bab ii konsep dasar a. pengertiandigilib.unimus.ac.id/files//disk1/104/jtptunimus-gdl...bab ii...
TRANSCRIPT
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang berupa infiltrat
atau konsolidasi pada alveoli atau jaringan interstitial (Sari, dkk, 2005).
Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit) (PDPI, 2003). Pneumonia
adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru (Mansjoer, 2000). Pneumonia adalah suatu radang paru yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing (Ngastiyah, 2005). Pneumonia adalah peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Pitaloka, 2008).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pneumonia
adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratoris dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oeh mikroorganisme
yaitu bakteri, virus, jamur maupun parasit.
7
B. Anatomi Dan Fisiologi
Secara anatomi sistem pernafasan dibagi dalam 3 bagian besar,
menurut Rosa M. Sacharin (1996) yang meliputi :
1. Traktus Respiratorius Bagian Atas
Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari banyak bagian dan fungsinya
yaitu :
Gambar 1.1 Traktus Respiratorius
a. Hidung
Bagian anterior dari hidung dari bagi dalam paruhan kiri dan
kanan oleh septum nasi. Setiap paruhan dibagi secara tidak lengkap
menadi empat daerah yang mengandung saluran nasal yang berjalan
kebelakang mengarah pada nasofaring. Area tepat dalam lubang
hidung dilapisi oleh kulit yang mengandung rambut yang kasar. Sisa
dari interior dilapisi oleh membrana mukosa.
8
Fungsi dari hidung adalah membawa udara dari dan ke paru-
paru dan menghangatkan udara saat diinspirasi. Bulu di dalam lubang
hidung dan silia yang melapisi membrana mukosa bertindak untuk
mengangkat debu dan benda asing lain dari udara.
Jika terjadi infeksi, efek lokal utama adalah iritasi dari sel
mulkus yang menyebabkan produksi mukus yang berlebihan,
pembengkakan dari membrana mukosa akibat edema lokal dan
kongesti dari pembuluh darah. Saluran hidung cenderung menjadi
terblokir oleh pembengkakan mukosa dan sekresi virus, sekret jernih,
tetapi jika terdapat invasi sekunder bakteri, sekret menjadi kekuning-
kuningan atau kehijauan akibat adanya pus (neutrofil mati dan
granulosa).
b. Sinus
Sinus paranasal melengkapi suatu sistem ruang udara yang
terletak dalam berbagai tulang pada muka. Sinus dilapisi dengan
mukosa sekretoris dan memperoleh suplai darah dan saraf dari
hidung. Infeksi dari hidung mengarah pada penuhnya pembuluh
darah, peningkatan sekresi mukus dan edema.
c. Laring
Laring terletak di depan faring dan diatas permulaan trakhea.
Terutama terdiri dari tulang rawan tiroid dan tricoid dan tujuh tulang
rawan lain yang dihubungkan secara bersama oleh membrana. Suatu
struktur tulang rawan tergantung diatas tempat masuk ke laring ini
9
merupakan epiglotis yang mengawal glotis selama menelan,
mencegah makanan masuk laring dan trakhea. Inflamasi dari epiglotis
dapat menimbulkan obstruksi terhadap saluran pernafasan.
Bagian interior laring mengandung dua lipatan membrana
mukosa yang terlentang melintasi ringga dari laring dari bagian
tengah tulang rawan tiroid ke tulang rawan arytenoid. Ini merupakan
pita atau lipatan suara. Selama pernafasan biasa pita suara terletak
dalam jarak tertentu dari garis tengah dan udara respirasi melintas
secara bebas diantaranya tanpa menimbulkan keadaan vibrasi. Selama
insiprasi dalam yang dipaksaan mereka berada dalam keadaan lebih
abduksi, sementara selama berbicara atau menyanyi mereka dalam
keadaan adduksi. Perubahan ini dipengaruhi oleh otot-otot kecil. Pada
anak-anak, pita suara lebih pendek dibandingkan dengan orang
dewasa.
Laring berfungsi sebagai alat respirasi dan fonasi tetapi pada
saat yang sama ambil bagian dalam deglutisi, selama waktu mana
laring akan menutup dalam usaha mencegah makanan memasuki
traktus respiratorius makanan bagian bawah. Laring juga tertutup
selama regurgitasi makanan sehingga mencegah terjadinya aspirasi
makanan. Refleks penutupan ini tergantung pada koordinasi
neurimuskuler yang kemungkinan tidak bekerja secara penuh pada
bayi, sehingga mengarah pada spasme.
10
2. Traktur respiratorius bagian bawah
Struktur yang membentuk bagian dari traktur respiratorius ini
adalah trakea, bronki dan bronkiolus serta paru-paru.
Tiga yang pertama adalah, trakea, bronki dan kronkiolus,
merupakan tuba yang mengalirkan udara kedalam dan keluar dari paru-
paru. Trakea dimulai pada batas bagian bawah dari laring dan melintas
dibelakang sternum kedalam toraks. Trakea merupakan tuba membranosa
fleksibel, kaku karena adanya cincin tidak lengkap yang berspasi secara
teratur. Tuba dilaisi oleh membana mukosa, epitelium permukaan adalah
kolumner bersilia. Segera setelah memasuki toraks trakea membagi diri
menjadi beberapa cabang yang masuk kedalam suatu substansi paru-paru.
Didalam substansi dari paru-paru bronki membagi diri menjadi
cabang yang tidak terhitung dengan ukuran yang secara progresif
berkurang hingga cabang yang mempunyai penampang yang sangat
sempit, di mana mereka di sebut sebagai bronkiolus. Tuba ini dilapisi
oleh membrana mukosa ditutupi oleh epitelium kolumner bersilia,
berlanjut dengan lapisan dari trakea. Otot polos ditemukan secara
longitudinal dalam bronki yang lebih besar dan trakea. Dalam bronki
yang lebih kecil dan bronkioles hal ini dibatasi oleh dinding posterios.
