bab ii kajian pustaka a. kajian teori 1. pengertian muatan...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Muatan Lokal
a. Pengertian Muatan Lokal
Pengertian muatan lokal yaitu “muatan untuk mengembangkan potensi
daerah sebagai sebagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Selain itu muatan lokal juga sebagai upaya untuk melestarikan bahasa daerah
yang berbasis kebudayaan dan kesenian pada daerah dimana sekolah itu
berkembang” (Haromain, 2009: 43). Disamping itu, “muatan lokal merupakan
kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan
ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak
dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Subtansi mata pelajaran
muatan lokal ditentukan satuan pendidikan” (Muslich, 2011: 30).
Pengertian muatan lokal menurut Idi (2011: 284) adalah:
Program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan
dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, serta lingkungan budaya dan
kebutuhan daerah, sedangkan anak didik di daerah itu wajib mempelajarinya.
Maksud dari lingkungan alam adalah lingkungan alamiah yang ada di sekitar
kehidupan kita, berupa benda-benda mati yang terbagi dalam empat kelompok
lingkungan, yaitu: (1) Pantai, (2) Daratan rendah termasuk di dalamnya daerah
aliran sungai, (3) Daratan tinggi, dan (4) Pegunungan atau gunung. Dengan kata
lain, lingkungan alam adalah lingkungan hidup dan tidak hidup tempat makhluk
hidup tinggal dan membentuk ekosistem.
Sementara itu, lingkungan sosial adalah lingkungan dimana terjadi
interaksi orang per orang dengan kelompok sosial atau sebaliknya, dan antara
kelompok sosial dengan kelompok lain. Pendidikan sebagai lembaga sosial dalam
sistem sosial dilaksanakan di sekolah, keluarga dan masyarakat, dan itu perlu
9
dikembangkan di daerah masing-masing. Selanjutnya, lingkungan budaya adalah
daerah dalam pola kehidupan masyarakat yang berbentuk bahasa daerah, seni
daerah, adat istiadat, serta tata cara dan tata karma khas daerah. Lingkungan sosial
dalam pola kehidupan daerah berbentuk lembaga-lembaga masyarakat dengan
peraturan-peraturan yang ada dan berlaku di daerah itu dimana sekolah dan
peserta didik berada, menurut Idi (2011: 285).
Berdasarkan pendapat ahli di atas, muatan lokal adalah program
pendidikan untuk mengembangkan potensi daerah sebagai sebagian dari upaya
peningkatan mutu pendidikan dan sebagai upaya untuk melestarikan bahasa
daerah yang berbasis kebudayaan dan kesenian pada daerah dimana sekolah itu
berkembang. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata
pelajaran yang ada. Muatan lokal wajib dipelajari bagi peserta didik yang berada
di daerah tersebut.
b. Tujuan Muatan Lokal
Tujuan muatan lokal dalam Peraturan Kemendikbud Nomor 79 tahun
2014, muatan lokal diajarkan dengan tujuan membekali pesera didik dengan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan untuk:
(1) Mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya, dan spiritual di
daerahnya; (2) Melestarikan dan mengembangkan keunggulan dan kearifan
daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka menunjang
pembangunan nasional.
Tujuan muatan lokal menurut Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 19
Tahun 2014 tentang mata pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal wajib di
Sekolah/Madrasah, yaitu:
10
(1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,
baik secara lisan maupun tulis; (2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa
daerah sebagai sarana berkomunikasi dan lambing kebanggaan serta identitas
daerah; (3) Memahami dan menggunakan bahasa daerah dengan tepat dan kreatif
untuk berbagai tujuan; (4) Menggunakan bahasa daerah untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, kematangan emosional dan sosial; (5) Menikmati dan
memanfaatkan karya sastra dan budaya daerah untuk memperhalus budi pekerti,
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; (6) Menghargai dan
membanggakan sastra daerah sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia
Indonesia.
