bab ii kajian teoritik 2.1 kajian teori dan hasil
TRANSCRIPT
16
BAB II
KAJIAN TEORITIK
2.1 Kajian Teori dan Hasil Penelitian Relevan
2.1.1 Kajian Teori Variabel Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Noehi Nasution (Wahab, 2015:242), menyimpulkan bahwa belajar adalah arti
luas yang dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau
berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respon utama, dengan
syarat bahwa perubahan atau munculnya tingkat baru itu bukan disebabkan oleh
adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara suatu hal.
Menurut Skinner (Wahab, 2015:242) berpendapat bahwa belajar adalah suatu
proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif (a
process of progressive behavior adaption). Kemudian, menurut Hintzman (Wahab,
2015:242) mengatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
organisme (manusia dan hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat
mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Dalam pandangan Hintzman,
perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar
apabila mempengaruhi organisme. (Wahab, 2015:242).
Menurut Slameto (Hadis, 2006:60), mengemukakan bahwa belajar ialah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi individu dengan lingkungannya. Moeslichatoen (Hadis, 2006:60),
17
mengemukakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai proses yang membuat
terjadinya proses belajar dan perubahan itu sendiri dihasilkan dari usaha dalam proses
belajar.
Kemudian, menurut Wittig (Syah, 2014:89), didefinisikan belajar sebagai: any
relatively permanent change in an organismβs behavioral repertoire that occurs as a
result of experience. Belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam
segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil
pengalaman. Kemudian, menurut R. Gagne dalam Susanto (2013:1) belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman. Bagi Gagne, belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk
memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
Menurut Burton dalam Susanto (2013:3), Belajar dapat diartikan sebagai
perubahan tingkah laku pada diri individu berkata adanya interaksi antara individu
dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih
mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara menurut E.R Hilgard
(Susanto, 2013:3), Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku dan hal ini diperoleh
latihan (pengalaman). Hilgard menegaskan bahwa belajar merupakan proses mencari
ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembiasaan, pengalaman, dan
sebagainya.
Adapun pengertian belajar menurut W.S Winkel (Susanto, 2013:4) adalah
suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara suatuseseorang
dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif, konstan, dan
18
berbekas. Menurut H.C Witherington (dalam Isnania dan Budi, 2015:186)
berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan pada kepribadian yang ditandai
dengan pola sambutan baru yang dapat berupa suatu pengertian.
Dalam proses pembelajaran, baik formal, nonformal, maupun informal, teori
pembelajaran memiliki peran yang penting. Teori Pembelajaran akan menentukan
bagaimana proses belajar itu terjadi, terdapat tiga teori yang dipandang dalam
psikologi oleh para ahli pendidikan yaitu teori Behavioristik, Kognitif, dan
Humanistik. (Wahab, 2015:36).
a. Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku
yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Teori ini memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Sehingga
dengan kata lain behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan
perasaan individu dalam suatu belajar (Soemanto dalam Wahab, 2015:37). Adapun
ciri-ciri dari teori belajar behavioristik yaitu:
a) Mementingkat faktor lingkungan
b) Menekankan pada faktor bagian
c) Menekankan pada tingkah laku yang tampak dengan mempergunakan metode
objektif
d) Sifatnya mekanis
e) Mementingkan masa lalu. (Budiningsih dalam Wahab, 2015:37).
19
Dapat dikatakan, bahwa teori behavioristik ini memandang bahwa belajar
merupakan perubahan tingkah laku, yang bisa diamati, diukur dan dinilai secara
konkret, karena adanya interaksi antara stimulus dan respons. (Wahab, 2015:37).
b. Teori Belajar Kognitif
Dalam teori ini, belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam
otak manusia (Soemanto, Wahab. 2015:48). Sedangkan pengolahan oleh otak
manusia sendiri dimulai dengan pengamatan (penglihatan) atas informasi yang berada
dalam lingkungan manusia, penyimpanan (baik untuk jangka waktu pendek maupun
panjang), penyimpanan/pengkodean penyalinan terhadap informasi-informasi yang
tersimpan, dan setelah membentuk pengertian, kemudian dikeluarkan kembali oleh
pembelajar. Adapun prinsip-prinsip belajar teori kognitif yaitu:
a) Gambaran perseptual sesuai dengan masalah yang dipertunjukkan kepda siswa
adalah kondisi belajar yang penting
b) Organisasi pengetahuan harus merupakan sesuatu yang mendasar bagi guru atau
perencana pendidikan
c) Belajar dengan pemahaman (Understanding) adalah lebih permanen (menetap)
dan lebih memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkan dengan rate
learning atau belajar dengan formula.
d) Umpan balik kognitif mempertunjukkan pengetahuan yang benar dan tepat dan
mengoreksi kesalahan belajar.
e) Penetapan tujuan (Goal setting) penting sebagai motivasi belajar.
f) Berpikir divergen menuju ke ditemukannya pemecahan masalah atau terciptanya
produk yang bernilai dan menyenangkan (Wahab, 2015:49).
20
c. Teori belajar Humanistik
Menurut Assegaf (dalam Qodir, 2017:192), teori humanistik berasumsi bahwa
teori belajar apapun baik dan dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk
memanusiakan manusia yaitu pencapaian aktualisasi diri, serta realisasi diri orang
belajar secara optimal. Arbayah (dalam Qodir, 2017:193) menjelaskan pembelajaran
humanistik memandang siswa sebagai subjek yang bebas untuk menentukan arah
hidupnya. Siswa diarahkan untuk dapat menentukan arah hidupnya. Siswa diarahkan
untuk dapat bertanggung jawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup
orang lain. Pada pembelajaran humanistik ini guru tidak bertindak sebagai guru yang
hanya memberikan asupan materi yang dibutuhkan siswa secara keseluruhan, namun
guru hanya berperan sebagai fasilitator dan parthner dialog.
Menurut Ngalim Purwanto (dalam Fathurrohman, 2017:9) ada beberapa elemen
penting yang mencirikan tentang belajar, antara lain:
1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu
dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada
kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk
2. Belajar merupakana suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman, ddalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti
perubahan-perubahan yang terjadi pada seorang bayi.
3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relative mantap, harus
merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Beberapa
lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi
21
perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mugkin
berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun.
4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai
aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis seperti: perubahan dalam pengertian,
pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun
sikap.
Sedangkan menurut Wahab (2015:19) ada beberapa perubahan tertentu yang
dimasukkan dalam ciri-ciri belajar, antara lain:
1. Perubahan yang terjadi secara sadar
Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-
kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya,
misalnya ia mengetahui bahwa pengetahuannya bertambah, percakapannya
bertambah, dan kebiasaannya bertambah. Jadi,dapat diketahui bahwa individu itu
mengetahui perubahannya dengan sadar.
2. Perubahan dalam belajar yang bersifat fungsional
Suatu perubahan yang terjadi akan menimbulkan perubahan berikutnya dan akan
berguna bagi kehidupan ataupun belajar berikutnya. Dalam arti, perubahan ini
berlangsung terus-menerus sampai kecakapan individu itu menjadi lebih baik dan
sempurna.
3. Perubahan dalam belajar yang bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju
untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian,
semakin banyak usah belajar itu dilaksanakan makin banyak dan makin baik
22
perubahan yang diperoleh. Yang mana perubahan yang bersifat aktif itu perubahan
yang tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usah individu itu sendiri.
Dalam arti perubahan yang dilakukan individu itu sendiri untuk menjadi lebih baik.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja,
seperti berkeringat, keluar air mata, menangis dan sebagainya tidak dapat
digolongkan sebagai perubahan dalam belajar. Akan tetapi, perubahan dalam belajar
itu bersifat permanen.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
Ini berarti perubahan, tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang dicapai.
Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
Misalnya, seseorang ingin belajar mengetik, dalam arti seseorang tersebut melakukan
perbuatan bayar itu dengan senantiasa terarah sesuai dengan tingkah laku yang
ditetapkannya.
6. Anak telah belajar naik sepeda, maka perubahan yang paling tanpa ialah dalam
keterampilan naik sepeda itu, akan tetapi iya telah mengalami perubahan-
perubahan lainnya
Jadi, dapat dikatakan bahwa seseorang yang melakukan belajar pasti akan muncul
perubahan-perubahan setelah ia belajar dan dapat diketahui perubahan-perubahan
tersebut merupakan hasil belajar.
Menurut Wahab (2015:26), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar seseorang
yaitu:
1. Faktor Internal
23
a. Faktor Fisiologis
a) Keadaan Tonus Jasmani
Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar
seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif
terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau
sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena
keadaan tonus jasmani sangat mempengaruhi proses belajar, maka perlu ada
usaha menjaga kesehatan jasmani.
b) Keadaan fungsi jasmani/fisiologis
Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh
manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra
yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik
pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala
informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat
mengenal dunia luar.
b. Faktor Fisiologis
a) Kecerdasan Intelligensi siswa
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling Penting dalam proses
belajar siswa, karena itu menentukan kualitas. Semakin tinggi tingkat inteligensi
seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam
belajar.Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit
individu mencapai kesuksesan dalam belajar.
b) Motivasi
24
Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan
belajar siswa. Motivasilah yang me dorong siswa ingin melakukan kegiatan
belajar. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.
c) Minat
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tiggi atau keinginan yang
besar terhadap sesuatu.Menurut Rebber dalam (Wahab, 2015:28), minat bukan
istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap
berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan,
motivasi dan kebutuhan.
d) Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereksi atau merespon dengan cara yang relative terhadap objek, orang,
peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negative. Sikap siswa dalam
belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan
guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya.
e) Bakat
Bakat didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian,
bakat adalah kemampuan seseorang yang menjadi salah satu komponen yang
diperlukan dalam proses belajar mengajar seseorang. Apabila bakat seseorang
sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung
proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
25
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan Sosial
a) Lingkungan Sosial Masyarakat
Kondisi lingkungan sosial masyarakat tempat tinggal siswa akan
mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak
pengangguran, dan anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas belajar
siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau
meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
b) Lingkungan Sosial Keluarga
Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan kelaurga,
sifat-sifat orang tua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga,
semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan
antara anggota keluarga, orang tua, anak, kakak atau adik yang harmonis akan
membantu siswa melakukan aktivitas belajar yang baik.
c) Lingkungan Sosial Sekolah
Seperti guru, administrasi dan teman-teman sekolah dapat mempengaruhi
proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat
menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik disekolah.
b. Lingkungan non sosial
a) Lingkungan alamiah
Seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang
tidak silau/kuat, atau tidak terlalh lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang.
26
Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak
mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.
b) Faktor instrumental
Yaitu perangkat belajar yang digolongkan dua macam. (1) Pertama, hardware
(perangkat keras), seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar,
lapangan olahraga, dan lain sebagainya. (2) Kedua, software (perangkat lunak).,
seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabus,
dan lain sebagainya.
Menurut Mulyono dalam Moh. Zaiful dkk (2019:11), Hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh anak sekolah melalui kegiatan belajar dan mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional. Hasil belajar dapat ditentukan
apabila seseorang tersebut mempunyai tujuan dalam proses pembelajaran. Adapaun
menurut Oemar Hamalik (dalam Husna dan Fefri, 2014:88) yang menyatakan bahwa
hasil belajar itu dapat terlihat dari terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku,
termasuk juga perbaikan perilaku.
Kemudian, menurut Dimyati dan Mudjiono (Moh. Zaiful dkk, 2019:12), Hasil
belajar adalah proses untuk melihat sejauh mana siswa dapat menguasai pembelajaran
setelah mengikuti kegiatan proses belajar mengajar atau keberhasilannya yang dicapai
seorang peserta didik setelah mengikuti pelajaran yang ditandai dengan bentuk angka,
huruf atau simbol tertentu yang disepakati oleh pihak penyelenggara pendidikan.
Adapun menurut Nana Sudjana (dalam Isnania dan Budi, 2015:186) Hasil belajar
27
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya.
Hasil belajar yang hakekatnya merupakan perubahan tingkah laku siswa
sebagai hasil dari proses belajar yang efektif dengan mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan yang nantinya menjadi tolak ukur dalam menentukan prestasi
belajar siswa. (Moh. Zaiful dkk, 2019:13). Kemudian, menurut Suprijono (dalam
Thobroni, 2015:20) Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.
Menurut Nawawi (dalam Susanto, 2013:5) Hasil belajar dapat diartikan
sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah
yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi
pelajaran tertentu. Adapun menurut Sudjana (dalam Husamah. Dkk, 018:19), Hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya. Gagne dan Briggs mengatakan kemampuan kemampuan yang dimiliki
siswa sebagai akibat dari perbuatan belajar dapat diamati melalui penampilan siswa
atau learnerβs performance (Husamah dkk, 2018:19).
