bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian teori merupakan kerangka acuan yang digunakan untuk dijadikan
sebagai acuan dalam penelitian ini. Pada bagian ini akan dibahas mengenai teori-
teori yang dikaji antara lain teori-teori tentang IPA, teori tentang keaktifansi dan
teori-teori tentang belajar. Juga dikaji hasil-hasil penelitian yang relevan
sebelumnya dan dari semuanya disusun sebuah hipotesis tentang penelitian ini.
2.1.1 Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan
atau sains yang semula dari bahasa Inggris ‘science’ (Triyanto, 2010: 136). Kata
‘science’ kata science berasal dari Bahasa Latin ‘science’ yang berarti tahu.
Menurut Jujun Suriasumantri dalam Trianto (2010: 136) dalam perkembangan
science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) walaupun pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi.
IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di
dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun
yang tidak dapat diamati dengan indera. Oleh karena itu dalam menjelaskan
hakikat fisika, pengertian IPA dipahami terlebih dahulu. IPA atau ilmu kealaman
adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati (Kardi dan
Nur dalam Trianto 2010: 136).
Menurut Wahyana dalam Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa IPA
adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya
tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode
ilmiah dan sikap ilmiah. Berdasarkan definisi IPA menurut para ahli di atas, maka
yang dimaksud dengan IPA dalam penelitian ini adalah ilmu yang mempelajari
tentang bumi dan isinya baik makhluk hidup maupun benda mati.
8
2.1.1.1 Hakikat IPA di SD
Patta Bundu (2006: 11) menyebutkan bahwa pada hakikatnya IPA dapat
dipandang dari segi proses, produk dan pengembangan sikap. Adapun
penjabaran masing-masing aspek adalah sebagai berikut.
1) IPA sebagai Proses
Pengertian IPA sebagai proses disini adalah proses mendapatkan IPA.
Proses IPA tidak lain adalah metode ilmiah. Untuk anak usia SD, metode ilmiah
dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa
pada akhirnya akan berbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak SD
dapat melakukan penelitian sedarhana. Adapun tahapan pengembangannya
disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian eksperimen yang
meliputi: (1) observasi, (2) klasifikasi, (3) interpretasi, (4) prediksi, (5) hipotesis,
(6) mengendalikan variabel, (7) merencanakan dan melaksanakan penelitian, (8)
inferensi, (9) aplikasi, dan (10) komunikasi.
2) IPA Sebagai Produk
IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA
terdahulu dan biasanya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam
bentuk buku teks. Dalam pembelajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat
mengajak siswa memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Pengertian
IPA sebagai produk menurut Maslichah Asy’ari (2006: 9) merupakan kumpulan
pengetahuan yang tersusun dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum dan
teori. Fakta terkait pengertian hakikat IPA tersebut merupakan pernyataan-
pernyataan tentang benda-benda yang ada atau peristiwa-peristiwa yang betul-
betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara obyektif (Iskandar, 2001: 3). Patta
Bundu (2006: 11) menjelaskan konsep dalam hakikat IPA sebagai suatu ide yang
menyatukan fakta-fakta sains yang berhubungan dan menyatakan prinsip sebagai
generalisasi tentang hubungan diantara konsep-konsep sains. Selanjutnya
Iskandar (2001: 3) menambahkan bahwa hukum dalam IPA adalah prinsip-
prinsip yang sudah diterima meskipun bersifat tentatif teteapi mempunyai daya
uji yang kuat sehingga dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama. Teori
9
merupakan generasi mengenai berbagai prinsip yang menjelaskan dan
meramalkan fenomena alam (Maslichah Asya’ari: 12).
3) IPA Sebagai Pengembangan Sikap
Menurut Wynne Harlen (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1992:
7) setidak-tidaknya ada Sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan
pada anak usia Sekolah dasar, yaitu:
a. Sikap ingin tahu (curiousity)
Sikap ingin tahu sebagai bagian sikap ilmiah di sini maksudnya adalah suatu
sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang
diamatinya. Kata benar di sini artinya rasional atau masuk akal dan objektif
atau sesuai dengan kenyataan.
b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)
Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru bertitik tolak dari kesadaran
bahwa jawaban yang telah mereka peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah
bersifat mutlak, tetapi masih bersifat sementara atau tentatif. Hal ini
disebabkan keterbatasan kemampuan berpikir maupun keterbatasan
pengamatan pancaindera manusia untuk menetapkan suatu kebenaran. Jadi,
jawaban benar yang mereka peroleh itu sebatas pada suatu “tembok
ketidaktahuan”. Sikap anak usia Sekolah Dasar seperti itu dapat dipupuk
dengan cara mengajaknya melakukan pengamatan langsung pada objek-objek
yang terdapat di lingkungan sekolah.
c. Sikap kerja sama (cooperation)
Yang dimaksud kerjasama disini adalah untuk memperoleh pengetahuan yang
lebih banyak. Seorang yang bersikap cooperative ini menyadari bahwa
pengetahuan yang dimiliki orang lain mungkin lebih banyak dan lebih
sempurna daripada apa yang ia miliki. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
pengetahuannya ia merasa membutuhkan kerjasama dengan orang lain.
Kerjasama ini dapat juga bersifat berkesinambungan. Anak usia Sekolah
Dasar perlu dipupuk sikapnya untuk dapat bekerjasama satu dengan yang lain
kerjasama itu dapat dalam bentuk kerja kelompok, pengumpulan data maupun
diskusi untuk menarik suatu kesimpulan hasil observasi.
10
d. Sikap tidak putus asa (perseverance)
Tugas guru untuk memberikan motivasi bagi anak didik yang mengalami
kegagalan dalam upaya menggali ilmu dalam bidang IPA agar tidak putus
asa.
e. Sikap tidak berprasangka (open-mindedness)
IPA mengajarkan kita untuk menetapkan kebenaran berdasarkan dua kriteria,
yaitu rasionalitas dan objektivitas. Munculnya faktor objektivitas dalam
menetapkan kebenaran menjadikan orang tidak lagi purba sangka. Sikap tidak
purba sangka dapat dikembangkan secara dini kepada anak usia SD dengan
jalan melakukan observasi dan eksperimen dalam mencari kebenaran ilmu.
f. Sikap mawas diri (self criticism)
Objektivitas tidak hanya ditunjukkan di luar dirinya tetapi juga terhadap
dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk menjunjung tinggi kebenaran.
Anak usia SD harus dikembangkan sikapnya untuk jujur pada dirinya sendiri,
menjunjung tinggi kebenaran dan berani melakukan koreksi pada dirinya
sendiri.
g. Sikap bertanggungjawab (responsibility)
Sikap bertanggungjawab harus dikembangkan sejak usia SD misalnya dengan
membuat dan melaporkan hasil pengamatan, hasil eksperimen ataupun hasil
kerjanya yang lain kepada teman sejawat, guru atau orang lain, dengan
sejujur-jujurnya.
h. Sikap berpikir bebas ( independence in thinking)
Tugas guru untuk dapat mengembangkan pikiran bebas dari siswa (dan bukan
sebaliknya untuk mendiktekan pendapatnya agar sesuai dengan buku teks).