Secara lebih khusus muatan lokal bertujuan: 1) Mengenalkan dan
mengakrabkan peserta didik dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya; 2)
Membekali peserta didik dengan kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan
mengenai daerahnya; 3) Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai
dan aturan yang berlaku di daerahnya; 4) Menyadari lingkungan dan masalah-
masalah yang ada di masyarakat serta dapat membantu mencari pemecahannya.
c. Kedudukan Muatan Lokal
Kedudukan muatan lokal dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor
19 Tahun 2014 tentang mata pelajaran Bahasa Daerah sebagai muatan lokal wajib
di Sekolah/Madrasah, muatan lokal merupakan bahan kajian pada satuan
pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan
keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik
terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya. Pembelajaran bahasa daerah di
Sekolah Dasar menggunakan kurikulum terintegerasi tematik yang disesuaikan
dengan kurikulum nasional.
Kedudukan muatan lokal menurut Idi (2011: 289) yaitu:
Kedudukan muatan lokal dalam kurikulum dapat menjadi mata pelajaran
yang berdiri sendiri atau menjadi bahan kajian suatu mata pelajaran yang telah
ada. Sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, muatan lokal mempunyai
alokasi waktu sendiri. Tetapi, sebagai bahan kajian mata pelajaran, muatan lokal
sebagai tambahan bahan kajian yang telah ada. Karena itu, muatan lokal bisa
mempunyai alokasi waktu sendiri dan bisa juga tidak. Muatan lokal sebagai mata
pelajaran yang berdiri sendiri tentu dapat diberikan alokasi jam pelajarannya.
11
Misalnya, mata pelajaran bahasa daerah, pendidikan kesenian, dan pendidikan
keterampilan.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
kedudukan muatan lokal adalah mata pelajaran yang berdiri sendiri yang wajib
diajarkan di Sekolah Dasar/Madrasah. Selain itu muatan lokal memiliki alokasi
waktu sendiri. Muatan lokal berisi muatan dan proses pembelajaran tentang
potensi dan keunikan lokal yang ada di tempat tinggalnya. Pembelajaran bahasa
daerahnya menggunakan kurikulum terintegerasi tematik yang disesuaikan
dengan kurikulum nasional.
d. Ruang Lingkup Muatan Lokal
Ruang lingkup muatan lokal Kurikulum 2013 sebagaimana dalam
Lampiran II, Peraturan Kemendikbud Nomor 81A tahun 2013, yaitu:
1) Lingkup keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah adalah segala sesuatu
yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan
alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan
daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah,
khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf hidup masyarakat
tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah
yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut adalah seperti kebutuhan untuk: a)
Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah; b) Meningkatkan
kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu sesuai dengan keadaan
perekonomian daerah; c) Meningkatkan penguasaan Bahasa Inggris untuk
keperluan peserta didik dan untuk mendukung pengembangan potensi daerah,
seperti potensi pariwisata; dan d) Meningkatkan kemampuan berwirausaha.
2) Lingkup isi atau jenis muatan lokal. Lingkup isi atau jenis muatan lokal dapat
berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan
kerajinan daerah, adat istiadat dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas
lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu untuk pengembangan
potensi daerah yang bersangkutan.
Ruang lingkup muatan lokal menurut Arikunto (2000: 54) yaitu:
1) Muatan lokal dapat berupa: bahasa daerah, bahasa asing (Arab, Inggris,
Mandarin, dan Jepang), kesenian daerah, ketrampilan dan kerajinan daerah, adat
istiadat dan pengetahuan tentang karakteristik lingkungan sekitar, serta hal-hal
yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan; 2) Muatan lokal wajib
diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik pada pendidikan
umum, pendidikan kejuruan, maupun pendidikan khusus; 3) Beberapa
kemungkinan lingkup wilayah berlakunya kurikulum muatan lokal, adalah
sebagai berikut: a) Hanya pada satu kabupaten/kota atau beberapa kabupaten/kota
tertentu dalam suatu propinsi yang memiliki karakteristik yang sama; b) Pada
12
seluruh kecamatan dalam suatu kabupaten/kota yang memiliki karakteristik yang
sama.
