bab ii kajian pustaka 2.1 tinjauan ikan tongkol ...eprints.umm.ac.id/51762/3/bab ii.pdfdi saring...
TRANSCRIPT
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
2.1.1 Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Menurut Sanin (1984), klasifikasi Ikan tongkol adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Scombridae
Genus : Euthynnus
Spesies : Euthynnus affinis
2.1.2 Morfologi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Ikan tongkol memiliki ukuran tubuh sedang, memanjang seperti torpedo,
mempunyai dua sirip punggung yang dipisahkan oleh celah sempit. Sirip
punggung pertama diikuti oleh celah sempit, sirip punggung kedua diikuti oleh 8-
10 sirip tambahan. Ikan tongkol tidak memiliki gelembung renang. Warna tubuh
pada bagian punggung ikan berwarna gelap kebiruan dan pada sisi badan dan
perut berwarna putih keperakan (Oktaviani, 2008).
12
Ikan tongkol memiliki sirip punggung pertama berjari-jari keras sebanyak
10 ruas, sedangkan yang kedua berjari-jari lemah sebanyak 12 ruas dan terdapat
enam sampai sembilan jari-jari sirip tambahan. Terdapat dua tonjolan antara
kedua sirip perut. Sirip dada pendek dengan ujung yang tidak mencapai celah
diantara kedua sirip punggung. Sirip dubur berjari-jari lemah sebanyak 14 dan
memiliki 6-9 jari-jari sirip tambahan. Sirip-sirip kecil berjumlah 8-10 buah
terletak di belakang sirip punggung kedua (Agustini, 2000). Pada umumnya ikan
tongkol memiliki panjang tubuh 50-60 cm.
Gambar 2.1 Morfologi Ikan Tongkol (Dokumentasi Pribadi, 2018)
2.1.3 Kandungan Gizi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Ikan tongkol merupakan jenis ikan dengan kandungan gizi yang tinggi.
Kandungan gizi daging ikan tongkol per 100 gram yaitu, terdiri dari protein
25,00%, karbohidrat 0,03%, lemak 1,50% , mineral 2,25%, air 69,40%. Protein
yang terdapat pada ikan tongkol memiliki komposisi asam amino yang lengkap,
sehingga sangat diperlukan oleh tubuh. Mineral yang terkandung dalam daging
ikan tongkol terdiri dari magnesium, kalsium, yodium, fosfor, fluor, zat besi, zinc
dan selenium. Ikan tongkol kaya akan kandungan omega-3 dan omega-6 yang
13
berguna untuk memperkuat daya tahan otot jantung, meningkatkan kecerdasan
otak dan dapat mencegah penggumpalan darah (Susanto, 2012).
Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Gizi Ikan Tongkol (per 100 g)
Komposisi
Kimia
Besarnya
Energi 131 kal
Air 70,4 mg
Protein 26,2 mg
Lemak 2,1 mg
Kadar Abu 1,3 mg
Ca 8 mg
Fe 4 mg
Na 52 mg
K 407 mg
Thiamin 0,03 mg
Riboflavin 0,15 mg
Asam askorbat 2 mg
(Sumber: Nurwahyuningsih, 2010)
2.2 Kerusakan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Pasca Panen
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami pembusukan setelah
pasca panen, hal ini diakibatkan adanya temperatur yang tinggi pada daerah tropis
sehingga mengakibatkan kemunduran mutu yang cepat. Proses tersebut terjadi
dalam waktu 8 jam setelah ikan ditangkap. Penyebab utama pembusukan ikan
adalah kegiatan mikroorganisme yang berasal dari tubuh ikan dan juga faktor luar
yang berpengaruh seperti kontaminasi dan oksidasi yang dapat terjadi secara
bersamaan (Deni, 2015).
Proses perubahan pada ikan setelah mati terjadi karena adanya aktivitas
enzim, mikroorganisme, dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat
kesegaran ikan menurun. Penurunan tingkat kesegaran ikan tersebut dapat terlihat
14
dengan adanya perubahan fisik, kimia, dan organoleptik pada ikan. Semua proses
perubahan ini akhirnya mengarah ke pembusukan (Munandar, 2008).
