bab ii kajian pustaka -...

19
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) Ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio L.) yang ada di Indonesia menurut sejarahnya berasal dari daratan China, Rusia (Santoso 1993) Eropa, Taiwan dan Jepang (Kemenristek 2000). Ikan mas banyak disukai masyarakat karena rasa dagingnya yang enak gurih dan kandungan proteinnya cukup tinggi (Khairuman dkk. 2008). Menurut Saanin (1995) dalam Pratama 2010 klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Sub-kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Sub-ordo : Cyprinoidei Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus Spesies : Cyprinus Carpio L. 2.1.1 Morfologi Ikan Mas Ikan mas pada umumnya memiliki tubuh memanjang dan sedikit pipih ke samping (compressed), mulutnya berada di ujung tengah (terminal), terdapat dua pasang sungut (barbel) di setiap sisi mulutnya, sungut (barbel) di mulut bagian atas memiliki panjang yang lebih pendek. Sirip dorsal ikan mas terdapat rusuk- rusuk yang kuat dan memanjang dengan jumlah rusuk sekitar 17 – 22. Sirip anal terdapat 6 – 7 rusuk halus, pada ujung posterior ke tiga dari sirip dorsal dan anal dihiasi oleh spinula tajam. Linear lateralis terdapat 32 sampai 38 sisik (Peteri 2004), berada di pertengahan tubuh melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Khairuman dkk. 2008). Sirip pectoral terletak di belakang operculum. Usus ikan mas umumnya tidak begitu panjang bila dibandingkan dengan hewan pemakan tumbuhan. Ikan mas tidak memiliki lambung, dan tidak memiliki gigi, untuk mencerna makanannya ikan mas menggunakan pharing mengeras sebagai pengganti gigi

Upload: phammien

Post on 20-Aug-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio L.) yang ada di Indonesia

menurut sejarahnya berasal dari daratan China, Rusia (Santoso 1993) Eropa,

Taiwan dan Jepang (Kemenristek 2000). Ikan mas banyak disukai masyarakat

karena rasa dagingnya yang enak gurih dan kandungan proteinnya cukup tinggi

(Khairuman dkk. 2008). Menurut Saanin (1995) dalam Pratama 2010 klasifikasi

ikan mas adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Sub-kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Sub-ordo : Cyprinoidei Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus Spesies : Cyprinus Carpio L.

2.1.1 Morfologi Ikan Mas

Ikan mas pada umumnya memiliki tubuh memanjang dan sedikit pipih ke

samping (compressed), mulutnya berada di ujung tengah (terminal), terdapat dua

pasang sungut (barbel) di setiap sisi mulutnya, sungut (barbel) di mulut bagian

atas memiliki panjang yang lebih pendek. Sirip dorsal ikan mas terdapat rusuk-

rusuk yang kuat dan memanjang dengan jumlah rusuk sekitar 17 – 22. Sirip anal

terdapat 6 – 7 rusuk halus, pada ujung posterior ke tiga dari sirip dorsal dan anal

dihiasi oleh spinula tajam. Linear lateralis terdapat 32 sampai 38 sisik (Peteri

2004), berada di pertengahan tubuh melintang dari tutup insang sampai ke ujung

belakang pangkal ekor (Khairuman dkk. 2008).

Sirip pectoral terletak di belakang operculum. Usus ikan mas umumnya

tidak begitu panjang bila dibandingkan dengan hewan pemakan tumbuhan. Ikan

mas tidak memiliki lambung, dan tidak memiliki gigi, untuk mencerna

makanannya ikan mas menggunakan pharing mengeras sebagai pengganti gigi

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

8

saat menghancurkan makanannya (Santoso 1993). Ikan mas memiliki sisik yang

relatif besar dan termasuk kedalam tipe cycloid, memiliki garis rusuk yang

lengkap berada pada sirip ekor, gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) terdiri dari

tiga baris yang berbentuk geraham (Susanto 2004 dalam Pratama 2010).

2.1.2 Biologi Ikan Mas

Ikan mas umumnya hidup di alam pada bagian tengah dan hilir sungai

serta perairan dangkal tertutup. Ikan mas dapat tumbuh secara optimal pada

kisaran suhu air sekitar 23 – 30 oC, dengan pH antara 6,5 – 9,0. Ikan mas dapat

bertahan hidup pada lingkungan perairan dengan kadar oksigen terlarut rendah

(0,3 – 0,5 mg.1-1) dan juga pada situasi supersaturasi (Flajshans and Hulata 2006).

Ikan mas dapat hidup di daerah dengan ketinggian 150 – 600 m di atas permukaan

laut (dpl). Meskipun tergolong ikan air tawar ikan mas terkadang dapat ditemukan

di perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas antara 25 – 30 pptau

(Khairuman dkk. 2008).