Seluruh panjang dari percabangan bronkial disuplai dengan serat elastik
yang kaya, bersama dengan semua jaringan lain yang disebutkan, dapat
diubah oleh karena penyakit, sehingga mempengaruhi fungsi normal
11
Gambar 1.2 Traktus Respiratorius Bawah
3. Paru – paru
Secara anatomi, unit dasar dari struktur paru-paru
dipertimbangkan adalah lobulus sekunder. Beratus-ratus dari lobulus ini
membentuk masing-masing paru. Setiap lobulus merupakan miniatur dari
paru-paru dengan percabangan bronkial dan suatu sirkulasi sendiri.
Setiap bronkiolus respiratorius berterminasi kedalam suatu
alveolus. Alveolus terdiri dari sel epitel tipis datar dan disinilah terjadi
pertukaran gas antara udara dan darah.
Gambar 1.3 Alveoli
12
Apeks dari paru-paru mencapai daerah tepat diatas clavicula dan
dasarnya bertumpu pada diaphragma. Kedua paru-paru dibagi kedalam
lobus, yang kanan dibagi tiga, yang kiri dibagi dua. Nutrisi dibawa pada
jaringan paru-paru oleh darah melalui arteri bronkial; darah kembali dari
jaringan paru-paru melalui vena bronkial.
Paru-paru juga mempunyai suatu sirkulasi paru-paru yang
berkaitan dengan mengangkut darah deoksigenasi dan oksigenasi. Paru-
paru disuplai dengan darah deoksigenasi oleh arteri pulmonalis yang
datang dari ventrikel kanan. Arteri membagi diri dan membagi diri
kembali dalam cabang yang secara progresif menjadi lebih kecil,
berpenetrasi pada setiap bagian dari paru-paru hingga akhirnya mereka
membentuk anyaman kapiler yang mengelilingi dan terletak pada dinding
dari alveoli. Dinding dari alveoli maupun kapiler sangat tipis dan
disinilah terjadi pertukaran gas pernapasan. Darah yang dioksigenasi
kembali kedalam atrium dengan empat vena pulmonalis.
Fisiologi Pernafasan Menurut Aziz Alimul Hidayat (2006) meliputi tiga
tahapan yaitu:
1. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Dalam proses
ventilasi ini terdapat beberapa hal yang mempengaruhi, di antaranya
adalah perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru. Semakin tinggi
13
tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian sebaliknya,
semakin rendah tempat tekanan udara semakin tinggi. Hal lain yang
mempengaruhi proses ventilasi kemampuan thoraks dn paru pada alveoli
dalm melaksanakan ekspansi atau kembang kempisnya, adanya jalan
napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai
otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom,
terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga
dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat
menyebabkan konstriksi sehingga dapat menyebabkan vasokonstriksi
atau proses penyempitan, dan adanya refleks batuk dan muntah juga
dapat mempengaruhi adanya proses ventilasi, adanya peran mukus siliaris
yang sebagai penangkal benda asing yang mengandung interveron dapat
mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah komplians
(complience) dan recoil yaitu kemampuan paru untuk berkembang yang
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya surfaktan yang
terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan dan masih ada sisa udara sehingga tidak terjadi kolaps dan
gangguan thoraks atau keadaan paru itu sendiri. Surfaktan diproduksi saat
terjadi peregangan sel alveoli. Surfaktan disekresi saat klien menerik
napas; sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO2
atau kontraksi atau menyempitnya paru. Apabila complience baik akan
14
tetapi recoil terganggu maka dapat menyebabkan depresi pusat
pernapasan.
2. Difusi Gas
Merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru
dan CO2 kapiler dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, diantaranya, pertama,
luasnya permukaan paru. Kedua, tebal membran respirasi/permeabilitas
yang terdiri atas epitel alveoli dan intertisial keduanya. Ini dapat
mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan.
Ketiga, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat
terjadi seperti O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan
O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena
pulmonalis (masuk dalam darah secara berdifusi) dan pCO2 dalam arteri
pulmunalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli. Keempat, afinitas gas
yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.
3. Transportasi Gas
Merupakan transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan
CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan
berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam
plasma (3%). Kemudian pada transportasi CO2 akan berkaitan dengan Hb
membentuk karbominohemoglobin (30%), dan larut dalm plasma (5%),
kemudian sebagian menjadi HCO3 berada pada darah (65%).
15
Pada transportasi gas terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi, di antaranya curah jantung (cardiac output) yang dapat
dinilai melalui isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung. Isi sekuncup
ditentukan oleh kemampuan otot jantung untuk berkontraksi dan volume
cairan. Frekuensi denyut jantung dapat ditentukan oleh keadaan seperti
over load atau beban yang dimiliki pada akhir diastol. Pre load atau
jumlah cairan pda akhir diastol, natrium yang paling beperan dalam
menentukan besarnya potensial aksi, kalsium berperan dalma kekuatan
kontraksi dan relaksasi. Faktor lain dalam menentukan proses transportsi
adalah kondisi pembuluh darah, latihan/olahraga (exercise), hematokrit
(perbandingan antara sel darah dengan darah secara keseluruhan atau
HCT/PCV), Eritrosit, dan Hb.
Mekanisme pertahanan paru sangat penting dalam menjelaskan
terjadinya infeksi saluran napas. Paru mempunyai mekanisme pertahanan
untuk mencegah bakteri agar tidak masuk ke dalam paru.
Mekanisme pembersihan tersebut adalah :
1. Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar, meliputi :
a. Repitelisasi saluran nagas
b. Aliran lendir pada permukaan epitel
c. Bakteri alamiah atau “epithelial cell binding site analog”
d. Faktor humoral lokal (IgG dan IgA)
e. Kompetisi mikroba setempat
16
f. Sistem transpor mukosilier
g. Refleks bersin dan batuk
Saluran nafas atas (nasofaring dan orofaring) merupakan
mekanisme pertahanan melalui barier anatomi dan mekanis terhadap
masuknya mikroorganisme yang patogen. Silia dan mukus
mendorong mikroorganisme keluar dengan cara dibatukkan atau
ditelan.
Bila terjadi disfungsi silia seperti pada sindrom kartagener’s,
pemakaian pipa nasogastrik dan pipa nasotrakeal yang lama dapat
menganggu aliran sekret yang telah terkontaminasi dengan bakteri
patogen. Dalam keadaan ini dapat terjadi infeksi nosokomial atau
“Hospital Acquired Pneumonia”.
