bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Aktivitas Belajar
Aktivitas menurut Mulyono, Anton (2001 : 26) dalam
http://cahyarbsd.blogspot.com/2012/08/pengertian-aktivitas-belajar.html aktivitas
artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau
kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non fisik merupakan suatu
aktivitas.
Belajar menurut Hamalik (2011: 28), belajar adalah “Suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan” . Aspek
tingkah laku tersebut adalah pengetahuan,pengertian, kebiasaan, keterampilan,
apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.
Belajar menurut Sanjaya (2010: 170), belajar bukanlah hanya sekedar
menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh
pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
pengalaman belajar siswa harus dapat mendorong siswa beraktivitas melakukan
sesuatu. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga
meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental. Pembelajaran yang
berorientasi pada aktivitas siswa dalam pembelajaran menekankan pada aktivitas
siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik secara seimbang. Aktivitas belajar
merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan
siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar.
Berdasarkan uraian diatas, maka pengertian aktivitas belajar adalah
kegiatan dalam proses pembelajaran melibatkan aktif siswa baik secara fisik
maupun non fisik untuk meningkatkan hasil belajar dalam aspek kognitif, afektif
dan psikomotor.
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar biasanya digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui
seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk
mengaplikasikan hasil belajar diperlukan beberapa langkah pengukuran
menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat.
“Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya” (Sudjana 1990: 22). Hasil belajar pada
dasarnya merupakan akibat dari suatu proses pembelajaran.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006 : 250), hasil belajar merupakan
hasil proses belajar. Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua
sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik dibandingkan saat sebelum mengajar.
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah afektif,
kognitif dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat
terselesaikannya bahan pelajaran.
Taksonomi Bloom dan kawan-kawan dalam Sudijono (2008: 49) membagi
hasil belajar atas 3 ranah, yaitu:
1. Ranah kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak
adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif terdapat 6
jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang
yang paling tinggi. Keenam jenjang dimaksud adalah : (1) pengetahuan
/hafalan/ingatan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3)
penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (syntesis) dan
(6) Penilaian (evaluation).
2. Ranah afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Ada 5 jenjang ranah afektif: (1) penerimaan (receiving), (2) penanggapan
(responding), (3) penghargaan (valuing), (4) pengorganisasian
(organization) dan (5) penjatidirian (characterization).
3. Ranah psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu.
Ada beberapa hal mengenai tujuan dan fungsi Hasil belajar : (1) Penilaian
berfungsi selektif dimaksudkan bahwa penilaian bisa digunakan untuk memilih
siswa yang bisa masuk perguruan negeri, siswa yang seharusnya mendapatkan
beasiswa, siswa yang dapat naik kelas, dan siswa yang berhak meninggalkan
sekolah. (2) Penilaian berfungsi diagnostic dengan adanya diagnostic kepada
siswa, guru akan mengetahui kelemahan kebaikan pencapaian siswa dalam
mencapai proses pembelajaran, dengan demikian guru akan lebih mudah untuk
menilai siswa. (3) Penilaian berfungsi sebagai penempatan untuk menentukan
dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan
suatu penilaian. Siswa yang mempunyai hasil penilaian sama, akan berada dalam
kelompok yang sama dalam belajar. (4) Penilaian berfungsi sebagai pengukur
keberhasilan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.
Ada dua macam teknik yang dapat digunakan dalam melaksanakan
evaluasi, yaitu teknik tes dan teknik non tes. Teknik tes meliputi tes lisan, tes
tertulis dan tes perbuatan. Tes lisan dilakukan dalam bentuk pertanyaan lisan di
kelas yang dilakukan pada saat pembelajaran di kelas berlangsung atau di akhir
pembelajaran. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan tertulis, baik pertanyaan
maupun jawabannya. Sedangkan tes perbuatan atau tes unjuk kerja adalah tes
yang dilaksanakan dengan jawaban menggunakan perbuatan atau tindakan.