Ikan yang berpenyakit seringkali berada dalam kondisi stres dan kurang
dapat menahan serangan bakteri patogen. Ikan yang sedang mengalami pemijahan
banyak menggunakan energi untuk proses reproduksi, menyebabkan otot tidak
sekenyal biasanya dan bila dibekukan akan terjadi pengeluaran air berlebihan
(drip loss).
Kerusakan atau pembusukan ikan dan hasil-hasil olahannya dapat
digolongkan sebagai berikut :
a. Kerusakan enzimatis yang disebabkan oleh enzim.
b. Kerusakan fisika yang disebabkan oleh kecorobohan dalam penanganan,
misalnya luka-luka kekar, patah, kering, dan sebagainya.
c. Kerusakan biologis yang disebabkan oleh bakteri, jamur, ragi dan serangga.
d. Kerusakan kimiawi yang disebabkan oleh adanya reaksi-reaksi kimia,
misalnya ketengikan yang disebabkan oleh oksidasi lemak, dan denaturasi
protein (Murniyati, 2000).
2.3 Teknologi Pengawetan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Ikan mempunyai kandungan air cukup tinggi dan merupakan media yang
baik untuk kehidupan bakteri pembusuk atau mikroorganisme lain, sehingga ikan
sangat cepat mengalami proses pembusukan. Kondisi ini sangat merugikan karena
ikan tidak dapat dimanfaatkan dan terpaksa harus dibuang, terutama pada saat
produksi melimpah. Oleh karena itu, untuk mencegah proses pembusukan perlu
dikembangkan berbagai cara pegawetan dan pengolahan yang cepat dan cermat
15
sehingga sebagian besar ikan yang diproduksi dapat dimanfaatkan (Murniyati,
2004).
Pengawetan dan pengolahan merupakan usaha untuk meningkatkan daya
simpan ikan dengan tujuan agar kualitas ikan dapat dipertahankan tetap dalam
kondisi baik. Beberapa teknologi pengawetan tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Pendinginan (chilling), menggunakan es dan alat pendingin mekanis.
2. Penggaraman, meliputi dua proses yaitu proses penggaraman dan
pengeringan.
3. Pengeringan, mengeluarkan sebagian air dengan cara menguapkan
kandungan air dengan menggunakan energi panas.
4. Pengasapan (smoking), merupakan gabungan aktivitas penggaraman,
pengeringan dan pengasapan (Murniyati, 2004).
2.4 Pengasapan Cair
2.4.1 Teknik Pengasapan
Ada beberapa Teknik pengasapan diantaranya:
1. Pengasapan Dingin (Cold smoking)
Pengasapan dingin adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan
yang akan diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu) dengan
suhu pada 30-600C selama beberapa hari sampai dua minggu.
2. Pengasapan Panas (Hot smoking)
Pengasapan panas adalah proses pengasapan dimana ikan yang akan
diasap diletakkan cukup dekat dengan sumber asap dengan suhu mencapai 1000C.
16
3. Pengasapan Elektrik (Electric smoking)
Proses pengasapan listrik hampir sama dengan proses pengasapan dingin,
yaitu ikan diletakkan cukup jauh dari sumber asap. Perbedaannya ialah bahwa
pada pengasapan listrik digunakan muatan-muatan listrik untuk membantu
melekatkan partikel asap ketubuh ikan.
4. Pengasapan cair (liquid)
Pengasapan liquid adalah proses pengasapan dimana ikan dicelupkan
kedalam larutan asap. Asap liquid merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang
diperoleh dari destilasi kering terhadap kayu. Pada destilasi kering, vinegar kayu
dipisahkan dari tar dan hasilnya diencerkan dengan air dan ikan direndam didalam
larutan asap tersebut selama beberapa jam. Faktor yang perlu diperhatikan pada
pengasapan liquid adalah konsentrasi dan suhu larutan asap serta waktu
perendaman, kemudian ikan dikeringkan di tempat teduh (Afrianto, 2004).
