bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
2.1.1.1 Model Pembelajaran
Joyce dan Weil (dalam Syafaruddin dan Irwan Nasution, 2005:182)
menjelaskan model pembelajaran adalah “deskripsi dari lingkungan pembelajaran
yang bergerak dari perencanaan kurikulum, mata pelajaran, bagian-bagian dari
pelajaran untuk merancang material pembelajaran, buku latihan kerja program
pembelajaran”. Aunurrahman (2012:146) menjelaskan, “model pembelajaran
dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk tujuan belajar
tertentu”. Menurut Udin (dalam Endang Mulyatiningsih, 2012:227) model
pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar yang akan diberikan
untuk mencapai tujuan tertentu”.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis, di dalamnya berisi segala sesuatu yang mendukung dalam kegiatan
belajar mengajar, untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
2.1.1.2 Pembelajaran Kooperatif
Rusman (2012:201) menjelaskan bahwa:
teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori
konstruktivisme. Teori konstruktivisme lebih mengutamakan pada
pembelajaran siswa yang dihadapkan pada masalah-masalah
kompleks untuk dicari solusinya, selanjutnya menemukan bagian-
bagian yang lebih sederhana atau keterampilan yang diharapkan.
Model pembelajaran ini dikembangkan dari teori belajar
konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky.
7
Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2010:12) cooperative learning adalah”
suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai
enam orang dengan struktur kelompok yang heterogen”. Sunals dan Hans (dalam
Isjoni, 2010:12) mengemukakan “cooperative learning merupakan suatu cara
pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi
dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran”.
Tom V. Savage (dalam Rusman, 2012:203) mengemukakan bahwa “cooperative
learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam
kelompok”.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar yang mendorong siswa
agar saling berinteraksi dan bekerja sama dalam suatu kelompok untuk
menyelesaikan tugas bersama selama proses pembelajaran.
2.1.1.3 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Nuruhayati (dalam Rusman, 2012:204), mengemukakan lima unsur dasar
model cooperative learning, yaitu:
(1) ketergantungan yang positif, (2) pertanggungjawaban individual,
(3) kemampuan bersosialisasi, (4) tatap muka, dan (5) evaluasi proses
kelompok.
Ketergantungan yang positif adalah suatu bentuk kerja sama yang sangat
erat kaitan antara anggota kelompok. Kerja sama ini dibutuhkan untuk
mencapai tujuan. Siswa benar-benar mengerti bahwa kesuksesan kelompok
tergantung pada kesuksesan anggotanya. Maksud dari pertanggungjawaban
individual adalah kelompok tergantung dari cara belajar perseorangan
seluruh anggota kelompok. Pertanggungjawaban memfokuskan aktivitas
kelompok dalam menjelaskan konsep pada satu orang dan memastikan
bahwa setiap orang dalam satu kelompok siap menghadapi aktivitas lain di
mana siswa harus menerima tanpa pertolongan anggota kelompok.
Kemampuan bersosialisasi adalah sebuah kemampuan bekerja sama yang
bisaa digunakan dalam aktivitas kelompok. Kelompok tidak berfungsi
secara efektif jika siswa tidak memiliki kemampuan bersosialisasi yang
dibutuhkan. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk bertemu muka
dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberi siswa bentuk sinergi
yang menguntungkan semua anggota. Guru menjadwalkan waktu bagi
8
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama
mereka agar selanjutnya bisa kerja sama lebih efektif.
Senada dengan penjelasan tersebut Siahaan (dalam Rusman, 2012:205)
mengutarakan lima unsur esensial yang ditekankan dalam pembelajaran
kooperatif, yaitu: “(a) saling ketergantungan positif, (b) interaksi berhadapan
(face-to-face interaction), (c) tanggung jawab individu (individual responbility),
(d) keterampilan social (social skills), (e) terjadi proses dalam kelompok (group
processing)”.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
dalam pembelajaran kooperatif terdapat lima unsur dasar, yaitu: ketergantungan
yang positif, pertanggungjawaban individual, kemampuan bersosialisasi, tatap
muka, dan evaluasi proses kelompok.
2.1.1.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Slavin (dalam H. Tukiran Taniredja, dkk, 2012:60) menjelaskan bahwa:.
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok
tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan
individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Tujuan dari
pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya.