Tes tertulis dapat berbentuk uraian (essay) atau soal bentuk obyektif
(objective tes). Tes uraian merupakan alat penilaian hasil belajar yang paling tua.
Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab
dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan,
memberikan alasan dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan
pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.
Teknik non tes merupakan teknik penilaian hasil belajar peserta didik
dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik melainkan dilakukan melalui
pengamatan atau observasi, wawancara, angket dan skala. Teknik penilaian
dilakukan dengan berbagai tes penilaian dan dapat diterapkan guna mengetahui
sejauh mana kompetensi materi yang telah disampaikan oleh guru dapat dikuasai
oleh siswa. Dengan adanya hasil belajar maka guru dapat melihat apakah proses
pembelajaran yang telah ia laksanakan dikatakan mencapai tujuan pembelajaran
atau tidak. Jika tujuan pembelajaran belum tercapai, maka guru dapat
mengevaluasi kembali bagaimana proses yang telah dilalui dalam pembelajaran
serta menentukan model pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan dalam suatu
proses kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran
yang berupa pengalaman belajar dan ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan
oleh guru. Hasil belajar berupa kemampuan kognitif, kemampuan afektif dan
kemampuan psikomotor. Kemampuan ini dapat dilihat berdasarkan hasil belajar
berupa tes, lembar diskusi kelompok dan lembar kerja praktikum atau instrumen
penilaian sikap.
2.1.3 Model Pembelajaran SAVI
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran SAVI
De Porter (2011: 113), dalam bukunya Quantum Learning,
mengemukakan tiga (3) modalitas belajar yang dimiliki seseorang. Ketiga
modalitas tersebut adalah modalitas visual, modalitas auditoral dan modalitas
kinistetik (somatic).
Pendekatan SAVI diperkenalkan pertama kali oleh Dave Meier. Meier
mengemukakan bahwa manusia memiliki empat dimensi yakni: tubuh atau
somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V) dan
pemikiran atau intelektual (I).
Menurut Rose (2011 : 130) ciri-ciri yang mencerminkan gaya belajar
model SAVI diantaranya adalah a. Belajar visual melalui melihat sesuatu. Mereka
suka melihat gambar atau diagram, menonton pertunjukan, peragaan atau
menyaksikan video. Mereka juga suka membaca kata tertulis, bahan belajar
berupa teks tertulis yang jelas; b. Pembelajaran auditori melalui mendengar
sesuatu. Mereka suka mendengarkan kaset audio, ceramah, diskusi, debat dan
instruksi (perintah) verbal c. Pembelajaran fisik (somatis) senang pembelajaran
praktik supaya bisa langsung mencoba sendiri. Mereka suka berbuat saat belajar,
dengan bergerak, menyentuh dan merasakan atau mengalami sendiri.
Menurut Herdian dalam http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/ model-
pembelajaran-savi/ (2009) teori yang mendukung pembelajaran SAVI adalah
Accelerated Learning, teori otak kanan/kiri; teori otak triune; pilihan modalitas
(visual, auditorial, kinestetik); teori kecerdasan ganda; pendidikan (holistic)
menyeluruh; belajar berdasarkan pengalaman; belajar dengan symbol.
Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan
belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera
dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu
lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara yang berbeda-beda.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran SAVI menitikberatkan pada keaktifan penggunaan alat indera baik
aktivitas tubuh, aktivitas mendengarkan, aktivitas melihat, maupun aktivitas aktif
pada otak yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi siswa.