2.4.2 Perendaman Ikan Menggunakan Pengasapan Cair
Perendaman merupakan bagian dari teknik pengasapan cair. Teknologi
pengasapan cair merupakan pengasapan dengan cara basah, bahan direndam
didalam asap yang sudah dicairkan. Setelah senyawa asap menempel pada ikan
kemudian dikeringkan. Pengasapan cair ini memang dimaksudkan agar daging
ikan tidak menjadi masak atau protein didalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya
ikan asap yang dihasilkan masih tergolong belum masak. Oleh karena itu,
sebelum ikan asap disantap masih perlu diolah kembali menjadi produk siap
makan. Pengasapan cair merupakan cara pengasapan yang termasuk cepat yaitu
dengan cara merendamkan ikan kedalam asap cair yang siap pakai. Asap yang
17
dihasilkan diencerkan dengan air dan menggunakan konsentrasi tertentu.
Kemudian ikan direndam dalam larutan asap selama beberapa jam (Wibowo,
1995).
Proses pengasapan ikan merupakan gabungan aktivitas penggaraman,
pengeringan dan pengasapan (Afrianto, 2004). Asap terbentuk dari pembakaran
yang tidak sempurna, yaitu pembakaran dengan jumlah oksigen yang terbatas.
Komponen bahan organik yang dibakar mengandung selulosa, lignin, hemi-
selulosa, pektin, damar, getah, bahan penyamak, air dan lain-lainnya. Proses
pembakaran berlangsung secara bertingkat.
Hasil pembakaran biasanya digunakan kayu yang terbentuk senyawa-
senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta menghasilkan panas.
Panas yang dihasilkan dari pembakaran kayu menyebabkan terjadinya proses
pengeringan. Selain akibat panas, proses pengeringan terjadi karena adanya proses
penarikan air dari jaringan tubuh ikan oleh penyerapan berbagai senyawa kimia
yang berasal dari asap. Senyawa asap yang berbentuk uap menempel pada ikan
dan terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh ikan (Wibowo, 1995).
2.5 Asap Cair
Asap cair adalah suatu larutan yang berasal dari hasil destilasi atau
pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung maupun langsung dari
bahan yang banyak mengandung karbon dan senyawa-senyawa lain (Kamulyan,
2008). Asap terdiri dari uap dan partikel padatan yang berukuran sangat kecil.
Selain itu asap mempunyai kandungan unsur kimia diantaranya: air, aldehid, asam
asetat, keton, alkohol, asam formiat, fenol dan karbondioksida. Apabila asap
18
berasal dari kayu keras maka selulosanya akan terurai menjadi alkohol alifatik,
aldehid, keton, asam organik termasuk furfural, formaldehida dan fenol yang
merupakan bahan pengawet. Bagian ligninnya dipecah menjadi senyawa fenol,
quinol, guaiacol dan pirogalol yang merupakan senyawa antioksidan dan
antiseptik (Afrianto, 2004).
Fungsi komponen asap adalah memberi cita rasa dan warna yang
diinginkan pada produk asapan dan berperan dalam pengawetan dengan berperan
sebagai antibakteri dan antioksidan. Kombinasi antara pengasapan, pengeringan
dan pengemasan yang baik diharapkan dapat meningkatkan daya awet dari daging
yang memiliki komposisi gizi yang masih relatif sama dengan daging segar
(Muratore,2005).
2.5.1 Keuntungan Penggunaan Asap Cair
Pengggunaan asap cair pada produk makanan memiliki keuntungan
dibandingkan pengasapan tradisional diantaranya:
1. Dapat menghemat biaya, apabila menggunakan pengasapan tradisional
masih membutuhkan kayu dan peralatan pembuatan asap.
2. Dapat mengatur flavor produk sesuai dengan yang diinginkan.
3. Aman digunakan karena tidak mengandung senyawa yang berbahaya,
seperti senyawa benzo (a) (pyrene yang bersifat karsinogenik).
4. Dapat digunakan pada semua jenis makanan (contohnya; bakso, daging
ayam dan dendeng).
5. Dapat mengurangi polusi udara.
6. Dapat digunakan untuk pemakaian berulang-ulang.
19
2.5.2 Jenis Asap Cair
Adapun jenis asap cair dibagi menjadi beberapa grade (kelompok) yaitu
sebagai berikut:
1. Asap cair grade (kelompok) 1
Asap cair grade 1 merupakan asap cair hasil dari proses destilasi dan
penyaringan dengan zeolit yang kemudian dilanjutkan dengan destilasi fraksinasi
yang dilanjutkan lagi dengan penyaringan dengan arang aktif. Asap cair ini
memiliki warna kuning pucat dan digunakan untuk bahan makanan siap saji
seperti mie basah, bakso, maupun tahu (Yulstiani, 2008).
