bab ii kajian pustaka, konsep, landasan teori, dan 2.1 ... ii ( thesis ).pdfketerampilan berbicara...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN
MODEL PENELITIAN
Pada bab ini berturut-turut disajikan kajian pustaka, konsep, landasan
teori, dan model penelitian.
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian mengenai keterampilan berbahasa pada umumnya dan
keterampilan berbicara pada khususnya bukanlah hal baru dalam dunia
pendidikan. Para mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris telah
banyak melakukannya. Penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian
tindakan kelas untuk memperbaiki pembelajaran keterampilan berbicara yang
telah berlangsung selama ini.
Pustaka-pustaka yang mendasari penelitian ini adalah tulisan hasil
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Beberapa penelitian yang
mengangkat permasalahan pembelajaran keterampilan berbicara, antara lain
dilakukan oleh Sumarwati (1999), Mudairin ( 2003 ), Panca Lukita Sari (2008),
Flaurensia Agustine Randong (2011), dan Citra Kusumaningsih (2012 ).
Sumarwati (1999) melakukan penelitian tentang peningkatan keterampilan
berbicara siswa melalui teknik bermain peran ( roleplay ) yang berlokasi di
SLTPN 8 Denpasar. Penelitian tersebut menghasilkan simpulan bahwa teknik
bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Secara
kuantitatif, hasil penelitian melalui dua siklus itu menunjukkan peningkatan
sebesar 10,6% untuk aspek kebahasaan dan 11,6% untuk aspek nonkebahasaan.
9
10
Penelitian yang dilakukan oleh Sumarwati berbeda dengan penelitian ini
karena jenis penelitian sebelumnya merupakan penelitian secara deskriptif untuk
mendeskripsikan fenomena dan permasalahan permasalahan yang terjadi di
lapangan sehubungan dengan prosedur yang diterapkan oleh guru dalam proses
pengajaran speaking di SLTPN 8 Denpasar. Di pihak lain penelitian ini selain
bersifat deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan penerapan langkah-langkah
sebuah metode pembelajaran guided conversation, karakteristik berbicara bahasa
Inggris melalui guided conversation dapat tercermin dalam melakukan
keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris Profesi. Namun, penelitian ini juga
mendekripsikan sebuah penelitian linguistik yang diawali dengan memberikan
instruksi kepada mahasiswa untuk menulis sebuah wacana lisan yang berbentuk
percakapan (conversation) yang bertemakan tentang prosedur kerja seorang
pramusaji di restoran kemudian mempraktikan wacana tersebut dalam
keterampilan berbicara sebagi transaksi. Penelitian ini selain bersifat perbaikan
yaitu bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan hasil belajar mahasiswa dalam
pengajaran speaking sebelum dan sesudah tindakan dilakukan, juga memberikan
gambaran tentang analisis sebuah wacana lisan yang berbentuk percakapan
dengan topik dan situasi percakapan yang telah ditentukan.
Mudarin melakukan penelitian yang berjudul “Role Play : Suatu Alternatif
Pembelajaran yang Efektif dan Menyenangkan dalam Meningkatkan
Keterampilan Berbicara Siswa SLPT Islam Manbaul Ulum Gresik.‖ Penelitian ini
dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa dengan
menggunakan metode role play sebagai bentuk kegiatan pembelajaran bahasa
11
Inggris di kelas. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan English atmosphere di
dalam kelas. Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada pendeskripsian metode
pembelajaran role play untuk peningkatan kemampuan berbicara dan penelitian
ini bersifat perbaikan dengan melakukan treatment dengan siklus penelitian yang
telah dilakukan. Perbedaan dari kajian tersebut tidak dilakukan penelitian
linguistik yang lebih mendalam seperti yang dilakukan pada kajian ini.
Panca Lukita Sari melakukan penelitian dengan mengikuti model yang
dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1988:47), yaitu ‖action reseach is
cyclic process of planning, action, observation, and reflection” atau model yang
berdasarkan suatu siklus spiral yang terdiri dari atas empat komponen, yang
meliputi (1) rencana tindakan (planning), (2) pelaksanaan (action), (3) observasi
(observation), dan (4) refleksi (reflection). Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian deskriptif kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam
dua siklus.
Penelitian selanjutnya berjudul “Improving Students‟ Ability In Speaking
About Asking And Giving Opinion Through Guided Conversation” oleh
Flaurensia Agustine Randong, Rismaya Marbun, dan Dewi Novita. Dalam kajian
ini penelitian dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam berbicara
mengenai meminta dan memberikan pendapat menggunakan percakapan-
percakapan terpandu. Penelitian itu adalah sebuah penelitian tindakan kelas pada
siswa kelas delapan B di SMP N 21 Terpadu Pontianak tahun ajaran 2011/2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana percakapan-percakapan
12
terpandu dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara mengenai
meminta dan memberikan pendapat. Peneliti menggunakan penelitian tindakan
kelas sebagai metode dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis pada hasil tes
siswa, penulis menyimpulkan bahwa kualifikasi nilai rata-rata siswa pada putaran
kedua (70,8) yang mencapai nilai ketuntasan 100% dikategorikan Good to
Excellent. Penelitian yang dilakukan oleh Flaurensia, hanya menekankan pada dua
aspek kemampuan yaitu meminta dan memberikan pendapat sedangkan pada
penelitian ini dilakukan dalam beberapa aspek yang terbentuk dalam satu kesatuan
standar pedoman pekerjaan ( SOP ) seorang pramusaji yang terdiri dari sebelas
bahasa ekpresi dengan topik receiving the guest in the restaurant, dengan urutan-
urutan pekerjaan ( sequencing ) sehingga akan dilakukan kajian linguistik yang
lebih mendalam.
Citra Kusumaningsih dalam penelitiannya yang berjudul “The
Effectiveness of Communicative Groups Activity in Teaching Speaking Viewed on
Students‟Risk Taking (An Experimental Study at The Second Semester Sudents of
STKIP Pontianak at Academic Year 2011/ 2012. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui (1) apakah communicative group activity lebih efektif daripada guided
conversation activity untuk pengajaran speaking pada siswa semester dua STKIP
PGRI Pontianak tahun akademik 2011/2012; (2) Apakah kemampuan berbicara
bahasa Inggris siswa yang memiliki tingkat risk taking yang tinggi lebih baik dari
pada siswa yang memiliki tingkat risk taking yang rendah ; dan (3) apakah ada
sebuah interaksi antara teknik-teknik pengajaran dan risk taking siswa dalam
pengajaran speaking. Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental. Populasi
13
yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester dua
STKIP PGRI Pontianak. Sample di dalam penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan teknik cluster random sampling dan memperoleh hasil dua kelas,
yaitu kelas B terpilih sebagai kelas eksperimen dan kelas C sebagai kelas kontrol.
2.2 Konsep
Studi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa konsep
yang memerlukan penjelasan. Konsep-konsep tersebut, antara lain peningkatan,
pendekatan, metode dan teknik pembelajaran berbicara, keterampilan berbicara,
kompetensi komunikatif dan metode guided conversation.
2.2.1 Peningkatan
Peningkatan adalah suatu proses, cara, perbuatan meningkatkan (usaha,
kegiatan, dsb) (Purwadarminta, 1976: 118). Peningkatan dalam hal ini adalah
suatu proses meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris mahasiswa.
2.2.2 Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran Berbicara
Pendekatan adalah konsep dasar yang melingkupi metode dengan cakupan
teoretis tertentu. Metode merupakan jabaran dari pendekatan. Metode adalah
prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Satu metode dapat
diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Teknik adalah cara konkret
yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung, guru dapat berganti-ganti
teknik meskipun dalam koridor metode yang sama (Sugandi, 2004:15).
14
Pembelajaran berbicara memiliki banyak sekali teknik pembelajaran.
Teknik- teknik tersebut, antara lain wawancara, cerita berpasangan, pidato tanpa
teks, pidato dengan teks, mengomentari film/sinetron/cerpen/novel, debat,
membawakan acara, memimpin rapat, menerangkan obat/makanan/minuman atau
benda lainnya, bermain peran, info berantai, dan cerita berangkai (Sugandi,
2004:112 -- 121).
2.2.3 Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara pada hakikatnya adalah ―kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan‖ (Tarigan,
1981:15). Keterampilan ini merupakan suatu indikator terpenting bagi
keberhasilan mahasiswa terutama dalam belajar bahasa Inggris. Dengan
penguasaan keterampilan berbicara yang baik, mahasiswa dapat
mengomunikasikan ide-ide mereka, baik di kmapus maupun dengan penutur
asing, dan juga menjaga hubungan baik dengan orang lain.
2.2.4 Kompetensi Komunikatif.
Kompetensi bahasa adalah pengetahuan seseorang tentang rumusan
linguistik yang bercorak abstrak terhadap sebuah bahasa. Kompetensi komunikatif
ini dibagi menjadi empat komponen kompetensi, yaitu dua komponen merujuk
kepada penggunaan sistem linguistik dan dua komponen berikutnya merujuk
kepada komponen aspek fungsi komunikasi ( Canale dan Swain, 1980 ).