Ruang lingkup muatan lokal secara garis besar yaitu mencakup:
1) Lingkup keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan; dan 2) Jenis
muatan lokal yang berupa bahasa daerah, bahasa asing (Arab, Inggris, Mandarin,
dan Jepang), kesenian daerah, ketrampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat dan
pengetahuan tentang karakteristik lingkungan sekitar, serta hal-hal yang dianggap
perlu oleh daerah yang bersangkutan.
e. Pelaksanaan Muatan Lokal
Pelaksanaan muatan lokal di satuan pendidikan menurut Peraturan
Kemendikbud Nomor 81A tahun 2013 adalah sebagai berikut:
1) Muatan lokal diajarkan pada setiap jenjang kelas mulai dari tingkat pra satuan
pendidikan hingga satuan pendidikan menengah. Khusus pada jenjang pra satuan
pendidikan, muatan lokal tidak berbentuk sebagai mata pelajaran; 2) Muatan
lokal dilaksanakan sebagai mata pelajaran tersendiri dan/atau bahan kajian yang
dipadukan ke dalam mata pelajaran lain dan/atau pengembangan diri; 3) Alokasi
waktu adalah 2 jam/minggu jika muatan lokal berupa mata pelajaran khusus
muatan lokal; 4) Muatan lokal dilaksanakan selama satu semester atau satu tahun
atau bahkan selama tiga tahun; 5) Proses pembelajaran muatan lokal mencakup
empat aspek (kognitif, afektif, psikomotor, dan action); 6) Penilaian pembelajaran
muatan lokal mengutamakan unjuk kerja, produk, dan portofolio; 7) Satuan
pendidikan dapat menentukan satu atau lebih jenis bahan kajian mata pelajaran
muatan lokal; 8) Penyelenggaraan muatan lokal disesuaikan dengan potensi dan
karakteristik satuan pendidikan; 9) Satuan pendidikan yang tidak memiliki tenaga
khusus untuk muatan lokal dapat bekerja sama atau menggunakan tenaga dengan
pihak lain.
Pelaksanaan muatan lokal menurut Mulyasa (2007: 279) terdapat beberapa
tahap yang dilalui, baik persiapan maupun pelaksanaannya, yaitu:
1) Persiapan. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru, kepala sekolah, dan
tenaga kependidikan lain di sekolah pada tahap persiapan ini adalah sebagai
berikut: (a) Menentukan mata pelajaran muatan lokal untuk setiap tingkat kelas
yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondisi sekolah, dan kesiapan
guru yang mengajar; (b) Menentukan guru. Guru muatan lokal seharusnya guru
yang ada di sekolah, tetapi bisa juga menggunakan narasumber yang lebih tepat
dan professional; (c) Sumber dana dan sumber belajar. Dana untuk pembelajaran
muatan lokal dapat menggunakan dana biaya operasional sekolah, tetapi bisa juga
mencari sponsor atau kerjasama dengan pihak lain yang relevan.
2) Pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran muatan lokal hampir
sama dengan mata pelajaran lain. Garis besarnya sebagai berikut: Mengkaji
silabus, Membuat RPP, Mempersiapkan penilaian.
13
3) Tindak Lanjut. Tindak lanjut adalah langkah-langkah yang akan dan harus
diambil setelah proses pembelajaran muatan lokal. Tindak lanjut ini erat
kaitannya dengan hasil penilaian terhadap pelaksanaan pembelajaran. Bentuk
tindak lanjut ini, bisa berupa perbaikan terhadap proses pembelajaran, tetapi juga
bisa merupakan upaya untuk mengembangkan lebih lanjut hasil pembelajaran,
misalnya dengan membentuk kelompok belajar, dan group kesenian.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan muatan lokal diajarkan pada setiap jenjang kelas di Sekolah
Dasar. Muatan lokal dilaksanakan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan
alokasi waktu 2 jam/minggu. Pelaksanaan muatan lokal terdiri dari tahap
persiapan, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Pada
proses pembelajaran muatan lokal mencakup empat aspek yaitu kognitif,
afektif, psikomotor, dan action, sedangkan penilaian pembelajaran muatan
lokal mengutamakan unjuk kerja, produk, dan portofolio.
2. Kurikulum 2013
a. Pengertian Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan hasil penyempurnaan kurikulum sebelumnya,
yang biasa dikenal dengan KTSP 2006. KTSP merupakan penyempurnaan dari
KBK 2004 (Suyadi, 2014: 14). Kurikulum 2013 lebih menekankan
pengembangan kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara holistik
(menyeluruh), yang ditagih dalam rapor dan merupakan penentu kenaikan dan
kelulusan siswa (Widyastono, 2014: 119).