2. Asap cair grade (kelompok) 2
Asap cair grade 2 merupakan asap cair yang telah melewati tahapan
destilasi kemudian dilakukan penyaringan zeolit. Asap cair ini memiliki warna
kuning kecoklatan dan diorientasikan untuk pengawetan bahan makanan mentah
seperti daging, ayam, atau ikan pengganti formalin (Yulstiani, 2008).
3. Asap cair grade (kelompok) 3
Asap cair grade 3 merupakan pemurnian asap cair dari tar dengan
menggunakan proses destilasi. Destilasi merupakan cara untuk memisahkan
campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya dengan menggunakan dasar
bahwa beberapa komponen dapat menguap lebih cepat dari pada komponen
lainnya. Ketika uap diproduksi dari campuran, uap tersebut lebih banyak berisi
komponen-komponen yang bersifat lebih volatile sehingga proses pemisahan
komponen dari campuran dapat terjadi (Astuti, 2000). Asap cair ini memiliki ciri-
20
ciri yaitu berwarna coklat pekat dan bau yang tajam. Asap cair ini diorientasikan
untuk pengawetan karet (Yulstiani, 2008).
Jenis 1 Jenis 2 Jenis 3
Gambar 2.2 Jenis asap cair (Anonymous, 2016).
Keterangan:
1. Jenis 1 : bahan dasar limbah sekam padi, setelah proses destilasi kemudian
di saring dengan zeolit dan dilanjutkan dengan destilasi fraksinasi, kemudian
di saring dengan arang aktif.
2. Jenis 2 : bahan dasar limbah sekam padi, setelah melewati proses destilasi
kemudian disaring dengan zeolit.
3. Jenis 3 : bahan dasar limbah sekam padi dengan pemurnian asap cair dari
tar dan menggunakan proses destilasi.
2.5.3 Komponen Kimia Asap Cair
Komposisi kimia asap cair dari limbah sekam padi adalah fenol 5,13%,
karbonil 13,28%, dan asam 11,39%. Menggunakan asap cair dengan klasifikasi
sebagai berikut; 10–11% asam, 9–16 mg fenol/g dan 12–16 gr karbonil/100 ml.
perbedaan komposisi asap cair tersebut tergantung kepada jenis kayu yang dipakai
dan kandungan air asap kayu (Putri, 2015).
21
2.5.4 Sekam Padi
Sekam padi merupakan hasil limbah pertanian yang berasal dari bahan
buangan pengolahan padi yang sudah tidak terpakai. Limbah pertanian ini tidak
hanya menjadi sampah akan tetapi hasil buangan pengolahan padi juga bisa
dimanfaatkan. Limbah sekam padi biasanya banyak terdapat di daerah pedesaan
yang memiliki potensi lahan pertanian yang melimpah (Balai penelitian Pasca
Panen Pertanian, 2008).
Komposisi utama sekam padi terdiri dari kandungan selulosa 33-34%
berat, lignin 19-47% berat, apabila sekam padi dibakar dengan oksigen maka akan
menghasilkan abu sekam 13-29% berat, sekam padi yang mengandung silika
cukup tinggi yaitu sebesar 87-97% berat abu sekam padi (Harsono, 2002).
2.6 Persyaratan mutu dan keamanan Produk Asap
Produk asap menggunakan asap cair dinilai aman untuk kesehatan karena
tidak mengandung senyawa PAH atau Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (Utomo,
2009). World Health Organization (WHO) meregulasi kandungan PAH dalam
makanan tidak boleh melebihi 1 ppb (Parts per billion). Produk asap yang aman
harus memenuhi persyaratan SNI 2725.(1)1.2009 tentang persyaratan mutu dan
keamanan pangan produk asapan dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tabel SNI
2725.(1)1.2009 ini belum dicantumkan persyaratan tentang PAH tetapi hanya
mencantumkan mengenai persyaratan organoleptik, cemaran mikroba, dan kimia
(kadar air, histamin, dan garam).