Menurut Ibrahim, et al. (dalam Isjoni, 2010:27) terdapat tiga tujuan
instruksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif, yaitu:
“(a) hasil belajar akademik, (b) penerimaan terhadap perbedaan individu, dan (c)
pengembangan keterampilan sosial”.
a. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu
siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah
menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar pembelajaran kooperatif dapat
9
memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok
atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi
peluang bagi siswa dari bebagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja
dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini
amat penting untuk dimiliki oleh siswa, karena kenyataan yang dihadapi
bangsa ini dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang semakin
kompleks, serta tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam
menghadapi persaingan global.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya. Terdapat tiga tujuan instruksional yang dapat dicapai dengan
pembelajaran kooperatif, yaitu: hasil belajar akademik, penerimaan terhadap
keragaman, pengembangan keterampilan sosial.
2.1.1.5 NHT (Numbered Heads Together)
Model pembelajaran Numbered Heads Together ini adalah salah satu
model dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan oleh Spencer Kagan dan
kawan-kawan pada tahun 1993. Model NHT adalah bagian dari model
pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan
menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-
kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan
alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih
10
dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah
dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para
siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab
pertanyaan.“Model ini melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan memeriksa pamahaman siswa mengenai
pelajaran tersebut, dibuat semenarik mungkin sehingga siswa dapat belajar dengan
gembira” (Nurhadi, 2004: 67).
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) adalah variasi dari
model pembelajaran berkelompok yang terdiri dari beberapa siswa yang bekerja
sama untuk menyelesaikan tugas bersama dengan ciri khas adanya suatu
penomoran. Bagi nomor yang disebut oleh guru, siswa diminta untuk menjawab.
Adanya ciri tersebut maka siswa akan berusaha terlibat dalam diskusi agar
menguasai materi dan dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
2.1.1.6 Langkah-langkah Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)
Menurut Kagan (dalam Kunandar, 2007:368) sebagai pengganti
pertanyaan secara langsung pada seluruh kelas, guru menggunakan empat langkah
pembelajaran model NHT (Number Head Together) sebagai berikut:
1) Langkah 1: Penomoran (Numbering), yaitu guru membagi para siswa
menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa dan
memberikan nomor kepada setiap siswa, sehingga setiap siswa dalam
kelompok tersebut memiliki nomor yang berbeda.
2) Langkah 2: Pengajuan Pertanyaan (Questioning), yaitu guru mengajukan
pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang
bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
3) Langkah 3: Berpikir bersama (Head Together), yaitu para siswa berfikir
bersama untuk menyelesaikan tugas, dan meyakinkan bahwa setiap
anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.
4) Langkah 4: Pemberian Jawaban (Answering), yaitu guru menyebut satu
nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama
mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.
2.1.1.7 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran NHT
Menurut Kagan (2007) “model pembelajaran NHT ini secara tidak
langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan
11
cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif
dalam pembelajaran”.
NHT mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagaimana dikemukakan oleh
Suwarno (2010) bahwa pembelajaran model Numbered Head Together (NHT)
memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:
Kelebihan
a. Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi/siswa secara bersama
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
b. Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat
melalui aktifitas belajar kooperatif.
c. Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi
pengetahuan akan manjadi lebih besar/kemungkinan untuk siswa dapat
sampai pada kesimpulan yang diharapkan.
d. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat
kepemimpinan.
Kelemahan
a. Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat
menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.
b. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin
pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai.
c. Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang
berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.
2.1.2 Belajar
Pengertian belajar menurut Slameto (2003:2), “belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya”. Fontana, dan Bowner dan Hilgard (dalam Udin S.
Winataputra, dkk, 2007:1.8) dengan senada mengartikan,“belajar adalah suatu
proses perubahan perilaku yang relatif tetap, bukan berasal dari proses
12
pertumbuhan, insting, kematangan atau kelelahan dan kebisaaan, tetapi perubahan
perilaku sebagai hasil dari pengalaman”. Gagne (dalam Syaiful Sagala, 2011:13)
juga mengartikan belajar adalah “sebagai suatu proses dimana suatu organisme
berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman”.
Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
belajar itu merupakan proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang.
Perubahan itu merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi
pada individukarena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan, dan
perubahan tersebut relatif menetap.
2.1.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Slameto (2003:54), faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi 2 golongan saja,
yaitu “faktor intern dan faktor ekstern”. Faktor intern adalah faktor yang ada di
dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor
yang ada di luar individu.
