bab ii kajian pustaka, hasil penelitian dan analisis a

47
17 BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Kajian Pustaka Agar mendapat pemahaman yang lebih baik dan jelas, maka diperlukan kajian pustaka yang terdiri dari teori ilmu hukum yang berguna sebagai pisau dalam menganalisis permasalahan hukum yang muncul antara das sollen dan das sein, dimana Perda No.4/2016 sebagai das sollen dan kenyataannya bahwa minuman beralkohol masih beredar atau dengan kata lain masyarakat masih belum mengindahkan Perda No.4/2016 sebagai das sein. Teori ilmu hukum dapat diartikan pula sebagai disiplin ilmu hukum yang dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala hukum, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam penerapan praktisnya, dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan jelas tentang bahan hukum yang tersaji dan kegiatan yuridis dalam kemasyarakatan. 22 Adapun dalam kajian pustaka ini sebagai dasar dalam menganalisis permasalahan hukum terkait penegakan Perda No.4/2016, maka peneliti akan menguraikan mengenai pengertian dan ruang lingkup penegakan hukum serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, uraian tersebut tersaji sebagai berikut : 22 Thesia Elias, Op.Cit, h.15

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Kajian Pustaka

Agar mendapat pemahaman yang lebih baik dan jelas, maka diperlukan

kajian pustaka yang terdiri dari teori ilmu hukum yang berguna sebagai pisau

dalam menganalisis permasalahan hukum yang muncul antara das sollen dan das

sein, dimana Perda No.4/2016 sebagai das sollen dan kenyataannya bahwa

minuman beralkohol masih beredar atau dengan kata lain masyarakat masih

belum mengindahkan Perda No.4/2016 sebagai das sein. Teori ilmu hukum dapat

diartikan pula sebagai disiplin ilmu hukum yang dalam perspektif interdisipliner

dan eksternal secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala hukum, baik dalam

konsepsi teoritisnya maupun dalam penerapan praktisnya, dengan tujuan untuk

memperoleh pemahaman yang lebih baik dan jelas tentang bahan hukum yang

tersaji dan kegiatan yuridis dalam kemasyarakatan.22

Adapun dalam kajian pustaka ini sebagai dasar dalam menganalisis

permasalahan hukum terkait penegakan Perda No.4/2016, maka peneliti akan

menguraikan mengenai pengertian dan ruang lingkup penegakan hukum serta

faktor-faktor yang mempengaruhinya, uraian tersebut tersaji sebagai berikut :

22

Thesia Elias, Op.Cit, h.15

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

18

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Penegakan Hukum

Istilah penegakan hukum (law enforcement) terdiri dari dua kata yaitu

penegakan dan hukum. Penegakan memiliki akar kata tegak yang diberi awalan

pe- dan akhiran -an. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Penegakan

adalah - Proses, cara, perbuatan menegakkan.23

Sedangkan hukum oleh KBBI

diberikan beberapa definisikan diantaranya, peraturan atau adat yang secara resmi

dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-

undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.24

Menurut

Black’s Law Dictionary, penegakan hukum (law enforcement), diartikan sebagai

“the act of putting something such as a law into effect; the execution of a law; the

carrying out of a mandate or command”. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa

penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma dan kaidah-

kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang dikandungnya. Oleh Jimly Asshiddiqie,

penegakan hukum dimaknai sebagai proses dilakukannya upaya untuk tegaknya

atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku

dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.25

Terkait dengan penegakan hukum, dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 secara

ekplisit menyebutkan “negara Indonesia adalah negara hukum”. Penegasan

“Indonesia sebagai negara hukum” menjadi penting karena dalam konsep teori

23

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,

Balai Pustaka, Jakarta, 2001, h.1155 24

Ibid h.410 25 Jimly Asshiddqie, Penegakan Hukum, Makalah, h.1, diunduh dari www.jimly.com diakses pada

tanggal 26 Mei 2018 pukul 01.00 wib.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

19

kedaulatan hukum, arti negara hukum pada prinsipnya menyatakan bahwa

kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum, oleh sebab itu seluruh

alat perlengkapan negara apapun namanya termasuk warga negara harus tunduk

dan patuh serta menjunjung tinggi hukum tanpa kecuali.26

Sejalan itu, Aminudin

Ilmar menjelaskan bahwa prinsip dasar dalam sebuah konsepsi dasar negara

hukum menetapkan bahwa setiap tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh

pemerintah (bestuurshandelingen) haruslah berdasarkan pada peraturan

perundang-undangan atau berdasarkan pada adanya suatu legitimasi atau

kewenangan, sehingga tindakan atau perbuatan pemerintah tersebut dipandang

absah adanya.27

Oleh karena itu, di dalam negara Indonesia hukum berkedudukan

sangat mendasar dan tertinggi (supreme). Berangkat dari Indonesia sebagai negara

hukum maka penegakan hukum harus berdasarkan asas legalitas yang artinya

tindakan aparat penegakan hukum didasarkan atas dasar peraturan perundang-

undangan yang telah ditetapkan.28

Menyinggung mengenai penegakan hukum, Satjipto Rahardjo menjelaskan

bahwa penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan-

keinginan hukum menjadi kenyataan.29

Jadi penegakan hukum pada hakikatnya

adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma

hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-

hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

26 Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2015

h.16-17. 27

Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, Penerbit Kencana, Jakarta, 2014, h.95. 28 Thesia Elias, Loc. Cit 29

Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum: suatu tinjauan sosiologis, Genta Publishing, Jakarta,

2009, h.24

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

20

Secara konsepsional, inti dan arti dari penegakan hukum terletak pada

kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-

kaidah yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.30

Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam

praktik sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan

keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in concreto dalam

mempertahankan dan menjamin di taatinya hukum materiil dengan menggunakan

cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.

Lebih lanjut, Sartjipto Rahardjo menjelaskan bahwa penegakan hukum pada

hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan,

kebenaran, kemanfaatan sosial, dan sebagainya menjadi kenyataan. Berdasarkan

teori Webber maka Sarjipto Rahardjo mengatakan dilihat perbuatan-perbuatan

yang secara wajar dilakukan orang-orang, dilain pihak ada hukum yang

memaksakan tindakan orang untuk dilaksanakan menurut stereotip-stereotip

tertentu yang telah ditentukan sebelumnya. Yang menarik dari hal tersebut adalah

masing-masing orang sebetulnya menghendaki pencapaian kondisi tertentu yakni

ketertiban. Maka ketertiban ditafsirkan dari segi dipenuhinya prosedur-prosedur

normatif tertentu.

Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah

yang memuat keadilan dan kebenaran. Penegakan hukum bukan hanya menjadi

30

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet.13, Ed. 1,

Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, h. 5

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

21

tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional, tetapi

menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan

hukum publik pemerintahlah yang bertanggungjawab.

Menurut Jimly Asshiddiqie, penegakan hukum (law enforcement) dalam arti

luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta

melakukan tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan

hukum yang dilakukan oleh subjek hukum.31

Lebih lanjut, Jimly Asshiddqie

menjelaskan bahwa penegakan hukum dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu :

1) Ditinjau dari sudut subyeknya

Penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat

pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang

terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan

semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan

aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan

mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan

atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu,

penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum

tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan

sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila

diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya

paksa.

31 Jimly Asshiddiqie Op.Cit, h.25.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

22

2) Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya

Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan

sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan

yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan

yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu

hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.32

Sedangkan ditinjau dari sudut saat dilakukannya (pelaksanaan) penegakan

hukum, ada 2 macam penegakan hukum, yaitu :

1) Penegakan preventif

Penegakan preventif merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

aparat penegak hukum untuk mencegah agar warga masyarakat tidak

melakukan tindakan-tindakan yang dilarang oleh hukum. Dalam rangka

mencegah warga masyarakat melakukan tindakan tersebut maka langkah

yang dilakukan meliputi : Melakukan sosialisasi kepada masyarakat atas

akan diberlakukannya suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini

dimaksudkan agar warga masyarakat mematuhi aturan hukum yang

berlaku.

