bab ii kajian pustaka pengertian kreativitas

23
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Kreativitas Menurut Munandar (2009:25), kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan gagasan, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Siswa memiliki kebebasan berpikir untuk menyatakan gagasan dan pendapat seluas–luasnya tanpa aturan– aturan. Amabile dalam Munandar (2009:40) mendefinisikan, kreativitas sebagai produksi suatu respon atau karya baru sesuai dengan tugas yang dihadapi. Menurut Ayan (2002) mengatakan bahwa hakikat kreativitas adalah kemauan, keinginan atau semangat untuk melakukan eksplorasi, mempertanyakan dan melakukan eksperimen terhadap berbagai objek, peristiwa dan situasi yang ada di lingkungan. 2.1.2 Proses Kreativitas Wallas dalam Munandar (2009:39) yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi empat tahap, yaitu: tahap persiapan, adalah tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk memecahkan masalah dan percobaan–percobaan atas dasar berbagai pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi terjadi pada tahap ini. Tahap inkubasi (incubation), adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar. Tahap iluminasi (illumination), yaitu tahap munculnya inspirasi atau gagasan–gagasan untuk memecahkan masalah. Tahap verifikasi (verification), adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi terhadap gagasan secara kritis yang sudah mulai dicocokkan dengan kenyataan nyata atau kondisi realita. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa proses kreatif yaitu: tahap persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Tahap inkubasi merupakan tahap yang sangat penting, karena berlangsung proses refleksi yang memerlukan ketenangan dan waktu yang cukup.

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Kreativitas

Menurut Munandar (2009:25), kreativitas merupakan kemampuan

untuk menciptakan gagasan, menemukan banyak kemungkinan jawaban

terhadap suatu masalah, membuat kombinasi baru berdasarkan data,

informasi, atau unsur-unsur yang ada. Siswa memiliki kebebasan berpikir

untuk menyatakan gagasan dan pendapat seluas–luasnya tanpa aturan–

aturan. Amabile dalam Munandar (2009:40) mendefinisikan, kreativitas

sebagai produksi suatu respon atau karya baru sesuai dengan tugas yang

dihadapi.

Menurut Ayan (2002) mengatakan bahwa hakikat kreativitas

adalah kemauan, keinginan atau semangat untuk melakukan eksplorasi,

mempertanyakan dan melakukan eksperimen terhadap berbagai objek,

peristiwa dan situasi yang ada di lingkungan.

2.1.2 Proses Kreativitas

Wallas dalam Munandar (2009:39) yang menyatakan bahwa proses

kreatif meliputi empat tahap, yaitu: tahap persiapan, adalah tahap

pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk memecahkan

masalah dan percobaan–percobaan atas dasar berbagai pemikiran

kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi terjadi pada tahap ini.

Tahap inkubasi (incubation), adalah tahap dieraminya proses pemecahan

masalah dalam alam prasadar. Tahap iluminasi (illumination), yaitu tahap

munculnya inspirasi atau gagasan–gagasan untuk memecahkan masalah.

Tahap verifikasi (verification), adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi

terhadap gagasan secara kritis yang sudah mulai dicocokkan dengan

kenyataan nyata atau kondisi realita.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa proses

kreatif yaitu: tahap persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Tahap

inkubasi merupakan tahap yang sangat penting, karena berlangsung proses

refleksi yang memerlukan ketenangan dan waktu yang cukup.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

8

2.1.3 Karakteristik Kreativitas

Menurut Fisher & Wiliams dalam Wijaya (2012:56) terdapat empat

karakteristik kreativitas, antara lain:

1) Melibatkan kegiatan berpikir imajinatif

Melibatkan berpikir imajinatif yang dimaksud adalah berpikir secara

natural dengan bayangan atau imajinasi anak sendiri.

2) Memiliki tujuan yang jelas

Memiliki tujuan yang jelas ialah anak memiliki tujuan dari apa yang ia

dapatkan dalam berimajinasi untuk ia tuangkan dalam hasil karya

kreatif.

3) Karya yang dihasilkan memiliki nilai (value)

Karya yang dihasilkan memiliki nilai adalah anak menciptakan hasil

karya yang natural dengan unsur keindahan yang telah ia rencanakan

dengan sendiri dan tanpa ada unsur plagiasi karena berasal dari diri

anak sendiri. Sehingga karya memiliki nilai lebih karena hanya ada satu

di dunia.

4) Menghasilkan karya yang orisinal

Anak menciptakan hasil karya yang natural dari dalam dirinya, sesuai

yang ia gambarkan dalam insting pemikirannya.

2.1.4 Kemampuan dalam Mengembangkan Kreativitas

Kemampuan mengelola pengetahuan bukan suatu kemampuan

tunggal, melainkan tersusun dari sejumlah kemampuan yang lain. Cropley

dalam Wijaya (2012:56) menyebutkan kemampuan yang perlu

diperhatikan dalam mengembangkan kreativitas siswa melalui

pembelajaran di kelas. Kemampuan tersebut mencakup:

1. Kemampuan untuk (berpikir) fokus (Focusing Skills)

Kemampuan untuk (berpikir) fokus berkaitan dengan kemampuan

untuk mengidentifikasi konsep kunci (identifying key concepts),

mengenal permasalahan (recognizing the problems), dan menetapkan

tujuan (setting goals) merupakan komponen dari kemampuan (berpikir)

fokus. Cropley menyebutkan kepekaan terhadap masalah (sensitivity to

problems) merupakan ciri pertama dari kemampuan berpikir kreatif.

