bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Pengertian Minat Belajar
Getzel dalam Mardapi (2007: 106) mengemukakan “minat adalah suatu
disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk
memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman dan keterempilan untuk rujukan
perhatian atau pencapaian”. Menurut Kamisa (1997: 370), minat diartikan sebagai
kehendak, keinginan atau kesukaan. Menurut Tidjan (1976: 71), minat adalah gejala
psikologis yang menunjukan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek sebab ada
perasaan senang.
Hilgard dalam Slameto (2010: 57), memberi rumusan tentang minat sebagai
berikut „interest is persisting to pay attention to and enjoy some activity or content’.
Dari pengertian tersebut jelas bahwa minat itu sebagai pemusatan perhatian atau
reaksi terhadap suatu obyek seperti benda tertentu atau situasi
tertentu yang didahului oleh perasaan senang terhadap obyek tersebut.
Dari definisi di atas maka peneliti kemukakan bahwa minat mengandung
unsur sebagai berikut:
a. Suatu gejala psikologis
b. Pemusatan perhatian, perasaan dan pikiran dari subyek karena tertarik.
c. Perasaan senang terhadap obyek yang menjadi sasaran
d. Kemauan atau kecenderungan pada diri subyek untuk melakukan kegiatan
guna mencapai tujuan.
Berdasarkan beberapa pengertian minat menurut beberapa ahli di atas, peneliti
simpulkan bahwa minat adalah gejala psikologis yang menunjukkan bahwa minat
adanya pengertian subyek terhadap obyek yang menjadi sasaran karena obyek
tersebut menarik perhatian dan menimbulkan perasaan senang sehingga cenderung
kepada obyek tersebut.
7
2.1.2. Klasifikasi Minat Belajar
Para ahli mencoba mengklasifikasikan minat berdasarkan pendekatan yang
berbeda satu sama lain, sehingga minat dapat dikategorikan seperti berikut ini:
Menurut Super & Krite dalam Suhartini (2001: 25) mengklasifikasikan minat
menjadi empat jenis berdasarkan bentuk pengekspresian dari minat, yaitu:
a. Expressed interest, minat yang diekspresikan melalui verbal yang
menunjukkan apakah seseorang itu menyukai atau tidak menyukai suatu
objek atau aktivitas
b. Manifest interest, minat yang disimpulkan dari keikutsertaan individu
pada suatu kegiatan tertentu
c. Tested interest, minat yang disimpulkan dari tes pengetahuan atau
keterampilan dalam suatu kegiatan
d. Inventoried interest, minat yang diungkapkan melalui inventori minat atau
daftar aktivitas dan kegiatan yang sama dengan pernyataan.
Menurut Surya (2007: 122) menggolongkan minat menjadi tiga jenis
berdasarkan sebab-musabab atau alasan timbulnya minat, yaitu:
a. Minat Volunter adalah minat yang timbul dari dalam diri siswa tanpa
adanya pengaruh dari luar.
b. Minat Involunter adalah minat yang timbul dari dalam diri siswa dengan
adanya pengaruh situasi yang diciptakan oleh guru.
c. Minat Nonvolunter adalah minat yang timbul dari dalam diri siswa secara
paksa atau dihapuskan.
Kemudian Krapp, et.al dalam Suhartini (2001: 23) mencoba mengkategorikan
minat menjadi tiga, yaitu:
1. Minat Personal
2. Minat Situasional
3. Minat Psikologikal
Minat personal merupakan minat yang bersifat permanen dan relatif stabil
yang mengarah pada minat khusus mata pelajaran tertentu. Minat personal merupakan
suatu bentuk rasa senang ataupun tidak senang, tertarik tidak tertarik terhadap mata
pelajaran tertentu. Minat ini biasanya tumbuh dengan sendirinya tanpa pengaruh yang
besar dari rangsangan eksternal.