2. Mekanisme pembersihan di “Respiratory exchange airway”, meliputi:
a. Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan.
b. Sistem kekebalan humoral lokal (IgG)
c. Makrofag alveolar dan mediator inflamasi
d. Penarikan netrofil
Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme
pertahanan paru (saluran napas atas). IgA merupakan salah satu
bagian dari sekret hidung (10% dari total protein sekret hidung).
Penderita defisiensi IgA memiliki risiko untuk terjadi infeksi saluran
17
napas atas yang berulang. Bakteri yang sering mengadakan kolonisasi
pada saluran napas atas sering mengeluarkan enzim proteolitik dan
merusak IgA. Bakteri gram negatif (P aeroginosa, E.colli, Serratia
spp, Proteus spp dan K pneumoniae) mempunyai kemampuan untuk
merusak IgA.
Defisiensi dan kerusakan setiap komponen pertahanan saluran
napas atas menyebabkan kolonisasi bakteri patogen sebagai faliti
terjadinya infeksi saluran napas bawah.
3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotis
Mekanisme pertahanan saluran nafas subglotis terdiri dari
anatomik, mekanik, humoral danm komponen seluler. Mekanisme
penutupan dan refleks batuk dari glotis merupakan pertahanan utama
terhadap aspirat dari orofarinmg.
Bila terjadi gangguan fungsi glotis maka hal ini berbahaya
bagi saluran napas bagian bawah yang dalam keadaan normal steril.
Tindakan pemasangan pipa nasogastrik, alat trakeostomi
memudahkan masuknya bakteri patogen secara langsung ke saluran
napas bawah. Gangguan fungsi mukosiliar dapat memudahkan
masuknya bakteri patogen ke saluran napas bawah, bahkan infeksi
akut oleh M.pneumoniae, H. influenze dan virus dapat merusak
gerakan silia.
18
4. Mekanisme pembersihan di respiratory gas exchange airway”
Bronkiolus dan alveoli mempunyai mekanisme pertahanan
sebagai berikut:
a. Cairan yang melapisi alveoli
− Surfaktan
Suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa
komponen SP-A, SP-B. SP-C, SP-D yang berfungsi
memperkuat fagositosis dan killing terhadap bakteri oleh
makrolog.
− Aktiviti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozim, iron
binding protein.
b. IgG (IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai opsonin)
c. Makrofag alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan
pertama.
d. Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus (ada infeksi
GNB, P.aeruginosa)
e. Mediator biologi
Kemampuan untuk menarik PMN ke saluran napas termasuk C5a,
produksi dari makrofag alveolar, sitokin, leukotrien.
19
Pertumbuhan paru pada masa bayi dan anak-anak dimulai
sejak masih dalam kandungan. Menurut Abraham M. Rudolph (2007)
dijelaskan bahwa :
Ketika seorang bayi lahir cukup bulan, parunya masih berada
pada stadium perkembangan paru pascalahir dikendalikan oleh faktor
yang masih belum dipahami benar. Percabangan jalan nafas sudah
lengkap sebelum lahir, pertumbuhan paru pascalahir akan
dilanjutkjan dengan meningkatkan ukuran jalan nafas dan
pertumbuhan alveolus baru.
1. Jalan Nafas
Sejumlah kartilago-berartikulasi, tiga yang tunggak dan
tiga yang berpasangan, yang terhubung oleh jaringan elastis dan
otot, menyusun kerangka laring. Otot bekerja pada pasangan
kartilago, untuk melebarkan dan menyempitkan lubang ke faring
bagian bawah. Ujung dorsal sabit kartilaginosa, yang menyokong
trakea serta bronkus, saling dihubungkan oleh otot dan jaringan
ikat.
Cincin otot dan kartilago trakea ini tidak teratur, dan dapat
berpisah atau bersatu, terutama dikarina, yang kerangkanya dapat
membrosa atau kartilaginosa. Pada bronkus berukuran sedang dan
kecil, hanya ada fragmen kartilago dan ototnya membentuk suatu
selubung longgar. Dalam bronkiolus, otot bergabung secara spiral
20
dalam putaran heliks dan secara proporsional lebih tebal
dibandingkan otot dalam jalan napas yang lebih besar.
Kartilago, struktur penyokong lain, dan jaringan kelenjar
ditemukan pada semua usia, tetapi jumlah dan penyebarannya
bervariasi sesuai dengan pertumbuhan. Sel epitel bersilia
berkembang baik saat lahir, tetapi hanya ada sedikit sel goblet dan
kelenjar mukosa di dalam bronkus. Sesudah beberapa bulan
pertama, jumlah sel goblet bertambah secara cepat, jumlah dan
ukuran kelenjar mukosa bertambah dan menjadi banyak sekali
pada usia 1 tahun.
Jumlah kelenjar trakeobronkial yang banyak dan
penyebarannya yang luas bersifat unik bagi jalan napas udara dan
jarang ditemukan pada mamalia lain. Pertumbuhan pada daerah
potongan lintang dan massa jaringan pada subdivisi jalan napas
tidak seragam. Kecepatan penambahan diameter trakea dan
bronkus lebih cepat pada tahun-tahun awal dan selama pubertas,
sedangkan sesudah pertumbuhan cepat awal, diameter bronkiolus
bertambah dengan lambat. Sejak lahir sampai selesainya
pertumbuhan, berat paru dan kapasitas paru total meningkat 20
kali, sedangkan diameter jalan napas bertambah hanya dua kali
(bronkiolus) sampai tiga kali lipat (trakea).
