bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan salah satu tindakan dan perilaku individu secara
menyeluruh dalam pembentukan pribadi dan perilaku. Belajar merupakan proses
manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan dan sikap.
Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian besar
perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Seseorang dapat
dikatakan belajar apabila terjadinya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika seseorang itu dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Belajar merupakan suatu aktivitas yang di dalamnya
terjadi suatu proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti,
tidak bisa menjadi bisa untuk mencapai hasil yang optimal dari proses
pembelajaran.
Hamalik (1993:27) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku berkat pelatihan dan pengalaman. Slameto (2003:2)
mendefinisikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan
menurut Sudjana (2000:28) belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat.
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar yang ditunjukkan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kemampuan, daya reaksinya, penerimaannya dan aspek lainnya yang ada pada
individu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan pengertian
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh
perubahan perilaku secara keseluruhan yang ditandai dengan adanya perubahan
individu berupa pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan,
7
kecakapan, kemampuan, daya reaksinya, penerimaannya dan aspek lainnya yang
ada pada individu sebagai hasil dari pelatihan atau pengalamannya sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
Pembelajaran adalah suatu proses perubahan yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang kekal yang merupakan hasil dari
pengalaman ataupun latihan. Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pelatihan atau pengalaman sendiri.
Selain itu pembelajaran juga merupakan proses interaksi peserta didik
dengan pendidik serta sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Pembelajaran
bertujuan menjadikan peserta didik agar dapat belajar dengan baik sesuai dengan
tujuan hakekat pembelajaran.
2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA SD
Definisi IPA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD
(Dekdikbud, 2006) mengemukakan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan
menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Kurikulum Pendidikan
Dasar dalam Garis-Garis Besar Program pendidikan (GBPP) kelas 4 Sekolah
Dasar dinyatakan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains merupakan hasil
kegiatan manusia yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep-konsep yang
terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui
serangkaian proses kegiatan ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan
pengujian gagasan-gagasan. Lebih lanjut pengertian IPA menurut Depdiknas RI
No. 22 (2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang
sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
8
fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”
Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang
fakta serta gejala alam. fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran
IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat
IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang
empirik dan faktual.
Hakikat IPA dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tahun 2006 (
UPI, 2009 : 120 ) disebutkan bahwa : pendidikan IPA berhubungan dengan
mencari tahu tentang alam semesta, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan ilmu pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan. Proses pembelajaran IPA
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan fungsi
agar menjelajahi alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA juga diarahkan untuk
inkuiri dan berbuat, sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. IPA diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan
masalah-masalah yang dapat diidentifikasi.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak
buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD dan MI diharapkan adanya penekanan
pembelajaran salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang
diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya
melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap secara ilmiah serta
mengkomunikasikan sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu,
pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar
secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan
sikap ilmiah. Kita menyadari bahwa sekarang ini kita hidup dalam abad teknologi.
Keberadaban membawa kita ke dalam alam atau situasi yang serba canggih yang
merupakan akibat dari perkembangan IPA yang semakin maju dengan pesat.
Perkembangan IPA mengantar manusia melangkah dari berbagai kemajuan untuk
9
taraf hidup yang lebih tinggi. Banyak kejadian alam yag tadinya merupakan
misteri, kini dapat di lihat rahasianya. Gunung berapi, gempa bumi, gerhana,
petir, pelangi, banjir, wabah penyakit kini dapat diterangkan secara ilmu
pengetahuan sebab terjadinya. Kemajuan di bidang ilmu ini membawa kemajuan
dalam berbagai lapangan hidup seperti : transportasi, komunikasi, pertanian,
kesehatan, peternakan, industri, pertambangan dan sebagainya.
Menurut KTSP SD (2006 : 484-485) bahwa tujuan pembelajaran IPA agar
peserta didik memilki kemampuan sebagai berikut :
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan
keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6) Memberikan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Ruang lingkup IPA menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, ruang lingkup bahan kajian IPA meliputi aspek-aspek
sebagai berikut : (1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. (2) Benda/materi,
sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas (3) Energi dan
perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat
sederhana. (4) Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya dan
benda-benda langit lainnya.