Pada kurikulum 2013, pembelajarannya bersifat tematik. Pengertian
kurikulum tematik menurut Hajar (2013: 21) yaitu, “kurikulum yang memuat
konsep pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan
beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna
14
kepada peserta didik”. Jika guru mengadakan kegiatan belajar dan mengajar
dengan kurikulum tematik, maka ia harus merancang pembelajaran berdasarkan
tema-tema tertentu.
Secara umum pengertian kurikulum 2013 adalah hasil penyempurnaan dari
kurikulum KTSP dan KBK. Pada kurikulum 2013, konsep pembelajarannya
terpadu menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran.
Kurikulum 2013 menekankan pengembangan kompetensi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan secara menyeluruh.
b. Tujuan Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan aektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Widyastono, 2014:
131).
c. Struktur Kurikulum 2013 SD/MI
1) Kompetensi inti
Kompetensi inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi standar
kompetensi lulusan (SKL) dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang
telah menyelesaikan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu,
gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk
suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran (Majid, 2014: 46). Kompetensi
inti (pada penulisan selanjutnya akan disingkat KI) dirancang seiring dengan
meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui KI, integrasi vertikal
15
berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Rumusan
kompetensi inti menggunakan notasi berikut ini (Rusman, 2015: 108):
a) Kompetensi inti 1 untuk kompetensi inti sikap spiritual; b) Kompetensi inti 2
untuk kompetensi inti sikap sosial; c) Kompetensi inti 3 untuk kompetensi inti
pengetahuan; d) Kompetensi inti 4 untuk kompetensi inti keterampilan.
2) Mata Pelajaran
Pembagian mata pelajaran menurut Triwiyanto (2015: 140) yaitu:
Struktur kurikulum SD/MI terdiri atas mata pelajaran kelompok A dan
kelompok B. Mata pelajaran kelompok A merupakan program kurikuler untuk
mengembangkan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai dasar
penguatan dan kemampuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Mata pelajaran kelompok B merupakan program kurikuler untuk
mengembangkan kopetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan terkait
lingkungan bidang sosial, budaya, dan seni.
Dengan demikian, mata pelajaran disusun berdasarkan KI. Mata pelajaran
dan alokasi waktu disesuaikan dengan karakteristik satuan pendidikan. Susunan
mata pelajaran di SD/MI terdiri atas mata pelajaran kelompok A dan mata
pelajaran kelompok B.
3) Beban belajar
Beban belajar dalam struktur Kurikulum 2013 di SD/MI menurut Majid
(2014: 45) yaitu:
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa
belajar selama satu semester. Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-
masing 30, 32, 34, sedangkan untuk kelas IV, V dan VI masing-masing 36 jam
setiap minggu. Jam belajar SD/MI adalah 35 menit dala setiap mata pelajaran.
Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta
didik dalam satu tahun pembelajaran. Beban belajar di SD/MI setiap kelasnya
berbeda. Beban belajar di SD/MI dinyatakan dalam jam pembelajaran per minggu.
4) Kompetensi dasar
Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan
kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta
16
didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran (Rusman, 2015: 109),
yaitu:
a) Kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka
menjabarkan KI-1; b) Kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial
dalam rangka menjabarkan KI-2; c) Kelompok 3: kelompok kompetensi dasar
pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3; dan d) Kelompok 4: kelompok
kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.
Penjabaran lengkap mengenai kompetensi dasar (dalam penulisan
selanjutnya akan disingkat menjadi KD) per jenjang kelas dan per mata pelajaran
dapat dilihat dalam lampiran Peraturan Kemendikbud Nomor 24 Tahun 2016
tentang KI dan KD Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah.
5) Muatan pembelajaran
Muatan pembelajaran tercermin dari integrasi berbagai kompetensi dari
berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Hal ini dikarenakan Kurikulum
2013 dilakukan melalui pendekatan tematik terpadu dengan pendekatan saintifik
(Widyastono, 2014: 142). Pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan
KD dari berbagai mata pelajaran, yaitu intradisipliner, interdisipliner,
multidisipliner, dan transdisipliner. KD muatan lokal yang berkenaan dengan seni,
budaya, keterampilan, dan bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran
Seni Budaya dan Prakarya. KD muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga,
serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan
Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (Widyastono, 2014: 145).
