebelum munculnya penyakit-penyakit tersebut. Pola hidup seperti

olahraga juga menjadi faktor pendukung terjadinya resistensi insulin. Olahraga

akan meningkatkan sensitivitas insulin. Orang yang sangat jarang berolahraga

cenderung memiliki tubuh yang tidak sensitif terhadap fungsi insulin di dalam

tubuh. Oleh karena itu, olahraga juga termasuk salah satu penanganan terhadap

diabetes, untuk merangsang tubuh mengurangi resistensi terhadap insulin

(Takahashi dkk.,2012).

2.2.5 Homeostatic Model Assessment of Insulin Resistance

Homeostatic model assessment of insulin resistance (HOMA-IR) adalah suatu

pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas insulin pada keadaaan

basal (Lestari, 2011). Nilai HOMA-IR didapatkan dari penghitungan kadar insulin

puasa (μU/ml) x glukosa puasa (mg/dL)/405 dalam plasma (Matthew dkk., 1985).

Berdasarkan cut off dari penelitian di Jepang untuk HOMA-IR adalah 2,5.

Resistensi insulin akan meningkat bila nilai HOMA lebih besar dari nilai cut off

(Yamada dkk., 2011).

Terdapat beberapa tehnik lain untuk mengukur sensitivitas insulin. Tehnik

hiperinsulinemic-euglycemic clamp adalah gold standard untuk mengukur

sensitivitas insulin, dapat mengukur kerja insulin secara kuantitatif. Namun

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

23

karena tehnik ini mahal, perlu banyak waktu dan perhatian intensif, menjadikan

tehnik ini kurang praktis. Beberapa pemeriksaan alternatif seperti frequently

sampled IV glucose tolerance test (FSIVGTT), insulin tolerance test (ITT),

insulin sensitivity test (IST), dan continous infusion of glucose with model

assesssment (CIGMA). Sayangnya, semua metode ini memerlukan akses

intravena dan vena punksi yang multipel. Tehnik pemeriksaan lain yang tidak

invasif adalah Oral Glucose Tolerance Test (OGTT), mudah dikerjakan namun

dipengaruhi penyerapan glukosa usus. Selain itu metode puasa adalah pengukuran

Insulin Puasa, Glucose/insulin Ratio (G/I ratio), Insulin Severity Index,

Quantitative Insulin Sensitivity Check index (QUICKI) dan Homeostatic Model

Assesment (HOMA). Metode yang paling sering digunakan adalah HOMA

(Wilcox dkk., 2005; Sing dkk., 2013).

2.2.6 Resistensi Insulin Pada Psoriasis Vulgaris

Pada psoriasis vulgaris terjadi suatu proses inflamasi kronis. Mekanisme

molekuler melibatkan psoriasis vulgaris dengan disregulasi fungsi metabolik

dengan meningkatnya sitokin-sitokin proinflamasi. Hubungan antara inflamasi

dengan resistensi insulin pertama kali dicetuskan oleh Hotamisligil pada tahun

1993 yang menyatakan bahwa sitokin proinflamasi TNF-α dapat menginduksi

resistensi insulin (Hotamisligil, 2000).

Inflamasi pada psoriasis vulgaris terjadi akibat peningkatan kadar sitokin

proinflamasi seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-7, IL-8, IL-17, IL-18 dan IL-23.

Peningkatan sitokin-sitokin proinflamasi ini akan menyebabkan terganggunya

transduksi sinyal insulin pada ketiga jaringan target dan akhirnya menyebabkan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

24

hambatan pada transporter glukosa sensitif insulin yang utama yaitu GLUT 4

(Khan dan Flier, 2000; Gerkowicz dkk., 2012; Gudjonsson dan Elder, 2012;