Selanjutnya, seorang pemikir yang krratif akan mampu menyatakan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

9

ulang permasalahan yang ada dari susut pandang yang berbeda. Cropley

menyebut tahap ini sebagai redefinition of problems.

2. Kemampuan mengumpulkan informasi (Informationo-Gathering Skills)

dilakukan selanjutnya adalah mengumpulkan informasi yang terkait

dengan konsep kunci tersebut. Kemampuan pengamatan, perumusan

pertanyaan, serta klarifikasi melalui inkuiri merupakan keterampilan

pokok yang dibutuhkan dalam pengumpulan informasi.

3. Kemampuan mengorganisasi (Organizing Skills)

Kemampuan mengorganisasi berkaitan dengan penyusunan informasi

sehingga mudah dipahami dan bisa disampaikan secara efektif.

Kemampuan pengorganisasian terdiri dari keterampilan dalam

memabandingkan(comparing), pengategorian(classifying/categorizing),

pengurutan (ordering), serta penyajian informasi.

4. Kemampuan menganalisis (Analyzing Skills)

Analisis merupakan inti dari kemampuan kritis yang melibatkan proses

klarifikasi dan pemeriksaan komponen dan hubungan informasi.

Kemampuan mengidentifikasi pola dan hubungan (pattern and

relationship) dan menemukan kesalahan (finding errors) merupakan

elemen utama dari analisis.

5. Kemampuan generalisasi

Kemampuan generalisasi mencakup kemampuan untuk menggunakan

pengetahuan awal dan mengembangkannya dengan informasi

tambahan. Kemampuan mengembangkan ide-ide baru, mengidentifikasi

persamaan dan perbedaan, memperkirakan, dan mengelaborasi ide perlu

diperhatikan dalam mengembangkan kemampuan generalisasi.

6. Keterampilan mengintegrasi

Keterampilan ini mencakup kemampuan meringkas (summarizing),

mengombinasikan informasi, memilih dan memilah informasi yang

tidak dibutuhkan, mengorganisasi informasi secara grafis, dan

mengonstruksi informasi.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

10

7. Keterampilan mengevaluasi

Menurut Marzano, Pickering, & Pollock dalam wijaya (2012:570),

keterampilan evaluasi mencakup kemampuan untuk menetapkan

kriteria dan pembuktian atau verifikasi data.

2.1.5 Ciri-ciri Kreativitas

Guilford dalam Munandar (2009:10) dan Hawadi (2001:3)

mengemukakan ada empat ciri yang menjadi sifat kreativitas, yaitu

kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk memproduksi banyak

gagasan; kelenturan atau keluwesan (fleksibility) merupakan kemampuan

untuk mengajukan bermacam–macam pendekatan dan atau pemecahan

masalah; orisinalitas dalam berpikir merupakan kemamapuan untuk

melahirkan gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri dan tidak klise;

elaborasi adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terinci.

2.1.6 Indikator Kreativitas

Indikator kreativitas belajar menurut Uno (2009: 21) adalah

sebagai berikut:

1. Memiliki rasa ingin tahu

Biasanya siswa yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang

luas dan mempunyai kegemaran dan aktivitas yang kreatif.

2. Sering mengajukan pertanyaan yang membangun

Siswa yang kreatif biasanya dalam belajar selalu bertanya dan

pertanyaan yang diajukan selalu berbobot dan sifatnya

membangun.

3. Memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah

Siswa yang keatif mampu memberikan gagasan dan usul terhadap

suatu masalah yang perlu diselesaikan. Hal ini berarti siswa

memiliki kreativitas yang tinggi dalam menyelesaikan masalah.

4. Mampu menunjukkan pendapat secara spontan dan tidak malu

Apabila mengeluarkan pendapat secara langsung dan tidak malu-

malu. Contonya dalam diskusi belajar di kelas menyampaikan

pendapatnya secara langsung dalam keadaan setuju ataupun tidak

setuju.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

11

5. Mempunyai atau menghargai keindahan

Minat siswa dalam keindahan juga lebih kuat dari rata-rata,

walaupun tidak semua orang kreatif menjadi seniman, tetapi

mereka mempunyai minat yang cukup besar terhadap keadaan

alam, seni, sastra, musik dan teater.

6. Bebas berfikir dalam belajar

Siswa memiliki kekebasan dalam berfikir, dalam hal ini siswa

mempunyai kebebasan untuk mengembangkan pengetahuan awal

yang diperoleh untuk kemudian diterapkan dalam kehidupannya.

7. Memiliki rasa humor tinggi

Siswa kreatif biasanya memiliki rasa humor tinggi, dapat melihat

masalah dari berbagai sudut dan memiliki kemampuan untuk

bermain dengan ide, konsep atau kemungkinan-kemungkinan yang

dikhayalkan.

8. Mempunyai daya imajinasi yang kuat

Siswa yang kreatif biasanya lebih tertarik pada hal-hal yang rumit.

9. Mampu mengajukan pemikiran, gagasan pemecahan masalah

yang berbeda dengan orang lain

Siswa mempunyai rencana yang inovatif serta orisinal yang telah

dipikirkan dengan matang terlebih dahulu dengan

mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan

implikasinya.