15
Kompetensi tersebut adalah (1) kompetensi tata bahasa, yaitu pengetahuan
seseorang mengenai tata bahasa sebuah bahasa : tata bahasa, kosakata, morfologi,
semantic, dan fonologi ; (2) kompetensi wacana adalah pelengkap kompetensi tata
bahasa yaitu seseorang mampu menerapkan aturan-aturan tata bahasa dalam
merangkai sebuah tuturan; (3) kompetensi sosiolinguistik yaitu pengetahuan dan
kemampuan menghasilkan dan memahami ujaran-ujaran sesuai dengan konteks
sosial di mana bahasa tersebut digunakan; dan ( 4) kompetensi strategi yaitu
kemampuan seseorang menyelesaikan masalah komunikasi dengan menggunakan
berbagai strategi.
2.2.5 Metode Guided Conversation
Dalam proses pembelajaran berbagai mata kuliah memiliki cara-cara yang
terbaik. Tujuannya adalah untuk membangkitkan potensi mahasiswa belajar aktif,
menyenangkan, dan benar-benar menaruh minat terhadap mata kuliah yang
diberikan khususnya adalah mata kuliah bahasa Inggris. Kata guided berasal dari
bahasa Inggris yang artinya membimbing, mengarahkan, menuntun, memberi
tahu, menunjukkan, memandu, dan memberikan semangat (Sadli, 1989: 201 dan
Oxford, 1986: 308). Makna kosakata tentang guided tersebut dapat digambarkan
bahwa dalam proses pembelajaran salah satu tugas dosen adalah memberikan,
menuntun, dan memandu mahasiswa dengan sebaik mungkin untuk mendapatkan
sesuatu yang diinginkan. Dalam hal ini, keinginan yang berkaitan dengan
penguasaan dan peningkatan hasil belajar dalam bidang keterampilan berbicara
bahasa Inggris.
16
2.3 Landasan Teori
Sejumlah pandangan ahli yang digunakan sebagai landasan teori penelitian
ini bersangkutan dengan (1) berbicara dan keterampilan berbicara, (2) faktor-
faktor keefektifan berbicara, (3) tata bahasa Inggris, (4) Wacana, (5) pramusaji,
(6) guided conversation, (7) penilaian dan evaluasi, dan (8) penelitian tindakan
kelas ( PTK ).
2.3.1 Berbicara dan Kemampuan Berbicara
Berbicara berarti menggunakan bahasa untuk bermacam-macam
bergantung pada para penuturnya. Keterampilan berbicara adalah kemampuan
mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau
sekelompok orang secara lisan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Harmer (1983) menyatakan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang
alami antaranggota masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah
bentuk tingkah laku sosial. Lebih jauh lagi, Harmer (1983) menyatakan bahwa
keterampilan berbicara adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena
komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan
tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang berbeda.
Keterampilan berbicara merupakan suatu keterampilan yang kompleks dan
berkaitan dengan berbagai keterampilan mikro (Brown, 2001), seperti (1)
menghasilkan ujaran-ujaran bahasa yang bervariasi; (2) menghasilkan fonem-
fonem dan varian-varian alofon lisan yang berbeda dalam bahasa Inggris; (3)
menghasilkan pola-pola tekanan, kata-kata yang mendapat dan tidak mendapat
17
tekanan, struktur ritmis dan intonasi; (4) menghasilkan bentuk-bentuk kata dan
frasa yang diperpendek; (5) menggunakan sejumlah kata yang tepat untuk
mencapai tujuan-tujuan pragmatis; (6) menghasilkan pembicaraan yang fasih
dalam berbagai kecepatan yang berbeda; (7) mengamati bahasa lisan yang
dihasilkan dan menggunakan berbagai strategi yang bervariasi, yang meliputi
pemberhentian sementara, pengoreksian sendiri, pengulangan, untuk kejelasan
pesan; (8) menggunakan kelas kata (kata benda, kata kerja, dan lain-lain.), sistem
( tenses, agreement dan plural), pengurutan kata, pola-pola, aturan-aturan, dan
bentuk elipsis; (9) menghasilkan pembicaraan yang menggunakan elemen-elemen
alami dalam frasa, stop, nafas dan kalimat yang tepat; (10) mengekspresikan
makna tertentu dalam bentuk-bentuk gramatika yang berbeda; (11) menggunakan
bentuk-bentuk kohesif dalam diskursus lisan; (12) menyelesaikan fungsi-fungsi
komunikasi dengan tepat menurut situasi, partisipan, dan tujuan; (13)
menggunakan register, implikatur, aturan-aturan pragmatik, dan fitur-fitur
sosiolinguistik yang tepat dalam komunikasi langsung; (14) menunjukkan
hubungan antara kejadian dan mengomunikasikan hubungan-hubungan antara ide
utama, ide pendukung, informasi lama, informasi baru, generalisasi, dan contoh;
(15) menggunakan bahasa wajah, kinetik, bahasa tubuh dan bahasa-bahasa non-
verbal yang lainnya bersamaan dengan bahasa verbal untuk menyampaikan
makna; dan (16) mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi berbicara,
seperti memberikan tekanan pada kata kunci, parafrasa, menyediakan konteks
untuk menginterpretasikan makna-makna kata, meminta pertolongan dan secara
tepat menilai seberapa baik interlokutor memahami apa yang dikatakan.
18
Richard (2008: 21 – 28) membagi fungsi berbicara menjadi tiga sebagai
berikut.
1. Berbicara sebagai interaksi (talk as interaction)
Fungsi berbicara sebagai interaksi mengacu pada kegiatan
percakapan yang biasa dilakukan dan berhubungan dengan fungsi sosial.
Fokus utamanya adalah kepada si penutur dan bagaimana mereka
menunjukkan diri mereka kepada orang lain. Bahasa tuturannya bisa
formal ataupun berupa tuturan yang sering digunakan dalam percakapan
sehari-hari. Beberapa kemampuan yang ikut dilibatkan dalam kegiatan
berbicara sebagai sebuah interaksi, antara lain : (a) membuka dan menutup
percakapan, (b) memilih topic, (c) membuat percakapan-percakapan
kecil/ringan, (d) bergurau, ( e) menceritakan kejadian dan pengalaman
pribadi, (f) dilakukan secara bergantian, (g) adanya interupsi/menyela
percakapan, (h) bereaksi terhadap satu sama lain, dan (i) menggunakan
gaya berbicara yang sesuai.
2. Berbicara sebagai transaksi (talk as transaction)
Kegiatan berbicara sebagai transaksi lebih memfokuskan kepada
pesan yang ingin disampaikan dalam kegiatan berbicara (Richard, 2008:
21— 28). Ada dua tipe dalam kegiatan berbicara sebagai transaksi yaitu
(a) kegiatan yang fokus utamanya memberi dan menerima informasi, (b)
kegiatan yang fokus utamanya adalah untuk memperoleh barang atau jasa,
misalnya dalam percakapan seseorang yang memesan makanan di
restoran.
19
3. Berbicara sebagai penampilan (talk as performance)
Berbicara sebagai penampilan mengacu pada kegiatan berbicara
untuk menyampaikan informasi di depan umum atau peserta. Berbicara
model ini lebih cenderung mengarah kepada berbicara satu arah daripada
dua arah (dialog) dan lebih terkesan seperti bahasa tulis daripada
percakapan. Ciri utama kegiatan berbicara sebagai penampilan adalah (a)
fokus pada pesan yang ingin disampaikan dan kepada peserta, (b)
mementingkan bentuk dan ketepatan ucapan, (c) bahasa yang digunakan
terkesan seperti bahasa tulis, (d) lebih sering monolog, dan (e) struktur dan
urutannya dapat diprediksikan (Richard, 2008: 21— 28).
2.3.2 Faktor Keefektifan Berbicara
Seorang pembicara dapat memiliki keterampilan berbicara secara efektif
dan baik, jika ia dapat dan mampu memberikan kesan bahwa ia menguasai
masalah yang dibicarakan. Penguasaan topik secara baik dan tepat akan
menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Selain menguasai topik, seorang
pembicara harus berbicara (mengucapkan bunyi-bunyi bahasa) dengan jelas dan
tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian
pendengar. Terdapat beberapa faktor yang menunjang keefektifan dalam
berbicara, yang dapat dibedakan menjadi faktor verbal dan faktor nonverbal.
Kedua faktor tersebut harus diperhatikan oleh seorang pembicara untuk dapat
menjadi pembicara yang baik dan efektif (Arsjad dan Mukti, 1988:17).