Jadi, mencatat atau merekam hasil pengamatan sesuai dengan apa adanya dan
membuat kesimpulan dengan hasil kerja mereka sendiri merupakan saat-saat
yang penting bagi anak dalam mengembangkan sikap berpikir bebas.
i. Sikap kedisiplinan diri (self discipline)
Menurut Morse dan Wingo (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1992:
8) kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
dapat menngontrol ataupun mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku
11
yang dikehendaki dan dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu bentuk
pengembangan kedisiplinan diri adalah pengorganisasian kelas termasuk
adanya regu-regu kebersihan dan sebagainya yang dapat diatur sendiri oleh
siswa.
2.1.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD
Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 ruang lingkup mata
pelajaran IPA meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006, ada tujuh tujuan mata
pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), yaitu:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkaan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
12
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Belajar.
Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku,
akibat interaksi individu dengan lingkungan. Jadi perubahan perilaku adalah
hasil belajar. Artinya seorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat melakukan
sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya (Sumiati dan Asra 2009: 38).
Menurut Gagne (Sumardjono, 2012: 13) mengartikan pembelajaran sebagai
pengetahuan peristiwa yang berada diluar dari pengetahuan siswa, sedangkan
menurut Sugandi (2000: 16) Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan
secara sadar dan sengaja. Menurut Slameto (2010: 2) belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungan. Morgan (Heri, 2012: 5) berpendapat belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan
pengalaman. Belajar dalam hal ini merupakan proses yang bisa mengubah
tingkah laku seseorang disebabkan adanya reaksi terhadap suatu situasi tertentu
atau adanya proses internal yang terjadi dalam diri seseorang.
Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai batasan-batasan pengertian
belajar maka dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya pengalaman yang
sama dan berulang-ulang dalam situasi tertentu serta berkaitan dengan
perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan
keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan dan pemahaman. Sedang yang
dimaksud pengalaman adalah proses belajar tidak lain adalah interaksi antara
individu dengan lingkungannya.
2.1.2.2 Prinsip-Prinsip Belajar
Belajar menurut Wingo (Sumiati dan Asra, 2009: 41-43) didasarkan
atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Hasil belajar sepatutnya menjangkau banyak segi
13
Dalam suatu proses belajar, banyak segi yang sepatutnya dicapai sebagai
hasil belajar, yaitu meliputi pengetahuan dan pemahaman tentang konsep,
kemampuan menjabarkan dan menarik kesimpulan serta menilai
kemanfaatan suatu konsep, menyenangi dan memberi respon yang positif
terhadap sesuatu yang dipelajari, dan diperoleh kecakapan melakukan suatu
kegiatan tertentu.
b. Hasil belajar diperoleh berkat pengalaman
Pemahaman dan struktur kognitif dapat diperoleh seseorang melalui
pengalaman melakukan suatu kegiatan. Dalam khasanah peristilahan
pendidikan, hal ini dikenal dengan “learning by doing-yaitu belajar dengan
jalan melakukan suatu kegiatan”. Pemahaman itu bersifat abstrak. Sesuatu
yang abstrak akan mudah diperoleh dengan jalan melakukan kegiatan-
kegiatan yang nyata atau konkrit, sehingga orang yang bersangkutan
memperoleh pengalaman yang menuntun pada pemahaman yang abstrak.
c. Belajar merupakan suatu kegiatan yang mempunyai tujuan
Dalam proses belajar, apa yang ingin dicapai sepatutnya dirasakan dan
dimiliki oleh setiap siswa.
Prinsip belajar pada aktivitas Siswa. Prinsip belajar yang menekankan pada
aktivitas siswa antara lain :
1) Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami
2) Belajar merupakan transaksi aktif
3) Belajar secara aktif memerlukan kegiatan yang bersifat fital, sehingga
dapat berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan pribadinya
4) Belajar terjadi melalui proses mengatasi hambatan (masalah) sehingga
mencapai pemecahan atau tujuan
5) Hanya dengan melalui penyodoran masalah memungkinkan diaktifkanya
motivasi dan upaya, sehingga siswa berpengalaman dengan kegiatan yang
bertujuan
6) Faktor-faktor yang mempengaruhi Belajar siswa
14
2.1.2.3 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2009: 22). Indikator
kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dikuasai anak didik dalam proses
belajar mengajar disebut juga dengan hasil belajar.
Menurut Purwanto (2009: 44) hasil belajar adalah penilaian pendidikan
tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenan dengan penguasaan
bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka dan nilai-nilai yang terdapat di
dalam kurikulum. Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk
mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan.
Menurut Sudjana (2009: 22) "Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya". Perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar meliputi tiga domain, yaitu kognitif, efektif,
dan psikomotor.
Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom (Suprijono, 2009: 5-6) secara
garis besar terbagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan
ranah psikomotoris.
a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.
b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.
c. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak.
Menurut Nana Sudjana klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom
dibagi menajdi tiga ranah, yaitu 1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil
belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni (a) pengetahuan atau
ingatan, (b) pemahaman, (c) aplikasi, (d) analisis, (e) sintesis, dan (f) evaluasi. 2)
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni (a)
penerimaan, (b) jawaban atau reaksi, (c) penilaian, (d) organisasi, dan (e)
internalisasi. 3) Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik,
yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan
15
perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan
kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpreatif. (Nana Sudjana, 22: 2010).
Suyono menyatakan bahwa taksonomi Bloom memusatkan perhatian
terhadap pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pengertian kognitif semakna
dengan pengetahuan, mengetahui, berpikir atau intelek. Afektif semakna dengan
perasaan, emosi, dan prilaku, terkait dengan perilaku menyikapi, bersikap atau
merasa, dan merasakan. Sedangkan psikomotorik semakna dengan aturan dan
keterampilan fisik, terampil dan melakukan. (Suyono, 167: 2011).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya, dimana kemampuan itu terjadi pada aspek kognitif
afektif dan psikomotorik. Mesikpun demikian, dalam penelitian hasil belajar
lebih dibatasi pada aspek kognitif, dimana hasilnya di ukur melalui pemberian
tes setelah diberikan tindakan tiap siklus.
2.1.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Masnur Muslich (2008: 207) faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa adalah:
a. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yaitu kondisi/keadaan jasmani
dan rohani siswa
b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan sekitar
siswa
c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar
siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk
melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Menurut Suryabrata (Sulistyoningsih, 2010: 13) ada tiga faktor yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor psikis, fisik, dan lingkungan. Adapun
papaparannya sebagai berikut:
a. Faktor Psikis
1) Kecerdasan
Kecerdasan seseorang biasanya diukur dengan menggunakan alat tertentu,
salah satunya dengan menggunakan test. Hasil dari pengukuran kecerdasan
16
umumnya dinyatakan dengan angka yang menunjukkan perbandingan
kecerdasan yang dikenal dengan sebutan Intelligence Quiotient (IQ).
Berbagai penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara IQ dengan
hasil belajar di sekolah. Secara kasar para ahli menetapkan bahwa orang
normal memiliki IQ sekitar 90-110, lebih dari itu termasuk katagori sangat
cerdas dan kurang dari 90 maka dianggap kurang atau tidak normal. Dengan
demikian, guru diharapkan dapat memahami tingkat kecerdasan tiap siswa
agar dapat memperkirakan tindakan yang tepat dalam memperlakukan siswa
khususnya dalam proses belajar.
2) Motivasi belajar
Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Jadi, motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis
yang mendorong seseorang untuk belajar. Tinggi atau lemahnya motivasi
belajar pada tiap siswa dapat ditimbulkan oleh rangsangan dari luar. Motivasi
dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrensik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berasal dari dalam
diri seseorang, sedangkan motivasi ekstrensik adalah motivasi yang berasal
dari luar diri seseorang. Salah satu contoh motivasi ekstrensik adalah motivasi
yang berasal dari guru yang dapat berupa penghargaan ataupun pengarahan
terhadapnya.