10
Memperkuat tujuan pembelajaran IPA maka perlu adanya Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang disusun sebagai landasan pembelajaran
untuk mengembangkan kemampuan pembelajaran IPA. Adapun SK dan KD mata
pelajaran IPA kelas 4 tentang bumi dan alam semesta sebagai berikut :
Tabel 2.1
STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR IPA
Kelas IV, Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Bumi dan Alam Semesta
10. memahami perubahan
lingkungan fisik dan
pengaruhnya terhadap
daratan serta
pencegahannya dan
pengaruhnya terhadap
daratan
10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan
lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap
daratan serta pencegahannya terhadap
daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)
10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan
kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir,
dan longsor)
2.1.2 Model Cooperative Group Investigasi (GI)
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Teori pembelajaran kooperatif didasarkan pada teori belajar kontruksivisme
yang mana siswa mampu mencari sendiri masalah, menyusun sendiri
pengetahuannya melalui kemampuan berfikir dan tantangan yang dihadapinya.
Isjoni (2011) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
yang berjumlah 4-5 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa
untuk lebih bergairah dalam belajar. Pendapat lain menurut Rusman (2011:202)
pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa
belajar dan bekerjasama dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
4-6 orang dengan struktur kelompok yang heterogen. Sementara Menurut Slavin (
11
dalam Rusman 2011,201) pembelajaran kooperatif memprioritaskan siswa untuk
berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa berinteraksi secara aktif
dan positif dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara kolaboratif
dengan struktur kelompok heterogen dengan tujuan merangsang siswa untuk lebih
gairah dalam belajar.
2.1.2.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI)
Group Investigation (Kelompok Investigasi) merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktifitas siswa
secara berkelompok untuk mencari sendiri materi pelajaran yang akan dipelajari
melalui bahan-bahan yang tersedia. Orang pertama yang merintis penggunaan
model Group Investigation adalah John Dewey. John Dewey memandang bahwa
kerjasama dalam kelas sebagai prasyarat untuk mengatasi berbagai persoalan
kehidupan yang kompleks dalam demokrasi. Kelas merupakan bentuk kerjasama
dimana guru dan siswa membangun proses pembelajaran dengan perencanaan
yang baik. Group investigation melibatkan siswa sejak awal dimulai dari
perencanaan baik dalam menentukan topik maupun cara yang dipelajari melalui
investigasi. Tipe model ini bertolak pada teori belajar konstruksivisme yang
menuntut siswa memiliki kemampuan dalam proses komunikasi maupun dalam
keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation (GI) dapat melatih
siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri dan keaktifan siswa yang
dimulai dari tahap pertama hingga tahap akhir pembelajaran.
Group Investigation (GI) dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharan di
Universitas Tel aviv, merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum
dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan
kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif ( Slavin,
2009:24). Dalam metode ini para siswa dibebaskan membentuk kelompoknya
sendiri yang terdiri dari dua sampai enam orang anggota. Menurut Eggen dan
Kauchak (dalam Maimunah, 2005:21) mengemukakan Group Investigation adalah
12
strategi belajar kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk
melakukan investigasi terhadap suatu topik. Sedangkan menurut Huda (2011)
Group Investigation adalah suatu model pembelajaran yang dikemabangkan oleh
Sharan dan Sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada
menerapkan teknik-teknik pengajaran di kelas. Selain itu juga memadukan prinsip
belajar demokratis dimana siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran
baik dari tahap awal sampai akhir pembelajaran termasuk didalamnya siswa diberi
kebebasan untuk memilih materi yang akan dipelajari sesuai topik yang akan
dibahas. Menurut Suprijono (2011) mengemukakan bahwa dalam penggunaan
model pembelajaran Group Investigation maka setiap kelompok akan bekerja
untuk melakukan investigasi sesuai dengan materi yang telah dipilih.
Dari beberapa definisi mengenai pengertian Group Investigation diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa Group Investigation adalah suatu model pembelajaran
kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam suatu kelompok untuk melakukan
investigasi yang memadukan prinsip belajar demokratis dimana siswa bebas
memilih materi yang akan dipelajari sesuai pokok bahasan.