10. Dapat bekerja sendiri

Siswa yang kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa

percaya diri, sehingga selalu mengerjakan sendiri. Contohnya

apabila mendapat tugas selalu berusaha mengerjakan sendiri.

11. Sering mencoba hal-hal baru

Biasanya siswa yang kreatif berani mengambil resiko (tetapi

dengan perhitungan) dari pada siswa pada umumnya. Artinya dapat

melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting, dan

disukai mereka tidak menghiraukan kritik atau ejekan orang lain.

12. Mampu mengembangkan atau merinci suatu gagasan

Siswa yang kreatif dapat mengembangkan suatu gagasan yang baru

agar dapat berkembang kearah yang lebih baik dan jelas.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

12

Catron dan Allen dalam Sujiono dan sujiono (2010)

mengemukakan beberapa indikator kreatif pada anak:

1. anak memiliki keinginan untuk mengambil resiko berperilaku

secara berbeda dan mencoba hal-hal yang baru dan sulit.

2. anak memiliki selera humor yang luar biasa dalam situasi sehari-

hari.

3. Anak berpendirian tetap, terang-terangan, dan memiliki keinginan

untuk berbicara secara terbuka.

4. Anak dapat melakukan hal-hal dg caranya sendiri.

5. Anak mengekspresikan imajinasi secara verbal seperti membuat

cerita fantasi.

6. Anak memiliki ketertarika terhadap berbagai hal, memiliki rasa

ingin tahu dan senang bertanya.

7. Anak dapat bereksplorasi secara sistematis dan yang disengaja

dalam membuat rencana dari suatu kegiatan.

8. Anak memiliki motivasi dan arah sendiri, memiliki imajinasi dan

menyukai fantasi.

9. Anak senang menggunakan imajinasinya terutama dalam bermain

peran atau pura-pura.

10. Anak menjadi inovatif, mampu menemukan sesuatu yang baru dan

memiliki banyak sumber daya.

11. Anak dapat bereksplorasi dan berkesperimen dengan objek.

12. Anak bersifat fleksibel dan mampu mendesain sesuatu.

2.2 Bahan Limbah

Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari proses

kegiatan manusia (Suharto, 2011). Limbah dapat berupa tumpukkan barang bekas,

sisa kotoran hewan, tanaman, atau sayuran. Keseimbangan lingkungan menjadi

terganggu jika jumlah hasil buangan tersebut melebihi ambang batas toleransi

lingkungan. Konsentrasi dan dan kuantitas melebihi ambang batas, keberadaan

limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan

manusia sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.

Bahan limbah dapat dimanfaatkan melihat dari jenis limbah tersebut atau

golongan dari limbah tersebut. limbah dibagi menjadi dua golongan besar:

1. Limbah yang dapat mengalami perubahan secara alami (degradable

waste/mudah terurai/organik), yaitu limbah yang dapat mengalami

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

13

dekomposisi oleh bakteri dan jamur, seperti daun-daun, sisa

makanan, kotoran, dan lain-lain.

2. Limbah yang tidak atau sangat lambat mengalami perubahan

secara alami (nondegradable waste/ tidak mudah terurai/

anorganik), misanya plastik, kaca, kaleng, dan sampah sejenisnya.

Berdasarkan Wujudnya menurut Ign Suharto (2011), limbah dibedakan

menjadi tiga, yaitu:

1. Limbah padat, limbah padat adalah limbah yang berwujud padat.

Limbah padat bersifat kering, tidak dapat berpindah kecuali ada

yang memindahkannya. Limbah padat ini misalnya, sisa makanan,

sayuran, potongan kayu, sobekan kertas, sampah, plastik, dan

logam

2. Limbah cair, limbah cair adalah limbah yang berwujud cair.

Limbah cair terlarut dalam air, selalu berpindah, dan tidak pernah

diam. Contoh limbah cair adalah air bekas mencuci pakaian, air

bekas pencelupan warna pakaian, dan sebagainya.

3. Limbah gas, limbah gas adalah limbah zat (zat buangan) yang

berwujud gas. Limbah gas dapat dilihat dalam bentuk asap.

Limbah gas selalu bergerak sehingga penyebarannya sangat luas.

Contoh limbah gas adalah gas pembuangan kendaraan bermotor.

Pembuatan bahan bakar minyakjuga menghasilkan gas buangan

yang berbahaya bagi lingkungan.

Langkah-langkah pemanfaatannya pun harus melalui pemilahan,

pengumpulan pemrosesan dan pendistribusian. Penulis memilih limbah anorganik

yang dapat digunakan ulang untuk dimanfaatkan sebagai media pembelajaran di

kelas. Selain itu penulis berharap dengan usaha ini bisa bermanfaat bagi

lingkungan sekitar, dalam usaha meminimalisir limbah atau sampah yang ada di

sekitar lingkungan.

Langkah-langkah penggunaan bahan limbah dalam pembelajaran ini

adalah dengan usaha reuse atau recycle yaitu suatu kegiatan memanfaatkan

kembali barang bekas tanpa atau dengan pengolahan bahan, untuk tujuan sama

atau berbeda dari tujuan asalnya/awalnya. Langkah-langkah daur ulang limbah

diawali dengan pemilahan, pengumpulan, kemudian pemrosesan. menurut

Sudrajat (2006) sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

14

berakhirnya suatu proses, sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari

adanya aktivitas manusia yang mana sampah memiliki pengertian berbeda dan

subjektif, bagi kalangan tertentu bisa saja menjadi harta berharga. Melalui

pendapat tersebut, penulis semakin tergerak untuk mencoba bahan limbah tersebut

untuk dijadikan bahan pembelajaran yang mana hasilnya nanti akan menjadi suatu

kebanggan bagi siswa sendiri.

