bab ii kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Perilaku Organisasi
Perilaku organisasi adalah bidang studi yang berusaha untuk memahami,
menjelaskan, memprediksi, dan mengubah perilaku manusia seperti yang terjadi
dalam konteks organisasi (Wagner dan Hollenbeck, 2010, p5).
Menurut Robbins (2007, p9), perilaku organisasi adalah suatu bidang studi
yang menyelidiki dampak yang dimiliki perorangan, kelompok, dan struktur pada
perilaku dalam organisasi, dengan maksud menerapkan pengetahuan semacam itu
untuk memperbaiki efektifitas organisasi. Serta berdasarkan Luthans (2006, p20),
perilaku organisasi didefinisikan sebagai pemahaman, prediksi, dan manajemen
perilaku manusia dalam organisasi.
Maka, berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
organisasi adalah bidang ilmu yang berusaha untuk memahami, menyelidiki,
menjelaskan dan memprediksi serta mengubah perilaku individu, kelompok dan
organisasi dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi.
Greenberg dan Baron (2003, p4) menyatakan bahwa ada empat karakter
utama dari bidang ilmu perilaku organisasi, yaitu:
10
• Perilaku organisasi menggunakan metode ilmiah untuk mengatasi
masalah-masalah manajerial. Pengetahuan dalam perilaku organisasi
didasarkan pada ilmu perilaku (behavioral sciences), seperti psikologi dan
sosiologi yang mencari tahu tentang perilaku manusia dan masyarakat
melalui penggunaan metode ilmiah.
• Perilaku organisasi fokus pada tiga level analisis, yaitu individu,
kelompok, dan organisasi. Perilaku organisasi tidak hanya menyoroti
orang-orang secara individual, karena dalam organisasi orang bekerja
sama dalam kelompok dan tim. Lebih jauh, orang secara individu maupun
kelompok mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan kerja mereka.
Level individu yang dipelajari dalam perilaku organisasi misalnya sikap
kerja, level kelompok misalnya komunikasi, dan level organisasi misalnya
struktur.
• Perilaku organisasi sebenarnya merupakan multi-disipliner. Perilaku
organisasi tidak hanya mempelajari sebuah topik dari satu perspektif
tertentu, melainkan juga mempertimbangkan berbagai macam pendekatan,
mulai dari pendekatan psikologi yang sangat berorientasi pada individu,
ilmu sosiologi yang lebih berorientasi pada kelompok, hingga isu-isu
dalam kualitas organisasi yang dipelajari oleh para ilmuwan manajemen.
• Perilaku organisasi berusaha mengembangkan efektivitas organisasi dan
kualitas kehidupan dalam pekerjaan.
Disiplin-disiplin ilmu yang menyumbang kepada bidang perilaku organisasi
(Robbins, 2007, p12-14):
11
- Psikologi, yaitu ilmu yang berupaya mengukur, menjelaskan, dan kadang-
kadang mengubah perilaku manusia dan binatang-binatang lain.
- Psikologi sosial, yaitu suatu bidang di dalam psikologi yang memadukan
konsep-konsep baik dari psikologi maupun sosiologi dan yang memusatkan
perhatian pada saling mempengaruhi antara orang-orang.
- Sosiologi, yaitu studi tentang orang-orang dalam hubungan dengan manusia-
manusia sesamanya.
- Antropologi, yaitu studi tentang masyarakat untuk mempelajari mengenai
manusia dan kegiatan mereka.
2.1.2 Perceived Organizational Support (POS)
2.1.2.1 Definisi POS
Perceived organizational support (POS) merupakan persepsi karyawan
terhadap bagaimana organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap
kesejahteraan mereka (Eisenberger et al, 1986) dalam Paille, Bourdeau, & Galois
(2010). Hal ini menunjukkan bahwa komitmen dari organisasi kepada
karyawannya dapat sangat bermanfaat. Tingginya tingkat perceived
organizational support mengarah kepada tingginya job satisfaction dan
menurunkan turnover (Robbins & Coulter, 2009, p303). Jadi, menurunnya
turnover juga berarti meningkatkan tingkat retensi dari karyawan.