Menurut Salim (dalam Husamah dkk, 2018:19), Hasil belajar sebagai sesuatu
yang diperoleh, didapatkan atau dikuasai setelah proses belajar biasanya ditunjukkan
dengan nilai atau skor. Adapun menurut Winkel (Purwanto, 2014:45) Hasil belajar
adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah
lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang
dikembangkan oleh Bloom, Simpson, dan Harrow mencakup aspek Kognitif, afektif,
psikomotorik (Winkel dalam Purwanto, 2014:45).
28
Hasil belajar termasuk komponen pendidikan yang harus disesuaikan dengan
tujuan pendidikan, karena hasil belajar diukur untuk mengetahui ketercapaian tujuan
pendidikan melalui proses belajar mengajar. (Purwanto, 2014:47). Setiap proses
belajar mempengaruhi perubahan perilaku pada domain tertentu pada diri siswa,
tergantung perubahan yang diinginkan terjadi sesuai dengan tujuan pendidikan
(Purwanto, 2014:34).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalahkemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar yang
menghasilkan perubahan tingkah laku berupa pengetahuan, pemahaman keterampilan
dan sikap yang biasanya meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2. Jenis-jenis Hasil Belajar
Hasil belajar sebagaimana telah dijelaskan di atas meliputi pemahaman
konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotorik),dan sikap siswa
(aspek afektif). Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pemahaman konsep
Menurut Bloom (dalam Susanto, 2013:6) pemahaman adalah kemampuan untuk
menyerap arti dari materi atau banyak dipelajari. Untuk mengukur hasil belajar siswa
yang berupa pemahaman konsep, suruh dapat melakukan evaluasi produk. Evaluasi
produk dapat dilaksanakan dengan mengadakan berbagai macam tes, baik secara lisan
maupun tertulis (Susanto, 2013:19).
2. Keterampilan proses
29
Menurut Usman dan Setiawati (dalam Susanto, 2013:9), keterampilan proses
merupakan keterampilan yang mengarah kepada pembangunan kemampuan mental,
fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi
dalam diri individu siswa.
Menurut Indrawati (dalam Susanto, 2013:9) mengemukakan ada enam aspek
keterampilan proses yang meliputi: Observasi, klarifikasi, pengukuran,
mengkomunikasikan, memberikan penjelasan dan interprestasi terhadap suatu
pengamatandaan melakukan eksperimen.
3. Sikap
Menurut Sadirman (dalam Susanto, 2013:11), Sikap merupakan kecenderungan
untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola dan teknik tertentu terhadap
dunia sekitarnya baik berupa individu-individu maupun objek-objek tertentu. Sikap
merujuk pada perbuatan, perilaku, dan tindakan seseorang.
Menurut Surya (dalam Husamah, dkk 2018:19), Hasil belajar akan tampak dalam
berbagai hal, diantaranya:
1. Kebiasaan, misalnya kita belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan
penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan
penggunaan bahasa secara baik dan benar.
2. Keterampilan, misalnya menulis dan berolahraga yang meskipun sifatnya
motorik, keterampilan keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti
dan kesadaran yang tinggi.
30
3. Pengamatan, yaitu proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan
yang masuk melalui indera indra secara objektif sehingga siswa mampu
mencapai pengertian benar.
4. Berfikir assosiatif, yaitu berpikir dengan cara meng asosiasi kan sesuatu dengan
lainnya menggunakan dari ingat.
5. Berfikir rasional dan kritis, yaitu menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar
pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti βbagaimanaβ dan
βmengapaβ.
6. Sikap, yaitu kecenderungan yang relatif menatap untuk bereaksi dengan cara
baik atau buruk terhadap orang atau bang tertentu sesuai dengan pengetahuan
dan keyakinan.
7. Inhibisi, yaitu menghindari hal yang mubazir
8. Apresiasi, yaitu menghargai karya karya yang bermutu.
9. Perilaku Afektif, yaitu perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut,
marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Wasliman dalam (Susanto, 2013:12). Faktor-faktor yang mempengaruhi
Hasil Belajar ada dua, yaitu:
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri siswa yang
mempengaruhi kemampuan belajar nya. Faktor internal ini juga meliputi kecerdasan,
31
minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta
kondisi fisik dan kesehatan.
b. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi hasil belajar
seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa. keluarga yang morat marit keadaan ekonominya, pertengkaran
suami istri, perhatian orang tua yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan
sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar siswa.
Adapun menurut Dalyono (dalam Fetri dan Husnan, 2014:89) mengemukakan
faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar yaitu terdiri dari faktor
internaldan eksternal yang meliputi:
a) Faktor internal (yang berasal dari dalam diri sendiri) meliputi:
1. Kesehatan
Kesehatan jasmani dan dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap
kemampuan belajar, bila seseorang selalu tidak sehat, sakit kepala, demam, pilek
batuk dan sebagainya dapat mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar.
2. Intelegensi dan bakat
Seseorang yang memiliki intelegensinya baik pada umumnya mudah belajar
dan hasilnya pun cenderung baik, bakat, juga besar pengaruhnya dalam
menentukan keberhasilan belajar.
3. Minat dan motivasi
32
Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang
tinggi,sebaliknya minat belajar yang kurang akan menghasilkan prestasi yang
rendah. Motivasi adalah daya penggerak bagi seseorang untuk melakukan suatu
pekerjaan. Motivasi berasal dari dalam diri hati seseorang, umumnya karena
kesadaran akan pentingnya sesuatu. Motivasi yang berasal dari luar (intrinsik)
yaitu dorongan yang datang dari luar diri lingkungan.Misalnya dari orang tua,
guru, teman-teman dan anggota masyarakat.Kuat lemahnya motivasi belajar
seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar.
4. Cara belajar
Cara belajar seseorang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Belajar
tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisikologis, dan ilmu kesehatan akan
memperoleh hasil yang kurang memuaskan.
b) Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri) meliputi:
1. Keluarga
Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak
dalam belajar. tinggi rendahya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan,
cukup atau kurangnya perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya
kedua orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua dengan anak-anak,
tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semuanya itu turut mempengaruhi
pencapaian hasil belajar anak.
2. Sekolah
33
Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan
belajar, kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan
kemampuan anak, keadaan fasilitas/perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan,
jumlah murid perkelas, pelaksanaan tata tertib sekolah, dan sebagainya, semua
ini turut mempengaruhi keberhasilan belajar.
3. Masyarakat
Bila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakat terdiri dari orang-orang
yang berpendidikan, teruama anak-anaknya moral, baik hal ini akan mendorong
anak lebih giat belajar, tetapi sebaliknya apabila tinggal di lingkungan banyak
anak-anak yang nakal, tidak bersekolah maupun penganguran, hal ini akan
mengurangi semangat belajar atau dapat dikatakan tidak menunjang sehingga
motivasi belajar berkurang.
4. Lingkungan sekitar
Keadaan lingkungan, bangunan rumah suasana sekitar, keadaan lalu lintas,
iklim dan sebagainya, misalnya bangunan rumah penduduk sangat rapat, akan
mengangu belajar.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa dalam keberhasilan
belajar faktor internal dan eksternal sangat mempengaruhi keberhasilan seseorang
dalam belajar, baik dari faktor luar yaitu faktor kesehatan, bakat, minat dan motivasi
maupun cara belajar sangat mempengaruhi hasil belajar seseorang, maupun faktor
ekternal dari luar keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar.
34
Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor dari
dalam maupun dari siswa itu sendiri, apabila siswa mempunyai minat dan motivasi
untuk mencapai tujuan yang ingin di capai dalam proses belajar, dengan adanya
motivasi belajar, kesiapan menerima pelajaran maka akan memperkuat hasil
belajarnya. Sedangkan faktor dari luar bisa di pengaruhi oleh keluarga, lingkungan,
sarana dan prasarana di sekolah, faktor kesehatan, kreativitas guru mengajar dan
sumber-sumber belajar hal ini yang dapat mempengaruhi hasil belajar.
4. Indikator Hasil Belajar
Menurut Bloom (dalam Thobroni, 2015:21), hasil belajar belajar mencakup tiga
ranah atau aspek, yaitu:
1. Domain Kognitif (Cognitive Domain) mencakup:
a. Knowledge (Pengetahuan, ingatan);
b. Comprehension (Pemahaman, menjelaskan,meringkas, contoh);
c. Application (Menerapkan);
d. Analysis (Menguraikan, menentukan hubungan);
e. Synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru);
f. Evaluating (menilai).
2. Domain Afektif (Affective Domain) mencakup:
a. Receiving (sikap menerima);
b. Responding (memberikan respon);
c. Valuing (nilai);
d. Organization (organisasi);
35
e. Characterization (karakterisasi),
3. Ranah Psikomotor (Psychomotor Domain) mencakup:
a. Initiatory
b. Pre-routine
c. Routinizied
d. Keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Yang mengungkap hasil belajar atau prestasi belajar pada ketiga ranah tersebut
diatas diperlukan patokan-patokan atau indikator-indikator sebagai penunjuk bahwa
seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat tertentu dari ranah tersebut.
Adapun menurut Djamarah dan Zain (dalam Susanto, 2013:3) menetapkan bahwa
hasil belajar telah tercapai apabila telah terpenuhi dua indikator, yaitu:
1. Daya Serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi,
baik secara individual maupun kelompok.
2. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/intruksional khusus telah
dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok.
Syah mengemukakan bahwa kunci pokok untuk memperoleh ukuran data atau
hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis
besar indikator (Penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis presentasi
yang hendak diungkapkan atau diukur (Wahab, 2015:242).
Kemudian, Syah mengemukakan bahwa urgensi pengetahuan dan pemahaman
yang mendalam mengenai jenis-jenis prestasi belajar atau indikator indikatornya
bahwa pemilihan dan penggunaan alat evaluasi akan menjadi lebih tepat, reliabel dan
valid. (Wahab, 2015:245).
36
5. Pengukuran Hasil Belajar
Menurut Tardifet.al (Syah, 2013:216), ada dua macam pendekatan yang populer
dalam mengevaluasi atau menilai tingkat keberhasilan/prestasi belajar, yaitu:
a. Penilaian Acuan Norma (Norm-Referenced Assesment)
Dalam penilaian yang menggunakan pendekatan PAN (Penilaian Acuan Norma),
Prestasi belajar peserta didik diukur dengan cara membandingkan dengan prestasi
yang dicapai teman-teman sekelas atau sekelompok nya. Jadi, pemberian skor atau
nilai peserta didik tersebut merujuk pada hasil perbandingan antara skor-skor yang
diperoleh teman-teman sekelompoknya dengan skornya sendiri.
b. Penilaian acuan kriteria (Criterian-Referenced Asessment)
Penilaian pendekatan PAK (Penilaian Acuan Kriteria) merupakan proses
pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian seorang siswa
dengan berbagai perilaku rana yang telah ditetapkan secara baik sebagai patokan
absolut. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikannya diperlukan adanya kriteria
mutlak yang merujuk pada tujuan pembelajaran umum dan khusus. Artinya, nilai atau
kelulusan seorang siswa bukan berdasarkan perbandingan dengan nilai yang dicapai
oleh rekan-rekan sekelompoknya melainkan ditentukan oleh penguasanya atas materi
pelajaran hingga batas yang sesuai dengan tujuan instruksional (Syah, 2013:221).
Hasil belajar dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dokumentasi nilai
raport mata pelajaran ekonomi semester genap kelas XI IPS SMA Negeri 13 kota
Jambi. Namun, hasil belajar yang digunakan pada penelitian ini difokuskan hanya
pada ranah kognitif (Pengetahuan) saja.
37
2.1.2 Kajian Teori Variabel Dukungan Sosial (Social Support)
1. Pengertian Dukungan Sosial (Social Support)
Menurut King (2010:226) Dukungan sosial (Social Support)adalah informasi dan
umpan balik dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan
diperhatikan, dihargai, dan dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan
kewajiban yang timbal balik. Hal ini sejalan dengan Taylor, Peppau, dan Sears
(dalam Sheilla dan Sri, 2018:17) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan
pertukaran interpersonal antara individu yang satu dengan individu lainnya.Lebih
lanjut, Taylor, Peppau dan Sears menjelaskan bahwa dukungan sosial merupakan
bentuk bantuan atau dorongan dari seorang individu pada individu lain, baik keluarga,
teman, maupun lingkungan sekitar membantu memenuhi kebutuhan individu lain
tersebut (Sheilla dan Sri, 2018: 17).
