bab ii kajian pustaka a. model pembelajaran 1. pengertian...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Model Pembelajaran
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah unsur penting dalam kegiatan belajar mengajar
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran digunakan guru sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Joyce & Weil (dalam
Rusman, 2012: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana
atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Menurut Adi (dalam Suprihatiningrum, 2013: 142) memberikan definisi model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur
dalam mengorganisasikan pengalaman pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman guru dalam
merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Winataputra (1993)
mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
belajar-mengajar (Suyanto dan Jihad, 2013: 134).
Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
merupakan pola pilihan para guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dan
9
efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapakan. Model
pembelajaran merupakan suatu prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Berfungsi sebagi pedoman
bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan
proses belajar mengajar.
2. Ciri-ciri Model Pembelajaran
Rusman (2012: 136) mengemukakan bahwa model pembelajaran memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai
contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan
berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi
dalam kelompok secara demokratis.
2. Mempunyai misi dan tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir
induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas,
misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam
pembelajaran mengarang.
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah
pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; (4)
sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila
guru akan melaksanakan suatu mkodel pembelajaran.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut
meliputi: (1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2)
Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
10
6. Membuat persiapan mengajar (desain instrusional) dengan pedoman model
pembelajaran yang dipilihnya.
Rofa’ah (2016: 71) menjelaskan ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran
secara khusus daintaranya adalah:
a. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya.
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa mengajar.
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
dengan berhasil.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Ciri-ciri model pembelajaran yang baik yaitu adanya keterlibatan intelektual
dan emosional peserta didik melalui kegiatan mengalami, menganalisis, berbuat,
dan pembentukan sikap, adanya keikutsertaan peserta didik secara aktif dan kreatif.
Selama pelaksanaan model pembelajaran guru bertindak sebagai fasilitator,
koordinator, mediator dan motivator kegiatan belajar peserta didik.
B. Model Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat
bagi peserta didik. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli
pendidikan. Pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
11
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang
dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2012: 202).
Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep,
menyelesaikan persoalan atau inkuiri (Yensy, 2012: 26). Sanjaya (dalam Rusman,
2012: 203) memberikan definisi cooperative learning merupakan kegiatan belajar
siswa yang dilakukan dengan cara kelompok. Model pembelajaran kelompok
adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-
kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan pembelajaran yang
menekankan kerja sama antar siswa dalam kelompok. Konsep pembelajaran ini
yaitu siswa bekerja sama dalam belajar kelompok dan masing-masing kelompok
bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh
anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik. Banyak anggota
suatu kelompok dalam belajar kooperatif biasanya terdiri dari empat sampai enam
orang dimana anggota kelompok yang terbentuk diusahakan heterogen berdasarkan
perbedaan kemampuan akademik, jenis kelamin dan etnis.
2. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Arrends (dalam Suprihatiningrum, 2013: 197-198) menyatakan bahwa the
cooperative learning model was developed to achive at least three important
instructional goals; academic achievement, acceptance of diversity, and social skill
development, yang maksudnya adalah model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai sekurang-kurangnya tiga tujuan pembelajaran,
12
yaitu hasil pembelajaran akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan
pengembangan keterampilan sosial.
a. Hasil Belajar Akademik
Pembelajaran kooperatif memberikan keuntungan baik pada siswa
kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyeleseikan
tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa
kelompok bawah. Jadi, siswa kelompok bawah memperoleh bantuan dari teman
sebaya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Siswa kelompok atas
akan meningkat kemampuan akademiknya, karena memberikan pelayanan
sebagai tutor membutuhkan pemikiran yang mendalam tentang hubungan ide-
ide yang terdapat pada materi tertentu.
b. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Pembelajaran kooperatif menyajikan peluang bagi siswa dari berbagai latar
belakang dan kondisi, untuk bekerja dan saling bergantung satu sama lain atas
tugas-tugas bersama.
c. Pengembangan Keterampilan Sosial
Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja
sama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki dalam
masyarakat. Keterampilan-keterampilan khusus dalam pembelajaran kooperatif,
disebut keterampilan kooperatif dan berfungsi untuk melancarkan hubungan
kerja dan tugas.
Pembelajaran kooperatif mengembangkan diskusi dan komunikasi dengan
tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling
menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan
13
kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan
diri sendiri maupun teman lain.
3. Prinsip Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson (dalam Rusman, 2012: 212) menyebutkan
ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu
sebagai berikut:
a. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam
pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyeleseian tugas tergantung
pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja
kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh
karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling
ketergantungan.
b. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan
kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh
karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang
harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.
c. Interaksi tatap muka (face to face promotion interacdtion), yaitu memberikan
kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka
melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi
dari anggota kelompok lain.
d. Partisipasi dan komunikasi (participation communication, yaitu melatih siswa
untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan
pembelajaran.