22
Tabel 2.2 Persyaratan mutu dan keamanan pangan produk asapan
Jenis uji Satuan Persyaratan
Cemaran
mikroba:
ALT Koloni/g Maksimal 1,0 X
105
Escherichia coli APM/g Maksimal < 3
Salmonella Per 25 g Negatif
Vibrio cholera Per 25 g Negatif
Staphylococcus Koloni/g Maksimal 1,0 X
103
Kimia:
Kadar air % fraksi massa Maksimal 60
Kadar histamin Mg/kg Maksimal 100
Kadar garam % fraksi massa Maksimal 4
(Sumber: BSN, 2009)
2.7 Kualitas Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Kualitas pada produk perikanan didefinisikan sebagai ukuran sebuah produk
yang ditentukan menggunakan indera manusia (organoleptic) sebagai alat
pengukur baik/buruknya suatu produk dan jaminan keamanan pangan (food
safety). Kualitas juga biasa dikenal dengan istilah mutu. Indera manusia yang
biasa dipakai untuk menentukan ukuran kualitas suatu produk adalah penglihatan,
pembau, perasa dan peraba. Penglihatan dapat digunakan untuk parameter
keseragaman, warna, bentuk dan dimensi produk. Pembau digunakan untuk
menentukan baik/buruknya kualitas produk sesuai dengan karakteristik yang
diinginkan. Perasa biasa digunakan untuk mengukur parameter produk makanan.
Indera perasa ditentukan oleh berbagai faktor. Sedangkan indera peraba biasa
digunakan untuk menentukan tekstur produk. Karakteristik kualitas produk
perikanan diklarifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu:
23
1. Karakteristik fisik atau tampak yang meliputi penampilan luar, seperti
halnya: warna, aroma, rasa dan tekstur.
2. Karakteristik tersembunyi, yaitu karakteristik yang dinilai dari
perspektif nilai gizi (Waluyo, 2017).
Ikan merupakan bahan pangan yang padat protein, maka akan cepat rusak
dan busuk dibanding produk perairan lainnya. Kerusakan yang sering terjadi pada
produk ikan terutama ikan segar adalah terjadinya kontaminasi bakteri pembusuk
dan kerusakan akibat penanganan. Bakteri akan membongkar protein dan lemak
pada daging ikan menjadi asam amino. Asam amino akan terurai menjadi NH3
dan H2S yang menyebabkan adanya bau busuk. Menurut Wibowo (2002) ciri ikan
tongkol segar apabila ikan tampak cemerlang dan mengkilap sesuai jenisnya.
Tidak ada lendir di permukaan tubuh ikan, apabila ada lendir tipis, bening dan
encer. Sisik tidak mudah lepas, perut utuh dan lubang anus tertutup. Insangnya
merah cerah tidak berlendir. Dagingnya pejal, lentur dan jika ditekan cepat pulih.
2.7.1 Karakteristik Gizi
2.7.1.1 Kadar Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh manusia karena
protein berperan sebagai pembentuk jaringan tubuh serta pengatur metabolisme.
Protein terdiri dari unsur pembentuk protein yang disebut asam amino. Asam
amino merupakan unsur pokok pembentuk tubuh yang tidak dapat dibuat oleh
tubuh tetapi terdapat dalam makanan. Asam amino yang merupakan unsur pokok
pembentuk tubuh disebut asam amino esensial (Zaenab, 2001).
24
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh
karena berfungsi sebagai bahan bakar tubuh, zat pembangun, pengatur, sumber
asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh
lemak dan karbohidrat. Banyaknya unsur N dalam suatu bahan pangan merupakan
kriteria penetapan kadar protein. Protein juga merupakan suatu senyawa polimer
dari asam-asam amino dengan berat molekul yang tinggi, yaitu antara 104-106
gram/mol. Protein dapat berasal dari daging ikan, telur, dan susu yang disebut
protein dengan mutu tinggi, karena dapat menyediakan asam amino essensial.
Struktur protein tersusun oleh asam amino yang membentuk polimer dan
merupakan senyawa yang panjang. Molekul asam amino mempunyai gugus amino
yang bersifat basa dan gugus karboksi yang bersifat asam (Winarno, 2004).