2.1.2.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Group Investigasi
Sharan ( dalam Robert E. Slavin,2008:218) mengemukakan langkah-
langkah pembelajaran pada model pembelajaran Group Investigation sebagai
berikut :
1. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen
2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus
dikerjakan
3. Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk mengambil materi tugas
secara kooperatif dalam kelompoknya
4. Masing-masing kelompok membahas materi tugas secara kooperatif dalam
kelompoknya
5. Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok
atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya
13
6. Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil
pembahasannya
7. Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan
konsep dan memberikan kesimpulan
8. Evaluasi
Sedangkan tahapan- tahapan model pembelajaran Group Investigasi
menurut Slavin dalam Siti Maesaroh (2005:29-30) :
1. Tahap I
Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok. Guru
memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang
akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
2. Tahap II
Merencanakan tugas. Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh
anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti,
bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.
3. Tahap III
Membuat penyelidikan. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan
mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian
mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah
kelompok.
4. Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir
yang akan dipresentasikan di depan kelas.
5. Tahap V
Mempresentasikan tugas akhir. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya.
Kelompok lain tetap mengikuti.
6. Tahap VI
Evaluasi. Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan
dipresentasikan.
14
Sedangkan menurut Huda (2011) langkah-langkah pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Group Investigation terdiri dari :
1. Siswa dibentuk kedalam kelompok kecil secara heterogen
2. Masing-masing kelompok diberi tugas/proyek
3. Setiap anggota berdiskusi dan menentukan informasi apa yang akan
dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, bagaimana menelitinya, dan
bagaimana menyajikan hasil penelitian di depan kelas.
4. Selama proses penelitian atau investigasi siswa akan terlibat dalam aktivitas
berpikir tingkat tinggi, seperti sintensis, meringkas, hipotesis, dan
kesimpulan
5. Menyajikan laporan akhir.
Dari beberapa penpadat mengenai langkah-langkah model pembelajaran
Group Investigation di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Guru membentuk kelompok secara heterogen yang setiap kelompok
beranggotakan 4-6 orang.
2. Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk mengambil dan memilih
materi tugas secara kooperatif pada setiap kelompok. Kemudian ketua
kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggotanya kemudian
membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses
dan sumber apa yang akan dipakai.
3. Kemudian masing-masing kelompok membahas materi tugas secara
kooperatif dalam kelompoknya, membuat penyelidikan, menganalisis dan
mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian
mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah
kelompok. Selama proses penelitian atau investigasi siswa akan terlibat
dalam aktivitas berpikir tingkat tinggi, seperti sintensis, meringkas,
hipotesis, dan kesimpulan.
4. Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok
atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya dengan
cara presentasi di kelas dan kelompok lain tetap mengikutinya dan
memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya.
15
5. Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan
konsep dan memberikan kesimpulan
6. Guru memberikan Evaluasi berupa soal ulangan yang mencakup seluruh
topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan siswa
2.1.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Group Investigasi
Menurut Setiawan (2006:9) mendeskripsikan beberapa kelebihan dari
pembelajaran Group Investigation (GI), yaitu sebagai berikut :
1. Secara Pribadi
a. Dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas
b. Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif
c. Rasa percaya diri dapat lebih meningkat
d. Dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah
2. Secara Sosial/Kelompok
a. Meningkatkan belajar bekerja sama
b. Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru
c. Belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis
d. Belajar menghargai pendapat orang lain
e. Meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan
Sedangkan untuk kekurangan dari penerapan model pembelajaran
kooperatif Group Investigation (GI) :
a. Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan
b. Sulitnya memberikan penilaian secara personal
c. Tidak semua topik cocok dengan model Pembelajaran Group Investigation
(GI) untuk diterapkan pada suatu topik yang menuntut siswa untuk
memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami sendiri
d. Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif dikarenakan siswa yang
pandai lebih dominan dalam proses diskusi.