2) Penegakan represif

Penegakan represif merupakan bentuk penegakan terhadap pelanggar

aturan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Dalam hal ini adalah

bahwa penegakan hukum represif apabila terjadi pelanggaran maka

32 Jimly Asshiddqie, Op.Cit, h.1.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

23

penegak hukum melakukan penindakan, diproses sesuai dengan aturan-

aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian maka jika terjadi

pelanggaran maka pelaku akan ditangkap dan diproses sesuai aturan

perundang-undangan.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Faktor faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono

Soekanto adalah :

1) Faktor Hukum

Dalam tulisan ini hukum dibatasi pada undang-undang dalam arti

materiel yang mencakup juga peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu

tempat atau daerah. Perihal undang-undang dalam arti materiel, oleh Purbacaraka

& Soerjono Soekanto dalam buku Perundang-undangan dan Yurisprudensi

(Purbacaraka & Soerjono Soekanto, 1979), mendefinisikan sebagai peraturan

tertulis yang berlaku umum yang dibuat oleh Penguasa pusat maupun daerah

yang sah. Agar undang-undang dalam arti materiel dapat mencapai tujuannya,

sehingga efektif maka mulai dari proses pembuatannya sampai kepada berlakunya

undang-undang tersebut harus memenuhi asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan sementara,

bahwa gangguan terhadap penegakan hukum yang berasal dari undang-undang

mungkin disebabkan karena :

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

24

1. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang;

2. Belum adanya peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan untuk

menerapkan undang-undang; dan

3. Ketidakjelasan arti kata-kata dalam undang-undang yang

mengakibatkan kesimpangsiuran didalam penafsiran penerapannya.33

Pada praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh

konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan

kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara

normatif. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup

law enforcement, namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan hukum

sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai kaedah dan pola

perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

2) Faktor Penegak Hukum

Dalam kerangka sosiologis, ketika menyinggung mengenai penegak

hukum maka pusat perhatiannya diarahkan pada peranannya. Peranan tersebut

dibatasi pada peranan yang seharusnya dan peranan yang aktual. Peranan yang

seharusnya merujuk pada peranan berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh

peraturan perundang-undangan sedangkan peranan yang aktual merujuk pada

peranan penegak hukum dilapangan oleh karena suatu kebijakan atau tindakan

yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan

sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Fungsi

33

Soerjono Soekanto, Op.Cit, h.11-18

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

25

hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan

penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik,ada

masalah. Sebab penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat,

yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan

Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah

mentalitas atau kepribadian penegak hukum.34

3) Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Penegakan hukum tidak akan berjalan lancar (mencapai tujuannya) tanpa

didukung oleh adanya sarana atau fasilitas yang antara lain mencakup : tenaga

manusia yang berpendidikan dan terampil; peralatan yang memadai; organisasi

yang baik; keuangan yang cukup; dan seterusnya. Dalam penegakan hukum,

sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena tanpa

adanya sarana atau fasilitas, tidak mungkin penegak hukum menyerasikan peranan

yang seharusnya dengan peranan yang aktual.

Mengenai sarana atau fasilitas sebaiknya dianuti jalan pikiran sebagai

berikut (Purbacaraka & Soerjono Soekanto 1983) :

a. Yang tidak ada – diadakan yang baru betul;

b. Yang Rusak Atau Salah – diperbaiki Atau dibetulkan;

c. Yang Kurang – ditambah;

d. Yang Macet – dilancarkan; dan

e. Yang mundur atau merosot – dimajukan atau ditingkatkan.35

34

Ibid, h.19-36 35

Ibid, h.37-44

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

26

4) Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu,

maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum karena dalam

masyarakat mempunyai pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum. Hal

tersebut disebabkan dari sudut sosial dan budaya, Indonesia merupakan suatu

masyarakat yang majemuk (plural society), terdapat banyak golongan etnik

dengan kebudayaan-kebudayaan khusus. Disamping itu, sebagian besar penduduk

Indonesia tinggal diwilayah pedesaan yang berbeda cirinya dengan wilayah

perkotaan sehingga mugkin dibutuhkan pendekatan yang berbeda perihal

penegakan hukum agar hukum tertulis (perundang-undangan) dapat berlaku

secara sosiologis. Karena Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit

banyaknya mempunyai kesadaran hukum, hanya persoalan yang timbul kemudian

adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau

kurang. Adanya taraf kepatuhan masyarakat terhadap hukum, merupakan salah

satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.36

5) Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan hukum

pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-

nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik

36 Ibid h. 45-51

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

27

(sehingga dianut) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai

tersebut lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua

keadaan ekstrim yang harus diserasikan.37

Oleh sebab fungsi dari kebudayaan

sendiri untuk mengatur agar manusia dapat memahami bagaimana seharusnya

bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya ketika berhubungan dengan orang

lain dalam bermasyarakat.

A. Hasil Penelitian

1. Profil Kabupaten Kepulauan Yapen

Secara historis, kabupaten kepulauan Yapen dahulu bernama kabupaten

Yapen Waropen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-

kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

2907), namun pada tahun 2002 terbentuk kabupaten Waropen yang merupakan

hasil pemekaran dari kabupaten Yapen Waropen.38

Untuk menghindari adanya

duplikasi nama maka kemudian terhadap nama kabupaten Yapen Waropen diganti

menjadi kabupaten Kepulauan Yapen berdasarkan Peraturan Pemerintah No.40

Tahun 2008 Tentang Perubahan Nama Kabupaten Yapen Waropen Menjadi

37

Ibid h. 59-60. 38 Lihat penjelasan umum Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 2008 Tentang perubahan Nama

Kabupaten Yapen Waropen Menjadi Kabupaten Kepulauan Yapen (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4857)

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

28

Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4857).

Kabupaten Kepulauan Yapen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi

Papua dengan ibukota kabupaten di Serui. Secara geografis, letak kabupaten

Kepulauan Yapen berada dibagian utara pulau Papua tepatnya di teluk

Cendrawasih, dengan luas wilayah 7.145,65 km2 atau sekitar 2,26 persen dari luas

Provinsi Papua yang meliputi 2.432,49 km2 wilayah daratan dan 4.713,16 km

2

wilayah lautan.39

Dengan luas wilayah lautan lebih besar dibandingkan dengan

luas daratan, sehingga kabupaten ini berbentuk kepulauan yang mayoritas

merupakan daerah pesisisr pantai dengan ketinggian 3 meter dari permukaan laut

(DPL). Secara astronomis Kabupaten Kepulauan Yapen terletak di antara 1 0

27’47.714” – 1 0 58’36.376” Lintang Selatan dan 135 0 56’21,708” – 1370

4,2’20,592” Bujur Timur. Sebelah utara Kabupaten Kepulauan Yapen berbatasan

dengan Kabupaten Biak Numfor, sebelah selatan dan timur berbatasan dengan

Kabupaten Waropen, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten

Manokwari, Provinsi Papua Barat.40

Wilayah administrasi kabupaten Kepulauan Yapen terdiri dari 16 wilayah

distrik, yaitu distrik Yapen Timur, Pantura Yapen, Teluk Ampimoi, Raimbawi,

Pulau Kurudu, Angkaisera, Kepulauan Ambai, Yapen Selatan, Kosiwo, Yapen

39

Statistik Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen 2017, diunduh dari

www.kepulauanyapenkab.bps.go.id dikunjungi pada tanggal 11 April 2018 pukul 12.00 wib, h. 1. 40

Ibid

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

29

Barat, Wonawa, Pulau Yerui, Poom, Windesi, Anataurei dan distrik Yawakukat.41

Agar pengembangan kabupaten memiliki sasaran dan tujuan yang jelas serta

terarah, maka perlu dirumuskan dalam bentuk visi dan misi kabupaten.

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, Kabupaten kepulauan Yapen

memiliki Visi – Misi dalam membangun kabupaten Kepulauan Yapen. Adapun

Visi Kabupaten Kepulauan Yapen ialah Kabupaten Kepulauan Yapen Unggul

Dalam Bidang Pertanian, Kelautan dan Perikanan dan Pariwisata yang berbasis

Budaya Papua. Dalam rangka mencapai visi tersebut, maka Misi Kabupaten

Kepulauan Yapen adalah :

1. Mewujudkan Masyarakat Kabupaten Kepulauan Yapen dalam Memenuhi

Seluruh Kebutuhan Dasar Hidupnya Secara Layak;

2. Mewujudkan Tatakelola Pemerintahan Yang Baik Dan Bersih, Aparatur

Pemerintahan Yang Berdisiplin Tinggi, Profesional, Bersih Dan

Berwibawa Serta Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme;

3. Meningkatkan Daya Saing Daerah Agar Mampu Melaksanakan

Pembangunan Dalam Perekonomian Di Tingkat Lokal Papua, Tingkat

Nasional Dan Global Khususnya Dalam Bidang Pertanian, Kelautan dan

Perikanan, dan Pariwisata;

4. Mewujudkan tata ruang dan infrastruktur wilayah yang handal dan

terintegrasi serta lingkungan hidup yang asri yang berorientasi pada

terwujudnya Masyarakat Kepulauan Yapen yang Sehat dan Sejahtera.

41

Kabupaten Kepulauan Yapen Dalam Angka Tahun 2017, diunduh dari

https://kepulauanyapenkab.bps.go.id, dikunjungi pada tanggal 11 Mei 2018 pukul 12.00 wib, h.5

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

30

5. Mewujudkan rasa aman, sentosa, tentram dan damai melalui Penegakan

Supremasi Hukum dan Hak Azasi Manusia serta Proteksi Hak-hak Dasar

Masyarakat Adat yang Bersendikan Nilai-nilai Budaya Papua.

Dalam mewujudkan Visi – Misi tersebut, pemerintah kabupaten Kepulauan

Yapen memberlakukan Perda No. 4/2016 dengan tujuan agar dapat melindungi

warga masyarakat dari berbagai ancaman bahaya, baik yang bersifat potensial

maupun yang bersifat faktual, oleh sebab secara faktual pengedaran dan penjualan

serta konsumsi minuman beralkohol dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak

terkendali dalam batas wajar dan menimbulkan dampak negatif yang cenderung

mengancam hidup dan kehidupan orang asli Papua dan masyarakat Papua pada

umumnya. Namun pada kenyataannya setelah Perda No.4/2016 diberlakukan,

minuman beralkohol masih tetap diproduksi, diedarkan dan dijual serta

dikonsumsi di kabupaten Kepulauan Yapen.