Zheng, 2007). Reseptor insulin merupakan tirosin kinase. Ikatan insulin dengan

reseptornya menyebabkan fosforilasi pada residu tirosin dari IRS-1 yang

mengaktivasi enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme glukosa yang

normal. Pada resistensi insulin, terjadi inhibisi pada ikatan insulin dan reseptornya

yang mengakibatkan penurunan fosforilasi tirosin pada IRS-1 serta peningkatan

fosforilasi serin pada IRS-1. Selanjutnya akan terjadi penurunan aktivitas

fosfoinositida 3-kinase (PI3-K) yang mengakibatkan terganggunya translokasi,

penyimpanan, dan fusi dari vesikel yang mengandung GLUT 4 dengan membran

plasma. Akibatnya terjadi penurunan transpor glukosa ke dalam sel sehingga

menyebabkan hiperglikemia. Inhibisi pada reseptor insulin juga menurunkan

aktivitas heksokinase yang berfungsi dalam fosforilasi glukosa dan enzim

fosfofruktokinase serta glikogen sintase yang mengakibatkan peningkatan glukosa

dalam darah. Pada keadaan hiperglikemia ini, akan merangsang sel beta pankreas

untuk menghasilkan insulin dalam jumlah yang banyak sebagai kompensasi tubuh

atau disebut juga hiperinsulinemia. Produksi insulin yang berlebihan ini

selanjutnya akan menyebabkan penurunan sensitivitas reseptor insulin. Keadaan

hiperglikemia dan hiperinsulinemia akan menyebabkan resistensi insulin yang

akan ditandai dengan peningkatan nilai HOMA-IR. Apabila sel β pankreas tidak

mampu untuk mengimbangi proses ini maka selanjutnya akan terjadi diabetes

mellitus tipe 2 (Shulman, 2000; Sulistyoningrum, 2010).

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

25

Tumor necrosis factor-α menyebabkan resistensi insulin melalui jalur

gangguan perlekatan insulin melalui inhibisi aktivitas tirosin kinase reseptor

insulin. TNF-α menyebabkan supresi adiponektin yang merupakan molekul

antiinflamasi yang penting dalam regulasi sensitivitas insulin. TNF-α

meningkatkan produksi leptin yang dapat meningkatkan resistensi insulin melalui

mekanisme autokrin dan parakrin. TNF-α juga dapat menyebabkan resistensi

insulin melalui down regulation ekspresi gen GLUT-4 sehingga menyebabkan

penurunan transport glukosa (Azfar dan Gelfand, 2008).

Interleukin-1 berperan sebagai antagonis uptake glukosa yang

diperantarai insulin oleh sel adiposit, yang disintesis oleh TNF-α dan dapat terikat

dengan reseptor TNF-α di jaringan lemak, menyebabkan penghambatan kerja

insulin. Interleukin 6 yang dijumpai meningkat pada pasien psoriasis vulgaris juga

terlibat pada patogenesis terjadinya obesitas, intoleransi glukosa dan resistensi

insulin. IL-6 dan IL-1β secara bersamaan meningkatkan faktor risiko terjadinya

resistensi insulin. Peran IL-7 dalam menyebabkan resistensi insulin belum

sepenuhnya jelas, namun pada penelitian menggunakan mencit dikatakan ekspresi

berlebihan IL-7 menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Peningkatan IL-8 juga

ditemukan pada psoriasis vulgaris dan resistensi insulin. IL-8 menghambat aksi

insulin melalui jalur MAP kinase, yaitu jalur pensinyalan ekstraseluler yang

mempengaruhi sensitivitas atau derajat respon insulin untuk mengontrol ekspresi

gen reseptor seperti insulin (insulin-like receptor). Jalur MAP kinase ini berfungsi

mengontrol keseimbangan dan homeostasis kadar glukosa sistemik. Sitokin

proinflamasi seperti TNF-, IL-1 dan CRP merangsang sintesis IL-8 (Gerkowicz

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

26

dkk., 2012).