2.1.3.2 Tujuan Model Pembelajaran SAVI
Tujuan model pembelajaran SAVI adalah:
1. Mengaktifkan siswa dalam suatu proses pembelajaran yang melibatkan
seluruh indera yang dimiliki siswa
2. Meningkatkan hasil pembelajaran karena pembelajaran bersifat
memberikan pengalaman belajar sehingga siswa sulit untuk melupakannya
3. Meningkatkan cara berpikir kritis siswa.
2.1.3.3 Prinsip Model Pembelajaran SAVI
Model pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning,
maka prinsipnya juga sejalan dengan AL yaitu:
1. Pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh
2. Pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi
3. Kerjasama membantu proses pembelajaran
4. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan
5. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik
6. Emosi positif sangat membantu pembelajaran
7. Otak citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
2.1.3.4 Karakteristik Model Pembelajaran SAVI
Sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatic, Auditori, Visual
dan Intellectual, maka karakteristiknya ada empat bagian menurut Herdian dalam
http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/ model-pembelajaran-savi/ (2009) yaitu
sebagai berikut:
1. Somatic
”Somatic” berasal dari bahasa yunani yaitu tubuh – soma. Jika
dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan
berbuat. Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang
memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik,
melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran
berlangsung).
2. Auditori
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat
daripada yang kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan
menyimpan informasi bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara
sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi aktif.
Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya mengajak
siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan
pengalaman siswa dengan suara, mengajak mereka berbicara saat
memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi,
membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan
pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri
mereka sendiri.
3. Visual
Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita
terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual
daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang menggunakan
visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang
dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program
komputer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka
dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan
sebagainya ketika belajar.
4. Intelektual
Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan
pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal
ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman
dan menciptakan hubungan, makna, rencana dan nilai dari pengalaman
tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri
yang merenung, mencipta dan memecahkan masalah.
Karakteristik dalam model pembelajaran SAVI sudah mewakili semua
aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran, karena siswa tidak hanya
mendapatkan pengetahuan semata melainkan ia dapat benar-benar memahami dan
mengalami secara langsung apa yang ia pelajari. Disini guru juga sangat berperan
dalam penerapannya. Guru dituntut untuk mengembangkan kreativitasnya dalam
memfasilitasi siswa dengan ragam alat peraga dan bahan ajar yang menarik dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
2.1.3.5 Langkah-langkah Model Pembelajaran SAVI
Pembelajaran SAVI dapat direncanakan dan kelompok dalam empat tahap
Meier (2003: 106):
1) Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan)
Tujuan pada tahap ini guru menimbulkan minat para pembelajar,
memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan
datang dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar
(Meier 2003 : 106). Secara spesifik meliputi hal:
a. Memberikan sugesti positif
b. Memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa
c. Memberikan tujuan yang jelas dan bermakna
d. Membangkitkan rasa ingin tahu
e. Menciptakan lingkungan fisik yang positif
f. Menciptakan lingkungan emosional yang positif
g. Menciptakan lingkungan sosial yang positif
h. Menenangkan rasa takut
i. Menyingkirkan hambatan-hambatan belajar
j. Banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah
k. Merangsang rasa ingin tahu siswa
l. Mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.
2) Tahap Penyampaian (kegiatan inti)
Tujuan tahap penyampaian adalah guru hendaknya membantu
siswa atau pembelajar untuk menemukan materi belajar yang baru dengan
cara menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera dan cocok
untuk semua gaya belajar. Hal- hal yang dapat dilakukan guru:
a. Uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan
b. Pengamatan fenomena dunia nyata
c. Pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh
d. Presentasi interaktif
e. Grafik dan sarana presentasi berwarna-warni
f. Aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar
g. Proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim
h. Latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok)
i. Pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual
j. Pelatihan memecahkan masalah
3) Tahap Pelatihan (kegiatan inti)
Tujuan tahap pelatihan adalah membantu siswa atau pembelajar
mengintegrasikan, menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan
berbagai cara. Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu:
a. Aktivitas pemrosesan siswa
b. Usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali
c. Simulasi dunia-nyata
d. Permainan dalam belajar
e. Pelatihan aksi pembelajaran
f. Aktivitas pemecahan masalah
g. Refleksi dan artikulasi individu
h. Dialog berpasangan atau berkelompok
i. Pengajaran dan tinjauan kolaboratif
j. Aktivitas praktis membangun keterampilan
k. Mengajar balik.
