bab ii kajian pustaka 2.1 transportasi - sinta.unud.ac.id ii [ta].pdf · kereta api didefinisikan...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Transportasi
Transportasi atau perangkutan dapat didefinisikan sebagai proses pergerakan
atau perpindahan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan suatu sistem tertentu untuk maksud dan tujuan tertentu. Alat
perpindahan yang digunakan dapat berbeda, misalnya jalan kaki, angkutan darat,
sungai, udara, dan lain-lain. Kegiatan manusia yang berbagai macam menyebabkan
mereka saling berhubungan, untuk itu diperlukan alat penghubung. Salah satu
diantaranya adalah angkutan. Dengan kemajuan teknologi, muncul berbagai macam
alat angkut yang bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dan untuk memenuhi
berbagai keperluan. Semakin maju peradaban manusia maka akan semakin
kompleks masalah yang akan dihadapi, sehingga diperlukan tuntutan
perkembangan teknologi yang lebih cocok. Perencanaan angkutan yang tidak tepat
dapat menyebabkan terjadinya kesemrawutan lalu lintas. Keadaan ini akan
membawa akibat yang lebih luas dengan meningkatnya kecelakaan serta
pelanggaran lalu lintas. Perencanaan perangkutan itu sendiri dapat didefinisikan
sebagai proses yang tujuannya mengembangkan sistem angkutan yang
memungkinkan manusia dan barang dapat bergerak cepat, aman, murah dan
nyaman (Warpani, 1990).
2.2 Angkutan Umum Penumpang
Angkutan (transport) pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang
atau barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan tujuan membantu
orang atau sekelompok orang untuk menjangkau berbagai tempat yang
dikehendaki, atau mengirim barang dari tempat asalnya menuju tempat tujuannya.
Prosesnya dapat dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan berupa
kendaraan. Sementara Angkutan Umum Penumpang adalah angkutan penumpang
dengan menggunakan kendaraan umumdan dilaksanakan dengan sistem sewa atau
bayar. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk
6
dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Angkutan umum penumpang
lebih dikenal dengan angkutan umum saja (Warpani,1990). Keberadaan angkutan
umum penumpang mengandung arti pengurangan volume lalu lintas kendaraan
pribadi. Hal ini dimungkinkan karena angkutan umum penumpang bersifat massal
sehingga biaya angkut dapat dibebankan kepada lebih banyak orang atau
penumpang, yang menyebabkan biaya penumpang dapat ditekan serendah mungkin
(Warpani,1990).
Pada masa kini perkembangan kendaraan yang pesat akibat meningkatnya
kesejahteraan masyarakat tidaklah mungkin dapat diikuti dengan pembangunan
jalan yang terus – menerus, hal ini mendorong beberapa kota untuk menggalakkan
penggunaan sarana transportasi massal dalam hal ini angkutan kereta api monorel.
Angkutan umum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
1. Angkutan umum yang disewakan (Paratransit)
Yaitu pelayanan jasa yang dapat dimanfaatkan oleh setiap orang
berdasarkan ciri tertentu, misalnya : tarif dan rute. Angkutan umum ini pada
umumnya tidak memiliki trayek dan jadwal yang tetap, misalnya : taksi. Ciri
utama angkutan ini adalah melayani permintaan.
2. Angkutan umum massal (Masstransit)
Yaitu layanan jasa angkutan yang memiliki trayek dan jadwal tetap,
misalnya : bus dan kereta api. Jenis angkutan ini bukan melayani permintaan
melainkan menyediakan layanan tetap, baik jadwal, tarif maupun lintasannya
(Warpani, 2002).
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003, Bab I
pasal 1, angkutan umum penumpang dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis,
yaitu :
1. Angkutan Lintas Batas Negara adalah suatu angkutan dari satu kota ke kota
lain yang melewati lintas batas negara dengan menggunakan mobil bus umum
yang terikat dalam trayek.
2. Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) adalah angkutan dari satu kota
ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota yang melalui lebih dari
satu daerah propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam
trayek.
7
3. Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) adalah angkutan dari suatu kota
ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota dalam satu wilayah
propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek.
4. Angkutan Kota adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu
daerah kota atau wilayah ibukota kabupaten atau dalam Daerah Khusus Ibukota
Jakarta dengan menggunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum
yang terikat dalam trayek.
5. Angkutan Perdesaan adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam
suatu daerah kabupaten yang tidak termasuk dalam trayek kota yang berada
pada wilayah ibukota kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum
atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek.
6. Angkutan Perbatasan adalah angkutan kota atau angkutan perdesan yang
memasuki wilayah kecamatan yang berbatasan langsung pada kabupaten atau
kota lainnya baik yang melalui satu propinsi maupun lebih dari satu propinsi.
7. Angkutan Khusus adalah angkutan yang mempunyai asal dan/atau tujuan tetap,
yang melayani antar jemput penumpang umum, antar jemput karyawan,
permukiman, dan simpul yang berbeda.
8. Angkutan Taksi adalah angkutan yang menggunakan mobil penumpang umum
yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer yang melayani
angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas.
9. Angkutan Sewa adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang
umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu, dengan atau tanpa
pengemudi, dalam wilayah operasi yang tidak terbatas.
10. Angkutan Pariwisata adalah angkutan yang menggunakan mobil bus umum
yang dilengkapi dengan tanda – tanda khusus untuk keperluan pariwisata atau
keperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek, seperti untuk keperluan
keluarga atau sosial lainnya.
11. Angkutan Lingkungan adalah angkutan dengan menggunakan mobil
penumpang umum yang dioperasikan dalam wilayah operasi terbatas pada
kawasan tertentu.
8
2.3 Angkutan Kereta Api
2.1.1 Pengertian Kereta Api
Kereta api didefinisikan sebagai sarana transportasi berupa kendaraan dengan
tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya,
yang akan ataupun sedang bergerak di rel (wikibuku.com). Dengan demikian kereta
api hanya dapat bergerak/berjalan pada lintasan/jaringan rel yang sesuai dengan
peruntukannya, hal ini menjadi keunggulannya karena tidak terganggu dengan lalu
lintas lainnya, tetapi dilain pihak menjadikan kereta api menjadi angkutan yang
tidak fleksibel karena jaringannya terbatas. Kereta api merupakan alat transportasi
massal yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang
berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan
kendaraan lainnya). Rangkaian kereta api atau gerbong tersebut berukuran relatif
luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar.
Untuk angkutan barang dalam jumlah yang besar dapat digunakan rangkaian lebih
dari 50 kereta yang ditarik dan/atau didorong dengan beberapa buah lokomotif,
seperti kereta api babaranjang (kereta api batutu bara rangkaian panjang) di
Sumatera Selatan.
Kereta api merupakan angkutan yang efisien untuk jumlah penumpang yang
tinggi sehingga sangat cocok untuk angkutan massal kereta api perkotaan pada
koridor yang padat, tetapi juga digunakan untuk angkutan penumpang jarak
menengah sampai dengan 3 atau 4 jam perjalanan ataupun untuk angkutan barang
dalam jumlah yang besar dalam bentuk curah, seperti untuk angkutan batu bara.
Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha
memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat
baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara.
