bab ii kajian teoretis a.konsep dasar supervisi klinis...
TRANSCRIPT
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A.Konsep Dasar Supervisi Klinis
1.Pengertian Supervisi Klinis
Sebelum istilah supervisi dipopulerkan dalam dunia pendidikan, kegiatan
supervisi lebih dikenal dengan istilah inspeksi. Supervisi dan inspeksi
diterjemahkan menjadi pengawasan, namun mempunyai ciri-ciri dan hakekat yang
berbeda. Inspeksi lebih menekankan pada aspek pengawasan sedangkan supervisi
lebih berfokus pada aspek pembinaan (Masaong, 2000:8) sedangkan menurut
Nawawi (1981:103) melihat supervisi secara etiemologis diartikan sebagai
melihat dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan (yang memiliki kelebihan)
terhadap perwujudan kegiatan dan hasil kerja bawahan.
Istilah supervisi yang berasal dari bahasa inggris terdiri dari dua kata,
yaitu: Super yang artinya “di atas: dan Vision, mempunyai arti “melihat” maka
secara keseluruhan supervisi diartikan “melihat dari atas”, dengan demikian
pengertian itulah maka supervisi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh
supervaisor dalam hal ini pengawas dan kepala sekolah sebagai pejabat yang
berkedudukan diatas atau lebih tinggi dari guru untuk melihat atau mengawasi
pekerjaan guru.
Sergiavonni (1979:21) mengemukakan bahwa supervisi klinis sebagai
suatu pertemuan tatap muka antara supervisor dan guru untuk membahas tentang
hal-hal mengajar di dalam kelas supervisi klinis adalah suatu bentuk pembinaan
profesional yang diberikan kepada guru berdasarkan kebutuhan atas pelaksanaan
dan pengkajian balikan tentang penampilan mengajarnya yang nyata untuk
meningkatkan profesionalisme guru melalui proses belajar mengajar.
Kata klinis mengikuti kata supervisi didalamnya tersirat cara kerja bidang
medis, dimana yang memerlukan pertolongan itu datang atau atas permintaan
sendiri karena menyadari akan sesuatu kekurangan (gangguan kesehatan). Dokter
akan menganalisis berdasarkan keluhan pasien dan pada akhirnya memberikan
terapi untuk dilakukan oleh pasien sendiri. Dalam bidang supervisi diharapkan
guru yang mempunyai permasalahan atau kekurangan serta kebutuhan
peningkatan akan mendatang supervisor untuk meminta bantuannya. Supervisor
menerima keluhan guru dan dijadikan dasar daam mendiagonosis apa yang
menjadi kebutuhan guru selanjutnya memberikan terapi. Berdasarkan kondisi
yang demikian maka untuk terlaksananya supervisi klinis di sekolah maka terlebih
dahulu harus ditumbuhkan kesadaran kepada masing-masing pihak terutama
kepada guru-guru. Karena insiatif dimulainya pelaksanaanya supervisi klinis
muncul dari guru itu sendiri walaupun dalam proses pelaksanaanya dibutuhkan
kerjasama yang baik.
Supervisi klinis merupakan bentuk supervisi yang lebih manusiawi dan
bersifat membimbing dalam pelaksanaan supervisi, karena upaya pembinaan guru
ditemukan seindiri oleh guru. Dengan kata lain, guru diberikan kesempatan dan
perioritas utama untuk berinsiatif secara bebas mengemukakan pendapat probadi
kepada supervaisor. Makna supervisi klinis menurut Pidarta (2009:111) bahwa
supervisi klinis sebagai suatu model supervisi klinis adalah suatu proses
bimbingan yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme guru dengan
mengoptimalkan kinerja guru dalam mengajar, mendesain pembelajaran secara
sistematis dan terarah, mulai dari persiapan sampai pada evaluasi pembelajaran.
Sejalan dengan pendapat di atas, Weller (dalam Starratt, 1991:15) mengemukakan
bahwa Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan
pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanaan,
pengamatan, dan analisis intelektual yang insiatif terhadap penampilan mengajar.