2. Peredaran Minuman Beralkohol di Kabupaten Kepulauan

Yapen

Sebelum berlaku Perda No.4/2016, peredaran minuman beralkohol di

kabupaten Kepulauan Yapen diatur dengan Perda No.2 Tahun 2015 tentang

Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol (Perda

No.2/2015). Alasan sosiologis diberlakukannya Perda No.2/2015 menitik beratkan

pada dampak mengkonsumsi minuman beralkohol yang berlebihan dapat

menimbulkan gangguan kesehatan, ketentraman dan keamanan dalam kehidupan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

31

masyarakat sehingga perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian peredaran

minuman beralkohol diwilayah hukum pemerintah Kabupaten Kepulauan

Yapen.42

Disamping pemberlakuan Perda No.2/2015, untuk meningkatkan Pendapat

Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari retribusi daerah pemerintah Kabupaten

Kepulauan Yapen juga memberlakukan Perda No.16 tahun 2012 tentang Retribusi

Izin tempat Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana telah diubah dengan

Perda No.6 tahun 2013 tentang perubahan Perda No.16 tahun 2012 tentang

retribusi tempat penjualan minuman beralkohol (Perda Retribusi Penjualan

Minuman Beralkohol).

Dengan pemberlakuan Perda Retribusi tempat penjualan minuman

beralkohol dan Perda No.2/2015, minuman beralkohol diizinkan untuk diperjual-

belikan dikabupaten Kepulauan Yapen sepanjang memiliki izin penjualan serta

membayar retribusi penjualan minuman beralkohol. Masa berlaku izin tempat

penjualan ini berjangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang. Data

mengenai tempat penjualan minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen

tahun 2015 tersaji pada tabel 2.1.

42 Bentuk pengawasan dan pengendalian yang diatur dalam Perda No.2/2015, yaitu :

1. Penjual wajib memiliki izin dari pemerintah daerah;

2. Larangan menjual kepada anak dan/atau pelajar dibawah usia 21 tahun dan anggota

TNI/POLRI serta Pegawai Negeri Sipil yang berpakaian seragam.

3. Perihal tempat yang diizinkan untuk melakukan penjualan langsung minuman beralkohol

4. waktu menjual dan mengkonsumsi

5. Bupati berwenang menghentikan sementara penjualan karena pertimbangan khusus serta

dalam hal mengawasi dan menertibkan penjualan minuman beralkohol yang dibantu oleh

Tim yang terdiri dari instansi terkait

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

32

Tabel 2.1

Data Perizinan Tempat Penjualan Minuman Beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen

Tahun 2015

No. Nama Usaha Alamat Tanggal Berlaku Izin

1. Toko Merpati Jln. Gajah Mada 30 Maret 2015 s.d 30 Maret 2016

2. Toko Kartika Jln.Yos Sudarso 29 Mei 2015 s.d 29 Mei 2016

3. Toko Rista Jln. Palapa 30 April 2015 s.d 30 April 2016

4. Café & Karaoke Bintang Jln.Moh Yamin 30 Maret 2015 s.d 30 Maret 2016

5. Rumah Makan & Karaoke

Glamor Jln.Hang Tua

30 Januari 2015 s.d 30 Januari

2016

6. Toko Pambers Jln.P.Diponegoro 29 Mei 2015 s.d 29 Mei 2016

7. Toko Sidharta Jln. Hang Tua 29 Mei 2015 s.d 29 Mei 2016

8. Toko Irianto Jln.Mariadei 30 April 2015 s.d 30 April 2016

9. Toko Sukaria Jln. Palapa 29 Mei 2015 s.d 29 Mei 2016

10. Toko Mandiri Makmur Jln. Yos Sudarso 27 Februari 2015 s.d 27 Februari

2016

11. Rumah Makan & Karaoke K-

1 Rilex Jln. Moh Toha 30 Juni 2015 s.d 30 Juni 2016

12. Rumah Makan & Karaoke

New Queen Jln. Gajah Mada

27 Februari 2015 s.d 27 Februari

2016

13. Rumah Makan & Karaoke

Malalayang Indah Jln. Frans Kaisepo

27 Februari 2015 s.d 27 Februari

2016

14. Rumah Makan & Karaoke

Milenium Jln. Moh Toha

30 Oktober 2015 s.d 30 Oktober

2016

15. Bar & Karaoke Zona Max Jln. Moh Toha 31 Desember 2015 s.d 31

Desember 2016

Sumber : Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten

Kepulauan Yapen Tahun 2015/2016

Dari tabel 2.1 diatas, dapat dilihat bahwa terhadap tempat-tempat usaha

yang menjual minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen masa berlaku

izin penjualan minuman beralkoholnya berakhir pada tahun 2016. Izin penjualan

minuman beralkohol ini dikeluarkan berdasar pada Perda No.2/2015 dan Perda

Retribusi izin Penjualan Minman Beralkohol.

Sejak diberlakukan Perda No.4/2016, terhadap perpanjangan izin maupun

pengurusan izin baru terkait izin penjualan minuman beralkohol tidak diberikan

lagi oleh pemerintah daerah dalam hal ini dinas terkait, yaitu Dinas Penanaman

Modal & Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Kepulauan Yapen. Mengenai

semua izin penjualan minuman beralkohol yang telah diberikan sebelum

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

33

berlakunya peraturan daerah ini, dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya

masa berlaku izin tersebut.43

Namun, kenyataannya sejak Perda No.4/2016 diberlakukan pada tanggal 25

November 2016 sampai saat ini, minuman beralkohol ternyata masih di produksi,

diedarkan serta diperjual-belikan di kabupaten Kepulauan Yapen serta dengan

mudah masyarakat dapat memperolehnya karena ada beberapa tempat penjualan

minuman beralkohol yang berjualan dilakukan 24 jam. Padahal pengaturannya

dalam Perda No.4/2016 jelas melarang dalam hal produksi, pengedaran dan

penjualan minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen.

Sehubungan dengan masih terus beredar dan diperjual-belikannya minuman

beralkohol pasca diberlakukannya Perda No.4/2016, perlu dilakukan penelitian

agar dapat diperoleh data yang valid. Dalam memperoleh data yang valid

mengenai peredaran minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen sejak

berlakukannya Perda No.4/2016, penulis melakukan wawancara dengan berbagai

pihak, yaitu distributor minuman beralkohol, penjual minuman beralkohol,

masyarakat yang mengkonsumsi serta tokoh adat. Lebih lanjut rangkuman hasil

wawancara tersebut penulis uraikan sebagai berikut :

1. Distributor minuman beralkohol

Untuk minuman beralkohol selain minuman lokal, khusus di kabupaten

Kepulauan Yapen terdapat 2 distributor. Distributor memperoleh izin

sebagai distributor dari Kementerian Perdagangan berupa Surat Izin Usaha

43

Secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 10 Perda No.4/2016.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

34

Penjualan Minuman Beralkohol (SIUPMB) dan Izin dari kementrian

keuangan melalui Dirjen Pajak berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang

Kena Cukai (NPPBKC). Artinya segala Minuman beralkohol yang telah

ada didistributor, kemudian akan didistribusikan lagi (dibeli) oleh penjual

minuman beralkohol yang berada satu tingkat dibawah distributor

(pengecer) untuk kemudian dijual langsung kepada masyarakat. Setelah

berlaku Perda No.4/2016, distributor tetap melakukan kegiatan

pendistribusian minuman beralkohol ke dalam kabupaten Kepulauan

Yapen. Terhadap distributor yang diwanwancarai oleh penulis mengaku

bahwa mereka tidak mengetahui bahwa Perda No.4/2016 telah disahkan

serta diberlakukan. Namun bagi mereka jika memang Perda tersebut telah

ada, mereka punya alasan sebagai distributor, yaitu telah memperoleh izin

dari kementrian sehingga kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan

yang legal secara hukum. Terkait pengurusan perizinan sebagai distributor

minuman beralkohol bukan merupakan domain pemerintah daerah oleh

sebab itu pemerintah daerah tidak dapat melarang kegiatan mereka sebagai

distributor minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen.44

2. Penjual minuman beralkohol

a. Penjual minuman non tradisional (minuman toko)45

Terhadap pengecer ini berdasarkan Perda No.4/2016 sudah tidak

diberikan lagi izin penjualan minuman beralkohol oleh pemerintah

44 Wawancara dengan salah satu distributor minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen

tanggal 19 Januari 2018 45

Wawancara dengan beberapa penjual minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen

tanggal 15 Januari 2018

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

35

daerah46

tetapi faktanya, pengecer masih tetap melakukan penjualan

minuman beralkohol. Tingkat pembelian masyarakat terhadap

minuman beralkohol sangat tinggi sementara menurut penjual

minuman beralkohol non tradisional, pemerintah melalui aparat

penegak Perda belum melakukan tindakan represif terhadap tempat-

tempat yang menjual minuman beralkohol (tindakan represif yang

dimaksud oleh mereka berupa penyitaan minuman beralkohol yang

mereka jual). Sehingga tempat-tempat yang menjual minuman

beralkohol masih tetap menjual minuman beralkohol. Bagi mereka

jika pemerintah tegas menegakan Perda No.4/2016 dengan menyita

minuman yang mereka jual maka mereka tidak akan menjual lagi.

mengenai keamanan mereka dalam berjualan, salah satu penjual

minuman beralkohol pada toko X mengakui bahwa ada beberapa

oknum polisi maupun TNI yang sering kali datang dan meminta rokok

serta beberapa minuman yang mereka jual dan mereka selalu

memberikannya.