2.1.2 Jenis-Jenis Kereta Api
Ada beberapa jenis kereta api sampai sekarang seiring dengan kemajuan
teknologi, jenis kereta api semakin berkembang. Adapun beberapa jenis kereta
sebagai berikut:
1. Kereta Api Uap
9
Kereta api uap adalah kereta api yang digerakkan dengan uap air yang
dibangkitkan/dihasilkan dari ketel uap yang dipanaskan dengan kayu bakar,
batu bara ataupun minyak bakar, oleh karena itu kendaraan ini dikatakan
sebagai kereta api dan terbawa sampai sekarang. Untuk menggerakkan roda
kereta api uap air dari ketel uap dialirkan ke ruang dimana piston diletakkan,
uap air masuk akan menekan piston untuk bergerak dan di sisi lain diruang
piston uap air yang berada diruang tersebut didorong keluar demikian
seterusnya. Uap air diatur masuk kedalam ruang piston oleh suatu mekanime
langsung seperti ditunjukkan dalam gambar. Selanjutnya piston akan
menggerakkan roda mealui mekanisme gerakan maju mundur menjadi gerak
putar.
2. Kereta Api Diesel
Kereta api diesel bisa dibagi atas dua kelompok yaitu:
a) Lokomotif diesel adalah jenis lokomotif yang bermesin diesel dan
umumnya menggunakan bahan bakar mesin dari solar. Ada dua jenis utama
kereta api diesel ini yaitu kereta api diesel hidraulik dan kereta api diesel
elektrik.
b) Kereta rel diesel yaitu kereta yang dilengkapi dengan mesin diesel yang
dipasang dibawah kabin, seperti halnya lokomotif diesel dapat dijalankan
dengan kopling hidraulik ataupun dengan cara yang sama dengan diesel
elektrik.
3. Kereta Rel Listrik
Kereta Rel Listrik, disingkat KRL, merupakan kereta rel yang bergerak dengan
sistem motor listrik.
4. Kereta Api Daya Magnit
Kereta api ini disebut juga sebagai Maglev sebagai singkatan dari Magnetic
Levitation dimana kereta diangkat dengan menggunakan medan magnit dan
didorong dengan medan magnit juga. Karena kereta terangkat dan bergerak
berdasarkan medan magnit sehingga tidak ada gesekan sama sekali dengan
infrastuktur. Kereta maglev dapat berjalan pada kecepatan yang sangat tinggi.
Permasalahan utama dalam pengembangan maglev ini adalah investasi awal
10
yang sangat besar untuk membangun infrastruktur, khususnya untuk
mempersiapkan medan magnit pada infrastrukturnya.
2.4 Defisi Jalan Rel
2.2.1 Jenis-Jenis Rel
1. Kereta Api Rel Konvensional
Kereta api rel konvensional adalah kereta api yang umum dijumpai.
Menggunakan rel yang terdiri dari dua batang besi yang diletakan di bantalan.
Di daerah tertentu yang memliki tingkat ketinggian curam, digunakan rel
bergerigi yang diletakkan di tengah tengah rel tersebut serta menggunakan
lokomotif khusus yang memiliki roda gigi.
2. Kereta Api Monorel
Kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta api yang jalurnya
tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai yang terdiri dari 2 rel paralel
tetapi hanya dari satu rel tunggal yang gemuk dengan profil sedemikian
sehingga tidak menyebabkan kereta keluar dari relnya. Rel kereta ini terbuat
dari beton bertulang pratekan ataupun dari besi profil. Letak kereta api dapat
didesain menggantung pada rel atau di atas rel. Karena efisien, biasanya
digunakan sebagai alat transportasi kota khususnya di kota-kota metropolitan
dunia dan dirancang mirip seperti jalan layang.
2.2.2 Penempatan Rel
Pembangunan rel kereta api perlu diperhatikan, karena jalur kereta yang
panjang sehingga memakan banyak lahan. Hal ini membuat pembangunan jalur rel
kereta api sangat sulit bila hanya dilahan permukaan, maka dibangunlah rel kereta
api tidak hanya dipermukaan tetapi di bawah tanah dan rel kereta api layang.
Berikut penjelasan penempatan kereta api:
1. Kereta Api di Bawah Tanah
Kereta api bawah tanah adalah kereta api yang berjalan dalam terowongan
dibawah permukaan tanah, merupakan solusi yang ditempuh untuk mengatasi
persilangan sebidang. Biasanya dikembangkan dikawasan perkotaan yang
padat. Dengan dibangunnya kereta api bawah tanah maka ruang kota yang
11
berada dibawah permukaan tanah masih bisa dimanfaatkan, stasiun juga
dimanfaatkan untuk kegiatan/pertokoan/perkantoran dibawah tanah.
Pembangunan kereta api bawah tanah ini masih bisa dilakukan beberapa lapis,
semakin banyak lapisan semakin dalam letak stasiun, bahkan bisa dibangun
sampai 100 m dibawah permukaan tanah. Untuk menuju kedalam stasiun
biasanya digunakan tangga berjalan yang cukup lebar dimana penumpang yang
ingin tetap berjalan pada tangga berjalan menggunakan bagian kiri tangga
berjalan sedangkan bagian kanan digunakan untuk penumpang yang tidak mau
berjalan selama berada diatas tangga berjalan.
2. Kereta Api Permukaan
Kereta api dari jenis ini merupakan merupakan pilihan yang paling murah,
namun karena banyak persilangan sebidang dengan jalan raya kereta api ini
hanya feasibel untuk lintas-lintas yang tingkat penggunaannya rendah.
Permasalahan yang selalu timbul adalah tingginya angka kecelakaan dengan
kendaraan yang berjalan dijalan serta menimbulkan hambatan bagi lalu lintas
kendaraan di persilangan sebidang.
3. Kereta Api Layang
Kereta api layang merupakan kereta api yang berjalan diatas permukaan tanah
sehingga tidak menimbulkan gangguan pada kelancaran lalu lintas kendaraan
bermotor. Solusi ini diambil juga untuk menghindari persilangan sebidang,
namun dengan biaya yang jauh lebih rendah dari kereta api bawah tanah. Biaya
infrastruktur untuk kereta api layang yang dikeluarkan sekitar 3 (tiga) kali dari
kereta permukaan dengan jarak yang sama.
2.5 Prinsip Dasar Perencanaan Rute
Trayek/rute angkutan umum didefinisikan sebagai tempat – tempat dimana
angkutan umum secara tetap melayani penumpang yaitu dengan menaikkan dan
menurunkannya. Suatu rute biasanya merupakan suatu lintasan tetap dari angkutan
umum yang melewati beberapa daerah, dimana angkutan umum secara rutin
melayani calon penumpang, dan dilain pihak calon penumpang menggunakan
angkutan pada rute tersebut. Rute angkutan umum biasanya ditempatkan di lokasi
dimana memang diperkirakan ada calon penumpang yang akan dilayani. Dalam
12
suatu kota, pada umumnya rute yang melayani masyarakat lebih dari satu maka
ditinjau secara keseluruhan akan ada suatu sistem jaringan rute yaitu sekumpulan
rute yang bersama-sama melayani kebutuhan umum masyarakat. Dalam sistem
jaringan rute tersebut akan terdapat titik-titik dimana akan terjadi pertemuan dua
rute atau lebih.
Pada titik yang dimaksud dimungkinkan terjadi pergantian rute, karena pada
kenyataannya seorang penumpang tidak selamanya dapat menggunakan hanya satu
rute untuk perjalanannya dari tempat asal ke tempat tujuannya. Menurut Keputusan
Menteri Perhubungan KM. 35 tahun 2003, Bab III pasal 2, jaringan trayek angkutan
umum meliputi :
1. Trayek Lintas Negara, yaitu trayek yang melalui batas negara.
2. Trayek Antar Kota Antar Provinsi, yaitu trayek yang melewati lebih dari
satu provinsi.
3. Trayek Antar Kota Dalam Provinsi, yaitu trayek yang melalui antar daerah
kabupaten dan kota dalam satu daerah provinsi.