Beberapa pengertian di atas supervisi klinis yang telah dikemukakan di
atas terkandung makna supervisi klinis mempunyai beberapa komponen yaitu: (1)
supervisi dilakukan antara pihak yaitu supervaisor dan guru dengan face to face,
(2) supervisi dilakukan secara langsung pada saat proses pembelajaran, supervisi
dapat mengetahui kualitas guru, keperibadiannya, wataknya dan bakatnya, (3)
adanya komunikasi antara guru dengan supervaisor dalam perencanaan, tentang
hasil supervisi maupun sebelum mengadakan supervisi agar kedua diskusi
merupakan umpan balik guru untuk meningkatkan kinerjanya dan bersifat
keberlanjutan sampai target optimal.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis
adalah suatu model supervisi yang ditujukan untuk memperbaiki kegiatan belajar
mengajar dengan melakukan pembinaan profesional yang diberikan kepada guru
berdasarkan kebutuhan melalui siklus yang sistematik dalam perencanaan,
observasi yang cermat atas pelaksanaan dan pengkajian balikan segera dan
objektif tentang penampilan mengajar yang guru laksanakan, untuk memperkecil
kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dan tingkah laku mengajar
yang ideal dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar
mengajar.
B. Sasaran dan Tujuan Supervisi Klinis
Sasaran pembinaan supervisi klinis adalah (1) dilaksanakan dalam suatu
hubungan tatap muka antara supervisi dan guru yang intim dan terbuka, (2)
terpusat pada kebutuhan, (3) observasi dilakukan secara langsung dan cermat, (4)
data observasi terpusat pada tingkah laku aktual guru sewaktu mengajar dan
dideskripsikan secara rinci, (5) analisis interperensi data hasil observasi dilakukan
secara bersama, bukan instruksi (Lasulo, 1995:6).
Disisi lain meskipun menggunakan kata “Klinis” tidaklah dimaksudkan
hanya terbatas pada usaha-usaha perbaikan remedial terhadap kekurangan atau
kesalahan guru saja dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar akan tetapi guru
dapat lebih memperbaiki dan mengembangkan lebih lanjut tentang kegiatan
pembelajaran terhadap peserta didik.
Tujuan supervisi klinis adalah dalam rangka membina pertumbuhan dan
perkembangan para guru secara optimal sehingga diharapkan dapat berimplikasi
pada peningkatan prestasi belajar peserta didik. Sargiovanni (dalam Pidarta
1992:20) mengemukakan tujuan supervisi sebagai berikut: (1) mencapai
pertumbuhan dan perkembangan para peserta didik secara total, (2) membantu
kepala sekolah dalam menyesuaikan program pendidikan dari waktu kewaktu
secara kontinyu, (3) bekerjasama mengembangkan proses belajar mengajar
dengan tepat, (4) membina guru-guru agar dapat mendidik peserta didik dengan
baik, atau menegakkan disiplin dan merepakan nilai-nilai karakter pada diri
peserta didik.
Menurut Pidarta (1995:251) mengemukan supervisi klinis bertujuan untuk
memperbaiki prilaku guru-guru dalam proses belajar mengajar secara aspek demi
aspek dengan insiatif sehingga guru-guru dapat mengajar dengan baik.
Selanjutnya menurut Acheson dan Gall seperti dikutip Bolla (1995:5)
mengemukakan bahwa tujuan supervisi klinis meliputi: (1) menyediakan bagi
guru suatu balikan yang obejektif dari kegiatan mengajar mereka yang baru saja
jalankan. Ini merupakan cermin agar guru dapat melihat apa sebenarnya yang
mereka perbuat sementara mengajar, (2) mendiagonosis dan memecahkan
masalah-masalah mengajar, (3) membantu guru mengembangkan keterampilan
dalam menggunakan strategi-strategi mengajar, (4) sebagai dasar untuk menilai
guru dalam kemajuan pendidikan, promosi jabatan atau pekerjaan, (5) membantu
guru mengembangkan sikap positif terhadap pengembangan diri secara terus
menerus dalam karir dan profesi mereka secara mandiri. Dengan demikian tujuan
supervisi itu sendiri adalah memberikan pembinaan terhadap guru untuk
membentuk berbagai keterampilan mengajar, menyempurnakan berbagai
kekurangan serta mengembangkan keterampilan mengajar yang harus berjalan
secara terpadu dan terintegrasi pada proses mengajar dan mutlak dikuasai dan
diterapkan oleh guru. Keterampilan itu antara lain: (1) ketarmpilan membuka dan
menutup pelajaran, (2) keterampilan mengelolah kelas, (3) ketarmpilan
bertanya,(4) keterampilan menjelaskan, (5) keterampilan meberi penguatan, (6)
keterampilan bervariasi, (7) keterampilan memimpin diskusi kecil, (8)
keterampilan mengajar dikelompok kecil.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dan teori yang telah diuraikan
tentang supervisi klinis dapat dikemukakan bahwa supervisi klinis merupakan
kunci untuk meningkatkan kemampuan profesional guru. Dalam konteks ini
supervaisor maupun guru-guru yang terlibat dalam proses supervisi klinis dapat
bekerja sama mewujudkan tujuan proses pembelajaran secara umum untuk
memperbaiki prilaku guru dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa tujuan supervisi klinis adalah untuk meningkatkan
profesionalitas guru dengan memfokuskan pada perbaikan penampilan guru
mengajar dikelas secara lebih efektif dan efisien.