2.1.3 Pengertian Model Snowball Throwing
Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
16
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Metode mengajar
merupakan sasaran interaksi antara guru dengan siswa dalam melakukan kegiatan
belajar mengajar. Dengan demikian yang perlu diperhatikan adalah ketepatan
sebuah metode mengajar yang dipilih dengan tujuan, jenis dan sifat materi
pengajaran, serta kemampuan guru dalam memahami dan melaksanakan desain
pembelajaran. Guru hendaknya menentukan model pembelajaran yang akan
digunakan sebelum memulai pelajaran agar tujuan pembelajaran yang
direncanakan dapat tercapai dengan baik. Guru dalam memilih model
pembelajaran harus mempertimbangkan banyak hal diantaranya tujuan
pembelajaran, jenis dan sifat materi pembelajaran, kebutuhan siswa, waktu yang
digunakan serta kemampuan guru dalam menggunakan model pembelajaran.
Dengan adanya beberapa pengertian dan faktor yang mempengaruhi metode,
setiap materi pelajaran memiliki metode yang berbeda karena setiap materi
memiliki karakteristik sendiri.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mewujudkan
situasi pembelajaran yang kondusif, aktif, kreatif, dan menyenangkan adalah
menggunakan model “ Snowball Throwing”. Snowball artinya bola salju
sedangkan throwing artinya melempar. Jadi Snowball Throwing adalah
“pelemparan bola salju”. (Asrori, 2010 : 1).
Snowball Throwing adalah paradigma pembelajaran efektif yang merupakan
rekomendasi UNESCO, yakni: belajar mengetahui (learning to know), belajar
bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan
belajar menjadi diri sendiri (learning to be) (Depdiknas, 2001:5).
Menurut Saminanto (2010:37) “Model Pembelajaran Snowball Throwing
disebut juga model pembelajaran gelundungan bola salju”. Model pembelajaran
ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari siswa lain dalam
bentuk bola salju yang terbuat dari kertas, dan menyampaikan pesan tersebut
kepada temannya dalam satu kelompok.
Model pembelajaran Snowball Throwing adalah suatu model pembelajaran
yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok
untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat
17
pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa
lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh
(Kisworo, dalam Mukhtari, 2010: 6).
Model Pembelajaran Snowball Throwing adalah suatu tipe model
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini menggali potensi
kepemimpinan murid dalam kelompok dan keterampilan membuat-menjawab
pertanyaan yang di padukan melalui permainan imajinatif membentuk dan
melempar bola salju (Komalasari: 2010)
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Snowball Throwing
merupakan model pembelajaran yang menitikberatkan pada kemampuan
merumuskan pertanyaan yang dikemas dalam sebuah permainan yang menarik
yaitu saling melemparkan bola salju (Snowball Throwing) yang berisi pertanyaan
kepada sesama teman. Model yang dikemas dalam sebuah permainan ini
membutuhkan kemampuan yang sangat sederhana yang bisa dilakukan oleh
hampir semua siswa dalam mengemukakan pertanyaan sesuai dengan materi yang
dipelajarinya.
Prinsip pembelajaran dengan model Snowball Throwing termuat di dalam
prinsip pendekatan kooperatif yang didasarkan pada lima prinsip yaitu :
1. Prinsip belajar siswa aktif (student active learning).
2. Belajar kerjasama (cooperative learning).
3. Pembelajaran partisipatorik.
4. Mengajar reaktif (reactive teaching), dan
5. Pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning)
Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap
menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada
temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan
tongkat seperti model pembelajaran Talking Stick akan tetapi menggunakan kertas
berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-
lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan
menjawab pertanyaannya (Widodo, 2009: 1).
18
Di dalam model pembelajaran Snowball Throwing strategi memperoleh dan
pendalaman pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa
memperoleh dan mengingat pengetahuan tersebut ( Tunggal, 2011 : 17).
Kesimpulan dari uraian diatas mengenai tujuan pembelajaran dengan
menggunakan model Snowball Throwing adalah untuk meningkatkan keberanian
siswa dalam menyusun pertanyaan dan bertanya dengan tuntunan pertanyaan yang
diberikan oleh teman ataupun guru.
2.1.3.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Snowball Throwing
Menurut Suprijono (2009:128) langkah-langkah pembelajaran model
snowball throwing adalah:
1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan,
2) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing
ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi,
3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada
temannya,
4) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk
menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh ketua kelompok,
5) Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa
ke siswa yang lain selama kurang lebih 5 menit,
6) Setelah siswa mendapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan
kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas
berbentuk bola tersebut secara bergantian,
7) Guru memberikan kesimpulan,
8) Evaluasi,
9) Penutup.