4. Trayek Kota, yaitu trayek yang keseluruhannya berada dalam wilayah kota.
5. Trayek Perkotaan, yaitu trayek kota yang melalui perbatasan daerah
kabupaten/kota/provinsi yang berdekatan.
6. Trayek Perdesaan, yaitu trayek yang keseluruhannya berada dalam satu
wilayah kabupaten.
7. Trayek Perbatasan, yaitu trayek antar perdesaan yang berbatasan yang
seluruhnya berada di daerah provinsi atau antar provinsi.
Jaringan trayek dipengaruhi oleh pola tata guna lahan, pola pergerakan
penumpang angkutan umum, kepadatan penduduk, daerah pelayanan, dan
karakteristik jaringan jalan. Berdasarkan PP No.41 tahun 1993 ditetapkan hierarki
trayek, yaitu :
1. Trayek Utama
Trayek utama memiliki jadwal yang tetap dan teratur. Trayek ini melayani
angkutan antar kawasan utama, antar kawasan utama dan pendukung dengan ciri
melakukan perjalanan ulang alik secara tetap. Selain itu moda yang digunakan
berupa mobil bus. Pelayanan angkutan trayek utama ini dilakukan secara terus
13
menerus dan berhenti pada tempat yang telah ditentukan untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang.
2. Trayek Cabang
Sama halnya dengan sistem pengoperasian pada trayek utama namun trayek
cabang ini beroperasi pada kawasan pendukung, antara kawasan pendukung dan
pemukiman.
3. Trayek Ranting
Trayek ranting tidak memiliki jadwal yang jelas. Wilayah pelayanannya pada
kawasan pemukiman penduduk. Sedangkan moda yang digunakan berupa mobil
penumpang.
4. Trayek Langsung
Trayek langsung bertujuan untuk mengurangi jumlah transfer yang dilakukan
dalam melakukan perjalanan panjang sehingga dapat menghemat waktu dan
biaya perjalanan.
Filosofi Dasar Perencanaan Lintasan Rute terdiri dari pendekatan efisiensi dan
pendekatan efektifitas.
1. Pendekatan Efesiensi
Rute yang baik adalah rute yang mampu menawarkan pelayanan yang
semaksimal mungkin pada daerah pelayanannya kepada penumpang dengan
biaya operasi yang serendah mungkin.
2. Pendekatan Efektifitas
Rute yang baik adalah rute yang mampu menyediakan pelayanan yang
semaksimal mungkin pada daerah pelayanan kepada penumpang dengan
penggunaan sumber daya yang ada.
2.5.1 Kriteria Perencanaan Rute
Perencanaan rute baru menggunakan beberapa kriteria utama berikut
(Santoso, 1996):
1. Rute hendaknya dapat membangkitkan kebutuhan pergerakan (travel
demand) pada jumlah minimal tertentu
2. Rute yang dirasakan penumpang tidak bertele-tele
3. Rute yang unik (rute tidak tumpang tindih dengan rute lain)
14
4. Rute yang pengoperasiannya memberikan kenyamanan pada penumpang
(jalan kondisi jelek perlu dihindari)
5. Rute yang pencapaian waktu tempuh yang memadai
6. Rute harus mempunyai image dan identitas yang jelas di mata masyarakat
(dimana penumpang tahu dimana dia harus naik, turun, berganti rute)
7. Rute harus mudah dicapai oleh pengguna
8. Rute yang biaya operasi yang dikeluarkan oleh operator masih dalam batas
yang wajar
Tabel 2.1 Indikator Kualitas Pelayanan Angkutan Umum
Indikator Rata-Rata Maksimum
Waktu tunggu 5-10 menit 10-20 menit
Jumlah penggantian moda 0-1 kali 3 kali
Waktu perjalanan 1-1,5 jam 2-3 jam
Wilayah padat Wilayah Kurang Padat
Jarak jalan kaki ke shelter 300-500 meter 500-1000 meter
Biaya perjalanan 10% dari pendapatan Rumah Tangga
Sumber : Departemen Perhubungan, 1996
2.5.2 Tahapan Perencanaan Rute
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisa dan menentukan rute
terpilih adalah:
a) Potensi travel demand
b) Karakteristik lalu-lintas, baik di ruas maupun di simpang
c) Analisa potensi travel demand bertujuan mengetahui secara lebih rinci
besarnya demand yang akan dilayani pada lintasan rute terpilih. Analisa ini
akan menghasilkan suatu bentuk matriks tabulasi yang disebut Matriks
Asal-Tujuan antar zona (MAT).
Hal yang perlu dianalisis dalam perencanaan rute lintasan kereta api adalah:
15
1. Analisis kondisi prasarana jaringan jalan rel
a) Adapun yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kondisi prasarana
jaringan jalan rel adalah :
b) Struktur dan konfigurasi jalan yang ada
c) Hierarki dan kelas masing-masing jalan
d) Kondisi geometrik jalan
e) Kondisi / karakteristik lalulintas
f) Kondisi/ karakteistik lalu-lintas
2. Analisa potensi travel demand bertujuan untuk mengestimasi besarnya potensi
pergerakan yang dihasilkan daerah pelayanan. Biasanya makin tinggi
kerapatan suatu daerah makin besar juga potensi pergerakan yang terjadi.
Tahapan dalam menganalisa travel demand adalah sebagai berikut:
1) Penentuan koridor daerah pelayanan
Dalam menentukan koridor daerah pelayanan perlu menganalisis beberapa
kriteria agar menghasilkan beberapa alternatif daerah pelayanan. Kriteria
yang digunakan dalam menentukan koridor daerah pelayanan adalah
besarnya potensi demand, luas daerah pelayanan, kondisi dan struktur
konfigurasi jalan yang ada.
2) Identifikasi lintasan rute
Tujuan dari mengidentifikasi lintasan rute adalah mendapatkan beberapa
alternatif lintasan rute. Ada beberapa yang perlu diperhatikan tahap ini,
yaitu:
a) Zona awal dan akhir rute
b) Struktur jaringan jalan (spatial)
c) Karakteristik ruang koridor daerah pelayanan
d) Analisa dan penentuan rute terpilih
2.6 Karakteristik Kerta Api Monorel
Salah satu jenis dari berbagai macam jenis kereta adalah monorel. Namun,
monorel sendiri bisa disebut juga sebagai jenis tersendiri dan terpisah dari golongan
kereta. Hal tersebut karena monorel hanya memiliki satu rel lintasan dan lebar
kendaraannya lebih besar dari jalur lintasannya. Biasanya monorel ditempatkan di
16
atas jalan dengan lintasannya ditopang tiang-tiang yang tidak menganggu badan
jalan sehingga penggunaannya tidak mengganggu lalu lintas di jalan. Menurut PM
Perhubungan No. 27 Tahun 2014 tentang Standar Spesifikasi Teknis Sarana Kereta
Api Monorel, sarana kereta api monorel dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, terdiri
atas:
1. Straddle monorail, merupakan sarana kereta api monorel yang berjalan diatas
jalan rel
2. Suspended monorail, merupakan sarana kereta api monorel yang berjalan
menggantung pada jalan rel.
Keunggulan-keunggulan monorel:
1. Monorel sudah terbukti di berbagai negara seperta Jepang, Amerika Serikat,
Australia, bahkan Malaysia sebagai transportasi perkotaan yang sangat efektif.
2. Monorel memiliki tingkat keamanan yang tinggi karena kecelakaan yang
melibatkan kendaraan di jalan raya hampir tidak mungkin.
3. Tanpa menggunakan energi ramah lingkungan atau teknologi khusus
pengefisienan energi sekalipun, monorel tetap memiliki kategori kendaraan
ramah lingkungan karena tidak ada polusi langsung ke daerah kota dan efisiensi
pembangkit listrik memang lebih besar daripada mesin otto atau diesel yang
biasa dipakai oleh kendaraan darat lainnya.
