bab ii konsep dasar a....
TRANSCRIPT
5
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian DHF (Dengue Haemoragic Fever) menurut
beberapa ahli adalah :
1. DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh
karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam
Berdarah Dengue (Hidayat, 2006).
2. DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala
utama demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leucopenia, dengan atau
tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, trombositopenia ringan dan bintik-
bintik perdarahahan (ptekie) spontan (Noer, 2000).
3. Demam berdarah dengue adalah penyakit akut dengan ciri-ciri demam
manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000).
Jadi demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam disertai
gejala perdarahan dan bila timbul renjatan dapat menyebabkan kematian.
6
B. Anatomi Fisiologi
Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan
oksigen dari traktus digestivus dan dari paru-paru ke sela-sela tubuh. Selain
itu, sistem sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa metabolisme
dari sel-sel ke ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan tempat ekskresi
sisa-sisa metabolisme. Organ-organ sistem sirkulasi mencakup jantung,
pembuluh darah, dan darah.
1. Jantung
Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak didalam thorax,
diantara paru-paru, agak lebih kearah kiri. Jantung adalah organ berongga,
berotot yang terletak ditengah thorax dan menempati rongga antara paru
dan diafragma. Struktur jantung meliputi : Atrium, Ventrikel, Katup dan
otot jantung (Smeltzer and Bare, 2002).
Gambar 2.1Gambar anatomi pembuluh darah
Sumber : Syaifuddin, 2006
7
Struktur jantung terdiri dari atrium dan ventrikel juga terpisah oleh dua
katup meliputi :
a. Atrium kanan berada di sebelah kanan jantung dan terbuka pada bagian
kirinya kedalam segitiga ventrikel kanan.
b. Atrium kiri berbentuk persegi tidak beraturan dengan vena pulmonalis
masuk kedalam setiap sudutnya.
c. Ventrikel kanan Atrium ini berada pada bagian depan jantung, dan
memompakan darah keatas masuk ke arteri pulmonalis.
d. Ventrikel kiri dinding ventrikel kiri jauh lebih tebal dibandingkan dinding
ventrikel kanan namun strukturnya sama. Dinding yang tebal diperlukan
untuk memompa darah teroksigenasi dengan tekanan tinggi melalui
sirkulasi sistemik.
e. Katup bikuspidalis adalah katup yang menjaga aliran darah dari atrium kiri
ke ventrikel kiri.
f. Katup trikuspidalis adalah katup yang terdapat antara atrium kanan dengan
ventrikel kanan yang terdiri dari 3 katup.
Lapisan jantung terdiri dari endokardium, miokardium dan
perikardium.
a. Endokardium merupakan lapisan jantung yang terdiri dari jaringan indotel
atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.
b. Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot
jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot.
c. Perikardium merupakan lapisan jantung sebelah luar yang merupakan
8
selaput pembungkus, terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan viseral
yang bertemu dipangkal jantung membentuk kantung jantung.
2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada 3 yaitu: Arteri, Kapiler dan Vena (Syaifuddin, 2006)
a. Arteri (Pembuluh nadi)
Arteri meninggalkan jantung pada ventikel kiri dan kanan. Beberapa
pembuluh darah arteri yang penting:
1) Arteri koronaria adalah arteri yang mendarahi dinding jantung.
2) Arteri subklavikula adalah arteri bawah selangka yang bercabang
kanan kiri leher dan melewati aksila
3) Arteri Brachialis adalah arteri yang berada pada lengan atas.
4) Arteri radialis adalah arteri yang teraba pada pangkal ibu jari.
5) Arteri karotis adalah arteri yang mendarahi kepala dan otak.
6) Arteri temporalis adalah arteri yang teraba denyutnya di depan
telinga.
7) Arteri facialis teraba denyutan disudut kanan bawah.
8) Arteri femoralis merupakan arteri yang berjalan kebawah
menyusuri paha menuju ke belakang lutut.
9) Arteri Tibia adalah arteri pada kaki.
10) Arteri Pulmonalis merupakan arteri yang menuju ke paru-paru.
9
b. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang teraba dari
cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari bawah
mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh,
kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi darah yang
lebih besar yang disebut vena.
c. Vena (pembuluh darah balik)
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung. Beberapa vena yang
penting:
1) Vena Cava Superior adalah vena balik yang memasuki atrium
kanan, membawa darah kotor dari daerah kepala, thorak dan
ekstremitas atas.
2) Vena Cava Inferior merupakan vena yang mengembalikan darah
kotor ke jantung dari semua organ tubuh bagian bawah.