Untuk melaksanakan model pembelajaran dengan menggunakan Snowball
Throwing, pendidik perlu melakukan beberapa persiapan. Persiapan / langkah
yang harus dilakukan adalah:
19
1) Guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan minimal 25 pertanyaan singkat,
lebih banyak lebih baik.
2) Guru menyiapkan bola kecil (bisa bola karet atau bola kain), yang akan di
gunakan sebagai alat lempar.
3) Guru menerangkan cara bermain Snowball Throwing kepada siswa.
Menurut (Kisworo, dalam Mukhtari, 2010:6) langkah-langkah model
pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan materi yang akan disampaikan
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing
ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada
temannya
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk
menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh ketua kelompok
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke
siswa yang lain selama ± 15 menit
6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada
siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola
tersebut secara bergantian.
7. Evaluasi
8. Penutup
Sedangkan langkah-langkah model Snowball Throwing menurut
Saminanto (2010:37), langkah-langkah pembelajaran metode snowball throwing
adalah:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan,
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing
ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi,
20
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada
temannya,
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk
menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh ketua kelompok,
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke
siswa yang lain selama kurang lebih 5 menit,
6. Setelah siswa mendapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan
kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas
berbentuk bola tersebut secara bergantian,
7. Guru memberikan kesimpulan,
8. Evaluasi,
9. Penutup.
Jadi kesimpulan langkah-langkah model Snowball Throwing yaitu:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pengantar materi yang akan
disajikan.
2. Guru membentuk kelompok-kelompok, dan memanggil masing-masing
ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada
temannya.
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk
menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh ketua kelompok.
5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan
dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit.
6. Setelah waktu melempar habis, setiap siswa akan mendapat satu bola kertas
yang berisi pertanyaan. Siswa tersebut diberi kesempatan untuk menjawab
21
pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara
bergantian.
7. Guru mengadakan evaluasi tentang materi yang baru saja dijelaskan.
8. Guru menutup pelajaran.
2.1.3.2 Kelebihan Model Pembelajaran Snowball Throwing
Kelebihan pembelajaran dengan model Snowball Throwing sebagai berikut :
1. Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber
pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.
2. Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi
pelajaran yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat
penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta
mengerahkan penglihatan, pendengaran, menulis dan berbicara mengenai
materi yang didiskusikan dalam kelompok.
3. Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan
kepada teman lain maupun guru.
4. Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan
baik.
5. Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang
sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut.
6. Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun
guru.
7. Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan
suatu masalah.
8. Siswa akan memahami makna tanggung jawab.
9. Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial,
budaya, bakat dan intelegensi.
10. Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya.
22
2.1.3.3 Kelemahan Model Snowball Throwing
Kelemahan pembelajaran dengan model Snowball Throwing antara lain :
1) Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan yang diketahui
oleh siswa, hal tersebut terjadi karena pertanyaan yang diajukan siswa tidak
jauh dari materi yang diberikan oleh guru.
2) Terciptanya suasana kelas yang kurang kondusif .
3) Adanya siswa yang bergantung pada siswa lain dalam kelompoknya,
pembelajaran berjalan tidak efektif.
4) Ketua kelompok yang tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu menjadi
penghambat bagi anggota lain untuk memahami materi sehingga diperlukan
waktu yang tidak sedikit untuk siswa mendiskusikan materi pelajaran.
5) Tidak ada kuis individu maupun penghargaan kelompok sehingga siswa saat
berkelompok kurang termotivasi untuk bekerja sama tetapi tidak menutup
kemungkinan bagi guru untuk menambahkan pemberiaan kuis individu dan
penghargaan kelompok.
6) Memerlukan waktu yang panjang.
7) Murid yang nakal cenderung untuk berbuat onar.
8) Kelas sering kali gaduh karena kelompok dibuat oleh murid.
Kelemahan dalam penggunaan model tersebut juga dapat tertutupi dengan
cara:
1) Guru menerangkan terlebih dahulu materi yang akan didemontrasikan
secara singkat dan jelas disertai dengan aplikasinya.
2) Mengoptimalisasi waktu dengan cara memberi batasan dalam pembuatan
kelompok dan pembuatan pertanyaan.