8
Sedangkan minat situasional yaitu minat yang bersifat tidak permanen dan
relatif berganti-ganti, tergantung rangsangan dari eksternal. Rangsangan tersebut
misalnya dapat berupa metode mengajar guru, penggunaan sumber belajar dan media
yang menarik, suasana kelas, serta dorongan keluarga. Jika minat situasional dapat
dipertahankan sehingga berkelanjutan secara jangka panjang, minat situasional akan
berubah menjadi minat personal atau minat psikologis siswa, semua ini tergantung
pada dorongan atau rangsangan yang ada.
Jenis minat psikologikal merupakan minat yang erat kaitannnya dengan
adanya interaksi antara minat personal dengan minat situasional yang terus menerus
dan berkesinambungan. Jika siswa memiliki pengetahuan yang cukup tentang suatu
mata pelajaran, dan dia memiliki kesempatan untuk mendalaminya dalam aktivitas
yang terstruktur di kelas atau pribadi (di luar kelas) serta mempunyai penilaian yang
tinggi atas mata pelajaran tersebut maka dapat dinyatakan bahwa siswa memiliki
minat psikologikal.
2.1.3. Pentingnya Minat Belajar
Proses belajar yang maksimal terjadi apabila seorang siswa mempunyai minat
terhadap pelajaran tertentu maka siswa tersebut akan merasakan senang dan dapat
memberi perhatian pada mata pelajaran sehingga menimbulkan sikap keterlibatan
ingin belajar. Menurut Djamarah (2002: 81) “Sesuatu yang menarik minat dan
dibutuhkan anak, akan menarik perhatiannya, dengan demikian mereka akan
bersungguh-sungguh dalam belajar”. Senada dengan hal ini Loekmono (1994: 62)
berpendapat bahwa “Minat merupakan salah satu hal yang ikut menentukan
keberhasilan seseorang dalam segala bidang, baik dalam studi, kerja, dan kegiatan-
kegiatan lain, hal tersebut karena minat akan memunculkan perhatian yang spontan
terhadap bidang tersebut”. Dengan demikian proses belajar akan berjalan lancar bila
disertai dengan minat belajar sehingga dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil
belajar siswa dalam bidang-bidang tertentu.
9
Menurut Rachman (1997: 151), minat besar pengaruhnya terhadap belajar
anak. Bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa
tidak dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Jika ada siswa kurang atau tidak berminat
terhadap belajar perlu diusahakan cara membangkitkan minat tersebut. Minat dapat
ditumbuhkan dengan berbagai cara. Cara tersebut antara lain ialah memvariasikan
media pembelajaran, mengembangkan metode pembelajaran, menjelaskan hal-hal
yang menarik dan berguna bagi kehidupan siswa, dan mengkaitkan dengan hal-hal
yang berhubungan dengan cita-cita.
Dari uraian di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa minat sangat
penting dalam kegiatan belajar, karena tanpa adanya minat terhadap suatu pelajaran,
maka kegiatan proses belajar tidak akan berjalan dengan baik dan pada akhirnya
keberhasilan dalam belajar tidak akan tercapai dengan baik pula.
2.1.4. Indikator Minat Belajar
Pada umumnya minat seseorang tehadap sesuatu akan diekspresikan melalui
kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan minatnya. Sehingga untuk mengetahui
indikator minat dapat dilihat dengan cara menganalisis kegiatan-kegiatan yang
dilakukan individu atau objek yang disenangi, karena minat merupakan motif yang
dipelajari yang mendorong individu untuk aktif dalam kegiatan tertentu. Dengan
demikian untuk menganalisis minat belajar dapat digunakan beberapa indikator minat
sebagai berikut:
Menurut Sukartini dalam Suhartini (2001: 26) analisis minat dapat dilakukan
terhadap hal-hal sebagai berikut:
1. Keinginan untuk mengetahui/ memiliki sesuatu
2. Objek-objek kegiatan yang disenangi
3. Jenis kegiatan untuk mencapai hal yang disenangi
4. Usaha untuk merealisasikan keinginan atau rasa senang terhadap sesuatu.
Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Slameto (2010: 180),
bahwa:
“Suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan
bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula
10
dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Anak didik yang
memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberi perhatian
yang lebih besar terhadap subjek tersebut.”