3) Disiplin diri
Siswa yang memiliki disiplin dalam belajar memiliki hasil belajar yang
baik dibandingkan dengan siswa yang tidak mendisiplinkan dirinya dalam
belajar.
4) Konsentrasi
Siswa yang memiliki konsetrasi yang baik memiliki hasil tinggi,
dibandingkan siswa yang tidak memiliki konsentrasi yang baik.
5) Bakat
Manusia telah dibekali dengan bakat yang beragam dari semenjak lahir,
ada yang berbakat dalam bidang sosial, eksak, maupun kesenian. Hampir
tidak ada orang yang membantah bahwa belajar pada bidang yang sesuai
17
dengan bakat akan memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu. Apabila
bakat itu mendapat latihan dan pendidikan yang baik, maka bakat akan
berkembang menjadi suatu kecakapan nyata dan apabila tidak, maka bakat
yang terdapat pada diri seseorang tidak akan berkembang sebagaimana
mestinya.
6) Minat
Minat atau interest adalah gejala psikis yang berkaitan dengan dengan
obyek atau aktivitas yang menstimulir perasaan senang pada individu. Minat
yang ada pada seseorang mempunyai hubungan yang menentukan terhadap
proses belajar dan hasil yang dicapai, dan minat siswa biasanya berubah-ubah
sesuai dengan tujuan pengajaran yang diterimanya, dan banyak siswa yang
berminat mengikuti pelajaran yang tujuannya mendorong siswa untuk
berimanjinasi, menyempurnakan keterampilan atau membangkitkan
kreativitas.
7) Percaya diri
Siswa yang percaya diri akan kemampuan dirinya memiliki hasil yang
baik, dibandingkan dengan siswa yang tidak percaya diri.
b. Faktor Fisik
1) Panca Indera yang baik
Panca indera yang baik terutama mata dan telinga merupakan gerbang
masuknya pengaruh dalam individu.
2) Kesehatan
Siswa yang kesehatannya baik dapat menangkap pelajaran dengan baik
pula, dibandingkan siswa yang mengalami tidak enak badan.
c. Faktor Lingkungan
1) Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di dalam
lingkungan keluarga umumnya yang paling besar peranannya adalah orang
tua. Siswa yang mempunyai beban untuk mencari tambahan biaya
penghidupan keluarga umumnya hasil belajar yang diraih tergolong rendah
karena tidak mempunyai cukup waktu belajar. Begitu juga sebaliknya,
18
biasanya siswa dapat meraih hasil belajar yang lebih baik jika mempunyai
waktu penuh untuk belajar dirumahnya. Siswa yang keluarganya mengalami
kesulitan ekonomi juga kesulitan mengadakan sarana belajar sehingga
menjadi pengambat bagi siswa dalam belajar.
2) Guru dan Metode Mengajar
Guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran.
Keberhasilan suatu proses pembelajaran juga tergantung pada beberapa faktor
yang terdapat dalam diri pengajar tersebut seperti watak, pengalaman, tingkat
penguasaan materi pelajaran, serta kemampuannya dalam menyajikan materi
pelajaran kepada siswa.
Selain itu, metode mengajar yang digunakan guru sangat berpengaruh
terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa. Seorang guru tidak akan dapat
melaksanakan tugasnya bila ia tidak menguasai satupun metode mengajar
yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.
Dengan demikian, seorang guru hendaknya menguasai lebih dari satu metode
mengajar agar dapat mengantarkan siswa kepada tujuan pembelajaran secara
optimal.
3) Sarana dan Prasarana
Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, media dan lain-lain.
Sedangkan prasarana meliputi gedung sekolah, ruang belajar, perpustakaan
dan lain-lain. Apabila sarana dan prasarana tidak menunjang akan dapat
menyebabkan proses belajar mengajar terganggu atau tidak optimal.
Untuk memperoleh hasil yang baik dari suatu kegiatan belajar perlu
didukung oleh alat-alat yang lengkap. Alat-alat yang lengkap ini berfungsi
untuk membantu kelancaran bahan pelajaran yang disajikan, sehingga siswa
lebih mudah dalam menguasai suatu materi pelajaran.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa, baik faktor internal dan faktor eksternal.
Yang termasuk faktor internal adalah motivasi, minat dan keaktifan belajar
siswa, sedangkan yang termasuk faktor eksternal yaitu metode atau model
pembelajaran yang digunakan oleh guru.
19
2.1.3 Keaktifan Belajar
2.1.3.1 Pengertian Keaktifan
Keaktifan peserta didik dalam belajar secara efektif itu dapat dinyatakan
sebagai berikut:
a. Hasil belajar peserta didik umumnya hanya sampai tingkat penguasaan,
merupakan bentuk hasil belajar terendah.
b. Sumber-sumber belajar yang digunakan pada umumnya terbatas pada guru
(catatan penjelasan dari guru) dan satu dua buku catatan.
c. Guru dalam mengajar kurang merangsang aktivitas belajar peserta didik
secara optimal. (Tabrani, 1989: 128).
Keaktifan sendiri merupakan motor dalam kegiatan pembelajaran maupun
kegiatan belajar, siswa di tuntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah hasil
belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah hasil belajarnya secara efektif,
siswa dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Sardiman
(2009) berpendapat bahwa aktifitas disini yang baik yang bersifat fisik maupun
mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktifitas itu harus saling terkait. Kaitan
antara keduanya akan membuahkan aktifitas belajar yang optimal. Banyak
aktifitas yang dapat dilakukan siswa di sekolah. Beberapa macam aktifitas itu
harus diterapkan guru pada saat pembelajaran sedang berlangsung.
Dalam proses belajar aktif pengetahuan merupakan pengalaman priba
yang diorganisasikan dan dibangun melalui proses belajar bukan merupakan
pemindahan pengetahuan yang dimiliki guru kepada anak didiknya, sedangkan
mengajar merupakan upaya menciptakan lingkungan. agar siswa dapat
memperoleh pengetahuan melalui keterlibatan secara aktif dalam kegiatan
belajar. Sebaiknya itu guru harus memotivasi siswa pada saat pembelajaran
berlangsung, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator pada saat
pembelajaran. Guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan
mendukung bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna. Siswa harus
mengalami dan berinteraksi langsung dengan obyek yang nyata. Jadi belajar
harus dialihkan yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang
berpusat pada siswa. Sekolah merupakan sebuah miniatur dari masyarakat dalam
20
proses pembelajaran harus terjadi saling kerja sama dan interaksi antar
komponen. Pendidikan modern lebih menitik beratkan pada aktifitas yang sejati,
dimana siswa belajar dengan mengalaminya sendiri pengetahuan yang dipelajari.