14
e. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok
untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
C. Tipe Pembelajaran Students Team Achievement Division (STAD)
1. Pengertian Tipe Pembelajaran Students Team Achievement Division
(STAD)
Model STAD ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin. Menurut Slavin (dalam Rusman, 2012: 213-214) model
STAD (Student Team Achievement Divisions) merupakan variasi pembelajaran
kooperatif yang paling banyak diteliti. Lebih jauh Slavin memaparkan bahwa:
“Gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong
dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru”.
STAD mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi
akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau
teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota
4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan
perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah (Suprihatiningrum, 2012: 202-203).
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam implementasinya sangat
memerlukan tekad, inovasi dan kesabaran guru dalam merancang pembelajaran
sehingga peserta didik benar-benar menjadi tertarik untuk mengikuti pembelajaran.
Dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, guru merasa lebih ringan
pekerjaannya, karena untuk memahami materi pelajaran guru sudah dibantu oleh
15
siswa sehingga penanganan kesulitan belajar siswa lebih mudah (Sunilawati, dkk,
2013: 3).
Terkait pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
tipe STAD merupakan pembelajaran dengan sistem belajar kelompok dan
beranggotakan siswa yang beragam kemampuan, jenis kelamin, karakter dan suku
(heterogen). Pada setiap kelompok siswa saling membantu satu sama lain untuk
menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Model STAD menekankan peserta
didik mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain.
2. Langkah-Langkah Tipe Pembelajaran Students Team Achievement Division
(STAD)
Deskripsi mengenai langkah-langkah pembelajaran STAD seperti yang
dikemukakan oleh (Rusman, 2012: 215-216) adalah sebagai berikut:
a. Penyampaian Tujuan dan Motivasi
Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut
dan memotivasi siswa untuk belajar.
b. Pembagian Kelompok
Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompoknya terdiri
dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam
prestasi akademik, gender/ jenis kelamin, ras atau etnik.
c. Presentasi dari Guru
Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan
tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok
bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar
dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media,
16
demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan
dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara
mengerjakannya.
d. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)
Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan
lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota
menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru
melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila
diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.
e. Kuis (evaluasi)
Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang
dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-
masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan
bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu
bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru
menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60,70, 84, dan
seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.
f. Penghargaan Prestasi Tim
Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan
angka dengan rentang 0-100. Trianto (dalam Lubis, 2012: 30), menjelaskan bahwa
langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini didasarkan pada langkah-
langah kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase. Fase-fase dalam
pembelajaran ini seperti tersajikan dalam tabel.
17
Tabel 2.1 Fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD
Fase Kegiatan Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa.
Fase 2
Menyajikan atau menyampaikan
informasi.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan
belajar.
Fase 5
Evaluasi.
Fase 6
Memberikan penghargaan.
Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai
pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.
Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan transisi secara efisien.
Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas mereka.
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya
Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu maupun kelompok.
D. Pembelajaran Tematik
1. Hakikat Pembelajaran Tematik
Penetapan pembelajaran tematik (kurikulum 2013) oleh pemerintah tidak lepas
dari perkembangan akan konsep dari pendekatan terpadu itu sendiri. Pembelajaran
tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu (integrated instrusction)
yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara
individu maupun kelompok aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-
prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik (Majid, 2014: 80).
Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam
berbagai tema. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi
sikap, keterampilan dan pengetahauan dalam proses pembelajaran, dan integrasi
berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema merajut makna berbagai konsep dasar
18
sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial. Dengan demikian
pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti
tercermin pada berbagai tema yang tersedia (Shobirin, 2016: 90).
Menurut Gorys Keraf (dalam Majid, 2014: 86), kata tema berasal dari kata
Yunani tithenai yang berarti “menempatkan” atau “meletakkan” dan kemudian kata
itu mengalami perkembangan sehingga kata tithenai berubah menjadi tema.
Menurut arti katanya, tema berarti “sesuatu yang telah diuraikan” atau “sesuatu
yang telah ditempatkan”. Penggunaan tema dimaksudkan agar anak mampu
mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas.
Pembelajaran tematik berorientasi pada kebutuhan perkembangan anak artinya
menolak drill sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual
anak. Jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional maka pembelajaran
tematik lebih menekankan keterlibatan siswa secara aktif baik kognitif maupun skill
dalam proses pembelajarannya (Karli, 2010: 45).
Pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah
pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema tertentu dengan menghubungkan
berbagai bidang studi yang berkaitan. Adanya pemaduan tersebut peserta didik akan
memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran jadi
lebih bermakna. Pembelajaran tematik mengembangkan keterampilan berpikir
siswa dan mengembangkan keterampilan sosial pada siswa.
2. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut (Syafaruddin,
2012: 153-154) :
19
a. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai
dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai
subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu
memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas
belajar.
b. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa
(direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada
sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yanglebih
abstrak.
c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak
begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang
paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran
dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami
konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa
dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
e. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan
bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan
20
mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah
dan siswa berada.
f. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
g. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.
Karakteristik pembelajaran tematik sebagai suatu proses pembelajaran harus
bermakna artinya konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep lain
akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari, siswa memahami langsung
prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya dan menekankan keaktifan siswa dalam
pembelajaran.
E. Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Mustikasari (2014) dengan judul “Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran Gaya Magnet melalui Model Student Teams
Achievements Division di Sekolah Dasar Negeri 02 Loning Kabupaten
Pemalang”. Penelitian ini menjelaskan bahwa penerapan model Student Team
Achievement Division di SDN 02 Loning dapat meningkatkan hasil belajar,
keaktifan siswa, dan performansi guru dalam pembelajaran. Hasil penelitian
menunjukkan nilai rata-rata sebelum menerapkan model STAD yaitu 58,81,
sedangkan nilai rata-rata pada siklus I mencapai 76,92 mengalami peningkatan
18,11 poin. Siklus II nilai rata-rata mencapai 87,04 mengalami peningkatan
21
sebesar 10,12 poin dari siklus I. Keaktifan siswa dalam pembelajaran pada siklus
I memperoleh nilai rata-rata 64,20 sedangkan siklus II memperoleh nilai 82,47
mengalami peningkatan 18,27 poin. Nilai rata-rata performansi guru pada siklus
8I,17 sedangkan pada siklus II memperoleh nilai 88,73 meningkat 7,56 poin.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Jasman (2013) dengan judul “Peningkatan Hasil
Belajar IPS Pada Materi Perjuangan Melawan Penjajah dan Pergerakan Nasional
Indonesia Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe (STAD) Pada Siswa Kelas V
SDN Saladang Kecamatan Lampasio”. Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa
penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS khususnya materi perjuangan
melawan penjajah dan pergerakan nasional Indonesia. Hasil pengamatan
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan baik pada aktivitas guru
maupun siswa, hasil analisis data menunjukkan ketuntasan klasikal pada siklus
I mencapai 70% sedangkan siklus II mencapai 95% dan nilai rata-rata siswa pada
siklus I adalah 70,25 sedangkan pada siklus II mencapai 76,75.
Mengacu pada penjelasan di atas dapat dikemukakan bahwa bila penelitian
terdahulu membahas tentang model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata
pelajaran IPA dan IPS (kurikulum KTSP), sedangkan pada penelitian yang akan
dilakukan memfokuskan pada pembelajaran tematik (kurikulum 2013).
F. Kerangka Pikir
Kerangka pikir analisis model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
pembelajaran tematik di Kelas IV SD Muhammadiyah 4 Malang adalah sebagai
berikut :
22
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
Model pembelajaran
kooperatif tipe STAD
Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD
1. Penyampaian Tujuan dan Motivasi
2. Pembagian Kelompok
3. Presentasi dari Guru
4. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)
5. Kuis (Evaluasi)
6. Penghargaan Prestasi Tim
Siswa
Pembelajaran di Kelas
Pembelajaran
Tematik
Keaktifan & Interaksi
Kelompok Meningkat
Prestasi Belajar
Meningkat
Efektifitas Pembelajaran Model
Kooperatif Tipe STAD
Guru
23
Keterangan :
Pembelajaran di kelas menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Team Achievement Divisions) yang diterapkan dalam pembelajaran
tematik (kurikulum 2013). Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe
STD ini memiliki 6 langkah pembelajaran yang meliputi: penyampaian tujuan dan
motivasi, pembagian kelompok, presentasi dari guru, kegiatan belajar dalam tim
(kerja tim), kuis (evaluasi), dan penghargaan prestasi tim. Kegiatan belajar dan
mengajar tidak terlepas dari adanya guru sebagai pendidik dan siswa sebagai
peserta didik. Pembelajaran ini berpusat pada siswa (student centered) yang lebih
banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak
berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada
siswa untuk melakukan aktivitas belajar. Model pembelajaran tersebut dapat
meningkatkan keaktifan dan interaksi kelompok karena sistem pembelajarannya
yang menekankan pada kegiatan diskusi dan kegiatan berkelompok dengan anggota
yang heterogen. Model pembelajaran tersebut juga dapat meningkatkan prestasi
belajar karena di dalam kelompok siswa saling membantu satu sama lain untuk
menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Oleh karena itu, terjadi efektivitas
pembelajaran melalui model kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran tematik.