3) Guru ikut serta dalam pembuatan kelompok sehingga kegaduhan bisa
diatasi.
4) Memisahkan kelompok anak yang dianggap sering membuat gaduh dalam
kelompok yang berbeda.
5) Tapi tidak menutup kemungkinan bagi guru untuk menambahkan
pemberiaan kuis individu dan penghargaan kelompok.
23
2.1.4 Hasil belajar
Hasil belajar merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan siswa
dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, berhasil atau
tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil belajar setelah
dilakukan evaluasi. Pengertian hasil belajar itu sendiri menurut Sudjana (1990:22)
adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman
belajarnya. Sedangkan Anni (2004:4) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan
perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah siswa mengalami aktivitas
pembelajaran. Perolehan aspek–aspek perubahan perilaku tersebut tergantung
pada apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu apabila siswa mempelajari
pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah
berupa penguasaan konsep. Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil
dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai
tes yang diberikan guru. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang ditunjukkan dengan
bertambahnya kemampuan baru yang dimiliki siswa melalui pengalaman belajar
yang diperoleh dari aktivitas belajar dan proses pelaksanaannnya dapat diukur
dengan menggunakan teknik tes yang diberikan oleh guru.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999), hasil belajar merupakan
Hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.
Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat
perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan
saat terselesikannya bahan pelajaran.
Teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui
tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perincian menurut
Munawan (2009:1-2) adalah sebagai berikut :
1. Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual
2. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai
3. Ranah Psikomotorik
24
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditegaskan bahwa salah satu fungsi
hasil belajar siswa diantaranya ialah siswa dapat mencapai prestasi yang maksimal
sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki, serta siswa dapat mengatasi berbagai
macam kesulitan belajar yang mereka alami. Aktivitas siswa mempunyai peranan
yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, tanpa adanya aktivitas siswa
maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik, akibatnya hasil
belajar yang dicapai siswa rendah. Untuk mengetahui keberhasilan proses dan
hasil belajar siswa digunakan alat penilaian untuk mengetahui sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Hasil belajar yang berupa aspek kognitif,
aspek afektif, dan aspek psikomotorik menggunakan alat penilaian yang berbeda-
beda. Untuk aspek kognitif digunakan alat penilaian yang berupa tes, sedangkan
untuk aspek afektif digunakan alat penilaian yaitu skala sikap (ceklist) untuk
mengetahui sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik
digunakan lembar observasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan hasil akhir
dari proses kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti
pembelajaran di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi
yang berupa aspek kognitif yang diungkapkan dengan menggunakan suatu alat
penilaian yaitu tes evaluasi. Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk nilai, aspek
afektif yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek
psikomotorik yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan bertindak siswa
dalam mengikuti pembelajaran.
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Pada penelitian tindakan kelas ini, menggunakan referensi dari laporan
penelitian tindakan kelas oleh Untari pada tahun 2011 dengan judul :
“Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Pokok Bahasan Energi
Melalui Model Kooperatif Tipe Group Investigation Pada Siswa Kelas 4 SD
Negeri Madyogondo 03 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Semester 2
Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil penelitian menunjukkan pada kondisi awal siswa
yang nilainya memenuhi KKM = 60 terdapat 13 siswa (36,11%) dan yang belum
25
memenuhi KKM terdapat 23 siswa (63,89%). Siklus 1 dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation terjadi peningkatan yang cukup
signifikan yaitu terdapat 26 siswa (72,22%) memenuhi KKM dan 10 siswa
(27,78%) belum memenuhi KKM yang ditetapkan. Kemudian pada siklus 2
terjadi peningkatan sangat signifikan yaitu 34 siswa (94,44%) yang sudah
memenuhi KKM dan hanya ada 2 siswa (5,56%) yang belum memenuhi KKM.
Keunggulan dari penelitian tersebut adalah mendorong siswa giat belajar dan
bekerja sama antar anggota kelompok serta berpikir kritis. Kelemahan dalam
penelitian ini masih banyak siswa yang pandai mendominasi dalam kelompok
sehingga dipilih tindak lanjut presentasi setiap anggota kelompok untuk
mengetahui tingkat pengetahuan yang dimiliki siswa.