Menurut Cohen dan Wills (Moh. Hadi dan Suroso, 2014:184) mendefinisikan
dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari
interaksinya dengan orang lain. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa
terdapat orang-orang yang akan membantu Apabila terjadi suatu keadaan atau
peristiwa yang dipandang akan menimbulkan masalah dan bantuan tersebut dirasakan
dapat menaikkan perasaan positif serta mengangkat harga diri seseorang.
Menurut R.A Baron dan Bryne (Defi dan Inhastuti, 2016:49), mendefinisikan
dukungan sosial merupakan suatu bentuk kenyamanan fisik maupun psikologis yang
diberikan anggota keluarga ataupun sahabat dekat. Dukungan sosial dapat ditinjau
dari seberapa banyak adanya interaksi sosial yang dilakukan dalam menjalani suatu
hubungan yang berkaitan dengan sekitar.
38
Menurut Santrock (dalam Pernanda, 2018:30) mengemukakan bahwa
dukungan sosial adalah sebuah informasi atau tanggapan dari pihak lain yang
disayangi dan dicintai yang menghargai dan menghormati dan mencakup suatu
hubungan komunikasi dan situasi yang saling bergantung. Hal ini temasuk salah satu
dukungan emosional, dukungan emosional yang diterima menjadi sebuah pesan bagi
individu bahwa individu tersebut disayangi. Menurut Sarafino (Smet, 2018:136)
Dukungan sosial mengacu pada kesenangan yang dirasakan, penghargaan akan
kepedulian, membantu orang menerima diri dari orang-orang atau kelompok-
kelompok yang lain.
Kemudian, menurut Albrecht dan Alderman (Isnaniah dan Budi, 2015:187)
mendefinisikan bahwa dukungan sosial adalah komunikasi verbal dan nonverbal
antara penerima dan pemberi yang dapat mengurangi ketidakpastian tentang situasi,
kondisi diri sendiri, orang lain atau hubungan, dan fungsinya untuk meningkatkan
persepsi pada kontrol pribadi dalam pengalaman hidup seseorang.Adapun menurut
Pierce (dalam Moh.Hadi & Suroso, 2014:187) Dukungan sosial sebagai sumber
emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang-orang
disekitar individu untuk menghadai setiap permasalahan dan krisis yang terjadi
sehari-hari dalam kehidupan.
Menurut Carstensen (Defi dan Inhastuti, 2016:49) mengemukakan bahwa
dukungan sosial adalah salah satu proses psikologis yang dapat menjaga perilaku
sehat seseorang yang berbentuk sebagai kekuatan atau bentuk dukungan yang berasal
dari relasi terdekat di dalam kehidupannya. Sedangkan menurut Cohen dan Syme
(Defi dan Ishastuti, 2016:49) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah sumber-
39
sumber yang disediakan orang lain terhadap individu yang dapat mempengaruhi
kesejahteraan psikologis individu bersangkutan. Dukungan sosial adalah perasaan
nyaman, diperhatikan, dihargai atau menerima pertolongan dari orang lain atau
kelompok lain.
Menurut Zervina dan Melly (2014:156) Dukungan sosial adalah persepsi
seseorang tentang dukungan yang ia terima baik dari keluarga, teman, dan orang lain
yang memiliki pengaruh dalam kehidupannya. Kemudian, menurut Rook dalam Fani
dan Latifah (2012:25) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu
fungsi dari ikatan sosial, dan ikatan-ikatan sosial tersebut menggambarkan tingkat
kualitas umum dari hubungan interpersonal. Saat seseorang didukung oleh
lingkungan maka segalanya akan terasa lebih mudah.
Menurut Caplan (dalam Sukmawati, 2016:33), mendefinisikan dukungan
sosial sebagai suatu hubungan formal dan informal antara individu dengan kelompok,
di mana orang tersebut menerima dukungan emosional, kognitif dan materi untuk
menghadapi kondisi stress. Adapun menurut Fezer (Sukmawati, 2016:33), Sumber
dukungan sosial berasal dari keluarga sebagai lingkungan terdekat remaja, yaitu
orang tua dan dari sekolah seperti guru, teman sekelas dan teman sebaya sebagai
lingkungan kedua bagi mereka.
Menurut Johnson (dalam Siti dkk, 2019:80), dukungan sosial merupakan
keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk memberi bantuan, semangat,
penerimaan dan perhatian, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan hidup bagi
individu yang bersangkutan. Menurut Johnson & Johnson (Nobelina dan Alfi,
2011:20), Dukungan sosial berasal dari orang-orang penting yang dekat (significant
40
others) bagi individu yang membutuhkan bantuan misalnya disekolah seperti guru
dan teman-temannya. Kemudian, Gotlieb (dalam Maslihah, 2017:107) menyatakan
ada dua macam hubungan dukungan sosial, yaitu: (1) Pertama, hubungan profesional
yakni bersumber dari orang-orang yang ahli di bidangnya, seperti konselor, psikiater,
psikolog, dokter, maupun pengacara. (2) Kedua, Hubungan non profesional, yakni
bersumber dari orang terdekat seperti teman dan keluarga.
Sarason (dalam Fani dan Latifah, 2012:25) berpendapat bahwa dukungan sosial
itu selalu mencakup dua hal yaitu:
a. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia, merupakan persepsi individu
terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan
bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas)
b. Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima, berkaitan dengan
persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan
kualitas)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah suatu
bentuk keberadaan serta dukungan dari lingkungan sosial seperti lingkungan
keluarga, teman, lingkungan sekolah yang dapat membuat penerima merasa dicintai,
diberi kenyamanan serta di perhatikan yang semua itu akan membuat timbulnya rasa
percaya dri dari individu yang menerimanya tersebut. Dalam penelitian ini sumber
dukungan sosial yang dimaksud adalah dukungan sosial yang bersumber dari
keluarga, teman sebaya serta guru .
41
Menurut Zmet, Dahlem, Zimet dah Fahley (dalam skripsi Faradhiga (2015:25)
menggambarkan dukungan sosial sebagai diterimanya dukungan yang diberikan oleh
orang-orang terdekat individu yaitu:
1. Dukungan keluarga (Family Support), yaitu bantuan-bantuan yang diberikan oleh
keluarga terhadap individu seperti membantu dalam membuat keputusan maupun
kebutuhan secara emosional
2. Dukungan teman (Friend Support), yaitu bantuan-bantuan yang diberikan oleh
teman-teman individu seperti membantu dalam kegiatan sehari-hari maupun
bantuan dalam bentuk lainnya.
3. Dukungan orang yang istimewa (Significant other support), yaitu bantuan-
bantuan yang diberikan oleh seseorang yang berarti dalam kehidupan individu
seperti membuat individu merasa nyaman dan merasa dihargai.
Menurut Rock dan Dooley (dalam Abdulloh 2017:26), ada dua sumber dukungan
sosial yaitu:
a. Sumber Natural
Dukungan sosial yang natural yang diterima seseorang melalui interaksi sosial
dalam kehidupan secara spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya,
misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami dan kerabat), teman dekat atau relasi.
Dukungan sosial itu bersifat nonformal
b. Sumber Artifical
Dukungan sosial artifical adalah dukungan sosial yang dirancang dalam
kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui
berbagai macam sumbangan sosial.
42
2. Jenis Dukungan Sosial
Dukungan sosial terdiri dari beberapa bentuk, menurut Sarafino (dalam Fani dan
Latifah, 2012:25-26) terdapat empat bentuk dukungan sosial, yaitu:
a. Dukungan emosional
Dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap individu,
sehingga individu tersebut berasal nyaman, dicintai dan diperhatikan. Dukungan ini
meliputi perilaku seperti memberikan perhatian dan efeksi serta bersedia
mendengarkan keluh kesah orang lain.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan ini melibatkan ekspresi yang berupa pernyataan setuju dan penilaian
positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain.
c. Dukungan instrumental
Bentuk dukungan ini berupa bantuan langsung, misalnya yang berupa bantuan
finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu.
d. Dukungan informasi
Dukungan yang bersifat informasi ini dapat berupa saran, pengarahan dan umpan
balik tentang bagaimana cara memecahkan persoalan.
Hal ini sejalan dengan House (Smet, 2018:136) terdapat empat jenis atau
dimensi dukungan sosial yaitu:
a. Dukungan emosional: mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan (misalnya: umpan balik, penegasan).
43
b. Dukungan penghargaan: yaitu terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)
positif untuk orang tersebut, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan
atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang tersebut dengan orang
lain, misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadannya
(menambah penghargaan diri).
c. Dukungan instrumental: yaitu mencakup bantuan langsung seperti memberi
pinjaman uang kepada orang itu atau menolong dengan pekerjaan pada waktu
mengalami stress.
d. Dukungan informatif: mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-
saran atau umpan balik.
Sedangkan menurut Weiss (dalam Maslihah, 2011:106), membagi dukungan
sosial ke dalam enam bagian yang berasal dari hubungan dengan individu lain, yaitu:
guidance, reliable alliance, attachment, reassurance of worth, social integration, dan
opportunity to provide nurturance. Komponen-komponen itu sendiri dikelompokkan
ke dalam 2 bentuk, yaitu intrumental support dan emotional support.
a. Instrumental Support
a) Reliable alliance
Merupakan pengetahuan yang dimiliki individu bahwa ia dapat
mengandalkan bantuan yang nyata ketika dibutuhkan. Individu yang menerima
bantuan ini akan merasa tentang karena ia menyadari ada orang yang dapat
diandalkan untuk menolongnya bila ia menghadapi masalah dan kesulitan.
b) Guidance (bimbingan)
44
Merupakan dukungan sosial berupa nasehat dan informasi dari sumber yang
dapat dipercaya. Dukungan ini juga dapat berupa pemberian feedback (umpan
balik) atau sesuatu yang telah dilakukan individu.
b. Emotional Support
a) Reassurance of Worth
Dukungan sosial ini berbentuk pengakuan atau penghargaan terhadap
kemampuan dan kualitas individu. Dukungan ini akan membuat individu merasa
dirinya diterima dan dihargai. Contoh dari dukungan ini misalnya memberikan
pujian kepada individu karena telah melakukan sesuatu dengan baik.
b) Attachment
Dukungan ini berupa pengekspresian dari kasih sayang dan cinta yang
diterima individu yang dapat memberikan rasa aman kepada individu yang
menerima. Kedekatan dan intimacy merupakan bentuk dari dukungan ini karena
kedekatan dan intimacy dapat memberikan rasa aman.
c) Social Integration
Cutrona (Maslihah, 2011:106) Dikatakan dukungan ini berbentuk kesamaan
minat dan perhatian serta rasa memiliki dalam suatu kelompok.
d) Opportunity to provide nurturance.
Dukungan ini berupa perasaan individu bahwa ia dibutuhkan oleh orang
lain.
Sedangkan menurut Cohen (dalam Abdullah, 2017:23) mendefinisikan jenis-
jenis dukugan sosial terbagi menjadi empat, yaitu:
a. Dukungan Nyata (Tangible Support)
45
Merupakan bantuan yang nyata berupa tindakan atau bantuan fisik untuk
menyelesaikan tugas
b. Dukungan rasa memiliki (Belonging Support)
Yaitu menunjukkan perasaan diterima menjadi bagian dari suatu kelompok dan
rasa kebersamaan
c. Dukungan Penghargaan (Esteem Support)
Yaitu dukungan yang diberikan orang lain terhadap perasaan komponen atau
harga diri individu atau perasaan seseorang sebagai bagian dari sebuah kelompok
dimana para anggotanya memiliki dukungan yang berkaitan dengan esstem seseorang
d. Dukungan Penilaian (Appreciate Support)
Yaitu adanya bantuan berupa nasihat yang berkaitan dengan pemecahan suatu
masalah untuk mengurasi stress
Menurut Shaws et, al (dalam Zulva, 2017:31), terdapat aspek-aspek yang
saling berhubungan untuk menggambarkan dukungan sosial, yaitu:
a. Social Embeddedness
Aspek ni merujuk pada intensitas hubungan seseorang dengan keluarga atau
sahabatnya. Gore mengungkapkan bahwa kekuatan dari hubungan seseorang dengan
keluarga dan sahabatnya merupakan sebuah proses psikologi yang dapat menjaga
kesehatan individu ((dalam skripsi Zulva, 2017:31)
b. Enacted Support
Aspek ini merujuk pada intensitas hubungan individu dengan orang lain yang
mampu memberikan dukungan emosional, dukungan nyata dan dukungan informasi.
Menurut House (dalam Zulva, 2017:32) dukungan informasi meliputi pemberian
46
informasi, nasihat dan umpan balik tentang apa yang seharusnya dilakukan seseorang,
informasi juga dapat membantu seseorang dalam melakukan coping pada masalahnya
c. Perceived Support
Aspek ini merujuk pada dukungan yang diberikan individu pada orang lain.