POS menunjukkan perlakuan yang baik dari organisasi menciptakan
kewajiban umum, berdasarkan norma timbal balik dari karyawan untuk peduli
12
terhadap organisasi mereka dan memperlakukan organisasi mereka dengan baik
sebagai pengembaliannya (Eisenberger et al, 2001) dalam jurnal Ristig (2009).
Kewajiban karyawan akan dibalaskan melalui perilaku terkait pekerjaan yang
akan mendukung tujuan-tujuan organisasi (Eisenberger et al, 1990) dalam jurnal
Ristig (2009).
Berdasarkan Levinson (1965) dalam Aube, Rousseau, & Morin (2007)
karyawan cenderung mempersonifikasikan organisasi tempat mereka bekerja
dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para eksekutif dan manajer
perusahaan, mereka melupakan organisasi sebagai suatu sistem.
POS kemudian menanggapi seberapa besar karyawan merasakan
organisasi yang mempekerjakan mereka berniat untuk memberikan kompensasi
yang adil atas usaha-usaha mereka, menolong mereka dalam kebutuhan tertentu
(seperti sakit, masalah pekerjaan), membuat pekerjaan mereka menarik dan
bersemangat dan menyediakan mereka kondisi kerja yang memadai (Eisenberger
et al, 1986) dalam Aube et al (2007).
Berdasarkan berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa POS
adalah seberapa besar dukungan organisasi yang dirasakan karyawan terhadap
kontribusi mereka dan kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan mereka yang
akan berdampak kepada dukungan karyawan terhadap organisasi.
2.1.2.2 Fungsi dan Manfaat POS
Aube et al (2007) menyimpulkan bahwa dukungan yang diberikan
perusahaan kepada mereka menunjukkan komitmen perusahaan kepada mereka,
13
yang kemudian dikembalikan karyawan dalam bentuk komitmen karyawan
terhadap organisasi.
Lebih spesifik, dukungan organisasi seperti promosi, peningkatan gaji,
pelatihan, bantuan perusahaan akan diinterpretasikan oleh para karyawan sebagai
tanda respek dan perhatian perusahaan terhadap karyawan. Sehingga dukungan
organisasi dikembalikan karyawan dalam bentuk kepercayaan dan kualitas
hubungan mereka dengan perusahaan dengan berusaha mengembangkan berbagai
perilaku positif terhadap perusahaan (Aube et al, 2007).
Doney et al (1998) dalam Ristig (2009) juga mengutarakan, apabila
karyawan merasakan organisasi benar-benar tertarik dengan kesejahteraan mereka
dan memiliki motivasi untuk berbagi keuntungan maka kepercayan terhadap
organisasi akan muncul. Karyawan juga akan menjadi lebih bekerja keras karena
mereka menginginkan organisasi untuk sukses (Ren-Tao, 2011).
Pada saat-saat krisis, POS mungkin dapat sangat ampuh dalam hal
mempertahankan atau meningkatkan hasil individual maupun hasil organisasi
(Rhoades & Eisenberger, 2002) dalam Aube et al (2007).
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, jadi dapat disimpulkan bahwa
fungsi-fungsi dari POS adalah:
• Meningkatkan kepercayaan karyawan terhadap organisasi
• Meningkatkan semangat kerja karyawan
• Karyawan lebih berkomitmen kepada organisasi
• Hasil pekerjaan individual dan organisasi akan meningkat
14
2.1.2.3 Faktor-Faktor POS
Berdasarkan penelitian Rhoades & Eisenberger (2002), terdapat 3 bentuk
umum dari perlakuan organisasi yang karyawan harapkan untuk diterima dari
organisasi, yang terbukti dapat meningkatkan perceived organizational support
karyawan secara signifikan. Ketiga hal yang mempengaruhi POS tersebut adalah:
1. Keadilan
Keadilan yang dimaksud, berhubungan dengan keadilan distribusi sumber daya
diantara karyawan. Keadilan terbagi dua menjadi aspek struktural dan aspek
sosial. Aspek struktural didefiniskan sebagai peraturan dan kebijakan formal yang
mempengaruhi karyawan. Contohnya, pemberitahuan sebelum diterapkannya
suatu kebijakan, penerimaan informasi yang akurat, partisipasi pendapat
karyawan.