17
3. Implementasi Kurikulum 2013
a. Perencanaan Pembelajaran berdasarkan Kurikulum 2013
Tahap pertama dalam pembelajaran yaitu perencanaan pembelajaran yang
diwujudkan dengan kegiatan penyusunan RPP. RPP adalah rencana pembelajaran
yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang
mengacu pada silabus (Widyastono, 2014: 200).
Komponen RPP berdasarkan Peraturan Kemendikbud Nomor 103 Tahun
2014, mencakup: (1) identitas sekolah/madrasah, mata pelajaran, dan
kelas/semester; (2) alokasi waktu; (3) KI, KD, indikator pencapaian kompetensi;
(4) materi pembelajaran; (5) kegiatan pembelajaran; (6) penilaian; dan (7)
media/alat, bahan, dan sumber belajar. RPP tersebut disusun dengan mengacu
pada prinsip penyusunan RPP, meliputi: (a) Setiap RPP harus secara utuh memuat
KD dari KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4; (b) Satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu
kali pertemuan atau lebih; (c) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik;
(d) Berpusat pada peserta didik; (e) Berbasis konteks; (f) Berorientasi kekinian;
(g) Mengembangkan kemandirian belajar; (h) Memberikan umpan balik dan
tindak lanjut pembelajaran; (i) Memiliki keterkaitan dan keterpaduan
antarkompetensi dan/atau antarmuatan; dan (j) Memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi.
RPP disusun mengikuti langkah-langkah sebagaimana yang tertuang dalam
Peraturan Kemendikbud Nomor 103 Tahun 2014, yaitu:
1) Pengkajian silabus meliputi: (a) KI dan KD; (b) materi pembelajaran; (c)
proses pembelajaran; (d) penilaian pembelajaran; (e) alokasi waktu; dan (f)
sumber belajar; 2) Perumusan indikator pencapaian KD pada KI-1, KI-2, KI-3,
dan KI-4; 3) Materi Pembelajaran dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku
panduan guru, sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, konteks
pembelajaran dari lingkungan sekitar yang dikelompokkan menjadi materi untuk
pembelajaran reguler, pengayaan, dan remedial; 4) Penjabaran Kegiatan
Pembelajaran yang ada pada silabus dalam bentuk yang lebih operasional berupa
18
pendekatan saintifik disesuaikan dengan kondisi peserta didik dan satuan
pendidikan termasuk penggunaan media, alat, bahan, dan sumber belajar; 5)
Penentuan alokasi waktu untuk setiap pertemuan berdasarkan alokasi waktu pada
silabus, selanjutnya dibagi ke dalam kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup; 6)
Pengembangan penilaian pembelajaran dengan cara menentukan lingkup, teknik,
dan instrumen penilaian, serta membuat pedoman penskoran; 7) Menentukan
strategi pembelajaran remedial segera setelah dilakukan penilaian; dan 8)
Menentukan media, alat, bahan dan sumber belajar disesuaikan dengan yang telah
ditetapkan dalam langkah penjabaran proses pembelajaran.
Dengan demikian tahap pertama dalam pembelajaran yaitu kegiatan
penyusunan RPP. RPP adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara
rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus.
Beberapa komponen RPP dan penyusunan RPP tercantum dalam Peraturan
Kemendikbud Nomor 103 Tahun 2014.
b. Pelaksanaan Pembelajaran berdasarkan Kurikulum 2013
Berdasarkan Peraturan Kemendikbud Nomor 103 Tahun 2014, tahap
pelaksanaan pembelajaran meliputi:
1) Kegiatan Pendahuluan. Dalam kegiatan pendahuluan, guru: (a) Mengondisikan
suasana belajar yang menyenangkan; (b) Mendiskusikan kompetensi yang sudah
dipelajari dan dikembangkan sebelumnya berkaitan dengan kompetensi yang
akan dipelajari dan dikembangkan; (c) Menyampaikan kompetensi yang akan
dicapai dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari; (d) Menyampaikan garis
besar cakupan materi dan kegiatan yang akan dilakukan; dan (e) Menyampaikan
lingkup dan teknik penilaian yang akan digunakan.