Dalam usaha memberikan pelayanan profesional kepada guru memberikan
pelayanan profesional kepada guru-guru supervaisor akan menaruh perhatian
terhadap aspek-aspek proses belajar mengajar yang merupakan kondisi bagi
terwujudnya proses belajar mengajar yang efektif. Dalam hal ini tigas dari seorang
supervisor pendidikan adalah mempelajari secara objektif dan terus menerus
tentang proses belajar mengajar dan atas dasar memberikan pelayanan dan
bimbingan profesional yang diperlukan kepada guru-guru. Bantuan supervsi ini
untuk mengenal kesulitan bagi guru dalam menyampaikan bahan pelajaran yang
menyangku aspek psikologi baik guru maupun peserta didik, kemudian
bagaimana tehnik-tehnik mengatasi kesulitan belajar peserta didik dengan
berbagai latar belakang kesulitan yang dihadapi oleh guru. Supervaisor harus
mempunyai kemampuan untuk menyeleksi berbagai sumber materi yang
digunakan oleh guru untuk menngajar. Kegiatan menyeleksi ini dilakukan dengan
cara bedah kurikulum dimulai dengan menganalisis standar kompetensi dan
kompetensi dasar serta materi pelajaran yang dirumuskan oleh guru dalam silabus
mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian seorang
supervaisor hanya akan efektif apabila mampu memahami persoalan belajar
mengajar yang dihadapi oleh guru-guru selanjutnya memberikan bimbingan
profesional yang sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh guru.
Dalam hal ini dapat dilihat dalam diagram supervisi sebagai bagian dari
sistem pembelajaran.
Pengkajian Perbaikan
dan
Ide baru
pengembangan
Pemecahan Masalah Identifikasi
Masalah
S= Supervisor
G= Guru
Masalah KBM
Dialog Profesional
S-S, S-G,G-G
Hasil Pemecahan
Masalah
(saran,ide,gagasan)
KBM
Supervaisor bersama guru mengindentifikasi masalah kesulitan guru
dalam kegiatan belajar mengajar, yang pada akhirnya ditemukan bersama model
perbaikan dan pengembangan pembelajaran. Supervisi sebagai sebagai bagian
sistem pengajaran harus menjamin adanya hasil pemecahan masalah (saran, ide,
gagasan). Pemecahan masalah ini, dilakukan dengan cara dialog profesional
antara supervaisor dengan guru untuk pengkajian ide baru. Sehingga ditemukan
cara perbaikan dan pengembangan kegiatan belajar mengajar. Supervisor secara
teliti mengidentifikasi masalah kegiatan belajar mengajar, dan menentukan
pemecahan masalah KBM dengan cara-cara profesional.
C. Prinsip-Prinsip Supervisi Klinis
Masalah-masalah yang dihadapi dalam supervisi banyak macam dan
ragamnya dengan gejalah-gejalah yang berlainan dan faktor yang berbeda pula.