Berdasarkan susunan molekulnya protein dapat digolongkan menjadi dua
macam, yaitu 1) Protein fibrilar yaitu protein yang berbentuk serabut yang bersifat
tidak larut dalam pelarut encer (baik larutan garam, asam, basa dan alkohol) berat
molekulnya besar. 2) Protein globular yaitu protein yang berbentuk bola yang
banyak terdapat dalam bahan pangan seperti daging, susu dan telur. Protein ini
bersifat larut dalam larutan encer, lebih mudah di bawah pengaruh suhu,
konsentrasi garam, pelarut asam dan basa serta mudah terdenaturasi (Winarno,
2004).
Berdasarkan kelarutannya dalam air, protein ikan digolongkan menjadi
tiga golongan yaitu sarkoplasmik, miofibrilar, dan stroma (tenunan pengikat).
Pada waktu kandungan ATP dan pH daging menurun, protein miofibrilar akan
mengadakan interaksi menjadi protein aktomiosin. Terbentuknya aktomiasin akan
25
menyebabkan daging menjadi kaku. Pada fase lewat nigor, protein miofibrilar
maupun protein sarkoplasma akan mengalami pembongkaran oleh enzim-enzim
otolitik menjadi metabolit-metabolit sederhana merupakan penyebab bau busuk
pada ikan (Hadiwiyoto, 1993). Fungsi protein dalam bahan pangan mempunyai
kemampuan membentuk gel, sol, emulsi dan sebagainya disamping itu
berpengaruh terhadap nutrisinya. Pengaruh yang menguntungkan adalah
menghambat atau mengaktifkan senyawa anti nutrisi. Pengaruh yang merugikan
diantaranya panas yang berlebihan dapat menurunkan sifat kesukaan dan nilai
nutrisi (Winarno, 2004).
Menurut Rahayu (2005) dalam penelitian yang dilakukan bahwa, lama
perendaman akan mempengaruhi kandungan protein, dimana semakin lama
perendaman maka semakin banyak senyawa asap yang meresap dalam daging
ikan. Senyawa yang bersifat asam akan menyebabkan terdenaturasinya protein
dan akhirnya mengakibatkan terlepasnya molekul air. Dan akan menyebabkan
menurunnya kadar air yang secara langsung akan mempengaruhi nilai Aw–nya
juga ikut menurun. Bila dikaitkan nilai kadar protein dengan nilai kadar air, maka
akan terlihat adanya hubungan yang berbanding terbalik antara keduanya. Akibat
penurunan nilai kadar air fillet ikan cakalang asap akan berdampak pada
peningkatan kadar protein. Hal ini disebabkan oleh senyawa protein terkonsentrasi
akibat menguapnya air bebas di dalam daging ikan. Lama perendaman 140 menit
memberikan hasil kandungan protein terbaik. Hal ini diduga karena senyawa asam
belum seluruhnya masuk ke dalam daging ikan, sehinga proses pengikatan protein
oleh senyawa fenol sudah maksimal.
26
2.7.1.2 Kadar air
Air merupakan kandungan yang terbesar dalam ikan yang berfungsi
sebagai media mikroorganisme untuk berkembang biak. Pada proses pengasapan
bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang terdapat dalam tubuh ikan serta
menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperpanjang umur simpan
ikan (Swastawati, 2013). Selain itu, senyawa fenol yang terkandung dalam asap
cair mempunyai sifat dapat menyerap air, dan bersifat bakteriostatik dan
bakterisidal yaitu bersifat racun bagi bakteri sehingga pertumbuhan bakteri
terhambat.
Daging ikan yang direndam dalam larutan asap cair akan mengalami
penurunan kadar air akibat proses osmosis, jumlah air bebas yang terdapat dalam
daging ikan akan semakin berkurang akibat masuknya komponen asap (Setha,
2011). Menurut Suroso (2018) dalam penelitiannya menyatakan kadar air ikan
kembung meningkat selama 6 hari masa penyimpanan yang disebabkan karena
kelembaban udara sekitar lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air ikan
kembung asap pada penyimpanan suhu kamar. Apabila kadar air bahan rendah
sedangkan kelembaban disekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air
dari udara sehingga bahan menjadi lembab. Kadar air yang mengalami
peningkatan juga dapat disebabkan oleh meningkatnya nilai ALT ikan kembung
asap selama penyimpanan. Himawati (2010) menyatakan bahwa kadar air ikan
asap meningkat disebabkan adanya aktivitas mikroba pada ikan yang akan
menghasilkan air selama melakukan proses metabolisme. Menurut Hardianto
27
(2015) Standar nilai kadar air ikan asap berdasarkan SNI adalah maksimal 60-
65%.