Dalam hal ini perlu diketahui bahwa tidak hanya keberadaan seseorang saja yang
dibutuhkan melainkan ketepatan seseorang dalam memberikan dukungan sosial.
Dukungan sosial yang dimaksud bukan hanya sekedar pemberian bantuan pada
individu yang membutuhkannya melainkan bagaimana individu tersebut memaknai
dukungan yang telah kita terima.
d. Provided Support
Aspek ini merujuk pada dukungan yang diberikan individu pada orang lain.
Yang mencakup dukungan emosional, dukungan informasi, dan dukungan nyata.
Selain menerima dukungan, penting bagi seseroang untuk memberik dukungan
kepada orang lain karena hal tersebut berhubungan dengan kesehatan dan
kesejahteraan seseorang itu sendiri.
3. Manfaat Dukungan Sosial
Menurut Taylor (King, 2010:226), Dukungan sosial memiliki tiga jenis manfaat,
yaitu:
1. Bantuan yang nyata
Keluarga atau teman dapat memberikan berbagai barang dan jasa dalam situasi
yang penuh stres. Misalnya:hadiah makanan seringkali diberikan setelah kematian
47
dalam keluarga muncul, sehingga anggota keluarga yang berduka tidak akan
memasak saat itu ketika energi dan motivasi mereka sedang rendah.
2. Informasi
Individu yang memberikan dukungan juga dapat merekomendasikan tindakan dan
rencana spesifik untuk membantu seseorang dalam copingnya dengan berhasil.
Teman-teman dapat memberikan bahwa rekan kerja mereka kelebihan beban kerja
dan menganjurkan cara-cara bajunya untuk mengelola waktu lebih efisien atau men
delegasikan tugas lebih efektif.
3. Dukungan emosional
Dalam situasi penuh stres, individu seringkali menderita cara emosional dan dapat
mengembangkan depresi, kecemasan, dan kehilangan harga diri. Teman-teman dan
keluarga dapat menenangkan seseorang dapat berada di bawah stress bahwa ia adalah
orang yang berharga yang dicintai oleh orang lain. Mengetahui orang lain peduli
memungkinkan seseorang untuk mendekati stres dan mengatasinya dengan keyakinan
yang lebih besar.
Salah satu cara dimana orang-orang mendapatkan dukungan selama masa-
masa sulit adalah melalui berbagai sosial berpaling pada orang lain yang bertindak
sebagai pendengar yang baik atau memberikan nasihat. (King, 2010:227).
Menurut, Johnson & Johnson (dalam Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari,
2011: 20) menyatakan bahwa ada empat manfaat dukungan sosial, yaitu:
1. Meningkatkan produktivitas dalam pekerjaan;
2. Meningkatkan kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri dengan
memberikan rasa memiliki;
48
3. Memperjelas identitas diri, menambah harga diri, dan mengurangi stress;
4. Meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik serta pengelolaan terhadap stress
& tekanan.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Dukungan sosial
Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah:
1. Pemberi dukungan sosial
Dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti
dari daripada yang berasal dari sumber yang berbeda-beda setiap saat. Hal ini
berkaitan dengan kesinambungan dukungan yang diberikan yang akan mempengaruhi
keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan. Seringkali pemberian
dukungan dipengaruhi oleh adanya normal, tugas dan keadilan. Dalam hal ini yang
dimaksud penulis pemberi dukungan sosial adalah keluarga/orang tua, guru, dan
teman bergaul.
2. Jenis dukungan
Jenis dukungan yang diterima akan mempunyai arti bila dukungan itu
bermanfaat dan sesuai dengan situasi yang dihadapi, seperti orang yang kekurangan
pengetahuan, dukungan informatif yang diberikan akan lebih bermanfaat bagi dirinya.
3. Penerima Dukungan
Karakteristik atau jari-jari penerima dukungan akan menentukan keefektifan
dukungan yang diperoleh. Karakteristik tersebut diantaranya kepribadian, kebiasaan,
dan peran sosial. Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu
dipengaruhi oleh kemampuan penerimaan dukungan untuk mencari dan
49
mempertahankan dukungan yang diperoleh, dalam hal ini yang menjadi penerimaan
dukungan sosial adalah siswa.
4. Lamanya pemberi dukungan
Lama atau singkatnya pemberian dukungan tergantung pada kapasitasnya.
Kapasitas berkaitan dengan kemampuan dari pemberi dukungan untuk memberikan
dukungan yang ditawarkan selama suatu periode tertentu.
Adapun menurut Sarafino (dalam Abdulloh, 2017:24) setidaknya ada 3 faktor
yang menyebabkan seorang menerima dukungan yaitu:
a. Potensi penerima dukungan
Tidak mungkin seseorang memperoleh dukungan sosial seperti yang diharapkan
jika dia tidak sosial, tidak pernah menolong orang lain, dan tidak membiarkan orang
lain mengetahui bahwa dia sebenarnya memerlukan pertolongan. Beberapa orang
tidak perlu assertive untuk meminta bantuan orang lain, atau merasa bahwa mereka
seahrusnya tidak tergantung dan menyusahkan orang lain.
b. Potensi Penyedia Dukungan
Seseorang yang seharusnya menjadi penyedia dukungan bisa saja tidak
mempunyai sesuatu yang dibutuhkan orang lain, atau mungkin mengalami stress
sehingga tidak memikirkan orang lain, atau bisa saja tidak sadar akan kebutuhan
orang lain.
c. Komposisi dan Struktur jaringan sosial
Maksud dari jaringan sosial adalah hubungan yang dimiliki individu dengan
orang-orang dalam keluarga dan lingkungannya.Hubungan ini dapat bervariasi dalam
ukuran (jumlah orang yang sering berhubungan dengan individu), frekuensi
50
hubungan (seberapa individu bertemu dengan orang-orang tersebut), komposisi
(apakah orang-orang tersebut keluarga, teman, rekan kerja, dan sebagainya), dan
kedekatan hubungan.
Sedangkan menurut Myers (Maslihah, 2017:107) mengemukakan bahwa
sedikitnya ada 3 faktor penting yang mendorong seseorang untuk memberikan
dukungan yang positif, diantaranya:
1. Empati, itu turut merasakan kesusahan orang lain dengan tujuan mengantisipasi
emosi dan motivasi tingkah laku untuk mengurangi kesusahan dan meningkatkan
kesejahteraan orang lain.
2. Norma dan nilai sosial, yang berguna untuk membimbing individu untuk
menjalankan kewajiban dalam kehidupan.
3. Pertukaran sosial, yaitu hubungan timbal balik perilaku sosial antara cinta,
pelayanan dan informasi. Keseimbangan dalam pertukaran akan menghasilkan
kondisi hubungan interpersonal yang memuaskan. Pengalaman akan pertukaran
secara timbal balik ini membuat individu lebih percaya bahwa orang lain akan
menyediakannya.
Adapun menurut Stanley ( dikutip dalam Fredericksen, 2018:69) Faktor-faktor
yang mempengaruhi dukungan sosial adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisik
Kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan, dan papan. Apabila seseorang tidak
mencukup kebutuhan fisiknya, maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan
sosial
b. Kebutuhan sosial
51
Dengan adanya aktualisasi diri yang baik, maka seseorang lebih kenal oleh
masyarakat daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat.Orang
yang mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan
pengakuan didalam kehidupan masyarakat.
c. Kebutuhan Psikis
Kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religious, tidak
mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Jika orang tersebut sedang mengalami
masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan cenderung mencari
dukungan sosial dari orang-orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai,
diperhatikan dan dicintai.
Selain dukungan sosial bermanfaat serta mempunyai pengaruh positif bagi
kehidupan seseorang, ternyata juga mempunyai efek yang kurang baik atau
berpengaruh negatif bagi penerima dukungan sosial itu sendiri. Namun, demikian
pada hakekatnya dukungan sosial memberi manfaat atau memiliki efek yang positif
bagi kebanyakan orang yang menerima adalah upaya mengatasi masalah yang
dimiliki.
Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa dukungan sosial yang diterima
individu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pemberi dukungan sosial, jenis
dukungan sosial, penerima dukungan, dan lamanya pemberi dukungan.
5. Indikator Dukungan Sosial
Indikator Dukungan sosial pada penelitian ini mengacu kepada empat jenis
dukungan sosial menurut House (Smet, 2018:136) yaitu:
52
1. Dukungan emosional: mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan (misalnya: umpan balik, penegasan).
2. Dukungan penghargaan: yaitu terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)
positif untuk orang tersebut, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan
atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang tersebut dengan orang
lain, misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadannya
(menambah penghargaan diri).
3. Dukungan instrumental: yaitu mencakup bantuan langsung seperti memberi
pinjaman uang kepada orang itu atau menolong dengan pekerjaan pada waktu
mengalami stress.
4. Dukungan informatif: mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-
saran atau umpan balik.
2.1.3 Kajian Teori Variabel Efikasi Diri (Self Efficacy)
1. Pengertian Efikasi Diri (Self Efficacy)
Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau Self
Knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini
disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut mempengaruhi individu dalam menentukan
tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk didalamnya
perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi (Nur Ghufron dan Rini, 2010:7).
Lebih lanjut, menurut Bandura, Efikasi diri berkaitan dengan keyakinan seseorang
bahwa ia dapat mempergunakan kontrol pribadi pada motivasi perilaku dan
lingkungan sosialnya (Smet, 2018:191).
53
Bandura (Nur Ghufron dan Rini, 2010:75) mengatakan bahwa efikasi diri
pada seseorang adalah hasil dari proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau
pengharapan tentang sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya
dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Menurut dia, efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan
yang dimiliki, tetapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal yang dapat
dilakukan dengan kecakapan yang ia miliki seberapa pun besarnya.
Lebih lanjut, Bandura menjelaskan Efikasi diri menekankan pada komponen
keyakinan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi yang akan datang
yang mengandung kekaburan, tidak diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan.
Efikasi diri berkombinasi dengan lingkungan, perilaku sebelumnya, dan variabel-
variabel persona lain, terutama harapan terhadap hasil untuk menghasilkan perilaku.
Efikasi diri akan mempengaruhi beberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang.
(Nur Ghufron dan Rini, 2010:75).
Gist dan Mitchell mengatakan bahwa efikasi diri dapat membawa perilaku
yang berbeda diantara individu dengan kemampuan yang sama karena efikasi diri
memengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan masalah, dan kegigihan dalam berusaha
(Nur Ghufron dan Rini, 2010:75). Baron dan Byrne (dalam Sandi, 2017:379)
mendefinisikan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau
kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan dan membatasi
hambatan.
Schunk (dikutip dalam Prasetyo, 2016:183) mengatakan bahwa efikasi diri
juga mengacu pada pertimbangan tentang bagaimana individu dapat
54
mengorganisasikan dan mengusahakan tindakan yang baik dalam situasi yang khusus.
Kemudian, menurut Sudrajat (Susanto, 2018:285) menjelaskan Efikasi diri merujuk
pada persepsi kognitif yang berisikan tentang kemampuan dalam mengatur dan
melaksanakan sejumlah tindakan suatu aktivitas yang diperlukan untuk
menyelesaikan tuntutan atau tugas-tugas tertentu sehingga berhasil.
Efikasi diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya
dirinya dapat berhasil melakukan sesuatu secara efektif. Dengan kata lain, Efikasi diri
dapat dimaknai sebagai keyakinan individu terhadap kompetensi dirinya untuk
mencapai hasil yang diinginkan (Susanto, 2018:284). Bandura (dalam Susanto,
2018:284) menjelaskan βSelf Efficacy beliefs are defined as beliefe in one capabilities
to organize and execute the course of action required to mange prosfective situations.
Jadi, Efikasi diri menurut Bandura dimaknai sebagai keyakinan dalam suatu
kemampuan untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang perlukan untuk
mengelola situasi yang akan datang.
Lebih lanjut, Bandura mengatakan bahwa βSelf efficacy refers to peopleβs
judgement of their own capabilities to organizeand an execute course of action
required to attain designated types of performanceβ. Jadi, Efikasi diri mengacu pada
penilaian individu terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk mengatur dan
menjalankan rencana tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diharapkan. Jadi, pada intinya Bandura menjelaskan bahwa Efikasi diri adalah
keyakinan diri yang dimiliki oleh individu terhadap potensial yang dimiliki dirinya.
(Susanto, 2018:284).