Sementara, aspek sosial dalam keadilan didefinisikan sebagai keadilan dari
kualitas perlakuan interpersonal dalam pengalokasian sumber daya. Contohnya,
memperlakuan karyawan dengan martabat dan rasa hormat, menyediakan
karyawan informasi tentang hasil yang diharapkan dari mereka.
2. Dukungan supervisor
Sama seperti karyawan membentuk persepsi umum mereka terkait penghargaan
organisasi terhadap mereka, mereka juga mengembangkan pandangan umum
15
terkait seberapa besar supervisor menghargai kontribusi mereka dan peduli
terhadap kesejahteraan mereka.
Karena karyawan sebagai agen dari organisasi, memiliki tanggung jawab untuk
mengarahkan dan mengevaluasi kinerja bawahannya. Karyawan menilai atasan
mereka berlaku menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap mereka
sebagai indikasi dari dukungan organisasi.
3. Penghargaan organisasi dan kondisi kerja
Praktik-praktik sumber daya manusia yang menunjukkan pengakuan terhadap
kontribusi karyawan, seharusnya berhubungan positif dengan POS. Praktik-
praktik tersebut adalah:
• Pengakuan, pembayaran, dan promosi. Rewards yang menguntungkan
terhadap karyawan, digunakan untuk mengkomunikasikan penilaian
positif terhadap kontribusi karyawan.
• Job security, sebuah jaminan bahwa organisasi berharap untuk
mempertahankan keanggotaan masa depan karyawan.
• Role stressors. Penyebab stres yang mengacu pada situasi kebutuhan
lingkungan yang tidak dapat diatasi karyawan. Seperti beban kerja
berlebih, ambiguitas peran, konflik peran.
2.1.3 Organizational Trust
2.1.3.1 Definisi Organizational Trust
Kepercayaan (trust) merupakan kepercayaan terhadap integritas, keadilan,
dan keandalan dari seseorang atau suatu organisasi (Dizgah, Farahbod, & Khoeni,
16
2011). Lebih lanjut, trust adalah kerelaan dari salah satu pihak untuk menerima
terhadap tindakan yang dilakukan oleh pihak lain (Ristig, 2009) dan menghasilkan
kooperasi, terlebih pada organisasi besar (La Porta et al, 1997) dalam Ristig
(2009). Sementara, Paille, Bourdeau, & Galois (2010) menyimpulkan bahwa
pengembangan kepercayaan merupakan sebuah proses yang berdasarkan pada
keyakinan bahwa pihak lain akan menghormati komitmen mereka dan bahwa
pihak lain memiliki niat yang baik kepada mereka.
Jadi, di dalam organisasi, kepercayaan merupakan kepercayaan dari
karyawan untuk menerima tindakan yang dilakukan oleh organisasi dan bekerja
sama dengan organisasi, atas dasar keyakinan bahwa, organisasi menghargai
mereka dan berniat baik terhadap mereka.
Dimensi utama dari kepercayaan menurut Robbins (2001) dalam Dizgah et
al (2011) adalah integritas, kompetensi, konsistensi, loyalitas dan keterbukaan.
Dan perilaku pemimpin juga menjadi hal yang paling penting dibandingkan
perilaku siapapun juga di dalam organisasi dalam menentukan tingkat
kepercayaan di dalam kelompok ataupun organisasi tersebut (Offerman, 1998)
dalam Dizgah et al (2011).
Contohnya, di dalam perusahaan seorang supervisor bertanggung-jawab
untuk mengarahkan pekerjaan harian bawahan mereka, melaksanakan kebijakan
organisasi, dan bekerja-sama dengan bawahan mereka untuk mencapai tujuan
organisasi. Oleh karena itu, interaksi supervisor dengan para bawahannya harus
cenderung sering dan langsung (Wong et al, 2003) dalam Dizgah et al (2011).
Walaupun demikian, membangun kepercayaan tetap bukan hanya antara pimpinan
17
dan pengikut, tetapi juga antara pengikut (bawahan), demikian menurut Spears
(1998) dalam Dizgah et al (2011).