46 Mengenai perizinan penjualan minuman beralkohol oleh pemerintah daerah ini disampaikankan

juga oleh Kepala Dinas PM dan PTSP bapak Harold Weno tanggal 8 Januari 2018 dan Bapak

R.A Mambrasar, S.Sos selaku Kabid penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan

Dinas PM & PTSP Kabupaten Kepulauan Yapen dalam wawancara dengan Penulis tanggal 26

Januari 2018 : bahwa dikabupaten Kepulauan Yapen lebih kurang ada 20-an tempat yang menjual

minuman beralkohol yang telah mengurus izin tempat penjualan serta telah diberikan izin

penjualan oleh pemerintah daerah dengan masa berlaku izin selama 1 tahun serta dapat

diperpanjang setiap tahunnya. Namun pada waktu rancangan Perda No.4/2016 sedang “digodok”

oleh legistatif dan eksekutif, kurang lebih masuk pada semester 2 tahun anggaran 2016, di kantor

kami sudah punya komitmen bahkan sudah kita wujud nyatakan untuk menunda sementara

perpanjangan izin penjualan minuman beralkohol. Setelah Perda No.4/2016 ditetapkan pada bulan

November 2016, maka berdasarkan Perda tersebut dinas PM dan PTSP menolak seluruh

perpanjangan izin penjualan minuman beralkohol maupun menerbitkan izin baru terhadap

penjualan minuman beralkohol.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

36

Minuman beralkohol yang dijual ditoko (seperti Bir, Vodka, Whisky

Robinson, dll) dari pengamatan penulis pada salah satu toko, setiap

harinya buka normal mulai jam 09.00 wit dan tutup kurang lebih pada

jam 03.00 wit. Dalam waktu 1 jam (antara jam 09.00-17.00 wit)

paling sedikit ada 3 pembeli yang datang ke toko tersebut untuk

membeli minuman beralkohol dan jumlah ini akan meningkat mulai

dari jam 17.00-02.00 wit. Bahkan ada tempat penjualan minuman

beralkohol yang melakukan penjualan selama 24 jam dengan memakai

jasa “kurir” dimana jika toko tersebut telah tutup, pembeli dapat

melakukan pembelian melalui kurir tersebut. Menurut toko yang

menjual minuman beralkohol, seharusnya pemerintah melarang

distributor untuk memasukan minuman beralkohol ke Kabupaten

Kapulauan Yapen.

b. Penjual minuman lokal47

Sedangkan untuk minuman lokal (minuman bobo), minuman bobo ini

dihasilkan dari pohon bobo dan produksinya dilakukan sendiri oleh

masyarakat dengan cara tradisional. Dengan tingginya permintaan

masyarakat terhadap minuman bobo, maka masyarakat banyak yang

lebih memilih untuk memproduksi minuman bobo serta menjual

kepada “penadah”48

yang berasal dari kota Serui. Tingkat konsumsi

minuman beralkohol dimasyarakat sendiri terbilang sangat tinggi.

Sejak berlakunya Perda No.4/2016, dengan alasan yang beragam

47 Wawancara dengan penjual minuman lokal (minuman bobo) tanggal 25 Januari 2018 48 Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan penadah ialah pembeli yang melakukan pembelian

dalam jumlah banyak dengan maksud untuk dijual kembali

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

37

masyarakat masih tetap membeli serta mengkonsumsi minuman

beralkohol. Hal ini juga turut berpengaruh terhadap volume peredaran

(penjualan) minuman beralkohol, seperti penuturan salah seorang

penjual minuman bobo : “saya menjual bobo tiap malam biasanya

mulai dari jam 19.00 sampai sekitar jam 01.00… dalam satu malam

paling sedikit 30 liter bobo laku terjual”.

Tujuan mereka menjual minuman bobo untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari. Pendapatan bersih yang mereka peroleh dalam satu

malam menurut beberapa penjual bobo dapat mencapai kurang lebih

Rp. 200.000,- apalagi bagi mereka yang sudah punya pelanggan tetap.

Terkait Perda No.4/2016, bagi mereka jika pemerintah mau melarang

penjualan minuman beralkohol maka seharusnya lebih utama

pemerintah melarang toko-toko untuk menjual minuman dan juga

distributor.

3. Masyarakat yang mengkonsumsi49

Sejak berlakunya Perda No.4/2016, walaupun telah mengetahuinya dari

sosialisasi yang dilakukan melalui media RRI stasiun Serui, dengan alasan

yang beragam masyarakat masih tetap membeli serta mengkonsumsi

minuman beralkohol. Alasan yang dimaksud mulai dari alasan sudah

terbiasa meminum minuman beralkohol sampai kepada alasan

mengkonsumsi karena minuman masih dijual. Untuk mendapatkan

49

wawancara dengan beberapa peminum minuman beralkohol pada tanggal 21, 24 dan 25 Januari

2018

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

38

minuman beralkohol ini pun cukup mudah karena banyak tempat yang

menjualnya. Masyarakat yang penulis wawancarai ini umurnya berkisar

dari 16 tahun hingga 45 tahun.

4. Tokoh Adat50

Tanggapan dari sisi adat terkait kebiasaan meminuman minuman

beralkohol serta peredaran minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan

Yapen terungkap bahwa secara historis, memang minuman beralkohol

telah menjadi salah satu suguhan dalam acara adat yang dilakukan.

Masyarakat pada waktu itu mengkonsumsinya pada batas normal (artinya

tidak dengan tujuan untuk mabuk) dan adat juga mengatur batasan usia

bagi yang dapat mengkonsumsi minuman beralkohol, yaitu ketika telah

berusia 20 tahun ke atas. Namun Seiring dengan perkembangan zaman,

tatanan adat itu telah bergeser karena sekarang ini minuman beralkohol itu

sudah menjadi tujuan anak-anak muda sebagai selingan hidup sehingga

hampir tiap hari kita menemukan orang yang mabuk. Pemerintah harus

serius dalam menerapkan Perda ini, perlu ada tindakan tegas dari

pemerintah dalam penegakan Perda No.4/2016. Khusus untuk minuman

lokal misalnya minuman bobo, jika serius maka pemerintah perlu

memberikan pelatihan dan modal agar masyarakat dapat mengolah pohon

bobo menjadi menjadi gula merah atau cuka sehingga hasil pohon bobo

tetap memberikan keuntungan apabila dijual.

50 Hasil wawancara dengan Bapak Onesimus Wajoi, S.sos selaku Ketua Lembaga Masyarakat

Adat Kabupaten Kepulauan Yapen tanggal 18 dan 19 Januari 2018.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

39

3. Pengaturan Hukum

Yang dimaksud dengan pengaturan hukum adalah pengaturan yang

berkaitan minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen yang dituangkan

dalam Perda No.4/2016.

Sejak diberlakukan pada tanggal 25 November 2016, pengaturan mengenai

minuman beralkohol dikabupaten kepulauan Yapen hanya berdasar pada Perda

No.4/2016. Pemberlakuan Perda No.4/2016 ini sekaligus juga mencabut dan

menyatakan tidak berlaku lagi Perda No.2/2015 dan Perda Retribusi izin

Penjualan Minuman Beralkohol.51

Materi muatan dari Perda ini mengatur mengenai beberapa hal, yaitu

penggolongan dan standar mutu; larangan; pengawasan; peran serta masyarakat;

ketentuan pidana; penyidikan; ketentuan peralihan; dan ketentuan penutup.

Terhadap hal-hal yang diatur tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Penggolongan dan Standar Mutu

Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Perda No.4/2016, diatur mengenai minuman

beralkohol yang disasar oleh Perda ini, yaitu Minuman beralkohol dalam negeri

(hasil produksi pabrik dan hasil olahan tradisional) dan Minuman beralkohol luar

negeri berdasarkan penggolongannya. Terkait dengan penggolongannya meliputi :

a. Golongan A adalah minuman yang beralkohol dengan kadar ethanol

(C2H5OH) diatas 1 % (satu perseratus) sampai dengan 5 % (lima

perseratus); 51

Secara ekplisit termuat dalam Pasal 11 Perda No.4/2016

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

40

b. Golongan B adalah minuman yang beralkohol dengan kadar ethanol

(C2H5OH) lebih dari 5% (lima perseratus) sampai dengan 20% (duapuluh

perseratus);

c. Golongan C adalah minuman yang beralkohol dengan kadar ethanol

(C2H5OH) lebih dari 20% (duapuluh perseratus) sampai dengan 55% (lima

puluh lima perseratus); dan

d. Minuman beralkohol produksi bukan pabrik atau hasil olahan tradisional

tidak termasuk golongan A, golongan B, dan golongan C merupakan

minuman yang dihasilkan dari berbagai jenis tumbuhan dan/atau bahan

alami yang mengandung ethanol atau alcohol.