21
Pada bayi baru lahir, trakea dan bronkus mempunyai
kartilago jaringan elastin, jaringan ikat atau otot yang relatif
sedikit, dan perbandingan diameter lumen terhadap ketebalan
dinding, besar. Otot di jalan nafas yang lebih kecil lebih tipis pada
masa neonatus dan meningkat sedikit pada tahun pertama,
sesudah tahun ke-4, ketebalannya bertambah sebanding dengan
pertumbuhan paru. Sejak lahir sampai usia 15 tahun, diameter
bronkiolus besar melebar dua kali lipat, ketebalan dindingnya
menebal tiga kali lipat, dan jumlah jaringan penyokongnya
bertambah empat atau lima kali. Luas permukaan jalan napas
orang dewasa adalah sekitar 2500 cm2
2. Parenkim
Parenkim meliputi bronkiolus resporatorius, duktus
elveolaris, alveoli, kapiler paru, limfatik dan jaringan penyokong
interstisialnya. Bronkiolus respiratorius yang berdiameter agak
lebih besar daripada bronkiolus terminalis, membagi duktus
alveolaris yang menjadi tempat menonjolnya sejumlah alveoli.
Struktur ini, yang mendapat nutrisi dari sirkulasi artero
pulmonalis, tampaknya tidak mendapat suplai saraf, tetapi otot
polos di dinding bronkiolus respiratorius dan di sekitar muara
elveoli bereaksi terhadap stimulasi yang diberikan secara lokal.
22
Sel kuboid bersilia dan tidak bersilia melapisi bronkiolus
resporatorius. Epitel ini berlanjut dengan sel pipih tidak bersilia
yang melapisi duktus alveolaris dan alveolus. Nukleus sel yang
melapisi alveolus terletak dalam cekungan pada dinding kapiler
dan saling berjauhan, menempati hanya sekitar sepersepuluh
permukaan alveolus, sitoplasmanya yang tipis menutupi sisa
permukaan. Tidak ada sel mukosa pada bronkiolus respiratorius.
Meskipun demikian, endapan yang menyerupai mukus, yang
berlanjut dengan lapisan aselular yang menutupi sitoplasma sel
alveolus menutupi epitel bronkiolus resporatorius.
Elemen pendukung percabangan bronkiolus berlanjut
dengan kerangka alveolus. Putaran heliks otot polos berlanjut dari
bronkiolus terminal ke sekeliling bronkiolus respiratorius. Masa
otot berkurang secara bertahap seiring dengan mendekatnya ujung
duktus alveolaris yang buntu dan sisa untaian otot polos berakhir
dengan pembentukan cincin di sekeliling mulut alveolus. Jaringan
interstisal longgar antara bronkiolus respiratorius berisi banyak
pembuluh limfe kecil dan percabangan kecil arteri serta vena
pulmonalis. Jaringan elastin, kolagen dan retikular juga berjalan
melalui sela interstisial di antara struktur paremkim dan
cenderung berlokalisasi pada mulut alveolus. Serabut kolagen
membentuk berkas bergelombang ketika paru berada dalam
volume kecil, tetapi tertarik lurus ketika paru mengembang dan
23
membatasi volume beberapa jauh paru dapat dikembangkan.
Pengembangan paru meregangkan serat elastin dan retikular, pada
akhir inspirasi, serabut ini kembali pada panjang aslinya, sehingga
membantu ekspirasi.
Pada bayi baru lahir, terdapat banyak sekali jaringan
interstisal. Jaringan ini terutama tersusun atas air, pembuluh darah
dan jaringan ikat longgar. Elastin dan kolagen ditemukan dalam
jumlah yang secara proporsional lebih kecil dibandingkan pada
paru orang dewasa, oleh karena itu. Khusus pada paru bayi
prematur, interstisium tidak menyatu secara kuat dan dengan
mudah diperlebar oleh cairan atau udara. Jumlah dan ukuran serat
elastis dalam paru bayi baru lahir mempunyai kualitas pewarnaan
yang berbeda dari jaringan elastis matur, sehingga mungkin ada
perbedaan kualitatif dan kuantitatif. Sifat pewarnaan jaringan
elastis pada usia 1 tahun serupa dengan pada orang dewasa.
Paru tumbuh dengan menambah ukuran dan jumlah
elveolusnya. Dunhill menghitung bahwa ada 24 juta alveolus
pada saat lahir, 250 juta pada usia 4 tahun, dan 296 juta pada
orang dewasa. Angka ini menunjukkan bahwa pertumbuhan paru
terutama dapat disebabkan oleh generasi alveolus dalam dekade
pertama kehidupan. Pada masa kanak-kanak, pertumbuhan
mungkin merupakan akibat penambahan ukuran unit karena
diameter alveolus terus bertambah sampai masa dewasa.
24
Pertumbuhan paru tidak berjalan liniear terhadap usia, tetapi dari
masa bayi sampai masa dewasa, ukuran paru sebanding dengan
tinggi badan. Ukuran relatif volume dan kapasitas paru primer
sama dengan semua usia, volume residu adalah sekitar 25%,
kapasitas residu fungsional sekitar 40% dan volume tidal selama
respirasi normal sekitar 8% kapasitas paru total.
C. Tumbuh Kembang Anak
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh
sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan
berat (Depkes RI, 2005).
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang
lebih komplek dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan
bahasa serta sosialisasi dan kemandirian (Depkes RI, 2005).
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan normal yang
merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor tersebut menurut DepKes RI
( 2005) antara lain:
1. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
a. Ras /etnik atau bangsa
Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak
memiliki faktor herediter ras / bangsa Indonesia atau sebaliknya.
25
b. Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi,
pendek, gemuk atau kurus.
c. Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun
pertama kehidupan dan masa remaja.
d. Jenis kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat
daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas,
pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.
e. Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi
anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik
yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.
f. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan
pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.
2. Faktor luar (eksternal)
a. Faktor Prenatal
1. Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan
mempengaruhi pertumbuhan janin.
26
2. Mekanis
Posisi fetus yang abnormal bisa menyubabkan kelainan
kongenital seperti clup foot.
3. Toksin / zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thalidomid dapat
menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.
4. Endokrin
Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,
hiperplasia adrenal.
5. Radiasi
Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan kelainan
pada janin seperti mikrosefall, spina bifida, retardasi mental dan
deformitas anggota gerak, kelainan kongenitial mata, kelainan
jantung.
6. Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH
(Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks) dapat
menyebabkan kelainan pada janin, katarak, bisu tuli, mikrosefall,
retardasi mental dan kelainan jantung kongenital.