Trust juga diasosikan dengan persepsi-persepsi dari keadilan dan akurasi di
dalam evaluasi kinerja (Fulk et al, 1985) dalam Ristig (2009). Dan organizational
trust (kepercayaan organisasi) memiliki hubungan positif dengan komitmen
organisasi serta kinerja dari individu (Golembiewski & McConkie, 1975) dalam
Ristig (2009).
2.1.3.2 Fungsi dan Manfaat Organizational Trust
Dalam perspektif organisasi, kepercayaan merupakan hal yang kritis di
dalam komunikasi yang efektif, dan kerja sama tim yang sukses antara sesama
karyawan. Sama pentingnya dengan kepercayaan antara para karyawan dan para
manajer, serta dapat meminimalisasi resiko, biaya operasional, dan meningkatkan
komitmen karyawan serta produktivitas mereka (Pucetaite, Lamsa, & Novelskaite,
2010).
Kepercayaan organisasi mempengaruhi karyawan, meningkatkan partisipasi
mereka dalam pengambilan keputusan, serta dapat menciptakan atmosfir kerja
yang aktif (Putnam, 1995) dalam Dizgah et al (2011).
Kepercayaan di dalam manajemen juga dapat meningkatkan identifikasi,
loyalitas dan keterlibatan karyawan dengan organisasi (Cook & Wall, 1980)
dalam Ristig (2009). Dengan meningkatnya kepercayaan di dalam organisasi,
maka karyawan akan lebih berkomitmen kepada pihak berwenang dan institusi
yang diwakili oleh pihak berwenang (Brockner et al, 1997) dalam Ristig (2009).
18
2.1.3.3 Faktor-Faktor Organizational Trust
Pucetaite et al (2010) menyimpulkan bahwa, keyakinan terhadap perilaku
menguntungkan yang dilakukan pihak lain (karyawan) berkembang dari
pengalaman dan keyakinan bahwa pihak yang dipercaya (perusahaan) telah
mengikuti dan mematuhi norma-norma, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip moral yang
sama yang telah disepakati.
Paille, Bourdeau, & Galois (2010) menyimpulkan bahwa kepercayaan
merupakan sebuah konsep kepercayaan organisasi berdasarkan komponen afektif,
kognitif, dan konatif yaitu:
• Kebajikan dari pihak lain selama hubungan pertukaran, yang terinspirasi
dari nilai-nilai moral seperti kejujuran dan integritas.
• Kepercayaan bahwa pihak lain dapat diandalkan, berdasarkan kompetensi,
pengalaman sebelumnya, dan informasi yang dimiliki.
• Antisipasi terhadap reaksi atau perilaku dari individu-individu di dalam
situasi yang berbeda-beda, seperti kemungkinan masa depan yang
dipercaya dapat dilakukan.
Jadi, dalam hubungan antara dua entitas, contohnya kepercayaan
memungkinkan karyawan untuk bisa mempercayai pernyataan-pernyataan dan
janji-janji dari organisasi (Paille, Bourdeau, & Galois, 2010). Serta, trust menurut
Blau (1964) dalam Paille, Bourdeau, & Galois (2010) memiliki efek yang
menjamin respek yang bertahan lama dari komitmen bersama yang saling
menguntungkan antara entitas-entitas yang terlibat di dalamnya.
19
2.1.4 Kepuasan Karyawan
2.1.4.1 Definisi Kepuasan Karyawan
Kepuasan karyawan (Employee Satisfaction) adalah kepuasan dari para
karyawan terhadap pekerjaan mereka dan seberapa besar mereka menyukai
pekerjaannya (Spector, 1997) dalam Antoncic, J. A. & Antoncic, B. (2011).
Selanjutnya, kepuasan kerja karyawan mengacu pada sikap karyawan terhadap
pekerjaannya. Walaupun kepuasan kerja merupakan sikap bukan perilaku, tetapi
hasilnya penting bagi manajer karena karyawan yang puas lebih rajin masuk kerja,
memiliki kinerja yang lebih baik, dan niat untuk bertahan di organisasi (Robbins
& Coulter, 2009, p300).