2) Kegiatan Inti. Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
kompetensi, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan pendekatan saintifik yang disesuaikan
dengan karakteristik mata pelajaran dan peserta didik. Guru memfasilitasi peserta
didik untuk melakukan proses mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi/mencoba, menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Dalam setiap
kegiatan guru harus memperhatikan perkembangan sikap peserta didik pada
kompetensi dasar dari KI-1 dan KI-2 antara lain mensyukuri karunia Tuhan, jujur,
teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai pendapat orang lain
yang tercantum dalam silabus dan RPP.
3) Kegiatan Penutup. Kegiatan penutup terdiri atas: a) Kegiatan guru bersama
peserta didik yaitu: (1) membuat rangkuman/simpulan pelajaran; (2) melakukan
refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan; dan (3) memberikan umpan
balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; dan b) Kegiatan guru yaitu: (1)
melakukan penilaian; (2) merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau
memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil
belajar peserta didik; dan (3) menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
19
Tahap kedua dalam pembelajaran menurut (Widyastono, 2014: 206) yaitu
pelaksanaan pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup.
1) Kegiatan Pendahuluan. Dalam kegiatan pendahuluan, guru: a) Menyiapkan
peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; b)
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang sudah dipelajari dan
terkait dengan materi yang akan dipelajari; c) Mengantarkan peserta didik pada
suatu permasalahan atau tugas yang akan dilakukan untuk mempelajari suatu
materi dan menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan dicapai; dan d)
Menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang
akan dilakukan peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas.
2) Kegiatan Inti. Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
tujuan. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik
peserta didik dengan mata pelajaran, yang meliputi proses observasi, menanya,
mengumpulkan informasi, asosiasi, dan komunikasi.
3) Kegiatan Penutup. Dalam kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan
peserta didik atau sendiri membuat rangkuman/kesimpulan pelajaran, melakukan
penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara
konsisten dan terprogram, memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran
remedial, program pengayaan, layanan konseling atau memberikan tugas baik
individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik, dan
menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, tahap kedua dalam pembelajaran yaitu
pelaksanaan pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan, guru terlebih dahulu
mempersiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran. Setelah itu dalam kegiatan inti, dimana kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan, yang pembelajarannya dilakukan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, dan memotivasi. Kemudian pada kegiatan penutup,
guru dan peserta didik melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilaksanakan, memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran.
c. Penilaian Pembelajaran berdasarkan Kurikulum 2013
20
Penilaian dalam Kurikulum 2013 lebih ditekankan pada penilaian autentik.
Menurut Sunarti (2014: 3) penilaian autentik adalah:
Penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai masukan, proses
dan hasil pembelajaran. Bila pada kurikulum KTSP, penilaian lebih ditekankan
pada aspek kognitif yang menjadikan tes sebagai cara penilaian yang dominan,
maka kurikulum 2013 menekankan pada aspek kognitif, afektif, psikomotorik
secara proporsional sesuai dengan karakteristik peserta didik dan jenjangnya yang
sistem penilaiannya berdasarkan tes dan portofolio yang saling melengkapi.
Kurikulum 2013 menerapkan penilaian autentik untuk menilai kemajuan
belajar peserta didik yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan menurut
Peraturan Kemendikbud Nomor 104 Tahun 2014, yaitu:
1) Penilaian sikap. Teknik yang digunakan untuk menilai sikap siswa, yaitu: a)
Observasi; b) Penilaian diri; c) Penilaian teman sebaya; d) Penilaian jurnal.
Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan
dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung
dengan menggunakan pedoman observasi (daftar cek atau skala penilaian) yang
berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. Penilaian diri yaitu teknik
penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan
kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi dengan menggunakan
lembar penilaian diri. Penilaian teman sebaya yaitu teknik penilaian dengan cara
meminta siswa untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi
dengan menggunakan lembar penilaian antar teman. Penilaian jurnal yaitu catatan
guru di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang
kekuatan dan kelemahan siswa yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
2) Penilaian pengetahuan. Teknik yang digunakan untuk menilai siswa, meliputi:
a) Tes tulis; b) Tes lisan; c) Observasi terhadap diskusi, tanya jawab, dan
percakapan; dan d) Penugasan. Bentuk soal tertulis yaitu: memilih jawaban (dapat
berupa pilihan ganda, dua pilihan (benar-salah, ya-tidak), menjodohkan, dan
sebab akibat) dan menyuplai jawaban (dapat berupa isian atau melengkapi,
jawaban singkat atau pendek, dan uraian). Penilaian pengetahuan juga dapat
dilakukan melalui observasi pada saat diskusi, Tanya jawab, dan juga perckapan.
Sedangkan penugasan dilakukan oleh guru berupa pekerjaan rumah dan/atau
projek yang dikerjakan baik individu maupun kelompok sesuai dengan
karakteristik tugas.
3) Penilaian keterampilan. Teknik yang digunakan untuk menilai siswa, meliputi:
a) Unjuk kerja/kinerja/praktik; b) Projek; c) Produk; d) Penilaian portofolio; dan
e) Tertulis. Penilaian unjuk kerja/kinerja/praktik dilakukan dengan cara
mengamati kegiatan siswa dalam melakukan sesuatu, seperti: praktik olahraga,
memainkan alat music, bernyanyi, membaca puisi, presentasi, bermain peran,
praktik ibadah, praktik di laboratorium, dan lain-lain. Instrument yang dapat
digunakan yaitu daftar cek dan skala penilaian. Penilaian projek digunakan untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa, kemampuan mengaplikasikan,
menyelidiki, dan kemampuan menginformasikan suatu hal secara jelas. Penilaian
produk meliputi penilaian kemampuan siswa membuat produk, teknologi, dan
seni. Penilaian portofolio dilakukan dengan cara menilai karya-karya siswa secara
individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran.
21
Berdasarkan penjelasan di atas, penilaian pembelajaran berdasarkan
kurikulum 2013 menggunakan penilaian autentik. Penilaian dalam kurikulum
2013 meliputi aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan. Teknik yang
digunakan untuk menilai sikap siswa yaitu observasi, penilaian diri, penilaian
teman sebaya, dan penilaian jurnal. Teknik yang digunakan pada penilaian
pengetahuan yaitu tes tulis, tes lisan, observasi terhadap diskusi, tanya jawab dan
percakapan serta penugasan. Teknik yang digunakan pada penilaian pengetahuan
yaitu unjuk kerja, projek, produk, penilaian portofolio dan tertulis.
4. Pembelajaran Bahasa Jawa di SD
Pembelajaran Bahasa Jawa di SD dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 19 Tahun 2014 tentang mata pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal
wajib di Sekolah/Madrasah. Dalam pasal 2 Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 19 Tahun 2014 tercantum, “Bahasa daerah diajarkan secara terpisah
sebagai mata pelajaran muatan lokal wajib di seluruh Sekolah/Madrasah di Jawa
Timur, yang meliputi Bahasa Jawa dan Bahasa Madura, dengan Kurikulum
sebagaimana tersebut dalam lampiran”.
Pengertian mata pelajaran bahasa Jawa menurut Arafik (2013: 29) yaitu:
Program pembelajaran bahasa untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan bahasa Jawa serta sikap positif terhadap bahasa Jawa itu sendiri.
Bahasa Jawa sebagai sarana untuk berkomunikasi, saling berbagi pengalaman,
saling belajar dan lain sebagainya, serta untuk meningkatkan kemampuan
intelektual dan apresiasi sastra. Hal tersebut dilaksanakan sebagai salah satu
bentuk muatan lokal dalam maa pelajaran Bahasa Jawa yang diajarkan di Sekolah
Dasar sebagai program pembelajaran bahasa untuk mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan Bahasa Jawa serta sikap positif terhadap Bahasa Jawa itu
sendiri.