2) Larangan

Dalam Pasal 4 Perda No.4/2016, diatur mengenai setiap orang atau

badan hukum dilarang untuk memproduksi, memasukkan, mendistribusikan, serta

menjual minuman beralkohol baik yang merupakan hasil produksi pabrik maupun

hasil olahan tradisional dikabupaten Kepulauan Yapen. Selain itu diatur juga

mengenai larangan bagi setiap orang mengkonsumsi minuman beralkohol di

kabupaten Kepulauan Yapen.

3) Pengawasan

Dalam Pasal 5 Perda No.4/2016, diatur bahwa Bupati melakukan

pengawasan terhadap larangan kegiatan produksi, distribusi, penjualan, dan

konsumsi minuman beralkohol dengan membentuk tim pengawasan yang terdiri

dari unsur pemerintahan dan non pemerintahan. Tim pengawasan ini diangkat

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

41

oleh Bupati dengan masa kerja 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang dengan

susunan keanggotaan ditetapkan oleh Bupati.

4) Peran serta masyarakat

Dalam Pasal 6 Perda No.4/2016, diatur mengenai peran serta

masyarakat dalam melakukan pengawasan berupa pengawasan sosial dalam

bentuk laporan, saran dan pertimbangan kepada tim pengawasan dan penegak

hukum.

5) Ketentuan pidana

Untuk menjamin ditaatinya Perda No.4/2016 ini maka dalam Pasal 7

diatur mengenai pemberian sanksi pidana terhadap setiap orang atau badan hukum

yang melanggar ketentuan Perda ini, yaitu :

1. berupa denda berupa kurungan paling lama 5 (lima) Tahun dan/atau

denda paling tinggi Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) terhadap

setiap orang dan/atau badan hukum perdata yang memproduksi,

memasukkan, mendistribusikan serta menjual minuman beralkohol

non tradisional dan tradisional di kabupaten Kepulauan Yapen.

2. berupa pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda

paling tinggi Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) terhadap setiap

orang yang mengkonsumsi minuman beralkohol non tradisional dan

tradisional di wilayah kabupaten Kepulauan Yapen.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

42

6) Penyidikan

Dalam Pasal 8 Perda No.4/2016, diatur mengenai tugas penyidikan

dalam memproses setiap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan

Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diatas. Penyidikan ini dilakukan oleh

Penyidik Pegawai Negari Sipil (PPNS)

7) Ketentuan peralihan

Dalam Pasal 10 Perda No.4/2016, diatur bahwa dengan ditetapkannya

Peraturan Daerah ini, semua Ijin yang telah diberikan sebelum berlakunya

peraturan daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya masa berlaku

izin tersebut.

8) Ketentuan Penutup

Dalam Pasal 11 Perda No.4/2016, diatur bahwa dengan berlakunya

Peraturan Daerah ini,

1. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 2 Tahun 2015 tentang

Pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol

2. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 16 Tahun 2012

tentang Retribusi Izin tempat penjualan minuman beralkohol sebagaimana

telah dirubah dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2013 tentang

perubahan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen Nomor 16 Tahun

2012 tentang Retribusi Izin tempat penjualan minuman beralkohol,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

43

4. Satuan Polisi Pamong Praja

Satuan Polisi Pamong Praja [Satpol PP] dibentuk untuk menegakkan Perda

dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman, serta

menyelenggarakan perlindungan masyarakat.52

Satpol PP merupakan bagian

perangkat daerah di bidang penegakan Perda, ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat.53

Konkritnya, Satpol PP mempunyai tugas membantu kepala daerah

untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur

sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan

masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan aman. Oleh karena itu, di

samping menegakkan Perda, Satpol PP juga dituntut untuk menegakkan kebijakan

pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah. Dalam melaksanakan

tugasnya sebagai SKPD penegak Perda, Satpol PP mempunyai fungsi meliputi:

a. Menyusun program dan melaksanakan penegakan Perda,

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta

perlindungan masyarakat.

b. Melaksanakan kebijakan penegakkan Perda dan peraturan kepala daerah.

c. Melaksanakan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat di daerah.

d. Melaksanakan kebijakan perlindungan masyarakat.

e. Melaksanakan koordinasi penegakkan Perda dan peraturan kepala daerah,

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan

52 Pasal 255 ayat (1) UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587) 53 Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

44

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil

daerah, dan atau aparatur lainnya.

f. Melakukan pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum

agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah.

g. Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah 54

dan memiliki kewenangan :

a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat,

aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda

dan/atau peraturan kepala daerah;

b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang

mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan

masyarakat;

d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur,

atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda

dan/atau peraturan kepala daerah; dan

e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur,

atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau

peraturan kepala daerah.55

Serta memiliki kewajibannya yang meliputi:

a. Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan

norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat.

54

Ibid Pasal 5 55

Ibid Pasal 6

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

45

b. Menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja.

c. Membantu menyelesaikan perselisihan masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

d. Melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas

ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana.

e. Menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas

ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda

dan/atau peraturan kepala daerah.56

Agar dapat melakukan tugasnya secara maksimal, Satpol PP juga ditunjang

oleh jumlah pegawai, sarana dan prasarana, anggaran, serta terkait penindakan

memerlukan adanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Tabel 2.2

Jumlah Anggota Satpol PP Tahun 2016-2017

No. Tingkat

Pendidikan

2016 Jumlah

2017 Jumlah

PNS Honorer PNS Honorer

1. SD 4 - 4 8 - 8

2. SMP 3 - 3 6 - 6

3. SMA 22 26 48 30 29 59

4. Sarjana 12 1 13 11 1 12

Sumber : Satpol PP Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2018

Berdasarkan data pada tabel 2.2 diatas, terlihat bahwa jumlah anggota Satpol PP

yang berstatus PNS dengan tingkat pendidikan SD dan SMP mengalami kenaikan

pada tahun 2017, dimana berturut-turut Satpol PP dengan tingkat pendidikan SD

pada tahun 2016 berjumlah 4 orang mengalami kenaikan menjadi 8 orang pada

tahun 2017 dan Satpol PP dengan tingkat pendidikan SMP pada tahun 2016

56

Ibid Pasal 8

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

46

berjumlah 3 orang naik menjadi 6 orang pada tahun 2017. Kenaikan jumlah yang

sama juga terjadi pada anggota Satpol PP yang berstatus PNS dan honorer dengan

tingkat pendidikan SMA, dimana Satpol PP yang berstatus sebagai honorer pada

tahun 2016 berjumlah 26 orang mengalami kenaikan pada tahun 2017 menjadi 29

orang dan yang berstatus sebagai PNS naik dari 22 orang pada tahun 2016

menjadi 30 orang pada tahun 2017. Namun, jumlah anggota Satpol PP dengan

tingkat pendidikan sarjana mengalami penurunan, dimana pada tahun 2016

berjumlah 13 orang pada tahun 2016, menurun menjadi 12 orang pada tahun

2017.

Tabel 2.3

Sarana dan Prasarana Satpol PP Tahun 2016-2017

No. Sarana Prasarana yang dimiliki Jumlah

1. Gedung kantor 1 gedung

2. Mobil Patroli 1 unit

3. Motor operasional 8 unit

4. Komputer 5 unit

5. Laptop 4 unit

6. Printer 7 unit

Sumber : Satpol PP Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2018

Tabel 2.3 diatas merupakan jumlah sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Satpol

PP pada tahun 2016-2017. Dari sekian sarana dan prasarana yang dimiliki oleh

Satpol PP, penulis tertarik untuk membahas lebih dahulu mengenai jumlah mobil

patroli dan motor yang dimiliki. Karena menurut hemat penulis mobil dan motor

merupakan sarana penunjang bagi Satpol PP dalam melakukan kegiatan operasi

rutin maupun operasi insidental dilapangan berupa penegakan represif terhadap

pihak-pihak yang melanggar ketentuan Perda No.4/2016 apabila penegakan secara

preventif tidak berhasil.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

47

Tabel 2.4

Jumlah Anggaran Satpol PP tahun 2016-2018 No. Tahun Anggaran Jumlah Anggaran

1. 2016

Rp. 2.155.154.000

(dua milyar seratus lima puluh lima juta seratus lima puluh empat

ribu rupiah)

2. 2017

Rp. 2.155.154.000

(dua milyar seratus lima puluh lima juta seratus lima puluh empat

ribu rupiah)

3. 2018

Rp. 4.383.082.000

(empat milyar tiga ratus delapan puluh tiga juta delapan puluh dua

ribu rupiah)

sumber : Satpol PP Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2018

Dari tabel 2.4 diatas, jumlah anggaran bagi Satpol PP pada tahun 2016 besarnya sama

dengan pada tahun 2017 yaitu sebesar Rp.2.155.154.000 (dua milyar seratus lima puluh

lima juta seratus lima puluh empat ribu rupiah). Kenaikan anggaran bagi Satpol PP baru

terjadi pada tahun 2018, yaitu sebesar Rp.4.383.082.000 (empat milyar tiga ratus delapan

puluh tiga juta delapan puluh dua ribu rupiah).