Ivancevich, Konopaske, & Matteson (2011, p77) menyatakan kepuasan
kerja sebagai perilaku yang dimiliki seseorang terhadap pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya dan derajat
kesesuaian antara individu dengan organisasi.
Menurut Robbins (2007, p73) kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai
perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang dihasilkan berdasarkan evaluasi
terhadap karakteristik-karakteristik pekerjaan tersebut. Seseorang dengan
kepuasan kerja tinggi memiliki perasaan positif terhadap pekerjaannya, dan
seseorang yang tidak puas memiliki perasaan negatif terhadap pekerjaannya.
Sedangkan, Luthans (2006, p243) berpendapat bahwa, kepuasan kerja adalah
hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka
memberikan hal yang dinilai penting. Lebih lanjut, pendapat Greenberg dan Baron
20
(2003) dalam Wibowo (2008, p299) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai
sikap positif atau negatif yang dilakukan individu terhadap pekerjaan mereka.
Sementara itu, Vecchio (1995) dalam Wibowo (2008, p299) menyatakan
kepuasan kerja sebagai pemikiran, perasaan, dan kecenderungan tindakan
seseorang, yang merupakan sikap seseorang terhadap pekerjaan.
Menurut Werther, Jr dan Keith Davis (1986) dalam Haryo Setiadi (2004,
p73) kepuasan kerja adalah kondisi kesukaan atau ketidaksukaan menurut
pandangan karyawan terhadap pekerjaannya. Sedangkan menurut Locke (1990)
dalam Haryo Setiadi (2004, p73) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
kondisi emosi bahagia atau positif sebagai hasil dari pengalaman kerja tertentu.
Kepuasan kerja lebih bersifat individual dan sangat personal.
Sementara, Rivai (2004, p475) menyatakan kepuasan kerja pada dasarnya
merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat
kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada
dirinya. Semakin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan
keinginan individu, maka semakin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut.
Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang
atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam
bekerja.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan
kerja adalah suatu perilaku yang ditunjukkan karyawan berdasarkan karakteristik
pekerjaan tertentu yang ditunjukkan melalui sikap-sikap positif atau negatif
sebagai evaluasi terhadap apa yang dirasakan karyawan dalam bekerja.
21
Dan, apabila kepuasan kerja rendah dapat mengarah kepada rendahnya
kesetiaan terhadap organisasi, rendahnya semangat karyawan, dan peningkatan
turnover karyawan (Soler, 1998) dalam Turkyilmaz et al (2011). Rendahnya
kepuasan kerja juga menyebabkan karyawan untuk mundur dari pekerjaan
mereka, mencari pekerjaan baru, atau merubah pekerjaan dan karir mereka
sekarang (Turkyilmaz et al, 2011).
2.1.4.2 Faktor-Faktor Kepuasan Kerja
Beberapa faktor penting yang berhubungan dengan kepuasan kerja menurut
Ivancevich, Konopaske, & Matteson (2011, p77) adalah:
1. Pembayaran (Pay)
Jumlah pembayaran yang diterima dan keadilan yang diterima dari
pembayaran tersebut.
2. Pekerjaan itu sendiri (Work itself)
Banyaknya tugas-tugas kerja yang dianggap menarik dan menyediakan
kesempatan untuk belajar dan menerima tanggung jawab.
3. Kesempatan promosi (Promotion opportunities)
Ketersediaan kesempatan untuk kemajuan karir.
4. Pengawasan (Supervision)
Kompetensi teknis dan kemampuan interpersonal dari atasan langsung
seseorang.
22
5. Rekan kerja (Co-workers)
Banyaknya rekan kerja yang bersahabat, kompeten dan mendukung.
6. Kondisi kerja (Working conditions)
Tingkat dari lingkungan fisik pekerjaan yang nyaman dan mendukung
produktivitas.
7. Keamanan kerja (Job Security)
Keyakinan bahwa posisi seseorang relatif aman dan kelanjutan pekerjaan
dengan organisasi sebagai harapan yang masuk akal.