Selain itu menurut Djamarah (2002: 132) mengungkapkan bahwa minat dapat
diekspesikan anak didik melalui:
1. Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya.
2. Partisipasi dalam aktif dalam suatu kegiatan.
3. Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang
diminatinya tanpa menghiraukan yang lain (fokus).
Dari kedua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa minat belajar
siswa dapat dilihat dari perhatian yang lebih besar dalam melakukan aktivitas yang
mereka senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Dari beberapa indikator minat dari beberapa ahli yang dijelaskan di atas maka
peneliti membuat indikator minat yakni meliputi aspek perhatian, aspek ketertarikan,
dan aspek rasa senang. Minat yang diungkap melalui penelitian ini adalah minat
belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS khususnya pada kompetensi kegiatan
ekonomi dalam memanfaatkan sumber daya alam.
2.1.5 Cara Membangkitkan Minat Belajar Anak
Menurut Usman (1996: 27), “pada hakikatnya anak berminat terhadap belajar
dan guru sendiri hendaknya berusaha meembangkitkan minat anak terhadap belajar”.
Simanjuntak (1993: 58) mengemukakan “Minat dapat timbul pada seseorang jika
menarik perhatian terhadap suatu objek”.
Menurut Simanjuntak (1993: 58) cara membangkitkan minat belajar anak
diperlukan beberapa syarat: belajar harus menarik perhatian, sebagai contohnya
mengajar dengan cara yang menarik, mengadakan selingan, menjelaskan dari yang
mudah ke sukar atau dari yang konkret ke abstrak, penggunaan alat peraga. Obyek
atau keadaan yang kekuatannya menarik akan menimbulkan minat misalnya
menyelenggarakan percobaan, menyelenggarakan berbagai bentuk keterampilan,
mengadakan pameran karyawisata. Masalahnya berulang-ulang terjadi, jika berulang-
ulang terjadi akan mendorong peserta didik membangkitkan minat belajar karena
11
masalah tersebut sering muncul sehingga merupakan suatu kebiasaan. Semua
kegiatan harus kontras, hal-hal yang sama bahkan kontras dapat menarik perhatian
seseorang.
Menurut Rachman (1997: 151) untuk menumbuhkan perhatian dan minat para
siswa, pembelajaran dapat dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran terpadu.
Sedangkan menurut Rooijakkers (2008: 25) cara menumbuhkan minat dengan
menghubungkan bahan pengajaran dengan suatu berita sensasional yang sudah
diketahui kebanyakan siswa.
Chatarina (2007: 186) mengemukakan “pengaitan pembelajaran dengan minat
siswa adalah sangat penting, dan karena itu tunjukkanlah bahwa pengetahuan yang
dipelajari itu sangat bermanfaat bagi mereka”. Dalam upaya memperkuat atau
menumbuhkan minat dan untuk memelihara minat yang telah dimiliki siswa, pihak
guru pun dapat membantu hal tersebut. Menurut Djamarah (2002: 133) ada beberapa
macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat anak didik,
diantaranya sebagai berikut:
a. Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik, sehingga dia rela
belajar tanpa paksaan. Contoh dalam pembelajaran IPS yaitu guru dapat
mejelaskan manfaat IPS dalam kehidupan sehari-hari, serta gambaran sejarah
yang lain.
b. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman
yang dimiliki anak didik, sehingga mudah menerima bahan pelajaran. Contoh
dalam pembelajaran IPS yaitu guru dapat menhubungkan materi dengan bukti-
bukti peninggalan sejarah yang ada disekitarnya.
c. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil belajar
yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan
kondusif. Contoh dalam IPS yaitu siswa diajak ke tempat penting peninggalan
sejarah.