3) Vena jugularis adalah vena yang mengembalikan darah kotor dari
otak ke jantung.
4) Vena pulmonalis adalah vena yang mengembalikan darah kotor ke
jantung dari paru-paru.
3. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian: bagian cair yang disebut
plasma dan bagian padat yang disebut sel darah (Evelyn, 2002). Darah adalah
suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh darah yang berwarna
merah (Syaifuddin, 2006). Proses pembentukan sel darah (hemopoesis)
10
terdapat tiga tempat, yaitu: sumsum tulang, hepar dan limpa. Volume darah
pada tubuh yang sehat / organ dewasa terdapat darah kira-kira 1/13 dari berat
badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap organ tidak
sama tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh
darah.Tekanan viskositas atau kekentalan dari pada darah lebih kental dari
pada air yaitu mempunyai berat jenis 1.041 – 1.067 dengan temperatur 380C
dan PH 7.37 – 1.45.
Menurut Syaifuddin (2006) fungsi darah secara umum terdiri dari:
1) Sebagai alat pengangkut yaitu :
a) Mengambil Oksigen atau zat pembakaran dari paru untuk diedarkan
ke seluruh jaringan tubuh.
b) Mengangkut Karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui
paru.
c) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan / alat tubuh.
d) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2) Sebagai pertahanan tubuh
Terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membinasakan
tubuh dengan perantara leukosit, antibodi atau zat-zat anti racun.
3) Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
Fungsi khususnya lebih lanjut di terangkan lebih banyak di struktur atau
bagian dari masing-masing sel darah dan plasma darah.
11
Darah terdiri dari 2 bagian yaitu: Sel darah dan Plasma darah.
a. Sel-sel darah
Sel-sel darah ada 3 macam yaitu Eritosit, Leukosit, Trombosit
(Syaifuddin, 2006).
1) Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti,
ukurannya kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-
kira 5 juta dalam mm3. Eritrosit berwarna kuning kemerahan
karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut
hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika didalamnya
banyak mengandung Oksigen. Fungsi dari eritrosit adalah
mengikat Karbondioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan
melalui paru-paru.
Eristrosit dibuat dalam sumsum tulang, limpa dan hati,
yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama 14-15 hari,
setelah itu akan mati. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang
mati akan terurai menjadi dua zat yaitu hematin yang menjadi Fe
yang berguna untuk pembuatan eritrosit baru dan hemoglobin
yaitu suatu zat yang terdapat dalam eritrosit yang berguna untuk
mengikat Oksigen dan Karbondioksida. Jumlah Hb dalam orang
dewasa kira-kira 11, 5-15 mg %. Normal Hb wanita 11, 5- 15, 5
mg % dan Hb laki-laki 13, 0- 17, 0 mg %.
12
Apabila eritrosit dan hemoglobin berkurang maka keadaan
ini disebut anemia. Biasanya hal ini disebabkan karena
pendarahan yang hebat dan gangguan dalam pembuatan eritrosit
(Syaifuddin, 2006)
2) Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan
dapat bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia)
mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga dapat
dibedakan berdasarkan inti sel. Leukosit berwarna kuning
(tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4000- 11.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh
dan memakan bibit penyakit / bakteri yang masuk dalam
tubuh jaringan RES (Retikulo Endotel System). Fungsi yang
lain yaitu sebagai pengangkut dimana leukosit mengangkut
dan membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa dan
ke pembuluh darah.
Sel leukosit selain dari dalam pembuluh darah juga
terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan
penyakit disebabkan karena kemasukan kuman/ infeksi maka
jumlah leukosit yang ada dalam darah akan meningkat. Hal ini
disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar
limfe sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh
terhadap serangan bibit penyakit tersebut.
13
Macam-macam leukosit menurut Sarjadi (2000) adalah sebagai
berikut:
a. Agranulosit
Sel yang tidak mempunyai granula didalamnya, terdiri dari:
1. Limfosit
Leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar
limfe di dalam sitoplasmannya tidak terdapat granula dan
inti besar banyaknya 20-25 %. Fungsinya membunuh
kuman dan memakan bakteri yang masuk ke dalam
jaringan tubuh.
2. Monosit
Fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 30%.
b. Granulosit
1. Neutrofil
Mempunyai inti, protoplasma, banyaknya bintik-bintik,
banyaknya 60-70%.
2. Eosinofil
Granula lebih besar, banyaknya kira-kira 24%.
3. Basofil
Inti teratur dalam protoplasma terdapat granula besar
banyaknya ½%.
14
c. Trombosit (sel pembeku)
Merupakan benda-benda kecil yang bentuk dan
ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan ada yang
lonjong. Warnanya putih dengan jumlah normal 150.000-
450.000/ mm3. Trombosit memegang peranan penting
dalam pembekuan darah jika kurang dari normal. Apabila
timbul luka, darah tidak lekas membeku sehingga timbul
pendarahan terus menerus.
Proses pembekuan darah dibantu oleh zat yaitu Ca2+
dan fribinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh
mendapat luka. Jika tubuh terluka, darah akan keluar,
trombosit pecah dan akan mengeluarkan zat yang disebut
trombokinase. Trombokinase akan bertemu dengan
protombin dengan bantuan Ca2+ akan menjadi thrombin.
Thrombin akan bertemu dengan fibrin yang merupakan
benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur
letaknya, yang akan menahan sel darah. Dengan demikian
terjadi pembekuan. (Syaifuddin, 2006)
b. Plasma darah
Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah warna bening
kekuningan hampir 90% plasma darah terdiri dari:
1. Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
2. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan
15
lain-lain yang berguna dalam metabolisme ).
3. Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan
viskositas darah dan juga menimbulkan tekanan osmotik
untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh.
4. Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan
vitamin)
5. Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
6. Antibodi atau anti toksin.
Hematokrit adalah presentase darah yang berupa sel. Harga
normal hematokrit adalah 40,0-54,0 %. Efek hematokrit terdapat
viskositas darah makin besar presentase darah merah yaitu makin
besar hematokrit.
Proses pembentukan sel darah (hemotopoesis) terdapat di tiga tempat,
yaitu: sumsum tulang, hepar dan limpa.
1) Sumsum Tulang
Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah Tulang
Vertebrae, Sternum (tulang dada), Costa (tulang iga).
2) Limpa
Limpa juga berfungsi menghancurkan sel darah merah yang rusak.
Volume darah pada tubuh yang sehat / organ dewasa terdapat darah kira-
kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut
pada tiap organ tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan, keadaan
jantung atau pembuluh darah.
16
C. Etiologi
Virus dengue ini disebarkan dari manusia ke manusia melalui nyamuk
genus Aedes, seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Aedes aegypti
tersebar di daerah tropis dan subtropis merupakan vektor utama. Nyamuk ini
berukuran kecil jika dibandingkan dengan nyamuk lain, biasanya berukuran
3-4 mm. Warna tubuh hitam dengan bintik-bintik putih pada seluruh tubuh
dan kepala, dan lingkaran putih pada kaki. Dadanya biasanya mempunyai
corakan putih dan sayapnya bersisik serta translusen.
Nyamuk betina Aedes aegypti mengigit pada waktu siang hari dengan
aktivitas puncak pada pagi hari dan petang. Perkembangan hidup nyamuk
Aedes Aegypti dari tidur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12
hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta
memilih dari manusia untuk memotongkan telurnya. Sedangkan nyamuk
jantan tidak biasa darah namun hanya menghisap sari tumbuh-tumbuhan.
Umur nyamuk Aedes Aegypti betina ±2 minggu. Umur nyamuk Aedes
Aegypti kemempuan terbang 40-100 m (Hadinegoro, 2000)
D. Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
terjadi viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab yang
jelas disertai gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal di
seluruh tubuh, nafsu makan berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah
pada kulit. Kelainan juga dapat terjadi pada sistem retikulo endotel atau
17
seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Pelepasan
zat anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta aktivitas dari sistem kalikrein
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler sehingga
cairan dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya
perembesaran plasma akibat pembesaran plasama terjadi pengurangan volume
plasma yang menyebabkan hipovolemia, penurunan tekanan darah,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Selain itu sistem
reikulo endotel bisa terganggu sehingga menyebabkan reaksi antigen anti bodi
yang akhirnya bisa menyebabkan anaphylaxia (Price dan Wilson, 2000).
Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya
saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat
berkurang sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi
akibat kehilangan plasma yang tidak dengan segera diatasi maka akan terjadi
anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Terjadinya renjatan ini
biasanya pada hari ke-3 dan ke-7 (Sudoyo, 2000).
Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran darah akan
menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi trombositopenia,
yang berlanjut akan menyebabkan perdarahan karena gangguan trombosit dan
kelainan koagulasi dan akhirnya sampai pada perdarahan. Reaksi perdarahan
pada pasien DHF diakibatkan adanya gangguan pada hemostasis yang
mencakup perubahan vaskuler, trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3),
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin,
faktor V, IX, X dan fibrinogen). Perdarahan yang terjadi seperti peteke,
18
ekimosis, purpura, epistaksis, perdarahan gusi, sampai perdarahan hebat pada
traktus gastrointestinal Pembekuan yang meluas pada intravaskuler (DIC) juga
bisa menyebabkan terjadi saat renjatan (Price dan Wilson, 2000).
.
E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF,
dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Adapun tanda dan gejala menurut
WHO (1975) dikutip dari (Mansjoer, 2000).
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji tourniquet positif,
seperti perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis. Epistaksis,
Hematemesis, Hematuri, dan melena)
3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah
menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik
20 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab
terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, penderita gelisah timbul
sianosis disekitar mulut.
Adapun gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada
penderita DHF menurut (Mansjoer, 2000) adalah:
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu
menelan.
19
b. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare,
konstipasi
c. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,
tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada
saluran tubuh dll.
d. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah thrombocytopenia
(kurang atau sama dengan 100.000 mm3) dan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit lebih atau sama dengan 20 %).
F. Klasifikasi Dengue Berdarah Dengue (DBD)
Berdasarkan patokan dari WHO (1999) dikutip dari Ngastiyah (2000). DHF
dibagi menjadi 4 derajat:
1. Derajat I jika demam disertai gejala klinis lain tanpa perdarahan spontan,
uji tourniquet (+) thrombocytopenia hemokonsentrasi.
2. Derajat II jika derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau
perdarahan lain.
3. Derajat III jika ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah
tekanan darah rendah, gelisah, sianosis mulut, hidung dan ujung jari.
4. Derajat IV jika Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak
terdeteksi.
Selain klasifikasi tersebut pada pasien DBD juga dikenal adanya
istilah Dengue Syok Syndrome (DSS). Dengue Syok Sindrome terjadi jika
seluruh kriteria diatas untuk DBD disertai dengan kegagalan sirkulasi
20
dengan manifetasi nadi yang cepat dan halus, tekanan nadi turun (20≤
mmHg), hipotensi dibandingkan standart sesuai umur, kulit dingin dan
lembab serta gelisah. Penderita seringkali mengeluhkan nyeri didaerah
perut sesaat sebelum renjatan timbul. Nyeri tersebut seringkali
mendahului perdarahan gastrointestinal (Masjoer, 2000).
G. Penatalaksaaan
Penatalaksanaan DHF terbagi menjadi dua medis dan keperawatan menurut
FKUI (2000). Penatalaksanaan medis terbagi menjadi pengobatan pasien
DHF bersifat simtomatis dan suportif.
a. DHF tanpa renjatan
Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam demam tinggi,
anoreksia dan muntah. Penderita perlu diberi minum banyak 1,5
sampai 2 liter dalam 24 jam, berupa air teh dengan gula, sirup atau
susu. Pada beberapa penderita diberikan gastroenteritis oral solution
(oralit). Minuman diberikan peroral, bila perlu satu sendok makan
setiap 3-5 menit. Para orang tua penderita diikut sertakan dalam
kegiatan ini. Pemberian minum secara gastronasal tidak dilakukan.
Hiperpireksia (Suhu 40 oC atau lebih) diatasi dengan antipiretik dan
bila perlu surface cooling dengan memberikan kompres es dan alkohol
70 %. Kejang yang mungkin timbul diberantas dengan antikonvulsan.
Anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan luminal 75 mg dan dibawah
1 tahun 50 mg secara intramuskulus. Bila dalam waktu 15 menit
21
kejang tidak berhenti pemberian luminal diulangi dengan dosis 3
mg/kgBB. Anak diatas 1 tahun diberikan 50 mg dan dibawah 1 tahun
30 mg dengan memperhatikan adanya depresi fungsi vital (pernafasan,
jantung).
Pemberian intravenous fluid drip (IVFD) pada penderita DHF
tanpa renjatan dilaksanakan apabila :
1. Penderita terus menerus muntah sehingga tidak mun gkin diberikan
makanan peroral, sedangkan muntah-muntah itu mengancam
terjadinya dehidrasi dan asidosis.
2. Didapatkan nilai hematokrit yang cenderung terus meningkat.
Penatalaksanaan renjatan :
a. Penggantian volume
Sebagai terapi awal cairan yang dipergunakan ialah Ringer
Laktat. Dalam keadaan renjatan berat, cairan harus diberikan
secara diguyur, artinya secepat-cepatnya dengan penjepit infus
dibuka.
Kadang kala vena berada dalam keadaan kolaps sehingga
kecepatan tetesan yang diharapkan tidak dapat dicapai. Dalam
keadaan ini cairan perlu diberikan dengan semprit, dengan
paksaan dimasukkan 100-200 ml, kemudian dilanjutkan dengan
tetesan. Dalam keadaan tidak berat, cairan diberikan dengan
kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
Mengingat bahwa kebocoran plasma dapat berlangsung 24-
22
48 jam, maka pemberian cairan intravena dipertahankan
walaupun tanda-tanda vital telah menunjukan perbaikan nyata.
Karena hematokrit merupakan indeks yang dapat dipercaya
dalam menentukan kebocoran plasma, maka pemeriksaan
hematokrit perlu dilakukan secara periodik. Kecepatan
pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala klinis
vital dan nilai hematokrit.
Dalam masa penyembuhan, cairan dari ruang
ekstravaskuler akan direabsorbsi kembali kedalam ruang
vaskuler, dalam keadaan ini hendaknya pemberian cairan
dilakukan secara berhati-hati. Penting sekali untuk diketahui
bahwa menurunya nilai hemaglobin dan hematokrit pada masa
ini tidak diartikan sebagai tanda terjadinya perdarahan
gastrointestinal. Evaluasi klinis, nadi (amplitudo dan frekuensi),
tekanan darah, pernafasan, suhu, dan pengeluaran urin dilakukan
lebih sering.
Indikasi pemberian transfusi darah ialah pada penderita
dengan perdarahan gastrointestinal hebat : kadang-kadang
perdarahn gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai
hemoglobin dan hematokrit menurun, sedangkan perdarahannya
sendiri tidak kelihatan. Dengan memperhatikan evaluasi klinis
yang telah disebut, dalam keadaan ini pun dianjurkan pemberian
darah.
23
b. Evaluasi pengobatan renjatan
Untuk memudahkan mengikuti perjalanan klinis penderita
dengan renjatan, dibuat data klinis yang mencantumkan tanggal
dan jam pemeriksaan dan memuat hasil pemeriksaan nilai
hemoglobin, nilai hematokrit, nilai trombosit, tekanan darah,
nadi, pernafasan, suhu, pengeluran urin, jenis dan kecepatan
cairan yang diberikan dan apabila ada jenis dan jumlah
perdarahan gastrointestinal. Penderita dengan renjatan berulang,
renjatan yang tidak memberikan respon terhadap pemberian
cairan dan yang memperlihatkan perdarahan gastrointestinal
hebat bersamaan dengan renjatan atau setelah renjatan diatasi
diusahakan untuk di rawat di Unit Perawatan Khusus.
b. DHF disertai renjatan (DSS)
Pada penderita DHF disertai renjatan, setelah demam
berlangsung selama beberapa hari, keadaan umum penderita tiba-tiba
memburuk. Hal ini biasanya terjadi pada saat atu setelah demam
menurun yaitu diantara hari ke 3 dan ke 7 sakit.
Pada sebagian besar penderita ditemukan tanda kegagalan
peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut
dan nadi menjadi cepat dan lembut. Penderita kelihatan lesu, gelisah
dan secara cepat masuk dalam fase krisis renjatan. Penderita sering
kali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum renjatan timbul.
Nyeri perut hebat sering kali mendahului perdarahan
24
gastrointestinal, sedangkan Lim dkk (1966) berpendapat bahwa nyeri
di daerah retrosternal, tanpa sebab yang dapat dibuktikan memberikan
petunjuk terdapatnya perdarahan gastrointestinal yang hebat. Renjatan
yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis
buruk. Disamping kegagalan sirkulasi, renjatan ditandai oleh nadi
lembut, cepat, kecil sampai tidak dapat diraba (Sarjadi, 2000).
Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg artau kurang dan
tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
Penatalaksanaan untuk mengatasi renjatan diperlukan secara layak
karena bila tidak penderita dapat masuk dalam renjatan berat
(profound shock), tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak
dapat diraba. Penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat akan
menimbulkan komplikasi asedosis metabolik, hipoksia, perdarahan
gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya dengan
pengobatan tepat, begitu pula pada kasus renjatan berat, masa
penyembuhan tampak cepat sekali. Penderita menyembuh dalam
waktu 2 sampai 3 hari. Selera makan yang bertambah merupakan
petunjuk prognosis baik.
Pada pemeriksaan laboratorium sering kali ditemukan
trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit di bawah
100.000 / mm3 ditemukan diantara hari ke 3 sampai ke 7 sakit.
Meningkatnya hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma
yang biasanya ditemukan, juga pada kasus derajat ringan, walaupun
25
tentunya tidak sehebat seperti dalam keadaan renjatan. Hasil
laboratorium lain yang sering ditemukan ialah hipoproteinemia,
hiponatrenia, peninggian sedikit kadar transaminaseserum dan urea
nitrogen darah. Pada beberapa penderita ditemukan asidosis metabolik.
Jumlah leukosit bervariasi antara leukopenia dan leukositosis. Kadang-
kadang ditemukan albuminuria yang bersifat sementara.
H. Komplikasi
Komplikasi DHF menurut Smeltzer dan Bare (2002) adalah
perdarahan, kegagalan sirkulasi, Hepatomegali, dan Efusi pleura.
1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler,
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan
koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya
megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif,
peteke, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis
dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke
2–7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
26
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium
volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau
kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan
perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu
dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif
dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan
meninggal dalam 12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan
dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel
sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar
dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus
antibody.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang
mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat
dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi
pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
27
I. Pengkajian Fokus
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan
dalam melakukan asuhan keperawatan, baik saat penderita baru pertama kali
datang maupun selama klien dalam masa perawatan (Hadinegoro, 2000). Data
yang diperoleh dari pengkajian klien dengan DHF dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Identitas pasien
a. Umur (DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang
dari 15 tahun).
b. Jenis kelamin secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada
penderita DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada
perempuan dari pada anak laki-laki.
c. Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota
besar saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di
Indonesia, bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang
padat dan dalam waktu relatif singkat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai
menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Turunya panas
28
terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, kondisi semakin lemah. Kadang-
kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah,
anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena
atau hematemasis.
c. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.
d. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan
yang kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang
ada kamar).
3. Pola persepsi fungsional kesehatan
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Gejala : Penurunan nafsu makan, mual muntah, haus, sakit saat
menelan.
Tanda : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, nyeri
tekan pada ulu hati.
b. Pola eliminasi
Tanda : Konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuri, (tahap
lanjut).
29
c. Pola aktifitas dan latihan
Gejala : Keluhan lemah
Tanda : Dispnea, pola nafas tidak efektif, karena efusi pleura.
d. Pola istirahat dan tidur
Gejala : Kelelahan, kesulitan tidur, karena demam/ panas/ menggigil.
Tanda : Nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak karena efusi pleura,
nteri epigastrik, nyeri otot/ sendi.
e. Pola persepsi sensori dan kognitif
Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri otot/ sendi, pegal-pegal seluruh tubuh.
Tanda : Cemas dan gelisah.
f. Persepsi diri dan konsep diri
Tanda : Ansietas, ketakutan, gelisah.
g. Sirkulasi
Gejala : Sakit kepala/ pusing, gelisah
Tanda : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, dispnea,
perdarahan nyata (kulit epistaksis, melena hematuri),
peningkatan hematokrit 20% atau lebih, trombosit kurang
dari 100.000/mm.
h. Keamanan
Gejala : Adanya penurunan imunitas tubuh, karena hipoproteinemia.
i. Kebersihan
Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung kurang terutama untuk
30
membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti..
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnostik DHF perlu
dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi (Hadinegoro, 2000).
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a) IgG dengue positif (dengue blood)
b) Trombositipenia
c) Hemoglobin meningkat >20%
d) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinema,
hiponatremia, hipokalemia
f) SGOT dan SGPT mungkin meningkat
g) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
h) Waktu perdarahan memanjang
i) Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidois metabolik
PCO2 <35-40 mmHg, HCO3 rendah.
2) Pemeriksaan laboratorium urine : pada pemeriksaan urine dijumpai
albumin ringan.
31
3) Pemeriksaan serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan pada
klien yang diduga terkena DHF adalah : uji hemaglutinasi inhibisi (HI
test), uji komplemen fiksasi (CF test), uji neutralisasi (N test), IgM
Elisa (Mac. Elisa), IgG Elisa
Melakukan pengukuran antibodi pasien dengan cara HI test
(Hemoglobin Inhibiton test) atau dengan uji pengikatan komplemen
(komplemen fixation test) pada pemeriksaan serologi dibutuhkan dua
bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut dan pada masa penyembuhan.
Untuk pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5 ml.
4) Pemeriksaan radiology
a) Foto thorax : pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura.
b) Pemeriksaan USG : pada USG didapatkan hematomegali dan
splenomegal.
J. Pathways Keperawatan
Depresi sum sum tulang
Output berlebih
Gigitan nyamuk Aedes Aegepti
Sumber : Noer (2000); Doenges (2000)
Nyeri otot, tulangdan sendi
Gangguan rasanyaman nyeri
Stimulasi RES
Hepatomegali
Hepar mendesakrongga abdomen
Nafsu makan ↓
Intake tidak adekuat
Resiko perubahannutrisi kurang darikebutuhan tubuh
Peningkatanenzim-enzimhepar SGOT
SGPT
Permeabilitasvaskuler ↑
Kebocoranplasma
Mual, muntah
Resiko Defisit volumecairan dan elektrolit
Infeksi Virus Dengue
Terjadinya viremia Karena situasi Cemas
Demam akut
Keringat ↑
Hipertermi
Fungsi trombositmenurun, faktor
koagulasi menurun,
Hematokrit ↑ viskositasdarah ↑
Aliran darahlambat
Suplai O2 kejaringan ↓
ResikoGangguan
Perfusi jaringan
Trombosytopenia
Resiko injuriperdarahan
32
33
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat dirumuskan pada pasien DHF secara teori adalah :
1. Hipertermi berhubungan dengan viremia sekunder terhadap infeksi
dengue ditandai dengan: peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari
jangkauan normal, kulit kemerahan, hangat waktu disentuh, peningkatan
tingkat pernafasan, takikardi
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan
intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel), out put
berlebih karena muntah dan hipertermi.
3. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan penurunan trombosit
4. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen
dalam jaringan menurun
5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia ditandai dengan: konjungtiva dan membran mukosa
pucat, menolak untuk makan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk.
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses patologis
ditandai dengan: nyeri, perilaku yang bersifat hati hati atau melindungi,
wajah menunjukkan nyeri, gelisah.
7. Cemas berhubungan dengan ketidak tahuan tentang penyakit, krisis
situasi proses penyakit dan hospitalisa
34
L. Fokus Intervensi
Fokus Intervensi yang dapat dirumuskan untuk keperawatan pasien DHF.
1. Hipertemi berhubungan dengan viremia sekunder terhadap infeksi
dengue
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan temperatur
suhu dalam batas normal (36°-37° C).
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak menunjukkan kenaikan suhu tubuh.
b. Suhu tubuh dalam batas normal ( 36°-37° C)
Rencana tindakan:
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
b. Kaji saat timbulnya demam
Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien
c. Tingkatkan intake cairan.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi asupan
cairan
d. Catat asupan dan keluaran
Rasional : Untuk mengetahui ketidakseimbangancairan tubuh
e. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program
dokter
35
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan
suhu tinggi.
f. Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional : dapat mengurangi rasa nyeri
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan
intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel), output
berlebih karena muntah dan hipertermi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume
cairan dapat terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda vital stabil Tekanan darah 120/70 – 130/90 mmhg, Nadi
80 x/menit, Suhu 36 – 37 derajad celcius, CRT kurang dari 3 detik,
akral hangat, urine output 30-50cc/jam, membran mukosa lembab,
turgor kulit baik.
b. Volume cairan cukup input dan output seimbang.
Rencana tindakan:
a. Mengobservasi adanya tanda-tanda syok.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani
syok yang dialami pasien.
b. Observasi tanda dan gejala dehidrasi atau hipovolemik (riwayat
muntah diare, kehausan turgor jelek).
Rasional : defisit cairan akan ditandai dengan menurunnya haluaran
urine < 25 ml/jam
36
c. Monitor keadaan umum pasien (lemah pucat, tachicardi) serta tanda-
tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui
dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya
d. Menganjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah
volume cairan tubuh.
e. Monitor perubahan haluaran urine dan monitor asupan haluaran
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan tingkatan
dehidrasi.
f. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravaskuler sesuai program
dokter.
Rasional : Pemberian cairan Intravena sangat penting bagi pasien
yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan
umum yang buruk karena cairan langsung masuk
kedalam pembuluh darah.
3. Resiko injuri perdarahan berhubungan dengan penurunan trombosit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan terhadap
pasien perdarahan tidak terjadi
Kriteria Hasil : Menunjukkan perbaikan keadaan umum dan tanda vital
yang baik
Rencana tindakan :
a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
37
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran
pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-
tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
b. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
c. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika
ada tanda perdarahan seperti : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk
penaganan dini bila terjadi perdarahan.
d. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak,
pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai
ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
e. Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat
diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan
perdarahan yang dialami pasien.
f. Kolaborasi pemberian anti perdarahan sesuai advis Dokter
Rasional : mengurangi perdarahan
4. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya
38
suplai oksigen dalam jaringan menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suplai oksigen
ke jaringan adekuat.