2.1.5 Retensi Karyawan
2.1.5.1 Definisi Retensi Karyawan
Berdasarkan Mathis & Jackson (2006, p126-128), retensi karyawan
merupakan upaya untuk mempertahankan karyawan di dalam organisasi. Retensi
karyawan mengacu pada berbagai kebijakan dan praktik yang mengarahkan
karyawan agar bertahan di organisasi untuk jangka waktu yang lebih lama. Setiap
organisasi menginvestasikan waktu dan uang untuk mengembangkan rekrutmen
baru agar ia siap bekerja dan dapat menyamai karyawan yang sudah ada
(Gayathri, Sivaraman, & Kamalambal, 2012).
Selanjutnya, menurut Gayathri et al (2012) kehilangan karyawan selalu
berarti kehilangan pengetahuan, modal, keahlian, dan pengalaman. Maka, menjadi
kehilangan yang sangat besar bagi organisasi apabila organisasi kehilangan orang
23
yang sangat terlatih. Bila organisasi kehilangan seseorang dengan banyak
pengetahuan, pada dasarnya organisasi telah kehilangan pendapatan yang
seharusnya dihasilkan karyawan tersebut.
Jadi, sangat penting bagi organisasi agar tidak kehilangan karyawan, yang
dapat mengakibatkan kerugian dan inefisiensi dalam pekerjaan organisasi.
Sehingga perlu dikembangkan langkah-langkah yang diperlukan agar perusahaan
dapat mempertahankan aset sumber daya manusianya.
Semakin besar karyawan merasa organisasi tempatnya bekerja
mengembangkan kebijakan sumber daya manusia yang berpusat pada
kesejahteraan secara profesional, maka semakin kecil kecenderungan karyawan
untuk meninggalkan organisasi yang mempekerjakan mereka (Paille, Bordeau &
Galois, 2010).
Selanjutnya, Paille, Bordeau & Galois (2010) menyimpulkan berdasarkan
manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi, bahwa semakin tinggi
kepuasan karyawan terhadap kondisi pekerjaannya di dalam organisasi maka
semakin kecil kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Dengan
demikian, kecilnya tingkat karyawan yang keluar dari organisasi menunjukkan
besarnya tingkat retensi karyawan di dalam organisasi.
Blakely et al (2003) dan Podsakoff et al (2000) dalam Paille, Bordeau &
Galois (2010) menambahkan bahwa apabila kepuasan karyawan terhadap kondisi
pekerjaan mereka tinggi, karyawan akan semakin lebih menunjukan upaya
sukarela untuk menolong organisasi mencapai efisiensi yang lebih baik.
24
2.1.5.2 Faktor-Faktor Retensi Karyawan
Mathis & Jackson (2006, p128-135) menyampaikan bahwa, ada beberapa
faktor penentu terhadap retensi karyawan, yaitu:
1. Komponen Organisasional
Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam
memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan mereka. Organisasi
yang memiliki budaya dan nilai yang positif serta berbeda mengalami perputaran
karyawan yang lebih rendah. Strategi, peluang, dan manajemen organisasional di
dalam perusahaan yang dikelola dengan baik juga akan mempengaruhi retensi
karyawan. Demikian pula dengan kontinuitas dan keamanan kerja (job security)
seseorang di suatu organisasi, juga turut berpengaruh terhadap retensi karyawan.
2. Peluang Karier Organisasional
Survei terhadap karyawan di semua jenis pekerjaan tetap menunjukkan
bahwa usaha pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi tingkat
retensi karyawan secara signifikan. Faktor-faktor yang mendasarinya adalah
pelatihan karyawan secara kontinu yang dilakukan perusahaan, pengembangan
dan bimbingan karier terhadap seseorang, serta perencanaan karier formal di
dalam suatu organisasi.
3. Penghargaan dan Retensi Karyawan
Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja, datang dan
pembentukan gaji, insentif, dan tunjangan. Menurut banyak survei dan
pengalaman, satu hal yang penting terhadap retensi karyawan adalah mempunyai
25
praktik kompensasi yang kompetitif. Penghargaan yang kompetitif tersebut dapat
dilakukan dalam bentuk gaji dan tunjangan yang kompetitif, penghargaan
berdasarkan kinerja, pengakuan terhadap karyawan serta tunjangan dan bonus
spesial.