12
d. Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks
perbedaan individual anak didik. Contohnya: guru menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Komponen-komponen proses belajar mengajar yang harus dilaksanakan sebagai
usaha membangkitkan minat belajar anak atau anak didik antara lain merumuskan
tujuan pengajaran, mengembangkan/ menyusun alat-alat evaluasi, menetapkan
kegiatan belajar mengajar, merencanakan program dengan menggunakan model
pembelajaran yang tepat.
2.1.5 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2011: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Gagne dalam
Hamzah (2007: 137) menyebutkan bahwa hasil belajar merupakan kapasitas terukur
dari perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri-ciri atau variabel
bawaannya melalui perlakuan pengajaran tertentu. Sedangkan menurut Reigeluth
dalam Hamzah (2007: 138) menyebutkan bahwa hasil belajar adalah semua efek yang
dapat dijadikan sebagi indikator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah
kondisi yang berbeda. Degeng dalam Hamzah (2007: 139) mengemukakan bahwa
hasil belajar biasanya mengikuti pelajaran tertentu yang harus dikaitkan dengan
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar adalah kemampuan yang
diperoleh anak setelah melalui suatu kegiatan belajar.
Menurut Bloom dalam Anni (2007: 7) ada tiga ranah (domain) hasil belajar,
yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
a. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.
b. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuanya itu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi
dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
c. Ranah Psikomotor
13
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
neuromuscular (menghubungkan dan mengamati).
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan dari pada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus
menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang hasil belajar dapat diambil beberapa
kata kunci, yaitu: keluaran, masukan, pemrosesan, dan ranah. Jadi dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah keluaran yang dapat ditunjukkan siswa setelah melakukan
kegiatan memproses masukan yang diterima dalam ranah kognitif, afektif, maupun
psikomotor yang bersifat relatif menetap/ bertahan dan dapat diamati. Kegiatan
memproses informasi dalam hal ini pada hakekatnya merupakan kegiatan belajar
yang dilakukan siswa.
2.1.6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Aronson dalam Arends (2008: 13) mengemukakan bahwa Jigsaw merupakan
tipe pembelajaran kooperatif yang didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab
siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan pembelajaran orang lain. Siswa tidak
hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan
dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.
Menurut Silberman (2001: 51), Jigsaw Learning merupakan sebuah teknik
dipakai secara luas yang memiliki kesamaan dengan teknik “pertukaran dari
kelompok ke kelompok” (group-to-group exchange) dengan suatu perbedaan penting
setiap peserta didik mengajarkan sesuatu.
Menurut Isjoni (2009: 77), pembelajaran kooperatif Jigsaw merupakan salah
satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu
dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal.
Anita Lie (2002: 68) mengemukakan bahwa dalam teknik jigsaw guru
memperhatikan latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa
mengaktifkannya agar pembelajaran lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan
sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
14
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan
siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam.
Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu
kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang
ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan
tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada
anggota kelompok asal. Yuzar dalam Isjoni (2009: 78), menyatakan dalam
pembelajaran kooperatif jenis Jigsaw siswa belajar kelompok kecil yang terdiri dari
4-6 orang, heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan
bertanggung jawab secara mandiri. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas
ketuntasan bagian bahan pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan bahan
tersebut kepada anggota kelompok asal. Dalam hal ini, menurut Soejadi dalam Isjoni
(2009: 78), jumlah anggota dalam satu kelompok apabila semakin besar, dapat
mengakibatkan semakin kurang efektif kerjasama antara para anggotanya.
Ciri-ciri model pembelajaran tipe Jigsaw adalah sebagai berikut:
a. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara
kooperatif.
b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
c. Jika dalam kelas terdapat siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis
kelamin yanng berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompokpun terdiri
dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula.
d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
Menurut Arends (2008: 13), langkah-langkah penerapan model pembelajaran
Jigsaw, yaitu:
a. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4-6 orang.
b. Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk
membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli.