2.7.2 Karakteristik Fisik (Organoleptik)
2.7.2.1 Rasa
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Refilda (2008) pemberian
konsentrasi asap cair pada sosis ikan berpengaruh nyata pada kesukaan panelis
karena memberikan flavor khas. Hal ini disebabkan adanya senyawa karbonil
yang memberikan pengaruh cita rasa yang spesifik pada sosis asap ikan lele.
komponen dalam asap cair yang dapat menimbulkan rasa sedap pada produk yaitu
formaldehide dan furaldehide. Nilai kesukaan terendah terhadap rasa disebabkan
semakin pekat asap cair yang digunakan dan semakin lama sosis direndam dalam
asap cair, maka komponen asap yang terkandung di dalamnya semakin banyak
meresap ke dalam sosis ikan, sehingga pada batas tertentu akan menimbulkan rasa
agak pahit (Darmadji, 2009).
Menurunya rasa asap pada produk selama penyimpanan
disebabkan karena senyawa-senyawa asap seperti fenol yang mengendap pada
daging ikan mengalami penguapan. Wibowo (2007) menyatakan kriteria mutu
organoleptik yang baik untuk rasa ikan asap adalah enak, rasa asap lembut sampai
tajam tanpa rasa getir atau pahit dan tidak berasa tengik. Komponen-komponen
fenol dari asap memiliki peranan penting dalam meresapkan citarasa.
2.7.2.2 Aroma
Aroma merupakan salah satu indikator untuk menentukan tingkat
penerimaan suatu produk oleh konsumen. Zat-zat yang mendominasi
28
pembentukan aroma atau bau adalah komponen-komponen asap yang melekat
pada produk. Fenol senyawa utama pembentuk aroma asap yang khas (Wibowo,
2012). Adapun aroma yang dimaksud adalah aroma ke asap-asapan pada produk,
dan kriteria mutu bau untuk ikan asap adalah bau asap yang lembut sampai cukup
tajam dan mampu memberikan aroma pungent, eresoline, manis asap, dan
seperti bau terbakar, tidak tengik, tanpa bau asing, tanpa bau asam, dan tanpa bau
apek. Makanan yang masih baik memberikan bau yang khas dari bahan pangan
tersebut dan tentunya akan lebih merangsang untuk dimakan. Bila baunya sudah
lain atau menyimpang maka makanan tersebut dianggap sudah mulai membusuk.
Bau busuk terjadi akibat aktivitas bakteri proteolitik yang memecah
protein menjadi senyawa senyawa sederhana yang berbau tidak sedap di antaranya
amonia, H2S, indol dan skatol sedangkan bau tengik disebabkan oleh reaksi enzim
lipolitik dan oksigen (Achmadi, 2013).
2.7.2.3 Warna
Komponen yang terkandung dalam asap berfungsi sebagai pemberi warna
pada ikan. Warna cokelat pada ikan asap timbul sebagai adanya interaksi senyawa
karbonil dalam asap cair dengan senyawa amino dalam daging ikan, senyawa
fenol juga turut memberikan warna cokelat pada produk ikan asap. Senyawa fenol
meleleh pada lemak yang ada pada bagian kulit luar ikan dan mengendalikan
oksidasi langsung pada bagian berlemak sehingga mencegah terjadinya perubahan
warna kemerahan pada produk akhir. Ikan asap yang bermutu baik akan
mempunyai warna kuning keemasan (Sulistijowati, 2011).
29
2.7.2.4 Tekstur
Parameter tekstur biasanya diartikan dengan istilah keempukan dan
kekerasan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2015) hasil pengamatan
panelis untuk tekstur sosis asap ikan lele dumbo berkisar antara 5,71 – 6,37 (agak
menyukai). Daya terima panelis terhadap tekstur bervariasi dengan adanya
perlakuan konsentrasi asap cair dan lama perendaman. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asap cair dan lama perendaman tidak
berpengaruh nyata terhadap tekstur sosis asap. Nilai tekstur tertinggi diperoleh
pada konsentrasi asap cair 20% dan lama perendaman 30 menit, sedangkan nilai
terendah pada konsentrasi asap cair 25% dan lama perendaman 15 menit. Menurut
Estiasih (2011) faktor yang mempengaruhi tekstur produk asap adalah suhu
pengasapan. Pada pemakaian suhu pengasapan yang tinggi akan menyebabkan
semakin cepat terjadi penggumpalan protein, sehingga tekstur daging lebih
kompak.