Bahan limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi

baik industri maupun domestik (rumah tangga). Di mana masyarakat bermukim,

di sanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Pada hal ini yang penulis

gunakan adalah bahan limbah yang bernilai sebagai alat kreativitas yang

digunakan dalam pembelajaran untuk membuat suatu bentuk – bentuk bangun

geometris, binatang, ataupun makhluk hidup lainnya dengan menggunakan bahan

limbah yang di buat sedemikian rupa untuk menciptakan sebuah hasil kreativitas.

2.3.1 Macam-Macam Model Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran, guru harus ingat bahwasanya tidak ada model

pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu,

dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi

siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu

sendiri.

Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran menurut Subarkah

(2010:102) antara lain :

a. Koperatif (CL, Cooperative Learning).

Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai

makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai

tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib.

Berdasarkan fakta tersebut, dapat dimanfaatkan oleh pihak pengajar untuk

mengajarkan anak belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan

dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman,

tugas, dan tanggung jawab. Anak diharapkan mampu saling membantu dan

berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah

miniatur dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan

kelebihan masing-masing.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

15

Model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran

dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu

mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut

teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap

anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa heterogen (kemampuan,

jenis kelamin, karakter), ada kontrol dan fasilitasi, dan meminta tanggung

jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Sintaks

pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk

kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan

pelaporan.

b. Kontekstual (CTL/ Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai

dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang

terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modelling),

sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi

belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana

menjadi kondusif - nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran

kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami,

tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan

sosialisasi.

c. Realistik (RME/ Realistic Mathematics Education)

Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud

di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi

konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika

horizontal (fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan

dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (

reorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan

matematika). Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstrukstivis,

realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-

informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-

twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran

sebagai aktivitas sosial, berbagi), dan bimbingan (dari guru dalam

penemuan).

d. Pembelajaran Langsung (DL/ Direct Learning)

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

16

Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus

pada keterampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara

pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian

informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan

evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori

(ceramah bervariasi).

e. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL/ Problem Based Learning)

Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model

pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk

menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari

kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat

tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif,

terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar

siswa dapat berpikir optimal.

2.3.2 Model Pembelajaran Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and

Learning)

2.3.2.1 Pengertian Pendekatan CTL

Pendekatan kontekstual telah lama dikembangkan oleh John Dewey pada

tahun 1916 yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa

yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dengan kegiatan atau

peristiwa yang terjadi di sekelilingnya (Kesuma, 2010). CTL pertama kali

dikembangkan oleh Amerika Serikat dengan dibentuknya Washington State

Consortum for Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara

tahun 1997 sampai 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan

untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektivitas penyelenggara

pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11

perguruan tinggi, dan 20 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan

professor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya.

Pendekatan kontekstual atau CTL merupakan pembelajaran yang

menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan

materi yang dipelajari dan menghubungkannya dangan situasi kehidupan nyata

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

17

sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka

(Kesuma, 2010:58).

Menurut Kesuma (2010:5) CTL adalah mengajar dan belajar yang

menghubungkan isi pelajaran dengan lingkungan, sehingga dapat menjadikan

kegiatan belajar mengajar menjadi menyenangkan dan bermakna. Landasan

filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan

bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi mengkonstruksikan atau

membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi

yang mereka alami dalam kehidupannya (Muslich, 2008).

Johnson (2010 : 67) dalam Contextual Teaching and Learning (CTL)

menyatakan:

CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para

siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari

dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks

dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan

pribadi, sosial, dan budaya mereka. Sistem tersebut meliputi delapan

komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna,

melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur

sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu

individu untuk tumbuh berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan

menggunakan penilaian autentik .

Sanjaya (2008:109) menjelaskan bahwa:

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran

yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna

materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka

sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki

pengetahuan/ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk

mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. CTL disebut

pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata

siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai

anggota masyarakat.

Pendekatan CTL menurut Khaerudin (2007) merupakan “konsep belajar

yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi

dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

18

keluarga dan masyarakat”. Sedangkan Nurhadi dkk (2014:12) menjelaskan bahwa

“pendekatan kontekstual adalah suatu konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan

masyarakat. Hal ini senada dengan penjelasan dari Baharudin dan Nur (2007:137)

bahwa “pendekatan CTL adalah konsep pembelajaran yang membantu guru

mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Isriani dan Puspitasari (2012:62-63) juga menjelaskan bahwa “CTL

merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi

pembelajaran dengan dunia nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan

dan menerapkan. Suprijono (2013:79) juga menjelaskan:

Proses pembelajaran kontekstual berdasarkan pada pemrosesan informasi,

individualisasi, dan interaksi sosial. Pemrosesan informasi menyatakan

bahwa peserta didik mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun

strategi berkaitan dengan informasi tersebut. Inti pemrosesan informasi

adalah proses memori dan proses berpikir. Individualisasi beraksentuasi

pada proses individu membentuk dan menata realitas keunikannya.