55
Menurut Rusnawati (dalam Susanto, 2018:285) mendefinisikan Efikasi diri
sebagai keyakinan atau kepercayaan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya
dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang ia hadapi, sehingga mampu
mengatasi rintangan dan mencapai tujuan yang diharapkan. Sedangkan menurut
Setiadi (dalam Susanto, 2018:285) Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan
seseorang terhadap kemampuannya untuk melakukan sesuatu atau hal-hal yang
berbeda di bawah kondisi tertentu.
Menurut Nurodin (2019:100) mengungkapkan bahwa Efikasi adalah penilaian
diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa
atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan di persyaratkan. Efikasi ini berbeda
dengan aspirasi (cita-cita) menggambarkan sesuatu yang ideal sebenarnya (dapat
dicapai), sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri.
Perubahan tingkah laku, dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan
ekspektasi efikasi (Efikasi Diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat
diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi
empat sumber, yakni: Pengalaman menguasai suatu prestasi (Performance
Accomplishment), pengalaman Perumpamaan (Vicarious Experience), persuasi sosial
(Social Persuation) dan pembangkitan emosi (Emotional Physiologicalstates)
(Nurodin, 2019:100)
Kemudian, Pajares (Sandi, 2017:377) menyatakan bahwa Efikasi diri
merupakan sikap atau perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang
yang bersangkutan tidak selalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa
bebas untuk melakukan hal-hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas
56
perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat
menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan untuk berprestasi serta
mengenal kelebihan dan kekurangannya.
Efikasi diri yang tinggi ditandai dengan memiliki komitmen yang kuat dalam
mencapai tujuan, selalu mempertahankan dan meningkatkan usahanya dalam
menghadapi kesulitan, mampu dengan cepat mengembalikan rasa keberhasilan
setelah mengalami kegagalan, selalu berpersepsi dirinya mampu mengontrol dan
menghadapi hambatan yang dialami. Efikasi diri yang tinggi akan menghasilkan
prestasi yang tinggi, mengurangi stres, dan terhindar dari depresi. Efikasi diri
merupakan hasil dari sebuah proses kompleks yang melibatkan proses persuasi diri
yang bergantung pada pengolahan kognitif, pengalaman pribadi, sosial, dan
fisiologis. (Susanto, 2018:289).
Individu yang memiliki efikasi diri yang rendah, akan memperhatikan suatu
kondisi lebih sulit dari kenyataan yang sebenarnya, sehingga akan cenderung
mengalami stress, depresi, dan tidak mampu menemukan cara-cara yang terbaik
untuk membersihkan masalah yang dialami. Sebaliknya, individu yang memiliki
efikasi diri yang tinggi akan membantu menciptakan perasaan yang tenang dalam
menghadapi tugas akademik maupun kondisi yang sulit. Sehingga, pada akhirnya
efikasi diri merupakan penentu dan prediktor yang kuat terhadap tingkat prestasi yang
akan dicapai oleh individu (Susanto, 2018:285).
Adapun menurut Frett (Sumardjono dan Yustinus, 2014:97) menyatakan
efikasi diri merupakan kepercayaan seseorang tentang peluang sukses menyelesaikan
suatu tugas spesifik. Sumber efikasidiri ini berasal dari perilaku model yang
57
diteladaninya, pengalaman sebelumnya, bujukan dari guru, orang tua serta penilaian
individu sendiri terhadap kondisi fisik dan emosionalitasnya.
Kemudian, Sumardjono dan Yustinus (2014:99) mengungkapkan Efikasi diri
adalah pertimbangan individu mengenai efektivitasnya dalam menangani situasi
tertentu serta memainkan peran utama dalam menetapkan perilakunya. Efikasi diri
yang rendah di hubungannya dengan rasa depresi atau tertekan, cemas, dan rasa tak
berdaya. Sedangkan, Efikasi diri yang tinggi berkenaan dengan percaya diri, cara
pandang positif dan mantap diri/sedikit sekali sikap ragu-ragu. (Sumardjono dan
Yustinus, 2014:99).
Menurut Judge dkk (Nur Ghufron dan Rini, 2010:76).,menganggap bahwa
efikasi diri ini adalah indikator positif dari core self-evaluation untuk melakukan
evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri Efikasi diri merupakan salah satu
aspek pengetahuan tentang diri atau self-knowledge yang paling berpengaruh dalam
kehidupan manusia sehari-hari karena efikasi diri yang dimiliki ikut memengaruhi
individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan, termasuk didalamnya perkiraan terhadap tantangan yang akan dihadapi. (Nur
Ghufron dan Rini, 2010:77).
Menurut Baroon dan Greenberg (Prasetyo, 2016:183) menjelaskan bahwa
individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan menunjukkan antusiasme dan
kepercayaan diri yang kuat. Efikasi diri akan menentukan jenis perilaku pengatasan
seberapa keras usaha yang dilakukan untuk mengatasi persoalan atau menyeleksi
tugas dan berapa lama ia akan mampu berhadapan dengan hambatan-hambatan yang
tidak diinginkan.
58
Salanova et al. (dalam Yetursance dkk, 2016:153) membuktikan hipotesis
bahwa semakin tinggi efikasi diri dalam pengaturan pembelajaran akan meningkatkan
performa dalam bidang akademik. Lebih lanjut dikatakan bahwa efikasi diri dapat
menimbulkan efek yang beragam dalam berbagai setting prestasi, efikasi dapat
memengaruhi pilihan terhadap aktivitas. Bandura mengatakan bahwa orang
memperoleh informasi tentang efikasi diri mereka dalam sebuah bidang kemampuan
dari praktik mereka dalam bidang tersebut, pengamatan-pengamatan terhadap model-
model, bentuk-bentuk persuasi sosial. Bandura mengatakan bahwa Praktik atau
tindakan aktual memberikan informasi yang paling valid untuk menilai efikasi diri
(Yetursance dkk, 2016:154).
Bandura (dalam Mike, 2017:27), mengatakan Efikasi diri berkembang sejak
ndividu bayi hingga melalui masa lanjut usia. Tahapan efikasi diri pada masa bayi
yaitu usaha melatih pengaruh lingkungan fisik dan sosial .Efikasi diri pada masa bayi
hingga usia anak dipusatkan pada oranng tua yang dipengaruhi oleh anggota keluarga
yang lain seperti saudara kandung, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya. Lebih
lanjut, Bandura mengatakan pada masa dewasa efikasi diri dikembangkan sebagai
penyesuaian pada masalah perkawinan dan peningkatan karir. Pada masa lanjut usia,
efikasi diri sulit dibentuk karena terjadi penurunan mental dan fisik (dalam Skripsi
Mike, 2017:27).
Efikasi diri merupakan unsur kepribadian yang berkembang melalui
pengamatan-pengamatan individu terhadap akibat-akibat tindakannya dalam situasi
tertentu (Nur Ghurfon dan Rini, 2010:77). Perpsepsi seseorang mengenai dirinya
dibentuk selama hidupnya melalui reward dan punishment dari orang-orang
59
sekitarnya. Unsur penguat tersebut lama-kelamaan dihayati sehingga terbentuk
pengertian dan keyakinan mengenai kemampuan diri. (Nur Ghurfon dan Rini,
2010:77).
Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa Efikasi diri (Self
Efficacy) adalah suatu keyakinan yang positif dalam diri individu yang dapat
berfungsi untuk menyelesaikan tugas danmenghadapi berbagai situasi yang
menantang serta hambatan-hambatan yang dihadapinya.
2. Dimensi-dimensi Efikasi diri
Menurut Bandura (Nur Ghufron dan Rini, 2010:80), Efikasi diri tiap individu
akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan tiga dimensi,
berikut ini adalah tiga dimensi tersebut:
a. Dimensi Tingkat (Level)
Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas karena individu merasa
mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang
disusun menurut tingkat kesulitannya, maka efikasi diri individu mungkin akan
terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang atau bahkan meliputi tugas-tugas yang
paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi
tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat.
Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang akan dicoba
atau dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya
dan menghindari tingkah laku yang berada diluar batas kemampuan yang
dirasakannya.
60
b. Dimensi Kekuatan (Strength)
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan
individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh
pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang
mantap terdorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin
ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi Kekuatan (Strength)
biasanya berkaitang langsung dengan dimensi level, yaitu makin tinggi taraf kesulitan
tugas, makin lemah keyakinan yag dirasakan untuk menyelesaikannya.
c. Dimensi Generalisasi (Generality)
Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu
merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap
kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau
pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi.
Adapun menurut Susanto (2018:285) sedikitnya ada tiga dimensi yang
membedakan Efikasi diri individu, yaitu:
a. Magnitude atau level, yaitu tingkat kesulitan tugas akademik yang diyakini oleh
individu dapat diselesaikan sebagai hasil persepsi tentang kompetensi diri.
b. Generally, yaitu kekuasaan tingkat penguasaan atau pencapaian individu terhadap
penyelesaian peserta didik.
c. Strength, yaitu tingkat kekuatan atau kelemahan keyakinan individu terhadap
kompetensi yang dipersepsikannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi efikasi diri meliputi dimensi
level (level), dimensi kekuatan (strength), dan dimensi generalisasi (Generality).
61
Menurut Widyaninggar (2014:98) berbagai hal yang dapat dengan mudah diamati
dari seorang anak yang memiliki efikasi diri yang tinggi adalah dengan:
a. Memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi dari teman-temannya
b. Memperlajari materi yang belum dipelajari tanpa diperintah oleh guru
c. Memiliki keingintahuan yang tinggi
d. Tiddak malu untuk bertanya
e. Memiliki banyak cara untuk menyelesaikan suatu masalah atau soal
Sedangkan menurut Fida (2017:34) mengatakan orang yang memiliki efikasi diri
yang tinggi mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dari orang-orang yang
memilliki efikasi diri rendah. Ciri-ciri individu dengan efikasi diri tinggi yaitu:
a. Individu merasa yakin akan berhasil (mampu)
b. Kinerja tinggi dalam mengerjakan tugas (hasil cepat di dapat)
c. Gigih sampai tujuan tercapai
d. Memikul tanggung jawab secara pribadi dan mengingginkan hasil dari
kemampuan yang optimal (mandiri)
e. Mampumengontrol stres dan kecemasan (tidak tertekan.
f. Mengaggap tugas sebagai pekerjaan yang menarik
g. Kreatif dan inovatif (bertindak aktif).
Sebaliknya, individu yang memiliki efikasi diri yang rendah memiliki ciri-ciri
yang berlawanan sdengan individu yang memiliki efikasi diri tinggi. Ciri-ciri individu
yang memiliki efikasi diri rendah:
a. Individu merasa tidak yakin akan berhasil (tidak mampu)
b. Kinerja lemah dalam mengerjakan tugas (hasil lama didapat)
62
c. Tidak mempunyai kegigihan dalam menciptakan tujuan.
d. Kurang memiliki tanggung jawab secara pribadi dan kurang menginginkan hasil
dari kemampuan optimalnya tergantung pada orang lain.
e. Kurang mampu mengontrol stres dan kecemasan (mudah tertekan).
f. Menganggap tugas sebagai pekerjaan yang tidak menarik (beban).
g. Tidak kreatif dan inovatif (pasif). (Fida, 2017:35)
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa efikasi diri siswa yang tinggi dapat
meningkatkan hasil belajar siswa secara optimal sehingga tercapainya tujuan
pendidikan yang diharapkan dan begitu juga sebaliknya.
3. Sumber- sumber Efikasi diri
Menurut Bandura (Susanto, 2018:286) keyakinan individu terhadap keberhasilan
dimensi dapat dikembangkan oleh empat faktor utama, yaitu pengalaman penguasaan,
pengalaman perumpamaan, persuasi sosial atau verbal, dan kondisi psikologis dan
emosional. Secara rinci keempat faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengalaman penguasaan (Mastery Experience)
Kesuksesan sebagai hasil dari pengalaman penguasaan akan membangun
kepercayaan yang kuat dalam keyakinan pribadi individu. Sebaliknya kegagalan akan
mengurangi rasa keyakinan (Sense of efficacy) individu. Dengan kata lain, semakin
sering individu mengalami keberhasilan, maka tingkat efikasi dirinya akan semakin
tinggi. Sebaliknya, semakin sering individu mengalami kegagalan maka semakin
rendah tingkat efikasi dirinya.
b. Pengalaman perumpamaan (Vicarious Experience)
63
Pengaruh yang kedua dalam membentuk dan memperkuat efikasi diri individu
adalah pengalaman yang diperoleh melalui pengamatan terhadap model sosial.
Dengan mengamati pengalaman orang lain dalam mencapai kesuksesan, akan
memperkuat efikasi diri untuk mencapai hasil yang sama dengan hasil yang di
observasi akan melemahkan tingkat motivasi dan efikasi diri individu. Pengaruh
pemodelan akan memberikan standar sosial terhadap individu Dalam melakukan
penilaian terhadap kemampuan dirinya.
c. Persuasi sosial atau verbal (Social Persuation)
Persuasi sosial atau verbal dapat memperkuat efikasi diri dalam pencapaian
keberhasilan. Pendapat orang lain yang menganggap Individu memiliki kemampuan
dalam menyelesaikan suatu kegiatan Dengan sukses akan memperkuat efikasi diri
individu Dalam menghadapi berbagai masalah atau tantangan ketika melaksanakan
suatu kegiatan atau aktivitas. Sebaliknya, pendapat orang lain yang menganggap
individu tidak mampu akan melemahkan efikasi diri individu Dalam melaksanakan
aktivitas dengan baik.
d. Kondisi Psikologis dan Emosional (Physicological and Emotional States)
Individu menafsirkan reaksi stress dan ketegangan sebagai tanda kerentanan
terhadap kinerja yang buruk. Menurut Bandura (Susanto, 2018:288) kegiatan yang
melibatkan kekuatan dan stamina, individu cenderung menilai kelelahan fisik sebagai
kelemahan, suasana hati memengaruhi penilaian individu tentang kompetensi dirinya.
Pengembangan efikasi diri tidak hanya tergantung pada keadaan fisiologis dan
emosional individu, tetapi bagaimana individu menafsirkan kondisi fisiologis dan
emosional yang dihadapi. Peserta didik yang kurang yakin terhadap kemampuan
64
dirinya akan secara salah menafsirkan kecemasan sebagai tanda ketidakmampuan.
Penafsiran tersebut akan mengakbatkan kegagalan dalam menyelesaikan tugas
akademik. Keadaan emosional peserta didik juga memengaruhi bagaimana peserta
didik menafsirkan pengalamannya. Cara untuk mengembangkan efikasi diri adalah
dengan meningkatkan kekuatan fisik, mengurangi stress dan kecenderungan
emosional negatif, serta kesalahan mempersepsikan suatu keadaan atau kondisi
(Susanto, 2018:288)
Menurut Corsini (dalam Wahdania, Ulfiani dan Sri, 2017:71) aspek-aspek
efikasi diri yaitu:
1. Kognitif
Kognitif adalah kemampuan individu untuk memikirkan cara-cara yang
digunakan dan dirancang tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan yang
diharapkan
2. Motivasi
Motivasi adalah kemampuan individu untuk memotivasi diri melalui pikirannya
untuk melakukan tindakan dan membuat keputusan serta mencapai tujuan yang
diharapkan.Motivasi tumbuh dari pemikiran yang optimis dari dalam diri individu
untuk mewujudkan tindakan yang diharapakan. Tiap-tiap individu berusaha
memotivasi dirinya dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan
dilakukan, memgantisipasi pikiran sebagai latihan untuk mencapai tujuan dan
merencakan tindakan yang akan dilakukan, dan merencakan tindakan yang akan
dilaksanakan.
3. Afektif
65
Afektif adalah kemampuan individu untuk mengatasi perasaan emosi yang
ditimbulkan dari diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan.Afektif berperan
pada pengaturan diri individu terhadap pengaurh emosi.Afektif terjadi secara alami
dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman
emosional.Afektif ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif
yang menghalangi pola pikir yang benar utuk mencapai tujuan.
4. Seleksi
Seleksi adalah kemampuan individu untuk melakukan pertimbangan secara
matang dan memilih perilaku dan lingkungannya. Individu akan menghindari
aktivitas dan situasi yang diyakini melebihi kemampuan yang mereka miliki, tetapi
mereka rasa mampu mengendalikannya.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Efikasi diri
Schunk dan Meece (Susanto, 2018:289) menjelaskan beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat akademik efikasi diri remaja antara lain: (1) Perubahan
perkembangan, (2) Sekolah, (3) Teman Sebaya, serta (4) Keluarga. Pengaruh yang
terkait dengan masing-masing konteks sosial dapat memiliki efek mendalam pada
keyakinan remaja tentang kemampuannya untuk berhasil baik di dalam maupun luar
sekolah. Keempat faktor tersebut sebagai berikut:
a. Perubahan perkembangan (Development Changes)
Perubahan kognitif, fisik dan sosial pada remaja memiliki implikasi penting bagi
remaja dalam mendeskripsikan kemampuan yang dimiliki. Perubahan pada masa
remaja menunjukkan sebagian kemampuan remaja menjadi meningkat untuk
kemampuan abstraksi kognitif, reflekstif, dan perbandingan sosial. Pada masa remaja,
66
individu menjadi lebih terampil mengkoordinasikan informasi yang bertentangan
dengan harapan serta membentuk pandangan yang lebih stabil terhadap kemampuan
yang dimiliki. Kemampuan remaja itu sendiri sangat mempengaruhi efikasi diri yang
dimiliki.
b. Sekolah (Schooling)
Situasi serta kondisi sekolah akan membantu membentuk efikasi diri remaja.
Shunck dan Meece (2007:79) menjelaskan dengan kematangan kognitif, remaja lebih
mampu menginterprestasikan dan mengintegrasikan beberapa sumber informasi
mengenai kompetensi yang dimiliki, serta memiliki pandangan yang jauh lebih beda
dari kemampuannya.
Sekolah memiliki pengaruh potensial pada efikasi diri remaja termasuk
Bagaimana struktur pengajaran, kemudahan atau kesulitan belajar, umpan balik
tentang kinerja, persaingan, kegiatan penilaian, jumlah dan jenis perhatian guru dan
transisi sekolah.
Periode transisi di sekolah dapat menyebabkan perubahan dalam efikasi diri.
Transisi sekolah membawa banyak perubahan dalam hubungan guru dan kelompok
sebaya, kelas yang dapat mempengaruhi efikasi diri. Hal lain yang mempengaruhi
efikasi diri adalah sistem pembelajaran sekolah serta lingkungan sekolah yang
kondusif. Sistem pembelajaran yang tepat serta lingkungan sekolah yang kondusif
akan membantu peserta didik menetapkan tujuan pembelajarannya dan fokus pada
kegiatan belajar dan mengajar Sehingga peserta didik akan semakin yakin terhadap
kemampuan yang dimiliki.
c. Teman Sebaya (Peers)
67
Pengaruh teman sebaya sangat kuat di kalangan remaja karena teman sebaya
memberikan kontribusi yang signifikan untuk proses sosialisasi remaja. Sebuah hasil
penelitian yang dilakukan Miller (2012) menunjukkan efikasi diri remaja sangat
dipengaruhi oleh teman sebaya. Pengamatan peserta didik terhadap kemampuan
teman sebayanya dalam menyelesaikan tugas dapat meningkatkan efikasi diri peserta
didik dan mengarahkan peserta didik untuk meyakini dirinya mampu menyelesaikan
tugas seperti teman sebayanya. Sebaliknya pada saat teman sebayanya tidak berhasil
menyelesaikan tugas, Efikasi diri peserta didik pun akan menurun. Remaja cenderung
memilih teman teman dan kelompok sebaya atau dasar kesamaan yang kemudian
akan meningkatkan pengaruh potensi permodelan.
d. Keluarga (Families)
Lingkungan keluarga akan memberikan pengaruh terhadap efikasi diri remaja.
Orang tua membangun kompetensi remaja Ketika memberikan lingkungan yang
menawarkan beberapa tantangan, dorongan untuk menetapkan aspirasi yang tinggi
namun realistis, memberikan peran model yang positif menyediakan dan mendukung
pengalaman penguasaan, dan mengajarkan bagaimana menghadapi kesulitan.
Faktor lingkungan keluarga lainnya yang mempengaruhi efikasi diri remaja
adalah latar belakang ekonomi keluarga. Remaja yang latar belakang keluarganya
termasuk kelas ekonomi bawah akan cenderung memiliki efikasi diri yang rendah,
karena dengan latar belakang ekonomi kelas bawah akan kurang mampu memenuhi
kebutuhan akademik, yaitu berbagai fasilitas belajar yang membantu menstimulasi
perkembangan kognitif remaja seperti komputer dan buku pelajaran.
68
Pola asuh orang tua akan mempengaruhi perkembangan efikasi diri remaja.
Remaja dengan orang tua yang bersikap hangat, cepat tanggap ikut terlibat dalam
mendukung perkembangan akademik, akan meningkatkan efikasi diri remaja. Selain
itu, persepsi orang tua terhadap kemampuan yang dimiliki anak akan senantiasa
berpengaruh terhadap persepsi remaja tentang kompetensi yang dimilikinya.
Adapun menurut Bandura (dalam Mike, 2017:27) , faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi Efikasi diri pada diri individu antara lain:
a. Budaya
Budaya dapat mempengaruhi efikasi diri individu melalui nilai (values),
kepercayaan (believe), proses pengaturan diri (self regulatory process) yang berfungsi
sebagai sumber penilaian efikasi dri dan konsekuensi dari keyakinan akan efikasi diri.
b. Gender
Gender dapat mempengaruhi efikasi diri pada diri individu. Wanita memiliki
efikasi diri yang lebih tinggi dalam perannya di kehidupan sehari-hari. Wanita yang
memiliki peran sebagai ibu rumah tangga dan wanita karir akan berpengaruh pada
tingkat efikasi diri yang tinggi dibandingkan pria yang bekerja.
c. Sifat dari tugas yang dihadapi
Kesulitan masalah yang dihadapi individu mempengaruhi penilaian terhadap
kemampuan dirinya. Individu yang dihadapkan pada permasalahan yang sulit akan
semakin rendah penilaian terhadap kemampuannya. Pada individu yang dihadapkan
masalah yang mudah akan semakin tinggi penilaian terhadap kemampuannya.
d. Insentif eksternal
69
Insentif eksternal dapat memengaruhi efikasi diri individu. Insentif yang
diberikan orang lain yang merefleksikan keberhasilan seseorang
e. Status atau peran individu dalam lingkungan
Individu yang memiliki status dan peran yang tinggi akan mendapatkan derajat
control yang besar sehingga mempengaruhi efikasi diri yang tinggi. Individu dengan
status atau peran yang rendah akan memiliki derajt kontrol yang kecil sehingga
efikasi diri yang dimiliki juga rendah.
f. Informasi tentang kemampuan diri
Informasi yang didapatkan individu mempengaruhi efikasi diri dimana individu
akan memiliki efikasi diri tinggi jika mendapatkan informasi positif mengenai
kemampuan dirinya sedangkan, individu akan memiliki efikasi diri rendah jika
mendapatkan informasi negatif.
Menurut Bandura (dalam Widyaninggar, 2014:93), Efikasi diri adalah sumber
pengontrol tingkah laku adalah respirokal antara lingkungan, tingkah laku dan
pribadi. Efikasi merupakan variabel pribadi yang penting yang kalau digabung
dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi akan menjadi
penentu tingkah laku mendatang yang penting. Setiap individu mempunyai efikasi
diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung kepada: 1) Kemampuan
yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu, 2) Kehadiran orang lain khususnya
saingan, 3) Keadaan fisiologis dan emosional.
Menurut Bandura (Moh. Hadi dan Suroso, 2014:187) karakteristik individu yang
memiliki efikasi diri yang tinggi adalah ketika individu tersebut merasa yakin bahwa
mereka mampu menangani secara efektif peristiwa dan situasi yang mereka hadapi,
70
tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas, percaya pada kemampuan diri yang mereka
miliki, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman dan suka mencari
situasi baru, menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan meningkatkan komitmen
yang kuat terhadap dirinya, menanamkan usaha yang kuat dalam apa yang
dilakukannya dan meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada
tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan, cepat memulihkan rasa
mampu setelah mengalami kegagalan, menghadapi stres atau ancaman dengan
keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya.
5. Indikator Efikasi Diri (Self Efficacy)
Dalam Fida (2017:35) Indikator efikasi diri mengacu pada dimensi efikasi diri,
yaitu Maginitude/level, strength dan generality, dengan melihat dimensi ini maka
terdapat beberapa indikator dari efikasi diri yaitu:
1. Yakin dapat melakukan tugas tertentu; individu yakin dapat melakukan tugas
tertentu yang mana individu yakin dapat melakukan tugas tertentu yang mana
individu sendirilah yang menetapkan tugas (target) apa yang harus diselesaikan.
2. Yakin bahwa individu dapat berusaha keras, gigih dan tekun dalam rangka
menyelesaikan tugas degan kemampuannya.
3. Yakin dapat memotivasi diri untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas.
4. Yakin bahwa dirinya mampu bertahan (tidak tertekan) menghadapi hambatan
dan kesulitan yang muncul bangkit dari kegagalan.
5. Yakin dapat menyelesaikan permasalahan diberbagai situasi atau kondisi.
71
6. Bertindak kreatif dan inovatif
Adapun menurut Mike (2017:32), indikator efikasi diri mengacu pada dimensi
efikasi diri yang terdiri beberapa indikator sebagai berikut:
1. Yakin dapat menyelesaikan tugas tertentu.
Individu yakin pada diri sendiri bahwa ia mampu menyelesaikan tugas tertentu
dengan menetapkan target yang harus diselesaikan.
2. Yakin dapat memotivasi diri untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas
Individu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk memilih dan melakukan
tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugasnya.
3. Yakin dapat berusaha dengan keras, gigih dan tekun
Individu mau berusaha keras menyelesaikan tugas dengan menggunakan segala
daya yang dimiliki.
4. Yakin bahwa diri mampu bertahan menghadapi hambatan dan kesulitan
Individu mampu bertahan ketika menghadapi hambatan dan kesulitan yang
muncul serta dapat bangkit kembali ketika mengalami kegagalan
5. Yakin dapat menyelesaikan tugas yang memiliki range yang lebih luas ataupun
spesifik.
Individu yakin pada diri sendiri bahwa ia dapat menyelesaikan semua tugasnya
dengan baik dalam lingkup yang luas maupun spesifik.
Sedangkan menurut Dewi (dalam Moh. Hadi dan Suroso, 2014:187) indikator
efikasi diri (Self Efficacy) yaitu:
a. Memiliki kemampuan diri
72
b. Memiliki keyakinan diri (kepercayaan diri)
c. Memiliki kemampuan diri dalam situasi yang berbeda.
Berdasarkan pendapat diatas, maka indikator efikasi diri pada penelitian ini
mengacu kepada dimensi efikasi diri menurut Bandura (dalam Nur Ghufron dan Rini,
2010:80) yaitu:
a. Tingkat kesulitan tugas akademik (Magnitude atau level) yaitu siswa yakin dapat
melakukan tugas tertentu meskipun tugas tersebut mempunyai tingkat
kesulitannya tinggi ataupun rendah.
b. Tingkat penguasaan atau pencapaian individu (Generally) yaitu Siswa dapat
menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk memilih dan melakukan tindakan
yang diperlukan untuk menyelesaikan tugasnya. Dengan adanya motivasi dalam
dirinya, siswa tersebut akan gigih, tekut dan semakin kuat kepercayaan dirinya
dalam mengahadapi tugas yang akan dihadapinya.
c. Tingkat kekuatan atau kelemahan keyakinan individu (Strength) ,yaitu siswa
yakin bahwa dirinya mampu bertahan dalam menghadapi hambatan dan
kesulitan dan berusaha bangkit kembali dari kegagalan sebelumnya.
2.1.4 Hasil Penelitian Yang Relevan
1) Penelitian Siti dkk (2019) yang berjudul βPengaruh Motivasi Belajar dan
Dukungan Sosial Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 2 Kusambiβ. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Motivasi
belajar dan Dukungan Sosial berpengaruh positif terhadap hasil belajar. Hal ini
diketahui variabel motivasi belajar (X1) memiliki sig. = 0,004 <β = 0,05 atau
73
πβππ‘π’ππ = 2,986 > ππ‘ππππ = 1,99 yang dipilih. Hal ini menunjukkan ditolaknya
hipotesis H0, artinya Ada pengaruh yang signifikan motivasi belajar terhadap
hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kusambi Yang
menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa SMP Negeri 2 Kusambi
dapat dijelaskan oleh motivasi belajar sebesar 11,7%, sisanya sisanya sebesar
88,3% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Kemudian, variabel dukungan sosial (X2) memiliki sig. = 0,013 < β = 0,05 atau
πβππ‘π’ππ = 2,558 > ππ‘ππππ = 1,99 yang dipilih. Hal ini menunjukkan ditolaknya
hipotesis H0, artinya Ada pengaruh yang signifikan dukungan sosial terhadap
hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kusambi yang
menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa SMP Negeri 2 Kusambi
dapat dijelaskan oleh dukungan sosial sebesar 8,9%, sisanya sisanya sebesar
91,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
2) Penelitian Supriyati (2014) yang berjudul βPengaruh Dukungan Sosial dan
Kecerdasan Emosional Pada Hasil Belajar Mata Diklat Produktif
Akuntansi Siswa SMK Sunan Drajat Lamonganβ. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pada Pengujian variabel dukungan sosial dan kecerdasan
emosional secara simultan berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar , nilai
Fhitung sebesar 207,543 dengan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari 5%.
Nilai R-Square yang dihasilkan sebesar 0,777 menyatakan bahwa hasil belajar
mata diklat produktif akuntansi (Y) dipengaruhi oleh dukungan sosial (X1) dan
kecerdasan emosional (X2) sebesar 77,7 % sedangkan 22,3%dipengaruhi oleh
74
faktor β faktor lain selain variabel dukungan sosial dan kecerdasan emosional.
Lebih lanjut uji parsial menunjukkan nilai πβππ‘π’ππ pada variabel dukungan sosial
(X1) sebesar 7,759 dengan tingkat signifikan kurang dari 5% yaitu 0,000. Hal ini
berarti variabel dukungan sosial (X1) secara parsial berpengaruh signifikan pada
hasil belajar mata diklat produktif akuntansi (Y). Besarnya pengaruh dukungan
sosial pada hasil belajar matadiklat produktif akuntansi adalah 33,64%. Nilai
πβππ‘π’ππ pada variabel kecerdasan emosional (X2) sebesar 6,640 (πβππ‘π’ππ 6,640
>ππ‘ππππ 1,980) dengan tingkat signifikan kurangdari 5% yaitu 0,000. Hal ini
berarti variabel kecerdasan emosional (X2) secara parsial berpengaruh signifikan
pada hasil belajar mata diklat produktif akuntansi (Y). Besarnya pengaruh
kecerdasan emosional (X2) pada hasil belajar mata diklat produktif akuntansi
(Y) sebesar 27,04 %.
3) Penelitian dari Rahmatullah (2012) yang berjudul βHubungan Antara
Dukungan Sosial dengan Prestasi Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran
Akidah Akhlak di MTs. Nurul Rahmat Bontolanra Kec. Galesong Utara
Kab. Takalarβ dalam penelitian ini Ada hubungan positif sebesar 0,988 antara
dukungan sosial dengan prestasi belajar siswa, karena berada pada interval 0,80-
1,000. Hal ini berarti semakin baik dukungan sosial seseorang maka semakin
meningkat pulaprestasi belajar siswa. Apakah koefisien korelasi hasil
perhitungan tersebut signifikan (dapat digeneralisasikan) atau tidak, maka perlu
dibandingan kandengan r tabel dengan taraf kesalahan tertentu. (lihat tabel r
product moment). Bila taraf kesalahan ditetapkan 5% (taraf kepercayaan 95%)
75
dan N = 28, maka harga r tabel = 0,374. Ternyata harga r hitung lebih besar
dariharga r tabel, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi kesimpulannya ada
hubungan positif dan signifikan antara Dukungan Sosial dengan Prestasi Belajar
Siswa dalam mata pelajaran Aqidah Akhlak di MTs. Nurul Rahmat Bontolanra
Kec. Galesong Utara Kab. Takalar sebesar 0,988. Data dan koefisien yang
diperoleh dalam sampel tersebut dapat digeneralisasikan pada populasi di mana
sampel diambil atau data tersebut mencerminkan keadaan populasi.
4) Penelitian Nuraga Mohammad Aditya (2015) yang berjudul βHubungan
Dukungan Sosial Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X dan XI SMAN 1
Gedegβ. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Pada penelitian tersebut
menunjukkan bahwa dukungan sosial tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar. Karena P-value> 0,05. Hal ini menunjukkan
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dan prestasi
belajar siswa SMAN 1 Gedeg Kelas X & X1. Nilai F sebesar 0,751 dengan
tingkat signifikansi 0,388 yang lebih dari nilai alpha (0,05), sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan variabel dukungan
sosial terhadap prestasi belajar.
5) Penelitian Ika Heni Wahyuningsih (2018) yang berjudul βPengaruh Efikasi
diri, Motivasi Belajar, dan Lingkungan Sekolah terhadap Prestasi Belajar
siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas X dan XI di SMA Negeri 6
Yogyakartaβ. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh yang
positif terhadap Efikasi Diri, Motivasi belajar, dan Lingkungan sekolah terhadap
76
Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi Kelas X dan XI di SMA
Negeri 6 Yogyakarta. Adapun variabel Efikasi diri dalam penelitian ini hasil
analisis data menunjukkan bahwa T hitung sebesar 3,349, sedangkan nilai t tabel
untuk n=75 sebesar 1,99346. Dengan demikian, nilai πβππ‘π’ππ lebih besar dari
ππ‘ππππ(3,349>1,99346), sehingga terdapat pengaruh Efikasi diri terhadap prestasi
belajar siswa.
6) Penelitian Lasmita, Agus dan Lili (2018) yang berjudul βPengaruh Efikasi Diri
(Self Efficacy) Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas XI IPS SMA
Negeri Se-Kota Bandungβ. Hasil penelitian ini tersebut menunjukkan bahwa
adanya hubungan positif antara Efikasi Diri dengan Hasil Belajar Ekonomi siswa
kelas XI IPS SMA Negeri Se-Kota Bandung, Efikasi diri berpengaruh positif dan
signifikan terhadap hasil belajar siswa ekonomi sebesar 60,5%, sedangkan
sisanya 39,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dibahas dalam
penelitian yang diketahui Nilai πβππ‘π’ππ sebesar 23,500> ππ‘ππππ sebesar 1,9665
dengan df = 361 dan nilai signifikansi 0,05.
7) Penelitian Anggi Dkk. (2016) yang berjudul βPengaruh Budaya Membaca,
Pendidikan Karakter, dan Efikasi Diri Terhadap Hasil Belajar Pada Mata
Pelajaran Ekonomi Kelas X SMA Negeri 12 Padangβ. Hasil Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara Budaya Membaca,
Pendidikan Karakter dan Efikasi Diri Terhadap Hasil Belajar Pada Mata
pelajaran Ekonomi kelas X SMA Negeri 12 Padang. Berdasarkan hasil
penelitian terdapat pengaruh antara budaya membaca (X1) terhadap hasil
77
belajar (Y) dengan nilai koefisien regresi budaya membaca sebesar 0,512. Hal
ini berarti adanya pengaruh budaya membaca terhadap hasil belajar, apabila
nilai budaya membaca meningkat sebesar satu satuan maka hasil belajar akan
meningkat sebesar 0,512 dalam setiap satuannya dengan asumsi variabel lain
tidak mengalami perubahan atau konstan dan nilai πβππ‘π’ππ sebesar 2,419 > ππ‘ππππ
sebesar 1,960 sedangkan nilai signifikan 0,017 < 0,05, berarti Ha diterima dan
H0 ditolak dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara
budaya membaca terhadap hasil belajar siswa kelas X pada mata pelajaran
ekonomi di SMA N 12 Padang. Berdasarkan hasil penelitian terdapat pengaruh
antara pendidikan karakter (X1) terhadap hasil belajar (Y) dengan nilai
koefisien regresi budaya membaca sebesar 0,846. Hal ini berarti adanya
pengaruh pendidikan karakter terhadap hasil belajar, apabila pendidikan
karakter meningkat sebesar satu satuan maka hasil belajar akan meningkat
sebesar 0,846 dalam setiap satuannya dengan asumsi variabel lain tidak
mengalami perubahan atau konstan dan nilai πβππ‘π’ππ sebesar 3,423 > ππ‘ππππ
sebesar 1,960 sedangkan nilai signifikan 0,001 < 0,05, berarti π»πditerima dan
π»0 ditolak dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara
pendidikan karakter terhadap hasil belajar siswa kelas X pada mata pelajaran
ekonomi di SMA N 12 Padang. Dan Efikasi diri (X3) terhadap hasil belajar (Y)
dengan nilai koefisien regresi efikasi diri sebesar 0,520 Hal ini berarti adanya
pengaruh efikasi diri terhadap hasil belajar, apabila nilai efikasi diri meningkat
sebesar satu satuan maka hasil belajar akan meningkat sebesar 0,520 dalam
78
setiap satuannya dengan asumsi variabel lain tidak mengalami perubahan atau
konstan dan nilai πβππ‘π’ππ sebesar 3,290 > ππ‘ππππ sebesar 1,960 sedangkan nilai
signifikan 0,001 < 0,05, berarti π»π diterima dan π»0 ditolak dengan demikian
dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara efikasi diri terhadap hasil
belajar siswa kelas X pada mata pelajaran ekonomi di SMA N 12 Padang.