Ikan mas merupakan pemakan segala (omnivorous) dengan kecendrungan

yang tinggi untuk memangsa organisme bentik, seperti serangga air, larva

serangga, cacing, moluska, dan zooplankton. Pada perairan mengalir ikan mas

biasanya menggali di bawah perairan untuk mencari makanan. Konsumsi

zooplankton cukup tinggi bila ikan mas hidup di dalam kolam dimana stok

plankton memiliki densitas yang tinggi. Terkadang ikan mas juga menkonsumsi

ranting, daun, dan biji-bijian dari tumbuhan air maupun darat, tumbuhan akuatik

yang membusuk, dan lain-lain (Peteri 2004).

Ikan mas yang dibudidayakan di kolam-kolam budidaya dapat dikawinkan

sepanjang tahun tanpa harus menunggu musim kawin terlebih dahulu, sedangkan

di alam seperti sungai, danau maupun wilayah yang digenangi air lainnya, ikan

mas akan memijah pada awal atau sepanjang musim penghujan. Ikan mas

biasanya memijah pada perairan dangkal, setelah terjadi kekeringan selama

musim kemarau. Ikan mas menempelkan seluruh telurnya pada tanaman atau

rerumputan di tepian perairan (susanto 1993). Indukan betina akan mengeluarkan

telur 100 sampai 230 g/kg berat tubuhnya. Telur-telur tersebut akan menempel

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

9

pada substrat berupa tumbuhan air, dan setelah terjadi kontak dengan air telur-

telur tersebut akan bersifat adesif kemudian mengembang 3 – 4 kali dari ukuran

sebelumnya. Perkembangan embrio membutuhkan waktu sekitar 3 hari di dalam

perairan dengan suhu berkisar antara 20 – 23 oC dengan total energi yang

dibutuhkan 60 – 70 derajat/hari (degree-days). Anak ikan (fry) yang baru menetas

akan tetap menempel pada substrat dan bertahan hidup dengan cadangan makanan

dari kuning telur. Setelah tiga hari menetas kandung kemih renang pada bagian

posterior mengalami perkembangan, larva ikan mas akan dapat berenang secara

horizontal dan mulai menkonsumsi makanan dari luar dengan ukuran maksimum

antara 150 – 180 µm (sesuai dengan bukaan mulut) yang sebagian besar adalah

kalangan rotifer (Peteri 2004).

2.2 Jenis Ikan Mas

Ikan mas mempunyai banyak jenis atau ras dan perkembangan

budidayanya sangat pesat (Santoso 1993). Saat ini banyak sekali jenis ikan mas

yang beredar di kalangan pembudidaya, baik dari jenis ikan mas berkualitas

sedang hingga jenis unggul. Jenis-jenis ikan mas secara umum dapat digolongkan

menjadi dua jenis kelompok, yaitu kelompok ikan mas konsumsi dan kelompok

ikan mas hias (Khairuman dkk. 2008). Menurut Sudarto (2004) dalam Pratama

(2010), terdapat 21 jenis ikan mas di Indonesia, dari beberapa jenis ikan mas yang

dikoleksi dan dipelihara ada beberapa jenis ikan mas yang mati karena tidak

cocok dengan kondisi tempat pemeliharaan. Berdasarkan hasil koleksi tersebut

dapat disimpulkan bahwa di Indonesia terdapat berbagai ragam bentuk dan warna

ikan mas.

2.2.1 Ikan Mas Majalaya

Ikan mas strain Majalaya (Gambar 2) adalah jenis ikan mas hasil seleksi

yang secara taksonomi termasuk kedalam spesies Cyprinus carpio L., pertama

kali ditemukan di daerah Majalaya, Jawa Barat. Ikan mas Majalaya memiliki

warna tubuh hijau keabu-abuan, mulai dari kepala bagian atas sampai pangkal

ekor bagian atas, bersisik penuh, badan lebar, perut besar, kepala kecil, mata

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

10

menonjol, bentuk punggung melengkung, laju pertumbuhan relatif tinggi dan

secara luas dipelihara di Indonesia (SNI : 01- 6130 – 1999).

Gambar 2. Ikan Mas Strain Majalaya

(Sumber: BRPBAT 2010 dalam Pratama 2010)

Ikan mas Majalaya memiliki ukuran tubuh yang relatif pendek dengan

perbandingan panjang dengan tinggi tubuh antara 3,2:1. Bentuk tubuhnya semakin

lancip ke arah punggung dan bentuk moncongnya pipih, sisiknya berwarna hijau

keabu-abuan dan bagian tepinya berwarna lebih gelap, kecuali di bagian bawah

insang dan di bagian bawan sirip ekor yang berwarna kekuningan. Semakin ke

arah punggung warna sisik ikan ini semakin gelap. Ikan mas Majalaya relatif jinak

dan suka berenang di atas permukaan air (Khairuman dkk. 2008).

2.2.2 Ikan Mas Rajadanu

Ikan mas strain Rajadanu (Gambar 3) sesuai dengan namanya merupakan

ikan mas yang berasal dari suatu desa di daerah Kuningan, Jawa Barat. Secara

taksonomi ikan mas Rajadanu termasuk kedalam spesies Cyprinus carpio L., ikan

ini memiliki kelebihan dalam segi adaptasi dan laju pertumbuhannya yang lebih

baik dari ikan mas Majalaya (Pratama 2010). Berdasarkan ciri morfologinya ikan

mas Rajadanu memiliki bentuk tubuh memanjang, dengan perbandingan panjang

total dengan tinggi tubuhnya sebesar 3,5:1. Tubuh ikan ini dipenuhi dengan sisik

berukuran normal, punggung berwarna hijau keabu-abuan, semakin ke arah perut

warna sisik semakin memutih dan pada bagian perut sisik berwarna putih. (Liptan

IP2TP 2000).