4. Walaupun memang mungkin biaya kapital dari pembangunan monorel ini
sangat besar tapi secara biaya operasional sudah terbukti lebih murah. Di
banyak negara maju yang telah menerapkan transportasi monorel, perusahaan
pengoperasinya selalu mendapatkan untung tiap tahunnya tidak lama setelah
operasi di mulai.
5. Tidak menambah kemacetan di jalan raya karena memiiliki jalur sendiri yang
tidak bersinggungan dengan jalan raya.
2.7 Permintaan Perjalanan (Demand)
Analisis permintaan perjalanan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Menelaaah rencana pengembangan kota, inventarisasi tata guna lahan dan
aktivitas ekonomi wilayah perkotaan.
2. Menelaah data jumlah penduduk dan penyebarannya.
17
3. Inventarisasi data perjalanan yang berisi asal dan tujuan perjalanan , maksud
perjalanan dan pemilihan moda angkutan umum.
4. Menelaah pertumbuhan penumpang masa lalu dan pertumbuhan beberapa
parameter lainnya, misalnya kepemilikan kendaraan dan pendapatan.
2.7.1 Proyeksi Peramalan Jumlah Permintaan Perjalanan (Demand)
Peramalan adalah metode untuk memperkirakan suatu nilai di masa depan
dengan menggunakan data masa lalu. Peramalan bukanlah suatu dugaan, karena
dugaan hanya mengestimasi masa mendatang berdasarkan perkiraan saja
sedangkan peramalan menggunakan perhitungan matematis sebagai bahan
pertimbangan.
Salah satu cara untuk meramalkan/proyeksi jumlah permintaan perjalanan
dalam kurun waktu waktu tertentu adalah menggunakan metode trend linier. Model
trened linear menurut Klosterman (1990) adalah teknik proyeksi yang paling
sederhana dari seluruh model trend. Model ini menggunakan persamaan derajat
pertama (first degree equation). Berdasarkan hal tersebut, penduduk diproyeksikan
sebagai fungsi dari waktu, dengan persamaan:
Ŷ = a + bX (2.1)
Dimana:
Ŷ = penduduk pada tahun proyeksi-X
Y = penduduk tahun ke-X
a = intercept = penduduk pada tahun dasa
b = koefisien = rata-rata pertambahan penduduk
X = periode waktu proyeksi = selisih tahun proyeksi dengan tahun dasar
Rumus yang digunakan untuk menentukan intercept dan koefisien adalah sebagai
berikut:
a = n
Y (2.2)
b =
2X
XY (2.3)
Hasil proyeksi akan berbentuk suatu garis lurus. Model ini berasumsi bahwa
penduduk akan bertambah/berkurang sebesar jumlah absolute yang sama/tetap (b)
18
pada masa yang akan datang sesuai dengan kecenderungan yang terjadi pada masa
lalu. Klosterman (1990), mengacu pada Pittengar (1976), mengemukakan bahwa
model ini hanya digunakan jika data yang tersedia relatif terbatas, sehingga tidak
memungkinkan untuk menggunakan model lain. Selanjutnya, Isserman (1977)
mengemukakan bahwa model ini hanya dapat diaplikasikan untuk wilayah kecil
dengan pertumbuhan yang lambat, dan tidak tepat untuk proyeksi pada wilayah-
wilayah yang lebih luas dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kontrol dari
hasil persamaan yang didapatkan disebut dengan nilai MAPE (Mean Absolute
Percentage Error) dan MAD (Mean Absolute Deviation). MAPE merupakan
ukuran ketetapan relatif yang digunakan untuk mengetahui penyimpangan hasil
peramalan sedangakan MAD menyatakan penyimpangan dalam unit yang sama
pada data dengan merata-ratakan nilai absolute error (penyimpangan) seluruh hasil
peramalan negatif yang saling meniadakan. Persamaannya sebagai berikut:
MAPE =
n
YYYn
t
0
/
x100 % (2.4)
MAD =
n
YYn
t
0 (2.5)
2.7.2 Perencanaan Jumlah Armada
Penentuan jumlah permintaan penumpang angkutan umum adalah hasil
perkalian antara jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan dan
membutuhkan pelayanan angkutan umum dengan faktor pergerakan. Faktor
pergerakan tergantung pada kondisi/tipe kota. Anggapan diasumsikan bahwa setiap
penduduk potensial yang melakukan pergerakan dan membutuhkan angkutan
umum melakukan perjalanan pulang dan pergi setiap hari. Hal ini menentukan besar
faktor pergerakan yang dapat digunakan yakni faktor “2”.
Persamaan jumlah permintaan penumpang angkutan umum adalah sebagai berikut:
D= ftr x M (2.6)
19
Dimana:
D = jumlah permintaan penumpang angkutan umum (pergerakan)
Ftr = Faktor yang menyatakan pergerakan yang dilakukan oleh setiap penduduk
potensial (faktor pergerakan pulang pergi = 2)
M = Jumlah penduduk potensial melakukan pergerakan dan membutuhkan
pelayanan angkutan umum (jiwa)
Penentuan jumlah armada yang diperoleh dengan membandingkan jumlah
permintaan per hari dengan jumlah armada minimum.
Persamaan jumlah kebutuhan armada dirumuskan sebagai berikut:
N = D
Pmin (2.7)
Dimana:
N = Jumlah kebutuhan kendaraan (unit)
Pmin = Jumlah penumpang minimal (orang per kendaraan per hari)
D = Jumlah permintaan angkutan penumpang umum (pergerakan)
Dasar perhitungan jumlah kendaraan pada suatu jenis trayek ditentukan oleh
kapasitas kendaraan, waktu sirkulasi waktu henti kendaraan di terminal dan waktu
antara. Menurut Departemen Perhubungan 2006, pengertiannya adalah sebagai
berikut:
1. Waktu sirkulasi dengan pengaturan kecepatan kendaraan rata-rata 20 km per
jam dengan deviasi sebesar 5% dari waktu perjalanan. Kecepatan yang
digunakan yaitu kecepatan perjalanan. Persamaan waktu sirkulasi dihitung
dengan rumus:
CTABA = (TAB + TBA) + (ƠAB2 + ƠBA
2) + (TTA + TTB) (2.8)
Dimana:
CTABA = waktu sirkulasi dari A ke B, kembali ke A
TAB = waktu perjalanan rata-rata dari A ke B
TBA = waktu perjalanan rata-rata dari B ke A
ƠAB = deviasi waktu perjalanan dari A ke B
ƠBA = deviasi waktu perjalanan dari B ke A
TTA = waktu henti kendaraan di A
20
TTB = waktu henti kendaraan di B
Waktu henti kendaraan di asal atau tujuan (TTA atau TTB) ditetapkan sebesar
10% dari waktu perjalanan antar A dan B
2. Waktu antara kendaraan ditetapkan berdasarkan rumus berikut:
H = 60 ×C ×Lf
P (2.9)
Dimana:
H = waktu antara (menit)
C = kapasitas kendaraan
Lf = faktor muat (asumsi 70% dari kondisi ideal)
P = jumlah penumpang per jam pada sesi terpadat
3. Jumlah armada per waktu sirkulasi
Jumlah armada per waktu sirkulasi dirumuskan sebagai berikut:
K = 𝐶𝑇
H × fa (2.10)
Dimana:
K = jumlah kendaraan
CT = waktu sirkulasi (menit)
H = waktu antara (menit)
Fa = faktor ketersediaan kendaraan (100%)
2.8 Tarif Jasa
Tarif adalah harga jasa angkutan yang harus dibayar oleh pengguna jasa baik
melalui mekanisme perjanjian sewa menyewa,tawar menawar, maupun ketetapan
pemerintah. Tarif yang ditetapkan pemerintah bertujuan terutama melindungi
kepentingan pengguna jasa (konsumen) dan selanjutnya produsen untuk
kepentingan usaha. Untuk itu kebijakan tarif tidak dapat hanya didasarkan pada
perhitungan biaya semata-mata, karena didalamnya terkandung misi pelayanan
kepada masyarakat. Kebijkan tarif di Indonesia mengacu pada pendekatan berikut:
1. Pendekatan Penyedia Jasa
Kebijakan tarif yang berdasarkan pendekatan penyedia jasa dimaksudkan untuk
menjaga kelangsungan hidup dan pengembangan usaha jasa perangkutan, serta
21
demi menjaga kelancaran penyedia jasa, keamanan dan kenyamanan layanan
jasa perangkutan. Harapan dari penyedia jasa cendrung memaksimalkan tarif.