Pembelajaran Bahasa Jawa di Sekolah Dasar sebagai bahan pelajaran yang
berdiri sendiri mendapatkan jatah waktu yang sedikit dan kurang, yaitu
22
mendapatkan alokasi waktu dua jam pelajaran per minggunya yang dihadapkan
dengan materi yang tidak sedikit. Hal ini disebabkan karena Bahasa Jawa
merupakan mata pelajaran muatan lokal di sekolah.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nora Tri Agustin (2016) dengan
skripsi yang berjudul “Implementasi Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Daerah di
Sekolah Dasar Negeri Pamotan 2 Kabupaten Malang”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kondisi muatan lokal bahasa daerah di SDN Pamotan 2
Kabupaten Malang dalam penyusunan Silabus dan RPP bahasa daerah sudah
memperhatikan apa yang harus ada di dalam Silabus dan RPP. Strategi
pembelajaran bahasa daerah yang diterapkan di sekolah adalah dengan menyusun
perangkat pembelajaran bahasa daerah. Strategi pembelajaran lain yang
diterapkan dalam pembelajaran bahasa daerah adalah dengan memperhatikan
kesenangan anak, yaitu dengan menerapkan pembelajaran dengan permainan,
benyanyi dan praktik. Selain itu evaluasi pembelajaran bahasa daerah adalah
dengan melakukan penilaian akademik dan penilaian sikap.
Terdapat persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nora Tri Agustin (2016). Persamaan penelitiannya yaitu sama-
sama menganalisis implementasi muatan lokal bahasa daerah di Sekolah Dasar.
Sedangkan perbedaan penelitian terletak pada subjek penelitian dan variabel
penelitian. Pada penelitian ini subjek yang diteliti di kelas V SD Muhammadiyah
06 Malang, dan variabel penelitian lebih pada analisis muatan lokal wajib bahasa
Jawa di kurikulum 2013. Sedangkan pada penelitian Nora subjek yang diteliti di
23
SDN Pamotan 2 Kabupaten Malang, dan variabel penelitian lebih pada analisis
muatan lokal bahasa daerah pada KTSP 2006.
Kajian penelitian relevan yang selanjutnya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Lutfiya Hanifah (2015) dengan skripsi yang berjudul “Analisis
Implementasi Kurikulum 2013 pada Kelas V SDN Panggungrejo Kecamatan
Kepanjen Kabupaten Malang”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru
mengalami beberapa kendala dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013
antara lain: (a) Guru kesulitan karena banyak RPP yang harus dibuat;
(b) Banyaknya penilaian yang harus dilakukan; (c) Kesulitan dalam melaksanakan
pembelajaran yang sesuai dengan RPP; (d) Kesulitan dalam melakukan penilaian
sikap, dan kesulitan dalam melakukan rekapitulasi nilai.
Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Lutfiya Hanifah (2015)
dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang implementasi
kurikulum 2013 di Sekolah Dasar dan subjek penelitian dilakukan di kelas V
Sekolah Dasar. Sedangkan perbedaan penelitian terletak pada variabel penelitian.
Pada penelitian ini, variabel penelitian lebih mengkaji tentang implementasi
muatan lokal wajib bahasa Jawa pada kurikulum 2013, sedangkan variabel pada
pada penelitian Lutfiya mengkaji tentang implementasi kurikulum 2013 secara
keseluruhan.
24
C. Kerangka Pikir
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 19 Tahun 2014 tentang
mata pelajaran bahasa daerah
sebagai muatan lokal wajib di
Sekolah/Madrasah
Bahasa Daerah
Bahasa Jawa
Rumusan Masalah:
1. Bagaimana implementasi
muatan lokal wajib bahasa Jawa
Kurikulum 2013 di kelas V SD
Muhammadiyah 06 Malang?
2. Bagaimana kendala dari
implementasi muatan lokal
wajib bahasa Jawa Kurikulum
2013 di kelas V SD
Muhammadiyah 06 Malang?
3. Bagaimana upaya dari
implementasi muatan lokal
wajib bahasa Jawa Kurikulum
2013 di kelas V SD
Muhammadiyah 06 Malang?
Implementasi muatan lokal wajib
bahasa Jawa Kurikulum 2013 di
kelas V SD Muhammadiyah 06
Malang.
Metode Penelitian:
1. Jenis Penelitian: Kualitatif.
2. Lokasi: SD Muhammadiyah
06 Malang.
3. Subjek penelitian: Guru kelas
V dan Kepala Sekolah.
4. Instrumen: lembar observasi,
pedoman wawancara, dan
dokumentasi