7. Kelainan Imunologi
Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah
antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap
sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam
27
peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang
selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubninemia dan Kern icterus
yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
8. Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta
menyebabkan pertumbuhan terganggu.
9. Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah / kekerasan
mental pada ibu hamil dan lain-lain.
b. Faktor persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak,
c. Faktor pasca salin
1) Gizi
2) Endokrin
Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid akan
menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.
3) Sosio-ekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengna kekurangan makanan,
kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan
menghambat pertumbuhan anak.
28
29
4) Lingkungan Pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat
mempengaruhi tumbuh kembang anak.
5) Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam
keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak,
keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
6) Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat
pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang
terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi
hormon pertumbuhan.
Ringkasan Kemajuan Perkembanga mulai lahir sampai umur 5 tahun
Umur Motorik/sensorik Sosial Bahasa Motorik kasar
Lahir- 1 bulan Reflek-reflek primitif, dapat
menghisap, menggenggam,
memberikan respon terhadap
suara-suara mengejutkan
1-3 bulan Menegakkan kepala sebentar,
mengadakan gerakan-gerakan
merangkak jika tengkurap
Memberikan respon senyum
3-4bulan Mengangkat kepala dari
posisi tengkurap dalam waktu
yang singkat, memalingkan
kepala ke arah suara
Tersenyum Bersuara jika diajak
bicara
Mulai mengamati tangan
sendiri, mampu untuk
memegang kerincingan
30 30
5-9 bulan Berguling dari sisi ke sisi
ketika terlentang,
memalingkan kepala pada
orang yang berbicara
Memperlihatkan
kegembiraan dengan
berlagak dan tersipu-tersipu
Bervokalisasi-suara-
suara bergumam, seperti
suara “ da” “ ma”
Memulai memindahkan
bendadari satu tangan ke
tangan lainnya, mampu
memanipulasi benda-benda
9-10 bulan Duduk dari posisi berbaring;
berpindahy; merangkak
Menolak dan mengenal
orang asing, meniru,
berteriak untuk menarik
perhatian
Mengoceh dan
bervokalisasi,
mengatakan kata-kata
seperti da-da mam-mam
Memungut benda diantara
jari-jari dan ibu jari tangan
1 tahun Merangkak denagn
baikmenarik badan sendiri
untuk berdiri
Menurut perintah sederhana,
meniru orang dewasa,
memperlihatkan berbagai
emosi
Mengucapkan kata-kata
tunggal
Memegang gelas untuk
minum
31 31
1 ½ tahun Berjalan tanpa di topang,
menaiki tangga atau peralatan
rumah tangga
Ingin bermain dengan anak-
anak lain, meminta minum,
mengenal gambar binatang,
mengenal beberapa bagian
tubuhnya
Telah menggunakn 20
kata yang bisa
dimengerti
Mencoret-coret, membalik-
balik halamn, bermain
dengan balok-balok
2 tahun Mampu berlari, memanjat,
menaiki tangga, membuka
pintu
Mulai bermain denagn anak-
anak lain
Mulai menggunakan 2
atau 3 kata secar
bersama
berpakaian sendiri, tidak
mampu mengikat
kancingmulai
3 tahun Berlari bebas, melompat,
mengendarai sepeda roda tiga
M,engetahui nama dan jenis
kelaminnya sendiri, bermain
secara konstruktif dan
inisiatif
Berbicara dengan
kalimat pendek
menggumenggambar
lingkaran, menggambar yang
dikenal
32 32
33
4-5 tahun Mengetahui banyak huruf-
huruf dari alfabet,
mengetahui lagu anak-anak
Bernyanyi berdendang
( Sacharin, 1996)
33
D. Etiologi
Menurut Mansjoer (2000) dan Pitaloka (2008) penyebab dari
pneumonia adalah:
1. Virus
a. Influensa;
b. Para influenza;
c. Rinovirus;
d. Adenovirus;
2. Bakteri
a. Pneumococci
b. Streptococci
c. Staphylococci
d. H. Influenzae
e. Klebsiella
f. Basillius tuberkulosa
g. Diplosoccus pneumonia
3. Microplasma
a. Aspergillus
b. Koksidiodomikosis
c. Histoplasmosis
d. Blastomikosis
e. Fikomiseses
34
4. Menghirup benda asing
a. Cairan amnion
b. Bahan makanan
c. Seng Stearat
d. Debu
e. Hidrokarbon
f. Zat-zat lipid
g. Asap rokok
5. Sindrom Loeffler
6. Terapi obat-obatan
7. Hipersensitivitas
Dan faktor yang beresiko untuk terjadinya pneumonia yaitu :
1. Penderita yang sakit berat di rumah sakit
2. penderita yang mengalami supresi sistem imun
3. keadaan malnutrisi
4. Kontaminasi peralatan rumah sakit
E. Klasifikasi Pneumonia
Menurut Perhimpunan Dokter paru Indonesia (2003) pneumonia
dapat diklasifikasikan berdasarkan klinis, penyebab dan predileksi infeksi.
a. Berdasar klinis dan epidemiologis
Berdasarkan klinis dn epidemologis, pneumonia terdiri dari :
1. Pneumonia komuniti (community aquired pneumonia)
35
2. Pneumonia nosokomial (hospital aquired pneumonia / sosicomial
pneumonia)
3. Pneumonia aspirasi
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised
b. Berdasar bakteri penyebab
Bedasar bakteri penyebab, pneumonia terdiri atas :
1. Pneumonia bakterial / tipikal
2. Pneumonia atipikal disebabkan mycoplasma, legionella dan
chlamydia
3. Pneumonia virus
4. Pneumonia jamur
c. Berdasar Predileksi Infeksi
Berdasar Predileksi Infeksi pneumonia terdiri atas :
1. Pneumonia Lobaris
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Bronchopneumonia
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteri maupun virus.
3. Pneumonia Interstitialis
36
Gambar 1.4 Pneumonia
F. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang muncul menurut Mansjoer (2000) dan
Pitaloka (2008) yaitu :
1. Demam (390C – 400C) dan menggigil
2. Kejang
3. Gelisah
4. Sesak nafas (dispneu)
5. Sianosis
6. Pernapasan cuping hidung
7. Muntah
8. Diare
9. Batuk kering kamudian produktif
10. Sulit makan
37
11. krekels
12. Rewel
13. Retraksi dinding dada
14. Nafas cuping hidung
15. Tachipneu
G. Patofisiologi
Bakteri penyebab terhisap ke paru perifer melalui saluran nafas
menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah proliferasi
dan penyeraban kuman.