Dengan mengalami sendiri, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman dan
ketrampilan serta perilaku lainnya termasuk sikap dan nilai. Saat ini
pembelajaran diharapkan ada interaksi siswa pada saat pembelajaran. Hal ini
agar siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam belajar. guru berperan sebagai
pembimbing dan fasilitator. Untuk melihat keaktifan siswa maka diperlukan
suatu patokan atau indikator, Sudjana (2010: 61) menjabarkan indikator-
indikator keaktifan siswa sebagai berikut.
a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya;
b. Terlibat dalam pemecahan masalah;
c. Bertanya kepada siswa lain/ kepada guru apabila tidak memahami persoalan
yang dihadapinya;
d. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk pemecahan
masalah;
e. Melaksanakan diskusi kelompok;
f. Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperoleh;
g. Melatih diri dalam menyelesaikan soal/ masalah;
h. Menggunakan/ menerapkan apa yang diperolehnya dalammenyelesaikan
tugas/ persoalan yang dihadapi.
Memperhatikan karakteristik indikator-indikator yang telah dijabarkan
tersebut, maka indikator-indikator tersebut dikelompokan menjadi 3 indikator
sesuai dengan aspek yang diukur yakni indikator interaksi, komunikasi, dan
relfeksi. Ketiga aspek tersebut dapat mewakili indikator yang dijabarkan oleh
Sudjana.
2.1.3.2 Klasifikasi keaktifan siswa
Menurut Sardiman (2009) keaktifan siswa dalam belajar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
21
a. Visual activities
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi,
dan mengamati orang lain bekerja.
b. Oral activities
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,
mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat,
wawancara, diskusi dan interupsi.
c. Listening activities
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi
kelompok, mendengarkan musik, pidato.
d. Writing activities
Menulis cerita, menulis laporan, karangan, angket, menyalin.
e. Drawing activities
Menggambar, membuat grafik, diagram, peta.
f. Motor activities
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat
model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.
g. Mental activities
Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor,
melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan.
h. Emotional activities
Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain. Dengan demikian bisa kita
lihat bahwa keaktifan siswa sangat bervariasi, peran gurulah untuk menjamin
setiap siswa untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dalam kondisi
yang ada. Guru juga harus selalu memberi kesempatan bagi siswa untuk
bersikap aktif mencari, memperoleh, dan mengolah hasil belajarnya.
2.1.3.3 Prinsip-Prinsip Keaktifan
Menurut W. Gulo (2002) prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam
usaha menciptakan kondisi belajar supaya siswa dapat mengoptimalkan
aktivitasnya dalam pembelajaran. Prinsip–prinsip tersebut adalah :
22
a. Prinsip motivasi, di mana guru berperan sebagai motivator yang merangsang
dan membangkitkan motif-motif yang positif dari siswa dalam
pembelajarannya.
b. Prinsip latar atau konteks, yaitu prinsip keterhubungan bahan baru dengan
apa yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan perolehan yang ada
inilah siswa dapat memperoleh bahan baru.
c. Prinsip keterarahan, yaitu adanya pola pengajaran yang menghubung-
hubungkan seluruh aspek pengajaran.
d. Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu mengintegrasikan pengalaman dengan
kegiatan fisik dan pengalaman dengan kegaiatan intelektual.
e. Prinsip perbedaan perorangan, yaitu kegiatan bahwa ada perbedaan -
perbedaan tertentu di dalam diri setiap siswa, sehingga mereka tidak
diperlakukan secara klasikal.
f. Prinsip menemukan, yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan informasi
yang dibutuhkan dengan pengarahan seperlunya dari guru.
g. Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka terhadap
masalah dan mempunyai kegiatan untuk mampu menyelesaikannya.
Berdasarkan uraian di atas, dalam membangun suatu aktivitas dalam diri
para siswa, hendaknya guru memperhatikan dan menerapkan beberapa prinsip di
atas. Dengan begitu para siswa akan terlihat keaktifannya dalam belajar dan juga
mereka dapat mengembangkan pengetahuannya. Jadi siswalah yang berperan
pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Guru hanya membuat suasana
belajar yang menyenangkan, agar siswa bisa aktif dalam pembelajaran, jadi
mereka tidak hanya diam pada saat pelajaran sedang berlangsung.
2.1.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan
Gagne dan Briggs (Martinis, 2007: 84) menyebutkan bahwa keaktifan
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keaktifan belajar siswa adalah 1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian
peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran; 2)
Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada peserta didik); 3)
23
Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik; 4) Memberikan stimulus
(masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari); 5) Memberikan petunjuk
kepada peserta didik cara mempelajari; 6) Memunculkan aktifitas, partisipasi
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, 7) Memberikan umpan balik
(feedback); 8) Melakukan tagihan-tagihan kepada peserta didik berupa tes
sehingga kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur; 9)
Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran.
Keaktifan dapat ditingkatkan dan diperbaiki dalam keterlibatan siswa
pada saat belajar. Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Moh. Uzer Usman (2009)
cara untuk memperbaiki keterlibatan siswa diantaranya yaitu abadikan waktu
yang lebih banyak untuk kegiatan belajar mengajar, tingkatkan partisipasi siswa
secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar, serta berikanlah pengajaran yang
jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai. Selain
memperbaiki keterliban siswa juga dijelaskan cara meningkatkan keterlibatan
siswa atau keaktifan siswa dalam belajar. Cara meningkatkan keterlibatan atau
keaktifan siswa dalam belajar adalah mengenali dan membantu anak-anak yang
kurang terlibat dan menyelidiki penyebabnya dan usaha apa yang bisa dilakukan
untuk meningkatkan keaktifan siswa, sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-
kebutuhan individual siswa. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan usaha
dan keinginan siswa untuk berfikir secara aktif.
2.1.4 Model Project Based Learning
2.1.4.1 Pengertian Model Project Based Learning
Menurut Buck Institute for Education (BIE) (Khamdi, 2007) “Project
Based Learning adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
kegiatan pemecahan masalah dan memberi peluang siswa bekerja secara
otonom mengkonstruksi belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan
produk karya siswa bernilai dan realistik. Project-based Learning (PjBL)
adalah sebuah model kegiatan dikelas yang berbeda dengan biasanya. Kegiatan
pembelajaran PjBL berjangka waktu lama, antardisiplin, berpusat pada siswa
dan terintegrasi dengan masalah dunia nyata (Harun, 2006).
24
Suparno (2007: 126) memaparkan bahwa PjBL merupakan
pembelajaran yang mengarahkan peserta didik untuk bekerja dalam kelompok
dalam rangka membuat atau melakukan suatu proyek bersama, dan
mepresentasikan hasil dari proyek itu. Sejalan dengan hal tersebut, Wina
(2009: 42) menyebutkan bahwa PjBL merupakan pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melalukan kerja proyek,
maksudnya siswa diberi tugas untuk membuat suatu proyek sesuai dengan apa
yang dipelajari. Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa Project Based Learning merupakan pembelajaran inovatif yang
berpusat pada siswa (student centered) dan menempatkan guru sebagai
motivator dan fasilitator, dimana siswa diberi peluang bekerja secara otonom
mengkonstruksi belajarnya. Adapun sintak pada Project Based Learning
(PjBL) dijelaskan sebagai berikut.
Tabel 2.1 Sintak Model Project Based Learning
No Tahap-Tahap Keterangan
1 Penentuan proyek Pada langkah ini, peserta didik menentukn tema/ topik
proyek berdasarkan tugas proyek yang akan dikerjakan,
baik secara kelompok ataupun mandiri.
2 Menyusun rencana
proyek
Peserta didik merancang langkah-langkah kegiatan
penyelesaian proyek dari awal sampai akhir beserta
pengelolaannya.
3 Menyusun jadwal
proyek
Melalui pendampingan guru, peserta didik dapat
melakukan penjadwalan semua kegiatan yang telah
dirancangnya.