15
c. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling
membantu untuk menguasai topik tersebut.
d. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok
masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya.
e. Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang
telah didiskusikan.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai
berikut:
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Gambar 2.2 Pembentukan Kelompok Jigsaw
16
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga siap memberikan dan
mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian,
siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara
kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
Teori yang mendukung model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yaitu teori
Vygotsky. Teori ini berusaha mengembangkan model konstruktivistik belajar mandiri
dari Piaget menjadi belajar kelompok. Dalam membangun sendiri pengetahuannya,
peserta didik dapat memperoleh pengetahuan melalui kegiatan yang beranekaragam
dengan guru sebagai fasilitator. Kegiatan itu dapat berupa diskusi kelompok kecil,
diskusi kelas, mengerjakan tugas kelompok, tugas mengerjakan ke depan 2-3 orang
dalam waktu yang sama dan untuk soal yang sama (sebagai bahan pembicaraan/
diskusi kelas), tugas menulis (karya tulis, karangan), tugas bersama membuat laporan
kegiatan pengamatan kajian materi, dan tugas menyampaikan penjelasan atau
mengkomunikasikan pendapat atau presentasi tentang sesuatu yang terkait dengan
materi dengan kegiatan yang beragam peserta didik akan membangun pengetahuan
sendiri melalui membaca, diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, pengamatan,
pencatatan, pengerjaan, dan presentasi.
Tugas guru adalah menyediakan atau mengatur lingkungan belajar siswa, dan
mengatur tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa, serta memberikan dukungan
dinamis, sedemikian hingga setiap siswa dapat berkembang secara maksimal dalam
zona perkembangan masing-masing peserta didik. Guru sekiranya bisa
memanfaatkan, baik teori Piaget maupun teori Vygotsky dalam upaya untuk
melakukan proses pembelajaran yang efektif. Guru perlu mengupayakan supaya
setiap siswa berusaha agar bisa mengembangkan diri masing-masing secara
maksimal, yaitu mengembangkan kemampuan berfikir dan bekerja secara independen
(sesuai dengan teori Piaget). Dilain pihak, guru perlu juga mengupayakan supaya
tiap-tiap siswa juga aktif berinteraksi dengan siswa-siswa lain dan orang-orang lain di
17
lingkungan masing-masing (sesuai dengan teori Vygotsky). Jika kedua hal itu
dilakukan, perkembangan kognitif tiap-tiap siswa akan terjadi secara optimal.
Menurut Ibrahim, dkk (2000: 7), pembelajaran kooperatif dikembangkan
untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk memperbaiki prestasi siswa atau tugas-
tugas akademis penting lainnya. Model pembelajaran kooperatif unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.
b. Penerimaan terhadap keragaman
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari
orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif yaitu mengajarkan kepada siswa
keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Ibrahim, dkk (2000: 18), mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
memberikan manfaat bagi siswa yang hasil belajarnya rendah, di antaranya:
a) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas; b) Rasa harga diri menjadi lebih
tinggi; c) Memperbaiki terhadap ilmu pengetahuan dan sekolah; d) Memperbaiki
kehadiran; e) Angka putus sekolah menjadi rendah; e) Penerimaan terhadap
perbedaan individu menjadi lebih besar; f) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil;
g) Konflik antar pribadi berkurang; h) Sikap apatis berkurang; i) Pemahaman yang
lebih mendalam; j) Motivasi lebih besar; k) Hasil belajar lebih tinggi; l) Retensi lebih
lama; dan m) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.
2.1.7. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model
pembelajaran kooperatif Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu:
a. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli
yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya.
b. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat.
18
c. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara
dan berpendapat.
2.1.8. Hubungan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Hasil
Belajar Siswa
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan sesamanya dalam
suatu kelompok belajar untuk mencapai tujuan belajar dan guru bertindak sebagai
motivator. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Hasil
belajar oleh Benyamin Bloom diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu: ranah
kognitif, ranah afektif, ranah psikomotor.