20
2.3.2.1 Faktor Verbal
a) Ketepatan ucapan
Pengucapan bunyi-bunyi bahasa secara tepat harus menjadi hal yang
sangat penting diperhatikan dan dibiasakan untuk dilakukan oleh seorang
pembicara. Jika pengucapan bunyi-bunyi bahasa dilakukan dengan kurang tepat,
akan menyebabkan terjadinya kekurangefektifan dalam berbicara dan perhatian
pendengar akan menjadi teralihkan. Kebosanan akan timbul jika pengucapan
bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat, pembicaraan akan menjadi kurang
menyenangkan, kurang menarik, atau setidaknya dapat mengalihkan perhatian
pendengar. Terjadinya penyimpangan terlalu jauh dalam pengucapan bunyi-bunyi
bahasa dari ragam lisan, juga akan mengganggu komunikasi artinya pesan yang
akan disampaikan tidak tepat sasaran (Arsjad dan Mukti, 1988:19).
b) Penempatan tekanan dan nada
Hal yang merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara adalah
kesesuaian tekanan dan nada, bahkan hal tersebut kadang-kadang merupakan
faktor penentu dalam keberhasilan sebuah pembicaraan. Pembicaraan akan
menjadi menarik jika terdapat penyesuaian dalam penempatan tekanan dan nada
walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik. Sebaliknya, timbulnya
kejemuan dan kekurangefektifan dalam pembicaraan jika penyampaiannya
dilakukan dengan datar saja. Kejanggalan akan terjadi jika ketidaksesuain
penempatan tekanan pada kata atau suku kata (Arsjad dan Mukti, 1988:19).
Penempatan tekanan dan nada dalam sebuah kata, klausa, dan kalimat
mengacu kepada fungsi kata, klausa, dan kalimat tersebut jika ditinjau dari
21
pendekatan tata bahasa ( Mc.Carthy, 2000;106). Pendapat ini dapat dijelaskan
dengan kata lain bahwa penempatan tekanan dan jenis nada akan berbeda jika
kalimat tersebut merupakan tanya, question tags, kalimat imperatif dan lainnya.
Pada kalimat bertanya jenis –yes-no interrogative, tekanan ditempatkan pada kata
kerja bantu (auxiliary verbs) atau to be dan penempatan nada pada akhir kalimat
dengan nada menurun kemudian meninggi ( fall rise tone ), contoh; / IS it
INteresting / ? Pada kalimat bertanya yang menggunakan kata tanya ( question
words ), tekanan ditempatkan pada kata tanya yang digunakan dan suku kata
pertama pada kata yang terletak pada akhir kalimat dengan tekanan menurun ( a
fall tone ), contoh / WHAT‟S the PROBlem ?/. Selanjutnya pada kalimat yang
mengandung question taq penempatan tekanan terletak pada inti pembicaraan dan
question taq dengan nada menurun, contoh : / It was BOB SMITH, WASN‟T it ?
Selanjutnya ditinjau dari pendekatan sikap dan emosi ( attitudinal approaches)
bahwa penempatan tekanan dan nada sangat erat berhubungan dengan sikap dan
emosi pembicara, penempatan tekanan dan jenis nada yang digunakan pada
sebuah kalimat akan mengungkapkan perasaan ramah, terkejut, kagum, bahagia
dan lain sebagainya ( McCharty, 2000; 1067), contoh : /JOHN !/ HOW nice to
SEE you !/, tekanan ditempatkan pada kata –John, -how dan -see dengan
menggunakan nada menurun ( high fall ) pada kata John dan see yang
menunjukkan perasaan terkejut pembicara.
c) Pilihan Kata (Diksi)
22
Pemilihan kata yang dilakukan secara tepat, jelas dan bervariasi juga
merupakan hal yang sangat penting dalam keefektifan berbicara. Munculnya rasa
ingin tahu sering disebabkan oleh penggunaan kata-kata yang belum dikenal, dan
hal ini akan mengakibatkan terhambatnya proses komunikasi (Arsjad dan Mukti,
1988:19). Perhatian pendengar akan menjadi teralih jika terjadi kejanggalan
sehingga pokok pembicaraan atau pokok pesan yang disampaikan kurang
diperhatikan. Akibatnya, keefektifan komunikasi akan terganggu. Pengetahuan
pembicara tentang siapa pendengarnya, penyesuaian pilihan kata dengan pokok
pembicaraannya dan pendengarnya, merupakan pengetahuan yang sangat penting
dimiliki oleh pembicara untuk menghasilkan pembicaran yang lebih menarik dan
tentunya pendengar senang mendengarkan kalau pembicara berbicara dengan jelas
dalam bahasa yang dikuasainya.
d) Ketepatan sasaran pembicaraan
Ketepatan sasaran pembicaraan berhubungan dengan pemakaian kalimat
dalam sebuah proses pembicaraan. Pendengar akan mudah menangkap isi
pembicaraan jika pembicara menggunakan kalimat-kalimat efektif. Kalimat
efektif adalah kalimat yang mengenai sasaran sehingga mampu menimbulkan
pengaruh, meninggalkan kesan atau menimbulkan akibat. Dengan demikian,
pembicaraan akan berhasil dan menarik jika pembicara mampu menyusun kalimat
efektif, dan sesuai dengan sasaran pembicaraan (Arsjad dan Mukti, 1988:20).
2.3.2.2 Faktor Nonverbal
23
a) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara
Pendengar merasa kurang diperhatikan jika pandangan kita sebagai
seorang pembicara hanya tertuju pada satu arah. Perhatian pendengar akan
berkurang jika pembicara tidak memperhatikan pendengar, melihat ke samping
atau menunduk, ataupun melihat ke atas. Pandangan pembicara hendaknya
diarahkan kepada semua pendengar dan pendengar harus dilibatkan dan
diperhatikan (Arsjad dan Mukti, 1988:21).
b) Kesediaan menghargai pendapat orang lain
Memiliki sikap terbuka dalam menyampaikan isi pembicaraan, dalam
arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia
mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru merupakan sikap yang
harus dimiliki oleh seorang pembicara (Arsjad dkk., 1988:21). Namun, hal ini
tidak berarti bahwa si pembicara mengubah pendapatnya dan mengikuti pendapat
orang lain. Kemampuan untuk mempertahankan pendapat dan meyakinkan orang
lain dengan argumentasi yang kuat dan dapat dibuktikan kebenarannya juga harus
dimiliki oleh pembicara.
c) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku
Kesan pertama yang kurang menarik akan muncul jika sikap pembicara
tidak tenang, lesu, dan kaku. Pembicara dapat menunjukkan otoritas dan integritas
dirinya jika ia bersikap yang wajar (Arsjad, dkk., 1988:21). Penguasaan materi,
situasi dan tempat merupakan tiga hal yang dapat memengaruhi sikap wajar
24
tersebut. Jika materi pembicaraan benar-benar dikuasai, sudah barang tentu sikap
yang gugup akan dapat diatasi.
d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat
Keefektifan berbicara juga ditunjang oleh gerak-gerik dan mimik yang
tepat. Gerakan tangan atau mimik dapat membantu keefektifan dalam berbicara
selain adanya penekanan dalam pembicaraan (Arsjad, dkk., 1988:21) sehingga
komunikasi akan menjadi hidup atau tidak kaku. Namun, gerak-gerik yang
berlebihan akan menggangu keefektifan berbicara. Gerak gerik yang berlebihan
ini akan mengganggu keefektifan dalam berbicara karena perhatian pendengar
lebih tertuju pada gerakan tersebut sehingga pesan kurang dipahami.
e) Kenyaringan suara
Situasi, tempat, dan jumlah pendengar dapat menentukan tingkat
kenyaringan suara pembicara (Arsjad dkk.,1988:22). Hal yang perlu diperhatikan
adalah jangan berteriak. Pengaturan kenyaringan suara dapat membuat pendengar
dapat mendengar dengan jelas.
f) Kelancaran
Jika seorang pembicara dapat berbicara dengan lancar maka isi
pembicaraan akan dengan mudah akan dapat ditangkap oleh si pendengar (Arsjad
dkk., 1988:23). Jika pembicaraan terputus-putus dan juga di bagian-bagian yang
terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu seperti ee, oo, aa maka penangkapan
25
isi pembicaraan akan sangat terganggu. Namun jika pembicara berbicara dalam
tempo yang sangat cepat belum tentu akan memberikan hasil yang baik, bahkan
akan menyulitkan pendengar untuk menangkap isi pembicaraan tersebut.
g) Relevansi/Penalaran
Proses berpikir untuk menghasilkan suatu simpulan harus bersifat logis.
Hubungan kalimat yang satu dengan yang lain, hubungan bagian-bagian yang
terdapat dalam kalimat harus sesuai dan berhubungan logis dengan pokok
pembicaraan. Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis (Arsjad
dkk., 1988:24).
h) Penguasaan Topik
Pembicara harus melakukan persiapan terutama dalam pembicaraan
formal. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan penguasaan topik secara maksimal.
Kelancaran dan keberanian akan muncul jika topik pembicaraan dikuasai dengan
baik. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama
dalam berbicara (Arsjad dan Mukti, 1988:24).
2.3.3. Tata bahasa Inggris
Tata bahasa adalah suatu kumpulan sistem yang harus dipatuhi oleh
pengguna bahasa itu dan menjadi dasar untuk melahirkan aspirasi bahasa yang
baik dan indah serta menjamin kemantapan bahasa. Tata bahasa berfungsi dalam
memisahkan bentuk-bentuk bahasa yang gramatis dari yang tidak gramatis.
26
Dalam mempelajari bahasa Inggris, diperlukan pemahaman terhadap kaidah-
kaidah yang mengatur penggunaan bahasa yang dalam bahasa Inggris dikenal
dengan grammar (Gebhard, 1996: 3). Bagian-bagian grammar tersebut adalah
sebagai berikut.
2.3.3.1 Kata-kata Benda Tunggal dan Jamak (Singular and Plural Nouns)
Kata benda tunggal dan kata benda jamak dalam bahasa Inggris perlu
diperhatikan karena berpengaruh terhadap penggunaan kata kerja ( baik verb to
be, verb to have maupun kata kerja ). Kata benda jamak menggunakan kata kerja
jamak, sedangkan kata benda tunggal menggunakan kata kerja tunggal (Murphy,
1985:213).
Contoh :
1. A glass of orange juice is expensive in this restaurant „ harga segelas jus jeruk
di restoran ini mahal ‗ : a glass of orange juice bentuk tunggal, menggunakan
is.
2. These tables are expensive „meja-meja ini mahal‘ : tables bentuk jamak,
menggunakan are.
Penambahan –s atau –es pada kata benda tunggal digunakan untuk
pembentukan kata benda jamak dengan beberapa perkecualian. Cara membentuk
kata benda jamak adalah seperti di bawah ini :
a) Dengan menambahkan –s pada kata benda tunggal
Tunggal Jamak Arti
window windows ‘ jendela‟
table tables ‘ meja‟
27
guest guests „ tamu‟
(Murphy, 1985:213)
b) Dengan menambahkan –es jika kata benda tunggal itu berakhir huruf –s, -
x, –z, –ch, dan –sh.
Tunggal Jamak Arti
glass glasses „gelas„
box boxes „kotak„
brush brushes „sikat„
bench benches „bangku‟
(Murphy, 1985:213)
Kata benda juga dapat dibedakan menjadi kata benda yang dapat dihitung
(countable nouns) dan kata benda yang tidak dapat dihitung (uncountable nouns).
Kata benda yang dapat dihitung pada umumnya menggunakan artikel a/an
sebelum kata benda tunggal tersebut atau sebelum diubah menjadi kata benda
jamak, sedangkan kata benda tidak dapat dihitung adalah kata benda yang tidak
menggunakan artikel a/an ( Hewings, 1999:100).
Contoh :
a) We book a table in this restaurant. A table adalah kata benda yang dapat
dihitung
b) Could I have mineral water, please. Mineral water adalah kata benda yang
tidak dapat dihitung
Namun, pada penggunaannya kata benda yang tidak dapat dihitung digunakan
dalam bentuk jamak ketika kita berbicara dalam ruang lingkup yang lebih luas
(Martin Hewings, 1999:100), misalnya : I prefer tea to coffee and three teas
please ! „ teas : cups of tea‟
2.3.3.2 Adalah (to be)
28
To be (is, am, are) berarti ada atau adalah, tetapi dalam bahasa Indonesia,
pada umumnya to be tidak diterjemahkan (Murphy, 1985:215). To be digunakan
sebagai penghubung antara subjek dan predikat. Predikat suatu kalimat dapat
terdiri atas :
a) Kata sifat (adjective)
b) Kata benda (noun)
c) Kata keterangan/tambahan (adverb)
d) Kata kerja (verb) yang menyatakan sedang melakukan sesuatu.
To be menghubungkan subjek dan predikat, to be dapat berubah-ubah
sesuai dengan subjek (pelaku) (Murphy, 1985:215). Contoh:
a) Predikat kalimat kata sifat
1) She is clever. ‗Ia ( perempuan) pintar‗
2) He is handsome. ‗Ia (laki-laki) tampan‘
3) You are kind. ‗Kamu baik‘
4) We are right. „Kami benar‘.
(Murphy, 1985:215)
b) Predikat kalimat kata benda
1) I am a waitress. „ Saya seorang pramusaji ‘.
2) You are a head waiter. „ Anda seorang kepala pramusaji‘.
3) He is a guest. „ Ia seorang tamu‘.
4) She is a restoran manager. „ Ia seorang manajer restoran‘.
(Murphy, 1985:215)
c) Predikat kalimat kata keterangan
1) I am in the kitchen. „ Saya di dapur‘.
2) You are in restaurant. „ Anda di restoran‘.
3) We are at hotel. ‗Kami di hotel‘.
(Murphy, 1985:215)
d) Predikatnya kata kerja yang menyatakan sedang melakukan sesuatu
29
1) I am greeting the guest. ‗Saya sedang menyapa tamu‘
2) You are explaining the menu. ‗Anda sedang menjelaskan daftar
makanan‘
3) We are booking a table in the restaurant. ‗Kami sedang memesan
meja di sebuah restoran‘
4) She is waiting a desset. „ Dia sedang menunggu makanan penutup‘.
(Murphy, 1985:215)
2.3.3.3 Kalimat Verbal
Kalimat yang predikatnya terdiri atas kata kerja ( verba ) disebut kalimat
verbal. Infinitive atau non infintive verbal adalah kata kerja yang belum berfungsi
dalam kalimat dan diawali dengan to ( Murphy, 1985:216), misalnya : to study
(belajar), to learn (belajar), to talk (berbicara), to cook ( memasak).
Jika dalam kalimat itu kata kerja (verba) telah dipakai sebagai predikat,
maka tidak dipakai lagi to tersebut.
Contoh :
Subject Predicate Object
I/We Study English everyday
You learn English everyday
He/She makes letter everyday
They cook fried rice everyday
(Murphy, 1985:216)
Kalimat verba dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut :
(1) Kalimat negatif, disertai kata kerja bantu ( auxiliary verbs )
a) Do not, bila subjeknya jamak, seperti we, you, dan they atau kalau
subjeknya tunggal, seperti I dan You. ( Murphy, 1985:216 ), misalnya
I do not make a cup of coffee Sir
30
b) Does not, bila subjeknya tunggal dan diletakkan sesudah subjek, seperti
he, she dan it, misalnya She does not read a newspaper today
(Murphy, 1985:216).
(2) Kalimat negatif interogatif, peraturan seperti kalimat negatif di atas,
tetapi dengan meletakkan kata kerja bantu itu di depan subjek dalam
kalimat (Murphy, 1985:216). Contoh (1) Don‟t they write a letter ?, (2)
Doesn‟t she speak English everyday?
(3) Kalimat Tanya (interrogative)
Penggunaan kata kerja bantu Do, untuk subjek I, you, we, they dan Does,
untuk subjek he, she , I. Contoh (1) Do you have a salad today?, (2) Does
he work in this restaurant ?
(4) Kalimat perintah ( imperative )
Verba atau kata kerja diletakkan paling depan atau sesudah please/don‟t
(Murphy, 1985:217). Contoh: (1) Cook, please, (2) Please, drink your
orange Juice, (3) Don‟t go (Murphy, 1985:217).
2.3.3.4 Kata Kerja Bantu ( Auxiliary Verbs )
Kata kerja bantu diletakkan di depan kata kerja pokok untuk
membentuk waktu (tense), ragam gramatikal (voice) dan modus ( mood )
(Murphy, 1985:226) misalnya can, could, may, might, must, shall, should, will,
would, ought, dsb. Be (is, am, are, was, were, been), do (do, does, did), have
(have, has,had ), need, dan used to kadang-kadang juga dipakai sebagai auxiliary
verbs ( kata kerja bantu ).
31
2.3.4 Wacana
2.3.4.1 Pengertian Wacana
Wacana adalah suatu bahasa terlengkap, tertinggi, dan terbesar di atas
kalimat dan klausa dengan koherensi dan kohesi yang tertinggi yang disusun
secara berkesinambungan yang memiliki awal dan akhir nyata, disampaikan
secara tertulis dan lisan (Tarigan, 1987:27). Ditinjau dari wujudnya, wacana dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (1) wacana lisan dan (2) wacana tulisan.
Wacana lisan dapat dikategorikan sebagai sumber primer data kebahasaan karena
bahasa muncul pertama kali dalam bentuk ujaran (Samsuri, 1987:32). Percakapan
sehari-hari, cerita-cerita pantun, dongeng merupakan sumber-sumber wacana
lisan. Percakapan adalah jenis pembicaraan antara dua partisipan atau lebih yang
secara bebas memilih dalam berbicara yang secara umum terjadi di luar setting
institusi khusus seperti keagamaan, ruang kelas, dan pengadilan ( Levinson,1983 :
286).
Suatu upaya penelitian penggunaan bahasa, baik secara medium
pernyataan fakta maupun perasaan seseorang terhadap orang lain, merupakan
analisis wacana yang khusus diterapkan dalam wacana percakapan ( Brown dan
Yule, 1994:128)
2.3.4.2 Unsur-Unsur Pembentuk Wacana
a. Kohesi
Hubungan yang diciptakan sebagai hasil ketika interpretasi suatu unsur
tekstual bergantung pada unsur lain di dalam teks disebut kohesi ( Renkema,
32
1993:35). Aspek semantik yang terdapat dalam sebuah teks sangat erat berkaitan
dengan kohesi. Makna yang digambarkan di dalam teks adalah makna yang
diiterpretasikan oleh penutur dan petutur berdasarkan simpulan yang dibuat
tentang hubungan proposisi yang melandasi apa yang diujarkan merupakan hal
yang diidentifikasikan dalam kajian kohesi (Schiffrin, 1992:9).
b. Koherensi
Perangkat kontekstual suatu teks yang berupa situasi yang
melatarbelakangi teks sehingga teks tersebut dapat dipahami sebagai sebuah
wacana yang padu merupakan unsur koherensi dari sebuah teks ( Paltrigde,
2000:139). Upaya menciptakan koherensi dalam sebuah teks bukan merupakan
sesuatu yang mudah bagi seorang penulis. Hal ini disebabkan oleh
kekurangmampuan penulis dalam mengorganisasikan sebuah informasi dan ide ke
dalam sebuah teks secara baik dan teratur. Koherensi berarti kepaduan dan
keterpahaman antarsatuan yang terdapat dalam sebuah teks. Aspek koherensi
sangat diperlukan keberadaannya untuk menata pertalian antara proposisi yang
satu dan yang lainnya untuk mendapat keutuhan. Hubungan-hubungan makna
yang terjadi antarunsur-unsur atau bagian dalam teks secara semantik merupakan
keutuhan yang koheren (Brown and Yule, 2005:30). Perhatikanlah contoh berikut
Mr.Brown : Your Orange Juice is on Table
Mrs. Brown : I‟m Taking a shower
Mr. Brown : Alright
( Widdowson, 1978: 29)
Dalam percakapan di atas tidak ada pemarkah kohesi yang digunakan.
Namun, partisipan dalam percakapan tersebut saling memahami. Pembaca juga
33
dapat memahami percakapan di atas, yaitu ketika Mr. Brown (penutur A)
menginformasikan bahwa jus jeruk (orange juice) yang dipesan oleh istrinya Mrs.
Brown telah dibawakan oleh staf hotel dan dibawa ke kamarnya dan ditaruh di
atas meja, Mrs Brown (penutur B) memberikan respons dengan menjawab atau
menuturkan bahwa ia sedang mandi. Dalam aturan gramatikal tidak terdapat sama
sekali relasi antara ujaran Mr. and Mrs. Brown. Namun ketika dihubungkan
dengan konteks di luar teks, yaitu kegiatan partisipan Mrs. Brown yang sedang
mandi, partisipan Mr.Brown dapat memahami bahwa karena kegiatan yang belum
selesai dilakukan partisipan Mrs. Brown tersebut, partisipan Mrs. Brown tidak bisa
menerima dan menikmati jus jeruk pada saat percakapan terjadi. Pada dasarnya
kedua partisipan tersebut dapat saling memahami karena adanya pengetahuan
bersama berdasarkan pengalaman atau kebiasaan yang dimiliki kedua partisipan
tersebut. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa percakapan di atas merupakan
wacana yang koheren.
c) Konteks dalam Wacana
Dalam melakukan analisis wacana, peranan konteks sangat penting karena
pada intinya yang dikaji dalam analisis wacana adalah makna kata-kata di dalam
konteks, yaitu menganalisis bagaimana bagian-bagian makna dapat dijelaskan
melalui pengetahuan dunia fisik dan sosial serta faktor-faktor sosio psikologis
yang memengaruhi komunikasi. Pengetahuan tentang latar, tempat, dan waktu
kata-kata tersebut diujarkan atau dituliskan pun menjadi bagian yang dianalisis
(Peccei, 1999; Yule, 1996 dalam Cutting, 2002). Peranan penting dan sangat
34
esensial dari konteks dalam sebuah teks untuk menafsirkan makna yang
terkandung baik, dalam wacana lisan maupun wacana tulisan.
Konteks juga merupakan konsep yang sangat dinamis dan bukan konsep
yang statis. Dengan demikian, konteks dipahami sebagai situasi yang selalu
berubah, yang membuat penutur ( partisipan ) dalam proses komunikasi dapat
berinteraks. Di samping itu, dengan konteks, ekspresi bahasa yang mereka
gunakan dalam berinteraksi menjadi dapat dipahami (Mey,2001 :39)
2.3.4.3 Analisis Percakapan
Pada dasarnya percakapan adalah manifestasi penggunaan bahasa untuk
berinteraksi. Mey (2001: 137) berpendapat bahwa wujud penggunaan bahasa
tersebut dapat dilihat dari dua aspek, yaitu sebagai berikut
a) Aspek pertama adalah isi, yaitu (1) aspek yang memperhatikan hal-hal
seperti topik apa yang didiskusikan dalam percakapan ; (2) bagaimana
topik disampaikan dalam percakapan: apakah secara eksplisit, melalui
presuposisi, atau diimplisitkan dengan berbagai macam cara; (3) jenis
topik apa yang mengarah pada topik lain dan apa alasan yang
melatarbelakangi hal semacam ini terjadi, dsb.
b) Aspek kedua adalah (1) organisasi topik dalam percakapan dan bagaimana
topik dikelola, baik disampaikan dengan cara terbuka maupun dengan
manipulasi secara tertutup: biasanya dalam bentuk tindak ujar tak langsung
(2) aspek formal percakapan. Fokus utama dalam aspek ini adalah hal-hal
seperti bagaimana percakapan bekerja; aturan-aturan apa yang dipatuhi;
35
dan bagaimana sequencing ‗keberurutan‘ dapat dicapai (memberikan dan
memperoleh giliran atau mekanisme turn-taking, jeda, interupsi, overlap,
dan lain lain).
2.3.5 Pramusaji
Industri makanan dan minuman berhubungan sangat erat dengan persiapan
dan penyajian beratus-ratus jenis makanan dan minuman kepada berjuta-juta
manusia sepanjang hidup. Industri penyajian makanan dan minuman adalah suatu
industri yang melayani kebutuhan orang lain yang jauh dari rumah atau kantor.
Perkembangan industri penyajian makanan dan minuman yang makin pesat ini di
samping menguntungkan juga menimbulkan beberapa masalah di antaranya (1)
masalah sanitasi restoran, (2) pengadaan bahan-bahan yang diperlukan untuk
industri tersebut, (3) pendidikan kejuruan di bidang restoran dan perhotelan a.l.
juru masak, pramusaji ( waiter dan waitress), (4) accounting dan chasier yang
dapat diawasi, (5) cara penciptaan fast food service untuk makanan Indonesia
yang dapat dihidangkan secara cepat, dan (6) manajemen yang terpadu secara
menyeluruh yang dapat memberikan kepuasan kepada para tamu (Arief, 2005:35).
Perkembangan industri makanan dan minuman memerlukan seorang
pramusaji yang andal dan cekatan. Pramusaji adalah seseorang yang menyajikan
makanan dan minuman di dalam sebuah restoran atau bar, yang bertugas
menunggu para tamu, membuat para tamu merasa mendapat sambutan dengan
baik dan nyaman, mengambil pesanan makanan dan minuman serta
menyajikannya, juga membersihkan restoran dan lingkungannya, serta
36
mempersiapkan meja makan ( table setting) untuk tamu berikutnya ( Marsum
W.A., 2005:90—99).
Seorang pramusaji harus melengkapi dirinya dengan pengetahuan yang
berkaitan dengan tugasnya. Agar dapat berkomunikasi yang baik dan efektif
dengan tamu, pramusaji harus selalu berusaha meningkatkan kemampuan
berbahasanya sebagaimana bahasa tamu yang dilayaninya. Pekerjaan pramusaji
juga menyangkut kesatuan kerja, baik dengan rekan sekerja maupun dengan para
atasan ( Marsum W.A., 2005:91). Courtesy ( budi bahasa ) dan alletness
(kewaspadaan ) merupakan dua faktor penting yang dimiliki oleh seorang
pramusaji di dalam menjalani pekerjaannya. Urutan-urutan kerja di restoran pada
saat restoran beroperasi yang disusun dalam sebuah pedoman standar pekerjaan
seorang pramusaji (SOP) harus dikuasai oleh pramusaji dengan kemampuan
berkomunikasi bahasa Inggris yang baik, lancar, dan efektif (Arief, 2005:57—70).
Urutan-urutan kerja tersebut adalah sebagai berikut.
1) Menyambut dan mengucapkan salam ‗greeting the guest‟ : good afternoon
Mr. Brown, Could I help you please ?
2) Mendudukkan tamu ‗sitting the guest‟: Take a sit please Mr. Brown.
3) Menuangkan air es
4) Memberikan daftar makanan dan minuman, makan siang dan makan malam,
‗presenting menu‟: Excuse me, this is our menu, Mr. Brown
5) Serving bread and butter
6) Mengambil pesanan tamu „taking order‟ and writing the guest order: may I
take your order please ?; are you ready to order sir ?
37
7) Mengulangi pesanan ‗ repeat the order „ : may I repeat your order Sir ?
8) Mengantarkan pesanan
9) Mengambil pesanan dari dapur ‗picking up the guest order‟
10) Menghidangkan makanan kepada tamu ‗service the guest‟: Excuse me, These
are your orders, Sir
11) Memberikan cek ‗presenting the bill‟ : This is bill Sir
12) Tamu meninggalkan tempat ‗leaving the guest‟: Thank you for your coming
Sir. I hope you can enjoy your food in our restaurant. Thank you and have a
nice day Sir
2.3.6 Guided Conversation
Metode guided conversation dalam pembelajaran BIP dapat dijabarkan
sebagai berikut.
2.3.6.1 Pengertian Guided Conversation
Kata guided, yang erat kaitannya dengan proses pembelajaran
keterampilan berbicara bahasa Inggris adalah “membimbing dan memandu”
mahasiswa dalam belajar. Antara membimbing dan memandu memiliki kesamaan
makna dan tujuan karena kedua kata tersebut sama-sama menuntun mahasiswa ke
arah yang cemerlang dalam berbicara bahasa Inggris. Mahasiswa yang
sebelumnya masih banyak belum tahu bagaimana mengucapkan sebuah kata
dalam bahasa Inggris (misalnya, mengucapkan book ) yang kadang-kadang dibaca
oleh siswa dengan bo-ok. Dengan tuntunan dosen maka dari bo-ok menjadi (buk)
dan banyak lagi kosakata atau kalimat yang sulit dikatakan oleh mahasiswa
karena terbiasa dengan bahasa ibu atau bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
38
Tuntunan semacam ini dilakukan dosen dalam proses pembelajaran
keterampilan berbicara bahasa Inggris di dalam atau di luar kelas. Tujuannya
memantapkan ucapan-ucapan mahasiswa dalam bentuk percakapan sederhana
seperti ungkapan di bawah ini
a. Salam (Greetings)
Biasanya setelah mengucapkan salam, diiringi dengan menanyakan
kabar orang yang disapa. Di bawah ini, dicontohkan beberapa bahasa ekpresi
yang digunakan untuk memberikan salam. Selain itu bahasa ekpresi yang
digunakan untuk menanyakan kondisi seseorang yang disertai dengan tuntunan
dosen bahasa Inggris seperti dalam tabel di bawah ini
Table 2.1 Tuntunan Percakapan dalam Bahasa Inggris
Selamat Pagi Nona Siska Good Morning Miss Siska
Selamat Siang Tuan Teguh Good Afternoon Mr. Teguh
Selamat Malam Richard Good Evening Richard
Selamat Malam/Selamat Tinggal/Selamat
Tidur Tuan Steven Good Night Mr. Steven
Selamat Tinggal Tuan Brown Good Bye Mr. Brown
Sampai Jumpa semuanya See you all
Halo atau Hai Hello atau Hi
Apa kabar? How are you?; How do you do ?
Baik-baik saja I'm fine ; Thank you ; Good. I‟m
Well, thanks you
Apakah kamu baik-baik saja? Are you alright ?; Are you OK?;
Are you well ?
39
a. Perkenalan diri
Berikut dikemukakan ungkapan - ungkapan yang biasa digunakan untuk
bertanya tentang identitas seseorang / memperkenalkan diri kepada orang lain
dalam bentuk/kalimat bahasa Inggris sederhana dan disertai tuntunan atau
bimbingan dosen bahasa Inggris.
1) May I introduce myself ? : ‗ Izinkan saya memperkenalkan diri ‘
2) My name is Teguh : ‟ Salam perkenalan, Teguh‘
3) My name is Richard : „ Nama saya Richard‘
4) How do you do Richard ? : „ Salam perkenalan, Richard‘
Selanjutnya, kata ―conversation‖ berarti ― percakapan atau perbincangan‖
(Sadili, 1989: 105). Menurut kamus Oxford (1986: 123), conversation is a spoken
exchange of news and ideas between people. Selanjutnya, dalam
http://www.answers.com/topic/conversation (yang dikutip pada Senin, tanggal 1
April 2013) dinyatakan bahwa conversation adalah A conversation is
communication between two or more people. Conversations are the ideal form of
communication in some respects, since they allow people with different views on a
topic to learn from each other. Dari kutipan di atas, dapat digambarkan bahwa
percakapan adalah terjadinya komunikasi yang dilakukan oleh beberapa orang
dalam rangka memberikan pandangan, pemikiran, usulan, dan solusi. Dalam
percakapan yang panjang akan dihasilkan sebuah kesepakatan bersama secara
positif dan hasilnya disebarkan kepada semua orang yang berkepentingan
terhadap hasil kesepakatan itu. Semua kesepakatan dari percakapan itu harus
dipatuhi bersama-sama karena kegunaannya untuk bersama.
40
Terkait dengan keterampilan berbicara bahasa Inggris, berarti
memberdayakan mahasiswa agar dapat melakukan keterampilan berbicara dengan
cara yang paling mudah. Mahasiswa merasa senang terhadap mata kuliah bahasa
Inggris karena diajarkan melalui strategi, metode, atau teknik yang jauh lebih
menyenangkan sehingga terdorong untuk belajar aktif dan kreatif. Apabila
mahasiswa sudah merasa senang, aktif, dan kreatif terhadap mata kuliah bahasa
Inggris, kemampuannya, baik secara tertulis maupun lisan akan meningkat.
Menurut Pattison (1987:210) dan Zainil (2008) ada beberapa klasifikasi
percakapan yang bisa memperlancar keterampilan berbicara bahasa Inggris
mahasiswa sekaligus mempermudah menguasai seluruh komponen keterampilan
berbicara. Adapun klasifikasi percakapan yang dimaksud adalah sebagai berikut
1) Structural Conversation.
Penggunaan bahasa Inggris, baik dalam percakapan sehari-hari maupun
penggunaan bahasa tulisan, harus tepat dan benar dalam segi apa pun karena
berhubungan dengan waktu lampau, sekarang, dan akan datang. Selain itu,
penggunaan struktur bahasa Inggris terkait dengan penggunaan bentuk noun,
pronoun, articles, dan bermacam bentuk kata : adjective, verbs, dan adverbs.
Cobalah amati percakapan di bawah ini
Staff : Room service, how can I help you?
Guest : Yes, could you send up a BLT, a bag of chips, and an ice tea.
Staff : Of course sir, could I have your room number?
Guest : It‟s 1515.
Staff : OK, your order will be there in about 15 minutes.
Guest : Thank you, goodbye.
Yang perlu diamati adalah bentuk percakapan di atas, yaitu memfungsikan
struktur dalam penggunaan bahasa. Dengan kata lain, dalam setiap
41
percakapan/perbincangan mahasiswa diharapkan memperbaiki penyusunan
kalimat bahasa Inggris sesuai dengan tata bahasa Inggris agar menjadi baik dan
benar.
2) Functional Conversation.
Functional conversation adalah pelajaran conversation yang ditujukan
untuk membentuk kemampuan mahasiswa dalam memfungsikan bahasa menurut
tempat dan keberadaannya. Dalam percakapan sehari-hari (daily conversation)
sering dihadapkan kepada sesuatu yang objektif. Perhatikan bentuk percakapan di
bawah dengan cermat
Dialogue 1
Richard : May I borrow your pen?
Diana : Yes, please!
Dialogue 2 :
Richard :By the way, will you come to my house this afternoon?
Diana :With my pleasure.
Richard :Waiter, give me two cups of coffee, please!
3) Situational Conversation
Perhatikan bentuk percakapan di bawah dengan cermat :
Dialogue 1
Rirchard : May I borrow your pen?
Diana : Yes, please!
Dialogue 2
Richard : By the way, will you come to my house this afternoon?
Diana : With my pleasure.
Richard : Waiter, give me two of coffee, please!
42
Lihat pada frasa 2 coffees – itu adalah salah satu contoh bagaimana
penggunaan fungsi-fungsi khusus dalam komunikasi berdasarkan situasi. Di
restoran, sudah biasa dikatakan 2 of coffees walaupun secara grammar hal tersebut
salah, karena „coffee‟ biasanya dianggap sebagai uncountable noun.
Berdasarkan makna conversation di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap
mahasiswa terlibat dalam komunikasi bahasa Inggris dalam mata kuliah bahasa
Inggris baik dalam bentuk dua arah (bersemuka), kelompok, mahasiswa dengan
dosen, maupun dosen dengan mahasiswa untuk mengkomunikasikan bahan
ajar yang telah ditentukan sesuai dengan silabus dan buku ajar. Dengan demikian,
antara guided dan conversation merupakan paduan percakapan atau perbincangan
yang dilakukan mahasiswa dalam bahasa Inggris sederhana dalam rangka
memperlancar komunikasi dan meningkatkan hasil belajar dalam keterampilan
berbicara bahasa Inggris bagi mahasiswa. Perlakuan dalam percakapan tersebut
dilaksanakan dengan panduan atau petunjuk dan bimbingan dalam durasi panjang
dan singkat (Blowerk 2008: 103), baik di dalam maupun di luar ruangan belajar.
Pelaksanaan keterampilan berbicara bahasa Inggris melalui guided
conversation, baik di luar maupun di dalam kelas sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang terkait. Pertama, keterkaitan antara pernyataan dan
kenyataan yang ada di lapangan. Setiap pernyataan akan sangat berarti apabila
ditinjau secara langsung ke lapangan sehingga memberikan kepuasan secara
pribadi. Artinya realita itu muncul lebih banyak lagi bentuk ucapan lain yang
bersamaan dengan konteks. Kedua, situasi baru kebiasaan mahasiswa dalam
melakukan keterampilan berbicara bahasa Inggris dengan bentuk guided
43
conversation lebih suka kepada hal-hal yang baru karena di samping
memperbanyak praktik keterampilan berbicara dengan kosakata yang baru juga
belum pernah membanyangkan keberadaan yang baru sehingga muncul beragam
pertanyaan dan jawaban mahasiswa. Ketiga, keterkaitan antara materi dan
pengalaman belajar mahasiswa. Koneksitas keduanya semakin memperlancar
praktik keterampilan berbicara maha siswa yang dilakoninya secara berulang-
berulang.
Dalam hal ini, learning conversational English is not easy, especially for
those living in countries where English is not the first language for the speakers
(ww.physorg.com/news 81096427.html). Proses pembelajaran dalam bidang
keterampilan berbicara bahasa Inggris membutuhkan strategi yang tepat untuk
menumbuhkembangkan minat mahasiswa dan meningkatkan keterampilan
berbicara bahasa Inggris sebaik mungkin. Belajar keterampilan berbicara
diperlukan persiapan matang baik oleh dosen sebagai pengajar/pembimbing
maupun mahasiswa.
Persiapan mahasiswa dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan
berbicara bahasa Inggris adalah penguasaan kosakata, penguasaan grammar,
penguasaan strategi belajar, media belajar, fasilitas belajar, penetapan jadwal
belajar yang tepat, dan lingkungan belajar yang baik. Tujuannya adalah dapat
memberikan nuansa berbeda dari pembelajaran konvensional, disamping mampu
meningkatkan minat mahasiswa untuk kegiatan belajar tanpa bosan.
2.3.6.2 Tahap-Tahapan Pelaksanaan Guided Conversation
44
Dalam melakukan keterampilan berbicara bahasa Inggris dengan baik
melalui guided conversation terdapat delapan cara yang sering menjadi acuan
dalam metode guided conversation ( Peterson, 2007 : 101 ). Kedelapan acuan
tersebut adalah sebagai berikut
a. Mengetahui ukuran kesulitan dan kemudahan information gap yang ada
dalam bentuk percakapan. Dengan demikian, mahasiswa dapat menduga
atau mempersiapkan alternatif jawaban yang mendekati kebenaran.
b. Membuat pertanyaan yang berbobot sehingga jawaban yang diberikan
mahasiswa bisa menarik perhatian dan perlu adanya kajian lebih lanjut.
Bentuk pertanyaan sebaiknya dengan menggunakan kata-kata mengapa
(why) karena dengan pertanyaan ―why” bisa dilakukan proses yang
menghasilkan keterampilan mahasiswa dalam melakukan praktik berbicara
bahasa Inggris.
c. Mendengarkan dengan saksama dan mengingat apa yang
dikatakan/ditanyakan sehingga jawaban akan menjadi jelas dan terarah.
d. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menggunakan
bukti/alasan. Perolehan bukti atau alasan membantu mahasiswa untuk
mengungkap atau menggambarkan secara detail melalui percakapan
sederhana dalam bahasa Inggris.
e. Menyuruh semua mahasiswa berpartisipasi dalam percakapan terbuka
sehingga secara tidak langsung dapat melatih diri untuk melakukan
komunikasi yang terpimpin.
45
f. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menggali lebih dalam
sampai mendapatkan jawaban pasti dari berbagai sumber buku agar
tercipta suasana aktif berbicara bahasa Inggris.
g. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk melakukan pengamatan pada satu
sumber/bedah buku sekadar pembuktian akurat sehingga dapat
memberikan laporan dalam bentuk lisan (bahasa Inggris).
h. Laporan lisan berarti mahasiswa telah melakukan praktik keterampilan
berbicara bahasa Inggris melalui guided conversation karena memberikan
waktu yang cukup sambil memberikan pengarahan terhadap hasil laporan
mahasiswa. Bimbingan dan pengarahan itu tidak hanya diberikan oleh
dosen bahasa Inggris, tetapi bisa juga diberikan oleh mahasiswa sambil
memperaktikkan keterampilan berbicara yang sudah dimilikinya.
2.3.6.3 Karakteristik Berbicara Bahasa Inggris Melalui Guided
Conversation
Untuk melakukan keterampilan berbicara bahasa asing seperti bahasa
Inggris memang dirasakan sulit karena harus mengintegrasikan keterampilan
lainnya ( listening skill, reading skill, dan writing kill) ke dalam bentuk speaking
yang baik. Dengan demikian, proses keterampilan berbicara bisa menjadi lebih
sempurna dan aktif. Sedikitnya ada empat karakteristik berhasilnya kegiatan
keterampilan berbicara bahasa asing (Brown and Yule, 1983: 120, Hyland, 1991:
122) sebagai berikut.
a. Mahasiswa harus berbicara sesering mungkin
46
Dalam proses kegiatan keterampilan berbicara bahasa Inggris, peserta
justru harus melakukan lebih banyak komunikasi. Dalam hal ini membicarakan
atau yang membahas permasalahan sesuai dengan topik. Keuntungannya adalah
semakin sering melakukan keterampilan berbicara semakin lancar pula refleksi
berbicara (Zainil, 2010).
b. Partisipasi
Sebaiknya dalam proses penerapan keterampilan berbicara melalui guided
conversation tidak didominasi oleh individu atau sebagian kecil peserta yang bisa
berbicara ( mampu berbicara bahasa Inggris ), tetapi meibatkan semua
peserta/mahasiswa. Artinya, semua mahasiswa berhak mengeluarkan pendapat
dan harus berbicara untuk memperlancar diri sampai mahir. Tujuannya adalah
membiasakan komunikasi lisan yang logis bukannya sekadar berbicara tanpa
menggunakan kaedah bahasa yang baik, penggunaan tata bahasa yang jelas,
ucapan yang tepat, penggunaan kosakata yang benar, intonasi yang sempurna,
dan dapat dipahami oleh lawan bicara.
c. Tanggung Jawab
Tanggung jawab berarti kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan kadar kemampuan. Dalam hal ini adalah kemampuan untuk
berbicara bahasa Inggris yang dilakukan secara berdiskusi atau berpasangan dan
harus bertanggung jawab untuk mempertahankannya. Jadi, dalam berpasangan
atau secara individu harus merasa bertanggungjawab.
47
d. Tingkatan Bahasa yang digunakan
Dalam melakukan komunikasi lisan terhadap bahasa asing (bahasa
Inggris) harus berterima oleh antarpeserta. Bahasa yang digunakan berbentuk
simpel, ucapan yang tepat, dan mudah dimengerti oleh pendengar lainnya.
Artinya, mudah, teratur, dan tepat dalam berbicara. Dengan demikian, secara
keseluruhan memiliki tingkat kebahasaan yang epistemic (mampu
mengungkapkan pengetahuan ke dalam bahasa sasaran, yaitu bahasa Inggris).
2.3.6.4 Pembelajaran Melalui Guided Conversation
Pada dasarnya belajar bahasa Inggris tidak sesulit yang dibayangkan
mahasiswa pemula. Padahal hanya tergantung kepada cara mempelajarinya dan
bagaimana penerapannya di lapangan. Pembelajaran keterampilan berbicara
bahasa Inggris sebaiknya disesuaikan secara kontekstual agar bisa membantu
mahasiswa menguasai bahasa Inggris (Zainil, 2006). Di pihak lain, Dragsten
(2005) menyatakan bahwa bentuk proses pembelajaran yang dilakukan melalui
guided conversation untuk mempelajari keterampilan berbicara bahasa Inggris
yang sesuai dengan kondisi dan mempermudah mahasiswa untuk menguasainya,
yakni (a) practice your English as often as possible, (b) participate in any and all
class activities.(c) review both presents and old materials. (d) listen to the
directions at all times, (e) know your grammar, (f) know your English classroom
in order to fully understand what the teacher is saying and for you to be
understood by the teacher.
48
2.3.7 Penilaian dan Evaluasi Keterampilan Berbicara
Penilaian adalah proses pengumpulan informasi untuk menentukan sejauh
mana tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai. Informasi itu dapat
berupa pendapat dosen, orang tua, kualitas buku, hasil penilaian, dan sikap
mahasiswa. Alat evaluasi dapat berupa tes, kuesioner, wawancara, dan observasi.
Penilaian merupakan semua metode yang digunakan untuk mengumpulkan
informasi mengenai pengetahuan, kemampuan, pemahaman, sikap, dan motivasi
mahasiswa. Penilaian dapat dilakukan di antaranya melalui tes, penilaian diri, baik
secara formal maupun informal.
Trianto (2011: 61) memberikan definisi tes sebagai alat yang digunakan
untuk mengukur tingkat ketuntasan belajar mahasiswa berupa nilai yang diperoleh
dari pelaksanaan tes, sedangkan nontes adalah cara lain mengukur segala sesuatu
yang tidak teramati dalam proses belajar mengajar. Alat pengukuran nontes,
antara lain berupa pedoman observasi, skala sikap, daftar cek, catatan riwayat
kelakuan, dan jaringan sisiomentrik. Namun, untuk kemudahan dalam tulisan ini
istilah evaluasi merujuk, baik kepada penilaian, pengetesan, maupun penilaian.
Evalusi tidak dapat dilepaskan dari kegiatan pengajaran. Dalam pengajaran
terdapat elemen mahasiswa sebagai input, pembelajaran di kampus atau di kelas
sebagai proses, kompetensi lulusan sebagai hasil, kegiatan evaluasi terjadi, baik
pada awal proses, maupun pada akhir pembelajaran.
Pengalaman belajar dilakukan untuk mencapai tujuan (menguasai
kompetensi tertentu ) dan evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana
49
kompetensi yang telah dilakukan oleh mahasiswa dalam bentuk hasil belajar yang
diperlihatkan setelah mereka menempuh pengalaman belajar. Selain itu, dalam
pengembangan kurikulum, evaluasi dilakukan dalam setiap tahap pengembangan
kurikulum, yaitu mulai dari analisis kebutuhan, penetapan tujuan, penilaian,
pengembangan bahan, hingga kegiatan pembelajaran ( Brown, 2002:28 ).
Prinsip penilaian yang penting dipaparkan adalah (1) kepraktisan
(practicity), yaitu apabila tes tersebut dilakukan dengan biaya yang tidak terlalu
mahal, (2) keterandalan (reliability),yaitu apabila tes tersebut konsisten dan dapat
diandalkan, (3) validitas (validity), yaitu sejauh mana kesimpulan yang diperoleh
dari tes yang dilakukan tepat dan bermakna sesuai dengan tujuan penilaian yang
diinginkan, (4) keotentikan (authenticity), yaitu apabila tingkat kesejalanan antara
ciri-ciri sebuah tes bahasa dan pitur-pitur tugas bahasa yang akan dilakukan
dalam bahasa target.
2.3.7.1 Tes Keterampilan Berbicara ( Test of Speaking Skill )
Keterampilan berbicara dapat dibagi menjadi (1) keterampilan makro
dan (2) keterampilan mikro. Keterampilan berbicara mikro mencakupi
kemampuan memproduksi bahasa sederhana, seperti fonem, morfem, kata,
kolokasi (meja berkolokasi dengan kursi), menghasilkan fonem bahasa Inggris
yang berbeda, menghasilkan bahasa dengan panjang yang berbeda,
menghasilkan pola tekanan bahasa Inggris, menggunakan sejumlah unit leksikal
yang memadai ( kosakata ), menghasilkan ujaran yang lancar, serta memonitor
ujaran yang dihasilkan. Keterampilan berbicara makro meliputi kemampuan
50
mencapai fungsi komunikatif berdasarkan situasi yang diberikan, menggunakan
gaya dan register yang tepat, menggunakan raut wajah, gerakan dan bahasa tubuh,
menggunakan strategi berbicara, dan menggunakan penghubung antara ujaran
yang satu dan lainnya.
Penerapan metode guided conversation dalam keterampilan berbicara
berbahasa Inggris ini berhubungan dengan berbicara interaktif yang dapat
dievaluasi dengan menggunakan wawancaara, bermain peran, diskusi, dan
percakapan untuk menilai kemampuan memilih topik, memberikan perhatian,
menyela, menjelaskan, bertanya, melakukan negosiasi makna, mengecek pola
intonasi dan bahasa tubuh, serta sopan santun.
2.3.8 Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas (PTK) atau disebut juga dengan classroom
action research (CAR) adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan
memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas (Burns, 2009: 6). Fokus PTK
adalah pada mahasiswa atau pada proses belajar mengajar yang terjadi di kelas.
Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi
di kelas dan meningkatkan kegiatan nyata dosen dalam pengembangan
keprofesionalannya. Secara terperinci, tujuan PTK adalah (1) meningkatkan mutu
isi, masukan, proses, dan hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah ; (2)
membantu dosen dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah
pembelajaran; (3) meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga
kependidikan; dan (4) menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan
51
sekolah sehingga tercipta sikap proaktif dalam melakukan perbaikan mutu
pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (Burns, 2009: 8)
PTK ini memiliki keunggulan antara lain (1) peneliti atau dosen tidak
perlu meninggalkan kelas atau pekerjaannya; (2) tidak memerlukan biaya yang
tinggi dan dapat dilakukan kapan saja; (3) hasil penelitian yang direncanakan
dapat dirasakan; (4) bila treatment (perlakuan) dilakukan kepada responden,
mereka dapat merasakan hasilnya; dan (5) treatment yang dilakukan memberikan
motivasi kepada subjek didik untuk menghasilkan perubahan sikap. Penelitian
tindakan kelas sangat bermanfaat untuk memperluas kemampuan dan
memperoleh pemahaman yang lebih tentang kelas, mahasiswa, dan diri sendiri
sebagai dosen (Trianto, 2011: 18).
Lewin (dalam Suparno, 2008: 11) mengembangkan model spiral dalam
penelitian tindakan yang kemudian menjadi sumber acuan dan banyak
dikembangkan oleh para ahli lainnya. Adapun model yang dimaksud adalah (1)
Refleksi, (2) Perencanaan, (3) Tindakan, dan (4) aksi berikutnya.
Gambar 2.1 Penelitian Tindakan Kelas ( PTK )
Perencanaan
Refleksi
Observasi
Tindakan
Aksi Berikutnya
52
Lewin ( dalam Suparno, 208:11)
2.3.9 Model Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian tindakan
kelas. Dalam penelitian tindakan kelas, terdapat empat aspek pokok, yaitu (1)
penyusunan rencana, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Keempat aspek
pokok tersebut dikaji secara bertahap dan sistematis yang diterapkan dalam dua
siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Dimana dalam setiap siklus disajikan tiga kali
penyajian dan satu kali refleksi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif, sebagaimana dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Data kualitatif diperoleh melalui analisis linguistik yang dilakukan pada
transkrip rekaman interaksi mahasiswa yang berperanan sebagai pramusaji dan
tamu dalam bentuk wacana lisan ( percakapan ), data wawancara, field note dalam
interaksi di kelas.
Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes mahasiswa pada saat melakukan
tes keterampilan berbicara dengan metode guided conversation, baik pada tes
awal (pratindakan ), tes akhir pada siklus I, tes akhir pada siklus II, dan kuesioner.
Setelah diperoleh hasil tes pratindakan dan hasil tes akhir siklus I dan siklus II
dicari nilai rerata ( mean ), nilai tengah ( median ) dan nilai yang paling sering
muncul ( modus ). Berikut model penelitian kajian ini.
53
Gambar 2.2 Model Penelitian
KETERAMPILAN BERBICARA TALKS AS
TRANSACTION
SIKLUS PTK
YANG DILAKUKAN SECARA BERULANG DALAM PROSES
PEMBELAJARAN MELALUI EMPAT TAHAPAN
( PLANING, ACTION, OBSERVASI, REFLEKSI, ( BURN, 2009 : 6 )
METODE PEMBELAJARAN GUIDED CONVERSATION
DESKRIPTIF KUALITATIF
( OBSERVASI, KUESIONER,
TRANSKRIP REKAMAN )
DESKRIPTIF
KUANTITATIF ( HASIL
TES PRATINDAKAN, TES
AKHIR SIKLUS I DAN
SIKLUS II
TABEL DAN PERSENTASE
YANG DISAJIKAN SECARA
DESKRIPTIF
LINGUISTIK TERAPAN
PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN BERBICARA
BERDASARKAN EMPAT
ASPEK; ASPEK KEFASIHAN
BERBAHASA, KETEPATAN
BERBAHASA, TATA BAHASA,
METODE PENYELESAIAN
TUGAS
HASIL PENELITIAN
DESKRIPTIF
INTERPRETATIF
LINGUISTIK
BERBICARA SEBAGAI
TRANSAKSI
( TALKS AS TRANSACTION )