4 Monitoring Guru memonitoring peserta didik dalam menyelesaikan
proyek yang diberikan.
5 Publikasi hasil
proyek
Hasil proyek berupa produk baik itu berupa produk
karya tulis, karya seni, karya teknologi dipresentasikan
dan dipublikasikan kepada peserta didik yang lain
6 Evaluasi proses dan
hasil proyek
Guru dan peserta didik di akhir pembelajaran
melakukan refleksi terhadap aktivitas da tugas proyek.
Keser & Karagoca (2010: 325-327)
25
2.1.4.2 Ciri-ciri Project Based Learning
BIE (Susanti, 2008) menyebutkan ciri-ciri Project Based Learning
diantaranya adalah: isi, kondisi, aktivitas dan hasil. Keempat ciri-ciri itu adalah
sebagai berikut:
1) Isi difokuskan pada ide-ide siswa yaitu dalam membentuk gambaran
sendiri bekerja atas topik-topik yang relevan dan minat siswa yang
seimbang dengan pengalaman siswa sehari-hari.
2) Kondisi dalam pengertian ini merupakan kondisi untuk mendorong
siswa mandiri, yaitu dalam mengelola tugas dan waktu belajar.
3) Aktivitas adalah suatu strategi yang efektif dan menarik, yaitu dalam
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan memecahkan
masalahmasalah menggunakan kecakapan. Aktivitas juga merupakan
bangunan dalam menggagas pengetahuan siswa dalam mentransfer
dan menyimpan informasi dengan mudah.
4) Hasil di sini adalah penerapan hasil yang produktif dalam membantu
siswa mengembangkan kecakapan belajar dan mengintegrasikan
dalam belajar yang sempurna, termasuk strategi dan kemampuan
untuk mempergunakan kognitif strategi pemecahan masalah. Juga
termasuk kecakapan tertentu, disposisi, sikap dan kepercayaan yang
dihubungkan dengan pekerjaan produktif, sehingga secara efektif
dapat menyempurnakan tujuan yang sulit untuk dicapai dengan
model-model pengajaran yang lain.
2.1.4.3 Tahap-Tahap Project Based Learning
Anita (2007: 25) merumuskan langkah-langkah PjBL dalam 3
tahapan, yakni:
1) Tahap perencanaan proyek
Tahap ini terdiri dari merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai;
menetukkan topik yang dibahas; mengelompokan siswa dalam kelompok-
kelompok kecil berjumlah 4-5 siswa secara heterogen; merancang dan
menyusun LKS; merancang kebutuhan sumber belajar; menetapkan
rancangan penilaian.
26
2) Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini, siswa dalam kelompok melaksanakan proyek dengan
melakukan investigasi atau berpikir dengan kemampuannya berdasarkan
pada pengalaman yang dimiliki. Kemudia diadakan diskusi kelompok.
Sementara guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan dengan
bertindak sebagai fasilitator.
3) Tahap penilaian
Pada tahap ini, guru melakukan evaluasi terhadap hasil kerja masing-
masing kelompok. Berdasarkan penilaian tersebut, guru dapat membuat
kesimpulan dan melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah
dilakukan dan mengampil tindakan bagian mana yang perlu dilakukan
perbaikan.
Menurut Ericka Backer (2011:4) Project Based Learning memiliki
delapan tahapan kegiatan pembelajaran. Delapan kegiatan pembelajaran
Project Based Learning tersebut meliputi:
Pertama, mendeskripsikan konsep/materi yang sedang dipelajari. Guru
menugaskan siswa untuk menggambarkan atau mendeskripsikan konsep yang
sedang dipelajari. Misal siswa sedang belajar materi ekosistem, siswa
ditugaskan untuk mendeskripsikan unsur-unsur biologis, geografis, dan fisik
yang ada di sebuah ekosistem dan bagaimana ketiga unsur tadi berinteraksi.
Kedua, menentukan permasalahan. Guru mengarahkan siswa untuk
membentuk sebuah pertanyaan dengan melihat deskripsi konsep yang sudah
siswa buat. Siswa diarahkan untuk mengidentifikasi permasalahan kecil yang
menyangkut suatu sistem secara utuh.
Ketiga, mengkaji permasalahan.Dengan menggunakan pemikiran
yang lebih mendalam, siswa diajak untuk memahami permasalahan sebagai
langkah awal untuk menemukan solusi yang efektif. Siswa bekerja secara
kooperatif dengan teman-temannya untuk mencari tahu apa yang mereka
butuhkan bukan hanya menentukan apa saja yang sudah mereka ketahui. Guru
berperan sebagai fasilitator dengan memberikan beberapa sumber informasi
27
yang bisa digunakan oleh siswa, menyempurnakan pertanyaan yang diajukan
oleh siswa, dan menghubungkan siswa dengan ahli terkait.
Keempat, memahami pihak-pihak yang terlibat. Siswa melakukan
diskusi dengan ahli yang terkait.
Kelima, menentukan pemecahan masalah/solusi. Solusi atas
pemecahan masalah yang diambil harus berlandaskan keputusan bersama
dengan memperhitungkan aspek keterbatasan dan kemudahan. Guru
menjelaskan kepada siswanya bahwa solusi yang didambil harus berdasarkan
kriteria berikut ini yaitu hasil rangkuman beberapa solusi yang memungkinkan
berdasarkan pertanyaan siapa, apa, dimana, kapan, dan bagaimana;
mempertimbangkan aspek positif dan negatif; berbasis pendapat pihak yang
terlibat/ahli terkait; dan tingkat kesulitan dari masing-masing solusi.
Keenam, merencanakan proyek. Secara berkolaboratif siswa dan guru
menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek yang meliputi
timeline, deadline, alat bahan, dan cara kerja.
Ketujuh, melaksanakan proyek. Proyek dilaksanakan juga secara
kolaboratif antarsiswa dalam kelompok. Pada tahapan ini guru memfasilitasi
peserta didik pada setiap proses. Guru menggunakan rubrik yang dapat
merekam seluruh aktivitas siswa untuk mempermudah proses monitoring.
Selain itu, guru juga mencatat kesulitan apa saja yang siswa hadapi.
Kedelapan, menyimpulkan, mengevaluasi, dan merefleksi. Pada
tahapan ini guru memberikan penilaian terhadap proyek yang sudah dibuat
siswa. Guru dan siswa saling berdiskusi dalam menyimpulkan, mengevaluasi,
dan merefleksi kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan. Tahapan terakhir
ini berguna untuk memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran sehingga
pada akhirnya ditemukan suatu cara yang efektif untuk ke depannya dalam
membentuk sebuah proyek yang baik.
Dari tahapan-tahapan tersebut yang telah dipaparkan di atas, kemudian
peneliti kembangkan menjadi lima tahapan sebagai berikut:
28
1) Menentukan proyek yang akan dilakukan. Pada tahap ini guru memberikan
proyek kepada siswa, menentukan batasan-batasan dan menentukan tujuan
utama dari proyek.
2) Menentukan kerangka waktu. Tahap ini merupakan tahap menentukan
berapa lama proyek akan dikerjakan, memeriksa tujuan proyek yang akan
diteliti dan menyediakan tempat yang sesuai untuk proyek. Penentuan
kerangka waktu proyek disesuaikan dengan persiapan pencarian referensi
pendukung materi.
3) Merencanakan kegiatan apa yang akan dilakukan. Pada tahap ini guru
memilih beberapa kegiatan yang sesuai, menggambarkan kegiatan yang
akan dilakukan oleh siswa.