Untuk dapat melakukan penegakan perda, selain tindakan preventif, juga

diperlukan tindakan represif. Dalam melakukan tindakan represif, dibutuhkan

adanya PPNS. Dalam UU No.23/2014, tugas PPNS yaitu melakukan penyidikan

terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Keberadaan PPNS ini mempunyai peranan untuk

melakukan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan Perda dalam hal

mengkonsumsi, memproduksi, memasukkan, mendistribusikan, serta menjual

minuman beralkohol di kabupaten Kepulauan Yapen dan menetapkan sanksi

pidana terhadap yang melanggar sesuai ketentuan pidana yang diatur dalam Perda

No.4/2016. Terkait penegakan Perda No.4/2016, secara ekplisit tugas PPNS diatur

dalam Pasal 9 Perda No.4/2016.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

48

Mengenai PPNS, idealnya Kabupaten Kepulauan Yapen membutuhkan 4-5

orang PPNS, sementara sampai saat ini baru memiliki 1 orang PPNS yaitu Bapak

Woisiri, yang merupakan salah satu anggota Satpol PP Kabupaten Kepulauan

Yapen, itu pun baru dikirim untuk mengikuti training (diklat) PPNS menjelang

akhir tahun 2017.57

5. Penegakan Hukum

Yang dimaksud dengan penegakan hukum adalah penegakan Perda

No.4/2016 di Kabupaten Kepulauan Yapen. Sebagaimana termuat dalam

penjelasan umum Perda No.4/2016, alasan sosiologis diberlakukan Perda

No.4/2016 yakni agar dapat melindungi warga masyarakat dari berbagai ancaman

bahaya, baik yang bersifat potensial maupun yang bersifat faktual. Selain

ditujukan kepada masyarakat kabupaten Kepulauan Yapen, Perda No.4/2016 ini,

ditujukan juga kepada Satpol PP selaku aparat penegak Perda agar peredaran

minuman beralkohol dapat terkontrol.

Dalam menegakan Perda No.4/2016 ditinjau dari sudut dilakukannya

(pelaksanaan) penegakan hukum, ada 2 macam penegakan hukum yang telah

dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu :

1) Penegakan Preventif

Penegakan preventif merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

aparat penegak hukum untuk mencegah agar warga masyarakat tidak

57

Hasil wawancara dengan Bapak Johanis F. Loupatty selaku Kepala Bidang Penegakan

Perundang-undangan Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen, tanggal 8 Januari 2018

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

49

melakukan tindakan-tindakan yang dilarang oleh hukum. Dalam rangka

mencegah warga masyarakat melakukan tindakan tersebut maka langkah

yang dilakukan meliputi :

a. Pada tanggal 20 Juni 2016 pemerintah daerah melalui Satpol PP,

berdasarkan disposisi Bupati tertanggal 17 Juni 2016, mengeluarkan

Surat Nomor 800/073/SATPOL-PP yang isinya Pemberitahuan

Larangan Memasukan dan Menjual Miras di Kabupaten Kepulauan

Yapen. Surat tersebut ditujukan kepada para distributor penjual

minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen yang pada

pokoknya berisi pemberitahuan untuk tidak lagi mendatangkan dan

menjual minuman keras/milo serta dan mulai diberlakukan tanggal 1

September 2016 dan akan diadakan pengawasan dan penarikan semua

minuman keras yang masih beredar.

b. melakukan sosialisasi kepada masyarakat atas akan diberlakukannya

Perda No.4/2016 melalui media Radio Republik Indonesia stasiun

Serui dalam jangka waktu kurang lebih 3 bulan setelah Perda

ditetapkan dengan frekuensi 2-3 kali dalam 1 bulan. Selain itu,

pemerintah daerah juga membentuk membentuk satgas miras dengan

tujuan membantu pemerintah dalam melakukan mensosialisasikan

Perda No.4/2016. Satgas miras yang dibentuk ini terdiri dari para

pemuda yang merupakan perwakilan dari 16 distrik, tiap distrik

mengirimkan kurang lebih 10 orang perwakilan sebagai satgas.

Pembentukan Satgas miras ini dilakukan antara bulan November atau

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

50

Desember 2016. Jadi ada satgas miras yang oleh pimpinan kita disebut

sebagai satgas Maleo. Tugas Satgas miras untuk menyampaikan

mensosialisasikan isi perda miras ini kepada masyarakat di tingkat

distriknya. Sosialisasi yang dilakukan oleh satgas miras sudah berjalan

dan sampai belum dilakukan evaluasi kembali sampai dimana

keefektifanya. Sosialisasi ini dimaksudkan agar warga masyarakat

mengetahui serta mematuhi aturan hukum yang berlaku (Perda

No.4/2016)

2) Penegakan Represif

Pada tanggal 11 Oktober 2017 pemerintah daerah melalui Satpol PP

berdasarkan Perda No.4/2016, mengeluarkan surat peringatan nomor

800/017/SATPOL-PP dan ditujukan kepada yang memproduksi,

memasukan, mendistribusikan, serta menjual minuman beralkohol di

kabupaten Kepulauan Yapen. Surat ini pada pokoknya berisi bahwa dalam

rangkan penegakan Perda No.4/2016 dan rapat bersama anggota DPRD

tanggal 27 September 2017 serta laporan keluhan dari masyarakat tentang

peredaran minuman beralkohol dan dampak yang ditimbulkan maka

kepada saudara/saudari yang memproduksi, memasukan, mendistribusikan

serta menjual minuman beralkohol diperingatkan segera menghentikan

kegiatan tersebut setelah menerima surat Peringatan ini akan diadakan

operasi penegakan Perda No.4/2016. Apabila dalam operasi masih

kedapatan melakukan kegiatan tersebut maka akan ditindak sesuai Perda

No.4/2016.

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

51

B. Analisis

Secara filosofis menurut Roscoe Pound sebagaimana dikutip oleh Titon

Slamet Kurnia, berpendapat bahwa hukum lebih pada suatu ideal, nilai, tentang

keharusan (norma/kaidah) untuk merepresentasikan tujuan yang sangat kuat yang

hendak direalisasikan oleh keharusan tersebut yaitu keadilan dalam rangka

penataan suatu masyarakat.58

Hukum merupakan sinonim dari keadilan dan

karena itu tidak dapat dipersamakan dengan kesewenang-wenangan kekuasaan.59

Dalam masyarakat hukum merupakan dasar dari suatu tindakan dilarang atau

tidak dilarang karena didalamnya memuat norma atau kaidah-kaidah yang berlaku

pada waktu dan tempat tertentu serta ditetapkan oleh pengemban kekuasaan yang

berwenang.

Dalam arti hukum positif, hukum dapat dimaknai undang-undang. Undang-

undang dalam arti materiel adalah peraturan tertulis yang berlaku umum yang

dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Dengan demikian, Perda

No.4/2016 merupakan salah satu bentuk undang-undang dalam arti materiel,

sebab telah ditetapkan berlaku disuatu tempat yaitu Kabupaten Kepulauan Yapen

dan dibentuk oleh penguasa yang sah. Oleh karenanya Perda No.4/2016 wajib

ditaati oleh segenap masyarakat yang ada di kabupaten Kepulauan Yapen.

Peredaran minuman beralkohol menjadi menarik untuk dikaji, sebab

sebelum berlakunya Perda No.4/2016 salah satu PAD Kabupaten Kepulauan

58

Titon Slamet Kurnia, Sistem Hukum Indonesia : Sebuah Pemahaman Awal, Penerbit Mandar

Maju, Bandung, 2016, h.3. 59

Ibid

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

52

Yapen bersumber dari izin penjualan minuman beralkohol. Hal ini didasarkan

dengan diberlakukannya Perda No.2/2015 dan Perda Retribusi Izin Tempat

Penjualan Minuman Beralkohol. Namun setelah diberlakukan Perda No.4/2016,

pemberlakuan Perda ini telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Perda

No.2/2015 dan Perda Retribusi Izin Penjualan Minuman Beralkohol. Implikasi

dari pemberlakuan Perda No.4/2016, yaitu :

1) pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen tidak dapat mengeluarkan izin

baru maupun perpanjangan izin kepada tempat-tempat yang menjual

minuman beralkohol sebab Perda ini melarang terhadap produksi,

pengedaran dan penjualan minuman beralkohol

2) dengan tidak dapat mengeluarkan izin baru maupun perpanjangan izin

penjualan minuman beralkohol, maka konsekuensinya pemerintah

kehilangan PAD yang cukup besar dari sektor izin penjualan minuman

beralkohol. Karena sebelum Perda No.4/2016 ini ditetapkan, dengan

berdasar pada Perda No.2/2015 dan Perda Retribusi Penjualan

Minuman Beralkohol, pemerintah dapat memperoleh PAD yang cukup

besar dari izin penjualan minuman beralkohol.

3) terhadap penegakan Perda No.4/2016, kemungkinan tidak dapat

dilakukan secara konsekuen oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan

Yapen. Hal ini disebabkan karena hanya dalam waktu kurang lebih 1

tahun, pengaturan hukum mengenai minuman beralkohol telah

dilakukan perubahan dari sebelumnya Perda No.2/2015 kemudian

dicabut dan diganti dengan Perda No.4/2016. Sementara jumlah

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

53

minuman beralkohol yang telah beredar di Kabupaten Kepulauan

Yapen cukup banyak karena bersumber dari 2 distributor. Sehingga

apabila diterapkan secara konsekuen, maka kerugian akan diderita oleh

pengusaha yang terlanjur membeli minuman beralkohol dalam jumlah

yang banyak.