Joko Susilo, pada tahun 2012 judul : ” Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Dengan Strategi Group Investigation Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa mata Pelajaran IPA Kelas 4 SD N 01 Ngunut Jumantolo Kabupaten
Karanganyar Tahun Pelajaran 2011/2012. Dari hasil analisis data menunjukkan
adanya peningkatan hasil belajar IPA Siswa Kelas 4 melalui model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation terbukti rata-rata hasil belajar siswa pada pra
tindakan 70,45 ada sebanyak 10 siswa mencapai KKM, pada siklus 1 71,96, pada
siklus 2 76,51 sebanyak 30 siswa atau 85%. Keunggulan dari penelitian tersebut
adalah meningkatkan keaktifan siswa dalam mencari dan menemukan sendiri
materi yang dipelajari. Kelemahan dalam penelitian ini suasana kelas terkesan
gaduh tau ramai sendiri sehingga dipilih tindak lanjut pengelolaan kelas dan
perhatian dan bimbingan guru pada setiap pelaksanaan kerja kelompok.
Rendy Hermawan pada tahun 2012 dengan judul : “Peningkatan Aktivitas
Dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Cooperative Learning Tipe Group
Investigation Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD Negeri 06 Metro Barat. Hasil
penelitian menunjukkan ketuntasan belajar siswa pada siklus 1 berada pada
kategori sedang yaitu 40,74% dan mengalami peningkatan pada siklus 2 sebesar
44,74% menjadi 88,9% berada pada kategori sangat tinggi. Keunggulan dari
penelitian tersebut adalah mendorong siswa giat belajar dan lebih aktif, kreatif,
inovatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM), sedangkan kelemahan dari
26
penelitian tersebut adalah membutuhkan waktu yang cukup lama agar dapat
berjalan secara efektif dan efisien, maka tindak lanjutnya yaitu dengan menambah
waktu dalam proses pembelajaran tersebut dapat berjalan secara efektif dan
efisien.Selain itu guru juga dituntut lebih pintar dalam manajemen waktu sehingga
model pembelajaran tersebut dapat diterapkan semaksimal mungkin di kelas.
Diyan Tunggal Safitri pada tahun 2011 dengan judul :”Penerapan Model
Cooperative Learning Snowball Throwing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
IPA Tentang Cahaya Dan Sifat-Sifatnya Siswa Kelas V SDN Leuwiranji 04
Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor Tahun Pelajaran 2009/2010. Hal ini dapat
dibuktikan dengan meningkatnya ketuntasan belajar siswa dari jumlah 29 siswa
yang tuntas dengan KKM : 60 pada siklus 1 PTK sebanyak 23, kemudian setelah
diadakan siklus 2 PTK ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 28 siswa (96
%). Keunggulan dari penelitian ini yaitu meningkatkan ketrampilan dan keaktifan
siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan, sedangkan kelemahannya yaitu
peningkatan keterampilan tidak sesuai karena dengan Cooperative Learning
Snowball Throwing masih belum bisa sepenuhnya mengaktifkan siswa dalam
kelompoknya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dipilih tindak lanjut
untuk melakukan penelitian pada pokok bahasan cahaya dan sifat-sifatnya dengan
menggunakan model Cooperative Learning Snowball Throwing untuk memancing
keaktifan siswa dan meningkatkan hasil belajar.
Sutiyono pada tahun 2011 dengan judul :”Meningkatkan Hasil Belajar IPA
melalui Cooperative Learning Snowball Throwing tentang energi dan perubahnya
Siswa Kelas 4 SD 2 Besito Gebog Kudus Tahun Pelajaran 2010/2011”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada siklus yang pertama, sebanyak 45,5% siswa
berhasil memperoleh nilai rata-rata 59,5.Pada siklus yang kedua 72,7% siswa
memperoleh nilai dengan rata-rata 69,1. Sedangkan pada siklus yang ketiga
90,9% siswa memperoleh nilai dengan rata-rata 80,9. Keunggulan dari penelitian
tersebut yaitu penerapan model pembelajaran Snowball Throwing dapat
meningkatkan motivasi, aktivitas, dan hasil belajar siswa. Kelemahan dari
penelitian tersebut yaitu sulit untuk mengaktifkan siswa dalam hal bertanya dan
menjawab pertanyaan, ketika melakukan kerja kelompok siswa juga terlibat ribut
27
dan bingung karena tidak mengerti tugas yang harus dikerjakan, guru juga belum
memahami betul langkah-langkah model pembelajaran Snowball Throwing
sehingga kegiatan tidak terarah dan tidak sesuai skenario pembelajaran. Maka
diambil tindak lanjut sebelum menerapkan model pembelajaran tersebut guru
harus betul-betul memahami langkah-langkah penerapan model Cooperative
Learning dan menerapkannya dalam pembelajaran IPA karena mampu
memotivasi , mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran.