8) Penelitian dari Wahdania, Ulfiani dan Sri (2017) yang berjudul βPengaruh
Efikasi Diri, Harga Diri dan Motivasi Terhadap Hasil Belajar Matematika
Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 1 Bulupoddo Kab. Sinjaiβ. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Dari hasil analisis data yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan (sig. < 0,05) antara
efikasi diri, harga diri dan motivasi terhadap hasil belajar matematika peserta
didik kelas X SMA Negeri 1 Bulupoddo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
efikasi diri, harga diri dan motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
hasil belajar matematika peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Bulupoddo. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama efikasi diri, harga diri
dan motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar matematika
peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Bulupoddo. Setelah melakukan analisis
terhadap data yang diperoleh pada penelitian ini, diperoleh bahwa efikasi diri
berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar matematika peserta didik
kelas X SMA Negeri 1 Bulupoddo dengan nilai signifikansi sebesar 0,034.
diperoleh bahwa harga diri berpengaruh secara siginifikan terhadap hasil belajar
peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Bulupoddo Kab. Sinjai dengan nilai
79
signifikansi 0,001. Setelah melakukan analisis terhadap data yang diperoleh
pada penelitian ini, diperoleh bahwa harga diri berpengaruh secara signifikan
terhadap hasil belajar matematika peserta didik kelas X SMA Negeri 1
Bulupoddo Kab. Sinjai dengan nilai signifikansi 0,043 Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa secara bersama-sama efikasi diri, harga diri dan motivasi
berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar matematika peserta didik
kelas X SMA Negeri 1 Bulupoddo. Koefisien determinasi sebesar 74,8%
menunjukkan bahwa 74,8% hasil belajar matematika siswa dapat dijelaskan
oleh efikasi diri, harga diri dan motivasi peserta didik
9) Penelitian Ika Heni Wahyuningsih (2018) yang berjudul βPengaruh Efikasi
Diri, Motivasi Belajar dan Lingkungan Sekolah Terhadap Prestasi Belajar
Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X dan XI IIS SMA Negeri 6
Yogyakartaβ. Hasil analisis dari penelitian ini bahwa: (1) Terdapat Pengaruh
efikasi diri terhadap prestasi belajar ekonomi hal ini menunjukkan dari analisis
data bahwa nilai t hitung sebesar 3,349 sedangkan nilai t tabel untuk n=75
sebesar 1,99346 dengan demikian dapat dikatakan t hitung lebih besar dari t
tabel (3,349 > 1,99346), (2) Tidak terdapatnya pengaruh motivasi belajar
terhadap prestasi belajar hal ini dikatahui analisis data menunjukkan bahwa t
hitung sebesar 1,150 sedangkan nilai t tabel untuk n=75 sebesar 1,993946. Hal
ini menunjukkan bahwa t hitung < t tabel atau 1,150 < 1,993946, (3) Terdapat
pengaruh Lingkungan sekolah terhadap prestasi belajar, hal ini diketahui
analisis data menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel (4,038 >
1,99346), (4) Terdapat pengaruh Efikasi diri, motivasi belajar, dan lingkungan
80
sekolah terhadap prestasi belajar mata pelajaran ekonomi, hal ini diketahui dari
analisis data menunjukkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel (7,658 >
2,73) dari analisis koefisien determinasi (R square) menujukkan bahwa ketiga
variabel mempunyai pengaruh sebesar 0,244 atau 24,4 %.
2.2 Kerangka Berpikir
1. Pengaruh dukungan sosial terhadap Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar yang memuaskan merupakan hal yang diinginkan oleh semua
siswa, siswa akan termotivasi akan hasil belajarnya jika ada hal-hal yang
mempengaruhinya diantaranya faktor dalam diri siswa dan faktor dari luar siswa.
Wasliman (dalam Susanto, 2013:12) mengemukakan Hasil belajar dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang meliputi faktor internal
antara lain: kecerdasan, minatdan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,
kebiasaan belajar,serta kondisi fisik dan kesehatan. Sedangkan faktor eksternal
meliputi: lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Salah satu faktor eksternal
yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah dukungan sosial.
Menurut King (2010:226) Dukungan sosial (Social Support) adalah informasi
dan umpan balik dari orang lain yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan
diperhatikan, dihargai, dan dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan
kewajiban yang timbal balik. Dukungan sosial didapat dari lingkungan sosial individu
tersebut seperti keluarga, teman sebaya maupun guru disekolah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Fezer (Sukmawati, 2016:33), Sumber dukungan sosial berasal dari keluarga
81
sebagai lingkungan terdekat remaja, yaitu orang tua dan dari sekolah seperti guru,
teman sekelas dan teman sebaya sebagai lingkungan kedua bagi mereka.
Berdasarkan paparan diatas, bahwa dukungan sosial merupakan suatu bentuk
keberadaan serta dukungan dari lingkungan sosial seperti lingkungan keluarga,
teman, lingkungan sekolah yang dapat membuat penerima merasa dicintai, diberi
kenyamanan serta di perhatikan yang semua itu akan membuat timbulnya rasa
percaya dri dari individu yang menerimanya tersebut. Dukungan sosial dapat dilihat
dari banyaknya kontak sosial yang terjadi atau ketika individu menjalin hubungan
dengan sumber-sumber yang ada dilingkungan.
Siswa membutuhkan tempat curahan dan dukungan dari orang terdekat seperti
orang tua, guru dan teman mengenai keluhan ataupun kebahagiaan yang dirasakan
siswa tersebut. Siswa yang mendapatkan dukungan sosial yang baik akan selalu
percaya diri dan terdorong terus untuk tekun belajar, dan meningkatkan keaktifan
dalam belajar dikelas karena mereka merasa ada yang menghargai, di hormati, dan
diperhatikan sehingga membuat siswa tersebut merasa nyaman dan akan
mempengaruhi hasil belajar. Begitupun sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial
yang didapat semakin rendah hasil belajar nya. Hal ini sesuai dengan Cohen dan
Suherman (dalam Sheilla dan Sri, 2018:23) dukungan sosial dapat bermanfaat dan
berefek secara positif bagi penerimanya.
Sedangkan siswa tidak atau kurang mendapat dukungan sosial yang baik seperti
mereka hanya tergerak untuk mau sekolah tetapi sulit untuk tekun belajar dan tidak
mampu mengelolah pengalaman dan belajar secara terus menerus, dan cenderung
menjadi siswa yang malas dan pasif dalam pembelajaran, serta kurang menjalin
82
komunikasi dengan guru dan teman sebaya. Oleh sebab itu, untuk memperoleh hasil
yang baik seorang siswa harus mempunyai motivasi belajar dari dukungan sosial
sehingga akan mendorong ia untuk terus tekun belajar yang pada akhirnya mencapai
hasil belajar yang diharapkan.Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menduga
adanya pengaruh dukungan sosial terhadap hasil belajar siswa.
2. Pengaruh Efikasi Diri (Self Efficacy) terhadap Hasil Belajar Siswa.
Salah satu faktor dalam individu yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah
Efikasi diri. Bandura (Nur Ghufron dan Rini, 2010:75) mengatakan bahwa efikasi diri
pada seseorang adalah hasil dari proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau
pengharapan tentang sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya
dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Efikasi diri dapat dimaknai sebagai keyakinan individu
terhadap kompetensi dirinya untuk mencapai hasil yang diinginkan (Susanto,
2018:284)
Adapun menurut Sudrajat (Susanto, 2018:285) menjelaskan Efikasi diri
merujuk pada persepsi kognitif yang berisikan tentang kemampuan dalam mengatur
dan melaksanakan sejumlah tindakan suatu aktivitas yang diperlukan untuk
menyelesaikan tuntutan atau tugas-tugas tertentu sehingga berhasil. Hal ini sejalan
dengan Nur Ghufron dan Rini, (2010:75)Efikasi diri akan mempengaruhi beberapa
aspek dari kognisi dan perilaku seseorang.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat di simpulkan bahwa Efikasi diri (Self
Efficacy) adalah suatu keyakinan yang positif dalam diri individu yang dapat
berfungsi untuk menyelesaikan tugas dan menghadapi berbagai situasi yang
83
menantang serta hambatan-hambatan yang dihadapinya.Dalam hubungannya dengan
kegiatan belajar, Efikasi diri tentu dimungkinkan akan berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Hal ini telah di buktikan dalam penelitian Nobelina dan Alfi (2011:22)
bahwa Efikasi diri ini sangat menentukan seberapa besar keyakinan mengenai
kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu untuk melakukan proses belajarnya
sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
Dengan adanya efikasi diri yang tinggi, siswa akan selalu optimis dan tidak
mudah menyerah dalam berbagai tugas yang sulit sepertimengerjakan tugas pelajaran
ekonomi dalam mengerjakan soal menggunakan rumus-rumus yang cukup sulit, akan
selau berusaha dan selalu yakin bahwa apa yang dilakukannya akan menciptakan
hasil yang positif dan hal tersebut dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Hal ini
sesuai dengan dengan pendapat Ormrod (2008:22) menyatakan bahwa orang dengan
Self efficacy yang tinggi cenderung lebih banyak belajar dan berprestasi daripada
mereka yang self efficacynya yang rendah.
Begitu juga sebaliknya, jika siswa mempunyai efikasi diri yang rendah, siswa
cenderung mudah menyerah dalam berbagai tugas yang sulit, selalu pesimis dalam
mengerjakan tugas yang diberikan guru, jika siswa terus-menerus mengalami masalah
tersebut ini akan mempengaruhi hasil belajarnya hal ini sejalan dengan pendapat
Nobelina dan Alfi (2011:20) Efikasi diri yang rendah akan sangat mempengaruhi
seseorang dalam menyelesaikan tugas nya untuk mencapai hasil tertentu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi efikasi diri yang
dimiliki oleh siswa akan semakin tinggi pula hasil belajar ekonomi, begitu pula
84
sebaliknya. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menduga adanya pengaruh Efikasi
Diri terhadap Hasil Belajar siswa
3. Pengaruh Dukungan Sosial dan Efikasi Diri terhadap Hasil Belajar
Menurut Wasliman (Susanto, 2013:12) yang menjelaskan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar ada dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal yang meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan
sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. Sedangkan Faktor internal
meliputi diantaranya lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Adapun variabel
efikasi diri tergolong dalam faktor internal dan variabel dukungan sosial tergolong
dalam faktor eksternal.
Untuk memperoleh hasil belajar yang baik sebaiknya antara dukungan sosial
dari lingkungan siswa dan efikasi diri siswa keduanya saling berjalan dengan baik
untuk mewujudkan hasil belajar yang memuaskan. Dengan demikian, siswa
mendapatkan tugas dari sekolah dan dukungan sosial dari lingkungan terdekat
mendukung untuk siswa dalam menyelesain tugas tersebut baik dari lingkungan
keluarga, guru, dan teman sebayanya. Selain itu, terdapat keyakinan dalam dirinya
untuk mampu mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas mata pelajaran ekonomi
yang harus dikerjakan. Alhasil, kedua faktor tersebut diketahui dimiliki dan dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa
Berdasarkan penjelasan pengaruh antara berbagai variabel tersebut, sehingga
kerangka berfikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
85
Bagan 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian
Keterangan:
= Uji Parsial (Uji T)
= Uji Simultan (Uji F)
2.3 Hipotesis
Menurut Creswell (dalam Ismail, 2018:74), Hipotesis adalah Pernyataan
dalam penelitian kuantitatif di mana peneliti membuat dugaan atau prediksi tentang
hasil penelitian dari hubungan antar atribut dan sifat variabel. Berdasarkan masalah
yang diangkat oleh peneliti maka dalam hal ini peneliti mengangkat 3 hipotesis,
yaitu:
1. Ha = Terdapat Pengaruh yang positif Dukungan Sosial terhadap Hasil Belajar
Pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 13 Kota Jambi
H0 = Tidak Terdapat Pengaruh positif Dukungan sosial terhadap Hasil Belajar
Pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 13 Kota Jambi.
Dukungan Sosial
(X1)
Hasil Belajar
(Y)
Efikasi Diri
(X2)
86
2. Ha= Terdapat Pengaruh positif terhadap Efikasi Diri terhadap Hasil Belajar
Pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 13 Kota Jambi.
H0= Tidak Terdapat Pengaruh positif Efikasi diri terhadap Hasil Belajar Pada
Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 13 Kota Jambi
3. Ha = Terdapat Pengaruh yang positif Dukungan Sosial dan Efikasi Diri terhadap
Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri
13 Kota Jambi.
H0= Tidak Terdapat Pengaruh positif Dukungan sosial dan Efikasi Diri terhadap
Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri
13 Kota Jambi.