4) merujuk pada poin 3 diatas serta dalam hubungannya dengan PAD,

maka ada kemungkinan PAD mempengaruhi corak penegakan hukum.

Hal ini dikarenakan setelah pemberlakuan Perda No.4/2016, pemerintah

mengambil kebijakan dengan memberikan kelonggaran kepada

distributor maupun penjual yang berada satu tingkat dibawah distributor

untuk “menghabiskan” sisa stok minuman beralkohol yang ada (yang

sudah terlanjur dibeli sebelum berlakunya Perda No.4/2016). Walaupun

pada faktanya, sampai dengan tahun 2018 minuman beralkohol tetap

diproduksi, diedarkan dan diperjualbelikan di Kabupaten Kepualauan

Yapen. Dengan kata lain, bahwa kegiatan produksi, pengedaran dan

penjualan minuman beralkohol yang masih terus terjadi tersebut

dilakukan secara illegal.

Lebih lanjut, dari segi sosial-budaya sebagaimana terungkap dalam

wawancara dengan Bapak Onesimus Wajoi, S.sos, selaku Ketua Lembaga

Masyarakat Adat Kabupaten Kepulauan Yapen, dijelaskan bahwa :

“…minuman beralkohol telah menjadi salah satu suguhan dalam

acara adat yang dilakukan. Masyarakat pada waktu itu

mengkonsumsinya pada batas normal (artinya tidak dengan tujuan

untuk mabuk) dan adat juga mengatur batasan usia bagi yang dapat

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

54

mengkonsumsi minuman beralkohol, yaitu ketika telah berusia 20

tahun ke atas….”

Sebagai hukum tertulis dalam hubungannya dengan sosial-budaya, Perda ini

kurang akomodatif terhadap kenyataan sosial-budaya masyarakat yang lazim

mengkonsumsi minuman beralkohol dalam acara-acara adat. Sehubungan dengan

kurang akomodatifnya Perda ini, pada akhirnya menyebabkan Perda sebagai

hukum tertulis tidak berlaku secara sosiologis yang pada akhirnya mengakibatkan

tidak dapat ditaati/dipatuhi oleh masyarakat.

Dari sisi pelaksaanaan penegakan peraturan daerah tersebut, Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan

untuk melaksanakan penegakan Perda. Dengan diberlakukannya Undang-Undang

nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam pasal 255 ayat (1)

disebutkan bahwa satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan Perda

dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta

menyelenggarakan pelindungan masyarakat, sebagai pelaksana tugas

desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh

pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.60 Pada

dasarnya setiap daerah mempunyai 2 macam kekuasaan, yaitu otonomi dan

medebewind. Otonomi ialah hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga

daerahnya, sedangkan medebewind adalah hak menjalankan peraturan-peraturan

dari pemerintah pusat atau daerah tingkat atasan berdasarkan perintah pihak

atasan itu.

60

Pasal 1 angka 8 UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

55

Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Kepulauan Yapen

khususnya dalam menjalankan tugasnya diatur di dalam Peraturan Bupati

Kepulauan Yapen No. 31 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan

Polisi Pamong Praja Kabupaten Kepulauan Yapen. Sehubungan dengan

permasalahan yang timbul dalam penegakan peraturan daerah di Kabupaten

Kepulauan Yapen merujuk kepada aparat yang bertugas untuk menjaga

ketentraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat dan penegakan

peraturan daerah dan keputusan kepala daerah, yaitu Satuan Polisi Pamong Praja.

1. Pelaksanaan Penegakan Peraturan Daerah No.4 Tahun 2016

Tentang Larangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan

Minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen

Sebagaimana telah diuraikan pada hasil penelitian bahwa penegakan hukum

telah dilaksanakan dikabupaten Kepulauan Yapen yaitu penegakan preventif dan

represif. Penegakan preventif yang telah dilakukan berupa :

1) Surat pemberitahuan pemberitahuan larangan memasukan dan menjual

Miras di Kabupaten Kepulauan Yapen, tertanggal 20 Juni 2016, yang

ditujukan kepada para distributor minuman beralkohol;

2) Sosialisasi melalui media RRI Serui; dan

3) pembentukan satgas Maleo.

Sementara penegakan represif yang dilakukan baru sebatas pemberian surat

peringatan tertanggal 11 Oktober 2017 yang ditujukan kepada para penjual dan

distributor minuman beralkohol yang pada pokoknya berisi apabila masih

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

56

memproduksi, mengedarkan dan menjual minuman beralkohol maka akan

ditindak sesuai ketentuan Pasal 4 Perda No.4/2016. Sedangkan penegakan represif

berupa penindakan terhadap pihak-pihak yang masih melanggar ketentuan Perda

No.4/2016 belum dilakukan. Sekalipun setelah surat peringatan tersebut minuman

beralkohol masih tetap diproduksi, diedarkan dan diperjual-belikan, namun Satpol

PP selaku aparat penegak Perda belum menerapkan sanksi(menindak) bagi pihak-

pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perda

No.4/2016 .

Terkait belum dilaksanakan penegakan represif berupa penerapan sanksi

(penindakan) tersebut, salah satunya disebabkan karena Kabupaten Kepulauan

Yapen belum memiliki PPNS. Padahal dalam menerapkan sanksi sebagaimana

yang diatur dalam Perda tersebut diperlukan adanya PPNS. Terkait dengan PPNS,

menjelang akhir tahun 2017 Kabupaten Kepulauan Yapen baru mengirim 1 orang

anggota Satpol PP untuk mengikuti training PPNS dan baru dilantik menjadi

PPNS pada tahun awal tahun 2018.

Menurut Satjipto Raharjo maupun Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa

banyak faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Meskipun telah diatur

secara jelas namun fakta dilapangan minuman beralkohol masih diproduksi,

diedarkan serta dikonsumsi. Hal ini menunjukan bahwa penegakan hukum belum

terlaksana dengan baik. Sehubungan dengan penegakan hukum yang belum

terlaksana dengan baik terkait Perda No.4/2016, menurut Satjipto Raharjo maupun

Soerjono Soekanto ada 5 faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu :

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

57

1) Faktor hukum

Perda No.4/2016 merupakan hukum yang mengatur khusus mengenai

minuman beralkohol di Kabupaten Kepulauan Yapen. Terhadap pemberlakuan

Perda ini, ada beberapa hal yang perlu dicermati :

1. Secara hierarki peraturan perundang-undangan, Perda ini diberlakukan

berdasar pada Peraturan Daerah Provinsi Papua No. 15 tahun 2013

tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan Minuman

Beralkohol di Provinsi Papua. Selanjutnya, diwujudkan berdasarkan

hak inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten

Kepulauan Yapen.

2. Dalam proses pembentukan, telah memenuhi asas keterbukaan

pembentukan undang-undang. Dimana, ada naskah akademiknya, ada

acara dengar pendapat di DPRD yang mana dalam acara dengar

pendapat tersebut, turut diundang ketua Dewan Adat Yapen untuk

memberikan pandangan yang isinya bahwa peredaran minuman

beralkohol dikabupaten kepulauan yapen telah sampai pada taraf yang

mengkuatirkan sehingga sangat diperlukan adanya Perda tersebut.

3. Telah dilakukan sosialisasi terhadap pemberlakuan Perda ini melalui

media RRI Serui dalam jangka waktu lebih kurang 3 bulan setelah

Perda ini ditetapkan, dengan frekuensi 2-3 kali dalam 1 bulan. Antara

bulan November atau Desember 2016, pemerintah daerah juga

membentuk satgas miras (satgas Maleo) yang terdiri dari perwakilan

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

58

pemuda dari 16 distrik, dengan tiap distriknya diwakili oleh 10 orang

dan bertugas mensosialisasikan perda ini ke distrik masing-masing.

4. Arti kata-kata dalam perda ini sudah cukup jelas sehingga tidak

mengakibatkan kesimpangsiuran dalam penafsiran penerapannya.

5. Perda ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, yaitu tanggal 25

November 2016. Berdasarkan tafsiran gramatikal, sejak tanggal

ditetapkan, Perda ini berlaku dan mengikat bagi masyarakat untuk

dipatuhi. Sehingga apabila surat peringatan tidak diindahkan oleh

penjual dan/atau peminum dan /atau distributor dan/atau masyarakat

yang memproduksi minuman lokal maka semestinya Satpol PP dapat

melakukan penindakan tegas (diproses) sesuai dengan ketentuan yang

diatur dalam Perda No.4/2016.

2) Faktor penegak hukum

Dalam menegakan Perda No.4/2016, Satpol PP selaku aparat penegak perda

telah melakukan penegakan secara preventif dan represif. Penegakan secara

preventif yaitu dengan mengeluarkan surat No.800/073/SATPOL-PP tertanggal

20 Juni 2016 yang ditujukan kepada distributor penjual minuman beralkohol di

Kabupaten Kepulauan Yapen. Surat tersebut pada pokoknya berisi Pemberitahuan

bahwa mulai tanggal 1 September 2016 tidak lagi mendatangkan dan menjual

minuman beralkohol dan akan diadakan pengawasan dan penarkan semua

minuman beralkohol yang masih beredar.