2. Pendekatan Pengguna Jasa
Dalam pendekatan pengguna jasa dimaksudkan agar tarif tidak terlalu
memberatkan pengguna jasa dan memperlancar mobilitas baik penumpang
maupun barang. Harapan dari pengguna jasa angkutan umum cendrung
meminimalkan tarif.
3. Pendekatan Pemerintah
Pendekatan pemerintah yang dimaksudkan adalah untuk mendorong
pembangunan ekonomi serta menjaga stabilitas politik dan keamanan dalam
rangka globalisasi.dalam hal ini kebijakan tarif pemerintah hendaknya tidak
memberatkan masyarakat dan juga tidak merugikan penyedia jasa.
Faktor yang tidak dapat diabaikan dalam menentukan besar dan struktur
tarif adalah besarnya biaya operasi kendaraan (BOK) yang digunakan sebagai alat
angkut. Faktor ini harus diperhatikan karena keuntungan yang diperoleh operator
sangat tergantung pada besarnya tarif yang ditetapkan dan biaya operasi kendaraan,
terlebih lagi apabila pemerintah tidak memberikan subsidi dalam bentuk
apapun.Struktur tarif merupakan cara bagaimana tarif tersebut dibayarkan.
Struktur tarif dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu (LPM-ITB, 1997):
1. Tarif Seragam (Flat Fare)
Dalam sruktur tarif seragam, tarif dikenakan tanpa memperhatikan jarak yang
dilalui. Sruktur tarif ini menawarkan sejumlah keuntungan, diantaranya
kemudahan dalam pengumpulan ongkos, sehingga memungkinkan transaksi
yang cepat, terutama untuk kendaraan yang berukuran besar dan dioperasikan
oleh satu orang. Stuktur ini juga mempunyai kerugian, yaitu tidak
memperhitungkan kemungkinan untuk menarik penumpang yang melakukan
perjalanan jarak pendek dengan membuat perbedaan tarif. Jadi sruktur tarif
seragam ini merugikan penumpang yang melakukan perjalanan jarak pendek dan
sebaliknya menguntungkan penumpang yang melakukan perjalanan jarak jauh.
22
Tarif
(Rp)
Jarak Tempuh (Km)
Gambar 2.1 Kurva Tarif Seragam (Flate Fare)
Sumber: LPM-ITB, 1997
2. Tarif Berdasarkan Jarak (Distance Based Fare)
Tarif berdasarkan jarak adalah tarif yang dikenakan berdasarkan jarak
perjalanan, semakin panjang jarak yang ditempuh semakin besar tarif yang
dikenakan. Dalam tarif berdasarkan jarak ini dibedakan secara mendasar oleh
jarak yang ditempuh. Perbedaan dibuat berdasarkan tarif kilometer, tahapan dan
zona.
a) Tarif Kilometer
Sruktur tarif ini sangat bergantung dengan jarak yang ditempuh, yaitu
penetapan besarnya tarif dilakukan pengalian ongkos tetap per kilometer
dengan panjang perjalanan yang ditempuh oleh setiap penumpangnya. Jarak
minimum (tarif minimum) diasumsikan nilainya. Pada struktur tarif ini
pengumpulan ongkosnya sulit dilakukan karena sebagian besar penumpang
melakukan perjalanan yang relatif pendek dalam menggunakan angkutan
lokal memakan waktu yang lama dalam pengumpulannya.
Gambar 2.2 Kurva Tarif Berdasarkan Jarak(Distance Based Fare)
Sumber: LPM-ITB, 1997
Jarak Tempuh (Km)
Tarif
(Rp)
23
b) Tarif Bertahap
Struktur tarif ini dihitung berdasarkan jarak yang ditempuh oleh
penumpang. Tahapan adalah suatu penggal dari rute yang jaraknya antara
satu atau lebih tempat pemberhentian sebagai dasar perhitungan tarif. Untuk
itu perangkutan dibagi dalam penggal-penggal rute yang secara kasar
mempunyai panjang yang sama tergantung kebijaksanaan tarif apabila
sebagian besar penumpang melakukan perjalanan jarak pendek dipusat
kegiatan kota jarak antar tahapan lebih seragam panjangnya daripada daerah
pinggiran yang berpenduduk lebih jarang. Jarak antara kedua titik tahapan
pada umumnya berkisar 2 sampai 3 kilometer.
Gambar 2.3 Kurva Tarif Bertahap (Berdasarkan Jarak)
Sumber: LPM-ITB, 1997
c) Tarif Zona
Struktur tarif ini merupakan bentuk penyederhanaan dari tarif bertahap jika
daerah pelayanan perangkutan dibagi dalam zona-zona. Pusat kota biasanya
sebagai zona terdalam dan dikelilingi oleh zona terluar yang tersusun seperti
sebuah sabuk.daerah pelayanan perangkutan juga dibagi-bagi ke dalam
zona-zona yang berdekatan. Jika terdapat jalan melintang dan melingkar,
panjang jalan ini harus dibatasi dengan membagi zona-zona kedalam sektor-
sektor.
24
Gambar 2.4 Kurva Tarif Berdasarkan Zona
Sumber: LPM-ITB, 1997
2.9 Biaya Operasional Kereta Api
Biaya operasi kendaraan adalah biaya yang secara ekonomi terjadi dengan
dioperasikannya suatu kendaraan pada kondisi normal untuk tujuan tertentu (LPM-
ITB, 1997). Biaya operasi kendaraan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti:
kondisi fisik jalan, geometrik, tipe perkerasan, kecepatan operasi, dan berbagai
jenis kendaraan. Variabel penting yang mempengaruhi hasil perhitungan biaya
operasi kendaraan adalah biaya langsung, biaya tidak langsung, biaya overhead,
biaya tak terduga dan keuntungan pemilik kendaraan. Oleh karena itu untuk
mendapatkan biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan kendaraan tersebut,
dengan asumsi-asumsi tertentu yang dianggap harus ada.
Penentuan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dihitung berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat (SK.687/AJ.206/DRJD/2002)
mengenai Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum Di
Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap Dan Teratur.
Biaya pokok adalah besaran biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
angkutan untuk penyediaan jasa angkutan yang dihitung berdasarkan biaya penuh
(full cost). Komponen biaya operasi kendaraan biasanya dibagi menjadi dua
kelompok utama yaitu :
25
1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Adalah semua biaya operasi kendaraan yang jumlah pengeluarannya tidak
dipengaruhi oleh frekuensi operasi kendaraan. Komponen-komponen biaya tetap
terdiri atas :
A) Biaya Penyusutan Kendaraan (Depresiasi) adalah biaya yang dikeluarkan
atas penyusutan nilai ekonomis kendaraan akibat keausan teknis karena
melakukan operasi. Dihitung memakai metode garis lurus (Straight Line
Depreciation) dimana penyusutan dialokasikan secara merata selama umur
ekonomis kendaraan. Untuk kendaraan baru maka harga kendaraan dinilai
berdasarkan harga kendaraan baru termasuk PPN dan ongkos angkut,
sedangkan untuk kendaraan lama harga kendaraan dinilai berdasarkan harga
perolehan.