Gambar 1.5 Proses Masuknya Kuman
38
Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya
sebukan sel PMNs (polimorfnuklears), fibrin, eritrosit, cairan edema dan
kuman dialveoli. Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah.
Sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi berupa
deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit
PMNs di alveoli dan proses fogositosis yang cepat dilanjutkan stadium
resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag dialveoli, degenerasi sel
dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman dan debris (Mansjoer,
2000).
Gambar 1.6 Konsolidasi
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi, suatu
reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbondioksida. Sel-sel darah putih kebanyakan neutrofil juga berimigrasi
39
kedalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara.
Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema
mukosa dan bronkospasme menyebabkan oklusi parsial bronkhi atau alveoli
dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena
yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan
keluar ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak
teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial (smeltzer,
2002).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien pneumonia meliputi :
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ngastiyah (2005) pengobatan diberikan berdasarkan etiologi
dan uji resistensi, akan tetapi, karena hal itu perlu waktu, dan pasien perlu
therapi secepatnya maka biasanya diberikan :
a. Penisilin 50.000 u/kg BB/hari ditambah dengan kloramfenikol 50 –
70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai
bebas demam 4 – 5 hari.
b. Pemberian oksigen dan cairan intravena biasanya diperlukan
campuran glukosa 5% dan NACL 0,9% dalam perbandingan 3 : 1
ditambah larutan KCL 10 meq/500 ml / botol infus.
40
c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asrdosis metabolik
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi
sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
2. Penatalaksanan Keperawatan
Penatalaksanan keperawatan dalam hal ini yang dilakukan adalah :
a. Menjaga kelancaran pernapasan
Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena
adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus atau paru.
Agar klien dapat bernapas secara lancar, lendir tersebut harus
dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O2 perlu dibantu dengan
memberikan O2 2 l/menit secara rumat.
Pada anak yang agak besar dapat dilakukan :
1. Berikan sikap berbaring setengah duduk
2. Longgarkan pakaian yag menyekat seperti ikat pinggang, kaos
baju yang agak sempit.
3. Ajarkan bila ia batuk, lendirnya dikeluarkan dan katakan kalau
lendir tersebut tidak dikeluarkan sesak napasnya tidak akan segera
hilang.
4. Beritahukan pada anak agar ia tidak selalu berbaring ke arah dada
yang sakit, boleh duduk/miring ke bagian dada yang lain.
41
Pada bayi dapat dilakukan :
1. Baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberikan
ganjal dibawah bahunya.
2. Bukalah pakaian yang ketat seperti gurita / celana yang ada
karetnya.
3. Isaplah lendir dan berikan O2 rumat sampai 2 l/menit. Pengisapan
lendir harus sering yaitu pada saat terlihat lendir di dalam mulut,
pada waktu akan memberikan minum, mengubah sikap baring /
tindakan lain.
4. Perhatikan dengan cermat pemberian infus, perhatikan apakah
infus lancar.
b. Kebutuhan Istirahat
Klien Pneumonia adalah klien payah, suhu tubuhnya tinggi, sering
hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan klien
harus ditolong di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat,
usahakan keadaan tenang dan nyamn agar psien dapat istirahat
sebaik-baiknya.
c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Pasien pneumonia hampir selalu mengalami masukan
makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari
dan masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi.
Untuk mencegah dehidrasi dan kekukrangan kalori dipasang infus
42
dengan cairan glukosa 5% dan NACL 0,9% dalm perbandingan 311
ditambahkan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus.
Pada bayi yang masih minum ASI, bila tidak terlalu sesak ia
boleh menetek selain memperoleh infus beritahukan ibunya agar pada
waktu bayi menetek puting susunya harus sering-sering dikeluarkan
untuk memberikan kesempatan bayi bernafas.
d. Mengontrol Suhu Tubuh
Pasien Pneumonia sewaktu-waktu dapat mengalami hiperpireksia.
Untuk ini maka harus dikontrol suhu tiap jam. Dan dilakukan
kompres serta obat-obatan satu jam setelah dikompres dicek kembali
apakah suhu telah turun.
I. Komplikasi
Komplikasi yang timbul dari pneumonia menurut Ngastiyah ( 2005)
yaitu :
1. Empiema
2. Otitis Media Akut
3. Atelektasi
4. Emfisema
5. Meningitis
43
Sedangkan menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003
kompliksi pneumonia adalah :
1. Efusi Pleura
2. Empiema
3. Abses Paru
4. Pneumothoraks
5. Gagal napas
6. Sepsis
J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam menegakkan diagnosis
pneumonia menurut Aziz Alimul Hidayat ( 2000) adalah :
a. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan leukositosis dengna
predominan PMN atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan
prognosis buruk dapat ditemukan anemia sedang atau ringan. Terdapat
peningkatan LED
b. Pemeriksaan Radiologis
Pada pemeriksaan radiologis ini memberi gambaran bervariasi yaitu :
1. Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
2. Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
3. Gambaran bronkhopneumonia difus atau infiltrat inserstitialis pada
pneumonia stafilokok.
c. Pemeriksaan Sputum
44
Gambar 1.7 Perbedaan Alveolus Normal dan Pneumonia
K. Pengkajian Fokus
Hal-hal yang perlu di kaji pada pasien pneumonia menurut Nursalam (2005)
dan Marylin Doengoes ( 2000) yaitu :
1. Riwayat penyakit sekarang
Yang perlu dikaji yaitu :
a. Keluhan yang dirasakan klien
b. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kelurahan yang dirasakan
c. Perubahan yang didapatkan setelah dilakukan usaha.
2. Riwayat penyakit dahulu
Yang perlu dikaji yaitu :
a. Riwayat ibu menderita influensa selama hamil
b. Riwayat terjadi aspirasi mekonium
45
c. Pernah menderita ISPA
d. Pernah dirawat di rumah sakit dalam jangka waktu lama.
e. Pernah terjadi aspirasi ASI
f. Sistem imun anak yang mengalami penurunan
g. Sebutkan sakit apapun yang pernah dialami
3. Riwayat penyakit keluarga
a. Ada anggota keluarga yang sakit ISPA
b. Ada anggota keluarga yang sakit pneumonia
c. Riwayat sakit dri anggota keluarga
4. Demografi
a. Usia : Lebih sering terjadi pada bayi usia kurang dari 3 tahun
b. Lingkungan : Pada lingkungan yang sering berkontaminasi dengan
polusi udara.
5. Pola pengkajian gordon
Hal-hal yang perlu dikaji :
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
Yang perlu dikaji yaitu kebersihan lingkungan dari debu, bagaimana
cara menyusui bayi (menyendawakan atau tidak), bagaimana nutrisi
anak,
b. Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya muncul mual, muntah bahkan mungkin tidak nafsu makan
(nafsu makan menurun), pada awal-awal biasanya ada peningkatan
suhu yang mendadak.
46
c. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya lemah, ada dyspnea, dan penurunan toleransi terhadap
aktivitas.
d. Pola istirahat dan tidur
Biasanya istirahat tidur berkurang, bisa terjadi karena batuk.
e. Pola eliminasi
Jika kuman masuk sampai system pencernaan akan berakibat
peningkatan motilitas usus sehingga tidak jarang kalau muncul diare
f. Pola Neurosensori
Bisa muncul nyeri dada subternal jika diawali influenza, kadang
muncul nyeri kepala, nyeri dada substernal akan terasa jika batuk.
g. Pola mekanisme koping
Biasanya anak rewel dan menangis karena merasa tidak nyaman.
h. Pola konsep diri
Pada anak-anak kurang bisa dikaji.
i. Pola hubungan
Anak akan merasa nyaman jika berada didekat orange tua
j. Pola reproduksi
Pada bayi dan anak belum terjadi pematangan reproduksi.
k. Pola kepercayaan
Keyakinan dalam agama
47
6. Pemeriksaan fisik
Pada penderita pneumonia hasil pemeriksaan fisik yang biasanya muncul
yaitu :
a. Keadaan Umum : Bisa terlihat kelelahan maupun sesak
b. Kesadaran : Bisa sampai somnosent
Tanda-tanda vital :
a) TD bisa normal atau hipotensi
b) nadi meningkat
c) suhu meningkat
d) RR trachipnea
c. Kepala : Tidak ada kelainan
d. Mata : Konjungtiva bisa anemis
e. Hidung : Jika sesak akan terlihat nafas cuping hidung
f. Paru :
Inspeksi : Pengembangan paru berat, tidak simetris jika
hanya satu sisi paru, ada penggunaan otot
bantu nafas dan retraksi.
Palpasi : Pengembangan paru tidak sama pada area
konsolidasi, SF bisa meningkatjika terjadi
konsolidasi pada kedua sisi.
Perkusi : bunyi redup pada area konsolidasi.
Auskultasi : bunyi nafas berkurang, bisa terdengar krakels
& RBH.
48
49
g. Jantung :
Jika tidak ada kelainan pada jantung, pemeriksaan jantung tidak ada
kelemahan.
h. Ekstremitas
Pada ekstremitas bisa terlihat sianosis, turgor kurang jika dehidrasi.
50
L. Pathway
Hipertermia
Kuman >> di Bronkus
Akumulasi sekret >> di Bronkus
Obstruksi jalan nafas oleh sekret
Bersihan jalan tidak efektif
Proses peradangan di Bronkus
Adanya eksudasi
Peningkatan suhu tubuh
Mukus di Bronkus ↑
Bau mulut tidak sedap, perasaan tidak enak
di tenggorokan
Anoreksia
Intake tidak adekuat
Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Evaporasi >>
Kehilangan cairan lewat kulit
Kuman terbawa di saluran pencernaan
Infeksi saluran pencernaan
↑ flora normal dalam usus
↑ Peristaltik usus
Resiko tinggi kekurangan volume
cairan
Diare
Kehilangan cairan dan elektrolit
Output >>
Kuman terbawa di saluran pencernaan
↑ Suhu
↑ Metabolisme
Evaporasi >>
Kehilangan cairan lewat kulit
Pelepasan histamine, brodikmin, prostglandin
Dilatasi pembuluh darah
Eksudat plasma masuk alveoli
Gangguan difusi dalam kapiler dan
alveoli
Gangguan pertukaran gas
Infeksi saluran pernapasan bawah
Suplai O2 ↓
Hipoksia
↑ Metabolisme anaerob
Akumulasi asam laktat
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
Edema alveoli
↑ Tekanan dinding paru ↓ Compliace
paru
Gangguan pola nafas
Terbentuknya fibrin / jaringan ikat
Jaringan paru digantikan jaringan ikat
Sumber: Hidayat, 2006; Ngasstiyah, 2005. Doenges, 2000; PDPI, 2003. Price, 2006.
- Penderita sakit berat yang dirawat di RS
- Penderita yang mengalami supresi sistem imun
N t i iPertahanan tubuh ↓
Mudah terpapar bakteri, virus, jamur, parasit
Masuk saluran nafas
Lolos dari pertahan paru
Menginfeksi area bronkus dan parenkim
paru
Bakteri, virus, jamur, parasit, benda asing
Proplet
Kontaminasi peralatan
Pneumonia
50
M. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang
menurun.
3. Gangguang pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler oleh adanya edema alveoli.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
5. Ansietas berhubungan dengan kesulitan bernafas, lingkungan yang baru
di rumah sakit.
6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebihan terhadap evaporasi yang berlebih.
7. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat sekunder terhadap anoreksia, peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
(Hidayat, 2006 dan Doengoes, 2000)
N. Perencanaan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas
efektif.
51
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada dyspnea
b) Perkusi paru sonor
c) Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
d) Tidak ada batuk produktif
e) Tidak ada retraksi dinding dada.