4) Tahap penampilan hasil
Tujuan tahap penampilan hasil ini adalah guru hendaknya dapat
membantu siswa/pembelajar menerapkan dan memperluas pengetahuan
atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan
melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal – hal yang dapat
dilakukan adalah:
a. Penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera
b. Penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi
c. Aktivitas penguatan penerapan
d. Materi penguatan persepsi
e. Pelatihan terus menerus
f. Umpan balik dan evaluasi kinerja
g. Aktivitas dukungan kawan
h. Perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
The accelerated learning handbook (2003:109) membagi tahapan
pembelajaran SAVI sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan pembelajar
untuk belajar. Ini adalah langkah penting dalam belajar. Tahap persiapan
digunakan untuk menimbulkan minat para pembelajar, memberikan
perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang dan
menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar.
Tujuan mempersiapkan pembelajar adalah untuk:
1) Mengajak pembelajar keluar dari keadaan mental yang pasif atau
resisten
2) Menyingkirkan rintangan belajar
3) Merangsang minat dan rasa ingin tahu pembelajar
4) Memberi pembelajar perasaan positif mengenai dan hubungan yang
bermakna dengan topik pelajaran
5) Menciptakan pembelajar aktif yang tergugah untuk berpikir, belajar,
mencipta dan tumbuh
6) Mengajak orang keluar dari keterasingan dan masuk ke dalam
komunitas belajar.
2. Tahap penyampaian materi
Tahap penyampaian dalam siklus pembelajaran dimaksudkan
untuk mempertemukan pembelajar dengan materi belajar yang mengawali
proses belajar secara positif dan menarik. Tahap penyampaian materi ini
membantu pembelajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara
yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera dan cocok
untuk semua gaya belajar. Tahap penyampaian dalam belajar bukan hanya
sesuatu yang dilakukan fasilitator, melainkan sesuatu yang secara aktif
melibatkan pembelajar dalam menciptakan pengetahuan di setiap
langkahnya.
3. Tahap pelatihan
Tahap pelatihan (integrasi) merupakan intisari Accelerated
Learning. Tujuan tahap pelatihan adalah membantu pembelajar
mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan. Beberapa
hal penting yang harus diperhatikan adalah peralihan dari pengajaran ke
pembelajaran, pembelajaran sejati dapat mengubah seseorang serta
memproses pembelajar.
4. Tahap penampilan hasil
Tujuan tahap penampilan hasil adalah memastikan bahwa
pembelajaran tetap melekat dan berhasil diterapkan. Setelah mengalami
tiga tahap pertama dalam siklus pembelajaran, kita perlu memastikan
bahwa siswa melaksanakan dan terus mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan baru mereka pada pekerjaan mereka dengan cara-cara yang
dapat menciptakan nilai nyata bagi diri mereka sendiri.
Berdasarkan tahapan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada
tahapan pelaksanaan model pembelajaran SAVI meliputi:
1) Tahap persiapan (Kegiatan Pendahuluan)
Pada tahapan ini guru menggali pengetahuan siswa serta
meningkatkan minat belajar siswa agar siswa termotivasi dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran.
2) Tahap penyampaian (Kegiatan Inti)
Guru melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran
dengan melibatkan semua panca indera yang dimiliki siswa berupa
kegiatan melakukan sesuatu, mendengarkan, melihat dan berfikir yang
melibatkan semua modalitas belajar siswa dalam pembelajaran SAVI
sehingga pembelajaran lebih bermakna dan membekas dibenak siswa.
3) Tahap Pelatihan (Kegiatan Inti)
Guru memberikan pelatihan keterampilan kepada siswa sehingga
dapat terjadi timbal balik positif sesuai tujuan pembelajaran.
4) Tahap penampilan (Kegiatan penutup)
Adanya refleksi terhadap proses pembelajaran serta penguatan
terhadap siswa.