4. Rancangan Tugas dan Pekerjaan
Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas
dan pekerjaan yang dilakukan. Beberapa organisasi menemukan bahwa angka
perputaran karyawan yang tinggi dalam beberapa bulan lamanya pekerjaan sering
kali dihubungkan dengan usaha penyaringan seleksi yang kurang memadai.
Rancangan tugas dan pekerjaan yang baik harus memperhatikan unsur tanggung
jawab dan otonomi kerja, fleksibilitas kerja karyawan, kondisi kerja yang baik
(faktor fisik dan lingkungan seperti, ruang, pencahayaan, suhu, kegaduhan dan
sejenisnya), dan keseimbangan kerja/kehidupan karyawan.
5. Hubungan Karyawan
Hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi menjadi faktor yang
diketahui dapat mempengaruhi retensi karyawan. Apabila karyawan memperoleh
perlakuan yang adil atau tidak diskriminatif, mendapat dukungan dari supervisor
atau manajemen, dan memiliki hubungan dengan rekan kerja yang baik, maka hal-
hal ini akan mempengaruhi retensi karyawan.
26
2.1.5.3 Manajemen Retensi Karyawan
Agar dapat mengelola retensi karyawan dengan baik, penting bagi
perusahaan untuk mengatur retensi para karyawan. Apabila kurang diperhatikan,
retensi karyawan kemungkinan besar tidak berhasil. Menurut Mathis & Jackson
(2006, p136-143), proses manajemen retensi karyawan terdiri atas:
1. Pengukuran dan penilaian retensi karyawan
Guna memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk meningkatkan
retensi karyawan dan mengurangi perputaran, keputusan manajemen lebih
membutuhkan data dan analisis daripada kesan subjektif dati situasi individual
yang dipilih, atau reaksi terhadap hilangnya beberapa orang penting. Oleh karena
itu, adalah penting untuk mempunyai beberapa jenis ukuran dan analisis yang
berbeda. Data yang dapat diukur dan dinilai, terdiri dari:
• Analisis pengukuran perputaran
• Biaya perputaran
• Survei karyawan
• Wawancara keluar kerja
2. Intervensi Retensi Karyawan
Berbagai intervensi Sumber Daya Manusia (SDM) dapat dilakukan untuk
memperbaiki retensi karyawan. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi
dengan beberapa cara, yaitu:
• Proses perekrutan dan seleksi
• Orientasi dan pelatihan
27
• Kompensasi dan tunjangan
• Perencanaan dan pengembangan karier
• Hubungan karyawan
3. Evaluasi dan Tindak Lanjut
Setelah usaha intervensi dilakukan, selanjutnya evaluasi dan tindak lanjut
dapat dilakukan dengan cara:
• Menelaah data perputaran secara tetap
• Memeriksa hasil intervensi
• Menyesuaikan usaha intervensi
2.1.6 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Berikut ini adalah hasil penelitian-penelitian terdahulu yang dianggap relevan
dengan penelitian yang akan dilakukan penulis:
1. Penelitian oleh Paille, Pascal., Bourdeau, Laurent., & Galois, Isabelle (2010)
yang berjudul “Support, trust, satisfaction, intent to leave and citizenship at
organizational level: a Social exchange approach”. Berdasarkan penelitian
tersebut, trust dipahami sebagai proses dimana Perceived Organizational
Support (POS) mempengaruhi hasil intention to leave dan citizenship
behavior melalui kepuasan yang diperoleh karyawan. Juga diketahui bahwa
POS memiliki korelasi positif terhadap trust, OCB (Organizational
Citizenhip Behavior), dan satisfaction. Satisfaction juga didapati memiliki
pengaruh terhadap OCB dalam organisasi. Selanjutnya dalam penelitian, trust
28
memiliki hasil pengaruh yang positif dengan kepuasan karyawan, serta
satisfaction dan OCB memiliki pengaruh negatif terhadap intention to leave
dari karyawan. Namun, hasil POS terhadap intention to leave tidak
menunjukkan hasil negatif yang signifikan, Paille, Bourdeau, & Galois
menyatakan kemungkinan ada faktor yang harus memediasi antara variabel
POS dan intention to leave atau pengaruh trust yang melemahkan pengaruh
POS terhadap intention to leave.
2. Penelitian oleh Ristig, Kyle (2009) yang berjudul “The impact of perceived
organizational support and trustworthiness on trust”. Hasil dari penelitian
tersebut adalah trust memiliki korelasi positif dengan variabel-variabel
trustworthiness. Selanjutnya, trustworthiness juga berpengaruh secara
signifikan kepada trust. Serta, POS diketahui memiliki hubungan yang
positif dan signifikan dengan trust.
3. Penelitian oleh Gayathri, R., Sivaraman, G., & Kamalambal, R (2012) yang
berjudul “Employee Retention Strategies in BPO’s – an Empirical
Investigation”. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor utama yang mempengaruhi retensi karyawan di perusahaan
sektor Business Process Outsourcing. Berdasarkan penelitian tersebut,
sebagian besar karyawan bertahan di perusahaan karena kompensasi yang
kompetitif, pengakuan dan penghargaan, lingkungan kerja yang aman dan
lengkap, infrastruktur memadai, peran kerja yang sesuai dengan bakat
karyawan.
29
2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis, 2012
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis
Hipotesis penelitian berdasarkan tujuan-tujuan penelitian adalah sebagai
berikut:
Hipotesis untuk T-1
• H1. Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2 dan Y
Organizational Trust
(X2):
• Kebajikan dari pihak lain • Kepercayaan bahwa
pihak lain dapat
diandalkan
• Perilaku individu dalam situasi yang berbeda-
beda
Perceived Organizational Support (X1):
• Keadilan • Dukungan supervisor • Penghargaan organisasi dan kondisi kerja
Retensi Karyawan (Z):
• Komponen
organisasional
• Peluang karier
organisasional
• Penghargaan
• Rancangan tugas dan
pekerjaan
• Hubungan karyawan
Kepuasan Karyawan (Y):
• Pembayaran
• Pekerjan itu sendiri
• Kesempatan promosi
• Pengawasan
• Rekan kerja
• Kondisi kerja
• Keamanan kerja
Keterangan:
Menggambarkan pengaruh secara parsial
Menggambarkan pengaruh secara simultan
30
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel perceived
organizational support (X1) dan organizational trust (X2)
terhadap variabel kepuasan karyawan (Y).
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel perceived
organizational support (X1) dan organizational trust (X2)
terhadap variabel kepuasan karyawan (Y).
• H2. Hipotesis pengujian secara parsial antara X1 dan Y
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel perceived
organizational support (X1) terhadap variabel kepuasan
karyawan (Y).
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel perceived
organizational support (X1) terhadap variabel kepuasan
karyawan (Y).
• H3. Hipotesis pengujian secara parsial antara X2 dan Y
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel organizational
trust (X2) terhadap variabel kepuasan karyawan (Y).
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel organizational trust
(X2) terhadap variabel kepuasan karyawan (Y).
Hipotesis untuk T-2
• H4. Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2, Y dan Z
31
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel perceived
organizational support (X1), organizational trust (X2) dan
kepuasan karyawan (Y) terhadap variabel retensi karyawan (Z).
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel perceived
organizational support (X1), organizational trust (X2) dan
kepuasan karyawan (Y) terhadap variabel retensi karyawan (Z).
• H5. Hipotesis pengujian secara parsial antara X1 dan Z
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel perceived
organizational support (X1) terhadap variabel retensi karyawan
(Z).
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel perceived
organizational support (X1) terhadap variabel retensi karyawan
(Z).
• H6. Hipotesis pengujian secara parsial antara X2 dan Z
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel
organizational trust (X2) terhadap variabel retensi karyawan
(Z).
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel organizational
trust (X2) terhadap variabel retensi karyawan (Z).
• H7. Hipotesis pengujian secara parsial antara Y dan Z
32
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel kepuasan
karyawan (Y) terhadap variabel retensi karyawan (Z).
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel kepuasan karyawan
(Y) terhadap variabel retensi karyawan (Z).