Intervensi :
a. Auskultas area paru, catat area penurunan / tidak ada aliran udara dan
bunyi nafas lain.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan. Bunyi nafas bronkhial (normal pada
bronkhus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
Krekels terdengar pada inspirasi.
b. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan
dinding dada/ atau cairan paru.
c. Atur posisi setengah fowler pada anak besar dan ekstensi kepala pada
bayi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam
dan lebih kuat.
d. Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspetoran, bronkodilator,
analgetik
52
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
mobilisasi sekret. Analgetik diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan hati-hati.
e. Berikan cairan tambahan IV atau oksigen
Rasional : Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan
(termasuk tak tampak) dan memobilisasikan sekret.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang
menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali
efektif.
Kriteria Hasil :
a) RR = 20-30 x/menit
b) Tidak ada dyspnea
c) Tidak ada retraksi dinding dada
d) Pengembangan paru maksimal
Intervensi :
a. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum
dengan semi fowler atau kepala agak tinggi kurang lebih 30 derajat.
Rasional : Posisi semi fowler akan meningkatkan ekspansi paru.
b. Kaji pernafasan, irama, kedalaman atau gunakan oksimetri nadi untuk
memantau saturasi oksigen.
53
Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyaman gerakan
dinding dada.
c. Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap
terbuka.
Rasional : Sokongan bantal akan membantu membuka jalan napas.
d. Ajarkan teknik relaksasi pada anak yang sudah memahami, sudah
bisa atau mengerti.
Rasional : Relaksasi akan membantu menurunkan kecemasan
sehingga kebutuhan O2 tidak meningkat.
e. Kolaborasi pemberian O2 sesuai kebutuhan
Rasional : Pemberian O2 akan membantu memenuhi kebutuhan O2
tubuh.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler akibat edema alveoli.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pertukaran gas
maksimal.
Kriteria Hasil :
a) Klien tidak dispnea
b) Tidak ada warna kebiruan
c) N = 80-100 x / menit
d) PO2 normal pada GDA.
e) PCO2 normal
54
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
Rasional : Manifestasi distres pernafasan tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya
fianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi atau respon
tubuh terhadap demam/ menggigil. Namun sianosis daun
telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut
menunjukkan hipoksemia sistemik.
c. Pertahankan istirahat tidur dorong menggunakan teknik relaksasi dan
aktivitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/
konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
d. Kolaborasi pemberian therapi O2 dengan benar
Rasional : Tujuan therapi oksigen adalah mempertahankan PaO2
diatas 60 mmHg.
e. Awasi GDA
Rasional : Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi
paru.
55
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2, kelemahan umum.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien toleran
terhadap aktivitas.
Kriteria Hasil :
a) Klien tidak tampak kelemahan
b) Dyspnea berkurang
c) Tidak ada dyspnea saat aktivitas
d) Tidak ada sianosis setelah aktivitas
e) Dapat beraktivitas optimal
Intervensi :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat lapoan dispnea.
Peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama
dan setelah aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
b. Bantu anak dalam melakukan aktivitas yang sesuai dan berikan
aktivitas yang menyenangkan sesuai dengan kemampuan dan minat
anak.
Rasional : Menurunkan kebutuhan O2
c. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi.
56
Rasional : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
d. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi
untuk penyembuhan.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Ansietas berhubungan dengan kesulitan bernafas, lingkungan yang baru
di rumah sakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas berkurang.
Kriteria Hasil :
a) Klien menyatakan cemas berkurang.
b) Tidak ada ekspresi ketakutan
Intervensi :
a. Jelaskan prosedur atau tindakan yang akan dilakukan serta ciptakan
hubungan dengan anak dan orang tua.
Rasional : Penjelasan setiap prosedur memberikan pemahaman pada
orang tua dan hubungan yang baik akan menumbuhkan
kepercayaan.
57
b. Berikan kenyamanan pada lingkungan anak seperti digendong atau
mengayun membelai dan memberikan musik.
Rasional : Anak akan merasa dilindungi.
c. Libatkan orang tua dalam memberikan perawatan sehingga anak
merasakan ketenangan.
Rasional : Orang terdekat dari anak adalah orang tua sehingga
melibatkan orang tua akan membantu mempermudah
proses keperawatan.
d. Jangat berbuat yang menimbulkan anak menjadi cemas.
e. Beri obat yang memperbaiki ventilasi seperti bronkhoclatos sesuai
program.
6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebihan terhadap evaporasi yang berlebih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil :
a) Membran mukosa lembab
b) Turgor kulit baik
c) Pengisian kapiler cepat
d) Tanda vital stabil
e) Balance cairan stabil
58
Intervensi :
a. Kaji perubahan tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu / memanjangnya demam,
meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan
melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan
peningkatan tachicardia menunjukkan kekurangan cairan
sistemik.
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah)
Rasional : Indikator langsung keadekuatan volume cairan,
meskipun membran mukosa mulut mungkin kering
karena nafas mulut dan oksigen tambahan.
c. Pantau masukan dan haluaran, cacat warna, karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur
BB sesuai indikasi.
Rasional : Memberikan informasi tentang keadekuatan volume
cairan dan kebutuhan penggantian.
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
Misal : antiseptik, antiemetik
Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan.
e. Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai keperluan
Rasional : Pada adanya penurunan masukan / banyak kehilangan,
penggunaan parenteral dapat memperbaiki / mencegah
kekurangan.
59
7. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat. Sekunder terhadap anoreksia, peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi nutrisi
kurang dari kebutuhan.
Kriteria hasil :
a) Tidak ada mual ataupun muntah
b) BB stabil
c) Nafsu makan meningkat
d) IMT Stabil
Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya sputum
banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
Rasional : Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa bau dari lingkungan
pasien dan dapat menurunkan mual
c. Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
Rasional : Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini
d. Berikan makan posri kecil dan sering termasuk makanan kering dan
atau makanan yang menarik
60
Rasional : Tindakan ini meningkatkan masukan meskipun nafsu
makan mungkin lambat untuk kembali.
e. Evaluasi status nutrisi umum, ukur BB
Rasional : Adanya kondisi kronis atau keterbatasan keuangan dapat
menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap
infeksi dan / lambatnya respons therapi.
61