B) Biaya Bunga Modal adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar
pinjaman dan bunga bank.
C) Biaya Administrasi adalah biaya yang dikeluarkan oleh pemilik/pengemudi
untuk setiap kendaraan yang menggunakan jalan umum. Biaya ini terdiri
atas :
a. STNK adalah biaya pajak kendaraan yang dikeluarkan setiap tahun sekali
dan biayanya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. KIR adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan kendaraan secara
teknis apakah laik jalan atau tidak. Biaya ini dikeluarkan setiap 6 (enam)
bulan sekali.
c. Ijin Usaha adalah biaya yang dikeluarkan setahun sekali untuk
memperoleh ijin usaha angkutan umum penumpang.
d. Ijin Trayek adalah biaya yang dikeluarkan tiap 6 (enam) bulan untuk
memperoleh ijin pengoperasian kendaraan untuk melayani suatu trayek
tertentu.
e. Biaya asuransi adalah biaya wajib dikeluarkan atas asuransi kendaraan
sesuai peraturan yang berlaku.
26
2. Biaya Tidak Tetap/Biaya Variabel (Variable Cost)
Adalah semua biaya operasi kendaraan yang jumlah pengeluarannya
dipengaruhi oleh frekuensi operasi kendaraan. Komponen-komponen biaya tidak
tetap terdiri atas :
a. Biaya Awak Kendaraan (BAK)
Awak kendaraan terdiri atas sopir dan kondektur. Penghasilan kotor awak
kendaraan berupa gaji tetap, tunjangan sosial dan uang dinas jalan/tunjangan
kerja operasi.
b. Biaya Bahan Bakar Minyak (BBM)
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar kendaraan,
yang menyangkut jarak tempuh yang dilakukan untuk tiap liter bahan bakar
yang digunakan. Penggunaan BBM tergantung dari jenis kendaraannya,
jenis BBM yang digunakan sebagian besar adalah solar.
c. Biaya Service
Service mesin dilakukan setelah jarak tempuh pada Km tertentu.
d. Biaya Cuci Kendaraan
Untuk bus kota dilakukan setiap hari dan untuk angkutan antar kota
diperhitungkan per bulan.
2.9.1 Analisis Biaya Operasional Total per Tahun
Biaya operasi kendaraan total per tahun dihitung dengan rumus berikut :
1. Biaya Operasi Kendaraan Total per Tahun :
BOK Total / th = BOK Tetap / th + BOK Variabel / th (2.11)
dimana:
BOK Total / th = Biaya operasi kendaraan total per tahun
BOK Tetap / th = Biaya operasi kendaraan tetap per tahun
BOK Variabel / th = Biaya operasi kendaraan variabel per tahun
2. Biaya Operasi Kendaraan Total per Tahun + Keuntungan (Margin) 15 %
BOK Total + 15 % = BOK Total / th + K (2.12)
dimana 7
BOK Total + 15 % = Biaya operasi kendaraan total per tahun dengan keuntungan
15 %
27
BOK Total / tahun = Biaya operasi kendaraan total per tahun
K = Keuntungan 15 % dari BOK Total /tahun
2.9.2 Analisis Biaya Operasi per Kilometer
1. Jarak tempuh per tahun dihitung dengan rumus :
JT/th = RJT/hr x HO/th (2.13)
dimana :
JT/th = Jarak tempuh per tahun
RJT/hr = Rata-rata jarak tempuh per hari
HO/th = Jumlah hari operasi per tahun
2. Biaya operasi kendaraan per kilometer dihitung dengan rumus :
BOK/Km = BOK Total/th
JT/th (2.14)
dimana :
BOK/Km = Biaya operasi kendaraan per kilometer
BOK Total /th = Biaya operasi kendaraan total per tahun
JT/th = Jarak tempuh kendaraan per tahun
2.10 Inflasi
Beberapa pengertian inflasi yang perlu digaris bawahi mencakup aspek-aspek
berikut ini:
1. Tendency, yaitu kecenderungan harga-harga naik untuk meningkat, artinya
dalam jangka waktu tertentu memungkinkan terjadinya kenaikan harga.
2. Suistened, yaitu peningkatan harga tersebut tidak hanya terjadi pada waktu
tertentu atau sekali waktu saja, melainkan terus-menerus dalam jangka waktu
lama atau berkelanjutan.
3. General level of prices, yaitu tingkat harga-harga barang secara umum (tidak
hanya dari satu jenis barang saja).
Dalam menghitung inflasi digunakan tingkat prosentase tahunan yang
melambangkan kenaikan atau penurunan harga tahunan selama jangka waktu satu
tahun. Karena tingkat tiap tahun didasari oleh harga-harga tahun sebelumnya,
tingkat itu memiliki efek majemuk. Jadi, harga yang berinflasi pada tingkat 5% per
tahun pada tahun pertama dan 4% per tahun pada tahun berikutnya akan memiliki
nilai pada akhir tahun kedua sebesar :
28
(H2) = (1+0,05)(1+0,04)(H1) (2.15)
dimana:
H1 = Harga pada awal tahun pertama
H2 = Harga pada akhir tahun kedua
2.11 Studi Kelayakan
Kegiatan menilai/studi sejauh mana manfaat yang diperoleh dengan
melaksanakan suatu usaha/proyek disebut sebagai studi kelayakan/feasibility study.
Dalam studi kelayakan dipelajari segala persyaratan untuk berdiri dan
berkembangnya suatu usaha atau proyek. Hasilnya merupakan bahan pertimbangan
dalam mengambil suatu keputusan apakah suatu gagasan usaha/proyek yang
direncanakan akan ditolak (No Go) atau diterima (Layak/Go).
Pengertian layak dalam penilaian studi kelayakan adalah menyangkut
kemungkinan dari gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan memberikan
manfaat / benefit, baik dalam arti financial benefit atau social benefit/economic
benefit. Sebagian pustaka memuat pengertian studi kelayakan identik dengan
evaluasi proyek. Pengertian Evaluasi proyek itu sendiri adalah proses pengkajian
kelayakan dari suatu rencana investasi yang diperhitungkan dari berbagai aspek
yang akan menentukan keberhasilan proyek investasi tersebut dimasa mendatang
dilihat dari biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang dihasilkan.
Studi kelayakan menganalisis apakah suatu investasi yang direncanakan
layak atau tidak untuk dilaksanakan. Selain itu dapat pula digunakan untuk
menentukan prioritas investasi atas sejumlah rencana usaha yang feasible. Berbeda
dengan analisis yang lain maka studi kelayakan ini dilakukan untuk usaha/proyek
yang akan datang, dimana waktunya tertentu sehingga diketahui pasti starting point
serta ending pointnya. Analisis studi kelayakan dibedakan atas analisis finansial
yang menekankan analisis pada financial benefit suatu rencana usaha dari sisi
kepentingan investor atau perusahaan dan analisis ekonomi yang menekankan pada
economic benefit yaitu benefit dari sisi perekonomian masyarakat secara
keseluruhan, baik yang terlibat dengan proyek maupun yang tidak terlibat langsung
dengan proyek.
Pada studi kelayakan, aspek yang perlu di analisi antara lain adalah:
29
1. Analisis Ekonomi
Proyek yang dinilai dari sisi social benefit/economic benefit adalah proyek
yang benefitnya dihitung dari sisi manfaat yang dihasilkan proyek terhadap
perkembangan perekonomian masyarakat secara menyeluruh. Proyek seperti
ini lebih mengutamakan pada penilaian kelayakan social benefit/economic
benefit, pada berbagai kesempatan sering disebut dengan analisis evaluasi
proyek/Project Appraisal
2. Analisis Finansial
Proyek yang dinilai dari sisi financial benefit adalah proyek yang benefitnya
dihitung dari sisi penanaman modal yang diberikan untuk pelaksanaan
usaha/proyek tersebut, dimana sasarannya adalah hasil dari investasi yang
ditanamkan pada proyek tersebut.
3. Analisis Teknis
Proyek dinilai dari segi teknis pelaksanaan, baik berupa metode pelaksanaan
maupun alat dan bahan yang diperlukan dalam proyek tersebut.
4. Analisis Lingkungan
5. Analisis Sosial-Budaya
Hasil dari suatu studi kelayakan adalah laporan yang sifatnya harus tertulis. Ada
beberapa alasan mengapa laporan feasibility study penting dalam bentuk naskah:
1. Suatu rencana usaha harus dinilai secara objektif, kritis dan tidak emosional.
2. Rencana usaha merupakan alat operasi, jika digunakan secara tepat akan
membantu mengelola usaha secara efektif dan efisien.
3. Rencana usaha memberikan informasi yang diperlukan pihak lain untuk
menilai suatu usaha: Bank, Pemerintah, Mitra, Perijinan dll.
Dalam bentuk naskah atau laporan tertulis, pihak-pihak yang berkepentingan
dengan studi kelayakan antara lain :
1. Pihak Investor
Investor sangat berkepentingan dengan besarnya dana yang diperlukan
untuk kegiatan tersebut, berapa lama dapat dikembalikan, berapa besar
keuntungan yang dapat diperoleh dari investasi tersebut, atau sejauh mana
risiko pada investasi tersebut, bagaimana risiko dapat diatasi dan bagaimana
jaminan keselamatan dana investasi tersebut. Semua aspek yang
30
menyangkut beberapa pertanyaan tersebut harus tercakup dalam laporan
feasibility study.
2. Pihak Pelaksana Proyek
3. Pihak Pemerintah
4. Pihak Masyarakat
Dalam membuat suatu studi kelayakan ada beberapa tahapan yang harus
dilaksanakan, yaitu:
1. Timbulnya gagasan
2. Penelitian
3. Pengolahan dan analisis data
4. Penyusunan laporan
5. Evaluasi proyek
6. Penentuan ranking untuk usulan yang feasible
7. Rencana pelaksanaan usulan yang disetujui
8. Pelaksanaan dan atau manajemen proyek
2.12 Studi Kelayakan Finansial
Menurut Soeharto (1997), aspek finansial merupakan aspek utama yang
menyangkut tentang perbandingan antara pengeluaran uang dengan pemasukkan
uang atau returns dalam suatu proyek. Sebagai bagian dari pengkajian aspek
finansial digunakan aliran kas (Cash Flow) sebagai model. Langkah selanjutnya
adalah menganalisis aliran kas tersebut dengan memakai metode dan kriteria yang
telah dipakai secara luas untuk memilah-milah mana yang dapat diterima dan mana
yang ditolak.
Menurut Adler (1983), tujuan analisis finasial adalah menentukan apakah
suatu proyek itu secara finansial mampu hidup, yakni apakah proyek tersebut
mampu memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya , menghasilkan suatu
imbalan yang layak atas modal yang sudah diinvestasikan dan, dalam hal-hal
tertentu, menyumbangkan sebagian dari penghasilannya untuk membiayai
investasi-investasi di masa datang. Analisis finansial dipusatkan pada faktorfaktor
biaya dan penghasilan perusahaaan, yakni yang bertanggungjawab atas proyek
yang bersangkutan, dalam hal ini biasanya diikhtisarkan dalam perhitungan arus
31
pendapatan tunai dan juga dalam neracanya. Di dalam analisis finansial selalu
digunakan harga pasar untuk mencari nilai sebenarnya dari barang atau jasa dimana
dalam analisa tersebut penekanannya adalah private return dari beberapa
komponen seperti biaya, pendapatan dan tingkat suku bunga atau besaran nilai uang
dikaitkan dengan manfaat investasi yang ditanamkan.
Menurut Suad (1984), dalam analisis finansial terhadap penyelenggaraan
usaha angkutan ada beberapa kriteria yang digunakan dalam menentukan diterima
atau tidaknya suatu usulan investasi. Dalam semua kriteria itu baik manfaat
(benefit) maupun biaya (cost) dinyatakan dalam nilai sekarang (present value) dan
masing-masing kriteria tersebut tentunya mempunyai keunggulan dan
kelemahannya.
Metode yang digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial adalah
sebagai berikut:
1. Metode Net Present Value (NPV)
Metode ini berusaha untuk membandingkan semua komponen biaya dan
manfaat dari suatu proyek dengan acuan yang sama agar dapat diperbandingkan
satu dengan yang lainnya (LPKM-ITB, 1997). Dalam hal ini acuan yang
dipergunakan adalah besaran net saat ini (net persent value), artinya semua besaran
komponen didefinisikan sebagai selisih antara persent value dari komponen
manfaat dan persent value dari komponen biaya. Secara sistematis rumusnya
sebagai berikut:
NPV = ∑(B(t))
(1 + i)t
n
t=0
− ∑(C(t))
(1 + i)t
n
t=0
NPV = ∑(B(t)) − (C(t))
(1 + i)t
n
t=0
dimana:
B(t) = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun ke –t
C(t) = besaran total dari komponen biaya pada tahun ke –t
i = tingkat bunga yang diperhitungkan
t = periode tahun
Untuk mengetahui apakah suatu rencana investasi layak ekonomis atau
tidak setelah melalui metode ini adalah :
(2.16)
(2.17)
32
Bila Berarti Maka
NPV > 0 Investasi yang dilakukan
memberikan manfaat bagi
perusahaan
Proyek bisa dijalankan
NPV < 0 Investasi yang dilakukan
akan mengakibatkan
kerugian bagi perusahaan
Proyek ditolak
NPV = 0 Investasi yang dilakukan
tidak mengakibatkan
perusahaan untung atau
rugi
Jika proyek dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan tidak berpengaruh pada
pada keuangan perusahaan. Keputusan
harus ditetapkan dengan menggunakan
kriteria lain misalnya dampak investasi
terhadap positioning perusahaan.