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

11

Gambar 3. Ikan Mas Strain Rajadanu

(Sumber: BRPBAT 2010 dalam Pratama 2010)

2.2.3 Ikan Mas Subang

Ikan mas strain Subang (Gambar 4) adalah jenis ikan mas yang biasanya

dibudidayakan di daerah Subang dan dipelihara secara turun-temurun, sehingga

ikan mas Subang sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan di daerah Subang.

Secara taksonomi ikan mas Subang termasuk kedalam spesies Cyprinus carpio L.

Berdasarkan ciri morfologinya ikan mas Subang memiliki bentuk tubuh yang

panjang dan tidak terlalu tinggi. Seluruh tubuhnya ditutupi oleh sisik yang

berwarna abu-abu kehitaman, pada perut bagian bawah berwarna agak putih

kekuningan (Khairuman dkk. 2008).

Gambar 4. Ikan Mas Strain Subang

(Sumber: BRPBAT 2010 dalam Pratama 2010)

Ikan mas Subang sebenarnya belum bisa digolongkan sebagai jenis ikan

mas tersendiri, tetapi ikan mas jenis ini paling banyak ditemukan di lapangan dan

paling banyak dikenal oleh para pembudidaya. Kemungkinan besar ikan mas

Subang muncul akibat terjadinya perkawinan silang yang tidak terkendali antara

jenis-jenis ikan mas lainnya, sehingga menimbulkan ciri khas tersendiri yaitu

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

12

bentuk dan tubuhnya merupakan gambaran dari kombinasi beberapa jenis ikan

mas yang sudah ada (Khairuman dkk. 2008).

2.3 Grass Carp (Ctenopharyngodon idella)

Grass carp (Ctenopharyngodon idella) merupakan salah satu anggota

terbesar dari keluarga Cyprinidae, dan satu-satunya anggota genus

Ctenopharyngodon (Shireman and Smith 1983). Grass carp mulai dibudidayakan

di sepanjang area Sungai Yangtze dan Sungai Mutiara wilayah bagian Selatan

China. Dibandingkan dengan ikan mas, kegiatan budidaya grass carp sudah lebih

dulu dilakukan (Weimin 2004).

Menurut Shireman and Smith (1983), klasifikasi grass carp adalah sebagai

berikut:

Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Sub-kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Sub-ordo : Cyprinoidei Famili : Cyprinidae Genus : Ctenopharyngodon Spesies : Ctenopharyngodon idella V.

2.3.1 Morfologi Grass Carp

Grass carp (Gambar 5) secara umum memiliki tubuh yang dipenuhi oleh

sisik berukuran sedang sampai besar, perutnya membulat, dan kepalanya lebar.

Mata terletak di tengah atau atas garis tubuh. Letak mulut subterminal atau

terminal dan agak melengkung, memiliki rahang dengan bibir sederhana. Rahang

bagian atas sedikit protractile, tidak terdapat sungut atau barbel. Garis linear

lateralis lengkap, memanjang mengikuti garis tengah ekor, terdapat sekitar 40 –

45 sisik. Panjang sirip dorsal dengan sirip anal pendek tanpa duri keras, dengan

rusuk sirip sekitar 7 dan 8. Sirip dorsal berada bersebrangan dengan sirip ventral,

sedangkan sirip anal berada jauh di belakang tepi posterior dorsal, sirip caudal

berbentuk forked atau bercagak (Shireman and Smith 1983).

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

13

Gambar 5. Grass Carp (Ctenopharyngodon idella) (Sumber : http://www.dec.ny.gov/animals/52767.html)

Grass carp memiliki bentuk tubuh silinder, perutnya membulat dan pipih

pada bagian belakang, dengan panjang standar sekitar 3,5 – 4,3 kali dari tinggi

tubuh, dan 3,8 – 4,4 kali dari panjang kepala. Bagian caudal peduncle memiliki

panjang yang lebih besar dari pada lebarnya. Ukuran kepala sedang, pada bagian

mulut dilengkapi dengan dua pasang gigi pharing di setiap sisinya. Ikan ini

memiliki jenis sisik cycloid, warna tubuh biasanya kuning kehijauan, pada bagian

dorsal berwarna coklat gelap, dan putih keabu-abuan di bagian perut (Weimin

2004). Shireman and Smith (1983), berpendapat bahwa ikan ini memiliki warna

coklat gelap di bagian atas dorsal, dan warnanya semakin cerah ke bagian bawah,

sisi tubuhnya diwarnai dengan kilauan kekuningan. Warna siripnya gelap, sesuai

dengan tiap-tiap sisiknya yang berwarna coklat tua.

2.3.2 Biologi Grass Carp

Grass carp merupakan ikan asli dari perairan China yang distribusi

penyebarannya membentang dari daerah tangkapan air sepanjang Sungai Mutiara

di Selatan China sampai ke Sungai Heilongjiang di Utara China. Ikan ini telah

diintroduksi oleh sekitar 40 negara. Grass carp merupakan ikan yang hidup di

perairan danau, sungai dan waduk. Ikan ini termasuk kedalam jenis herbifora,

secara umum makanan utamanya adalah jenis tumbuhan air, meskipun demikian

ketika masih menjadi anak ikan (fry) atau larva, grass carp juga memakan

zooplankton, dalam kolom budidaya ikan ini juga memakan pelet dan pakan

buatan. Grass carp biasanya menghuni bagian tengah hingga dasar perairan, ikan

ini relatif menyukai perairan yang jernih dan senang bergerak bebas. Grass carp

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

14

termasuk juga kelompok ikan yang melakukan migrasi, ikan dewasa akan

bermigrasi ke hulu sungai untuk bereproduksi (Weimin 2004).

Grass carp umumnya memiliki tingkat adaptasi yang tinggi, terhitung dari

wilayah persebarannya yang luas. Ikan ini bertelur pada aliran sungai utama atau

di kanal-kanal selama permukaan air sedang tinggi, dan dipengaruhi oleh suhu

serta kecepatan arus. Telur-telur yang mengambang berpeluang hanyut terbawa

arus air sejauh 50 – 180 km sebelum akhirnya menetas. Larva memiliki

karakteristik untuk berenang sehingga memungkinkan mereka untuk bermigrasi

ke hilir sungai, keluar dari aliran sungai utama menuju danau-danau, waduk, dan

lahan banjir yang menyediakan wilayah asuhan, sehingga mereka dapat

berlindung pada vegetasi tumbuhan. Ikan muda akan bermigrasi kembali ke aliran

sungai utama menuju hulu atau hilir sejauh kurang lebih 1000 km dari spawning

ground (Shireman and Smith 1983). Ikan ini memiliki laju pertumbuhan yang

cepat yaitu sekitar 0,91 kg per bulan (Sutton et al 2012).

2.4 Giant Barb (Catlocarpio siamensis)

Giant barb (Gambar 6) atau Giant Carp, merupakan ikan asli dari perairan

Sungai Mekong dan terkenal sebagai salah satu ikan Cyprinid terbesar di sungai

ini yang panjangnya bisa mencapai total tiga meter (Rainboth 1996). Ikan ini

dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

Nilai tangkapan ikan ini semakin tahun semakin menurun karena banyaknya

kegiatan penangkapan, sehingga membuat ikan ini menjadi salah satu spesies ikan

yang terancam punah (Hogan 2011). Menurut ITIS (Integrated Taxonomy

Information System dalam www.itis.gov) berdasarkan taksonominya Giant Barb

atau Giant Carp memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Sub-kelas : Neopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Superfamili : Cyprinoidea Genus : Catlocarpio Spesies : Catlocarpio siamensis B.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

15

Gambar 6. Giant Barb (Catlocarpio siamensis)

(Sumber: http://photos.zoochat.com/large/img_55414-242702.jpg)

2.4.1. Morfologi Giant Barb

Giant barb memiliki bentuk tubuh yang besar seperti torpedo,

punggungnya menonjol ke atas sedangkan bagian perutnya rata. Sirip dorsal tidak

memiliki duri keras, kepalanya besar, ukuran kepala bisa mencapai satu per tiga

dari panjang standar.

Letak mulut terminal, tidak memiliki sungut (barbel), sirip pectoral berada

di bawa operculum, sirip ventral letaknya bersebrangan dengan sirip dorsal, dan

sirip caudal berbentuk forked. Linear lateralis lengkap menanjang sepanjang garis

tengah ekor (Rainboth 1996). Warna tubuh ikan ini umumnya hitam keabu-abuan,

dengan warna pangkal sisik hitam dan putih di ujungnya.

2.4.2 Biologi Giant Barb

Giant barb umumnya hidup di sungai besar, terkadang terdapat di kanal-

kanal dan lahan banjir di sekitar Chao Phrya dan Mekong (Rainboth 1996). Secara

umum ketika masih muda ikan ini menghuni daerah lahan banjir yang dangkal,

ketika semakin besar mereka melakukan migrasi ke sungai-sungai yang lebih

dalam (Mattson 2002). Menurut Hogan (2011), ikan ini hidup di habitat sungai

utama dimana terdapat banyak alga, fitoplankton, tumbuhan, dan ikan kecil

sebagai makanan mereka. Ikan muda menghuni habitat lahan banjir, sedangkan

ikan dewasa lebih menyukai perairan dalam di sungai utama, terutama selama

musim kering.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

16

Giant barb umumnya memakan alga, fitoplankton dan buah-buahan yang

jatuh ke perairan (Mattson 2002). Eung (1995) dalam Mattson (2002),

menyatakan bahwa giant barb tidak akan makan bila mereka diganggu. Ikan ini

juga memakan ikan kering, jagung, kacang kedelai (soy bean), dan kacang hijau

(mung bean), dan dedak padi saat dipelihara di kolam.

Giant barb dapat mencapai matang gonad ketika usianya sekitar tujuh

tahun dengan berat tubuh 9 kg bila dipelihara di kolam tanah, sedangkan di alam

berat tubuh ketika sedang bertelur bisa mencapai 60 kg. Secara umum ukuran

betina lebih besar dari jantan, dan selama musim kawin, perut betina akan lebih

besar dari pada jantannya (Mattson 2002).

Menurut Leelapatra et al. (2000) dalam Mattson (2002), menyatakan

bahwa di alam giant barb bisa tumbuh dari 2 sampai 4 kg selama delapan bulan.

Panjang maksimum dari ikan ini dapat mencapai 3 m (Rainboth 1996), tetapi

umumnya sekitar 1 – 2 m dengan berat 70 – 120 kg, namun belakangan ikan

dengan ukuran lebih dari 50 kg sudah langka ditemukan (Mattson 2002).

2.5 Deoxyribonucleic Acid (DNA)

Deoxyribonucleic acid atau lebih dikenal dengan DNA, adalah suatu

material berisi informasi-informasi genetik yang secara turun temurun diwariskan

oleh setiap organisme kepada generasi berikutnya. DNA banyak terdapat di dalam

sel nukleus yang dikenal dengan sebutan nukleus DNA, tetapi sebagian kecil

DNA dapat ditemukan juga pada mitokondria yang dikenal dengan sebutan

mitokondria DNA (mtDNA) (Genetic Home Reference 2014).

DNA ditunjukkan sebagai molekul panjang yang terdiri dari empat jenis

basa kimia yang berbeda, yaitu adenin (A), guanin (G), timin (T), dan citosin (C)

(Watson and Berry 2003). Setiap basa DNA berpasangan satu sama lainnya, basa

A berpasangan dengan basa T, basa C berpasangan dengan basa G, untuk

membentuk unit yang disebut base pair (bp) atau pasangan basa. Tiap basa juga

berpasangan dengan molekul gula dan molekul fosfat. Gabungan antara basa, gula,

dan fosfat disebut nukleotida. Nukleotida tersusun dari dua utas panjang

membentuk spiral yang disebut dengan double helix (Gambar 7) (Genetic Home

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

17

Reference 2014). Rangkaian gugusan gula dan fosfat kedua rantai nukleotida

sama, tetapi mempunyai arah yang berbeda (3’→5’ dan 5’→3’), bagian ini

disebut juga dengan nama backbone chain (rantai tulang punggung).

Gambar 7. DNA Double Helix

(Sumber: Genetic Home Reference 2014)

DNA merupakan molekul penyimpanan yang penting, karena DNA

memuat semua perintah sel yang dibutuhkan untuk menjaga dirinya agar tetap ada.

Perintah ini terdapat pada gen, yang mana setiap bagian DNA terdiri dari sekuen

nukleotida spesifik. Pada aplikasinya, perintah yang terdapat dalam gen harus

diekspresikan, atau dikopi menjadi suatu bentuk yang dapat digunakan oleh sel

untuk memproduksi protein yang dibutuhkan dalam menopang kehidupan (Miko

and LeJeune. 2009).

2.5.1 Polimorfisme DNA

Polimorfisme atau keragaman genetik merupakan fenomena yang terjadi

ketika adanya individu dengan sifat genetik yang berbeda dari suatu populasi.

Polimorfisme bertanggung jawab terhadap adanya banyak perbedaan antar

organisme, seperti perbedaan warna mata, warna rambut, warna kulit, golongan

darah, dan lain-lain. Meskipun banyak polimorfisme yang tidak memiliki dampak

negatif pada suatu organisme, ada beberapa jenis perbedaan yang dapat

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

18

menimbulkan resiko sehingga berkembang menjadi suatu kelainan (Genetic Home

Reference 2014).

Keragaman genetik penting untuk kelangsungan hidup jangka panjang dari

suatu spesies dan dapat memperkuat ketahanan suatu spesies atau populasi dengan

memberikan spesies atau populasi tersebut kemampuan untuk beradaptasi

terhadap perubahan lingkungan (Dunham 2002 dalam Asih dkk. 2006).

Beardmore et al. (1997) dalam Yousefian (2011), menyatakan bahwa keragaman

genetik penting bagi alam maupun spesies di sungai, terutama dengan adanya

migrasi dari suatu kultur populasi karena hal tersebut dapat memberikan

keragaman genetik untuk beradaptasi terhadap terjadinya perubahan kondisi.

Individu heterozigot biasanya lebih superior dibandingkan dengan individu yang

kurang heterozigot berdasarkan banyak karakteristik dari beberapa aspek penting

seperti pertumbuhan, kesuburan, dan ketahanan terhadap penyakit.

Keragaman genetik dipengaruhi oleh habitat dan sejarah penyebaran suatu

takson. Habitat yang kurang baik akan menyebabkan perkembangan populasinya

tertekan dan akibatnya kemampuan reproduksinya juga menurun. Menurunnya

kemampuan reproduksi akan menyebabkan keragaman genetik juga menurun

(Oktarianti dan Pristiwindari 2007). Hilangnya keragaman genetik pada populasi

kecil bisa jadi merupakan konsekuensi dari adanya penyimpangan genetik dan

inbreeding (perkawinan sekerabat) yang umumnya ditemukan pada stok budidaya

(Sbordoni et al. 1986 dalam Freitas and Galetti 2005). Ada dua fenomena yang

sangat berpengaruh terhadap menurunnya keragaman genetik pada populasi kecil

dan terisolasi dalam kolom budidaya, diantaranya adalah adanya inbreeding

(perkawinan sekerabat) dan founder effect (efek perintis), dimana adanya

penurunan genetik yang terjadi ketika populasi baru hanya terdiri dari jumlah

individu yang sedikit, dari populasi yang semula berjumlah besar (Barker 1994

dalam Freitas et al. 2007). Selain itu kegiatan pembenihan secara buatan yang

dilakukan secara terus menerus dengan jumlah indukan yang terbatas dan dari

jenis yang sama kemungkinan akan mengakibatkan genetic drift atau allelic drift

(pernurunana kualitas atau keragaman genetik akibat adanya penurunan jumlah

dan frekuensi gen berbeda (alel) pada suatu populasi), dan bottleneck effect

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

19

(penurunan jumlah suatu populasi secara drastis karena kejadian alam seperti

gempa, banjir, dan kemarau atau akibat aktivitas manusia seperti penangkapan

ikan, reklamasi daerah perairan, limbah, dan kegiatan budidaya ikan) (Jewel et al.

2006).

2.6 Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase chain reaction (PCR) atau reaksi polimerase berantai adalah

suatu teknik yang umum digunakan untuk mempelajari biologi molekuler,

ditemukan oleh Karry B Mullis pada tahun 1985. Metode PCR memberikan

pengaruh yang sangat luar biasa pada dunia riset, terutama dalam bidang biologi

dan kesehatan, sehingga sesaat setelah penemuannya PCR telah mempercepat

proses pembelajaran tentang gen dan genom (McPherson and Moller 2006)..

Prinsip PCR adalah membuat kopi fragmen DNA spesifik dalam jumlah

besar menggunakan beberapa reagen biologi molekuler. PCR disebut juga sebagai

mesin foto kopi DNA. Awalnya template atau cetakan DNA memiliki konsentrasi

yang sedikit, namun konsentrasi DNA tersebut meningkat secara dramatis selama

proses berlangsung (McPherson and Moller 2006). PCR merupakan teknik yang

sederhana untuk mengkopi potongan DNA di laboratorium dengan menggunakan

reagen yang tersedia. Karena jumlah sekuen DNA yang dikopi bertambah secara

eksponensial, lebih dari 100 miliar kopi sekuen DNA dapat diciptakan dalam

hitungan jam (Mullis 1990).

Praktisnya untuk mensintesis DNA dengan menggunakan teknik PCR

dibutuhkan primer atau sekuen DNA pendek yang komplementer dengan sekuen

DNA template. Primer adalah sekuen DNA sintesis yang biasanya terdiri dari 20

susunan nukleotida, yang berfungsi sebagai pengantar untuk proses amplifikasi

atau sintesis DNA pada teknik PCR. Cara kerjanya adalah, sekuen primer akan

menempel pada sekuen DNA template yang komplementer, kemudian DNA

polimerase menggunakan sekuen DNA template tersebut untuk memperpanjang

sekuen primer dengan cara menggabungkannya pada deoxinucleotide (dNTP)

yang tepat berdasarkan base pair (pasangan basa-nya) (Gambar 8) (McPherson

and Moller 2006).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

20

Gambar 8. Penempelan Primer Pada DNA Template

(Sumber: McPherson and Moller 2006)

2.6.1 Komponen PCR

PCR memiliki beberapa komponen penting yang dijadikan sebagai

penunjang keberhasilan dalam proses amplifikasi DNA. Secara garis besar

komponen PCR dapat dibagi menjadi dua jenis, pertama adalah komponen alat

yang terdiri dari aliquot tube atau microtube, cooler block, microsentrifuge,

thermal cycler, dan alat elektroforesis. Kedua, terdiri dari bahan-bahan yang

dijadikan sebagai campuran larutan PCR, diantaranya adalah, enzim DNA

polimerase atau PCR buffer, dNTP solution, primer oligonukleotida, DNA

template, dan nuclease free water, semua bahan-bahan tersebut dicampurkan

sampai homogen di dalam aliquot tube atau microtube, lalu dimasukkan ke dalam

mesin thermal cycler untuk dilakukan proses PCR secara invitro. Komponen

selanjutnya digunakan sebagai media untuk menganalisa hasil dari produk PCR,

apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, komponen tersebut diantaranya

adalah gel agarose dan larutan buffer TBE (tris-borate EDTA), atau TAE (tris-

acetate EDTA). Gel agarose yang telah diisi oleh larutan produk PCR, direndam

dengan larutan buffer yang dimasukkan ke dalam alat elektroforesis, untuk

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

21

dilakukan proses analisa produk PCR melalui elektroforesis gel agarose

(McPherson and Moller 2006).

2.6.2 Prinsip Kerja PCR

Proses PCR berlangsung berdasarkan tiga tahapan utama yang diatur oleh

tempratur. Tahapan pertama adalah denaturasi, pada tahapan ini utas ganda

(double helix) DNA dipisahkan atau dipecah menjadi utas tunggal (single helix)

DNA dengan menaikkan tempratur menjadi 94 oC. Tahapan kedua adalah

annealing, pada tahapan ini tempratur diturunkan dengan cepat, sehingga

memungkinkan primer oligonukleotida untuk menempel dan menyatu dengan

DNA template. Selama proses annealing, DNA polimerase yang termostabil akan

aktif sampai batas tertentu dan memulai untuk memperpanjang primer sesaat

setelah primer tersebut menempel pada template. Hal ini dapat menyebabkan

masalah spesifik apabila tempratur annealing terlalu rendah, tempratur annealing

berkisar antara 40 – 72 oC (umumnya yang sering digunakan sebesar 55 oC).

Tahap yang ketiga adalah tahap sintesis atau amplifikasi DNA, pada tahapan ini

tempratur akan dinaikkan menjadi 72 oC, yang merupakan tempratur efisien untuk

sintesis atau amplifikasi DNA dengan menggunakan DNA polimerase termostabil.

Ketiga tahapan ini biasanya diulang antara 25 sampai 40 kali, atau sesuai dengan

kebutuhan pada aplikasi tertentu. Normalnya ada tambahan ekstensi pada

tempratur 72 oC, untuk memastikan semua produk memiliki panjang yang lengkap.

Akhirnya reaksi didinginkan pada suhu ruangan atau pada tempratur 4 oC

tergantung pada aplikasi dan jenis mesin thermal cycler yang digunakan

(McPherson and Moller 2006).

Siklus pertama pada proses PCR, tiap-tiap utas template memunculkan

rangkap baru (Gambar 9), dan menggandakan jumlah kopi dari daerah target.

Demikian juga untuk setiap siklus berikutnya, dimana pada tahapan denaturasi,

annealing, dan ekstensi, berlaku teori penggandaan jumlah kopi dari DNA target.

Jika PCR mencapai efisiensi 100% maka pada siklus ke 20 akan menghasilkan

satu juta lipatan amplifikasi dari DNA target (220 = 1.048.572). Tentu saja PCR

tidak 100% efisien untuk beberapa alasan, namun dengan menambahkan jumlah

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

22

siklus dan mengoptimasi kondisi amplifikasi maka memungkinkan untuk

mendapatkan hasil yang diinginkan (McPherson and Moller 2006).

Gambar 9. Prinsip Kerja PCR

(Sumber: McPherson and Moller 2006)

Salah satu keuntungan penggunakan teknik PCR adalah kemampuan untuk

mengamplifikasi daerah tertentu pada DNA dari template yang sangat kompleks

seperti DNA genom. PCR menggunakan dua jenis primer oligonukleotida yang

bekerja sebagai tempat terjadinya sintesis atau amplifikasi DNA dengan DNA

polimerase, dan juga primer ini dapat mendefinisikan bagian DNA yang akan

dikopi (Mullis and Faloona 1987). DNA polimerase membutuhkan sebuah primer

umtuk memulai sintesis atau amplifikasi DNA, oleh sebab itu informasi mengenai

sekuen DNA target yang akan dikopi harus diketahui terlebih dahulu sebelum

mendesain sebuah primer. Primer harus komplementer dengan bagian sekuen

yang diketahui pada utas yang berlawanan dari DNA template, dan titik akhir

3´-OH pada primer lainnya (McPherson and Moller 2006).

2.6.3 Random Amplified Polymophic DNA (RAPD-PCR)

Perkembangan markah (marker) genetik yang berbasis DNA telah

memberikan pengaruh pesat terhadap genetika binatang. Secara teori dengan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

23

menggunakan markah DNA seseorang dapat mengamati dan mengeksplorasi

keragaman genetik dari keseluruhan genom yang ada. Markah genetik yang

populer di komunitas akuakultur diantaranya ada allozim, mitokondria DNA

(mtDNA), RFLP, RAPD, AFLP, mikrosatelit, dan lain-lain (Liu and Cordes

2004).

Random amplified polymorphic DNA (RAPD) atau dikenal juga sebagai

arbitrarily primed PCR (AP-PCR) merupakan salah satu metode pemetaan gen

yang relatif cepat (McPherson and Moller 2006). Aplikasi RAPD-PCR dalam

dunia akuakultur sudah banyak diterapkan untuk mempelajari keragaman genetik

dan hubungan kekerabatan antar spesies ikan, diantaranya analisa keragaman

genetik ikan batak (Tor soro) (Asih dkk. 2006), untuk mencari potensi indukan

belut sawah (Monopterus albus) (Buwono dkk. 2011), analisa genetik pada ikan

channel catfish (Ictalurus punctatus) dan blue catfish (I. furcatus) (Liu et al.

1998), analisa kekerabatan ikan mas koi (Cyprinus carpio koi) (Muharam 2012),

dan untuk analisa keragaman genetik ikan mas (Cyprinus carpio) (Rafsanjani

2010).

Prosedur RAPD pertamakali dikembangkan pada tahun 1990 oleh Welsh

and McClelland (1990), dan William et al. (1990). RAPD-PCR cocok digunakan

untuk pemetaan genetik, dalam aplikasi pemuliaan tanaman dan hewan, serta

untuk fingerprinting (pemetaan) DNA, dengan kegunaan khusus yakni

mempelajari genetik populasi (William et al. 1990), RAPD-PCR merupakan

metode untuk melakukan fingerprinting (pemetaan) DNA yang mudah dan cepat,

serta dapat diaplikasikan pada banyak spesies DNA. Metode ini memiliki

kelebihan lebih lanjut, yaitu hanya membutuhkan sedikit pengetahuan tentang

biokimia atau biologi molekuler dari spesies yang digunakan (Welsh and

McClelland 1990). Metode ini menggunakan teknik PCR untuk mengamplifikasi

segmen yang tidak diketahui pada DNA nucleus menggunakan sepasang primer

identik dengan panjang 8 – 10 bp (Gambar 10) (Liu and Cordes 2004), primer

akan menempel secara acak pada sekuen DNA template yang komlpementer

dengan sekuen primer tersebut.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

24

Gambar 10. Penempelan Primer RAPD-PCR Pada DNA Template

(Sumber: Liu and Cordes 2004)

Karena sekuen primer yang pendek maka digunakan suhu tempratur

annealing rendah (sekitar 36 – 46 oC), kemungkinan kemunculan produk

amplifikasi yang berbeda sangat besar dengan tiap produk yang

merepresentasikan lokus-lokus berbeda. Perbedaan kemunculan pita polimorfisme

pada produk amplifikasi menggunaan metode RAPD-PCR dapat terjadi karena

pergantian tempat pengikatan basa primer, atau adanya indel antar wilayah pada

tempat tersebut, yang dapat menambah atau mengurangi munculnya pita

polimorfik pada produk PCR (Gambar 11) (Liu and Cordes 2004).

Gambar 11. Kemunculan Pita Polimorfik Pada RAPD-PCR

(Sumber: Liu and Cordes 2004)

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/230110/2010/230110100068_2_6130.pdf · dapat ditemukan di Thailand, Laos, Kamboja, dan Vietnam (Mattson et al. 2002)

25

Potensi dalam mendeteksi polimorfisme cukup tinggi, biasanya 5 – 20 pita

polimorfik dapat terbentuk dengan menggunakan pasangan primer yang tepat atau

menggunakan berbagai jenis primer secara acak, yang dapat digunakan untuk

memindai seluruh genom pada pita-pita RAPD yang berbeda. Karena setiap pita

dianggap sebagai biallelic locus (ada atau tidaknya produk amplifikasi), nilai PIC

(polymorphic information content) untuk RAPD berada jauh di bawah

mikrosatelit dan SNPs (single nucleotide polymorphism), serta RAPD tidak bisa

seinformatif AFLP karena lebih sedikit lokus dihasilkan secara serempak

(Liu and Cordes 2004).

Markah RAPD merupakan markah yang diturunkan berdasarkan Hukum

Mendel secara dominan. Pita amplikon RAPD yang dihasilkan didapat dari alel

homozigot maupun heterozigot, dan intensitas pita juga mungkin berbeda,

perbedaan dari ketepatan PCR membuat penilaian terhadap nilai pita

teramplifikasi sulit dilakukan. Sehingga, membedakan antara alel homozigot

dominan dari individu heterozigot tidak mungkin dilakukan. Selain itu, sulit untuk

menentukan apakah pita-pita yang dihasilkan mempresentasikan lokus berbeda

atau alel alternatif dari lokus yang sama, sehingga jumlah lokus yang sedang

dipelajari dinilai bisa keliru (Liu and Cordes 2004).

RAPD-PCR memiliki semua kelebihan dari markah berbasis PCR, dengan

tambahan keuntungan dimana primer tersedia secara komersil dan tanpa harus

mengetahui informasi dari sekuen DNA target atau organisasi gen terlebih dahulu

(Dinesh et al. 1995 dalam Liu and Cordes 2004). sedangkan kekurangan RAPD

adalah sulitnya untuk menunjukkan pewarisan Hukum Mendel dari lokus dan

ketidak mampuan dalam memisahlan antara alel homozigot dan heterozigot,

selain itu adanya produk PCR yang bersifat paralogous (wilayah DNA berbeda

yang memiliki panjang sama dan muncul pada lokus yang sama) membatasi

penggunaan markah ini. Akhirnya, markah RAPD sangat tergantung kepada

reproduksibilitas yang rendah karena penggunaan tempratur annealing yang

rendah pada proses amplifikasi PCR. Kekurangan tersebut telah membatasi

penggunaan dari markah ini untuk sains perikanan (Wirgin and Waldman 1994

dalam Liu and Cordes 2004).