1. Faktor dari dalam diri siswa (intern)
Sehubungan dengan faktor intern ini ada 3 faktor yang perlu dibahas yaitu
faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan. Adapun faktor-faktor
itu adalah :
a. Faktor Jasmaniah
Dalam faktor jasmaniah ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor
kesehatan dan faktor cacat tubuh.
b. Faktor Psikologis
Dapat berupa intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi,
kematangan, kesiapan.
c. Fakor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan
kelelahan rohani (bersifat psikis).
13
2. Faktor yang berasal dari luar (ekstern)
Faktor ekstrern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat
dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah
dan faktor masyarakat.
a. Faktor keluarga
Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat
mempengaruhi dari keluarga antara lain: cara orang tua mendidik,
relasi antara anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang
tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan
suasana rumah.
b. Faktor Sekolah
Faktor sekolah dapat berupa cara guru mengajar, metode
pembelajaran, alat-alat pelajaran, kurikulum, waktu sekolah, interaksi
guru dan murid, disiplin sekolah, dan media pendidikan.
c. Faktor Lingkungan Masyarakat
Faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa antara lain
teman bergaul, kegiatan lain di luar sekolah dan cara hidup di
lingkungan keluarganya.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan belajar
siswa dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri (intern) dan faktor dari luar
diri (ekstern). Faktor dari dalam diri yang sangat berpengaruh, salah satunya
adalah perhatian dan minat belajar siswa. Faktor dari luar yang juga begitu
berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa, yaitu metode mengajar yang
digunakan oleh guru.
2.1.2.2 Hasil belajar
Hasil belajar adalah “kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya” (Nana Sudjana, 2011:22). Hasil belajar mempunyai
peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil
belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam
upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya
14
dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan
siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Howard Kingsley (dalam Nana Sudjana, 2011:22) membagi tiga macam
hasil belajar yaitu: “(a) keterampilan dan kebisaaan; (b) pengetahuan dan
pengertian; (c). Sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi
dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah”.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.
2.1.3 Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum
KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan”. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat dididentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
15
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh
karena itu, pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik
untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru.
2.1.3.1 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
16
2.1.3.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek
berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
2.2 Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered
Heads Together) berbentuk skripsi, yang dilakukan oleh Rima Chandra Novitasari
(2011) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Mata Pelajaran IPA Pokok Bahasan
Perubahan Lingkungan Pada Siswa Kelas IV SDN Tegalrejo 05 Kecamatan
Argomulyo Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2010/2011”. Hasil yang
diperoleh dalam penelitian ini nampak ada peningkatan ketuntasan belajar, yakni
dari 65,6% sebelum siklus, meningkat menjadi 71,8% pada siklus 1 dan 100%
pada siklus 2. Terjadi peningkatan rata-rata kelas dari 66,25 sebelum tindakan,
meningkat menjadi 70,31 pada siklus 1 dan menjadi 82,18% pada siklus 2.
Peningkatan skor minimal dari 40 sebelum siklus, menjadi 50 pada siklus 1, dan
menjadi 70 pada siklus 2. Peningkatan skor maksimal dari 90 sebelum tindakan,
tetap pada siklus 2 sebesar 100 dan menjadi 100 pada siklus 2. Dapat disimpulkan
bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada mata
pelajaran IPA pokok bahasan perubahan lingkungan bagi siswa kelas IV semester
II SDN Tegalrejo 05 Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga tahun ajaran
2010/2011 dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV.
Penelitian lain dilakukan oleh Yuni Winarti berjudul Penggunaan Metode
NHT (Numbered Heads Together) untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar
17
IPA siswa Kelas V SD Negeri Banyumudal 2 Kabupaten Wonosobo Semester 2
Tahun Pelajaran 2011/2012. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang
menggunakan model Kemmis dan Mc Taggart dengan langkah perencanaan,
tindakan,pengamatan, refleksi yang dilaksanakan dengan dua siklus. Siklus I
terdiri dari dua pertemuan, sedangkan siklus II terdiri dari tiga pertemuan. Teknik
analisis data yang digunakan dengan menggunakan menggunakan teknik analisis
data prosentase. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi
peningkatan keaktifan dan untuk mata pelajaran IPA Kelas V Semester 2 Tahun
Pelajaran 20011/2012. Melalui metode pembelajaran NHT (Numbered Heads
Together) yang akan dilanjutkan oleh peningkatan hasil belajar yang dapat dilihat
pada ketuntasan pada siklus I dan siklus II peneliti memberikan patokan KKM =
65 siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=65) dari 32 siswa
sebanyak 17 siswa atau 53,13% tuntas dan sebanyak 15 siswa atau 46,87 % belum
tuntas. Nilai rata-ratanya adalah 66,25 sedangkan nilai tertinggi adalah 88 dan
nilai terendahnya adalah 52 dan II sebanyak 36 siswa atau 100% dari jumlah
siswa mencapai ketuntasan. Siklus II siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM=65) sebanyak 32 siswa atau 100% dan tidak ada siswa yang
mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Nilai rata-ratanya
adalah 79,75 sedangkan nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendahnya adalah 68.