Catharina (2007: 7-12), “Hasil belajar pada ranah kognitif mencakup
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sistesis, penilaian. Ranah Afektif
mencakup penerimaan, penanggapan, penilaian, pengorganisasian, pembentukan pola
hidup. Ranah psikomotor mencakup persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan
terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian, kreativitas.” Berdasarkan ketiga ranah
tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terdapat
kegiatan yang aktif antara siswa dan guru selama proses belajar. Dengan demikian,
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diharapkan dapat mengatasi
permasalahan pembelajaran yang masih terpusat pada guru (teacher centred) dengan
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centred) dan hasil belajar siswa yang
meningkat.
19
2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
a. Hasil penelitian dari Mardhiyah (2009) dengan judul “Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Kelas IV pada Mata Pelajaran Matematika melalui Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw di SDN Purworejo Kec. Suruh Kab.
Semarang Semester I Tahun Ajaran 2009/ 2010”. Skripsi Program PGSD UKSW.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan ketuntasan
hasil evaluasi dari tiap siklus pada materi luas bangun datar. Pada kondisi awal
dari jumlah siswa 27 siswa terdapat 20 siswa yang telah tuntas belajarnya, pada
siklus 1 ketuntasan belajar siswa dapat mencapai 100% setelah dilakukan tindak
lanjut berupa perbaikan untuk siswa yang belum tuntas belajar dan pengayaan
untuk siswa yang telah tuntas dalam belajar. Siklus 2 ketuntasan belajar siswa
meningkat menjadi 100% tanpa kegiatan tindak lanjut. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dapat
meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV Semester I SDN
Purworejo, Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Semester I Tahun Ajaran
2009/ 2010.
b. Hasil penelitian Cicik Asti Tahapsari (2010) dengan judul “Peningkatan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tentang materi
Pengaruh Globalisasi melalui pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw bagi siswa
kelas IV SD N Wulung 4 Randublatung Kabupaten Blora Tahun 2009/ 2010”.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan ketuntasan
prestasi belajar. Kondisi awal siswa yang tuntas sebanyak 8 anak (40%). Siklus 1
ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 15 siswa (75%), dan pada siklus 1I
ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 20 siswa (100%). Dengan demikian
penggunaan model kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa kelas IV SD N Wulung 4 Randublatung Kabupaten Blora Semester I
Tahun Ajaran 2009/ 2010.
20
2.3. Kerangka Pikir
Berkembangnya model pembelajaran pada saat kegiatan belajar mengajar
memiliki implikasi yang luas baik bagi siswa maupun bagi guru. Karena model
pembelajaran inovatif adalah penerapan model pembelajaran yang dipilih dan
diterapkan secara fleksibel untuk disesuaikan dengan perkembangan kemampuan
siswa dan pengalamannya. Bagi guru, pemahaman tentang penggunaan metode
inovatif akan mampu mengubah pola pembelajaran pada siswa di sekolah. Sedangkan
bagi siswa penerapan model pembelajaran di kelas akan memupuk minat belajar dan
semangat siswa untuk menerima konsep materi dari guru.
Keberhasilan atas hasil belajar siswa dipengaruhi oleh banyak hal, baik yang
berasal dari dalam dan dari luar diri siswa. Salah satu faktor yang diangkat dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
secara efektif dan efisien. Untuk mengimplementasikan model dan rencana
pembelajaran digunakanlah model pembelajaran Jigsaw. Kerangka berpikirnya dapat
dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pikir
Jigsaw
Kerja dalam kelompok
membangkitkan
perhatian, ketertarikan,
dan rasa senang dalam
belajar.
Setiap anak dalam
kelompok ahli menggali
informasi selengkap
mungkin untuk diajarkan
ke kelompok asal
Minat Hasil
21
2.4. Hipotesis Penelitian
Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada mata
pelajaran IPS materi kegiatan ekonomi dalam pemanfaatan SDA, siswa mampu
memahami materi dengan baik dan diduga meningkatkan minat dan hasil belajar IPS
siswa kelas IV SD Negeri 01 Sugihan Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan.