bab ii kajian teoritik a. konsep penelitian tindakan 1 ... · kajian teoritik a. konsep penelitian...
TRANSCRIPT
-
10
10
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Konsep Penelitian Tindakan
1. Defini Penelitian Tindakan
Di Indonesia penelitian tindakan kelas masih termasuk baru meski telah
berkembang lama di Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Penelitian
tindakan berkaitan erat dengan penelitian kualitatif, karena memang dalam
pengumpulan datanya menggunakan pendekatan kualitatif. Mengutip dalam
buku Nana Saodah “penelitian tindakan merupakan suatu pencarian
sistematik yang dilaksanakan oleh para pelaksana program dalam
kegiatannya sendiri (dalam pendidikan dilakukan oleh guru, dosen, kepala
sekolah, konselor), dalam mengumpulkan data tentang pelaksanaan
kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk kemudian
menyusun rencana dan melakukan kegiatan- kegiatan penyempurna”.1
Gagasan yang dimaksud penelitian tindakan adalah penelitian yang
dilaksanakan oleh pelaksana pendidikan yang mengalami kendala yang
kemudian dicari solusinya dengan kegiatan penyempurna untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
1 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan,(Jakarta: PT Remaja
Rosdakarya, 2010),h.140
-
11
Walaupun telah berkembang lama di Amerika Serikat, Inggris dan
Australia, di Indonesia penelitian tindakan masih termasuk baru. Penelitian
tindakan berkaitan erat dengan penelitian kualitatif, karena memang dalam
pengumpulan datanya menggunakan pendekatan kualitatif.
Glenda Mac Naghton mengatakan action research is about researching
with people to create and study change in and through the research prosess.
In early childhood settings it can produce changed ways of doing things and
changed ways of understanding why we do what we do.2
Dalam hal ini action research adalah penelitian yang ditujukan untuk
meneliti orang dengan mempelajari perubahan yang dilakukan melalui proses
penelitian, dengan cara mengetahui apa yang akan dirubah dan mengapa
kita melakukan penelitian tersebut.
Dalam Nana Syaodih menyatakan bahwa “penelitian tindakan
merupakan suatu pencarian sistematik yang dilaksanakan oleh para
pelaksana program dalam kegiatannya sendiri (dalam pendidikan dilakukan
oleh guru, dosen, kepala sekolah, konselor), dalam pengumpulan data
tentang pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi,
untuk kemudian menyusun rencana dan lakukan kegiatan- kegiatan
2 Glenda Mac Noughton, Doing Early Childhood Research Internasional Perspectives On
Theory and Practice, (Australia: Nasional Library Of Australia, 2001), h.208
-
12
penyempurnaan”.3 Ada beberapa perbedaan utama dari penelitian tindakan
dengan penelitian kelas biasa.
Tabel 1 .1 Perbedaan antara Penelitian Biasa dengan Penelitian
Tindakan4
Apa Penelitian Biasa Penelitian Tindakan
Siapa
Dilakukan oleh para
professor, ahli,peneliti
khusus, mahasiswa terhadap
kelompok eksperimental dan
kontrol.
Dilakukan oleh para
pelaksana kegiatan dalam
kegiatan yang menjadi
tugasnya.
Dimana Dalam lingkungan di mana
variable dapat dikontrol
Di dalam lingkungan kerja
atau lingkungan tugasnya
sendiri.
Bagaimana
Menggunakan pendekatan
kuantitatif,menguji signifikansi
statistic, hubungan sebab-
akibat antar variable
Menggunakan pendekatan
kualitatif menggambarkan
apa yang sedang berjalan
dan ditujukan untuk
mengetahui dampak dari
3 Nana Syaodih Sukmadinata, loc. cit. 4 Nana Syaodih Sukmadinata, loc. cit.
-
13
kegiatan yang dilakukan.
Mengapa Menemukan kesimpulan
yang dapat digeneralisasikan
Melakukan tindakan dan
mendapatkan hasil positif
dari perubahan yang
dilakukan dalam lingkungan
kerja atau tugasnya.
Gagasan penelitian tindakan diatas adalah penelitian yang dilaksanakan
oleh pelaksana kegiatan, di tempat dia bertugas atau lingkungan sendiri,
dengan pendekatan kualitatif untuk menggambarkan hasil positif yang
dilakukan dalam lingkungan kerjanya. Dalam Craig A.Mertler tertulis bahwa:
“Action research models begin with a central problem or topic. They
involve some observation or monitoring of current practice, followed by the
collection and synthesis of information and data. Finally, some sort of action is
taken, which then serves as the basis for the next stage of action research
(Mills,2007).5
Dalam hal ini model penelitian adalah model penelitian yang dimulai
dengan topik, yang kemudian dipantau, diamati saat praktek, pengumpulan
5 Craig A.Mertler,Action Research teacher as researchers in the classroom,(Los
angeles:Sage,2009),h.13
-
14
informasi dan data yang kemudian disintesis. Pada akhirnya tindakan
dilakukan berdasarkan data untuk penelitian tindakan, H.M Sukardi
dinyatakan bahwa:
“ Penelitian tindakan tidak lain adalah suatu metode penelitian, dimana
suatu kelompok orang yang juga penelitian dalam mengorganisasikan suatu
kondisi, mereka dapat mempelajari secara intensif pengalaman dan membuat
pengalaman mereka dapat diakses orang lain”.6
Gagasan dalam pendapat ini bahwa penelitian tindakan adalah metode
penelitian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang melakukan penelitian
secara intensif dimana hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk
dipelajari oleh orang lain.
Menurut Kemmis dan Mc Taggart (1982 ),” action research is, the way
groups of people can organize the conditions under which they can learn form
their own experience and make their experience accessible to the others”.
Gagasan di atas menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah cara suatu
kelompok atau seseorang dalam mengorganisasi sebuah kondisi dimana
mereka dapat mempelajari pengalaman mereka dan membuat pengalaman
mereka dapat diakses oleh orang lain). Sedangkan kelas adalah tempat
bekerja para guru melakukan penelitian, sedang dimungkinkan mereka
bekerja sebagai guru di tempat kerjanya.
6 H.M. Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan Kelas Implementasi dan Pengembangannya,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 210
-
15
Dalam Emzir mengatakan bahwa “Penelitian tindakan adalah bentuk
penelitian refleksi diri (self-reflective) yang dilakukan oleh para partisipan
dalam situasi sosial (termasuk pendidikan) dalam rangka meningkatkan (a)`
keadilan dan rasionalitas praktik sosial dan pendidikan mereka sendiri; b)
pemahaman mereka tentang praktik tersebut; (c) situasi tempat praktik
tersebut dilakukan. Hal ini sangat rasional jika dilakukan oleh partisipan”.7
Berdasarkan konsep atau teori dari beberapa ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa penelitian tindakan merupakan suatu proses penelitian
yang dilakukan oleh seorang peneliti baik secara perorangan maupun
kelompok. Melalui penelitian tersebut peneliti menghendaki adanya sebuah
perubahan, peningkatan, ataupun pemecahan suatu masalah terhadap
subyek penelitian yang diteliti. Penelitian tindakan dapat dilakukan oleh guru
atau profesi lainnya. Tujuannya adalah untuk mengubah dan memecahkan
masalah, sehingga menjadi perbaikan pada kegiatan selanjutnya.
2. Landasan Teoritis Penelitian Tindakan
Teori yang mendasari penelitian sejalan dengan akar sejarah
perkembangan dari metode penelitian ini. Perkembangan penelitian tindakan
diawali oleh karya Kurt Lewin. Setelah serangkaian kegiatan pengalaman
praktiknya pada awal tahun 1940, ia menyimpulkan bahwa penelitian
7 Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kuantitatif & Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2013),h.234
-
16
tindakan merupakan suatu proses yang memberikan kepercayaan pada
pengembangan kekuatan berfikir rekreatif, diskusi, penentuan keputusan dan
tindakan orang-orang biasa, berpartisipasi dalam penelitian kolektif dalam
mengatasi kesulitan – kesulitan yang mereka hadapi dalam kegiatannya
(Adelman 1993). 8
3. Prinsip – Prinsip Penelitian Tindakan Kelas
Hopkins (1993) menyebutkan ada 6 (enam) prinsip dasar yang
melandasi penelitian tindakan kelas9.
Prinsip pertama, bahwa tugas guru yang utama adalah
menyenggarakan pembelajaran yang baik dan berkualitas, untuk itu, guru
memiliki komitmen dalam mengupayakan perbaikan dan peningkatan kualitas
pembelajaran secara terus menerus. Dalam menerapkan suatu tindakan
untuk memperbaiki kualitas pembelajaran ada kemungkinan tindakan yang
dipilih tidak/ kurang berhasil, maka ia harus tetap berusaha mencari
alternative lain.
Prinsip kedua, bahwa meneliti merupakan bagian integral dari
pembelajaran, yang tidak menuntut kekhususan waktu maupun metode
pengumpulan data. Tahapan-tahapan penelitian tindakan selaras dengan
8 Ibid.,h.142 9 H. Ahmad Qurtubi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Pengantar Teori dan Panduan Logika
dan Prosedur Penelitian Bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula, (Tangerang: PT . Bintang Harapan sejahtera ,2008),h.124
-
17
pelaksanaan pembelajaran, yaitu persiapan (planning), pelaksanaan
pembelajaran (action), observasi kegiatan pembelajaran (observation),
evaluasi proses dan hasil pembelajaran (evaluation), dan refleksi dari proses
dan hasil pembelajaran (reflection). Prinsip kedua ini menginsyaratkan agar
proses dan hasil pembelajaran direkam dan dilaporkan secara sistematik dan
terkendali menurut kaidah ilmiah.
Prinsip ketiga bahwa kegiatan meneliti, yang merupakan bagian integral
dari pembelajaran, harus diselenggarakan dengan tetap bersandar pada alur
dan kaidah ilmiah. Alur pikir yang digunakan dimulai dari pendiagnosisan
masalah dan faktor penyebab timbulnya masalah, pemilihan tindakan yang
sesuai dengan permasalahan dan penyebabnya, merumuskan hipotesis
tindakan tepat, penetapan skenario tindakan, penetapan prosedur
pengumpulan data dan analisi data.
Prinsip keempat bahwa masalah yang ditangani adalah masalah-
masalah pembelajaran yang riil dan merisaukan tanggungjawab professional
dan komitmen terhadap pemelorehan mutu pembelajaran.
Prinsip kelima bahwa konsistensi sikap dan kepedulian dalam
memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran sangat diperlukan. Hal
ini penting karena upaya peningkatan kualitas pembelajaran tidak dapat
dilakukan sambil lalu, tetapi menuntut perencanaan dan pelaksanaan yang
sungguh – sungguh.
-
18
Prinsip keenam adalah cakupan permasalahan penelitian tindakan tidak
seharusnya dibatasi pada masalah pembelajaran di ruang kelas, tetapi dapat
diperluas pada tataran di luar ruang kelas, misalnya tatanan system lembaga.
4. Komponen Penting dalam Siklus Penelitian Kelas
Secara garis besar, para peneliti perlu mengenal adanya empat
komponen penting yang selalu ada pada setiap siklus, dan menjadi ciri khas
penelitian tindakan, yaitu plan, act, observe dan reflect atau disingakat PAOR.
Semuanya ini dilakukan sehari- harinya 10. 1). Plan (rencana) merupakan
serangkaian rancangan tindakan sistematis untuk meningkatkan apa yang
hendak terjadi.
Dalam penelitian tindakan, rencana tindakan tersebut harus berorientasi
ke depan. Di samping itu, perencanaan harus menyadari sejak awal bahwa
tindakan sosial pada kondisi tertentu dapat diprediksi dan mempunyai resiko.
Oleh karena itu perencanaan yang dikembangkan harus fleksibel, untuk
mengadopsi pengaruh yang tidak dapat diprediksi dan mempunyai resiko.
Dan Oleh karena itu, perencanaan yang dikembangkan harus fleksibel, untuk
mengadopsi pengaruh yang tidak dapat dilihat dan rintangan tersembunyi
yang mungkin timbul; 2) Act (Tindakan), yang perlu diperhatikan oleh
seorang peneliti adalah act ( tindakan) yang terkontrol dan termonitor secara
10 H. Ahmad Qurtubi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Pengantar Teori dan Panduan
Logika dan Prosedur Penelitian Bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula Op. cit
-
19
seksama. Tindakan dalam penelitian harus dilakukan dengan hati – hati, dan
merupakan kegiatan praktis yang terencana; 3) Observe (Observasi), pada
penelitian tindakan kelas mempunyai arti pengamatan terhadap treatment
yang diberikan pada kegiatan tindakan. Observasi mempunyai fungsi penting,
yaitu melihat dan mendokumentasi implikasi tindakan yang diberikan kepada
subyek yang diteliti; 4) Reflect (Reflektif), merupakan langkah dimana tim
peneliti menilai kembali situasi, setelah subyek/objek yang diteliti treatment
secara sistematis. Komponen ini merupakan sarana untuk melakukan
pengkajian kembali tindakan yang telah dilakukan terhadap subjek penelitian,
dan telah dicatat dalam observasi.
5. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Mc Niff (1992) menegaskan bahwa dasar utama dilaksanakan
penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan, kata perbaikan disini harus
dimaknai dalam konteks pembelajaran khususnya dan implementasi program
pada umumnya.11
Dengan demikian akibat logis dari uraian di atas maka banyak manfaat
yang dapat dipetik, diantaranya yaitu (1) Guru semakin diberdayakan
(empowered) untuk mengambil berbagai prakarsa professional secara
mandiri, dengan kata lain prakarsa untuk melakukan ‘revolusi inivasi’ dalam
pendidikan hanya akan berhasil jika dimulai dari ‘ujung tombak’ pelaksana
11 Ibid., h.129
-
20
dilapangan. (2) Guru memiliki keberanian mencobakan hal- hal baru yang
diduga dapat membawa perbaikan dalam kegiatan pembelajarannya di dalam
kelas, keberanian ini berdampak pada munculnya rasa percaya diri dan
kemandirian guru dalam memecahkan pembelajarannya di dalam kelas. (3)
Guru tidak lagi puas dengan rutinitas monoton (complecent), melainkan
terpacu untuk selalu berbuat lebih baik dari sekarang yang telah diraihnya
sehingga terbuka peluang untuk peningkatan kinerja secara
berkesinambungan ( continue).
Secara ringkas, inovasi pembelajaran yang bersifat bottom up (tumbuh
dari bawah) dengan sendirinya akan jauh lebih efektif jika dibandingkan
dengan yang dilakukan dari atas (top down). Hal ini karena pendekatan
inovasi pembelajaran yang bersifat top down tidak jarang berangkat dari teori
yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan guru secara individual bagi
pemecahan permasalan pembelajaran yang tengah dihadapinya di dalam
kelas.
6. Langkah- langkah Penelitian Tindakan
Walaupun secara garis besar memiliki kesamaan, tetapi ada beberapa
variasi langkah- langkah pelaksanaan penelitian tindakan dari beberapa
ahli:12 (1) Kurt Lewin (1952), menggambarkan penelitian tindakan sebagai
12 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta, Anggota Ikapi:
2011), h.145
-
21
suatu proses siklus spiral, yang meliputi : perencanaan, pelaksanaan dan
pengamatan; (2) Stephen Kemmis (1990) ,mengembangkan bagan spiral
penelitian tindakan yang juga memasukkan modelnya Lewin. Model Kemmis
meliputi : pengamatan, perencanaan, tindakan pertama, monitoring, refleksi,
berfikir ulang, evaluasi; (3) Richard Sagor (1992), menggambarkannya dalam
lima langkah berurutan, yaitu perumusan masalah, pengumpulan data,
analisis data, pelaporan hasil, dan perencanaan tindakan; (4) Emily Calhoun
(1994), lingkaran penelitian tindakan dalam langkah : pemilihan daerah atau
masalah yang menarik tim, pengumpulan data, penyusunan data, analisis
dan interpretasi data, dan pelaksanaan tindakan; (5) Gordon Wells (1994),
menyebutkan langkah- langkah penelitian tindakan tersebut sebagai model
ideal dari penelitian tindakan, yang mencangkup langkah: pengamatan,
interpretasi, perubahan rencana, tindakan, dan teori personal praktisi yang
menjelaskan dan dijelaskan dari lingkaran penelitian tindakan;(6) Ernest
Stinger (1996), menggambarkannya sebagai spiral interaktif penelitian
tindakan, yang meliputi: mengamati, berfikir, dan bertindak sebagai lingkaran
kegiatan yang berkelanjutan; (7) Deborah South (2000), menyebut langkah-
langkah penelitiannya sebagai penelitian tindakan dialektik (dialectic action
reaserch) yang terdiri dari empat langkah yaitu ; identifikasi suatu daerah
fokus masalah, pengumpulan data, analisis dan interprestasi data,
perencanaan tindakan.
-
22
B. Konsep Model Tindakan yang diteliti
1. Model Stringer (2007)
Dalam penelitian tindakannya yang berwujud spiral interaktif,
melukiskan penelitian tindakan sebagai ‘kerangka kerja sederhana namun
ampuh” yang terdiri dari tiga langkah teratur:”melihat, berfikir, dan bertindak”.
Sepanjang masing-masing tahap, partisipan mengamati, merefleksi dan
kemudian mengambil tindakan tertentu. Tindakan ini mengantarnya menuju
tahapan berikutnya.
Gambar 2.1 Penelitian Tindakan Striner yang berwujud spiral Interaktif
Sumber : Diolah dari Action Research (hlm.9), oleh Ernes T.
Stringer,2007,Thousand Oaks,CA:Sage.Hak cipta 2007 oleh Sage. Dicetak
ulang dengan izin penerbit. Hak cipta dilindungi undang-undang
-
23
2. Model Kurt Lewin
Kurt Lewin dikenal sebagai bapak penelitian tindakan karena dianggap
orang pertama kali menyebut istilah penelitian tindakan (action research)
melalui suatu artikel yang berjudul Action research and Minority Problems
pada tahun 1946. Beliau juga menggambarkan sebuah spiral penelitian
tindakan, yang mencangkup penemuan fakta, perencanaan, pengambilan
tindakan, evaluasi dan perbaikan rencana, sebelum bergerak menuju aksi
kedua.
Gambar 2.2 Model Penelitian Kurt Lewin
3. Model Kemmis dan McTaggart
Hampir sama dengan Lewin, Kemmis and Taggart mencurahkan
perhatiannya pada perubahan yang bersifat sosial dan edukatif yang
-
24
diarahkan pada tiga aspek utama, mengkaji (studying), membingkai,
membentuk (reframing), dan melakukan rekonstruksi (reconstructing) praktik-
praktik sosial. Oleh karena itu, jika hendak mengubah praktik-praktik sosial,
seharusnya dilakukan secara kolaboratif, partisipatorik, dan reflektif melalui
siklus-siklus reflektif berbentuk spiral, yang mencakup: (a) merencanakan
perubahan; (b) mengubah dan mengobservasi, proses dan konsekuensi dari
perubahan; (c) merefleksi proses dan konsekuensi; (d) merencanakan
kembali; (e) memberi tindakan dan mengobservasi kembali; (f) merefleksi
kembali, dan seterusnya. Adapun siklus-siklus di atas dapat digambarkan
dalam bentuk spiral seperti di bawah ini:
Gambar 2.3 Model Kemmis dan Taggart
Model spiral penelitian tindakan yang diusulkan oleh Kemmis dan
Taggart tersebut bersifat reflektif diri (self-reflective) dan dapat digunakan
-
25
dalam penelitian tindakan partipatori, meskipun bagi orang lain dapat
menggunakannya bukan dengan struktur yang kaku. Artinya penggunaan
model tersebut dapat dimodifikasi dan diadaptasi sesuai dengan kebutuhan
yang ada. Siklus tersebut mencakup perencanaan, tindakan dan refleksi.
Model spiral seperti ini karena menawarkan kesempatan untuk mengkaji
fenomena yang terdapat pada beberapa tingkat yang dilakukan beberapa kali
tergantung dari kebutuhan yang diinginkan.
4. Model John Elliot
Dalam mengembangkan penelitian tindakan, Elliot melakukan revisi
terhadap model Lewin dengan mempertimbangkan objek kajian yang
berbeda. Fokus revisinya terletak pada tiga kategori yaitu: (a) ide utama
seharusnya diubah menjadi mengidentifikasi ide awal; (b) menyelidiki atau
tinjauan seharusnya melibatkan analisis dan temuan fakta secara terus
menerus berulang dalam aktivitas berbentuk spiral daripada terjadi pada
bagian awal saja; (c) implementasi dari langkah tindakan tidak selalu mudah,
seharusnya tidak langsung berlanjut pada mengevaluasi dampak dari suatu
tindakan sebelum dimonitori (diawasi) tingkat atau luasnya dampak tindakan
yang diimplementasikan.
Oleh karena itu, perlu adanya suatu tahapan mengawasi implementasi
dan dampak. Pertama, mengidentifikasi dan mengklasifikasi ide umum
merujuk pada pernyataan yang menghubungkan suatu ide dengan tindakan.
-
26
Dengan kata lain, bahwa ide umum itu merupakan pernyataan tentang suatu
kondisi atau situasi dari suatu objek yang hendak diubah atau diperbaiki
melalui tahapan tindakan. Kedua, penyelidikan atau tinjuan (reconnaissance)
dapat dibagi ke dalam dua langkah, yakni: (1) mendeskripsikan fakta dari
suatu situasi termasuk berbagai persoalan yang sungguh-sungguh dihadapi
baik guru maupun peserta didik; (2) menjelaskan fakta atau kondisi objektif
dari situasi. Ketiga, mengawasi implementasi dan dampak merupakan bagian
yang harus dilakukan lebih dahulu sebelum untuk menjelaskan implementasi
dan dampak.
Gambar bagan 2.4 Model Spiral Lewin yang direvisi
-
27
Dapat kita lihat bahwa Elliott menambahkan satu langkah seperti
mengawasi implementasi dan dampak dari suatu tindakan sebelum sampai
pada tahap evaluasi. Tetapi dengan memasukkan penyelidikan atau tinjauan
dengan maksud untuk menjelaskan kegagalan, dan dampaknya kemudian
menghilangkan tahap evaluasi merupakan sesuatu yang perlu direvisi
kembali. Hal ini dilakukan mengingat tahapan evaluasi bukan hanya untuk
menjelaskan kegagalan dan dampaknya, melainkan juga menjelaskan sejauh
mana tindakan itu memberi kontribusi pada perbaikan hasil yang dicapai.
Model dari Bachman juga masih bersiklus spiral yang mengarah ke
bawah para partisipan mengumpulkan informasi, merencanakan aksi,
mengamati, dan mengevaluasi aksi-aksi yang telah dilakukan. Setelah
proses evaluasi, peneliti kemudian merancang siklus spiral yang baru
berdasarkan pandangan yang diperoleh dari siklus sebelumnya.
Gambar. 2.5 Model Penelitian Tindakan Bachman
.
-
28
5. Piggot-Irvine
Model dari Piggot-Irvine masih berupa siklus yang terdiri dari tiga
tahapan, yaitu perencanaan, pengambilan tindakan, dan refleksi.
Gambar. 2.6 Model Penelitian Tindakan Piggot Irvine
Berdasarkan model-model penelitian tindakan di atas peneliti melihat
bahwa banyak terdapat persamaan daripada perbedaanya, hal ini terlihat
pada penelitian Lewin, dimana model penelitian ini, menggambarkan bahwa,
tahapan-tahapan dalam penelitian membentuk spiral, yang meliputi
perencanaan (planning), tindakan (action) dan temuan fakta (fact-finding)
tentang hasil tindakan. Namun dalam penelitian ini berbeda dengan Kemmis
Taggart, mengapa karena tidak di munculkan secara langsung tentang
adanya refleksi dari tindakan yang diberikan. Kemudian pada model Lewin,
-
29
tidak melibatkan partisapasi teman sejawat atau kolaborator, hal ini tentu
sangat berbeda dengan model tindakan Kemmis and Taggart. Model Kemmis
and Taggart yang menegaskan bahwa di awali dengan perencanaan
(planning), pengamatan (observation) dan tindakan (action) jadi satu,
kemudian adanya refleksi (reflection), setelah itu diadakan kembali tindakan
yang baru.
Elliot hanya merevisi model Lewin, dengan cara memberikan tiga
kategori, yaitu: ide awal, adanya pengulangan pada analisis dan temuan
fakta, dan adanya monitor (pengawasan) implementasi dan dampak sebelum
masuk ke evaluasi. Kemudian model Stringer terdiri dari 3 kata, look (melihat
atau memandang) dalam kegiatan ini Stringer mengumpulkan informasi yang
relevan dan menggambarkan situasi, think (berpikir) kegiatan ini
mengeksplorasi dan menganalisis dan menginterpretasi dan menjelaskan
teori berdasarkan yang ditemukan, dan act (bertindak) pada kegiatan ini
Stringer merencanakan (melaporkan), mengimplementasikan, dan
mengevaluasi. Selanjutnya model Bachman, dimana hampir sama masih
dalam bentuk siklus juga, dimana partisipan mengumpulkan informasi,
merencanakan aksi, mengamati, dan mengevaluasi aksi-aksi yang telah
dilakukan baru merancang siklus spiral.
Dari uraian di atas tentang jenis dan model penelitian tindakan, peneliti
memilih menggunakan model penelitian Kemmis dan Taggart. Model ini dipilih
-
30
karena tahap-tahapnya fokus pada kegiatan tertentu sehingga memudahkan
peneliti untuk melaksanakan penelitian tindakan ini.
C. Penelitian yang Relevan
Penelitian meningkatkan kemandirian perinial hygiene ini pernah di teliti
sebelumnya dengan judul ‘’ Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Perilaku Orangtua dalam Toilet Training Toddler” penelitian ini dilakukan oleh
Arie Kusumaningrum, Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dimana dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa individu harus mampu
melakukan perawatan diri (self care) untuk memenuhi kebutuhannya.
Orangtua berperan penting dalam aktifitas self care, terutama terhadap
pemberian pendidikan kesehatan dalam menerapkan kemandirian toilet
training pada anak usia toddler.
Selain itu pula pernah diteliti oleh Made Widan yaitu salah satu
stimulasi yang penting dilakukan orangtua adalah stimulasi terhadap
kemandirian anak dalam melakukan BAB (buang air besar) dan BAK (buang
air kecil). BAB dan BAK akan efektif apabila dilakukan sejak dini. Salah satu
cara yang dapat dilakukan orangtua dalam mengajarkan BAB dan BAK yaitu
dengan toilet training. Hal ini diungkapkan Made Widan dalam penelitiannya
di RSUD Wangaya, Denpasar pada tahun 2011 mengenai pola asuh orangtua
dengan kegiatan toilet training.
-
31
Penelitian Mary ” keterampilan toilet training merupakan bagian penting
dari perkembangan anak dan keterampilan yang diperlukan untuk
meningkatkan kemandirian dan hubungan social (yaitu lingkungan
masyarakat seperti di sekolah)” . Biasanya anak- anak belajar
mengembangkan kotrol buang air besar yang pertama, diikuti oleh kontrol
kandung kemih, dan akhirnya mampu kontrol kandung kemih malam hari.
Prosedur toilet training agar menjadi efektif jika diikuti dengan penjadwalan
yang rutin. Demikian Mary dalam tesisnya mengenai toilet training.
Penelitian dengan judul Toilet Training The Reluctant Child mengatakan
bahwa ada beberapa tahapan dalam melakukan kegiatan toilet training antara
lain : 1) first pull down our pants; 2) Then sit on the toilet until pee or poop ; 3)
Then Wipe (girls wipe front to back); 4) Then pull up our pants; 5) Then flush;
6) Then wash and dry our hands .
Dan penelitian tindakan kelas yang diteliti oleh Titi Muhani mengatakan
bahwa kegiatan toilet training bagi anak dapat meningkatkan kemandirian
anak dalam melakukan kegiatan toilet training sendiri dan untuk guru
manfaatnya adalah dapat menunjang pembelajaran agar dapat berjalan
dengan baik dan tujuan pembelajaran dapat tercapai karena anak sudah
terbiasa dengan kegiatan toilet training sendiri.
-
32
D. Kerangka Teoritik
1. Kemandirian Perineal Hygiene
a. Defenisi kemandirian
Martinis mengemukakan bahwa mandiri adalah suatu cara
bagaimana anak belajar untuk mencuci tangan, makan, memakai
pakaian, mandi, atau buang air kecil/ besar sendiri.13 Menurut pendapat
di atas kemandirian adalah suatu kemampuan anak pada kecakapan
hidup (life skill), dimana untuk kebutuhan yang berkenaan dengan diri
sendiri anak harus dapat melakukannya.
Menurut Parker “kemandirian adalah suatu kemampuan untuk
mengelola semua milik kita, tahu bagaimana mengelola waktu anda,
berjalan dan berfikir secara mandiri, disertai kemampuan untuk
mengambil resiko dan memecahkan masalah.14 Menurut pendapat di
atas kemandirian adalah kemampuan kita dalam memanage waktu dan
memutuskan sesuatu dalam memecahkan masalah. Hal ini diperkuat
dengan pendapat Subroto yang mengartikan kemandirian sebagai
“kemampuan anak untuk melakukan aktivitas sendiri atau kemampuan
13 Martinis Yamin, Panduan Pendidikan Anak Usia Dini,(Jakarta, Gaung Persada,
2010),hal.81
14 Martinis Yamin,loc.cit.
-
33
anak untuk melakukan aktivitas sendiri atau mampu mandiri sendiri
dalam berbagai hal”.15
Menurut Lovinger “kemandirian adalah keadaan dapat berdiri
sendiri tanpa bergantung orang lain, mampu bersosialisasi, dapat
melakukan aktivitas sendiri, dapat membuat keputusan sendiri dalam
tindakannya,dapat berempati, dengan orang lain”.16 Menurut pendapat di
atas kemandirian adalah kemampuan anak untuk berdiri sendiri dan
melakukan segala sesuatu sendiri.
Sejalan dengan pendapat di atas Astuti juga mengartikan
“kemandirian merupakan suatu kemampuan atau keterampilan yang
dimiliki anak untuk melakukan segala sesuatunya sendiri, baik yang
terkait dengan aktivitas bantu diri maupun aktivitas dalam kesehariannya
tanpa tergantung pada orang lain”.17 Dalam hal ini kemandirian berarti
suatu kemampuan untuk dapat terampil dalam melakukan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh diri sendiri. Hal ini juga diperkuat oleh
pendapat Bachrudin Mustafa mengartikan “kemandirian dengan suatu
kemampuan untuk mengambil pilihan dan menerima konsekuensi yang
15 Novan Ardy Wiyani, Novan Ardy wiyani, Mengelola &Mengembangkan Kecerdasan Sosial
& Emosi Anak Usia Dini ,(Jakarta:Ruzz Media, 2014),hal.117
16 Martinis Yamin, op.cit,hal.84
17 Novan Ardy Wiyani,loc.cit.
-
34
menyertainya”.18 Artinya gagasan utama kemandirian adalah
kemampuan memutuskan sesuatu dan menjalankannya.
Menurut Brewer kemandirian “adalah suatu cara pembiasaan yang
terdiri dari kemampuan fisik, percaya diri, bertanggungjawab, disiplin,
pandai bergaul, mau berbagi, mengendalikan emosi (Brewer,2007).19
Menurut pendapat di atas bahwa kemandirian itu merupakan suatu usaha
pembiasaan yang harus diberikan kepada anak setiap harinya dalam hal
kemampuan social ataupun kemampuan kecakapan diri. Salah satu
menanamkan kemandirian melalui pendidikan, menurut Mahdi Al
Istambudi menyatakan bahwa pendidikan kemandirian adalah
“pendidikan yang memberikan anak kebebasan penuh untuk beraktivitas
dengan mengetahui insting dan kecendrungan”. Pendidikan adalah salah
satu model terbaik, keunggulan dari pendidikan-pendidikan ini dapat
mempersiapkan manusia-manusia yang merdeka dan mandiri, mampu
membuat keputusan sendiri, mampu melaksanakannya dengan baik dan
mampu bertanggung jawab atas segala konsekwensinya dengan rela.20
Dalam hal ini gagasan kemandirian sangat diwarnai oleh pemberian
pendidikan pada anak sehingga anak memiliki kemampuan,
18 Novan Ardy Wiyani,loc.cit
19 Martinis Yamin, op.cit, hal.81
20 Novan Ardy Wiyani, hal.117
-
35
pengetahuan, gagasan dan ide yang dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari dengan diri sendiri.
Menurut Kartini dan Dani “kemandirian adalah suatu hasrat untuk
mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri”.21 Menurut pendapat di
atas kemandirian itu adalah suatu keinginan dari dalam diri yang kuat
untuk melakukan segala sesuatu sendiri bagi dirinya sendiri.
Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia dini dalam seri panduan
praktis bagi pendidik dan orangtua, terdapat beberapa prinsip umum
dalam melatih kemandirian anak antara lain a) Kecepatan anak dalam
berkembang berbeda- beda , oleh karena itu usahakan untuk tidak
membandingkan anak dengan anak yang lainnya, b) Anak melakukan
kesalahan dalam proses belajar adalah hal yang wajar sehingga ada
baiknya untuk tidak membesar-besarkan kesalahan atau kekurangan
anak, tekankan pada bentuk perilakunya, c) Selalu memberi contoh yang
dapat dilihat anak dalam kehidupan sehari-hari, karena anak selalu
belajar dengan meniru perilaku oranglain, d) Konsisten dalam
menentukan cara dan melakukan pengawasan, e) Mengenali
kemampuan anak sesuai tingkat usianya, f) Memberikan kesempatan
kepada anak untuk melatih kemampuannya karena tidak bisa dicapai
secara cepat, g) Buatlah kegiatan kemandirian anak dengan cara yang
21 Martinis Yamin, op.cit, hal.90
-
36
menyenangkan, seperti bernyanyi atau membacakan buku cerita yang
berhubungan dengan kegiatan buang air besar dan buang air kecil, h)
Hargai setiap proses kemajuan yang telah dicapai anak, meskipun kecil,
dengan memberikan pujian dan dukungan sehingga kelak anak akan
dapat memotivasi dirinya sendiri dan melakukannya tanpa diminta, i)
berusaha agar tetap tenang ketika menghadapi reaksi penolakan anak
atau ketika anak terlihat frustasi karena merasa apa yang dilakukannya
tidak berjalan dengan semestinya, j) Memperlihatkan kenyamanan dan
keamanan anak dalam melatih kemandirian anak.22
Dari uraian para ahli diatas dapat disintesiskan bahwa
kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam mengerjakan
berbagai aktifitas sendiri yang tercermin dalam prilaku, seperti
memanange waktu, mengatasi masalah dan mengurus diri, disiplin,
percaya diri,dan bertanggungjawab
22 Direktorat Jenderal Paud,Non Formal,dan Informal, Kementrian dan Kebudayaan, Manfaat
Anak Bisa Buang Air Kecil dan Buang Air Besar Sendiri (2012,Kementrian dan
Kebudayaan), hal.14
-
37
b. Perineal Hygiene
Perilaku hidup sehat merupakan pola hidup yang perlu
dikembangkan dan ditanamkan sejak dini. Soekidjo (1996) dalam
bukunya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perilaku kesehatan
pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit atau penyakit,system pelayanan
kesehatan, makanan, serta lingkungan.23 Artinya prilaku kesehatan lebih
ditekankan pada prilaku seseorang untuk melakukan pola hidup sehat
dengan menjaga kesehatan, kebersihan, dan asupan makanan sehat.
Menjaga kebersihan merupakan tanggungjawab individu yang
perlu diberikan melalui pembiasan kepada anak dalam Tarwoto dan
Wartonah (2004) personal hygiene berasal dari bahasa yunani yang
berarti personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat.
Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahtaraan
fisik dan psikis.24 Artinya menjaga kesehatan diri merupakan tanggung
jawab perorangan agar membuatnya bahagia.
Dalam menjaga kebersihan diri diperlukan pengetahuan yang
berkenaan dengan cara bagaimana menjaga tubuh agar sehat, Aziz 23 Asmar Yetty Zein,op.cit.,h.32
24 Anna nurjanah,Personal hygiene Siswa Sekolah Dasar Negeri Jatinangor,
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=103529&val=1378, (diakses Minggu 6
September 2015, pukul 01.320
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=103529&val=1378
-
38
Alimul H (2006) mengemukakan personal hygiene suatu cara merawat
diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara
fisik maupun psikologis.25 Dalam gagasan ini berarti merupakan
kesehatan yang dilakukan oleh diri sendiri baik sehat secara fisik (tubuh)
ataupun psikis (jiwa).
Menjaga kebersihan diri salah satunya adalah menjaga kebersihan
organ genital (alat genital), dimulai dari daerah perineum yaitu daerah di
mana terdapatnya anus, uretra dan vagina, skrotum dan penis pada pria
(Khumar, 2008) Perineum ini adalah daerah yang paling berbahaya,
terutama pada wanita, karena semua bagian perineumnya terletak secara
berdekatan dan ada ancaman infeksi ke saluran kemih dari organisme
bakteri coli dari feses yang menyerang saluran kemih melalui uretra yang
terbuka. Oleh karena itu jika kebersihan dipertahankan setelah buang air
besar maka infeksi dari anus ke saluran kencing dapat dicegah karena
sebagian besar infeksi saluran kemih disebabkan oleh organisme hadir
dalam kotoran.26 Gagasan ini berisi bahwa daerah perineum itu sangat
penting untuk dijaga kebersihannya agar tidak terjadi inveksi terutama
untuk wanita dengan kondisi perineum yang berdekatan dan terbuka
dibandingkan dengan pria. Membersihkan bagian anus dengan benar
25 Jtptunimus-gdl-faradisayu-5538-3,loc.cit.
26 http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-muhammadha-5770-2-babii.pdf
-
39
setelah buang air besar dapat mencegah penyebaran bakteri dari anus
ke vagina pada wanita.
Kebersihan organ genital (perineal hygiene) menurut Kozier adalah
suatu cara untuk membersihkan sekret dan menghilangkan bau yang
tidak sedap dari perineum, untuk mencegah terjadinya infeksi dan
meningkatkan kenyamanan”.27 Dalam hal ini gagasan menjaga
kebersihan organ genital dengan mencuci bersih organ genital sehingga
hilang bekas kotoran dan baunya.
Seodoko,2008 mengemukakan bahwa perawatan perineal adalah
mencuci daerah genital dan anus. Perawatan perineal dapat dilakukan
setidaknya satu kali selama sehari bisa melalui kegiatan pada saat
mandi. Hal ini dilakukan lebih sering bila anak masih mengompol.
Perawatan perineal ini dapat mencegah infeksi, bau dan iritasi.
Kebiasaan ini perlu ditanamkan sejak kecil, dimulai dari cara cebok yang
benar yaitu dari arah depan ke belakang. Hal ini dilakukan untuk
mencegah berpindahnya kuman-kuman dari anus ke vagina. Selain itu
area vagina harus selalu dijaga dalam keadaan kering, karena
27 Cholosor Umairoh, Analis Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Perineal Hygiene Pada
Remaja Putri Berbasis Precede Proceed Model Di SMPN 45,Jurnal Internasional,
Surabaya,2013, h.1, journal.unair.ac.id/filerPDF/pmnj87b6d858dafull.docx ,(diakses Minggu,
September 2015 pukul 01.17)
-
40
kelembaban dapat menyebabkan kuman, bakteri, dan jamur tumbuh
subur sehingga sering kali berlanjut menyebabkan keluhan keputihan .28
Maksud gagasan diatas adalah menjaga kebersihan organ genital
harus diberikan sejak dini,terutama bagi anak yang masih mengompol
harus dilakukan sesering mungkin, dengan mengajarkan cara
membersihkannya dimulai dari bagian depan ke bagian belakang serta
mengingatkan agar daerah perineum dalam keadaan kering, agar anak
terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh kuman, bakteri dan jamur.
Begitu pun yang disarankan Dr Miriam Stoppard dalam child health
saat mengajarkan menjaga kebersihan organ genital untuk anak laki-laki
adalah “by the time your son is about three or four, the foreskin will be
loose will retract easily. Before that age, you should never try to pull it
back for cleaning; jush wash the penis carefully. Try to encourage your
son to wash the genital area gently from front to back”, sedangkan untuk
mengjarkan menjaga kebersihan organ genital untuk anak perempuan
yaitu “careful hygiene can prevent many genital problems. Teach your
little girl to wipe her bottom from front to back so that bacteria from the
28 Nurfitriyana Hidayati, Hubungan Personal Hygiene Perineal pada Pasangan Usia Subur
Terhadap Kejadian Keputihan di Wilayah Kerja Puskesmas Kebumen I Kabupaten
Kebumen, (Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, volume 6, diakses 3 Oktober 2015.
-
41
rectum does not infect the vagina. Srented soap or buble bath can cause
irritation of the genital area, so it is best to use mild, unscented product”.29
Maksud gagasan Dr Miriam Stoppard untuk menjaga kebersihan
organ genital anak laki-laki tidak perlu menarik bagian kulup yang
menutupi penis, cukup di bersihkan dengan mengusapnya sedangkan
untuk anak perempuan ajarkan mengusap vagina dari depan ke belakang
juga bagian pantatnya dari depan ke belakang sehingga bakteri dari
dubur tidak menginfeksi ke vagina.
Dari uraian di atas dapat disintesiskan perineal hygiene
merupakan suatu cara berperilaku sehat secara fisik dalam menjaga
kebersihan organ genital yaitu penis untuk pria , vagina untuk wanita
dengan cara membasuh bagian permukaan organ genital dari depan ke
belakang, sehabis buang air kecil kemudian menyeka (melap) bagian
pantat dengan arah dari depan ke belakang dan menjaga agar bagian
organ genital senantiasa dalam keadaan keringBerdasarkan paparan
teori yang telah dikemukakan diatas maka penulis mensintesiskan
kemandirian perineal hygiene adalah kemampuan seseorang dalam
menjaga kebersihan organ genital yang tercermin dalam prilaku seperti 1)
mengelola waktu, 2) Disiplin, 3) percaya diri, 4) mengurus diri sendiri,
29 Dr Miriam Stoppard,Child health,(London,2001),h.120
-
42
5) bertanggung jawab ,dan 6) mengatasi masalah menjaga kebersihan
pada organ genital.
2. Hakekat Toilet training
a. Defenisi Toilet Training
Menurut Wantah (2007: 47) defenisi toilet training adalah suatu
latihan yang diajarkan pada anak agar mereka merasa bersih 30.
Menurut pendapat di atas bahwa toilet training adalah suatu kegiatan
pembelajaran pada anak untuk melatih menjaga kebersihan organ
tubuhnya. Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Alison dalam Potty
Training mengatakan anak-anak perlu belajar keterampilan ke kamar
mandi sampai pada tahap tertentu, mulai dari mandi hingga gosok
gigi,kebiasaan toilet yang baik dan higienis seperti cebok, menyiram
toilet, dan mencuci tangan seharusnya diajarkan pada anak sebagai
bagian dari latihannya31.
30 Renny AA, Panjaitan,Meningkatkan Kemampuan Toilet Training Melalui Analisis Tugas
Pada Anak Tuna Grahita sedang,jurnal internasional,h ttp://download.portalgaruda.org/
article.php? article=100974&val=1496 (diakses diakses pada tanggal 5 Agustus 2015
pukul 23.00)
31 Alison Mackonochie,Latihan Toilet,(Tangerang:Karisma Publishing grup,2009),h.68
-
43
Menurut Dr. Darcie Kiddoo definisi Toilet training is felt to be
natural process that occurs with development, yet very little scientific
information is available for physician who care for children.32 Menurut
pendapat di atas bahwa toilet training itu adalah suatu kegiatan ke wc
yang merupakan proses alami sesuai dengan tahap
perkembangannya , dan diperlukan ilmu dan pengetahuan mengenai
kegiatan ke toilet sesuai dengan kebutuhan anak . Toilet training
secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai
memasuki fase kemandirian pada anak (Keen,2007; Wald, 2009).
Fase ini biasanya pada anak usia 18 – 24 bulan. Dalam melakukan
toilet training, anak membutuhkan persiapan fisik, psikologis maupun
intelektualnya. Dari persiapan tersebut anak dapat mengontrol buang
air besar dan buang air kecil secara mandiri.33
Dalam jurnal internasional yang ditulis Mc Cormick mengatakan
bahwa Toilet training is the process of training a child to control their
bladder and bowel and to utilise the toilet. It is an essential milestone in
a child's development.34 Menurut pendapat diatas Toilet training
adalah suatu proses pelatihan anak untuk mengontrol kandung kemih
32 Toilet training (potty training) Children,http://www.myvmc.com/lifestyles/toilet-training-potty-
training/ di akses selasa ,9 September 2015, pukul 23.40
33 http://journal.unnes.ac.id,loc.cit
34 McCormick, The Art of Toilet Training, http://www.nature.com/pr/journal/v70/n5s/abs/
pr2011805a.html ,diakses 8 September 2015 pukul 24.00
-
44
dan usus mereka dan memanfaatkan toilet dalam aktifitas buang air
kecil dan besar.
Terry P Klassen dalam Jurnal yang berjudul The effectiveness
Of Different Methods Of Toilet Training For Bowel and baldder Control
mengatakan Toilet training is the mastery of skills necessary for
urinating and defecating in a socially acceptable time and manner.35
Menurut pendapat diatas toilet training adalah suatu cara penguasaan
keterampilan yang diperlukan untuk buang air kecil dan buang air
besar dalam waktu yang tepat. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat
Suzie yang mengungkapkan bahwa anak dapat terbiasa untuk belajar
buang air kecil sendiri dengan cara bertahap, yakni melepas popok
atau diapers-nya dan meminta anak tersebut mengatakan setiap kali
ia merasa hendak buang air kecil.36 Dalam hal ini berarti kebiasaan
anak untuk dapat melatihnya buang air kecil yakni dengan cara
membimbingnya agar dapat melepas popoknya kemudian anak
dibiasakan untuk mengungkapkan perasaannya setiap hendak akan
buang air kecil. Selain itu pula Anne dalam parenting guide
mengatakan bahwa when we use toilet training we are not referring to
35 Terry P.Klassen, The Effectiveness Of Different Methods Of Toilet Training For Bowel and
Baldder Control,(University Of Alberta Evidence-based Practice Center, Canada), hal.9,
(diakses 8 September 2015)
36 Suzia The Trainer, Panduan Praktis Pendidikan Anak Usia Dini,(Jakarta:PT Elex Media
Komputindo, 2012),h.65
-
45
some sort of boot camp but to a gentle process by which parent and
child work together to achive potty training (ketika kita mengajarkan
latihan ke toilet, kita tidak mengacu pada peraturan tetapi lebih
kepada proses lembut dimana orang tua dan anak bekerja bersama-
sama untuk mencapai latihan toilet).37
Menurut pendapat di atas dalam latihan ke toilet diperlukan
kerja sama antara orangtua dan anak secara bertahap dan diajarkan
dengan penuh kasih sayang.
Novan dalam Mengelola dan mengembangkan Kecerdasan
Sosial dan Emosional Anak Usia Dini, mengatakan bahwa toilet
training adalah suatu program pelatihan bantu diri bagi anak usia dini
dalam melakukan buang air kecil (bak) atau buang air besar (bab).38
Menurut pendapat diatas toilet training adalah suatu program kegiatan
yang dirancang agar anak dapat terampil dan mandiri dalam menjaga
kebersihan saat kegiatan buang air kecil dan buang air besar.
Berdasarkan paparan teori dari para ahli di atas penulis
mensintesiskan defenisi toilet training Adalah suatu program yang
dirancang dalam bentuk kegiatan yang bertujuan agar anak terampil
dalam mengontrol kandung kemih dan usus besar sehingga anak
37 Anne Krueger,Parenting Guide To Toilet Trainig,(Canada:Parenting Magazine,2001),h.4
38 Novan Ardy wiyani, Mengelola &Mengembangkan Kecerdasan Sosial & Emosi Anak Usia
Dini , ar-Jakarta:Ruzz Media, 2014), hal.140
-
46
dapat melakukan kegiatan buang air besar dan buang air kecil di
dalam toilet serta menjaga kebersihan organ tubuh dalam hal ini organ
genital ketika anak buang air kecil ataupun buang air besar
b. Karakteristik Toilet Training Anak Usia 0-3 Tahun
Sebagai acuan untuk melatih kegiatan toilet training berikut
kutipan dari Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini,”
Manfaat Anak Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK)”,
mengenai karakteristik umum yang sudah dimiliki oleh anak yang
berada dalam kelompok umur 18 s/d 36 bulan, untuk mengembangkan
kemandirian dalam melatih anak membiasakan BAB dan BAK sendiri .
Tabel. 2 .1
Karakteristik Anak Usia 0-3 tahun dalam
Kemandirian Toilet Training 39
Karakteristik
18 s/d
24 bulan
Anak peka dengan keadaan celananya yang basah
sehingga bisa memberitahu kepada orangtua apabila
sudah terlanjur BAB dan BAK.
Anak sudah bisa bicara sehingga bisa mengatakan
kepada orangtua apabila ingin BAB dan BAK.
39 Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal, Manfaat Anak
Bisa Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), (Jakarta:Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan,2012), h.12
-
47
Anak mulai dapat mengontrol dubur dan kandung
kemihnya sehingga bisa menahan sebentar untuk
memberitahu orangtua, membuka celana, dan ke
toilet/jamban pada saat ingin BAB dan BAK. Pada usia
ini anak masih sering BAB dan BAK di celana,
30 s/d
36 bulan
Anak sudah dapat dengan sengaja mengkontrol dubur
dan kandung kemihnya dengan baik sehingga BAB
dan BAK di celana sudah jarang
Dengan kemampuan bahasa yang lebih baik, anak
dapat memberi tahu orangtua pada saat ingin BAB
dan BAK
Mulai melatih anak untuk BAK sendiri di malam hari,
yang berarti anak harus bangun dari tidurnya. Apabila
anak masih takut, anak dapat membangunkan
orangtuanya.
Melatih anak untuk membersihkan dirinya setelah
BAB dan BAK. Hal itu dapat di mulai dengan mengajak
anak untuk membersihkan bersama- sama orangtua.
Menurut Permendikbud no 146, indicator pencapaian
perkembangan anak usia 3-4 tahun dalam hal mempu menolong diri
-
48
sendiri untuk hidup sehat adalah mampu menggunakan toilet dengan
bantuan; sementara untuk anak usia 4-5 tahun adalah anak dapat
menggunakan toilet tanpa bantuan.40
c. Langkah yang dilakukan dalam Program Toilet Training
Pelatihan toilet membantu anak-anak belajar untuk benar-benar
mengosongkan kandung kemih mereka agar resiko ISK ( Infeksi
Saluran Kemih) tidak meningkat.41 Tindakan ini bertujuan untuk melatih
anak buang air besar dan buang air kecil yang baik, bersih dan benar
seperti cara membersihkan kemaluan yakni secara luas dari depan ke
belakang sehingga untuk mencegah terjadinya resiko ISK berulang
harus memulai latihan awal dari toilet training.
1. Langkah yang dilakukan oleh pendidik dan orangtua
Novan di dalam, Mengelola & Mengembangkan Kecerdasan
Sosial & Emosi Anak Usia Dini, menjelaskan langkah-langkah yang
dilakukan dalam program toilet training antara lain :a) menjelaskan
mengapa manusia melakukan bab dan bak dengan bantuan media
pembelajaran; b) menjelaskan apa dampaknya jika sering menunda-
nunda ataupun menahan bak dan bab dengan bantuan media
pembelajaran; c) mengajak anak secara berkelompok dan bergiliran
40 Lampiran I Permendikbud No.146
41 Arie Kusumaningrum,Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Orang Tua Dalam Toilet
Training Todder,PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Jurnal Internasional)
-
49
(berdasarkan jenis kelaminnya) mengunjungi toilet; d) menjelaskan
fungsi toilet pada anak; e) mengenalkan kepada anak berbagai
peralatan yang ada di toilet beserta masing-masing fungsinya; f)
mendemonstrasikan penggunaan bermacam-macam peralatan
yang ada di kamar mandi; g) mengajarkan doa sebelum dan
sesudah masuk kamar mandi; h) menjelaskan konsep kunci
(thoharoh) kepada anak dengan bantuan media pembelajaran; i)
menjelaskan cara-cara bersuci kepada anak secara berkelompok
(berdasarkan jenis kelaminnya); j) meminta kepada anak secara
berkelompok (berdasarkan jenis kelaminnya) untuk memainkan
drama (roleplay) dengan tema “bersuci”; k) memberikan refleksi
terhadap drama yang telah dimainkan anak, l) meminta kepada
anak untuk menyebutkan langkah-langkah apa yang harus
dilakukan ketika hendak, sedang, dan sesudah bak dan bab; m)
memotivasi anak untuk bak dan bab sesuai dengan ajaran islam.42
Dengan demikian berdasarkan paparan diatas maka
pembelajaran melalui pembiasaan toilet training dapat dilakukan
dengan proses berkelanjutan dan berkesinambungan sesuai
dengan tahapan dan kebutuhan anak.
42 Novan Ardy wiyani, op.cit.,h. 141
-
50
Menurut Alison melatih anak ke toilet ada sedikit perbedaan,
anak laki-laki lebih lambat dari anak perempuan, anak laki-laki
sering kali lebih berantakan sehingga kita harus lebih banyak
membersihkan lebih banyak urine mereka di lantai toilet, berikut
adalah pendekatan yang dilakukan dalam mengajarkan ke toilet
untuk anak laki-laki yaitu : 1) Latihan untuk berdiri atau duduk,
tawarkan anak untuk melakukan buang air kecil dengan cara berdiri
atau dengan carqa duduk atau jongkok.biarkan anak memilih sesuai
dengan kenyamanannya, 2) Belajar untuk berdiri, ajarkan anak
untuk berdiri dan mengarahkan penisnya pada cekungan toilet
sebelum buang air kecil, 3) Menyempurnakan tembakannya,
ajarkan anak untuk untuk mengarahkan penisnya ke lubang
toilet/pispot sebelum dia mulai buang air kecil, 4) Target toilet ,
berikan mainan target toilet yang mengapung di air agar anak dapat
dengan mudah menemak urine dan masuk ke dalam cekungan
toilet. Sedangkan latihan toilet untuk anak perempuan adalah
sebagai berikut : 1) Taktik Toilet, biarkan anak memilih buang air
kecil di toilet atau di pispot, 2) Mengambil posisi yang benar, 2)
Mengambil posisi yang benar, ajarkan posisi duduk anak agar tidak
terlalu maju sehingga dapat membasahi celananya, dengan
menunjukkan posisi duduk yang tepat , 3) mempelajari
keterbatasannya, terkadang anak mencontoh ayahnya sehingga
-
51
pipis sambil berdiri, untuk itu pendidik membenarkana anak agar
menyadarinya, 4) Cebok yang benar ,yaitu dari depan kea rah
anus.43
Sementara itu ada beberapa saran dari pelatih kepada
orangtua atau pengasuh ketika akan mengajarkan toilet training
pada anak menurut Edward R. Christophersen, PhD adalah
sebagai berikut : 1) During preventive care visits, provider should
attempt to educate parents about normal stooling habits, the role of
exercise and diet, and avoiding constipation in an attempt to avoid
toileting problems including but not limited to, constipation, 2)
Providers should include enough discussion about an infant or
toddler’s toileting habits to identify clear patterns that may well serve
the parent who is considering initiating toilet training. For example a
parent who recognizes that her child reliably has a bowel movement
around 15 minutes after eating breakfast may be able to use such
information for training, 3) Providers should be aware that the only
evidence-based approach to toilet training the child with special
needs is the behavioral approach.44
43 Alison Mackonochie, Latihan Toilet,(Ciputat,Karisma Publishing Grup,2009)h.47
44 Edward R Christophersen, Toilet training and Toileting Problem: How Do We Advise
Parents?, (Jurnal Internasional Toilet Training diakses 5 Okteber 2015, pukul 11.26)
-
52
Maksud pendapat diatas adalah Orangtua perlu memiliki
pengetahuan mengajarkan toilet training yang benar, diantaranya
adalah pengetahuan tentang system pencernaan anak yang
normalnya atau kebiasaan anak, pengetahuan tentang melatih anak
untuk mengatur kebiasaan anak untuk buang air kecil dan besar
dengan pendekatan sesuai dengan kebutuhan anak.
Adapun langkah-langkah melatih kemandirian dalam buang
air besar dan buang air kecil menurut buku seri panduan praktis
bagi pendidik dan orangtua adalah : a) Pada saat anak bab dan
bak, cepat ganti popok/kainnya dengan yang bersih setelahnya, b)
Perhatikan perilaku anak saat ingin BAB dan BAK, c) Pada saat
anak mulai menampilkan perilaku ingin BAB dan BAK, lepaskan
popok/kainnya dan letakkan plastic/perlak di bawah pantat, d)
Kemudian setelah dibersihkan dengan kapas yang dibahasi,
pakaikan kembali popok/kainnya, e) Perkenalkan tempat yang tepat
untuk BAB dan BAK seperti dudukan WC kecil, jamban, f)
Sampaikan pada anak apabila orangtua atau pendidik ingin BAB
dan BAK, g) Perhatikan perubahan mimic wajah atau gerak tubuh
saat ingin BAB atau BAK seperti muka memerah atau tiba-tiba diam,
h) Apabila anak sudah memperhatikan mimic wajah atau gerak
tubuh tersebut, tanyakan pada anak apakah ingin BAB atau BAK, i)
Kemudian ajak anak ke wc, j) apabila anak belum bisa membuka
-
53
celananya sendiri orangtua bisa membantunya, k) Bantu anak saat
mengalami kesulitan seperti mendudukkan anak di atas wc, l) Pada
saat anak BAB atau BAK sebaiknya anak ditemani, m) Setelah
selesai, orantua membersihkan pantat atau alat kelamin anak, n)
Perlihatkan kepada anak bahwa setelah membersihkan pantat atau
alat kelamin, orangtua dan anak harus mencuci tangan, o) Berikan
pujianatau pelukan kepada anak saat ia mau BAB atau BAK di
wc/jamban. Menurut pendapat diatas dalam mengajarkan kegiatan
toilet trainng ada beberapa tahapan yang dilalui dimulai dari yang
termudah terlebih dahulu kemudian baru yang tersulit agar anak
tidak merasa terbebani, peranan orangtua dan pendamping sangat
mempengaruhi keberhasilan proses kegiatan toilet training.
2. Langkah yang diberikan oleh pelatih kepada pendidik dan
orangtua
Sementara itu ada beberapa saran dari pelatih kepada
orangtua atau pengasuh ketika akan mengajarkan toilet training
pada anak menurut Edward R. Christophersen, PhD adalah
sebagai berikut : 1) During preventive care visits, provider should
attempt to educate parents about normal stooling habits, the role of
exercise and diet, and avoiding constipation in an attempt to avoid
toileting problems including but not limited to, constipation, 2)
-
54
Providers should include enough discussion about an infant or
toddler’s toileting habits to identify clear patterns that may well serve
the parent who is considering initiating toilet training. For example a
parent who recognizes that her child reliably has a bowel movement
around 15 minutes after eating breakfast may be able to use such
information for training, 3) Providers should be aware that the only
evidence-based approach to toilet training the child with special
needs is the behavioral approach.45
Maksud pendapat diatas adalah Orangtua perlu memiliki
pengetahuan mengajarkan toilet training yang benar, diantaranya
adalah pengetahuan tentang system pencernaan anak yang
normalnya atau kebiasaan anak, pengetahuan tentang melatih anak
untuk mengatur kebiasaan anak untuk buang air kecil dan besar
dengan pendekatan sesuai dengan kebutuhan anak.
Menurut Edward dalam Jurnal Internasional mengatakan
recommendation are based upon the published research on toilet
training and are offered for consideration when talking to parens
about toilet training : 1) During preventive care visits, providers
should attempt to educate parents about normal stooling habits, the
45 Edward R Christophersen, Toilet training and Toileting Problem: How Do We Advise
Parents?, (Jurnal Internasional Toilet Training diakses 5 Okteber 2015, pukul 11.26)
-
55
role of exercise and diet, and avoiding constipation in an attempt to
avoid toileting problems including, but not limited to, constipations,
2) Providers should include enough discussion about an infant or
toddler’s toileting habits to identify clear patterns that may well
serve the parent who is considering initiating toilet training for
example, a parents who recognizes that her child readably has a
bowel movement around 15 minutes after eating breakfast may be
able to use such information for training, 3) providers should be
aware that the only evidence- based approachto toilet training the
child with special needs is the behavioral approach, 4) The
interested reader is referred to the agency for Healthcare Research
and Quality’s 2006 Report on The Effectiveness of Different
Methods of Toilet Training For Bowel and Bladder Control. It
includes discussions about infant and child temperament, and the
need to match a toilet training procedure to the needs of the child
and the family.46 Maksud tulisan diatas adalah pembelajaran
kegiatan ke toilet adalah suatu yang sangat penting yang
menentukan di masa depan anak agar anak dapat mandiri,orangtua
46 Edward R C hristophersen, and Susan VanScoyoc, Toilet Training and Toileting Problem
s: How Do We Advise Parents? (Jurnal Internasional, diakses 5 September 2015, pukul
03.05)
-
56
dan pendamping harus sabar dalam proses bimbingan anak ketika
belajar mengontrol buang air kecil dan buang air besar.