2.1.3.6 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran SAVI
1. Kelebihan model SAVI adalah:
a. Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat
menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri
b. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan
c. Dapat membantu anak untuk merespon orang lain
d. Dapat memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
belajar
e. Dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial
f. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan
pemahamannya sendiri, menerima umpan balik
g. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan
kemampuan belajar abstrak menjadi nyata
h. Dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk
berpikir.
2. Kelemahan model SAVI
a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu
memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu
b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai
c. Saat kegiatan diskusi berlangsung, ada kecenderungan memerlukan
waktu yang cukup lama.
2.1.4 Pembelajaran IPA di SD
IPA merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Alam, terjemahan dari
kata-kata dalam Bahasa Inggris “ natural science” atau secara singkat sering
disebut “science” saja. Natural artinya alamiah atau berhubungan dengan alam ;
science artinya Ilmu Pengetahuan. Oleh karena itu sains didefinisikan sebagai
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis. Pengertian atas istilah
sains sebagai Ilmu Pengetahuan Alam sangat beragam, menurut James Conant
dalam Samatowa (2011:1) sains diartikan sebagai suatu deretan konsep serta
skema konseptual yang berhubungan satu sama lain dan yang tumbuh sebagai
hasil dari eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk diamati dan
dieksperimentasikan lebih lanjut.
Menurut Samatowa (2011: 19) sains didefinisikan sebagai ilmu
pengetahuanyang terdiri dari fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-
teori yang merupakan produk dari proses ilmiah, metode ilmiah dan sikap ilmiah
serta adanya suatu proses.
Dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu ilmu pengetahuan yang
diperoleh dengan cara terkontrol yang tersusun secara sistematis, berdasarkan
fakta-fakta, konsep, prinsip, penemuan, metode ilmiah dan sikap ilmiah yang
didasarkan pada hasil eksperimen atau observasi.
2.1.4.1 Tujuan IPA
Tujuan dari pelajaran IPA di SD yang tersirat dalam (Permendiknas) yaitu
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/ MTS.
Tujuan pembelajaran IPA pada prinsipnya pembelajaran IPA di sekolah dasar
membekali siswa kemampuan berbagai cara untuk “mengetahui” dan “ cara
mengerjakan” yang dapat membantu siswa dalam memahami alam sekitar dengan
menggunakan model pembelajaran serta melibatkan peran aktif siswa sehingga
pembelajaran lebih bermakna.
2.4.1.2 Ruang Lingkup IPA
Depdiknas (2006) menyebutkan bahwa “IPA disekolah dasar diajarkan
mulai kelas 1 hingga kelas 6. Adapun ruang lingkup yang dipelajari dari kelas I
hingga kelas VI adalah (1) makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu: manusia,
hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan; lalu ada
juga tentang (2) benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat,
dan gas; kemudian (3) energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas,
magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana; dan yang terakhir adalah (4) bumi
dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya dan benda-benda langit
lainnya”.
2.4.1.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar diberikan dari siswa Sekolah Dasar
bahkan hingga Perguruan Tinggi. Tujuan dari diberikannya ilmu ini guna
memberikan bekal kepada siswa untuk dapat berfikir kritis, sistematis, kreatif dan
kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok serta menambah rasa
kepedulian siswa terhadap kehidupan manusia dan lingkungan sekitar.
Landasan yang dapat digunakan guna mengembangkan kemampuan IPA
adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Hal ini dapat diaplikasikan
untuk memecahkan beberapa permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dalam
hal yang terkait dengan IPA.
Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang
mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui dan
mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang
diajarkan.
Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang
cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.
Berikut ini tabel Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA tentang
cahaya kelas 5 SD.
Tabel 1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
6. Menerapkan sifat-sifat cahaya
melalui kegiatan membuat
suatu karya/model.
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat
cahaya
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh beberapa
peneliti yang menggunakan model pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory,
Visualization and Intellectual) untuk memecahkan masalah pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar. Penelitian tersebut antara lain: .