2.8 Pemanfaatan Penelitian sebagai Sumber Belajar
2.8.1 Sumber belajar
Menurut Mulyasa (2007) sumber belajar merupakan segala sesuatu yang
dapat memberikan kemudahan pada peserta didik dalam belajar, sehingga peserta
didik dapat memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan yang dapat menunjang dalam pembelajaran.
Sumber belajar berperan penting yaitu untuk melengkapi, memelihara
serta dapat memperkaya khazanah belajar. Tidak hanya itu, sumber belajar juga
dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas sehingga dapat menguntungkan baik
30
bagi guru maupun peserta didik (Mulyasa, 2002). Sumber belajar juga
dimanfaatkan sebagai salah satu upaya untuk memecahkan masalah dalam proses
belajar sehingga perlu dikembangkan seluas mungkin agar mendapatkan hasil
yang maksimal.
2.8.2 Manfaat Sumber Belajar
Manfaat sumber belajar menurut Kurniawati (2009) antara lain:
1. Memberikan pengalaman belajar secara langsung dan kongkret kepada
peserta didik.
2. Menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dikunjungi atau dilihat
secara langsung dan konkret.
3. Menambah dan memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam kelas.
4. Memberi informasi yang akurat dan terbaru.
5. Memberi motivasi yang positif apabila diatur dan direncanakan
pemanfaatannya secara tepat.
6. Membantu memecahkan masalah pendidikan baik dalam lingkup mikro
maupun makro.
7. Merangsang untuk berpikir, bersikap dan berkembang lebih lanjut.
2.8.3 Syarat-syarat Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar
Segala sesuatu pada prinsipnya dapat digunakan sebagai sumber belajar,
namun dalam pemanfatannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun
syarat-syarat yang dapat digunakan sebagai sumber belajar menurut Djohar
(1987) dalam Putriana (2017) adalah sebagai berikut:
31
1. Kejelasan potensi, didasari pada proses dan produk dari kegiatan penelitian
yang dapat dijadikan sumber belajar.
2. Kejelasan sasaran, berkaitan dengan sasaran subjek belajar atau sasaran
peruntukan sumber belajar.
3. Kesesuaian dengan tujuan belajar, dimana antara tujuan penelitian yang
dilakukan dengan tujuan belajar harus memiliki kesesuaian dengan tujuan
intruksional yang dirumuskan.
4. Kejelasan informasi yang dapat diungkap, berdasarkan informasi dari hasil
penelitian eksplorasi yang berupa proses dan produk penelitian.
5. Kejelasan pedoman eksplorasi, berhubungan erat dengan proses
pelaksanaan penelitian.
6. Kejelasan perolehan yang diharapkan yaitu hal-hal yang diperoleh dari
kegiatan yang dikembangkan.
32
2.9 Kerangka Konsep
Ikan Tongkol
(Euthynnus affinis)
Pasca panen ikan hanya
mampu bertahan 8 jam
Pengawetan Asap Cair Keuntungan Pengasapan
menggunakan asap cair:
Menghemat biaya
Mengurangi
komponen berbahaya
Mengurangi polusi
udara.
Asap cair dari
limbah sekam padi
Asap cair sekam padi
mengandung senyawa air
11–92%, fenol 0,2–2,9%,
asam 2,8–4,5% karbonil
2,6–4,6%.
Meningkatkan daya awet dan kualitas ikan
tongkol
Data hasil penelitian dimanfaatkan sebagai
sumber belajar SMK kelas XI semester I jurusan
teknologi pengolahan hasil perikanan KD 4.1
melaksanakan pengolahan produk hasil perikanan
tradisional. setempat melalui pengamatan dari berbagai
sumber.
Adanya senyawa yang terkandung dalam
komponen asap cair
33
2.10 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka dan
kerangka konsep maka perlu dirumuskan hipotesis penelitian untuk diuji
kebenarannya. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh
lama perendaman menggunakan asap cair terhadap kualitas ikan tongkol
(Euthynnus affinis).