4) Merencanakan penilaian. Setelah siswa melakukan kegiatan pada tahapan
ini nantinya guru meninjau atau menuliskan beberapa tujuan penilaian,
merencanakan alat-alat penilaian apa saja yang akan digunakan,
menambahkan penilaian dalam kerangka waktu. Penilaian ini juga
mencakup penguasaan materi oleh siswa.
5) Memulai proses project dengan siswa. Tahap ini adalah tahap pengerjaan
proses project dengan mendiskusikan tujuan dikelas, melaksanakan,
melihat dan mendengarkan pekerjaan apa yang dilakukan, mengingatkan
siswa untuk tidak membuang-buang waktu pengerjaan proyek, menambah
atau mengurangi kegiatan untuk memperkuat kecakapan dalam kelompok
dan kecakapan dalam mengelola dan mendiskusikan beberapa perbaikan.
6) Gambaran akhir proses project. Tahap ini memberikan hasil akhir dalam
suatu forum khusus, yaitu mendiskusikan atau menuliskan hal-hal yang
penting dari proses project yang telah dilakukan, menganjurkan perbaikan
untuk proses project selanjutnya.
2.1.4.4 Kelebihan Project Based Learning
Project Based Learning adalah penggerak yang unggul untuk
membantu siswa belajar melakukan tugas-tugas otentik dan multidisipliner,
menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efektif dan bekerja dengan
orang lain. Pengalaman di lapangan baik dari guru maupun siswa bahwa
29
Project Based Learning menguntungkan dan efektif sebagai pembelajaran
selain itu memilki nilai tinggi dalam peningkatan kualitas belajar siswa. Anatta
(dalam Susanti, 2008) menyebutkan beberapa kelebihan dari Project Based
Learning diantaranya sebagai berikut:
1) Meningkatkan motivasi, dimana siswa tekun dan berusaha keras dalam
mencapai proyek dan merasa bahwa belajar dalam proyek lebih
menyenangkan daripada komponen kurikulum yang lain.
2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dari berbagai sumber
yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa
menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang
kompleks.
3) Meningkatkan kolaborasi, pentingnya kerja kelompok dalam proyek
memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan
komunikasi. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik
menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa akan
belajar lebih didalam lingkungan kolaboratif.
4) Meningkatkan keterampilan mengelola sumber, bila diimplementasikan
secara baik maka siswa akan belajar dan praktik dalam mengorganisasi
proyek, membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
2.1.4.5 Kekurangan Project Based Learning
Menurut (Susanti, 2008) berdasarkan pengalaman yang ditemukan di
lapangan Project Based Learning memiliki beberapa kekurangan diantaranya:
1) Kondisi kelas agak sulit dikontrol dan mudah menjadi ribut saat
pelaksanaan proyek karena adanya kebebasan pada siswa sehingga
memberi peluang untuk ribut dan untuk itu diperlukannya kecakapan guru
dalam penguasaan dan pengelolaan kelas yang baik.
2) Walaupun sudah mengatur alokasi waktu yang cukup masih saja
memerlukan waktu yang lebih banyak untuk pencapaian hasil yang
maksimal.
30
2.1.5 Media Pembelajaran
2.1.6.1 Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti
’tengah’, ’perantara’, atau ’pengantar’. Secara lebih khusus, pengertian media
dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis,
photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun
kembali informasi visual atau verbal. AECT (Association of Education and
Communication Technology) memberi batasan tentang media sebagai segala
bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.
Disamping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering
diganti dengan kata mediator, dengan istilah mediator media menunjukkan
fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak
utama dalam proses belajar, yaitu siswa dan isi pelajaran. Ringkasnya, media
adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran
(Arsyad, 2010).
Pengertian media pembelajaran adalah paduan antara bahan dan alat atau
perpaduan antara software dan hardware (Sadiman, dkk, 1996). Media
pembelajaran bisa dipahami sebagai media yang digunakan dalam proses dan
tujuan pembelajaran. Pada hakikatnya proses pembelajaran juga merupakan
komunikasi, maka media pembelajaran bisa dipahami sebagai media
komunikasi yang digunakan dalam proses komunikasi tersebut, media
pembelajaran memiliki peranan penting sebagai sarana untuk menyalurkan
pesan pembelajaran (Warsita, 2008).
Media dapat dibagai dalam dua kategori, yaitu alat bantu pembelajaran
(instructional aids) dan media pembelajaran (instructional media). Alat bantu
pembelajaran atau alat untuk membantu guru (pendidik) dalam memperjelas
materi (pesan) yang akan disampaikan. Oleh karena itu alat bantu embelajaran
disebut juga alat bantu mengajar (teaching aids). Misalnya OHP/OHT, film
bingkai (slide) foto, peta, poster, grafik, flip chart, model benda sebenarnya dan
sampai kepada lingkungan belajar yang dimanfaatkan untuk memperjelas
materi pembelajaran.
31
2.1.6.2 Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Levie & Lentsz (Sanaky, 2009), mengemukakan empat fungsi media
pembelajaran, khususnya media visual, yaitu: Fungsi Atensi, Fungsi Afektif,
Fungsi Kognitif, Fungsi Kompensatoris.Fungsi atensi media visual merupakan
inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi
kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan
atau menyertai teks materi pelajaran. Seringkali pada awal pelajaran peserta
didik tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata kuliah yang tidak
disenangi oleh mereka sehingga mereka tidak memperhatikan. Media visual
yang diproyeksikan dapat menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka
kepada mata kuliah yang akan mereka terima. Dengan demikian, kemungkinan
untuk memperoleh dan mengingat isi materi perkuliahan semakin besar.
Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan peserta
didik ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. Gambar atau lambang
visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. Misalnya informasi yang
menyangkut masalah sosial atau ras. Fungsi kognitif media visual terlihat dari
lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk
memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam
gambar.
Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian
bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks
membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan
informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Dengan kata lain, media
pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan
lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau
disajikan secara verbal.
Sudjana dan Rivai (2002), mengemukakan manfaat media pembelajaran
dalam proses belajar siswa yaitu:
a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
32
b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh siswa sehingga memungkinkannya menguasai dan
mencapai tujuan pembelajaran.
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan
dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar pada setiap
jam pelajaran.
d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan mendemonstrasikan, memamerkan, dll.
2.1.6.3 Macam-Macam Media Pembelajaran
Media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Menurut
Anderson (1998) beberapa media yang paling akrab dan hampir semua
sekolah memanfaatkan adalah media cetak (buku) dan papan tulis. Selain itu,
banyak juga sekolah yang telah memanfaatkan jenis media lain seperti
gambar, model, overhead projektor (OHP) dan obyek obyek nyata.
Sedangkan media lain seperti kaset audio, video, VCD, slide (film bingkai),
powerpoint serta program pembelajaran komputer masih jarang digunakan
meskipun sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar guru.
Meskipun demikian, sebagai seorang guru alangkah baiknya Anda mengenal
beberapa jenis media pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar
mendorong kita untuk mengadakan dan memanfaatkan media tersebut dalam
kegiatan pembelajaran di kelas.