Penelitian yang dilakukan Rizki Sari Utami yang berjudul “Pengaruh
Penggunaan Pendekatan Somatic Auditory Visual Intellectual (SAVI) terhadap
Hasil Belajar IPA siswa kelas V di SDN Pluit 05 Pagi Jakarta Utara. Dari hasil
penghitungan uji hipotesis didapatkan t hitung = 4,42,sedangkan nilai t tabel = 1,703
pada taraf signifikansi α= 0,05. Berdasarkan nilai tersebut maka diperoleh nilai t
hitung > t tabel, ini berarti bahwa H0 ditolak dan selanjutnya H1 diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh penggunaan pendekatan
Somatik Auditori Visual Intelektual “SAVI” terhadap hasil belajar IPA siswa
Hasil belajar IPA rata-rata untuk siswa yang proses pembelajaran melalui
pendekatan “SAVI” sebesar 22,37, sedangkan hasil belajar siswa yang diberi
pembelajaran menggunakan pendekatan konvensional dengan rata-rata 18,66.
Kelebihan dari penelitian ini adalah meningkatnya hasil belajar serta
mengaktifkan siswa sehingga mereka dapat berfikir kritis dalam memecahkan
masalah materi pelajaran.
Penelitian yang dilakukan Wuri Rahayu Ningsih yang berjudul “Pengaruh
Penerapan Model Pembelajaran SAVI terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar IPA
Siswa Kelas IV SDN Sendangbumen 01 Kecamatan Berbek Kabupaten Nganjuk.
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh dua kesimpulan yaitu yang pertama
terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran SAVI terhadap
aktivitas belajar. Pengaruh tersebut diketahui dari hasil perhitungan dengan
menggunakan rumus chi square jumlah X2 hitung = 17,924 > X2 tabel = 9,488
maka H0 ditolak, artinya pengaruh yang signifikan pada penerapan model
pembelajaran SAVI terhadap aktivitas belajar siswa kelas IV. Kedua, terdapat
pengaruh model pembelajaran SAVI terhadap hasil belajar siswa. Hasil tersebut
diperoleh dari pengujian pada data hasil belajar (gain score). Nilai probabilitas <
0,05 dan t hitung > t tabel (2,277 > 2,019) yang berarti menolak H0 , sehingga
dapat disimpulkan bahwa penerapan Model Pembelajaran SAVI berpengaruh
positif terhadap hasil belajar IPA. Kelebihan dari penelitian ini adalah
meningkatnya aktivitas belajar siswa dan hasil belajar serta mengaktifkan siswa
sehingga mereka dapat berpikir kritis dalam memecahkan masalah materi
pelajaran.
Penelitian yang dilakukan Purwanti Silvianawati yang berjudul “Pengaruh
penerapan pembelajaran tematik dengan menggunakan model pembelajaran SAVI
terhadap peningkatan hasil belajar siswa kelas II SD Negeri Mangunsari 04
Salatiga semester 2 tahun 2010/2011”. Berdasarkan hasil analisis data diketahui
bahwa besarnya nilai t adalah 4,554 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000,
karena besarnya t hitung 4,554 > t tabel 2,131 maka hipotesis yang diajukan dapat
diterima, berarti ada perbedaan yang signifikan antara nilai posttest kelas kontrol
dengan nilai posttest kelas eksperimen. Ditinjau dari perbedaan penggunaan
model pembelajaran diperoleh nilai rata-rata prestasi untuk kelas eksperimen
82.8125 dan kelas kontrol 69.6875 sehingga penggunaan model pembelajaran
SAVI lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Dari hasil penelitian dapat
disarankan supaya menjadi bahan masukan untuk dapat menerapkan pembelajaran
tematik dengan menggunakan model pembelajaran SAVI pada saat proses belajar
mengajar sehingga hasil belajar siswa lebih optimal.