2. Metode Benefit Cost Ratio (BCR)
Prinsip dasar metode ini adalah mencari indeks yang menggambarkan tingkat
efektifitas pemanfaatan biaya terhadap manfaat yang diperoleh. Indeks ini dikenal
sebagai indeks Benefit Cost Ratio, yang secara sistematis dirumuskan sebagai
berikut:
BCR =
∑(B(t))
(1 + i)t𝑛𝑡=0
∑(C(t))
(1 + i)t𝑛𝑡=0
Dimana:
B(t) = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun ke –t
C(t) = besaran total dari komponen biaya pada tahun ke –t
i = tingkat bunga yang diperhitungkan
t = periode tahun
Untuk mengetahui apakah suatu rencana investasi layak ekonomis atau tidak
setelah melalui metode ini adalah :
Jika : BCR > 1 artinya investasi layak (feasible)
BCR < 1 artinya investasi tidak layak (unfeasible)
(2.16)
33
3. Metode Internal Rate Of Return (IRR)
IRR atau Internal Rate Of Return adalah besaran yang menunjukan harga
discount rate pada saat besaran NPV = 0. Dalam hal ini IRR dapat dianggap sebagai
tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam proyek, secara sistematis
dirumuskan sebagai berikut:
IRR = i1 +NPV
NPV1 − NPV2(i2 + i1)
Dimana:
i1 = Tingkat bunga pertama saat NPV positif (%)
i2 = Tingkat bunga kedua saat NPV negatif (%)
Pada metode IRR ini informasi yang dihasilkan berkaitan dengan tingkat
kemampuan cash flow dalam mengembalikan investasi yang dijelaskan dalam
bentuk %/periode waktu. Logika sederhananya menjelaskan seberapa kemampuan
cash flow dalam mengembalikan modalnya dan seberapa besar pula kewajiban yang
harus dipenuhi. Kemampuan inilah yang disebut dengan Internal Rate of Return
(IRR), sedangkan kewajiban disebut dengan Minimum Atractive Rate of Return
(MARR). Dengan demikian, suatu rencana investasi akan dikatakan
layak/menguntungkan jika : IRR ≥ MARR.
Nilai MARR umumnya ditetapkan secara subjektif melalui suatu
pertimbangan-pertimbangan tertentu dan investasi tersebut. Di mana pertimbangan
yang dimaksud adalah:
1. suku bunga investasi (i)
2. biaya lain yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan investasi (Cc)
3. faktor risiko investasi (a)
Dengan demikian, MARR = i + Cc + a, jika Cc dan a tidak ada atau nol,
maka MARR = i (suku bunga), sehingga IRR ≥ i. Faktor risiko dipengaruhi oleh
sifat risiko dan usaha, tingkat persaingan usaha sejenis dan manajemen style dari
pimpinan perusahaan. Dalam manajemen style dikenal tiga kategori utama tipe
pimpinan, yaitu :
a. optimistic
b. most-likely
c. pesimistic
(2.19)
34
Ketiga-tiganya akan mempengaruhi bagaimana memberikan nilai risiko
dari suatu persoalan yang sama. Oleh karena itu, nilai MARR biasanya ditetapkan
secara subjektif dengan memperhatikan faktor-faktor di atas. Sementara itu, nilai
IRR dihitung berdasarkan estimasi cash flow investasi. Suatu cash flow investasi
dihitung nilai NPV-nya pada tingkat suku bunga berubah/variabel pada umumnya
akan menghasilkan grafik NPV seperti Gambar 2.5.
Jika cash flow suatu investasi dicari NPV nya pada suku bunga i = 0%, pada
umumnya akan menghasilkan nilai NPV maksimum. Selanjutnya, jika suku bunga
(i) tersebut diperbesar, nilai NPV akan cenderung menurun. Sampai pada i tertentu
NPV akan mencapai nilai negatif. Artinya pada suatu i tertentu NPV itu akan
memotong sumbu nol. Saat NPV sama dengan nol (NPV = 0) tersebut i = i atau i =
IRR (Internal Rate of Return). Perlu juga diketahui tidak semua cash flow
menghasilkan IRR dan IRR yang dihasilkan tidak selalu satu, ada kalanya IRR
dapat ditemukan lebih dan satu. Cash flow tanpa IRR biasanya dicirikan dengan
terlalu besarnya rasio antara aspek benefit dengan aspek cost (lihat Gambar 2.11).
Cash flow dengan banyak IRR biasanya dicirikan oleh net cash flow-nya bergantian
antara positif dan negatif.
Gambar 2.5 Grafik NPV dengan Nilai IRR Tunggal Sumber : Giatman, 2006
35
Gambar 2.6 Grafik NPV tanpa IRR Sumber : Giatman, 2006
Gambar 2.7 Grafik NPV dengan IRR lebih dari satu Sumber : Giatman, 2006
Walaupun ada berbagai kemungkinan di atas, pada saat ini dibatasi
persoalan hanya untuk cash flow yang menghasilkan satu IRR. Untuk mendapatkan
IRR dilakukan dengan mencari besarnya NPV dengan memberikan nilai i variabel
(berubah-ubah) sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu nilai i saat NPV
mendekati nol yaitu NPV(+) dan nilai NPV(-), dengan cara coba-coba (trial and
error). Jika telah diperoleh nilai NPV(+) dan NPV(-), maka diasumsikan nilai
diantaranya sebagai garis lurus, selanjutnya dilakukan interpolasi untuk
mendapatkan IRR. Proses menemukan NPV = 0 dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut :
36
1. Hitung NPV untuk suku bunga dengan interval tertentu sampai ditemukan
NPV ~ 0, yaitu NPV(+) dan NPV(-)
2. Lakukan interpolasi pada NPV(+) dan NPV(–) tersebut sehingga didapatkan i
pada NPV = 0
2.13 Analisis Sensitivitas
Karena nilai-nilai parameter dalam studi kelayakan ekonomi biasanya
diestimasikan besarnya, maka jelas nila-nilai tersebut tidak bisa lepas dari
kesalahan. Artinya nilai-nilai parameter tersebut mungkin lebih besar atau lebih
kecil dari hasil estimasi yang diperoleh atau berubah pada saat tertentu. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada nilai-nilai parameter tentunya akan mengakibatkan
perubahan-perubahan pula pada tingkat output hasil yang ditunjukkan oleh suatu
alternatif investasi. Untuk mengetahuiseberapa sensitif suatu keputusan terhadap
perubahan faktor-faktor keputusan pada ekonomi teknik hendaknya disertai dengan
analisis sensitivitas. Analisa ini akan memberikan gambaran sejauh mana suatu
keputusan akan cukup kuat berhadapan dengan perubahan faktor-faktor atau
parameter-parameter yang mempengaruhinya. Analisis sensitivitas dilakukan
dengan mengubah nilai dari suatu parameter pada suatu saat, untuk selanjutnya
dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap akseptabilitas suatu alternatif investasi.
Parameter-parameter yang biasanya berubah dan perubahannya dapat
mempengaruhi keputusan-keputusan dalam analisis kelayakan finansial adalah
biaya investasi, nilai manfaat, tingkat suku bunga dan lain sebagainya.
2.14 Analisis Kebutuhan Subsidi
Subsidi digunakan untuk menarik penumpang menggunakan angkutan umum
ataupun untuk membantu masyarakat yang berpendapatan rendah. Sehingga pada
angkutan umum sering diberikan subsidi silang, subsidi langsung, maupun tidak
langsung (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1999).
1. Subsidi Silang
Salah satu bentuk subsidi yang sering dilakukan dan paling mudah
dilaksanakan adalah subsidi silang, karena dapat dilakukan di dalam perusahaan
itu sendiri. Bila di dalam suatu kawasan terdapat rute gemuk dan kurus, maka
37
untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat maka perusahaan
yang melayani kawasan tersebut diberikan pembagian rute gemuk dan kurus
yang berimbang.
2. Subsidi Tidak Langsung
Subsidi tidak langsung yang diberikan kepada sebuah perusahaan yang
melayani angkutan umum berupa subsidi bahan bakar, subsidi pembebasan bea
masuk kendaraan niaga. Kedua subsidi tersebut berpengaruh besar terhadap
biaya operasi kendaraan dan biaya penyusutan.
3. Subsidi Langsung
Subsidi langsung diberikan kepada angkutan bus kota ataupun untuk bus
perintis yang diselenggarakan oleh Perum DAMRI. Bentuk subsidi langsung
yang diberikan adalah dengan memberikan bantuan penyertaan modal
pemerintah dengan swasta dengan menggunakan perjanjian tertentu.