Mengajar dalam hal tersebut adalah upaya dalam membantu individu

untuk mengembangkan sesuatu yang produktif dengan lingkungannya dan

memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap, sehingga mampu

memperkaya hubungan antarpribadi dan lebih cakap dalam pemrosesan

informasi. Interaksi sosial memusatkan pada proses di mana kenyataan

ditawarkan secara sosial.

Pendekatan kontekstual menurut Sudiono dkk (2003) menjelaskan bahwa:

Pendekatan kontekstual berhubungan erat dengan pengetahuan sehari-hari

dan selalu dihadapkan pada masalah. Hal ini memerlukan kemampuan

berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisa masalah dan kreatif

untuk melahirkan alternatif semacam masalah. Kedua jenis berpikir

tersebut, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi keduanya ada pada diri

anak sejak lahir.

Pembelajaran kontekstual menurut Suprijono (2013:79) merupakan konsep

yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

19

dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga dan masyarakat.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL

adalah proses pembelajaran yang membantu siswa melihat makna di dalam materi

akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek

akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan

konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka sehingga siswa mampu

berpikir kritis dan kreatif. Tujuannya agar siswa mampu menerapkan apa yang

didapat di dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL di

kehidupan sehari-hari.

2.3.2.2 Asas-asas Contextual Teaching and Learning

Sanjaya (2006:262-267) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual

melibatkan tujuh asas utama yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran,

yaitu: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan

(Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling),

refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment).

a) Konstruktivisme (Constructivism) Setiap individu dapat membuat struktur kognitif atau mental

berdasarkan pengalaman mereka maka setiap individu dapat

membentuk konsep atau ide baru, hal ini dikatakan sebagai

konstruktivisme. Fungsi guru disini membantu membentuk konsep

tersebut melalui metode penemuan (self-discovery), siswa

berpartisipasi secara aktif dalam membentuk ide baru.

Menurut Piaget dalam Sanjaya (2006:262) menyatakan bahwa

pendekatan konstruktivisme mengandung beberapa hakikat

pengetahuan. Hakikat pengetahuan yang diperoleh merupakan

konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek; Subjek membentuk

skema kognitif, kategori, dan struktur yang diperlukan untuk

pengetahuan dalam proses pembelajaran; Pengetahuan dibentuk dalam

struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi tersebut terjadi bila

konsepsi itu berhubungan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

b) Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis CTL.

Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil

mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan

sendiri. Menemukan atau inkuiri dapat diartikan juga sebagai proses

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

20

pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui

proses berpikir secara sistematis.

Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa

langkah, yaitu merumuskan masalah, mengajukan hipotesis,

mengumpulkan data, menguji hipotesis berdasarkan data yang

ditemukan, dan membuat kesimpulan. Proses berpikir yang sistematis

diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis untuk

pembentukan kreativitas siswa.

c) Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual.

Kegiatan bertanya dipandang sebagai refleksi keingintahuan setiap

individu dalam belajar. Proses pembelajaran CTL lebih menekankan

pada peran guru yang tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi

memancing pemikiran siswa agar dapat menemukan sendiri materi

yang dipelajari. Pembelajaran yang produktif dengan menggunakan

kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk: Menggali informasi,

baik administratif maupun akademis; Mengecek pengetahuan awal

siswa dan pemahaman siswa; Membangkitkan respon kepada siswa;

Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa; Memfokuskan

perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; Membangkitkan

lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; Menyegarkan kembali

pengetahuan siswa.

d) Masyarakat belajar (Learning Community) Vygotsky (dalam Sanjaya 2006: 265) menyatakan bahwa

“pengetahuan dan pemahaman anak lebih banyak dipengaruhi oleh

komunikasi dengan orang lain”. Konsep masyarakat belajar (Learning

Community) menyarankan agar hasil pembelajaran yang diperoleh

dari kerjasama dengan orang lain. Hasil dalam proses pembelajaran

yang diperoleh dari sharring antarsiswa, antarkelompok, dan

antarmasyarakat belajar yang sudah tahu dengan yang belum tahu

tentang suatu materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga berperan

disini dengan berbagi pengalaman.

e) Pemodelan (Modeling) Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah

keterampilan atau pengetahuan tertentu yang menggunakan suatu

model yang bisa ditiru. Model itu dapat berupa cara mengoperasikan

sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dalam

artian bahwa guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”.

Pembelajaran kontekstual menekankan kepada guru untuk dapat

merancang model dengan melibatkan siswa agar siswa dapat terlibat

aktif dalam pembelajaran.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

21

f) Refleksi (Reflection) Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau

berpikir kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu.

Siswa merefleksikan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur

pengetahuan yang baru. Struktur pengetahun yang baru ini merupakan

pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi

merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahun yang

baru diterima.

Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru

pada akhir pembelajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa

dapat melakukan refleksi yang realisasinya dapat berupa: Pernyataan

langsung tentang apa-apa yang diperoleh pada pembelajaran yang

baru saja dilakukan; Catatan atau jurnal di buku siswa; Kesan dan

saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.

g) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang

bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa agar guru

dapat memastikan apakah siswa telah mengalami proses belajar yang

benar. Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran

sehingga data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata

yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran.