2.3 Kerangka Pikir
Pelaksanaan pembelajaran umumnya masih menggunakan pembelajaran
konvensional di mana guru menjadi pihak yang aktif sementara peserta didik
cenderung pasif. Selain itu guru juga kurang kreatif dalam memberikan materi
serta tidak memaksimalkan penggunaan model dan media dalam pembelajaran.
Karena hal tersebut peserta didik kurang antusias dan tidak bersemangat dalam
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Dalam mengatasi masalah tersebut, peneliti melakukan perbandingan
proses pembelajaran melalui penerapan model SAVI. Manfaat model SAVI ini
siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran
yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapatkan pengalaman
beraktivitas dalam proses pembelajaran serta pembelajaran bermakna dalam
pembelajaran IPA.
SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar
yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera dan
segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain
dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda.
Berdasarkan uraian diatas dapat digambarkan melalui bagan berikut:
Pretest
Kelompok kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran SAVI
Kelompok kelas kontrol menggunakan
pembelajaran konvensional
Somatic (Aktivitas Gerak) 1. Praktikum mengenai sifat –sifat cahaya
1. Siswa mendengarkan penjelasan guru
2. Siswa mempresentasikan hasil praktikum dan
mendengarkannya serta memberikan tanggapan
Auditory (Aktivitas Mendengarkan) Siswa pasif dalam kegiatan pembelajaran
Guru dominan dalam kegiatan pembelajaran
1. Siswa mengamati proses praktikum sifat-sifat cahaya
Visualization (Aktivitas Melihat)
Hasil Evaluasi Pembelajaran Rendah Menanggapi hasil praktikum dan membuat kesimpulan tentang hasil praktikum
Intellectual (Aktivitas Berpikir)
Aktivitas dan Hasil Evaluasi Pembelajaran
Meningkat
Siswa Aktif dalam pembelajaran
Gambar 1 Kerangka Pikir
Dengan menggunakan pembelajaran SAVI aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat, dilihat dari hasil belajar siswa melalui penerapan
model pembelajaran SAVI tidak sama jika dibandingkan dengan hasil belajar melalui pembelajaran konvensional, sehingga terdapat
pengaruh dengan menggunakan model pembelajaran SAVI
Posttest
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian.
1. Hipotesis Penelitian
a. Tidak terdapat pengaruh pembelajaran yang signifikan melalui model
pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visualization and Intellectual)
terhadap aktivitas dan hasil belajar pada materi cahaya pada siswa kelas 5
di SDN Blotongan 03 Salatiga Tahun ajaran 2012/2013.
b. Terdapat pengaruh pembelajaran yang signifikan melalui model
pembelajaran SAVI (Somatic, Auditory, Visualization and Intellectual)
terhadap aktivitas dan hasil belajar pada materi cahaya pada siswa kelas 5
di SDN Blotongan 03 Salatiga Tahun ajaran 2012/2013.
2. Hipotesis Statistika
a. Aktivitas Belajar
H0 : µ1 = µ1’
Rata-rata skor aktivitas kelompok eksperimen sama dengan rata-rata skor
aktivitas kelompok kontrol artinya bahwa, tidak terdapat pengaruh
penggunaan model SAVI terhadap aktivitas siswa.
H1 : µ1 ≠ µ1’
Rata-rata skor aktivitas kelompok eksperimen tidak sama dengan rata-rata
skor aktivitas kelompok kontrol artinya bahwa, terdapat pengaruh
penggunaan model SAVI terhadap aktivitas siswa.
b. Hasil Belajar
H0 : µ2 = µ2’
Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen sama dengan rata-rata hasil
belajar kelompok kontrol artinya bahwa, tidak terdapat pengaruh
penggunaan model SAVI terhadap hasil belajar siswa.
H1 : µ2 ≠ µ2’
Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen tidak sama dengan rata-rata
hasil belajar kelompok kontrol artinya bahwa, terdapat pengaruh
penggunaan model SAVI terhadap hasil belajar siswa.