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan perfusi secara individual
misalnya tidak ada sianosis dan kulit hangat, kesadaran
komposmentis, nyeri dada tidak ada, keluhan pusing
tidak ada, disorientasi tidak ada bisu, Nadi 60-
80x/menit, output urine 30-50cc/jam, CRT kurang dari
3 detik.
Rencana tindakan:
a. Observasi perubahan status mental
Rasional : Gelisah bingung disorientasi dapat menunjukkan
gangguan aliran darah serta hipoksia.
b. Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa.
Rasional : Kulit pucat atau sianosis, kuku membran bibir atau
lidah dingin menunjukkan vasokonstriksi perifer (syok)
atau gangguan aliran darah perifer.
c. Auskultasi frekuensi dan irama jantung cacat adanya bunyi jantung
ekstra.
Rasional : Tachicardia sebagai akibat hipoksemia kompensasi
upaya peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan,
gangguan irama berhubungan dengan hipoksemia,
ketidakseimbangan elektrolit. Adanya bunyi jantung
39
tambahan terlihat sebagai peningkatan kerja jantung.
d. Ukur haluaran urine dan catat berat jenis urine
Rasional : Syok lanjut atau penurunan curah jantung
menimbulkan penurunan perfusi ginjal dimanifestasi
oleh penurunan haluaran urine dengan berat jenis
normal atau meningkat
e. Berikan cairan intra vena atau peroral sesuai indikasi.
Rasional : Peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan
hiperviskositas darah (Potensial pembentukan
trombosit) atau mendukung volume sirlukasi atau
perfusi jaringan.
5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
tidak adekuat sekunder terhadap mual, muntah, dan anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan
nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil : Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan
porsi yang dibutuhkan atau diberikan, tidak muntah, Hb
10-14 g/dl, berat badan tidak turun.
Rencana tindakan:
a. Kaji keluhan mual dan muntah yang dialami oleh pasien
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual dan muntah
40
c. Menjelaskan manfaat nutrisi bagi pasien terutama saat pasien sakit.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi
sehingga motivasi pasien untuk makan meningkat.
d. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan dihidangkan
saat masih hangat.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan
meningkatkan asupan makanan.
e. Catat jumlah dan porsi makanan yang dihabiskan
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan nutrisi pasien.
f. Ukur berat badan pasien setiap hari.
Rasional : untuk mengetahui status gizi pasien
g. Kolaborasi pemberian asupan makanan dengan tim gizi
Rasional : untuk pemberian nutrisi yang maksimal.
h. Kolaborasi dalam pemberian antiemetik sesuai advis Dokter
Rasional : mengurangi mual.
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses patologis
(viremia)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri
berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
a. Rasa nyaman pasien terpenuhi
b. Ekspresi tidak meringis
c. Nadi normal (80-100 x/menit)
41
d. Skala nyeri menurun
e. Nyeri berkurang atau hilang
Rencana tindakan:
a. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien dengan skala nyeri (0 - 10),
tetapkan tipe nyeri yang dialami pasien, respon pasien terhadap nyeri
Rasional : Untuk mengetahui berat nyeri yang dialami pasien
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri
Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka
perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai dengan
masalah klien.
c. Berikan posisi yang nyata dan, usahakan situasi ruang yang terang
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri .
d. Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasien dari
rasa nyeri
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain, pasien dapat sedikit
melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
e. Berikan kesempatan pada pasien untuk berkomunikasi dengan
teman-teman atau orang terdekat.
Rasional : Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat atau
teman membuat pasien bahagia dan dapat mengalihkan,
perhatiannya terhadap nyeri.
f. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
Rasional : Obat analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri
42
pasien.
7. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan tentang penyakit, krisis situasi
proses penyakit dan hospitalisa
Tujuan : cemas teratasi
Kriteria hasil : cemas berkurang, tidak gelisah, pasien kooperatif, tidur 6-
8 jam, Nadi : 60-80x/menit, RR : 16-20x/menit
Rencana tindakan :
a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : memudahkan intervensi.
b. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi
ansietas di masa lalu.
Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif,
meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas
c. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk
mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
d. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri dan harapan-harapan yang
positif terhadap terapi yang dijalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang
dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
e. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas.
Rasional : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya
43
mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri
sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas
kemampuannya.
f. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
g. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.