Peneliti telah berhasil dalam menerapkan metode pembelajaran NHT (Numbered
Heads Together) dengan memberikan patokan KKM = 65 dan ketuntasan 80%
dari jumlah siswa kelas V SD Negeri Banyumudal 2 dari hasil nilai evaluasi siklus
II didapatkan 100% siswa sudah memenuhi KKM. Dapat disimpulkan bahwa
metode pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) dalam proses belajar
mengajar dapat meningkatkan keaktifan siswa yang berdampak meningkatnya
hasil belajar siswa.
Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Alustina Isyuniarsih, berjudul
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif dan Afektif pada Mata Pelajaran IPA
Melalui Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) pada
Siswa Kelas V SD Negeri 03 Ngumbul Kecamatan Todanan Kabupaten Blora
Tahun Pelajaran 2011/2012. Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang
18
dilakukan melalui dua siklus dengan masing siklus 3 kali pertemuan. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas V SD N 03 Ngumbul Kecamatan Todanan
Kabupaten Blora sejumlah 24 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan
yaitu deskriptif komparatif, dengan instrumen pengumpulan data berupa lembar
observasi, butir soal tes, dan angket keaktifan siswa. Hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar kognitif siswa dan hasil
belajar afektif siswa (keaktifan belajar) untuk mata pelajaran IPA kelas V
semester II tahun pelajaran 2011/2012 dengan kompetensi dasar proses
pembentukan tanah karena pelapukan. Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa
pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 yaitu terjadi peningkatan
hasil belajar siswa. Pada kondisi awal siswa yang tuntas 8 orang (33,33%) dan
yang tidak tuntas 16 (66,67%) orang. Pada siklus 1 siswa yang tuntas 22 orang
(91,67%) dan yang tidak tuntas 2 orang (8,33%). Sedangkan pada siklus 2, semua
siswa yang terdiri dari 24 orang tersebut sudah memenuhi KKM atau dapat
dikatakan tuntas 100% dari 24 siswa. Untuk peningkatan hasil belajar afektif
(keaktifan belajar siswa) pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2
yaitu pada kondisi awal keaktifan siswa berada pada kategori kurang aktif
(41,67%) , pada siklus 1 menjadi cukup aktif (45,83%), dan pada siklus 2 menjadi
aktif (58%). Keaktifan siswa mengalami peningkatan pada kategori aktif dari
kondisi awal (25%) meningkat pada pembelajaran siklus 1 (33,33%) dan pada
pembelajaran siklus 2 (58%). Dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil
belajar kognitif dan hasil belajar afektif siswa kelas V SDN 03 Ngumbul
Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Semester Genap Tahun Pelajaran
2011/2012.
2.3 Kerangka Berpikir
Keberhasilan proses pembelajaran juga didukung oleh penggunaan model
atau metode pembelajaran yang tepat, sesuai mata pelajaran, materi dan kondisi
siswa secara keseluruhan, selain oleh kemampuan siswa itu sendiri. Salah satu
19
wujud pembelajaran yang dilaksanakan adalah dengan pembelajaran kooperatif
tipeNHT (Numbered Heads Together).
Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah bagian dari model pembelajaran
kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan
menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-
kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan
alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih
dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah
dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para
siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab
pertanyaan.
Penggunaan model NHT memiliki prosedur yang ditetapkan secara
eksplisit, yaitu untuk memberi siswa lebih banyak waktu berpikir menjawab dan
saling membantu satu sama lain, melibatkan siswa lebih banyak dalam menelaah
materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan memeriksa pamahaman siswa
terhadap isi pelajaran tersebut. Jadi, dengan menerapkan pembelajaran kooperatif
tipe NHT dapat diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena siswa dapat
lebih aktif serta lebih mudah memahami materi pembelajaran.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis dalam
penelitian sebagai berikut:
Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas 4
SD Negeri Kaliwungu 05 Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun
Pelajaran 2012/2013.