Supervaisor memiliki pedoman tertentu yang disebut dengan prinsip-prinsip
supervisi. Menurut Rivai (1982:53) membagi prinsip-prinsip supervisi dua bagian
yaitu prinsip positif dan prinsip neagatif. Prinsip positif memiliki profil keharusan
dalam hal: (1) konstruksi dan kreaktif, (2) lebih berdasarkan pada sumber kolektif
atau kelompok daripada usaha-usaha supervaisor sendiri, (3) didasarkan atas
hubungan professional, bukan atas dasar hubungan pribadi, (4) dapat
mengembangkan segi-segi kelebihan yang dipimpin, (5) dapat memberikan
perasaan aman pada anggota-anggota kelompok, (6) didasarkan pada keadaan rill
dan sebenarnya, (7) sederhana dan informal, (8) objektif dan sanggunp
mengadakan evaluasi. Sementara prinsip negatif memiliki profil tidak dizinkan
atau jangan dilakukan yaitu: (1) bersifat mendesak, (2) didasarkan atas kekuasaan/
kedudukan atau dasar kekuasaan pribadi, (3) dilepaskan dari tujuan pendidikan
dan pengajaran, (4) terlalu banyak mengenal soal-soal yang mendetail mengenai
cara-cara mengajar dan bahan pengajaran. Selanjutnya menurut pendapat
Purwanto (1998:35) mengemukakan prinsip-prinsip supervisi klinis yaitu: (1)
dilakukan sesuai dengan kebutuhan guru, (2) hubugan supervaisor dan guru
didasarkan atas kerabat kerja, (3) supervaisor ditunjang sifat keteladanan dan
terbuka, (4) dilakukan secara terus menerus, (5) dilakukan melalui berbagai
wadah yang ada, (6) dipelancar melalui peningkatan koordinasi dan vertikal baik
tingkat pusat maupun daerah. Sejalan dengan pendapat Purwanto, Arikunto
(2004:19) menegaskan pula bahwa agar supervisi dapat memenuhi bahwa
supervisi dapat memenuhi fungsi seperti yang disebutkan terlebuh dahulu
sebaiknya harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) supervisi bersifat
bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru dan staf sekolah lain untuk
mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan, dan bukan mencari-cari kesalahan,
(2) pemberian bantuan dan bimbingan dilakukan secara langsung artinya bahwa
bimbingan dan bantuan tersebut tidak diberikan secara langsung tetapi harus
diupayakan agar pihak yang bersangkutan tanpa paksa atau dibukakan hatinya
sendiri dan dapat merasa sendiri untuk dapat mengatasi masalah sendiri, (3)
apabila supervaisor atau kepala sekolah merencanakan akan memberikan saran
atau umpan balik, sebaiknya disampaikan segera mungkin agar tidak lupa, (4)
kegiatan supervisi sebaiknya dilakukan secara berkala, (5) suasana yang terjadi
selama supervisi berlangsung hendaknya mencerminkan adanya hubungan yang
baik antara supervaisor dengan disupervisi, (6) untuk menjaga agar apa yang
dilakukan dan yang ditemukan tidak hilang atau terlupakan, sebaiknya supervisor
membuat catatan singkat, berisi hal-hal penting yang diperlukan untuk membuat
laporan.
Prinsip-prinsip yang telah diuraikan di atas, menujukan bahwa
pelakasanaan supervisi klinis seharusnya supervaisor memperhatikan prinsip-
prinsip dalam hal menerapkan supervisi klinis. Dengan adanya prinsip dalam
kegiatan supervisi ini dapat mengarahkan pelaksanaan supervisi sehingga tidak
terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaannya sehingga supervaisor tidak terkesan
bahwa hanya mencari-cari kesalahan yang terjadi pada guru dalam kegiatan
belajar mengajar.
D. Pelaksanaan Model Supervisi Klinis
Supervisi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru
dalam proses pembelajaran melalui pemberiaan pembinaan profesional kepada
guru. Wiles (dalam Imron 1995:45) mengatakan secara umum supervisi bertujuan
untuk memberikan bantuan dalam mengembangkan situasi belajar mengajar lebih
baik. Untuk pelaksanaan supervisi supervaisor mampu mengetahui model-model
pelaksanaan supervisi klinis dalam mengembankan kemampuan profesional guru .
1. Model-model siupervisi
Sebagai wacana perbandingan dalam memilih model yang tepat, dalam
pelaksanaan supervisi di sekolah, maka secara ringkas akan dibahas model-model
supervisi yang terdiri atas:
a. Model supervisi klinis
supervisi klinis adalah suatu bentuk supervisi yang difokuskan pada
peningkatan kualitas mengajar dengan siklus yang sistematik yang meliputi
langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan pengamatan serta analisis intensif dan
cermat tentang penampilan mengajar yang nyata serta bertujuan untuk
mengadakan perubahan dengan rasional. Waller (dalam Purwonto, 1987:90)
memberikan definisi tentang supervisi klinis sebagai berikut: supervisi difokuskan
pada perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap
perencanaan, pengamatan dan analisis intelektual yang intensif terhadap
penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi
yang rasional. Selanjutnya. Selanjutnya menurut Ackeson dan Gall (dalam
Nurtain, 1989:253) mengatakan supervisi klinis sebagai proses membantu guru
memperkecil ketimpangan (kesenjangan) antara perilaku mengajar yang nyata
dengan prilaku mengajar yang ideal. Secara tehinikmodel supervisi yang terdiri
dari tiga fase yaitu: (1) pertemuaan perencanaan, (2) observasi kelas dan (3)
pertemuan balikan. Bolla (dalam Purwanto 1987:91) menyimpulkan supervisi
klinis sebagai proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan
profesional guru, khususnya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi
dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pengangan untu perubahan
tingkah laku.
b. Model Cooperative Profesional Development (CPD)
Allan Glatthon (Masaong, 2001:72) mengemukakan model kerjasama
pengembangan profesional diartikan sebagai proses yang diformulasikan secara
moderat oleh dua atau lebih guru yang setuju bekerjasama untuk menumbuhkan
keprofesionalan, biasanya melalui saling mengadakan observasi kelas, saling
memberikan serta diskusi mengenai masalah-masalah supervisi. Dengan demikian
guru-guru dapat berunding saling memberikan balikan secara informal dan
mendiskusikan isu-isu pembelajaran.
Kerjasama pengembangan profesional memiliki berbagai keuntungan
antara lain: (1) merupakan wahana bagi guru untuk mengetahui pekerjaan guru
lainya, (2) memberikan suatu mekanisme bagi guru untuk berkomunikasi satu
sama lain mengenai belajar dan pembelajaran, (3) kegiatannya yang bersifat
kontinyu akan sangat meningkatkan motivasi bagi guru-guru, (4) interaksi
intelektual akan memberi efek induksi, karena akan saling mnerima dan saling
memberi, (5) melalui kerjasama pengembangan profesi akan menimbulkan kesan
adanya upaya perbaikan inovatif, disiplin, self control dalam pelaksanaan tugas
mengajar.
Dalam merencanakan dan menerapkan supervisi model CPD, kepala
sekolah/supervaisor hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) guru
diikutkan dalam menentukan siapa yang dapat diajak kerjasama, (2) kepala
sekolah hendaknya bertindak sebagai penanggungjawab terakhir dalam
pembentukan tim CPD, (3) struktur CPD hendaknya bersifat formal serta
memberikan deskripsi umum tentang kegiatan CPD, (4) kepala
sekolah/supervaisor hendaknya memberikan sumber-sumber yang diperlukan dan
dukungan administrasi, (5) kepala sekolah/supervisor tidak menerima informasi
mengenai hasil kerja tim, (6) kepala sekolah/supervisor perlu mengadakan
evaluasi data, (7) masing-masing guru hendaknya mencatat sendiri perkembangan
profesional sebagai hasil dari kegiatan CPD, (8) kepala sekolah/supervaisor
mengadakan pertemuan dengan tim.
c. Model individualized profesional develpoment (IPD)
Dalam model ini guru bekerja sendiri memikul tanggung jawab
pengembangan profesionalnya. Guru yang dipilih dalam supervisi ini adalah guru-
guru yang mengembangkan rencana tahunan, target atau tujuan dari kebutuhan-
kebutuhan personal guru menurut penilaiannya sendiri.
Langkah-langkah proses supervisi model IPD adalah sebagai berikut:
1. Perangkat target, bertolak dari observasi, pertemuan, ringkasan laporan,
episode, supervisi klinis atau cara-cara penilaian pribadi lainnya dari tahun
sebelumnya, maka guru mengembangkan target atau tujuan yang ingin dicapai
dalam memperbaiki pembelajarannya. Semua target harus ditinjau.
2. Meninjau kembali perangkat target. Setelah meninjau kembali setiap target dan
perkiran waktu, kepala sekolah/supervisor menyampaikan tanggapan tertulis
kepada guru. Selanjutnya pertemuan dijadwalkan untuk membicarakan semua
target dan rencana.
3. Pertemuan dan membicarakan perangkat target. Pertemuan ini membicarakan
target, perkiraan waktu, dan tanggapan yang dilakukan oleh guru dan kepala
sekolah sebagai cek dan ricek semua target untuk disepakati bersama.
Mungkin merupakan gagasan jika kepala sekolah/supervaisor menyampaikan
ringkasan hasil pertemua itu secara tertulis kepada guru dan kepala
sekolah/supervaisor sebaiknya menyampaikan ringkasan tertentu.
4. Proses penilaian. Penilaian pada saat kesimpulan dari pertemuan membicarakan
perangkat target dan dilanjutkan sesuai dengan perkiraan wakru. Khususnya
penilaian itu tergantung pada setiap target dan mencakup observasi kelas,
analisis kegiatan kelas, evaluasi penilaian. Informasi dan penyusunannya
dalam suatu daftar guna untuk memperoleh masukan dan atau koreksi dari
kepala sekolah.
3 Ringkasan penilaian. Kepala sekolah/supervaisor dan guru meninjau catatan
setiap target, kemudian guru dan kepala sekolah/supervisor merencanakan
siklus IPD. Pendekatan supervisi yang sangat tergantung pada perangkat target
tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Perangkat target yang dimaksudkan
adalah untuk membantu dan memudahkan, bukan untuk menghalangi proses
perbaikan itu sendiri
d. Model informal supervision (IS).
Supervisi informal mestinya masuk kedalam model supervisi sistem
terpisah. Supervisi ini secara relatif dilakukan oleh kepala sekolah/supervisor pada
saat guru bekerja yaitu observasi terhadap guru yang sering dilakukan secara
singkat dan informal.model ini tidak melalui perjanjian dan perkunjungan tidak
melalui pembicaraan terlebih dahulu menurut Glatthon (Masaong 2001:81)
merujuk supervisi informal sebagai “pemantauan administrasi dan menyatakan
bahwa hal itu barangkali lebih bersifat mekanisme pengawasan daripada suatu
proses perbaikan.
e. Model Supportive supervision (SS)
Supportive supervision adalah salah satu sistem dimana supervaisor dan
guru bekerja sama mengukur dan memaksimalkan kinerja guru. Supervisi lainnya
yang berpusat pada prilaku guru dalam pembelajaran. Sipervision berpusat pada
prilaku peserta didik, sikap dan hasil belajar peserta didik dianalisis untuk
dikembangkan. Selama proses supervisi lebih diorientasikan pada tindakan
peserta didik, sedangkan guru dan supervaisor tidak menganalisis atau mengkritik
secara negatif.
Aspek penilaian peserta didik dapat dilihat pada aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik sebagaimana yang dikembangkan oleh taksonomi Bloom. Aspek
kognitif mengacu pada tingkat pemahaman secara konseptual/teoritis peserta
didik. Aspek afektif mengacu pada sikap dan komitmen peserta didik dan
komitemen peserta didik terhadap nilai-nilai kandungan dari berbagai konsep
yang diberikan oleh guru. Aspek psikomotorik berorientasi pada tingkat
keterampilan penggunaan motorik peserta didik mengaplikasikan berbagai
teori/konsep yang telah diberikan saat pembelajaran berlangsung.
E. Prosedur Pelaksanaan Supervisi Klinis
Supervisi klinis dilaksanakan menurut suatu prosedur tertentu, yakni suatu
rangkaian langkah-langkah yang akan ditempuh pada waktu melaksanakan
supervisi klinis. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: (1) guru yang
merasakan mempunyai masalah mendatang supervaisor untuk minta dibimbing
dalam mengatasi masalah yang dialami, (2) supervaisor mengajak guru untuk
berdiskusi, sampai pada tahap kesepakan, (3) guru melakukan percobaan tentang
cara mengatasi masalah, sedangkan supervaisor mengamati dan membuat catatan,
(4) supervaisor dan guru mengadakan kesepakatan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi oleh guru, (5) guru melaksanakan uji coba pemecahan masalah yang
disepakati dengan supervaisor pada pertemuan awal.
Menurut Cogan (1973:12) terdapat delapan langkah dalam prosedur
supervisi klinis yaitu: (a) pembinaan hubungan guru dengan supervaisor, (b)
perencanaan dengan guru, (c) perencanaan strategi observasi, (d) mengobservasi
pengajaran, (e) analisis proses pembelajaran, (f) perencanaan strategi pertemuan,
(g) pertemuan, (h) perencanaan ulang. Selanjutnya menurut Lasulo (1998:10)
supervisi klinis berlangsung dalam siklus dengan tiga tahapan yaitu: (1) tahap
pertemuan, (2) tahap observasi, (3) tahap pertemuan balikan.
Kegiatan-kegiatan dari ketiga tahap dapat diuraikan berikut ini:
1 Tahap Pertemuan Awal
Tujuan observasi pra observasi awal untuk menyusun tindakan pra
observasi adalah untuk menyusun tindakan-tindakan pada supervisi klinis.