Sedangkan penegakan secara represif, yaitu dengan mengeluarkan surat

peringatan (teguran tertulis) pada tanggal 11 Oktober 2017. Surat ini ditujukan

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

59

kepada semua yang memproduksi, memasukan, mendistribusikan, serta menjual

minuman beralkohol dikabupaten Kepulauan Yapen agar menghentikan kegiatan

tersebut setelah menerima surat peringatan ini. Apabila dalam operasi Satpol PP

masih kedapatan melakukan kegiatan tersebut maka akan ditindak sesuai Perda

No.4/2016. Namun, setelah mengeluarkan surat peringatan ini minuman

beralkohol masih tetap beredar, diproduksi, diperjual-belikan serta dikonsumsi

dengan bebas dan Satpol PP belum melakukan tindakan tegas kepada para

penjual, peminum dan distributor sesuai dengan Perda No.4/2016 dengan alasan

belum adanya PPNS.

3) Faktor Saran atau Fasilitas

Dalam melakukan penegakan hukum, faktor sarana atau fasilitas yang juga

turut mempengaruhi. Artinya tanpa sarana atau fasilitas maka penegakan hukum

tidak mungkin akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas yang dimaksud

meliputi tingkat pendidikan, peralatan yang memadai serta keuangan yang cukup.

Menyinggung masalah tingkat pendidikan, dari data pada tabel 2.2 diatas,

jumlah anggota Satpol PP yang berstatus PNS dengan tingkat pendidikan SD dan

SMP mengalami kenaikan pada tahun 2017, dimana berturut-turut Satpol PP

dengan tingkat pendidikan SD pada tahun 2016 berjumlah 4 orang mengalami

kenaikan menjadi 8 orang pada tahun 2017 dan Satpol PP dengan tingkat

pendidikan SMP pada tahun 2016 berjumlah 3 orang naik menjadi 6 orang pada

tahun 2017. Kenaikan jumlah yang sama juga terjadi pada anggota Satpol PP yang

berstatus PNS dan honorer dengan tingkat pendidikan SMA, dimana Satpol PP

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

60

yang berstatus sebagai honorer pada tahun 2016 berjumlah 26 orang mengalami

kenaikan pada tahun 2017 menjadi 29 orang dan yang berstatus sebagai PNS naik

dari 22 orang pada tahun 2016 menjadi 30 orang pada tahun 2017. Namun, jumlah

anggota Satpol PP dengan tingkat pendidikan sarjana mengalami penurunan,

dimana pada tahun 2016 berjumlah 13 orang pada tahun 2016, menurun menjadi

12 orang pada tahun 2017. Jika ditotal jumlah Satpol PP mengalami kenaikan dari

tahun 2016 berjumlah 65 orang, naik menjadi 85 orang pada tahun 2017.

Sementara, fasilitas berupa kendaraan dalam melakukan tugas Satpol PP sebagai

aparat menegak perda sulit dilakukan secara maksimal oleh sebab Satpol PP

hanya memiliki kendaraan operasional berupa 1 unit mobil patroli dan 8 unit

motor, yang mana 1 unit mobil patroli maksimal hanya dapat memuat sekitar 12

orang sedangkan 8 motor hanya dapat memuat maksimal 2 orang pada tiap motor.

Jika jumlah Satpol PP yang dapat dimuat dalam 1 unit mobil patroli ditambah

dengan jumlah Satpol PP yang menggunakan 8 unit motor, maka total satpol PP

yang dapat melakukan operasi lapangan terkait penegakan perda hanya sekitar 28

orang. Sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Bidang Penegakan Perundang-

undangan Daerah Satpol PP saat disinggung mengenai sarana dan prasarana yang

dimiliki, beliau mengatakan bahwa sangat dibutuhkan mobil dalmas karena saat

melakukan penindakan, sebagian Satpol PP terpaksa menggunakan motor pribadi

mereka.61

61

hasil wawancara dengan Pak Loupatty selaku Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan

Daerah Satpol PP Kabupaten Kepulauan Yapen tanggal 8 Januari 2018

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

61

Dari segi keuangan (anggaran), dari tabel 2.4 diatas baik tahun 2016

maupun tahun 2017 Satpol PP memiliki jumlah anggaran yang sama, yaitu

sebesar Rp. 2.155.154.000 (dua milyar seratus lima puluh lima juta seratus lima

puluh empat ribu rupiah). Sehingga sulit bagi Satpol PP untuk dapat menambah

jumlah kendaraan yang menunjang bagi pelaksanaan tugas Satpol PP.

Penambahan jumlah kendaraan menjadi penting dilakukan selain karena jumlah

anggota Satpol PP yang terus bertambah, juga karena lingkup tugas Satpol PP

bukan hanya terkait penegakan Perda No.4/2016 melainkan juga Perda yang lain,

misalnya Perda yang mengatur tentang Persampahan serta tugas rutin yang lain.

4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan

Sejak berlakunya Perda No.4/2016, walaupun telah mengetahuinya dari

sosialisasi yang dilakukan melalui media RRI stasiun Serui, dengan alasan yang

beragam masyarakat masih tetap membeli serta mengkonsumsi minuman

beralkohol. Alasan yang dimaksud mulai alasan sudah terbiasa meminum

minuman beralkohol sampai kepada alasan mengkonsumsi karena minuman

masih dijual. Untuk mendapatkan minuman beralkohol ini pun cukup mudah

karena banyak tempat yang menjualnya. Masyarakat yang penulis wawancarai ini

umurnya berkisar dari 16 tahun hingga 45 tahun. Hal ini mengisyaratkan bahwa

tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum masih sangat rendah.

5) Faktor kebudayaan

Secara historis, minuman beralkohol memang telah menjadi salah satu

suguhan dalam acara adat yang dilakukan. Masyarakat pada waktu itu

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

62

mengkonsumsinya pada batas normal (artinya tidak dengan tujuan untuk mabuk)

dan adat juga mengatur batasan usia bagi yang dapat mengkonsumsi minuman

beralkohol, yaitu ketika telah berusia 20 tahun ke atas. Namun Seiring dengan

perkembangan zaman, tatanan adat itu telah bergeser karena sekarang ini

minuman beralkohol itu sudah menjadi tujuan anak-anak muda sebagai selingan

hidup sehingga hampir tiap hari kita menemukan orang yang mabuk. Pemerintah

harus serius dalam menerapkan Perda ini, perlu ada tindakan tegas dari

pemerintah dalam penegakan Perda No.4/2016. Khusus untuk minuman lokal

misalnya minuman bobo, jika serius maka pemerintah perlu memberikan

pelatihan dan modal agar masyarakat dapat mengolah pohon bobo menjadi

menjadi gula merah atau cuka sehingga hasil pohon bobo tetap memberikan

keuntungan apabila dijual.

2. Kendala Yang di hadapi Satpol PP dalam Penegakan

Peraturan Daerah No.4 Tahun 2016 Tentang Larangan

Produksi, Pengedaran dan Penjualan Minuman beralkohol

di Kabupaten Kepulauan Yapen

Dalam melakukan tugas sebagai aparat penegak Perda, Satpol PP

mengalami kendala-kendala terkait dengan penegakan Perda No.4/2016. Kendala

internal adalah minimnya personil Satpol PP yaitu total anggota Satpol PP dari

tahun 2016 dan 2017 berjumlah 153 orang. Sementara jumlah personil sebanyak

ini tidak sepadan dengan tuntutan lapangan yang sangat besar, yaitu dengan luas

wilayah 7.145,65 km2

(2.432,49 km2 wilayah daratan dan 4.713,16 km2 wilayah

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A

63

lautan), yang terdiri dari 16 distrik. Sehingga sulit bagi Satpol PP dalam

melakukan tugas sebagai aparat penegakan Perda.

Kendala lainnya yang tergolong internal adalah, lemahnya sarana prasarana

penunjang operasional. Masih rendahnya SDM yang dimiliki oleh personil Satpol

PP, juga sangat mempengaruhi kinerja Satpol PP Kabupaten Kepulauan Yapen.

Dari tahun 2016 dan 2017, total jumlah anggota Satpol PP 153 orang, sekitar

84%, yakni 128 orang tidak berpendidikan sarjana dan sisanya 16%, yakni 25

orang berpendidikan sarjana. Jika dilihat dari status kepegawaian maka, dari

jumlah itu, sebanyak 63% yakni 96 orang adalah Pegawai Tetap (PNS) dan 37%,

yakni 57 orang Pegawai Tidak Tetap (PTT). Hal ini disebabkan karena belum

adanya rekruitmen khusus personil Satpol PP dan belum adanya sekolah khusus

Satpol PP.

Selain itu, lemahnya sarana prasarana penunjang operasional juga

merupakan kendala internal yang dialami misalnya Satpol PP saat ini hanya

terfokus pada 1 kantor saja. Jadi masih Perlu Penambahan Pos-pos Penjagaan.

Sehingga Masyarakat masih ada yang tidak taat dan berani melanggar aturan-

aturan yang telah di tetapkan oleh pemerintah daerah berkaitan dengan Perda

No.4/2016.

Sementara kendala eksternal menurut saya ialah sikap skeptis masyarakat

yang memandang Satpol PP hanya sebagai pengawal saja. Hal ini disebabkan

karena rutinitas tugas yang dijalankan hanya sebatas melakukan pengawalan.