2.3 Kerangka Berfikir
Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran IPA di kelas 4 SD Negeri 1
Kramat Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan yang dilakukan oleh guru
masih bersifat konvensional yaitu hanya menggunakan ceramah dan sedikit tanya
jawab (teacher centered). Guru jarang menggunakan media dalam proses
pembelajaran di kelas sehingga siswa kurang terlibatkan secara langsung dalam
belajar. Kurang terlibatnya siswa secara aktif dalam pembelajaran sangat
bertentangan dalam hakekat belajar yaitu perubahan perilaku yang diperoleh dari
pengalaman dan mengakibatkan hasil belajar siswa rendah. Untuk mengatasi hal
tersebut perlu diadakan tindakan yaitu menggunakan pembelajaran kooperatif tipe
group investigation dengan kolaborasi snowball throwing. Perbaikan
pembelajaran ini diharapkan pembelajaran akan menjadi lebih menyenangkan dan
siswa menjadi lebih kooperatif dalam bekerjasama dan bertanggung jawab satu
kelompok untuk menemukan sendiri mengenai materi pembelajaran sehingga
siswa mendapat pengalaman belajar secara langsung. Dalam penelitian ini, akan
mengetahui seberapa besar peninggakatan hasil belajar IPA dengan model
pembelajaran group investigation yang berkolaborasi dengan snowball throwing.
Dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan maka diharapkan tujuan yang
telah ditentukan akan tercapai yaitu meningkatkan hasil belajar IPA.
28
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir Model Group Investigation Berkolaborasi
dengan Model Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar IPA.
Skor Sikap
lembar observasi
diskusi penyebab dan
cara mengatasi
perubahan
lingkungan fisik
Siswa mepresentasikan
hasil kerja kelompok di
depan kelas.
Siswa membuat pertanyaan
dalam kertas kemudian
digulung-gulung lalu
dilempar
Siswa menjawab
pertanyaan dari kertas yang
diterima.
Siswa menarik
kesimpulan
lembar observasi
menjawab pertanyaan
lembar observasi
membuat pertanyaan
lembar observasi
menarik kesimpulan
Penilaian
Proses
Tes Tertulis Penilaian
Hasil
Hasil Belajar ≥
KKM (70)
Model Pembelajaran Konvensional
Guru ceramah
tanpa alat peraga
Membentuk siswa
menjadi 4 kelompok
siswa mengamati video
tentang perubahan
lingkungan meliputi abrasi,
erosi, tanah longsor dan
banjir
Model Pembelajaran
Group Investigation
berkolaborasi Snowball
Throwing
Hasil Belajar ≤
KKM (70)
Siswa berdiskusi
mengenai abrasi, erosi,
banjir, dan tanah longsor.
lembar observasi
presentasi siswa
29
Kerangka pikir di atas menggambarkan tentang alur penelitian yang
dilakukan. yang didasarkan pada kondisi awal pembelajaran yang menggunakan
mentode konvensional (ceramah) yang berpengaruh pada hasil siswa rendah ≤
KKM. setelah diberikan tindakan dengan cara menggunakan Model Group
Investigation berkolaborasi dengan Model Snowball Throwing kepada siswa
dalam proses belajar mengajar di kelas maka diharapkan dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang telah diungkapkan
dikajian teori, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut “
Model pembelajaran kooperatif tipe group investigation berkolaborasi dengan
model snowball throwing dapat meningkatkan hasil belajar IPA dengan materi
perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan serta cara-cara
pencegahannya pada siswa kelas 4 SD Negeri 1 Kramat Kecamatan Penawangan
Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2012/2013.