Karakteristik authentic assessment diantaranya: dilaksanakan selama

dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa digunakan untuk

formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan dan sikap dalam

belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan

dapat digunakan sebagai feedback. Authentic assessment biasanya

berupa kegiatan yang dilaporkan, PR, kuis, karya siswa, prestasi atau

penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis dan

karya tulis.

2.3.2.3 Prinsip-prinsip Pendekatan CTL

Pendekatan kontekstual menurut Suprijono (2013:80-81) terdapat beberapa

prinsip yang digunakan sebagai pegangan, anatara lain:

1. Prinsip Saling Ketergantungan Prinsip saling ketergantungan merumuskan bahwa kehidupan ini

merupakan suatu sistem. Lingkungan belajar merupakan sistem

mengintegrasikan berbagai komponen pembelajaran dan komponen

tersebut saling memmengaruhi secara fungsional. Berdasarkan prinsip

itu dalam belajar memungkinkan peserta didik membuat hubungan

bermakna. Peserta didik mengidentifikasi hubungan yang menghasilkan

pemahaman-pemahaman baru. Peserta didik dapat menargaetkan

pencapaian standar akademik yang tinggi. Berdasarkan prinsip itu pula

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

22

peserta didik harus bekerja sama menemukanpersoalan, merancang

rencana, dana mencari pemecahan masalah. Bekerja sama akan

membantu pesrta diaik mencapai keberhasilan, mengingat setiap peserta

didik mempunyai kemampuan berbeda dan unik. Jika hal tersebut

dikolaborasikan dan kooperatif, maka akan tersusun menjadi sesuatu

yang lebih besar daripada sekedar penjumlahan dari bagian-bagian itu

sendiri.

2. Prisnsip Diferensiasi Diferensiasi merujuk pada entitas-entitas yang beraneka ragam dari

realitas kehidupan di sekitar peserta didik. Keanekaragaman mendorong

berpikir kritis peserta didik untuk menemukan hubungan diantara

entitas-entitas yang beraneka ragam itu. Peserta didik dapat memahami

makna bahwa perbedaan itu rahmat.

3. Prinsip Pengaturan Diri Prinsip ini mendorong pentingnya peserta didik mengeluarkan seluruh

potensi yang dimilikinya. Ketika peserta didik menghubungkan materi

akademik dengan konteks keadaan pribadi mereka, peserta didik terlibat

dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri. Peserta didik

menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku mereka sindiri,

memilih alternative, membuat pilihan, mengembangkan rencana,

menganalisis informasi dan secara kritias menilai bukti.

2.3.2.4 Komponen-komponen dalam Pendekatan CTL

Proses pembelajaran dalam CTL mempunyai delapan komponen, yaitu:

membuat hubungan-hubungan yang bermakna; melakukan pekerjaan yang berarti;

melaksanakan proses pembelajaran yang diatur sendiri; bekerja sama; berpikir

kritis dan kreatif; membantu individu untuk tumbuh dan berkembang; mencapai

standar tinggi; menggunakan penilaian autentik (Johnson 2007: 65).

Menurut Dharma Kesuma, dkk (2010), komponen-komponen pendekatan

CTL mencakup 7 komponen yaitu: 1) Konstruktivisme. Konstruktivisme adalah

proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif

siswa berdasarkan pengalaman; 2) Inkuiri. Inkuiri berarti proses pembelajaran

didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara

sistematis; 3) Bertanya. Belajar pada hakekatnya adalah bertanya; 4) masyarakat

belajar. Konsep dalam masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil

pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain; 6) Pemodelan

adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

23

didapat ditiru oleh setiap siswa; 7) Refleksi, merupakan cara berpikir tentang apa

yang sudah dilakukan dimasa lalu; 8) Penilaian nyata adalah proses pembelajaran

konvensional yang sering dilakukan guru, biasanya ditekankan pada aspek

intelektual sehingga alat evaluasi dapat digunakan terbatas pada pengguna tes.

2.3.2.5 Karakteristik dalam Pendekatan CTL

Sanjaya (2008: 110) menyatakan bahwa terdapat lima karakteristik penting

dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL, yaitu:

Pembelajaran dengan pendekatan CTL merupakan proses pengaktifan

pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan

dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian

pengetahuan yang akan diperoleh oleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang

memiliki keterkaitan satu sama lain. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar

dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan yang baru (acquiring

knowledge). Pengetahuan yang baru itu diperoleh secara deduktif, artinya

pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian

memerhatikan detailnya. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge),

artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal, tapi untuk dipahami dan

diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang

pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru

pengetahuan itu dikembangkan. mempraktikan pengetahuan dan pengalaman

tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pemahaman yang

diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak

perubahan dan perilaku siswa. melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap

strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk

proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

2.3.2.6 Proses Pembelajaran dalam Pendekatan CTL

Adapun realisasi proses pembelajaran menggunakan pendekatan CTL

menggunakan pertanyaan langsung tentang apa yang diperolehnya hari itu, catatan

dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari

itu, diskusi dan hasil karya. Penilaian autentik, prosedur penilaian yang

menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap) siswa secara

nyata. Penekanan penilaian autentik adalah pada pembelajaran yang seharusnya

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

24

membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya

informasi di akhir periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih

pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang

diperoleh siswa (Sanjaya 2008: 116).

2.3.2.7 Langkah-langkah Pendekatan CTL

Langkah-langkah dalam dalam proses pembelajaran CTL harus dapat

dipahami guru terlebih dahulu ketika akan mengajar siswa dalam proses

pembelajaran. Langkah-langkah itu merupakan pedoman bagi guru ketika

mengajar siswa dikelas, agar proses pembelajaran yang diajarkan bermakna dan

menjadi lebih mudah dipahami oleh siswa. Langkah-langkah penerapan

pendekatan kontekstual berpedoman pada prisip dan pembelajarannya. Menurut

Sutarji (2007:106), langkah-langkah pendekatan kontekstual meliputi: 1) siswa

didorong agar menemukan pengetahuan awal tentang konsep yang dibahas. Bila

perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik tentang

kehidupan sehari-hari; 2) Eksplorasi yaitu siswa diberi kesempatan untuk

menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian,

penginterpretasian data selama sebuah kegiatan yang telah dirancang oleh guru; 3)

penjelasan dan solusi, siswa menyampaikan pendapat, membuat model dan

membuat rangkuman serta hasil ringkasan pekerjaan dengan bimbingan guru; 4)

pengambilan tindakan, siswa dapat membuat keputusan menggunakan

pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan

pertanyaan lanjutan, mengajukan sarana baik secara individu maupun secara

kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah.

2.3.2.8 Kelebihan model pembelajaran kontekstual (CTL, Contextual

Teaching and Learning)

Kelebihan dari model pembelajaran kontekstual Menurut Elaine B.

Johnson (2007: 67) adalah:

1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut

untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah

dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat

mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan

saja bagi siswa materi tersebut akan berfungsi secara fungsional, akan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

25

tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa,

sehingga tidak akan mudah dilupakan.

2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan

konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran

konstruktivisme, dimana siswa dituntun untuk menemukan

pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstrukivisme siswa

diharapkan belajar melalui “mengalami” bukan “menghafal”.

2.3.2.9 Kelemahan Model Pembelajaran Kontekstual (CTL/ Contextual

Teaching and Learning)

Kelemahan dari model pembelajaran kontekstual Menurut Elaine B.

Johnson (2007: 67) adalah:

1. Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode CTL guru

tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola

kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan

pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa dipandang sebagai

individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan

dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang

dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur

atau “penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah

pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap

perkembangannya.

2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau

menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari

dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk

belajar. Dalam konteks ini guru memerlukan perhatian dan bimbingan

yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa

yang diterapkan semula.

2.3.10 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kontekstual (CTL, Contextual

Teaching and Learning)

Keberhasilan proses pembelajaran sangat bergantung pada kreativitas guru

meramu beberapa metode pembelajaran menjadi model yg sesuai dan dapat

menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, menyenangkan dan bermakna.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

26

Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama dari

pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), membentuk

group belajar yang saling membantu (interdependent learning groups),

menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), pemodelan (Modelling), refleksi

(Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdiknas,

2003:5). Pembelajaran dengan strategi kontekstual melibatkan tujuh komponen

utama. Komponen-komponen tersebut yakni sebagai berikut:

1. Constructivism (konstruktivisme, membangun, membentuk) yaitu kegiatan

yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih

bermakna apabila siswa bekerja sendiri, menemukan, dan membangun

sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Di sini siswa dapat

mengembangkan pengalaman atau membangun pengetahuan barunya

berdasarkan pengalaman yang diperolehnya. Pengetahuan-pengetahuan

yang diperoleh tersebut dikonstruksi oleh siswa itu sendiri sehingga proses

pembelajaran siswa akan lebih bermakna.

2. Quistioning (bertanya) adalah kegiatan belajar yang mendorong sikap

keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan yang

akan dipelajari.

3. Inquiry (menyelidiki, menemukan) adalah kegiatan belajar yang bisa

mengkondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topic

atau permasalahan yang dihadapi sehingga ia berhasil “menemukan”

sesuatu.

4. Learning Community (masyarakat belajar) adalah kegiatan belajar yang

bisa menciptakan suasana belajar bersama atau berkelompok sehingga ia

bisa berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu antar

teman.

5. Modelling (pemodelan) adalah kegiatan belajar yang bisa menunjukkan

model yang bisa di pakai rujukan atau panutan siswa dalam bentuk

penampilan tokoh, demonstrasi kegiatan, penampilan hasil karya, cara

mengoprasikan sesuatu.

6. Reflection (refleksi atau umpan balik) adalah kegiatan belajar yang

memberikan refleksi atau umpan balik dalam bentuk Tanya jawab dengan

siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya, mengkonstruksi

kegiatan yang telah dilakukan, kesan siswa selama melakukan kegiatan,

dan saran atau harapan siswa.

7. Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya) adalah kegiatan belajar

yang bisa diamati secara periodik perkembangan kompetensi siswa

melalui kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, proses

pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa memiliki rasa ingin tahu

sehinnga siswa akan terdorong menemukan jawaban serta mencari pemecahan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

27

masalah dan siswa akan dapat mengembangkan pengetahuan barunya dengan

sendirinya. Kaitannya dengan materi matematika dalam penelitian ini siswa secara

langsung mengalami atau menemukan sendiri masalah serta pemecahannya,

karena belajar menciptakan hasil karya bukan hanya mendengar, melihat, menulis,

tetapi lebih dari itu yakni dengan cara mengkonstuksi pengetahuan dengan

pengalaman yang mereka miliki.

2.4 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan Siti Rukhani tahun 2013 dengan judul

“Peningkatan Kemampuan Kreativitas Melalui Model Pembelajaran Kontekstual

Pada Anak”. Hasil penelitian tersebut kemudian diuji kebenarannya, agar

mengetahui perubahan kemampuan kreativitas anak adalah diperoleh melalui

perbandingan antara kemampuan kreativitas sebelum menggunakan model

pembelajaran kontekstual dan setelah menggunakan model pembelajaran

kontekstual. Pencapaian keberhasilan biasanya ditetapkan berdasarkan suatu

ukuran standar yang berlaku. Apabila ditetapkan 80% sebagai lambang

keberhasilan, maka pencapaian yang belum mencapai 80% masih perlu dilakukan

tindakan lagi. Hasil penelitian bahwa model pembelajaran kontekstual dapat

memotivasi anak kelompok B TK Assakinah Wirosari Kabupaten Grobogan.

Hal ini dapat dilihat bahwa semula pada kondisi awal menunjukkan 20%,

kemudian pada siklus I menunjukkan 70%, dan pada siklus II menunjukkan 90%.

Penelitian yang telah dilakukan, perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh

guru sudah memilih dan menyiapkan bahan main yang dekat dengan kehidupan

anak, pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru sudah sesuai

dengan RKM dan RKH yang telah dirancang sebelumnya, hal ini memudahkan

guru untuk menyampaikan apersepsi pembelajaran, kelebihan dari pelaksanaan

pembelajaran kontekstual, guru dapat menghadirkan suasana nyata dalam

menyampaikan kegiatan apersepsi pada awal pembelajaran sehingga anak dapat

dengan mudah memahami pembelajaran yang diberikan guru, serta kekurangan

dari pelaksanaan pembelajaran kontekstual yaitu guru kurang mengerti konsep

pembelajaran kontekstual.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

28

2.5 Kerangka Berfikir

Selama ini pembelajaran di kelas B1 TK Ngudi Rahayu II Kopeng masih

belum maksimal karena belum ada inovasi terhadap kondisi lingkungan kelas,

menggunakan pendekatan pemebelajaran mekanistik atau guru lebih banyak

memberikan ceramah, sedangkan siswa cenderung pasif, kurang percaya diri jika

diberi kesempatan untuk bertanya dan mempresentasikan hasil karya di depan

kelas, jika melakukan kesalahan anak akan cenderung putus asa, dan takut

membuat kesalahan jika diminta menyampaikan pendapat serta kebanyakan siswa

meniru jawaban dari jawaban siswa lain jika diberi pertanyaan. Langkah-langkah

pembelajaran atau urutan sajian materi dalam pembelajaran kreativitas yang biasa

dilakukan selama ini adalah pembelajaran yang diawali penjelasan singkat oleh

guru, pemberian contoh, siswa diajarkan teknik/cara pembuatan, kemudian

diakhiri dengan penilaian di depan kelas. Pola itu dilakukan secara monoton dari

waktu ke waktu. Dalam pembelajaran ini konsep yang diterima siswa hampir

semuanya berasal dari apa yang dikatakan oleh guru. Konsekuensinya, bila siswa

diberikan tugas yang berbeda dengan tugas saat latihan maka siswa cenderung

membuat kesalahan. Siswa kurang didorong untuk aktif atau cenderung pasif

dalam mengikuti pembelajaran sehingga mengakibatkan pembelajaran kurang

menarik dan membosankan yang mengakibatkan tingkat pemahaman siswa

menjadi rendah dan berdampak terhadap hasil belajar siswa yang rendah. Hal ini

ditunjukkan dari rata-rata hasil karya siswa.

Berdasarkan kajian teori, dapat diketahui salah satu upaya untuk

menyelesaikan masalah ini adalah dengan penerapan pendekatan CTL.

Pendekatan CTL adalah proses pembelajaran yang membantu siswa melihat

makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara

menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan

keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya

mereka sehingga siswa mampu berpikir kritis dan kreatif, sehingga dapat

menumbuh kembangkan kreativitas dan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Kreativitas

29

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat dituangkan dalam bagan

sebagai berikut:

Gambar 1

Bagan Kerangka Berpikir

2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau

pengutaraan pendapat (teori, preposisi, dsb) meskipun kebenarannya masih harus

dibuktikan. Oleh karena itu agar rumusan jawaban dipecahkan, maka seorang

peneliti memerlukan suatu pedoman yang digunakan sebagai tuntunan. Pedoman

itu berupa jawaban sementara atau hipotesis.

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis

penelitian yaitu, “Pendekatan CTL dapat meningkatkan kreativitas siswa

memanfaatkan bahan limbah pada kelompok B 1 di TK Ngudi Rahayu II Kopeng

kec. Getasan kab. Semarang.”

Kondisi Awal

Tindakan

Kondisi Akhir

Guru belum menggunakan pendekatan CTL dalam

pembelajaran.

Memanfaatkan bahan limbah menggunakan

pendekatan CTL, siswa diharapkan mampu

menghubungkan antara pengalaman belajar disekolah

dengan kehidupan nyata dan meningkatkan

kreativitas.

Kreativitas anak meningkat sesuai indikator.

Kreativitas anak masih rendah.