Interleukin 17 yang dihasilkan oleh sel Th17 menyebabkan

mobilisasi neutrofil dan merangsang sekresi IL-6, IL-8. Peningkatan IL-17

dijumpai pada psoriasis vulgaris dan diabetes mellitus tipe 2. Interleukin 17

berperan dalam regulasi adipogenesis dan metabolisme glukosa (Azfar dan

Gelfand, 2008; Gerkowicz dkk., 2012). Interleukin 18 merangsang sintesis IFN

oleh sel T helper, T sitotoksik dan NK. Akibatnya akan terjadi penurunan respon

Th-2 dan peningkatan respon Th1. Kadar IL-18 berhubungan dengan lingkar

pinggang, kadar trigliserida, tekanan darah, kadar insulin. Peningkatan kadar IL-

18 dijumpai baik pada psoriasis maupun sindroma metabolik. (Gerkowicz dkk.,

2012). Interleukin 23 memainkan peran penting pada respon imun sel T, berperan

dalam differensiasi sel Th17 yang kemudian teraktivasi dan memproduksi IL-17,

IL-6, TNF-α dan IL-22. Peningkatan IL-23 dijumpai pada penderita psoriasis

vulgaris dan resistensi insulin (Zheng 2007).

Terdapat beberapa penanda biokimia lain selain TNF-α dan interleukin

yang fluktuasinya dijumpai serupa baik pada psoriasis vulgaris maupun resistensi

insulin (Gerkowicz dkk., 2012; Sales dan Torres, 2014; Davidovici dkk., 2010).

Penanda ini antara lain ialah Plasminogen-activator-inhibitor 1 (PAI-1),

adiponektin, resistin dan leptin (Gerkowicz dkk., 2012, Davidovici dkk., 2010).

Plasminogen-activator-inhibitor 1 (PAI-1), adalah inhibitor serin protease dan

merupakan penghambat utama fibrinolisis dengan menginaktifkan aktivator

plasminogen tipe jaringan. Peningkatan PAI-1 juga terbukti berkaitan dengan

resistensi insulin. Adiponektin merupakan suatu polipeptida yang terutama

dihasilkan oleh adiposit, suatu polipeptida yang memiliki efek anti inflamasi dan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Psoriasis Vulgaris 2.1.1 Definisi...kasus baru per 100.000 penduduk per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi geografis, ras dan faktor lingkungan lain

27

anti aterogenik. Adiponektin berfungsi dalam menghambat sintesis dan sekresi

TNF- di jaringan lemak dan otot jantung, selain juga menghambat produksi IL-

6, IL-8, vascular adhesion molecule-1 (VCAM-1) dan reactive oxygen species

(ROS) di sel endotel (Gerkowicz dkk., 2012). Penurunan kadar adiponektin

dijumpai pada resistensi insulin dan psoriasis vulgaris. Sementara itu terjadi

peningkatan kadar resistin, leptin baik pada psoriasis vulgaris maupun resistensi

insulin (Gerkowicz dkk., 2012; Ulyanik dkk., 2002).

Resistin adalah suatu polipeptida yang disintesis oleh monosit dan

makrofag pada jaringan lemak yang mampu menstimulasi sintesis TNF- yang

terkait dengan patogenesis psoriasis vulgaris. Hubungan resistin dan resistensi

insulin sudah banyak diteliti, walaupun belum sepenuhnya dijelaskan. Dilaporkan,

seekor tikus yang diberi resistin mempunyai sensitivitas yang rendah terhadap

insulin, dan penderita obesitas mempunyai resistin dengan kadar yang tinggi

dibandingkan bukan obesitas (Melis dkk., 2016).

Leptin adalah suatu polipeptida yang juga disintesis oleh adiposit,

berperan sebagai neuropeptida yang berfungsi untuk mengurangi nafsu makan dan

mengatur asupan makanan. Suatu keadaan hiperleptinemia merupakan faktor

risiko diabetes mellitus tipe 2. Dilaporkan, pasien dengan psoriasis vulgaris

mempunyai kadar leptin yang tinggi dibandingkan kontrol. Diketahui bahwa

kadar leptin yang tinggi terlibat pada patogenesis psoriasis vulgaris dengan

menstimulasi sintesis sitokin Th-1 (Melis dkk., 2016).

Untuk lebih memahami mekanisme terjadinya resistensi insulin pada

psoriasis vulgaris, dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut.