bab ii kajian teori - abstrak.uns.ac.id · digolong ke dalam empat macam sesuai dengan peristiwa...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN TEORI
Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia yang belajar. A.L. Kroeber dan C. Kluckhpohn
pernah mengumpulkan definisi kebudayaan yang pernah dinyatakan orang-orang
kemudian hasil penelitian itu diterbitkan bersama menjadi Culture Critical Review
of Concepts and Definitions(1952). Berdasarkan hal tersebut, Koentjaraningrat
dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Antropologi menyebutkan bahwa
“Budaya adalah daya, dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan
kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa.”
J.J Honigmann yang dalam bukunya The World of Man membedakan
bahwa terdapat tiga gejala kebudayaan yaitu idea, activities dan artifacts.
Koentjaraningrat pun menjabarkan menjadi sebagai berikut:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide dasar, gagasan, nilai-
nilai norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud ini merupakan wujud
ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto, ada
dalam pikiran masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
Ahli antropologi dan sosiologi menyebut wujud ini sebagai sistem budaya atau
adat istiadat.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola
dari manuasia dalam masyarakat. Wujud ini merupakan sistem sosial
mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial terdiri dari
8
aktivitas manusia yang berinteraksi berhubungan serta bergaul satu dengan
yang lain, selalu menuruti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ini
berupa kebudayaan fisik dan tidak memerlukan banyak penjelasan karena
berupa hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya manuia dalam
masyarakat. Maka sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-
hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto.
Suatu keseluruhan yang terintegritasi, pada waktu analisa, membagi
keseluruhan itu ke dalam unsur-unsur besar yang disebut unsur-unsur kebudayaan.
Ada tujuh unsur yaitu:
1. Bahasa
2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencaharian hidup
6. Sistem religi
7. Kesenian
A. Upacara Adat
Upacara adat merupakan salah satu cara menelusuri jejak sejarah
masyarakat Indonesia pada masa praaksara. Di Indonesia terdapat beraneka ragam
ritual keagamaan yang dilaksanakan dan dilestarikan oleh masing-masing pen-
dukungnya. Ritual keagamaan tersebut mempunyai bentuk atau cara melestarikan
serta maksud dan tujuan yang berbeda-beda antara kelompok masyarakat yang
satu dengan masyarakat yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan
9
lingkungan tempat tinggal, adat serta tradisi yang diwariskan secara turun
temurun. Upacara keagamaan dalam kebudayaan suku bangsa biasanya meru-
pakan unsur kebudayaan yang paling tampak lahir. Namun dalam agama-agama
lokal atau primitif ajaran-ajaran agama tersebut tidak dilakukan dalam bentuk
tertulis tetapi dalam bentuk lisan sebagaimana terwujud dalam tradisi-tradisi atau
upacara-upacara.
Dalam pelaksanaan upacara keagamaan masyarakat mengikutinya
dengan rasa khidmat dan merasa sebagai sesuatu yang suci sehingga harus di
laksanakan dengan penuh hati-hati dan bijaksana, mengingat banyaknya hal yang
dianggap tabu serta penuh dengan pantangan yang terdapat di dalamnya. Di mana
mereka mengadakan barbagai kegiatan berupa pemujaan, pemudahan dan
berbagai aktifitas lainnya seperti makan bersama, menari, dan menyanyi serta di
lengkapi pula dengan beraneka ragam sarana dan peralatan. Aktifitas upacara adat
yang berkaitan erat dengan sistem religi merupakan salah satu wujud kebudayaan
yang paling sulit dirubah bila dibandingkan dengan unsur kebudayaan yang
lainnya. Bahkan sejarah menunjukan bahwa aktifitas upacara adat dan lembaga-
lembaga kepercayaan adalah untuk perkumpulan manusia yang paling
memungkinkan untuk tetap dipertahankan.
Dalam rangka pokok antropologi tentang religi, juga dibicarakan sistem
ilmu gaib sehingga dapat dibagi menjadi dua pokok khusus yaitu sistem religi dan
sistem ilmu gaib. Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi
berdasarkan atas suatu getaran jiwa yang biasanya disebut emosi keagamaan atau
religious emotion. Emosi keagamaan ini biasanya pernah dialami oleh setiap
manusia walaupun getaran emosi itu mungkin hanya berlangsung beberapa saat
10
saja. Emosi keagaman itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-
tindakan yang bersifat religi. Emosi keagamaan menyebabkan bahwa suatu benda,
tindakan atau gagasan, mendapat suatu nilai keramat(sacred value), dan dianggap
keramat. Benda-benda, tindakan-tindakan atau gagasan-gagasan yang biasanya
tidak keramat (profane) tetapi apabila dihadapi oleh manusia memiliki emosi
keagamaan, ia seolah-olah terpesona pada benda-benda, tindakan-tindakan, dan
gagasan-gagasan tadi dan nilainya menjadi keramat. Dengan demikian emosi
keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama dengan unsur
yang lainnya yaitu sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan dan suatu umat
yang menganut religi itu.
Sistem keyakinan secara khusus mengandung banyak sub-unsur lagi.
Koentjaraningrat (1990) menyebutkan bahwa para ahli antropologi menaruh
perhatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa yang baik maupun yang jahat,
sifat-sifat dan tanda-tanda dewa-dewa, konsepsi tentang makhluk-makhluk halus
lainnya seperti roh-roh leluhur, roh-roh lain yang baik ataupun jahat, hantu dan
lain-lain, dewa tertinggi dan pencipta alam, masalah terciptanya dunia dan
alam(kosmogoni), masalah mengenai bentuk dan sifat-sifat dunia dan alam
(kosmologi), konsepsi tentang hidup dan maut, konsepsi tentang dunia roh dan
dunia akhirat dan sebagainya.
Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung empat aspek yang
menjadi perhatian khusus dari para ahli antropologi ialah sebagai berikut:
1. Tempat upacara keagaamaan dilakukan (makam, candi, pura kuil, gereja,
masjid)
11
2. Saat-saat upacara keagamaan dijalankan (saat-saat beribadah, hari-hari
keramat)
3. Benda-benda dan alat-alat upacara (patung melambangkan dewa, alat bunyi-
bunyian seperti suling, lonceng, gamelan)
4. Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara (pendeta, shaman,
dukun, biksu)
Upacara itu sendiri memiliki banyak unsur-unsur yaitu:
1. Bersaji
2. Berkorban
3. Berdoa
4. Makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa
5. Menari tarian suci
6. Menyanyi nyanyian suci
7. Berprofesi atau berpawai
8. Memainkan seni drama suci
9. Berpuasa
10. Intoksikasi atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk
mencapai keadaan mabuk(trance)
11. Bertapa
12. Bersemedi
Sub-unsur ketiga dalam rangka religi adalah sub unsur mengenai umat
yang menganut agama atau religi yang bersangkutan. Secara khusus sub-unsur itu
meliputi misalnya tentang pengikut suatu agama, hubungan satu dengan yang lain,
hubungannya dengan para pemimpin agama baik dalam saat adanya upacara
12
keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari dan tentang organisasi dari para
umat, kewajiban serta hak-hak para warganya.
Salah satu bagian dari Indonesia yang lekat dengan adat-istiadat
keagamaan adalah pulau Jawa. Daerah kebudayaan Jawa meliputi seluruh bagian
tengah dan timur dari pulau jawa. Ada daerah-daerah yang secara kolektif sering
disebut sebagai daerah Kejawen. Sebelum terjadi perubahan status wilayah seperti
sekarang ini, daerah itu adalah Banjar, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun
Malang dan Kediri. Daerah itu dinamakan Pesisir dan Ujung Timur. Sehubungan
dengan hal itu, dua daerah luas bekas kerajaan Mataran sebelum terpecah pada
tahun 1755 yaitu Yogyakarta dan Surakarta merupakan pusat dari kebudayaan itu.
Di dalam wilayah Kejawen terdapat kelompok-kelompok masyarakat orang Jawa
yang masih mengikuti atau mendukung kebudayaan jawa ini. Pada umumnya
mereka membentuk kesatuan-kesatuan hidup setempat yang menetap di desa-desa.
Agama islam umumnya berkembang baik di dalam masyarakat orang
Jawa namun masih ada orang-orang pemeluk agama Nasrani atau agama besar
lainnya. Hal ini tampak nyata pada bangunan-bangunan khusus untuk tempat
beribadah orang-orang yang bergama Islam. Walaupun demikian tidak semua
penganut agama Islam di Jawa berlandasan atas kriteria pemeluk agamanya, ada
yang disebut Islam Santri dan Islam Kejawen.
Orang santri merupakan penganut agama Islam di Jawa yang secara
patuh dan teratur menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Sedangkan golongan
orang Islam Kejawen, walaupun tidak selalu menjalankan kewajiban agamanya
namun percaya pada ajaran keimanan agama Islam. Mereka menyebut Tuhan
dengan Gusti Allah dan Nabi Muhammad SAW adalah Kanjeng Nabi.
13
Kebanyakan orang Jawa percaya bahwa hidup manusia di dunia sudah
diatur dalam semesta sehingga tidak sedikit dari mereka bersikap nerimo, yang
menyerahkan diri kepada takdir. Orang Jawa percaya ada suatu kekuatan yang
melebihi segala kekuatan, yaitu kasakten. Kemudian arwah roh leluhur dan
makhluk-makhluk halus seperti misalnya memedi, lelembut, tuyul dedemit serta
jin dan lainnya yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka.
Menurut kepercayaan masing-asing makhluk halus tersebut dapat
mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, ataupun keselamatan, tetapi sebaliknya
bisa menimbulkan gangguan pikiran, kesehatan, bahkan kematian. Apabila
seseorang ingin hidup tanpa menderita gangguan tersebut, ia harus berbuat
sesuatu seperti berpuasa, berpantang melakukan perbuatan serta makan makanan
tertentu, melakukan selamatan dan bersaji.
Selamatan adalah suatu upacara makan bersama makanan yang telah
diberi doa sebelum dibagi-bagikan. Selamatan itu tak terpisahkan dari pandangan
alam pikiran dan erat hubungannya dengan kepercayaan kepada unsur-unsur
kekuatan sakti maupun makhluk-makhluk halus tadi. Upacara selamatan dapat
digolong ke dalam empat macam sesuai dengan peristiwa atau kejadian dalam
kehidupan manusia sehari-hari yakni:
1. Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang seperti hamil tujuh bulan
(mitoni), upacara potong rambut pertama, upacara menyentuh tanah untuk
pertama kali, upacara menusuk telinga, sunat, kematian, serta saat-saat setelah
kematian,
2. Selamatan yang berkaitan dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian
dan setelah panen padi,
14
3. Selamatan berhubung dengan hari-hari serta bulan-bulan besar Islam,
4. Selamatan pada saat-saat yang tidak tertentu, berkenaan dengan kejadian-
kejadian seperti perjalanan jauh, menempati rumah baru, menolak bahaya
(ngruwat atau ruwatan), janji jika sembuh dari sakit(kaul) dsb.
B. Ruwatan sebagai Salah Satu Upacara Adat
Ruwat dalam bahasa Jawa sama dengan kata luwar, berarti lepas atau
terlepas. Diruwat artinya dilepaskan atau dibebaskan. Pelaksanaan upacara itu
disebut ngruwat atau ruwatan, berarti melepaskan atau membebaskan, ialah
membebaskan atau melepaskan dari hukuman atau kutukan dewa yang
menimbulkan bahaya, malapetaka atau keadaan yang menyedihkan. Ngruwat
dapat juga berarti dipulihkan atau dikembalikan pada keadaan semula, tetapi juga
menolak bencana yang diyakini akan menimpa pada diri seseorang, mentawarkan
atau menetralisir kekuatan gaib yang akan membahayakan. Dalam tradisi Jawa,
ruwatan merupakan prosesi spiritual untuk membuang kesialan hidup orang-orang
yang sedang dalam sukerta (susah). Orang-orang sukerta ini, menurut legenda
atau cerita rakyat adalah orang-orang yang akan dimangsa oleh Batara Kala.
1. Jenis Ruwatan
Kepercayaan yang ada dalam masyarakat Jawa memiliki banyak
keragaman, baik berbentuk ritual atau upacara, maupun hal-hal lain yang
bersifat spiritual. Ruwatan salah satu kepercayaan masyarakat Jawa yang
cukup penting. Ruwat dapat dibagi dalam tiga jenis ritual yang paling umum
dan sering dilakukan dalam masyarakat Jawa(Ragil, 2008:2) yaitu:
15
a) Ruwat diri sendiri adalah ruwatan yang dilakukan dengan tujuan
menghindari diri dari kesialan yang ada dalam dirinya. Ruwatan semacam
ini biasanya dilakukan oleh sang spiritualis,
b) Ruwat untuk orang lain, spiritualis melakukan ruwatan pada orang lain,
c) Ruwat untuk umum, ruwatan semacam ini biasanya dilakukan untuk
meruwat suatu wilayah, atau pekarangan dan menghilangkan kekuatan
unsur alam yang ada di dalamnya.
2. Tujuan Ruwatan
Sama seperti ritual lain yang memiliki tujuan tertentu, menurut Ragil
Pamungkas dalam buku Tradisi Ruwatan menjabarkan tujuan dari ruwatan
ialah untuk menghindarkan diri dari ketidakberuntungan yang datang dari
Sang Maha Kala. Keberadaan Bathara Kala ini sebenarnya tidak selalu mutlak
ada di saat dilakukannya ruwatan, tetapi Bethara Kala sendiri sering
disebutkan sebagai simbol keberadaannya dalam hidup manusia.
Bathara Kala tidak harus ada dalam sebuah ritual ruwatan karena tidak semua
ruwatan memiliki tujuan untuk menghindarkan diri dari Bathara Kala, tetapi
terkadang memiliki tujuan untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang
ditimbulkan oleh alam atau makhluk halus. Kekuatan alam bisa merupakan
sebuah bencana, karena menjadi sebuah ketakutan mana kala bencana tersebut
sudah memberi informasi bahwa ia akan datang pada waktu tertentu.
Ketakutan semacam ini pun menjadikan manusia, tidak hanya masyarakat
Jawa, merasakan akan dekatnya dengan kematian. Dalam kepercayaan Jawa,
bencana dapat dihindarkan dengan melakukan acara ruwatan. Jika saja
16
bencana tetap datang, kemungkinan akan menelan korban jiwa yang sedikit
jika dibandingkan tidak melakukan ruwatan.
C. Ruwatan Potong Rambut Gimbal di Dieng sebagai Salah Satu Upacara
Adat di Jawa Tengah
Daerah Dataran Tinggi Dieng terletak di Kecamatan Kejajar Kabupaten
Wonosobo Jawa Tengah, Kondisi alamnya berbukit-bukit banyak terdapat sumber
mata air dengan berbagai corak, sumber mata air untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, sumber air panas, dan sumber air asam. Dari kondisi alamnya
yang unik, Wonosobo menyimpan berbagai misteri yang patut disingkap dan
disimak, salah satunya adalah Ruwatan Cukur Rambut Gembel yang secara
tradisional hingga kini masih berjalan turun temurun, terutama di Dataran Tinggi
Dieng dan Lereng Sindoro Sumbing.
Anak gimbal Dieng terlahir normal, sama dengan anak-anak yang lain.
Pada suatu fase, tiba-tiba rambut mereka berubah menjadi gimbal dengan
sendirinya. Berbagai penelitian untuk menyelidiki penyebabnya secara ilmiah
belum membuahkan hasil. Pada kesehariannya anak-anak ini tidak jauh berbeda
dan tidak diperlakukan spesial dibandingkan teman-temannya. Hanya saja mereka
cenderung lebih aktif, kuat dan agak nakal. Apabila bermain dengan sesama anak
gimbal, pertengkaran mereka cenderung sering terjadi di antara mereka. Warga
Dieng pecaya bahwa mereka ini keturunan pepunden atau leluhur abadi pendiri
Dieng, yaitu Kyai Kolodete dan ada makhluk gaib yang “menghuni” dan
“menjaga” rambut gimbal ini. Gimbal bukanlah genetik yang bisa diwariskan
secara turun menurun. Dengan kata lain, tidak ada seorangpun yang tahu kapan
dan siapa anak yang akan menerima anugerah ini. Konon Kyai Kolodete pernah
17
berpesan agar masyarakat benar-benar menjaga dan merawat anak yang memiliki
rambut gimbal.
D. Komik
1. Pengertian Komik
Menurut kamus besar bahasa Indonesia komik adalah cerita bergambar
(di majalah, surat kabar atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna
dan lucu. Komik adalah cerita yang bertekanan pada gerak dan tindakan yang
ditampilkan lewat urutan gambar yang dibuat secara khas dengan paduan kata-
kata. Secara umum komik adalah cerita bergambar yang memiliki balon kata.
Pada tahun 1993, Scott McCloud pengarang buku trilogi komik
(Understanding Comics, Reinventing Comics dan Making Comics) dalam
bukunya yang pertama Understanding Comics, menegaskan dan setuju dengan
Will Eisner yang berpendapat bahwa komik adalah bentuk seni; seni
berturutan, dan Scott McCloud pun menspesifikasikan menjadi gambar-
gambar dan lambang-lambang lain yang terjukstaposisi (berderetan atau
bersebelahan) dalam urutan tertentu, bertujuan untuk memberikan informasi
dan/atau mencapai tanggapan estetis dari pembaca.
2. Sejarah
Komik sudah dikembangkan sejak manusia pertama kali ada di muka
bumi ini, dimulai dengan coretan-coretan di dinding gua di berbagai tempat,
seni komik mulai digunakan sebagai simbol religius. Sejak saat itu, seni
komik mulai berkembang pesat 2.500 tahun yang lalu di Mesir. Dengan
ditemukannya sebuah cerita bergambar di makam Menna sang juru tulis,
"lukisan" itu menceritakan tentang proses kehidupan orang-orang di sana
18
sebagai petani, dan kehidupan seputar masyarakat lainnya di sana. Kemudian
di Eropa, seni komik dikembangkan baik genre, bentuk, dan penyajiannya,
dengan hanya berupa gambar manusia garis (Stickman), tapi gebrakan
terbesarnya adalah adanya beberapa tulisan dalam komik itu. Diperkirakan
komik yang diikuti kata-kata dan kalimat diawali di India, kemudian
dilanjutkan di Cina.
Lalu semakin lama dengan ditambahkannya kata-kata, komik menjadi
salah satu karya sastra sekaligus seni. Pada tahun 1950-an di Amerika Serikat
terjadi penentangan terhadap komik, dengan munculnya buku karya Fredric
Wertham berjudul 'Seduction of the Innocent', yang menyebabkan buku-buku
komik dibakar di jalan-jalan Amerika. Kemarahan masyarakat paling keras
jatuh kepada komik-komik seram, kriminal, dan horror, yang digila-gilai para
remaja pada saat itu. Lalu di New York, pada tahun 1954, satu subkomite
senat AS untuk kenakalan remaja mengadakan rapat untuk membahas
kejadian tersebut. Berkat kejadian itu dibentuklah amandemen pertama
terhadap konstitusi AS. Pada tahun yang sama, para penerbit komik
menyetujui kode etik komik yaitu 'Comic Code' .
Saat itu, bisnis komik sudah kembali berjalan lancar, tapi seni komik
benar-benar jatuh tercerai berai, hingga di tahun itu isi cerita komik hanyalah
berupa hewan-hewan lucu, Pahlawan pemberani, cerita-cerita humor, dan
hiburan-hiburan tak berbahaya lainnya. Kejatuhan komik itu berakhir saat
Will Eisner menerbitkan komiknya tanpa persetujuan Comic code, karena
terdapat kata Narkoba dalam hasil karyanya. Hal itu segera diikuti oleh
pengarang komik dewasa lainnya.
19
Di tahun 1996, Will Eisner menerbitkan buku Graphic Storytelling, ia
mendefinisikan komik sebagai “tatanan gambar dan balon kata yang berurutan,
dalam sebuah buku komik.” Sebelumnya, di tahun 1986, dalam buku Comics
and Sequential Art, Eisner mendefinisikan eknis dan struktur komik sebagai
sequential art, “susunan gambar dan kata-kata untuk menceritakan sesuatu
atau mendramatisasi suatu ide”. Dalam buku Understanding Comics (1993)
Scott McCloud mendefinisikan seni sequential dan komik sebagai “juxtaposed
pictorial and other images in deliberate sequence, intended to convey
information and/or to produce an aesthetic response in the viewer”.
Para ahli masih belum sependapat mengenai definisi komik. sebagian di
antaranya berpendapat bahwa bentuk cetaknya perlu ditekankan, yang lain
lebih mementingkan kesinambungan image dan teks, dan sebagian lain lebih
menekankan sifat kesinambungannya (sequential). Definisi komik sendiri
sangat supel karena itu berkembanglah berbagai istilah baru seperti:
a) Picture stories, Rodolphe Topffer (1845)
b) Pictorial narratives, Frans Masereel and Lynd Ward (1930s)
c) Picture novella, dengan nama samaran Drake Waller (1950s).
d) Illustories, Charles Biro (1950s)
e) Picto-fiction, Bill Gaine (1950s)
f) Sequential art(graphic novel), Will Eisner (1978)
g) Nouvelle manga, Frederic Boilet (2001)
Untuk lingkup nusantara, seorang penyair dari semenanjung Melayu
(sekarang Malaysia) Harun Amniurashid (1952) pernah menyebut ‘cerita
bergambar’ sebagai rujukan istilah ‘cartoons’ dalam bahasa Inggris. Di
20
Indonesia terdapat sebutan tersendiri untuk komik seperti diungkapkan oleh
pengamat budaya Arswendo Atmowiloto (1986) yaitu cerita gambar atau
disingkat menjadi CERGAM yang dicetuskan oleh seorang komikus Medan
bernama Zam Nuldyn sekitar tahun 1970. Sementara itu Seno Gumira
Ajidarma (2002), jurnalis dan pengamat komik, mengemukakan bahwa
komikus Teguh Santosa dalam komik Mat Romeo (1971) pernah
mengiklankan karya mereka dengan kata-kata “disadjikan setjara filmis dan
kolosal” yang sangat relevan dengan novel bergambar.
3. Perkembangan Komik di Indonesia
Sejarah komik Indonesia dimulai sejak kehadiran komik strip Put On
pada harian Sin Po sekitar tahun 1930-an, kemudian hingga hari ini para
komikus Indonesia bergantian lahir dan mengisi jagad perkomikan tanah air.
Dari sejak lahirnya Put On hingga sekarang, yang terbagi ke dalam 5 periode:
a. Periode 1930an
Pada awal kelahirannya, komik Indonesia lebih banyak hadir dalam bentuk
komik strip di berbagai surat kabar. Komik-komik karya komikus tanah air
ketika itu dapat juga ditemukan pada surat kabar Belanda seperti De Java
Bode dan D’orient, bersanding bersama komik luar seperti Flippie Flink
dan Flash Gordon. Put On adalah karakter pertama komik Indonesia yang
merupakan karya Kho Wan Gie dan dimuat dalam harian Sin Po. Selain
komik Put On, di Solo hadir pula komik Mentjari Poetri Hidjaoe yang
merupakan karya Nasroen A.S. dan diterbitkan oleh mingguan Ratu Timur.
21
Gambar 2. Komik strip Put On (sumber: Kaori Nusantara)
b. Periode 1940-50an
Pada akhir 1940an, banyak komik strip Amerika yang dibukukan oleh
penerbit lokal. Komik-komik strip tersebut sebelumnya telah rutin muncul
sebagai suplemen mingguan surat kabar tanah air. Saat komik Amerika
membanjir itulah, Siaw Tik Kwei kemudian hadir dengan komik yang
berhasil mengalahkan popularitas Tarzan di kalangan pembaca lokal.
Diadaptasi dari legenda Tiongkok, tokoh utama komik tersebut adalah Sie
Djin Koei.
Kepopuleran komik Amerika ketika itu kemudian menginspirasi R.A.
Kosasih untuk membuat sendiri karakter superhero ala Indonesia. Lalu
lahirlah Sri Asih, karakter komik yang merupakan adaptasi dari Wonder
Woman. R.A. Kosasih kemudian dikenal sebagai Bapak Komik Indonesia
dan karyanya menginspirasi lahirnya karakter superhero kreasi komikus
lokal lainnya, seperti Siti Gahara, Puteri Bintang dan Garuda Putih.
22
Selain karakter superhero, awal tahun 1950-an menandai kelahiran
pertama buku komik Indonesia. Adalah Abdulsalam, salah satu pionir
komik tanah air yang membuat komik strip perjuangan dengan judul Kisah
Pendudukan Jogja. Komik strip Abdulsalam tersebut terbit di harian
Kedaulatan Rakyat hingga akhirnya dibukukan oleh harian Pikiran Rakyat.
Komik Kisah Pendudukan Jogja bercerita tentang agresi militer Belanda
ke kota Yogyakarta pada tahun 1948-1949.
Gambar 3. Sri Asih karya RA Kosasih (sumber: vintageindianclothing)
c. Periode 1960-70an
Periode ini diakui banyak orang sebagai era kejayaan komik Indonesia.
Banyak komikus berbakat lahir untuk kemudian menghasilkan karya yang
melegenda. Si Buta Dari Gua Hantu (Ganes TH), serial Mahabharata (R.A.
Kosasih), Gundala Putra Petir (Hasmi), Godam (Wid NS), Panji
Tengkorak (Hans Jadalara), Jaka Sembung (Djair), Rio Purbaya (Jan
23
Mintaraga) adalah sebagian dari karakter komik yang popular pada masa
itu.
Ada 3 tema besar pada periode ini; romance (dimotori Jan Mintaraga),
silat (dimotori Ganesh TH) dan superhero (dimotori Hasmi dan Wid NS).
Dalam membuat karakter superhero, pengaruh komik Amerika dapat
terlihat pada tokoh-tokoh komik yang hadir. Namun gaya Amerika yang
dipadu dengan cerita dan nuansa lokal, membuat komik-komik karya
komikus lokal digandrungi masyarakat.
Komik Si Buta dari Gua Hantu dan Panji Tengkorak yang diangkat ke
layar lebar, berturut-turut pada tahun 1970 dan 1971, semakin
mempertegas kejayaan komik Indonesia ketika itu.
Gambar 4. Si Buta dari Gua Hantu karya Ganes TH(sumber: kaskus)
d. Periode 1980an
Pada tahun 1980an jagad komik Indonesia memasuki masa suram.
Serbuan komik Jepang, Hong Kong dan Eropa (setelah sebelumnya komik
Amerika bersaing dengan komik lokal) serta berkurangnya karya komikus
Indonesia yang diterbitkan, disebut-sebut sebagai beberapa alasan
24
kemunduran yang terjadi. Kalah bersaing di toko-toko buku, membuat
para komikus tanah air ‘bergerilya’ melalui komik strip dan karikatur di
harian nasional. Salah satu komik strip yang cukup fenomenal masa itu
dan masih setia hadir hingga hari ini adalah (Dwi Koen).
Gambar 5. Panji Koming karya Dwi Koen (sumber: Pnji Koming official twitter)
Namun di tengah kelesuan dan masa suram tersebut, masih ada komikus
yang berhasil menembus pasar komik Indonesia, menjual buku-buku
komiknya tidak lewat penerbit besar atau toko buku tapi lewat pedagang
mainan anak-anak keliling. Komikus tersebut adalah Tatang S. dengan
komik-komik punakawan tumaritisnya (Petruk, Gareng, Bagong) yang
dipadu tokoh-tokoh superhero luar negeri, menghasilkan karakter seperti
Megaloman Tumaritis, Batman Tumaritis, Spiderman Tumaritis dan
sejenisnya.
e. Periode 1990-2000an
Pasca reformasi, dengan dibukanya keran informasi sebebas-bebasnya,
dunia komik Indonesia kembali menggeliat berusaha bangkit. Penerbit
besar seperti Gramedia (dengan bendera Elex Media Komputindo) pun
25
mulai mencoba menerbitkan karya komikus lokal, seperti komik Imperium
Majapahit karya Jan Mintaraga. Kemudian Mizan Komik juga
menerbitkan Legenda Sawung Kampret karya Dwi Koen. Setelahnya
karya-karya baru komikus lokal kembali bermunculan mencoba merebut
pasar komik Indonesia.
Gambar 6. Grey & Jingga karya Sweta Kartika (sumber: Sweta Kartika facebook)
Selain berjuang lewat penerbitan, para komikus tanah air juga berjuang
membangkitkan kembali komik Indonesia lewat forum-forum dan
komunitas-komunitas komik yang mulai tumbuh menjamur. Forum dan
komunitas ini menjadi wadah bagi para komikus untuk mulai
mengaktualisasi diri dan berkarya. Dalam forum dan komunitas inilah lalu
para komikus mulai menjaring pembaca dan peminat komik. Tak jarang
juga mereka menemukan sponsor yang bersedia mendanai penerbitan buku
komik mereka.
4. Jenis-Jenis Komik
a. Karikatur
26
Komik yang hanya berupa satu tampilan, di dalamnya berisi beberapa
gambar tokoh yang digabungkan dengan tulisan- tulisan. Tujuan komik ini
biasanya mengandung unsur kritikan, sindiran, dan humor. Dari gambar
(kartun/tokoh) dan tulisan tersebut mampu memberikan sebuah arti yang
jelas sehingga pembaca dapat memahami maksud dan tujuannya dari
komik tersebut. Komik karikatur ini bisa dilihat dalam koran maupun
majalah, biasanya menampilkan gambar kartun dari sosok seorang tokoh
tertentu yang intinya berupa kritikan, sindiran, bahkan cerita lucu yang
menghibur.
b. Komik Potongan (Comic Strip)
Komik potongan adalah penggalan-penggalan gambar yang digabungkan
menjadi satu bagian alur cerita pendek (cerpen). Tetapi isi dari ceritanya
tidak harus selesai di situ bahkan ceritanya bisa dibuat. Komik ini biasanya
terdiri dari 3-6 panel bahkan lebih. Komik potongan (Comic Strip) ini
biasanya disodorkan dalan tampilan harian atau mingguan disebuah surat
kabar, majalah maupun tabloid/buletin. Penyajian komik potongan ini
ceritanya juga dapat berisi cerita yang humor, cerita yang serius nan asik
untuk dibaca setiap epsisodenya hingga tamat ceritanya. Godam gadungan
dan Panji Koming yang tayang dalam Koran meupakan salah satu contoh
komik strip.
c. Komik Tahunan (Comic Annual)
Komik ini biasanya terbit setiap 1 bulan sekali bahkan bisa juga 1 tahun
sekali. Penerbit bisanya akan menerbitkan buku-buku komik baik itu cerita
putus maupun serial.
27
d. Komik Online (Webcomic)
Selain media cetak seperti koran, majalah, ataupun tabloid, di dunia maya
khususnya internet dapat dijadikan sarana dalam mempublikasikan komik-
komik. Dengan menyediakan situs web maka setiap pengunjung/pembaca
dapat membaca komik. Dengan adanya media Internet jangkauan
pembacanya bisa lebih luas dari pada media cetak. Komik online lebih
menguntungkan dari pada komik media cetak, karena dengan biaya yang
sangat relatif lebih murah kita bisa menyebarluaskan komik yang bisa di
baca siapa saja. Biasanya komik online dipublikasikan melalui media
sosial atau website khusus untuk komik seperti ngomik.com.
e. Buku Komik (Comic Book)
Buku komik adalah suatu cerita yang berisikan gambar-gambar, tulisan
dan cerita yang dikemas dalam sebuah buku. Buku komik ini sering kita
jumpai bahkan mungkin sering kita baca. Buku komik sering kali disebut
sebagai komik cerita pendek, yang biasanya di dalam komik ini berisikan
32 halaman, tetapi ada juga komik yang berisi 48 halaman dan 64 halaman,
komik ini biasanya berisikan cerita lucu, cerita cinta(cerita remaja),
superhero(pahlawan) dan lain-lain.
Buku komik itu sendiri terbagi lagi menjadi beberapa jenis. Berikut
beberapa jenis komik buku :
1) Komik Kertas Tipis (Trade Paperback)
Buku komik ini berukuran seperti buku biasa, tidak terlalu lebar dan
besar. Walau berkesan tipis namum bisa juga dikemas dengan
menggunakan kualitas kertas yang baik/bagus sehingga penyajian
28
buku ini terlihat menarik. Dengan gambar dan warna yang cantik,
membuat buku komik ini sangat digemari.
2) Komik Majalah (Comic Magazine)
Buku komik berukuran seperti majalah (ukuran besar), biasanya
menggunakan tipe kertas yang tebal dan keras untuk sampulnya.
Dengan ukuran yang besar tersebut tentunya dengan misalkan 64
halaman bisa menampung banyak gambar dan isi cerita.
3) Komik Novel Grafis (Graphic Novel)
Biasanya isi ceritanya lebih panjang dan komplikasi serta
membutuhkan tingkat berpikir yang lebih dewasa untuk pembacanya.
Isi buku bisa lebih dari 100 halaman. Bisa juga dalam bentuk seri atau
cerita putus.
4) Komik Ringan (Comic Simple)
Komik yang satu ini adalah komik yang biasanya dibuat dari hasil
karya sendiri yang difotokopi dan dijilid sehingga menjadi sebuah
komik. Alternatif ini sangat mendukung dalam pembuatan komik,
karena hanya bermodal ide dan keahlian menggambar di tambah
pengeluaran yang sangat ringan. Sang pencipta komik ini bisa ikut
berpartisipasi dalam membuat komik, hal ini bisa dijadikan langkah
awal untuk menjadi seorang komikus.
5) Buku Instruksi dalam format Komik (Instructional Comics)
Komik ini biasanya di gunakan dalam media pembelajaran. Banyak
sekali sebuah buku panduan atau instruksi yang dibuat dalam format
Komik, bisa dalam bentuk Buku Komik, Poster Komik, atau tampilan
29
lainnya. Biasanya pembaca buku ini akan lebih mudah cepat mengerti
dari pada menggunakan buku panduan yang tidak bergambar. Dengan
menggunakan gambar maka pembaca bisa mengikuti langkah demi
langkah yang tertera pada komik. Dengan adanya gambar yang dimuat
dalam format komik, buku bisa menjadi lebih menarik dan
menyenangkan.