2.1.6.4 Kriteria Memilih Media Pembelajaran
Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan,
melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan,
baik pemilihan jenis media maupun pemilihan topik yang dimediakan, akan
membawa akibat panjang yang tidak kita inginkan di kemudian hari. Banyak
pertanyaan yang harus kita jawab sebelum kita menentukan pilihan media
tertentu. Ibrahim (1982) mengemukakan bahwa secara umum kriteria yang
33
harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran diuraikan
sebagai berikut:
1) Tujuan
Tujuan pembelajaran apa (standar kompetensi dan kompetensi
dasar) yang hendak dicapai. Apakah tujuan itu masuk ranah kognitif,
afektif, psikomotor, atau kombinasinya. Jenis rangsangan indera apa yang
ditekankan: apakah penglihatan, pendengaran, atau kombinasinya. Jika
visual, apakah perlu gerakan atau cukup visual diam. Jawaban atas
pertanyaan itu akan mengarahkan pada jenis media tertentu, apakah media
realia, audio, visual diam, visual gerak, audio visual gerak dan seterusnya.
2) Sasaran didik
Siapa sasaran didik yang akan menggunakan media. Bagaimana
karakteristik mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang
sosialnya, bagaimana motivasi dan minat belajarnya Dengan demikian,
media harus sesuai benar dengan kondisi mereka.
3) Karakteristik media yang bersangkutan
Bagaimana karakteristik media tersebut. Apa kelebihan dan
kelemahannya, sesuaikah media yang akan dipilih itu dengan tujuan yang
akan dicapai. Pemilihan media diikuti dengan pemahaman setiap kriteria
media tersebut, karena kegiatan memilih pada dasamya adalah kegiatan
membandingkan satu sama lain, mana yang lebih baik dan lebih sesuai
dibanding yang lain. Oleh karena itu, sebelum menentukan jenis media
tertentu, perlu memahami dengan baik bagaimana karaktristik media
tersebut.
4) Waktu
Yang dimaksud waktu di sini adalah berapa lama waktu yang
diperlukan untuk mengadakan atau membuat media yang akan kita pilih,
serta berapa lama waktu yang tersedia/yang dimiliki. Pertanyaan lain
adalah, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyajikan media
tersebut dan berapa lama alokasi waktu yang tersedia dalam proses
pembelajaran.
34
5) Biaya
Faktor biaya juga merupakan pertanyaan penentu dalam memilih
media. Bukankah penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh sebab itu,
faktor biaya menjadi kriteria yang harus dipertimbangkan. Media yang
mahal belum tentu lebih efektif untuk mencapai tujuan belajar
dibandingkan media sederhana dan murah.
6) Ketersediaan
Kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi pertimbangan
kita. Adakah media yang dibutuhkan itu diperoleh dengan mudah,
misalnya di sekolah atau di pasaran. Media dapat dibuat sendiri, jika
hendak membuat sendiri maka perlu memperhatikan beberapa hal berikut:
kemampuan, waktu tenaga dan sarana untuk membuatnya.
7) Konteks penggunaan
Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi dan strategi
bagaimana media tersebut akan digunakan. Misalnya: apakah untuk belajar
individual, kelompok kecil, kelompok besar atau masal. Dalam hal ini
diperlukan perencanaan strategi pembelajaran secara keseluruhan yang
akan digunakan dalam proses pembelajaran, sehingga tergambar kapan
dan bagaimana konteks penggunaaan media tersebut dalam pembelajaran.
8) Mutu Teknis
Kriteria ini terutama untuk memilih/membeli media siap pakai
yang telah ada, misalnya program audio, video, grafis atau media cetak
lain.
2.1.6.5 Power Point
Power Point merupakan salah satu program dalam Microsoft Office.
Microsoft Office Power Point merupakan program aplikasi yang dirancang
secara khusus untuk menampilkan program multimedia. Hal ini sebagaimana
dikemukakan Riyana (2008) sebagai berikut: Program Microsoft Office Power
Point adalah salah satu software yang dirancang khusus untuk mampu
menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam pembuatan,
35
mudah dalam penggunaan dan relative murah karena tidak membutuhkan
bahan baku selain alat untuk menyimpan data. Berdasarkan penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa Microsoft Office Power Point adalah
perangkat lunak yang mampu menampilkan program multimedia dengan
menarik, mudah dalam pembuatan, penggunaan serta relatif murah. Riyana
(2008) mengatakan Microsoft Office Power Point memiliki kemampuan
untuk menggabungkan berbagai unsur media seperti pengolahan teks, warna,
gambar, grafik, serta animasi. Terdapat tiga tipe penggunaan Microsoft Office
Power Point yaitu personal presentation, stand alone dan web besed.
Pada umumnya Microsoft Office Power Point digunakan untuk
presentasi dalam classical learning, karena Microsoft Office Power Point
merupakan program aplikasi yang digunakan untuk kepentingan presentasi.
Berdasarkan pola penyajian yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa
Microsoft Office Power Point yang digunakan untuk presentasi dalam
classical learning disebut personal presentation. Microsoft Office Power
Point pada pola penyajian ini digunakan sebagai alat bantu bagi guru untuk
menyampaikan materi dan kontrol pembelajaran terletak pada guru. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Herlanti (Munadi, 2010: 150) yang
menyebutkan keunggulan multimedia PowerPoint yakni: (1) mampu
menampilkan objek-objek yang sebenarnya tidak ada secara fisik atau
diistilahkan dengan imagery. Secara kognitif pembelajaran dengan
menggunakan mental imagery akan meningkatkan retensi siswa dalam
mengingat materi-materi pelajaran, (2) Mampu mengembangkan materi
pembelajaran terutama membaca dan mendengarkan secara mudah, (3)
memiliki kemampuan dalam menggabungkan semua unsur media seperti teks,
gambar, video, grafik, tabel, suara dan animasi menjadi satu kesatuan
penyajian yang terintegrasi, (4) dapat mengakomodasi peserta didik sesuai
dengan modalitas belajarnya terutama bagi mereka yang memiliki tipe visual,
auditif, kiestetik, atau yang lainnya, karena menurut Riyana & Susilana (2007:
100) secara umum, modalitas belajar siswa dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu
visual, auditif dan kinestetik. Daryanto (2010) juga mengemukakan bahwa
36
Software Microsoft PowerPoint sangat berguna dalam mendukung kesuksesan
sebuah presentasi. Daryanto (2010) juga menambahkan bahwa, dalam
Microsoft PowerPoint, kita dapat memasukan elemen-elemen seperti gambar
atau movie, yaitu salah satu elemen yang sangat mudah untuk di mengerti oleh
audience. Selain keunggulan-keunggukan tersebut, Ms Powerpoint juga
memiliki kekurangan dankeunggulan lain terkait berbagai fitur yang ada di
dalamnya. Berikut dijabarkan kekurangan dan kelebihan Ms Powerpoint
menurut Sunarto (2007: 17).
1) Kekurangan
Microsoft Office PowerPoint ini hanya dapat dijalankan/dioperasikan
pada sistem operasi Windows saja.
2) Kelebihan
Jendela PowerPoint dilengkapi dengan menu-menu dan tombol-tombol
toolbar yang memungkinkan para pengguna dapat mengoperasikannya
dengan mudah. Kelebihan ini ditunjang dengan fitur-fitur lain yang
dibutuhkan dalam sebuah aplikasi presentasi.