Sementara konsultasi pada pra observasi adalah untuk membangun kerjasama
menentukan tujuan khusus pada observasi awal untik itu tempat dan waktu
observasi ditentukan dengan seksama. Dengan tujuan dari observasi harus dapat
melahirkan ide-ide yang dapat membantu guru mengontrol kelasnya. Data
tersebut disusun untuk menjawab kebutuhan guru. Aktivitas-aktivitas yang
dilaksanakan supervaisor pada pertemuan awal adalah: (1) supervisor membentuk
repport (kepercayaan diri) guru, sehingga terdapat suasana kolegalitas antara
keduanya. Dengan adanya pembentukan report ini, maka supervaisor dan guru
bisa saling terbuka mengenai apa saja, guru akan terbuka tentang diri mereka, jika
supervaisor juga terbuka atas dirinya, (2) supervaisor bersama-sama dengan guru
membicarakan rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh guru setiap
komponennya secara berurutan, (3) supervaisor bersama guru menggenali jenis-
jenis keterampilan mengajar dengan maksud agar dapat memilih jenis
keterampilan tertentu didalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, (4)
supervaisor dengan guru mengembangkan instrumen yang akan dipakai sebagai
panduan untuk mengobeservasi keterampilan mengajar guru.
2. Tahap Observasi Kelas (Pengamatan Proses Pembelajaran)
Dalam pelaksanaan observasi mengajar, adanya langkah-langkah yang
ditempuh oleh supervaisor sebagai berikut: (1) memasuki ruangan kelas yang
dimana guru sementara melaksanakan kegiatan mengajar secara bersama-sama,
(2) guru memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang maksud supervsior
keruang kelas, (3) guru mempersilakan kepada supervisor menempati tempat yang
telah disediakan, (4) supervaisor mengobservasi penampilan mengajar guru
dengan menggunakan format observasi yang telah disepakati, (5) setelah proses
pembelajaran selesai, guru bersama supervaisor meninggalkan ruang kelas dan
berpindah keruangan khusus untuk melaksanakan aktivitas pembinaan.
3, Tahap Pertemuan Balikan
Langkah-langkah pada tahap pertemuan balikan ini meliputi (1)
supervaisor memberikan penguatan kepada guru yang baru saja mengajar, (2)
supervaisor bersama-sama dengan guru membicarakan kembali bentuk program
pembelajaran yang pernah dilakukan, mulai dari tujuan pengajaran yang pernah
dirumuskan dan bermaksud dicapai dalam pengajaran, materi pengajaran yang
disajikan, metode serta media yang dipergunakan dan evaluasi pengajaran, (3)
supervisor menujukan hasil observasi yang dilakukan berdasarkan format atau
instrumen observasi yang pernah disepakati, (4) supervaisor menanyakan kepada
guru, bagaimana perasaanya dengan hasil observasi tersebut, (5) supervisor
bersama-sama dengan guru menyimpulkan hasil pencapaian latihan pengajaran
yang telah dilakukan. Setelah itu guru dan supervaisor bersama-sama menyusun
kembali rencana kegiatan berikutnya. Agar penerapan supervisi klinis benar-benar
mencapai tingkat optimalisasi, maka seorang supervisor haruslah menguasai
beberpa tehinik dasar observasi klinis dengan menggunakan pendekatan tak
langsung.
Pidarta (1995:45) mengemukakan bahwa proses supervisi klinis dapat
ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) pertemuan awal atau
perencanaan; pertemuan awal ini langkah-langkah yang diambil sebagai berikut:
(a) supervaisor menciptakan hubungan yang baik secara akrab dan terbuka dengan
cara menjelaskan makna supervisi klinis sehingga guru yang disupervisi dapat
meningkatkan partisipasinya, (b) supervisor dengan guru membicarakan tentang
rencana mengajar yang akan dilaksanakan sehingga bisa di angkat aspek-aspek
yang akan diperbaiki, (c) membuat prioritas aspek-aspek prilaku yang akan
diperbaiki, (d) membentuk hipotesis sebagai cara atau bentuk perbaikan pada sub
topic bahan pelajaran tertentu, (2) persiapan kegiatan ini mencakup: (a) bagi guru
tentang cara mengajar yang baru dihipotesis, (b) bagi supervaisor tentang cara dan
alat observasi seperti tape recprder, daftar cek, (3) pelaksanaan kegiatan terdiri
dari: (a) guru mengajar dengan tekanan khusus pada aspek prilaku yang
diperbaiki, (b) supervaisor mengobservasi. (4) menganalisis hasil belajar secara
terpisah, (5) pertemuan akhir. Pertemuan ini dilakukan melalui kegiatan sebagai
berikut: (a) guru memberi tanggapan, penjelasan dan pengakuan (b) supervisor
memberikan ulasan/tanggapan, (c) menyimpulkan bersama-sama hasil yang telah
dicapai, (d) menentukan rencana berikutnya berupa mengulang, dan memperbaiki
aspek-aspek lain.
F. Kompetensi Supervaisor Dalam Penerapan Supervisi Klinis
Peratutan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2007 Tentang Kompetensi Pengawas, meyebutkan bahwa ada sejumlah
kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang pengawas atau supervaisor, yaitu:
(1) kompetensi keperibadian, (2) kompetensi manajerial, (3) kompetensi supervisi
akademik, (4) kompetensi evaluasi pendidikan, (5) kompetensi penelitian
pengembangan, serta (6) kompetensi sosial, penjabaran dari sejumlah kompetensi
tersebut dapat dijelaskan berikut ini:
Kompetensi keperibadian meliputi: (a) memiliki tanggung jawab sebagai
pengawas satuan pendidikan, (b) kreaktif dalam bekerja dan memecahkan
masalah baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya maupun tugas-tugas
jabatannya, (c) memiliki rasa ingin tahu akan hal-hal baru tentang pendidikan dan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang menunjang tugas pokok dan tanggung
jawabnya, (d) menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan pada stakeholder
pendidikan.
Kompetensi manajerial yang meliputi: (a) penguasaan metode, tehnik dan
prinsip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah,
(b) menyusun program pengawasan berdasarkan visi, misi, tujuan dan program
pendidikan di sekolah, (c) menyusun metode kerja dan instrumen yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan di sekolah, (d) membina
kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan konseling di
sekolah, (e) mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil
yang dicapainya untuk menentukan kelebihan dan kekurangan dalam
melaksanakan tugas pokoknya di sekolah.
Kompetensi supervisi akademik yang meliputi: (a) memahami konsep,
prinsip, teori, dasar, karakteristik dan kecenderungan perkembangan proses
pembelajaran setiap bidang pengembangan mata pelajaran di sekolah, (b)
membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas atau
dilapangan untuk mengembangkan potensi peserta didik.
Kompetensi evaluasi pendidikan meliputi: (a) membimbing guru dalam
menentukan aspek-aspek yang penting dinilai dalam pembelajaran, (b) menilai
kinerja kepala sekolah, guru dan staf dalam melaksanakan tugas pokok dan
tanggung jawabnya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran, (c)
memantau pelaksanaan pembelajaran dan hasil belajar peserta didik serta
menganalisisnya untuk perbaikan mutu pembelajaran di setiap bidang
pengembangan mata pelajaran di sekolah, (d) membina guru dalam memanfaatkan
hasil penilaian untuk perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran.
Kompetensi penelitian pengembangan meliputi: (a) menguasai berbagai
pendekatan, jenis, metode penelitian dalam pendidikan, (b) memberikan
bimbingan kepada guru tentang penelitian tindakan kelas, baik perencanaan
maupun pelaksanaannya di sekolah.
Kompetensi sosial yaitu: (a) bekerjasama dengan berbagai pihak dalam
rangka peningkatan kualitas diri untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya, (b) aktif dalam kegiatan organisasi profesi seperti: PGRI, ISPI dan
organisasi kemasyarakatan lainnya
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemikakan bahwa kompetensi pada
dasarnya merupakan deskripsi tentang berbagai hal yang seyognya dapat
dilakukan sesorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil
yang dapat ditampilkan atau ditunjukan. Agar dapat melakukan sesuatu dalam
pekerjaannya, sesorang dituntut memiliki kemampuan (ablitity) dalam bentuk
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai
dengan bidang pekerjaannya. Mengacu dari kompetensi di atas, maka dalam hal
ini kompetensi pengawas sekolah dapat dimaknai sebagai deskripsi tentang
berbagai hal yang seyognya dapat dilakukan seorang pengawas sekolah dalam
melaksanakan pekerjannya, baik berupa kegiatan maupun hasil yang dapat
ditunjukan dalam mencapai kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efisen.