Fitur yang dimiliki Microsoft Office PowerPoint adalah :
1) Terdapat fasilitas Undo dan Redo;
2) Menampilkan struktur presentasi;
3) Mengirimkan file presentasi ke word untuk diedit/diubah sebagai handout
presentasi;
4) Menambahkan header (kepala halaman) dan footer (kaki halaman) ke slide
presentasi;
5) Dapat menambahkan grafik, tabel, clipt art, music, film dan lainnya ke
dalam slide presentasi;
6) Menggunakan Task Pane untuk membuat presentasi baru, mencari
dokumen, menggunakan design template, layout, serta menambahkan efek
transisi dan animasi;
7) Menampilkan presentasi dengan menggunakan layar komputer, overhead
projector atau yang biasa disebut OHP, atau melalui web.
37
Layaknya Ms. Word, Ms. PowerPoint juga merupakan program
pengolahan kata namun berberda dengan Ms. Word. Ms. PowerPoint
merupakan program pengolah kata sekaligus menampilkannya dengan
menarik dan unik bahkan dapat diiringi suara. Program ini banyak membantu
kegiatan manusia seperti mempermudah mempresentasikan suatu hal maupun
barang. Dalam dunia pendidikan Ms. PowerPoint juga sering digunakan
bahkan ketika pendidik hendak menjelaskan materi yang dirasa tak dapat
dihadirkan secara nyata maka Ms. PowerPoint akan dipilih. Mengkaji teori
tersebut, maka penelitian ini menggunakan media PowerPoint untuk
memudahkan penyampaian materi sekaligus menarik perhatian siswa serta
memfasilitasi siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe PjBL (Project Based
Learning), telah dilakukan peneliti lain. Penelitian tersebut berbentuk skripsi,
yang dilakukan oleh Ivo Aulia Putri Yanti (2013) yang berjudul “Implementasi
model Project Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada
materi sumber daya alam (Penelitian tindakan kelas pada siswa ke kelas IV di
SDN 2 Cibodas). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model project based
learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada siswa kelas IV SDN 2
Cibodas mengalami peningkatkan yakni dari siklus I dengan prosentase 79, 31
sedangkan pada siklus II ketutansan sebesar 85,79.
Laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Linawati (2014) dengan judul
Peningkatan aktivitas belajar siswa pada sub tema macam-macam sumber energi
yang melalui penerapan model Project Bassed Learning menunjukkan adanya
peningakatan. Penerapan model PjBl telah terbukti meningkatkan keaktifan yakni
siklus I sebesar 36. 36% dengan kategori cukup aktif, 41.81 kategori aktif dan
pada siklus prosentase keaktifan siswa adalah 50.90% dan 49.08%. Penelitian-
penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa dengan menggunakan pembelajaran
Project Based Learning (PjBL) dapat membantu meningkatkan keaktifan pada
siswa di jenjang sekolah dasar.
38
Hasil penelitian lain tentang keberhasilan meningkatkan hasil belajar siswa
dengan berbantuan media power point adalah penelitian yang telah dilakukan oleh
Ni Wayan Widya Yanti (2013). Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran PBL berbantuan power
point. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Bhaktiyasa Singaraja
tahun pelajaran 2012/2013. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan
hasil belajar siswa yaitu dari 75,90 dengan ketuntasan klasikal 54% pada Siklus I
menjadi 81,13 dengan ketuntasan klasikal 100% pada siklus II, hambatan-
hambatan yang ditemui dalam proses pembelajaran yaitu siswa belum sepenuhnya
dapat mengikuti model pembelajaran yang diterapkan, fasilitas yang masih
terbatas untuk penggunaan media power point di SMA Bhaktiyasa Singaraja,
alokasi waktu yang terbatas untuk setiap pertemuan, keterbatasan buku penunjang
yang dimiliki siswa, adapun solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi
hambatan-hambatan tersebut yaitu menekankan kembali langkah-langkah
pembelajaran yang diterapkan, menyusun jadwal untuk penggunaan ruangan
multimedia, menyusun RPP dengan baik, dan setiap akhir pertemuan guru
memberikan siswa tugas untuk mencari materi di internet maupun buku
penunjang lainnya.
Penelitian yang telah dilakukan tersebut telah menunjukkan bahwa PjBL
terbukti dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA dibeberapa sekolah.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model PjBL berbantuan powerpoint
untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan pada siswa kelas IV SD Negeri
Ngrambitan Blora. Berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, yakni hanya berfokus pada 1 variabel, penelitian ini tidak hanya
berfokus meningkatkan pada 1 variabel hasil belajar IPA saja, tetapi juga berfokus
untuk meningkatkan keaktifan siswa, kemudian selain meningkatkan keaktifan
dan hasil belajar, penelitian ini akan dilaksanakan pada waktu, tempat dan subjek
yang berbeda pula, yakni penelitian ini akan dilaksanakan di kelas IV SD Negeri
Ngrambitan Semester II tahun pelajaran 2015/2016. Penerapan model PjBL dalam
penelitian ini juga dibantu dengan media powerpoint tujuannya adalah untuk
39
menarik perhatian siswa sekaligus membuat siswa tetap focus ketika guru
menjelaskan materi ajar, dengan demikian pembelajaran model PjBL berbantuan
media powerpoint menjadi ciri dari penelitian ini.
2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran IPA di kelas IV masih menggunakan metode ceramah yang
konvensional, guru belum memberikan kegiatan yang bisa membuat siswa
berinteraksi aktif dalam pembelajaran sehingga menyebabkan masih ada siswa
yang belum bisa mendapat hasil belajar yang memuaskan dan tidak fokus dalam
pembelajaran. Hal ini mengakibatkan 16 siswa (57.14%) dari 28 siswa hasil
belajarnya masih dibawah KKM (65) khususnya untuk mata pelajaran IPA nilai
rata-rata kelas mendapat 60 dan kurang memenuhi KKM (65).
Diduga kuat rata-rata nilai kelas yang rendah tersebut karena pembelajaran
yang masih konvesional yakni sebesar 62,5, dalam pembelajaran guru masih
mendominasi kelas dengan menggunakan metode ceramah, sehingga siswa kurang
aktif pada proses pembelajaran dan akibatnya hasil belajar siswa yang menjadi
rendah. Dalam mengatasi hal tersebut, peneliti melakukan perbaikan proses
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PjBL (Project Based
Learning) berbantuan media powerpoint. Penggunaan model PjBL (Project Based
Learning) berbantuan media powerpoint akan dilakukan atau diterapkan oleh guru
pada siklus I, dan bilamana pada siklus I hasil belajar siswa belum maksimal atau
meningkat secara signifikan, maka akan dilakukan evaluasi dan perbaikan
terhadap kekurangan pada siklus I dan melakukan pembelajaran PBjL (Project
Based Learning) pada siklus ke II. Diharapkan setelah menerapkan pembelajaran
dengan model PjBL (Project Based Learning) tersebut maka siswa akan lebih
aktif dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa secara signifikan sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang telah
ditetapkan, serta keterampilan guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran juga
dapat meningkat. Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan melalui gambar
bagan berikut ini.
40
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan
dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran PjBL (Project Based
Learning) berbantuan media PowerPoint dalam pembelajaran IPA dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Keaktifan dan
hasil belajar
siswa rendah.
Kegiatan
Awal
Guru menggunakan
metode ceramah
Siklus I : Guru menggunakan model
PjBL berbantuan media Powerpoint
Tindakan
Siklus II : Guru menggunakan model
PjBL berbantuan media Powerpoint
keaktifan dan hasil belajar siswa
kelas IV SD meningkat sesuai dengan
KKM yang ditentukan. Kondisi
Akhir